IPG memiliki dimensi yang sama dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), namun
IPG lebih memperhitungkan capaian pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Kualitas
hidup yang diukur adalah dalam bidang kesehatan melalui Angka Harapan Hidup, bidang
pendidikan melalui Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah, serta bidang
ekonomi yang mengukur pengeluaran per kapita. Pada tahun 2022, Indeks Pembangunan
Gender Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mencapai 94,61, berada di atas angka rata-
rata nasional. Sementara itu IDG adalah indeks komposit yang dihitung berdasarkan
keterlibatan perempuan di parlemen, perempuan sebagai tenaga manajer professional,
Indeks Perlindungan Anak (IPA) mengukur pencapaian pemenuhan hak anak dan
perlindungan khusus anak. Cara mengukur Indeks Perlindungan Anak adalah melalui lima
indikator yang disepakati: (1) Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan, (2) Lingkungan Keluarga
dan Pengasuhan Alternatif, (3) Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, (4) Pendidikan dan
Pemanfaatan Waktu Luang, (5) Perlindungan Khusus. Pada tahun 2020, IPA Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan berada pada angka 65,62.
Buku Profil Gender dan Anak akan memuat banyak ketersediaan data mengenai
perempuan dan anak. Dengan demikian, informasi ini diharapkan akan menjadi acuan bagi
penyusunan rencana kebijakan dan juga bahan evaluasi program peningkatan kualitas hidup
perempuan dan anak, sehingga akselerasi pembangunan berkelanjutan lebih mudah dicapai.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, kiranya Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberkati usaha dan kerja kita bersama membangun Bolsel yang makin maju.
iii
[Type text]
KATA PENGANTAR
Pembangunan di berbagai bidang ditujukan untuk seluruh penduduk, tanpa
membedakan laki-laki atau perempuan. Dalam kenyataannya hasil pembangunan belum
dirasakan sama antara laki-laki dan perempuan. Itulah sebabnya, pengukuran tingkat
kesejahteraan masyarakat di Indonesia, yang selama ini menggunakan parameter manusia
tanpa memandang jenis kelamin, saat ini telah menggunakan parameter perempuan dan laki-
laki. Dampaknya sangat positif yang ditandai dengan makin terkikisnya berbagai
ketimpangan pelayanan publik terhadap perempuan dan laki-laki yang secara langsung
menyebabkan peningkatan kesetaraan dan keadilan gender dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Buku Profil Gender dan Anak Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun 2022
dihadirkan untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai capaian-capaian terukur
dari pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan berbasis Kesetaraan Gender dan
Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA), serta menyediakan data dan informasi terukur untuk
menjadi dasar perencanaan kebijakan, program dan kegiatan ke depan. Data-data yang
dibahas dalam buku ini umumnya adalah data tahun 2021, yang telah dipublikasikan secara
resmi oleh instansi penanggung jawab.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
halaman
Sambutan.......................................................................................................................................................................................... iii
Kata Pengantar................................................................................................................................................................................. v
Daftar Gambar................................................................................................................................................................................. xi
Bab I. Pendahuluan.........................................................................................................................................................................1
Latar Belakang 2
Tujuan 4
Sasaran 4
Sistematika Penyajian 5
Aspek Geografi 8
Gambaran Demografi 10
Pendidikan 17
Kesehatan 32
Status Kesehatan 33
Akses Kesehatan Masyarakat 35
3.3.3 Keluarga Berencana.................................................................................................................................42
Masalah Sosial 47
Masalah Ketenagakerjaan 49
Partisipasi Angkatan Kerja 49
Perempuan sebagai Pekerja Migran 51
Status pekerjaan & Upah Pekerja 52
Penduduk yang Bekerja dan Lapangan pekerjaan Utama..........................................................................................................................54
Pekerja Tidak Penuh 55
Tingkat Pengangguran Terbuka 57
Imunisasi 117
Keluhan Kesehatan pada Anak 119
Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA), dan Indeks
Perlindungan Khusus Anak (IPKA)...................................................................................................................137
P2TP2A 146
LAMPIRAN.....................................................................................................................................................................................155
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 3.1 Persentase Penduduk Usia Sekolah Berumur 5 tahun Ke Atas Status Bersekolah
menurut Kecamatan, 2021..................................................................................................... 19
Tabel 3.2 Jumlah Murid menurut Jenjang Pendidikan yang Sedang Diikuti Tahun Ajaran
2021/2022.................................................................................................................................... 20
Tabel 3.3 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Bolsel Berusia 25 Tahun Ke Atas
menurut Kecamatan Tahun 2019-2021.............................................................................22
Tabel 3.4 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Bolsel berumur 7-12 Tahun, 13-15 Tahun
dan 16-18 Tahun menurut Jenis Kelamin, 2017-2021.................................................24
Tabel 3.6 Angka Partisipasi Kasar Penduduk Bolsel menurut Jenjang Pendidikan dan
Jenis Kelamin, 2017-2021....................................................................................................... 27
Tabel 3.7 Angka Partisipasi Murni Penduduk Bolsel menurut Jenjang Pendidikan dan
Jenis Kelamin, 2017-2021....................................................................................................... 30
Tabel 3.9 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan menurut Apakah
Pernah Rawat Jalan, 2021....................................................................................................... 38
Tabel 3.10 Persentase Penduduk Bolsel yang mempunyai keluhan kesehatan Menurut
Tabel 3.11 Persentase penduduk perempuan berumur 15-49 tahun yang pernah kawin
dan sedang ber KB menurut jenis alat KB, 2021............................................................46
Tabel 3.13 Jumlah Guru Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Bolsel 2021 *)...........65
Tabel 3.16 Status Pembangunan Manusia Kabupaten Bolsel menurut Jenis Kelamin Tahun
2021................................................................................................................................................ 73
Tabel 4.1 Jumlah Kasus Kekerasan P e r e m p u a n yang Ditangani P2TP2A PPA Kab.
Bolsel Tahun 2019-2021....................................................................................................... 82
Tabel 4.3 Jumlah Pelaku Kekerasan Berdasarkan Hubungan Dengan Korban, 2021..........85
Tabel. 4.4 Jumlah Penduduk Pra-Lanjut Usia dan Lanjut Usia menurut Kecamatan dan
Kelompok Umur Tahun 2021................................................................................................ 87
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Anak-Anak di Bolsel Menurut Kelompok Umur, Jenis
Kelamin, 2021............................................................................................................................ 91
Tabel 5.2. Persentase Kepemilikan Akta Kelahiran Penduduk Berumur 0-17 Tahun
Menurut Kecamatan di Bolsel, 2021................................................................................... 95
Tabel 5.3 Data Jumlah Kasus Perceraian yang Terdaftar di Pengadilan Agama di Bolsel
Tahun 2021.................................................................................................................................. 98
Tabel 5.4 Persentase Penduduk Perempuan Berumur 10 Tahun ke atas yang Pernah
Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Bolsel Tahun 2021.......................101
Tabel 5.5 Persentase Anak Umur 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan dan Tipe
Daerah di Bolsel, 2021........................................................................................................... 102
Tabel 5.6 Data Permohonan Dispensasi Nikah Bolsel yang Terdaftar di Pengadilan Agama
Bolsel Tahun 2021.................................................................................................................. 104
Tabel 5.7. Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang Pernah
Melahirkan dalam Dua Tahun Terakhir Menurut Penolong Kelahiran Terakhir,
2021.............................................................................................................................................. 111
Tabel 5.8. Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang Pernah
Melahirkan dalam 2 Tahun Terakhir Menurut Berat Badan Bayi Tahun 2021..116
Tabel 5.9 Persentase Penduduk Umur 0-59 Bulan (Balita) yang Pernah Mendapat
Imunisasi menurut Kecamatan dan Jenis Imunisasi di Bolsel, Tahun 2021.......118
Tabel 5.10 Persentase Penduduk Berumur 0-6 Tahun yang Pernah/Masih Mengikuti
Pendidikan Prasekolah Menurut Kecamatan dan Jenis Pendidikan Prasekolah,
2021.............................................................................................................................................. 124
Tabel 5.11 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Partisipasi Sekolah,
Daerah Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, 2021......................................................124
Tabel 5.12 Pendampingan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum menurut Jenis Tidak
Pidana dan Jenis Kelamin, 2020-2021.............................................................................131
Tabel 6.1 Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan yang Ditangani oleh P2TP2A PPA
Bolsel, 2021................................................................................................................................ 153
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Bolsel, 2021................................................................................................................................ 156
Lampiran 5 Persentase Penduduk Laki-laki Bolsel yang Berobat Jalan dalam Sebulan
Terakhir Menurut Tempat Berobat Jalan, Tahun 2021..............................................166
Lampiran 6 Persentase Penduduk Perempuan Bolsel yang Berobat Jalan dalam Sebulan
Terakhir Menurut Tempat Berobat Jalan, Tahun 2021..............................................168
Lampiran 7 Persentase Penduduk Laki-laki dan Perempuan Bolsel yang Berobat Jalan
dalam Sebulan Terakhir Menurut Tempat Berobat Jalan, Tahun 2021...............170
Lampiran 8 Persentase Kepala Rumah Tangga berdasakan Jenis Kelamin Menurut Daerah
Tempat Tinggal di Bolsel, 2021.......................................................................................... 172
Lampiran 9 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Jenis Kelamin di Bolsel ,
2017-2021.................................................................................................................................. 173
Lampiran 10 Persentase Penduduk Laki-laki Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Bolsel, 2021...................................................174
Lampiran 11 Persentase Penduduk Perempuan Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Bolsel, 2021...................................................176
Lampiran 12 Persentase Kepemilikan Akta Kelahiran Penduduk Umur 0-17 Tahun Menurut
Jenis Kelamin dan Kecamatan di Bolsel, 2021..............................................................178
Lampiran 13 Persentase Wanita Pernah Kawin Berumur 15-49 Tahun yang Melahirkan Hidup
Lampiran 15 Angka Kesakitan menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan di Bolsel, 2020-2021
........................................................................................................................................................ 183
Lampiran 16 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun yang Mengalami Keluhan dalam Sebulan
Terakhir dan Berobat Jalan Menurut Kecamatan dan Tempat Berobat Jalan,
2021.............................................................................................................................................. 186
Lampiran 19 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Partisipasi Sekolah, Jenis Kelamin,
dan Kecamatan di Bolsel, 2021.......................................................................................... 192
Lampiran 22 Umur Harapan Hidup Perempuan menurut Kecamatan di Bolsel, 2018- 2021
(Tahun)........................................................................................................................................ 204
Lampiran 23 Umur Harapan Hidup Laki-laki menurut Kecamatan di Bolsel, 2018 - 2021
(Tahun)........................................................................................................................................ 206
Lampiran 27 Pengeluaran Perkapita Penduduk Laki-laki yang Disesuaikan Kab. Bolsel 2018-
2021 (Ribu Rupiah per Orang Per Tahun)......................................................................218
Lampiran 30 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kab. Bolsel, Tahun 2018- 2021......................223
Lampiran 31 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kab. Bolsel, Tahun 2018- 2021....................224
Lampiran 32 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kab. Bolsel Menurut
Jabatan dan Jenis Kelamin, 2021....................................................................................... 225
Lampiran 33 Jumlah Hakim di Lingkungan Pengadilan Agama di Wilayah Kab. Bolsel Menurut
Jenis Kelamin, 2021................................................................................................................ 225
PEMBATAS BAB I
BAB I
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas manusia dan pembangunan yang merata dan berkeadilan
merupakan bagian dari misi Presiden RI tahun 2020-2024 yang sejalan dengan Tujuan
Di sisi lain, dalam konteks pembangunan, perbaikan kualitas manusia begitu erat
kaitannya dengan perlindungan anak. Hal ini sesuai dengan salah satu arahan presiden dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, bahwa
pembangunan sumber daya manusia diantaranya melalui peningkatan kualitas anak,
perempuan dan pemuda. Oleh sebab itu pelindungan terhadap anak mutlak harus dilakukan
agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Bonus demografi di Indonesia mulai terjadi pada tahun 1990-an ditandai dengan
lebih banyaknya penduduk usia produktif (15-65 tahun) dibandingkan penduduk usia tidak
produktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas). Sementara itu jendela peluang
terbesar
terjadi pada tahun 2020-2035, di mana dependency ratio mencapai titik terendah (Adioetomo
3) Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak; 4) Penurunan pekerja anak; dan 5)
Pencegahan perkawinan anak. Kelima isu prioritas tersebut tidak akan dapat terwujud dengan
optimal tanpa adanya sinergi dan kerjasama stakeholder terkait, serta partisipasi dari
masyarakat.
Upaya untuk mencapai kesetaraan hak perempuan di Sulawesi Utara salah satunya
terwujud dengan terbentuknya Deklarasi Likupang yang merupakan hasil dari side event
Presidensi G20 di Minahasa Utara, yaitu Women20 (W20) yang dilaksanakan pada tahun
2022. Deklarasi tersebut menjadi bentuk komitmen bersama dari 20 negara anggota G20
untuk mewujudkan dunia “bebas dari diskriminasi terhadap perempuan”.
Alat yang dapat digunakan untuk menjadikan data terpilah sebagai dasar
Penyusunan Perencanaan Program dan Kegiatan Pembangunan dapat dilihat melalui
dokumen profil gender dan anak. Profil gender dan anak dipaparkan secara terpilah
menurut usia dan
Dinas PPKBPPPA dalam Profil Gender dan Anak Tahun 2022 menyajikan berbagai
gambaran indikator capaian pembangunan manusia berbasis gender dan kondisi anak di
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan pada data internal, BPS serta berbagai
lembaga yang memiliki informasi terkait kestaraan gender dan anak. Publikasi ini dapat
menjadi bahan evaluasi terkait pemenuhan kesetaraan gender dan hak anak di Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan. Selain itu, publikasi ini juga diharapkan dapat menjadi
pedoman dan melengkapi berbagai publikasi lainnya. Dengan adanya data sebagai landasan,
perumusan kebijakan diharapkan dapat tepat sasaran sehingga dapat mempercepat
pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam mewujudkan kesetaraan
gender dan pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus perempuan dan anak.
Tujuan
Tujuan penyusunan Profil Gender dan Anak Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
b. Tersedianya data informasi gender dan anak bidang pembangunan yang terkait
dengan pemberdayaan perempuan, perlindungan perempuan, kesejahteraan, dan
perlindungan anak.
Sasaran
Data profil gender dan anak diharapkan dapat memberikan gambaran tentang issue
Dari penyusunan Profil Gender dan Anak Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
diharapkan dapat diperoleh:
a. Tersusunnya Buku Profil Gender dan Anak Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan;
b. Data gender dan anak yang dapat dijadikan dasar dalam penyusunan program
dan kegiatan berdasarkan data terpilah, sehingga hasil dapat menghasilkan program
yang responsif terhadap pemasalahan gender dan anak;
c. Adanya kerjasama lembaga sektoral dalam penyelenggaraan data gender dan anak.
Sistematika Penyajian
Buku ini disajikan dalam enam bab. Bab I dimulai dari pendahuluan yang berisi latar
belakang penyusunan publikasi, tujuan, sasaran, hasil yang diinginkan dan sistematika
publikasi. Bab II mengulas mengenai gambaran umum cakupan/kecamatan yang menjadi
objek penulisan buku ini. Bab III membahas tentang profil gender di Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan. Bab IV secara khusus menelisik lebih jauh mengenai kasus kekerasan
dan perlindungan hak perempuan. Bab V tentang profil anak Bolaang Mongondow Selatan.
Bab VI menyajikan pelayanan publik terkait perempuan dan anak yang diselenggarakan Dinas
Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
BAB II
VISI DAN MISI
Visi Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan adalah Terwujudnya Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan yang Bersatu, Berdaulat, Mandiri, Sejahtera dan Berkepribadian dengan Semangat
Gotong Royong yang Berdasarkan Pancasila
Visi Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan diwujudkan dalam 5 (lima) Misi yaitu:
1. Meningkatkan Nilai-Nilai Religius Dan Bersatu Memelihara Toleransi Antar
Umat Beragama Yang Berkearifan Lokal Berdasarkan Pancasila
2. Meningkatkan Pembangunan Kewilayahan Yang Berdaulat
3. Meningkatkan Kapasitas Ekonomi Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang
Mandiri Dan Berwawasan Lingkungan
4. Meningkatkan Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi dan Inovasi
Melalui Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih
5. Meningkatkan Sumberdaya Manusia Yang Berkepribadian Dan Berbudaya
Serta Berdaya Saing
Aspek Geografi
3 Letak Geografis Dan Batas Administrasi Wilayah
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan salah satu dari
Kabupaten / kota yang ada di Propinsi Sulawesi Utara, dengan luasa wilayah
Km2 yang terdiri dari 7 Kecamatan dan 81 Desa dengan 81 Desa defenitif.Secara
geografis dilintasi Khatulistiwa dan berada pada 0 22º 54,5” Lintang Utara sampai
dengan 0 27º 57,4” Lintang Selatan dan 123º 28’59,2 Bujur Timur sampai dengan
124º 22’41,4 Bujur Timur. Ketinggian antara meter sampai dengan meter di
atas permukaan laut.
Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan Kabupaten
paling Selatan dari Provinsi Sulawesi Utara dan berbatasan dengan yaitu :
Bagian Utara : Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara
Bagian Timur : Kabupaten Bolaang mongondow Timur
Bagian Selatan : Teluk Tomini
Bagian Barat : Kabupaten Bone Bolango Propinsi Gorontalo
Molibagu – Pinolosian : 44
Molibagu – Helumo : 45
Molibagu – Tomini : 65
Molibagu – Posigadan : 27 km
Molibagu – Bolaang Uki : 230
Gambaran Demografi
informasi tersebut, maka rasio jenis kelamin penduduk Bolaang Mongondow Selatan
sebesar 105, yang artinya terdapat 105 laki-laki untuk setiap 100 perempuan di Bolaang
Mongondow Selatan pada tahun 2020.Hasil SP2020 menunjukkan rasio jenis kelamin di level
Kecamatan secara umum selaras dengan le vel Kabupaten, yaitu penduduk laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin diatas angka 100.
Kecamatan dengan rasio jenis kelamin tertinggi adalah Kecamatan sedangkan
yang terendah adalah
Gambar 2.3 Rasio Jenis Kelamin menurut Kelompok Umur Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan, 2021
120
105 104 107 108 108 107 108 107 107 106 105 103 101 105
98
100 93
81
80
60
1
18 Profil Gender dan Anak 2022 DPPKBP3A Kab. Bolsel
[Type text]
40
20
Gambar 2.5. Piramida Penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, 2000- 2022
BAB III
KESETARAAN GENDER
Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam
hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang di masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
penjabaran konsep gender adalah keselarasan dalam peran sosial, ekonomi, dan politik
antara laki-laki dan perempuan. Dalam dinamikanya, peran kaum perempuan juga dapat
terlihat dari peran reproduksi, peran produktif, dan peran sosial kemasyarakatan (Pusat Studi
Wanita Universitas Udayana, 2003).
Di kehidupan bermasyarakat sehari-hari, isu-isu terkait gender masih menjadi isu yang
menarik perhatian terutama pada persoalan diskriminasi gender yang dialami oleh
perempuan. Diskriminasi tersebut terjadi dari berbagai aspek kehidupan yaitu berupa
perilaku masyarakat yang berasal dari suatu aturan, sejarah, adat, norma, dan struktur
masyarakat. Diskriminasi gender akan menciptakan kesenjangan gender, yang pada
gilirannya akan menghilangkan hak-hak perempuan atas kesempatan dan kendali pada
sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik.
Perempuan adalah pihak yang akan melahirkan dan membesarkan generasi penerus,
hak-haknya harus dilindungi. Menghadirkan perlakuan yang adil terhadap aspek- aspek dasar
manusia, yaitu dalam aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi adalah salah satu cara untuk
melindungi hak-hak ini. Oleh karena itu, kebijakan yang mengedepankan kesetaraan dan
keadilan gender adalah mutlak.
Berbagai pihak telah berupaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
Masyarakat dunia mengeluarkan deklarasi tentang hak asasi manusia melalui Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, yang
merupakan bentuk kepedulian global terhadap isu-isu gender, dan diikuti beberapa
deklarasi dan konvensi lainnya yang bertujuan untuk menghapus diskriminasi terhadap
perempuan. Sementara itu, pemerintah Indonesia juga telah mengadopsi berbagai
kebijakan yang mendorong kesetaraan dan keadilan gender melalui GBHN, undang-undang,
18
14 Profil Gender dan AnakProfil
2022 Gender
DPPKBP3A Kab. Bolsel
dan Anak 2022 DP3AD Provinsi Sulawesi
[Type text]
peraturan pemerintah, dan lain-lain. Saat ini juga sedang dibahas mengenai Rancangan
Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender.
Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak serta merta
persoalan-persoalan terkait gender akan hilang. Sebagian perempuan masih menjadi obyek
yang harus menderita, seperti pada kasus kekerasan terhadap perempuan, perdagangan
manusia, dan lain-lain. Belum lagi, kesempatan perempuan dalam menyalurkan aspirasinya
melalui perlemen juga masih terbilang minim. Di sisi lain perempuan sudah banyak berperan
dalam pembangunan nasional dan pencapaian kesejahteraan. Hal ini sejalan dengan
pandangan UNDP bahwa mengabaikan aspek gender akan menghambat proses
pembangunan di suatu daerah.
Pada bab ini akan dibahas mengenai perkembangan statistik terkait Gender di
Bolaang Mongondow Selatan. Beberapa isu seperti pendidikan, kesehatan, sosial dan
ketenagakerjaan, keterlibatan perempuan dalam pembangunan dibahas dan disajikan
terpilah gender. Tingkat keberhasilan pembangunan yang sudah mengakomodasi persoalan
gender saat ini telah dapat diukur, salah satunya adalah dengan IPG (Indeks Pembangunan
Gender), yang diperkenalkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) dalam
Laporan Pembangunan Manusia tahun 1995. Indikator IPG juga akan di sajikan bersama
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kanal upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Todaro (2006) mengatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan
yang mendasar. Pendidikan adalah hal pokok untuk mencapai kehidupan yang memuaskan
dan berharga, karena pendidikan adalah hal yang fundamental membentuk kapabilitas
manusia yang lebih luas dan berada pada inti makna pembangunan.
kelamin untuk dapat mengetahui sejauh mana akses, peluang, dan pilihan pada perempuan
Menurut hasil Proyeksi Sensus Penduduk Tahun 2020 jumlah penduduk usia sekolah
(kurang dari 20 tahun) di Sulawesi Utara berjumlah 814.060 jiwa atau hampir sepertiga dari
jumlah penduduk Sulawesi Utara yang sebesar 2.621.923 jiwa. Proporsi penduduk usia muda
yang terbilang besar. Jika dipilah menurut jenis kelamin maka penduduk usia sekolah
tersebut terdiri 418.965 laki-laki dan 395.095 perempuan. Gambar 3.1 menunjukkan bahwa
untuk setiap kelompok umur terlihat bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan
penduduk perempuan. Dilihat dari struktur umur 5 tahunannya, kelompok umur 5-9 tahun
memiliki jumlah penduduk paling banyak baik laki-laki maupun perempuan.
Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin 2021
205,0
204,3
203,3
197,3
106,1
105,0
104,6
100,8
100,4
98,2
98,2
96,4
0-4 5-9 10 - 14 15 - 19
Laki-lakiPerempuan Total
Tabel 3.1 menunjukkan gambaran terkini proporsi penduduk berusia 5 tahun ke atas
menurut status keikutsertaan dalam Pendidikan dan Kabupaten/kota. Penduduk berusia 5
tahun ke atas yang tidak bersekolah lagi memiliki porsi yang terbesar yakni 74,43 persen
dibanding penduduk yang masih bersekolah dan penduduk yang tidak atau belum pernah
bersekolah. Meskipun proporsinya kecil yakni hanya sebesar 2,82 persen, namun disanalah
letak persoalannya. Bagaimana pemerintah dapat menyediakan pendidikan yang terjangkau
bagi kelompok penduduk tersebut.
Tabel 3.1 Persentase Penduduk Usia Sekolah Berumur 5 tahun Ke Atas Status
Bersekolah menurut Kecamatan, 2021
Masih Bersekolah
Tidak/ Masih Masih Masih Masih
Tidak
Kecamatan belum SD/MI/ SMP/MTs/ SMA/SMK/ Perguruan
bersekolah
pernah Paket A Paket B MA/ Tinggi
lagi
bersekolah Paket C
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Bolaang Uki 3 14 48
Pinolosian 1 16 24
Pinolosian Tengah 5 9 25
Pinolosian Timur 17 39 68
Helumo 9 23 43
Tomini 1 - 5
Posigadan 103 171 121
Bolsel 139 272 334
Banyaknya jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas ternyata tidak seluruhnya dapat
duduk di bangku sekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk usia 5-19 tahun
yang disajikan pada Gambar 3.1 yang mencapai 512.757 penduduk, namun hanya tercatat
506.633 murid yang sedang mengikuti pendidikan.
Tabel 3.2 Jumlah Murid menurut Jenjang Pendidikan yang Sedang Diikuti Tahun
Jenjang Murid
Sekolah Negeri Swasta Total
(1) (2) (3) (4)
TK*) 4357 177 4534
Tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat dari capaian rata-rata lama sekolah yang
dijalani perempuan dan laki-laki usia 25 tahun ke atas. Rata-rata lama sekolah
menggambarkan capaian pendidikan jangka panjang. Rata-rata lama sekolah didefinisikan
sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk laki-laki dan perempuan usia 25 tahun
ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Indikator rata-rata lama sekolah juga bisa
digunakan sebagai indikator proxy untuk melihat kualitas penduduk di wilayah tertentu dari
sisi rata-rata jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang dicapai penduduk di wilayah
tersebut. Jumlah tahun efektif yang dimaksud adalah jumlah tahun standar yang harus
dijalani seseorang untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan, misalnya seseorang
memerlukan waktu 6 tahun untuk bisa menamatkan
Sekolah dasar dan 9 tahun untuk dapat lulus sekolah menengah pertama
9.7 9.64
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2021
Gambar 3.2. menyajikan perkembangan rata-rata lama sekolah menurut jenis jenis
kelamin selama lima tahun terakhir. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata lama
sekolah di Kabupaten Bolaang mongondow Selatan terus mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan pada
tahun 2021 mencapai 9,62 tahun yang artinya secara rata-rata penduduk Provinsi Sulawesi
Utara yang berusia 25 tahun ke atas telah menempuh pendidikan selama 9,62 tahun atau
setara dengan kelas 3 pada sekolah menengah pertama. Dilihat dari sisi kesetaraan gender,
pada tahun 2020 rata-rata lama pendidikan laki– laki dan perempuan relatif setara atau
hampir sama yakni 9,51 tahun untuk laki-laki dan 9,47 tahun untuk perempuan. Kondisi
tersebut berlanjut bahkan rata-rata lama pendidikan perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki pada tahun 2021, dimana rata-rata lama sekolah laki-laki meningkat menjadi 9,59
tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah perempuan meningkat menjadi 9,64 tahun.
Tabel 3.3. menyajikan perkembangan rata-rata lama sekolah menurut jenis jenis
kelamin dan Kecamatan selama tiga tahun terakhir. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-
rata lama sekolah antar Kecamatan di Bolaang Mongondow Selatan bervariasi.
gambar 3.3 Persentase Penduduk Berumur 15 tahun Ke Atas menurut Jenis Kelamin
dan Ijazah Tertinggi yang dimiliki di Bolaang Mongondow Selatan, 2021
100
90
8070
60
50
40
30
20
10
0 Laki-laki +
Laki-laki Perempuan
Perempuan
DIV/S1+ 8.43 9.93 10.35
DI/II/III 1.23 2.38 1.79
SMAK/MAK 4.77 5.31 5.03
SMA/MA/Paket C/SMLB 31.19 28.3 29.77
SMP/MTS/Paket B/SMPLB 22.42 27.48 22.45
SD/MI/Paket A/SDLB 20.82 19.32 20.08
Tidak Mempunyai Ijazah 11.5 12.27 11.7
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2021
Di bidang pendidikan kesetaraan gender juga bisa dilihat dari angka partisipasi
sekolah. Berikut akan diulas beberapa indikator terkait partisipasi sekolah dalam perspektif
gender. Indikator tersebut adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS); Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Melihat akses pada pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Indikator ini juga
dapat digunakan untuk melihat struktur kegiatan penduduk yang berkaitan dengan sekolah. APS
yang tinggi menunjukkan tingginya partisipasi sekolah penduduk usia tertentu.
Tabel 3.4 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Bolaang Mongondow Selatan berumur
7-12 Tahun, 13-15 Tahun dan 16-18 Tahun menurut Jenis Kelamin, 2017-
2021
Tahun
APS Jenis Kelamin
2017 2018 2019 2020 2021
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Laki-laki 95,97 99,95 96,50 98,81 98,11
7-12 Perempuan 98,59 96,26 100,00 100.00 100,00
Laki-laki+Perempuan 97,19 98,06 98,27 99,33 98,98
Laki-laki 85,97 90,33 89,31 87,64 88,43
13-15 Perempuan 93,58 89,84 91,05 93,18 91,69
Laki-laki+Perempuan 89,97 90,10 90,13 90,15 90,02
Laki-laki 62,64 64,89 58,21 55,69 65,13
16-18 Perempuan 63,09 66,77 73,60 75,36 67,72
Laki-laki+Perempuan 62,63 65,58 65,58 66,03 66,22
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2017-2021
Capaian APS pada penduduk menunjukkan tingkat partisipasi sekolah. APS yang
tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan
secara umum. Misalnya pada APS 7-12 Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mencapai
99,37 persen, artinya 99,37 persen penduduk berusia 7-12 tahun di Bolaang Mongondow
Selatan sedang mengikuti pendidikan di bangku sekolah.
Pada tahun 2021, nilai APS laki-laki dan perempuan masih menggambarkan situasi
yang tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Semakin tinggi golongan umur
pendidikan, maka nilai APS laki-laki dan perempuan sama-sama semakin menurun. Nilai APS
perempuan usia 7-12 tahun sebesar 99,52 persen, APS perempuan usia 13-15 tahun sebesar
97,68 persen, dan APS perempuan usia 16-18 tahun hanya sebesar 76,04 persen. Kondisi
yang tidak jauh berbeda terlihat pada laki-laki (Tabel 3.4 kolom 7). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin bertambah usia penduduk, partisipasi sekolahnya cenderung semakin
menurun.
.APS kelompok umur 7-12 tahun untuk perempuan dan laki-laki yaitu 99,52 persen dan 99,22
persen. Kondisi yang sama terlihat di APS kelompok umur 13-15 tahun. APS perempuan cukup
signifikan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, APS perempuan mencapai 97,68 persen sedangkan
laki-laki hanya 93,24 persen. Kondisi yang tidak berbeda juga terlihat pada kelompok umur 16-
18 tahun, APS perempuan lebih tinggi dari laki-laki, yaitu sebesar 76,04 persen sedangkan laki-
laki sebesar 69,91 persen (Tabel 3.4 kolom 7).
Gambar 3.4 Rasio Angka Partisipasi Sekolah (APS) Perempuan terhadap Laki-laki di
Bolaang Mongondow Selatan,Tahun 2017-2021
115
108.77
110
108.81
106.35 106.35
102.17 103.05
105
102.52 102.53
104.76
100.56
100
100.38 100.38 100.61 100.3
99.75
95
90
2017 2018 2019 2020 2021
7-12 13-15 16-18
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2016-2020
dan 16-18 tahun. Rasio APS yang di maksud disini adalah perbandingan APS Perempuan
dibagi APS Laki-laki. Rasio APS bernilai lebih dari 100 berarti APS perempuan lebih tinggi
dibanding APS Laki-laki. Rasio APS sama dengan 100 berarti APS laki-laki sama dengan APS
perempuan. Sebaliknya jika rasio APS bernilai kurang dari 100 berarti APS perempuan lebih
rendah dibanding APS laki-laki. Dari gambar 3.4 terlihat dengan jelas bahwa untuk semua
kelompok umur dari 2017-2021 nilai Rasio APSnya lebih dari 100 kecuali APS kelompok umur
7-12 Tahun
level yang lebih tinggi. Secara rinci APS 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 Tahun
APK dapat mencapai lebih dari 100%, hal tersebut disebabkan karena jumlah murid
yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan mencakup anak yang berusia di luar batas
usia sekolah jenjang pendidikan yang bersangkutan. Penyebabnya adalah adanya
pendaftaran siswa usia dini, pendaftaran siswa yang terlambat bersekolah, atau adanya
pengulangan kelas. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu
menampung penduduk usia sekolah lebih dari target yang sesungguhnya. APK Provinsi
Sulawesi Utara tahun 2019- 2020 ditampilkan pada Tabel 3.6 di bawah ini.
Tabel 3.6 Angka Partisipasi Kasar Penduduk Bolaang Mongondow Selatan menurut
Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2017-2021
Tahun
APK Jenis Kelamin
2018 2019 2020 2021 2022
APK pada jenjang pendidikan SD/sederajat melebihi angka 100 persen yang
menunjukkan bahwa usia anak yang mengenyam pendidikan dasar masih ada yang berada di
luar kelompok umur 7-12 tahun. Dengan kata lain, murid SD yang bersekolah lebih banyak
dibandingkan jumlah anak pada usia 7-12 tahun. Banyak hal bisa menjadi alasan, antara lain
beberapa orang tua terkadang mendaftarkan anaknya yang belum mencapai usia 7 tahun
langsung ke sekolah dasar tanpa melewati PAUD terlebih dahulu, angka mengulang kelas
yangmasih tinggi, dan sebagainya. Semakin tinggi jenjang pendidikan, nilai APK juga akan
semakin rendah.
pendidikan SMA/sederajat perempuan sebesar 85,52 persen sedangkan APK laki-laki sebesar
77,42 persen. Bahkan pada jenjang pendidikan Perguruan Tinggi APK perempuan juga lebih
tinggi yakni 31,64 persen daripada APK laki-laki yang sebesar 26,10 persen.
Perbandingan APK perempuan dan laki-laki 5 tahun terakhir nampak lebih jelas dalam
rasio APK perempuan terhadap laki-laki. Gambar 3.5 berikut menampilkan perkembangan
nilai rasio APK perempuan terhadap laki-laki. Nilai rasio yang melebihi 100 menunjukkan
bahwa APK perempuan lebih tinggi daripada APK laki-laki. Semakin jauh dari angka 100
memberikan indikasi bahwa semakin tinggi pula APK perempuan dibanding APK laki-laki.
Gambar 3.5 Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK) Perempuan terhadap Laki-laki di
Bolaang Mongondow Selatan,Tahun 2017-2021
Selain kedua indikator sebelumnya, terdapat Angka Pastisipasi Murni (APM). APM
merupakan proporsi dari penduduk kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah
di jenjang pendidikan yang seharusnya terhadap penduduk kelompok usia sekolah yang
bersesuaian. Penghitungan APM mengacu pada jumlah murid di tingkatan pendidikan
tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk di usia sekolah di jenjang umur tersebut.
Sebagai contoh, APM untuk tingkat SD/sederajat akan menghitung jumlah siswa dalam
rentang usia 7- 12 tahun dibagi jumlah penduduk umur 7-12 tahun. Usia 7- 12 tahun
merupakan usia tepat waktu bagi penduduk dalam menempuh pendidikan di tingkat
SD/sederajat. Dengan ketentuan ini akan dihasilkan nilai APM dalam rentang kisaran 0-100.
Bila seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu, maka APM akan mencapai 100
persen.
APM memberikan indikasi seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat
memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai jenjang pendidikannya di umur yang seharusnya
berada di tingkatan jenjang pendidikan tersebut. Dengan demikian, APM digunakan untuk
menunjukkan seberapa besar penduduk yang bersekolah tepat waktu, atau menunjukkan
seberapa besar penduduk yang bersekolah dengan umur yang sesuai dengan ketentuan
kelompok usia sekolah di jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. APM juga digunakan
untuk mengukur daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah
(Sirusa.bps.go.id). Nilai APM akan selalu lebih rendah dari APK karena APK memperhitungkan
jumlah penduduk di luar usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan,
sedangkan APM hanya sebatas usia pada jenjang yang bersesuaian.
Tabel 3.7 memperlihatkan APM jenjang pendidikan SD/sederajat sampai dengan APM
jenjang PT. APM pada setiap jenjang pendidikan masih belum mencapai angka 100 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk yang berusia sesuai dengan jenjang pendidikan
tersebut belum seluruhnya bersekolah sesuai dengan jenjangnya. Pada Tabel 3.7 juga dapat
dilihat bahwa pada tahun 2021 pola APM memiliki kemiripan dengan pola APK. APM
SD/sederajat memiliki nilai paling tinggi yaitu 95,39 persen kemudian APM semakin menurun
seiring meningkatnya jenjang pendidikan. Berdasarkan gender, APM untuk jenjang
pendidikan SD/Sederajat laki-laki dan perempuan hampir sama. Kesenjangan antara
laki-laki dan
perempuan terlihat pada jenjang pendidikan SMP (76,68 perempuan dan 73,28 laki-laki), SMA
(66,31 perempuan dan 60,50 laki-laki), dan perguruan tinggi (22,75 perempuan dan 19,28 laki- laki).
Tahun
APM Jenis Kelamin
2017 2018 2019 2020 2021
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Laki-laki 115,83 109,32 96,02 98,35 98,11
SD Perempuan 107,26 106,40 100,00 98,24 98,29
Laki-laki+Perempuan 111,83 107,83 98,03 98,31 98,19
Laki-laki 83,38 91,12 73,53 79,12 67,54
SMP Perempuan 92,33 74,47 79,35 73,20 84,65
Laki-laki+Perempuan 88,09 83,43 76,26 76,43 75,87
Laki-laki 56,28 45,32 52,35 50,27 56,10
SMA Perempuan 72,00 86,20 54,37 56,26 53,18
Laki-laki+Perempuan 62,84 60,25 53,32 53,42 54,87
Laki-laki 56,28 45,32 52,35 50,27 56,10
PT Perempuan 72,00 86,20 54,37 56,26 53,18
Laki-laki+Perempuan 62,84 60,25 53,32 53,42 54,87
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2017-2021
Gambar 3.6 Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) Perempuan terhadap Laki-laki di
Bolaang Mongondow Selatan,Tahun 2017-2021
131.12
117.99
30 Profil Gender dan Anak 2022 DPPKBP3A Kab. Bolsel
113.56
109.73 110.48 109.6
100.35 104.41 101.96
97.17
99.9 108.04 103.3
104.64
[Type text]
Di tahun 2021 pada setiap jenjang pendidikan hampir semua nilai Rasio APM
mencapai angka 100 persen artinya, tidak ada perbedaan baik penduduk laki-laki maupun
penduduk perempuan yang bersekolah. tepat waktu di setiap jenjang pendidikan. Selain itu,
seiring meningkatnya tingkat pendidikan, persentase perempuan yang bersekolah tepat
waktu lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki.
Kesehatan
Status Kesehatan
Pada salah satu situs resmi BPS (sirusa.bps.go.id) keluhan kesehatan didefinisikan oleh
Badan Pusat Statistik sebagai gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa, termasuk karena
kecelakaan, atau hal lain yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari.
Gangguan kesehatan fisik dapat berupa sesak nafas, panas, diare, sakit kepala,
penyakit kronis dan akut, atau gangguan kesehatan karena kecelakaan. Sedangkan gangguan
jiwa atau psikis dapat berupa rasa tertekan atau depresi, gelisah, ketakutan, trauma,
skizofrenia, atau gangguan psikis lain yang berkaitan dengan gangguan cara berpikir
(cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan perilaku (psychomotor).
Kualitas kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor biologis dan gaya hidup.
Daya tahan perempuan lebih baik dibanding laki-laki. Menurut berbagai penelitian, laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi prenatal atau masalah lain di dalam kandungan dari sejak masa
di dalam kandungan hingga lahir. Dilihat dari kromosomnya, sejak lahir wanita dibekali
sepasang kromosom X yang mengandung sekitar 1100 gen, selain berperan penting dalam
pengaturan hormone. Kromosom X juga berperan dalam fungsi vital tubuh lainnya,
sementara pada laki-laki yang memiliki kromosom Y hanya mengandung sekitar 100 gen.
Gambar 3.7 Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan dalam Sebulan
Terakhir menurut Jenis Kelamin, 2017-2021
30.
29.
29.
28.
27.
27.
27.
26.
26.
26.
24.
23.
22.
22.
21.
Laki-lakiPerempuanLaki-laki + Perempuan
Merujuk pada konsep yang diterapkan oleh BPS dalam Susenas, Morbiditas (angka
kesakitan) menunjukkan adanya gangguan/keluhan kesehatan yang mengakibatkan
terganggunya aktivitas sehari-hari, baik dalam melakukan pekerjaan, bersekolah, mengurus
rumah tangga maupun melakukan aktivitas lainnya. Pada umumnya keluhan kesehatan yang
mengindikasikan adanya suatu penyakit yang biasa dialami oleh penduduk adalah panas,
batuk, pilek, asma/napas sesak, diare, sakit kepala berulang, sakit gigi, campak, dll. Semakin
banyak penduduk yang mengalami gangguan kesehatan berarti derajat kesehatan di wilayah
tersebut semakin rendah atau menunjukkan bahwa angka kesakitan di wilayah tersebut tinggi
Gambar 3.8 Angka Kesakitan menurut Jenis Kelamin di Bolaang Mongondow Selatan, 2017-2021
15.
15.
15.
15.
15.
15.
15.
14.
14.
13.
12.
12.
12.
9
7.
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2017-2021
kesehatan antara lain jarak tempat tinggal dengan letak sarana pelayanan kesehatan, kualitas
pelayanan, sosial ekonomi penduduk yaitu kemampuan penduduk untuk membiayai
pengobatannya, serta jenis pelayanan kesehatan. Gambar 3.9 menampilkan persentase
penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dan berobat jalan. Dari 22,09 persen
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dalam satu bulan terakhir, tercatat 41,52
persen penduduk yang berobat jalan. Sisanya 58,84 persen penduduk yang mengalami
keluhan kesehatan mengaku tidak berobat jalan yang di dalamnya tercakup mengobati
sendiri atau bahkan tidak melakukan pengobatan. Dalam kurun waktu 2017- 2020, baik
penduduk laki-laki maupun perempuan yang mempunyai keluhan kesehatan memiliki
kecenderungan mengalami peningkatan persentase yang melakukan berobat jalan.
Sedangkan pada tahun 2021, terjadi penurunan persentase penduduk yang melakukan
berobat jalan. Ada dugaan bahwa selama pandemi Covid-19, penduduk yang mengalami
sakit menghindari berobat jalan. Hal ini bisa terjadi sebagai akibat kekhawatiran penduduk,
agar tidak terinfeksi virus Covid-19 di fasilitas kesehatan.
Gambar 3.9 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan dan Berobat
Jalan dalam Sebulan Terakhir menurut Jenis Kelamin, 2017-2021
57.
56.
55.
54.
53.
52.
52.
51.
49.
49.
49.
49.
5
41.
28.
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2017-2021
Tabel 3.9 menyajikan persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dan
apakah berobat jalan atau tidak. Jika dilihat secara total persentase penduduk perempuan
memiliki kecenderungan untuk melakukan berobat jalan dibandingkan laki-laki yaitu 28,36
persen pada penduduk laki-laki dan 54,19 persen pada penduduk perempuan yang
mengalami keluhan kesehatan sebulan terakhir. Persentase penduduk Bolaang Mongondow
Selatan yang mengaku memiliki keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir berdasarkan
jenis kelamin, terlihat bahwa lebih banyak perempuan yang memutuskan untuk melakukan
berobat jalan.
BOLSEL
Sumber: Diolah dari data RSUD, 2022
mengalami keluhan kesehatan. Jika akses ke pelayanan kesehatan sulit, maka pelayanan
kesehatan pada masyarakat tidak akan berjalan dengan baik. Selain itu, akses pelayanan
kesehatan juga berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak.
Profil kesehatan penduduk di Bolaang Mongondow Selatan juga dapat dilihat dari
persentase penduduk menurut tempat rawat inap setahun terakhir pada tahun 2021. Selain
berobat jalan perawatan inap juga merupakan upaya yang ditempuh untuk memperoleh
kesembuhan dari sakit. Tabel 3.11 berikut ini menampilkan persentase penduduk Bolaang
Mongondow Selatan yang dirawat inap menurut tempat rawat inap selama setahun terakhir.
Kab. Bolsel
Dari Tabel 3.11 dapat diketahui bahwa secara total penduduk pada tingkat Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan pada satu tahun yang lalu, terdapat persen yang
memilih untuk melakukan rawat inap di rumah sakit pemerintah. Sedangkan pada fasilitas
kesehatan lain, terdapat 39,21 persen yang lebih memilih dirawat inap di rumah sakit swasta.
Hal tersebut tidak lepas dari fungsi dari rumah sakit yang memang menyediakan fasilitas
rawat inap, berbeda dengan fasilitas kesehatan lain yang tidak selalu terdapat fasilitas rawat
inap untuk pasien.
Keluarga Berencana
Terdapat beberapa tujuan SDGs yang berkaitan erat dengan kesetaraan gender, salah
satunya adalah tujuan ke tiga, yaitu “Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan
kesejahteraan seluruh penduduk semua usia”. Salah satu target tujuan ini adalah menjamin
akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan repoduksi, termasuk keluarga
berencana, informasi dan pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi
program nasional. Kemudian, sebagai upaya untuk mewujudkan keluarga berencana,
pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mendefinisikan keluarga berencana sebagai
upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Namun perlu diingat bahwa untuk mewujudkan keluarga
berencana yang berkualitas dan sejahtera, diperlukan peran yang seimbang antara laki-laki
(ayah) dan perempuan (ibu) dan anak- anak dalam keluarga.
Penggunaan alat kontrasepsi yang tepat dan aman merupakan salah satu bentuk
mengatur kehamilan yang direncanakan dengan matang dan pencegahan terhadap risiko
penyakit menular seksual. Pada tabel 3.12 menunjukkan banyaknya perempuan berumur 15-
49 tahun dan berstatus kawin menurut status pemakaian alat/cara KB dan daerah tempat
tinggal.
Menurut daerah tempat tinggal, secara umum partisipasi perempuan di perdesaan
dalam program KB lebih besar dibanding di perkotaan. Persentase perempuan berumur 15-
49 tahun dan berstatus kawin yang pernah dan sedang menggunakan alat/cara KB di
perkotaan sebesar 70,17 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 72,04 persen. Secara Total,
persentase perempuan berusia 15-49 tahun yang berstatus kawin yang sedang
menggunakan alat/cara KB adalah 59,26 persen.
Gambar 3.12 menampilkan tren persentase perempuan berusia 15-49 tahun yang
menggunakan alat/cara KB selama 5 tahun terakhir. Jika dilihat pada lima tahun terakhir,
penggunaan alat kontrasepsi pada perempuan tidak terjadi peningkatan signifikan. Bahkan
justru cenderung menunjukkan tren penurunan. Tren Penurunan penggunaan alat
kontrasepsi ini penting diimbangi dengan peningkatan partisipasi masyarakat, terutama laki-
laki dalam memanfaatkan alat kontrasepsi sebagai salah satu metode dalam keluarga
berencana. Mendorong partisipasi laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi merupakan
tindakan yang penting dan bijak agar tanggung jawab kesehatan reproduksi perempuan juga
menjadi perhatian utama bagi laki-laki.
Gambar 3.12 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang
Sedang Menggunakan/Memakai Alat KB di Bolaang Mongondow Selatan,
2017-2021
60.59
56.15
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2017-2021
Gambar 3.13 Persentase Perempuan Usia 15-49 tahun dan Berstatus Kawin di Bolaang
Mongondow Selatan menurut Alat/Cara KB yang Sedang Digunakan,
Tahun 2021
Suntikan 49.78
21.11
a/kalender Kondom pria/karet KB Metode menyusui alami
si pria/vasektomi/MOP Intravag/kondom wanita/diafragma 16.10
Lainnya
6.98
3.41
1.61
0.43
0.23
0.22
0.09
0.03
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2021
Tabel 3.13 Persentase penduduk perempuan berumur 15-49 tahun yang pernah
kawin dan sedang ber KB menurut jenis alat KB, 2022
Terdapat sejumlah jenis alat/cara yang dapat digunakan perempuan dalam KB.
Alat/cara KB dibedakan menjadi kontrasepsi sederhana tanpa alat (menyusui alami, pantang
berkala), kontrasepsi sederhana dengan alat (kondom laki-laki dan kondom perempuan),
kontrasepsi hormonal (pil KB, suntik KB dan susuk KB), alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)/
(IUD) serta kontrasepsi mantap (Metode Operatif Wanita (MOW)/tubektomi dan Metode
Operatif Pria (MOP)/vasektomi) dan alat/cara KB lainnya. Persentase perempuan berusia 15-
49 tahun yang menggunakan alat/cara KB sederhana hanya 0 persen sedangkan yang
menggunakan alat/cara KB non sederhana adalah 0 persen. Jenis alat/cara KB yang banyak
digunakan perempuan pernah kawin adalah suntik KB sebanyak 36,44 persen dan pil KB
dan pil adalah susuk KB/implan sebanyak 29,09 persen dan IUD/AKDR sebesar 0,88 persen. Jenis
alat/cara KB yang paling sedikit digunakan perempuan adalah kondom perempuan sebesar 0
persen. Pada tahun 2021, penggunaan alat kontrasepsi kondom laki-laki sangat rendah, hanya
0,14 persen saja. Persentase ini menurun signifikan dibandingkan tahun 2018 sebesar 4,03
persen (Gambar 3.13).
Tabel 3.13 menyajikan persentase penduduk perempuan berumur 15-49 tahun yang
pernah kawin dan sedang ber KB menurut jenis alat/cara KB dan kabupaten/kota. Jika dilihat
lebih jauh hingga level kabupaten/kota maka alat KB/cara tradisional yang sedang digunakan
oleh perempuan berusia 15-49 tahun adalah suntikan, pil KB dan susuk/implan dengan
proporsi yang variatif antar Kecamatan. Kepopuleran alat dan cara KB tersebut tidak
terlepas dari mudahnya dan murahnya akses pada moda atau cara KB tersebut.
Masalah Sosial
Masalah sosial timbul akibat adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan
situasi yang seharusnya atau situasi yang diharapkan. Sehingga masalah sosial ini dipandang
sebagai kondisi yang tidak diharapkan oleh individu atau masyarakat. Masalah- masalah
sosial berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan di masyarakat, sehingga untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya upaya dari masyarakat dan pemerintah.
Masalah sosial erat kaitannya dengan kemiskinan, karena kemiskinan merupakan
ketidakmampuan individu atau kelompok untuk memenuhi standar minimum kebutuhan
dasar yang meliputi kebutuhan makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Selama ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sehingga keluar dari jurang kemiskinan. Namun di sisi lain, terdapat fenomena
meningkatnya rumah tangga miskin yang kepala keluarganya adalah perempuan.
Kepala keluarga menurut BPS didefinisikan sebagai “salah satu anggota rumah tangga
yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari di rumah tangga atau orang
yang dituakan/dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumah tangga”. Meskipun dalam
pengertian tersebut tidak disebutkan bahwa kepala keluarga harus laki-laki, di dalam
masyarakat Indonesia
yang banyak menganut budaya patriarki menguatkan bahwa kepala keluarga pada umumnya
31 Ayat 3, yang menyatakan bahwa “Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu
rumah tangga”. Namun berdasarkan data yang dihimpun BPS, di Bolaang Mongondow
Selatan semakin banyak kepala rumah tangga perempuan. Data tersebut disajikan dalam
Gambar 3.14.
14.24
13.84
13.65 13.60
13.22
16.81
16.06 15.82 15.68
14.34
12.62 12.73
12.26
11.27 10.86
PerkotaanPerdesaan
48 Profil Gender dan Anak 2022 DPPKBP3A Kab. Bolsel
[Type text]
Penurunan persentase perempuan sebagai kepala rumah tangga juga diikuti dengan
menurunnya persentase perempuan sebagai kepala rumah tangga miskin. Hal tersebut
didukung dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilaksanakan BPS pada Maret 2021,
bahwa pada tahun 2021 di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan terjadi penurunan
persentase rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga wanita sebesar 2,03 persen
poin (year-on-year) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berbagai kebijakan
pengentasan kemiskinan perempuan yang telah dilakukan oleh pemerintah mampu menekan
persentase perempuan sebagai kepala rumah tangga miskin di Bolaang Mongondow Selatan.
Masalah Ketenagakerjaan
(TPAK).
Salah satu pendorong utama rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja adalah
tuntutan budaya yang mendorong perempuan untuk lebih banyak melakukan pekerjaan
rumah tangga. Perempuan dirancang untuk bertanggung jawab di ranah domestik sehingga
di ranah publik tidak memprioritaskan perempuan di ranah ekonomi di wilayah publik. Faktor
lain yang berkontribusi terhadap rendahnya partisipasi perempuan dalam angkatan kerja
adalah ketidaksetaraan di antara perempuan, yang masih menjadi fenomena sosial.
Keputusan tentang pilihan pekerjaan oleh perempuan seringkali tidak didasarkan pada
kepentingan terbaik bagi perempuan, termasuk anak-anak.
Gambar 3.16 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Jenis Kelamin di
Bolaang Mongondow Selatan, 2017-2021
83.10 82.06
80.08 80.52 78.98
51.55
45.26 45.14 45.68 44.72
Laki-laki Perempuan
Pada semester 1 tahun 2022, jumlah pekerja migran Indonesia dari Bolaang
Mongondow Selatan mencapai 132 orang. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis
Badan Pelindungan Pekerja yang berjenis kelamin mencapai 70 persen. Angka ini jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan pekerja migran yang berjenis kelamin laki-laki yang hanya
mencapai 30 persen. Meski jumlah PMI perempuan yang prosedural lebih banyak dari laki-
Bahwa terjadi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan juga terlihat
dari status pekerjaan utama. Persentase perempuan sebagai pekerja keluarga mencapai 19,14
persen dari semua perempuan usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Angka tersebut jauh lebih
tinggi dari persentase laki-laki yang hanya 5,43 persen (Gambar 3.18). Hal ini menunjukkan
bahwa persentase perempuan yang bekerja namun tidak mendapat upah jauh lebih tinggi
Gambar 3.18 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Bolaang Mongondow Selatan, 2021
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
Laki-laki Perempuan 10.00
Pekerja keluarga/tidak dibayar 5.43 19.14 0.00
Pekerja bebas di nonpertanian 10.70 1.57
Pekerja bebas di pertanian 6.93 1.53
Buruh/karyawan/pegawai 34.98 39.27
Berusaha dibantu pekerja tetap
3.57 1.43
dan dibayar
Berusaha dibantu pekerja tidak
10.34 10.66
tetap/pekerja keluarga/tida
Berusaha sendiri 28.04 26.41
3,375
3,214
3,189
3,122 3,126
3,085 3,073
3,045
3,018
2,906
Laki-lakiPerempuan
Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja menurut jenis
kelamin dapat dilihat pada Gambar 3.20. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja
dan penduduk yang menganggur. Dari Gambar 3.20 terlihat bahwa persentase penduduk
laki- laki yang bekerja lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Sebaliknya,
persentase penduduk laki-laki yang menganggur sedikit lebih rendah dibanding dengan
penduduk perempuan.
Gambar 3.20 Persentase Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Ke Atas) Yang Termasuk
Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin di Bolaang Mongondow Selatan,
2021
93.43 92.05
6.57 7.95
4.
1.
0.
1.
19.
24.
35.
36.
38.
39.
50.
57.
69.
70.
79.
99.
98.
98.
95.
80.
75.
64.
63.
61.
60.
49.
42.
30.
29.
20.
A B CD,EF G HIJ KL,M,NO P QR,S,T,U
Laki-lakiPerempuan
Keterangan:
A.Pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan F. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
B. Pertambangan dan penggalian G. Informasi dan Komunikasi
C. Industri pengolahan H. Jasa Keuangan dan Asuransi
D. Pengadaan listrik, dan gas I. Real Estate
E. Treatment Air, Treatment Air Limbah, M,N. Jasa Perusahaan.
Treatment & Pemulihan
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan JAminan Sosial
J. Konstruksi
Wajib.
K. Perdagangan besar, eceran, reparasi dan perawatan mobil P. Jasa Pendidikan
dan motor Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
L. Tranportasi dan Pergudangan
R,S,T, U Jasa Lainnya
2. Pekerja paruh waktu: adalah mereka yang melakukan kegiatan bekerja di bawah jam
kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam seminggu tetapi tidak mencari pekerjaan atau
tidak bersedia menerima pekerjaan lain.
Gambar 3.22 Persentase Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Ke Atas) Yang Bekerja Tidak
Penuh Menurut Jenis Kelamin di Bolaang Mongondow Selatan, 2021
67.82
50.55 49.45
32.18
Laki-lakiPerempuan
Gambar 3.22 menampilkan proporsi penduduk usia kerja yang bekerja tidak penuh
menurut jenis kelamin. Pada tahun 2021, penduduk yang bekerja tidak penuh untuk
kelompok kelompok setengah penganggur didominasi oleh laki-laki, sementara untuk
kelompok paruh waktu mayoritasnya adalah penduduk perempuan. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa waktu yang dimiliki oleh perempuan tidak sepenuhnya dilakukan untuk
bekerja, namun juga melakukan kegiatan lain terutama kegiatan mengurus rumah tangga.
Sementara penduduk laki-laki, umumnya adalah Kepala Rumah Tangga yang berkewajiban
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga masih mencari tambahan pekerjaan
lain.
Perempuan usia angkatan kerja yang memiliki pekerjaan memiliki peran penting
dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga. Kemandirian ekonomi pada perempuan
dapat meningkatkan daya tawar (bargaining power) perempuan dalam pengambilan
keputusan untuk kesejahteraan dan kesehatan diri dan keluarga, serta meningkatkan kontrol
perempuan terhadap sumber daya yang ada. Karena itu, TPT perempuan penting ditekan
dengan berbagai program pembangunan dan pemberdayaan pada perempuan.
Pada Gambar 3.23, adanya tingkat pengangguran terbuka (TPT) menunjukkan bahwa
masih terdapat angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja. TPT perempuan di
Bolaang Mongondow Selatan pada tahun 2021 sebesar 7,95 persen, angka ini masih lebih
tinggi dibandingkan dengan TPT laki-laki yang mencapai 6,57 persen. Meskipun demikian,
perkembangan TPT perempuan dari tahun 2017 sampai 2021 cenderung menunjukkan tren
yang menurun.
Perempuan di Sektor Publik
Hingga saat ini, peran perempuan di sektor publik juga semakin menunjukkan
kemajuannya. Hal tersebut semakin terlihat pada pertumbuhan komposisi perempuan di
dunia politik sebagai anggota legislatif, eksekutif, maupun yudikatif serta di dalam partai
politik.
Pergerakan perempuan dalam sektor publik sejatinya sudah dimulai sejak sebelum
kemerdekaan. Salah satu bukti pergerakan perempuan Indonesia adalah adanya Kongres
Perempuan pertama kali diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928. Bahkan jika
dirunut lebih lanjut, perempuan Sulawesi Utara (Minahasa) ternyata telah lebih dulu
berkembang dibanding daerah lain di Indonesia, sebab di bumi Minahasa pada tahun 1881
telah Sekolah Nona Manado atau Prot.Meisjesschool Tomohon. Kemudian, kemajuan kaum
perempuan Minahasa menjadi materi yang disampaikan oleh Nona Stientje Adam sebagai
perwakilan dari Minahasa dalam Kongres Pemuda Indonesia I tahun 1926 di Batavia. Dari hal
tersebut, dapat diketahui bahwa jauh sebelum gerakan emansipasi perempuan, di Manado
dan Minahasa sudah mendapatkan kesempatan bersekolah secara bebas. Tidak heran
beberapa nama peremuan Sulawesi Utara telah menjadi orang berprestasi di ranah Nasional.
2011 tentang Perubahan atas U Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-undang
tersebut menyatakan bahwa partai politik harus memenuhi kuota 30 persen bagi perempuan
dalam politik terutama di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Laki-LakiPerempuan
2021
94.12 94.16
5.88 5.84
2020 2021
Laki-lakiPerempuan
Tabel 3.16 Jumlah Guru Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di Bolaang
Mongondow Selatan 2022 *)
JLH SMP
SD SD SMP JLH
Kecamatan LAKI- Lainnya
LAKI-LAKI PEREM L + P LAKI PEREMP L+P
PUAN UAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Bolaang Uki 27 112 139 15 37 52
Pinolosian 31 47 78 15 28 43
Pinolosian Tengah 19 27 46 14 24 38
Pinolosian Timur 24 56 80 20 21 41
Helumo 14 25 39 7 8 15
Tomini 6 25 31 4 8 12
Posigadan 40 97 137 21 51 72
*) Data guru hanya yang terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, belum termasuk guru yang terdafar di
Kemenag Sumber: Dispend Bolsel
Selama ini, salah satu cara untuk mengukur keberhasilan kinerja suatu wilayah dalam
bidang pembangunan manusia adalah melalui IPM. Indeks ini menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memeroleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya (BPS, 2020). IPM merupakan indeks komposit yang mencakup
tiga dimensi mendasar, yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi
pengeluaran (standar hidup layak).
Tabel 3.16 menujukkan bahwa adanya peningkatan IPM Bolaang Mongondow Selatan
tahun 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 72,93 menjadi 73,30 atau naik
0,37 poin. Capaian IPM Bolaang Mongondow Selatan masih tergolong pada kelompok
wilayah “IPM Tinggi” yang sudah dicapai sejak tahun 2018. Bahkan pada 2021, Bolaang
Mongondow Selatan merupakan Kabupaten dengan IPM tertinggi ke-6 secara nasional.
Tabel 3.17 IPM Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan 2017-2021
Meski pandemi COVID-19 membuat IPM Bolaang Mongondow Selatan tahun 2020
mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, setelah satu tahun lebih pandemi
COVID-19 melanda IPM Bolaang Mongondow Selatan mulai mengalami pertumbuhan
kembali di tahun 2021. Capaian IPM tahun 2021 yang meningkat 0,37 poin pada tahun 2021
ini didukung oleh peningkatan semua komponen penyusunnya. Hal ini berbeda dengan
tahun 2020 yang mengalami penurunan akibat menurunnya pengeluaran per kapita yang
disesuaikan.
76.3676.34 76.65
74.86 75.40
73.70 74.18
72.26 72.24 73.19
71.32
20112012201320142015201620172018201920202021
IPG merupakan agregasi dari tiga dimensi, yaitu kesehatan, pendidikan, serta standar
hidup layak. Dimensi kesehatan diwakili oleh Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH). Pada
tahun 2021 UHH perempuan telah mencapai 73,72 tahun, sementara laki-laki mencapai 69,89
tahun. Sejak tahun 2010 nilai UHH perempuan dan laki-laki setiap tahunnya mengalami
peningkatan yang berarti, indikasi tingkat kesejahteraan dan pembangunan perempuan dan
laki-laki mengalami perbaikan.
Gambar 3.29 Perkembangan Umur Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin Bolaang
Mongondow Selatan Tahun 2011-2021
20112012201320142015201620172018201920202021
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui
pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu investasi yang dilakukan pemerintah dalam
membangun negara. Tingkat pendidikan yang baik akan mengarahkan suatu negara menuju
kondisi yang lebih baik. Karena itu, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam
pembangunan.
Kesetaraan gender juga dapat dilihat dari ada tidaknya perbedaan capaian perempuan
dan laki-laki dalam perekonomian. Dalam konteks kesetaraan gender, indikator yang dapat
menunjukan ada tidaknya perbedaan adalah data upah dan pendapatan per kapita. Namun,
karena masalah ketersediaan data upah dan pendapatan per kapita, maka indikator ini
kemudian digantikan dengan data pengeluaran per kapita yang disesuaikan sebagai proksi.
Indeks terkait gender yang dikeluarkan UNDP selain IPG adalah Indeks Pemberdayaan
Gender (IDG). Meskipun keduanya digunakan untuk mengukur capaian kesetaraan gender,
dimensi yang digunakan IDG berbeda dengan IPG, yaitu IDG melihat sejauh mana kesetaraan
gender sudah berhasil terbangun melalui partisipasi perempuan di bidang politik melalui
keterlibatan perempuan di parlemen, pengambilan keputusan melalui persentase perempuan
sebagai tenaga profesional, dan ekonomi melalui sumbangan pendapatan oleh perempuan.
Melalui Tabel 3.20 diketahui bahwa dimensi penyusun IDG pada tahun 2021 menurun
dibandingkan pada tahun 2020, kecuali dimensi keterlibatan perempuan di parlemen.
Meskipun demikian, secara total nilai IDG meningkat dibanding tahun sebelumnya. Tabel 3.21
Indeks Pemberdayaan Gender dan Komponen Penyusunnya, 2019-2021
Keterlibatan Sumbangan
Perempuan Sebagai Indeks Pemberdayaan
Kabupaten perempuan di Pendapatan
Tenaga Profesional Gender (IDG)
/Kota Parlemen Perempuan
2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
Bolaang
25,00 20,00 25,00 48,67 51,39 54,20 28,22 28,18 28,17 72,22 68,16 71,51
Mongondow
selatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2021
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak asasi yang sama dan berhak hidup
tanpa dihantui rasa takut menjadi korban kekerasan. Namun, dalam kenyataannya
perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan dibandingkan dengan laki-laki. Sebagai
bentuk penjaminan hak perempuan dari segala bentuk diskriminasi, pemerintah membuat
Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Upaya ini merupakan bagian
dari pembangunan berkelanjutan pemerintah yang sejalan dengan tujuan ke-16 dari SDG’s
untuk mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan,
menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang
efektif, akuntabel dan inklusif di semua level.
asasi perempuan.
Penelantaran
Lainnya 2 3
Kekerasan di
Luar Lingkup
Keluarga
Fisik 1
Psikis
Seksual 16 14 13
Trafficking 2 1
Lainnya 1 1
TOTAL 5 18 12 16 10 14
Sumber: P2TP2A Bolsel
Tabel 4.1 menyajikan jumlah kasus kekerasan yang ditangani oleh Bidang PP-PA
melalui P2TP2A sejak tahun 2019-2021. Dapat dilihat bahwa jumlah kasus menurun pada
tahun 2021 menjadi 13 kasus kekerasan dalam rumah tangga dan 17 kasus kekerasan di luar
lingkup keluarga. Kasus yang paling banyak ditangani juga bervariasi dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2019 dan 2020 kasus yang paling banyak ditangani dalam lingkup keluarga
adalah kasus penelantaran. Sedangkan kasus yang paling banyak ditangani di luar lingkup
keluarga adalah kasus lainnya dan trafficking (perdagangan orang). Di tahun 2021, kasus
lainnya menjadi kasus terbanyak di dalam lingkup rumah tangga maupun di luar lingkup
keluarga yang ditangani.
Grafik 4.1 menunjukkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mayoritas
terjadi di rumah tangga yaitu sebanyak 10 kasus dengan korban berjumlah 26 orang. Ini
berarti kasus kekerasan yang terjadi dilakukan oleh orang terdekat yang masih dalam satu
rumah tangga. Selain itu, fasilitas umum masih belum sepenuhnya aman bagi perempuan dan
anak. Hal ini terlihat dari masih ditemukan 26 kasus yang terjadi dan 14 orang menjadi
korban kekerasan di sepanjang tahun 2022.
4
kekerasan namun masih terdapat orang yang mengalami lebih dari satu jenis kekerasan.
Karakteristik perempuan dan anak korban kekerasan menurut usia dan banyaknya kekerasan
yang dialami lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2.
Pada Tabel 4.4 memperlihatkan pelaku kekerasan paling banyak secara berturut-turut
dilakukan oleh orang tua ( 3 orang), pacar/teman ( 4 orang) dan suami/istri ( 2 orang).
Dengan kata lain pelaku kekerasan merupakan orang-orang yang memiliki hubungan dekat
dengan korban. Jika dilihat menurut jenis kelamin, pelaku kekerasan mayoritas dilakukan oleh
laki-laki sebanyak orang (Gambar 4.3).
Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan memerlukan pengaturan khusus. Sikap ini
didasarkan atas kenyataan di seluruh dunia yang sampai kini juga masih berlanjut. Luhulima
(2007:42), menyatakan hampir semua masyarakat di dunia masih ditandai dengan sikap yang
menganggap bahwa perempuan lebih rendah kedudukannya dan nilainya dibanding laki-laki.
Sumbangan perempuan bagi kehidupan keluarga dan masyarakat, maupun sumbangan di
dunia kerja atau bagi pertumbuhan ekonomi masih sangat kurang diakui dan dihargai. Hal ini
menyebabkan bahwa perempuan pada umumnya kurang atau sama sekali tidak berperan
dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
19 Ayat 1 Bahwa Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan Biologis, Fisik, Kejiwaan, dan Sosial. Dengan demikian perlindungan terhadap
lanjut usia tidak lain adalah upaya negara dalam memberikan jaminan rasa aman pada lanjut
usia agar terpenuhi hak azasinya.
BAB V
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melek
harus dijunjung tinggi. Dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi Indonesia
pada tahun 1990 Bab (1) Pasal (1), anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun.
Keberadaan anak menjadi dasar penting bagi pengambilan kebijakan karena anak-anak
merupakan kelompok penduduk usia muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
agar dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan di masa mendatang.
Pada Bab 5 ini akan dibahas profil anak Sulawesi Utara. Pembahasan profil anak
Sulawesi Utara terbagi dalam beberapa sub bab antara lain: struktur penduduk usia anak; hak
sipil dan kebebasan anak; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar
dan kesejahteraan anak; pendidikan anak; perlindungan khusus anak.
Jumlah penduduk Bolaang Mongondow Selatan pada tahun 2021 adalah sebanyak
2.638.631 jiwa yang terdiri dari 1.349.567 jiwa penduduk laki-laki dan 1.289.064 jiwa
penduduk perempuan. Sebesar 30,70 persen dari total penduduk adalah anak usia 0-19
tahun atau
ebanyak 810.092 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa satu per tiga penduduk masih
membutuhkan perlindungan, baik oleh keluarga, masyarakat, ataupun pemerintah.
Kebutuhan dasar harus dapat dipersiapkan untuk mendukung tumbuh kembang anak,
terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Anak-Anak di Bolsel Menurut Kelompok Umur, Jenis
Kelamin, dan Kecamatan, 2021 dan 2022
BOLAANG UKI 600 608 682 784 493 584 657 717 1093 1192 1339 1501
POSIGADAN 567 659 770 844 544 662 674 801 1111 1321 1444 1645
PINOLOSIAN 596 501 507 553 396 453 442 504 992 984 949 1057
PINOLOSIAN
TENGAH
236 276 276 329 224 259 244 278 460 535 520 607
PINOLOSIAN
TIMUR
271 286 300 380 244 290 314 358 515 576 614 738
HELUMO 286 356 322 409 236 319 335 348 522 675 657 757
TOMINI 260 304 289 327 248 280 313 339 508 584 602 666
Bolsel 2816 2,990 3,146 3,626 2385 2,847 2,979 3,345 5201 5837 6125 6971
Sumber: PK21
Berdasarkan Tabel 5.1, jumlah penduduk anak laki-laki di Sulawesi Utara pada tahun
sebanyak 135.560 atau sebesar 16,73 persen dari total populasi penduduk anak
Berdasarkan Tabel 5.2, persentase penduduk laki-laki yang berusia 0-19 tahun di
Bolsel lebih besar dibandingkan penduduk perempuan yaitu sebesar 51,76. Hal ini juga
terlihat konsisten di setiap kelompok umur. Sedangkan rasio jenis kelamin untuk penduduk
usia 0-19 tahun menunjukkan angka 106 yang berarti dari 100 anak perempuan usia 0-19
tahun terdapat sekitar 106 anak laki-laki usia 0-19 tahun. Rasio jenis kelamin tertinggi
terdapat pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu sebesar 108.
205,0
204,3
203,3
197,3
106,1
105,0
104,6
100,8
100,4
98,2
98,2
96,4
0-4 5-9 10 - 14 15 - 19
Laki-lakiPerempuanTotal
Sumber: PK21
Tiga variabel demografi yang memengaruhi struktur usia penduduk di suatu wilayah
adalah kelahiran, kematian, dan migrasi. Faktor sosial ekonomi suatu negara akan
memengaruhi struktur usia penduduk melalui ketiga variabel demografi tersebut. Perbedaan
struktur usia tersebut kemudian akan menimbulkan perbedaan dalam aspek sosial ekonomi,
seperti masalah angkatan kerja, pertumbuhan penduduk, dan masalah pendidikan.
Berdasarkan data komposisi anak menurut kelompok usia, pemerintah diharapkan mampu
merumuskan berbagai strategi kebijakan terkait anak.
Gambar 5.1 menyajikan sebaran penduduk usia 0-19 tahun di Bolsel tahun 2021
menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Secara keseluruhan penduduk laki-laki lebih
banyak daripada penduduk perempuan pada setiap rentang usia. Komposisi penduduk anak
terbanyak adalah pada kelompok umur 5-9 tahun dengan jumlah penduduk sebesar
205.074 jiwa atau 25,31 persen dari total penduduk usia 0-19 tahun.
Pencatatan kelahiran adalah salah satu peristiwa terpenting dalam kehidupan anak
untuk membangun identitas hukum sebagai warga negara, serta bukti penting tentang ikatan
anak dengan keluarga atau orang tuanya. Pencatatan kelahiran berguna untuk menetapkan
keberadaan anak di bawah hukum dan memastikan anak mempunyai akses terhadap berbagai
Setiap anak berhak untuk hidup dalam lingkungan pengasuhan keluarga. Untuk
perkembangan kepribadiannya yang utuh dan serasi, anak harus tumbuh dalam lingkungan
keluarganya dalam iklim kegembiraan, cinta kasih dan pengertian (pembukaan Konvensi Hak
Anak). Keluarga berperan penting dalam membangun pondasi dan memperkuat kehidupan
anak. Keluarga memiliki tanggung jawab penuh untuk pengasuhan yang baik yang
mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual seorang anak
sejak bayi hingga dewasa, serta sampai kepada upaya pembentukan norma-norma yang
diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 7 ayat (1)
menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
diasuh oleh orang tuanya sendiri”. Seorang anak yang tumbuh dan berkembang dalam
asuhan dan perlindungan orang tuanya diharapkan dapat menjadi anak yang tangguh dan
berkualitas. Kekuatan kepribadian anak merupakan hasil dari pengasuhan dan penanganan
yang baik dari orang tuanya. Ketika salah satu dari kedua orang tuanya tidak ada, terjadi
ketimpangan dalam perkembangan psikologis anak. Kepribadian, kesehatan mental, dan
pertahanan diri dari stres akan terasa sulit ditangani oleh anak yang tidak genap mendapat
pengasuhan dari kedua orang tuanya (Sundari dan Herdajani, 2013).
Salah satu permasalahan yang menjadi penyebab anak tidak mendapatkan pengasuhan dari
kedua orang tuanya adalah masalah perceraian. Saidan (2015) dalam penelitiannya
menyebutkan penyebab pasangan mengajukan gugat cerai antara lain: tidak adanya
tanggung jawab, tidak adanya keharmonisan, gangguan dari pihak ketiga atau
perselingkuhan, faktor ekonomi, dan krisis akhlak. Apapun penyebabnya, dampak dari
sebuah perceraian mengakibatkan hilangnya pengasuhan anak. Tabel 5.4 menyajikan jumlah
kasus perceraian yang terjadi di wilayah pengadilan-pengadilan negeri yang ada di Bolsel.
Tabel 5.5 Jumlah Penduduk Perempuan Berumur 10 Tahun ke atas yang Pernah
Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Bolsel Tahun 2021
Kecamatan ≤ 16 17 - 18 19 - 20 21+
(1) (2) (3) (4) (5)
Bolaang Uki
Pinolosian
Pinolosian Tengah
Pinolosian Timur
Helumo
Tomini
Posigadan
Sulawesi Utara
Sumber: Pengadilan Agama dan Kementrian Agama
Pada Tabel 5.5 dan Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa masih banyak perempuan
berumur 10 tahun ke atas yang umur perkawinan pertamanya berada di usia muda. Dengan
rincian 17,27 persen menikah pada usia 17-18 tahun dan 7,51 persen menikah pada usia 10-
16 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Djamilah dan Kartikawati (2014) menunjukkan
berbagai alasan masih tingginya perkawinan anak yaitu selain faktor pendidikan, ekonomi,
stigma, juga karena rendahnya pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi yang
menyebabkan remaja tidak memiliki pilihan atau bargaining position yang lemah khususnya
yang terjadi pada remaja perempuan.
Tabel 5.6 Persentase Anak Umur 10-17 Tahun Menurut Status Perkawinan dan
Jenjang Pendidikan di Bolsel, 2022
Jenjang
Status Perkawinan Pendidikan
SD SMP SMA
(1) (2) (3) (4)
Belum kawin
Kawin
Cerai hidup
Cerai mati
Sumber: Data Pengadilan Agama dan Kementrian Agama 2021
Sumber data lain terkait perkawinan anak juga dapat dilihat dari data registrasi pada
instansi yang membawahi urusan perkawinan. Dari data yang sifatnya registrasi ini dapat
diketahui seberapa besar kasus perkawinan anak yang terjadi dalam periode 1 tahun. Namun
Pun demikan data yang sifatnya registrasi tetap penting untuk bisa melihat kejadian
perkawinan anak pada tahun laporan.
Tabel 5.7 menyajikan data permohonan dispensasi nikah yang terdaftar di Pengadilan
Agama. Dispensasi nikah adalah jika seseorang yang belum cukup umur sesuai dengan
peraturan yang diundangkan namun tetap dapat melakukan perkawinan. Jika kedua calon
mempelai ternyata masih di bawah umur sesuai dengan ketentuan di atas, maka diharuskan
mengajukan Permohonan Dispensasi Nikah ke Pengadilan. Pemerintah mengatur ketentuan
mengenai batas usia perkawinan melalui Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Berdasarkan pasal tersebut perempuan hanya boleh melangsungkan perkawinan jika telah
mencapai usia 16 tahun bagi perempuan dan usia 19 tahun bagi laki-laki dengan ketentuan
mendapat izin dari orang tua. Jumlah permohonan dispensasi nikah yang terdaftar pada
seluruh pengadilan negeri yang ada di Bolsel pada tahun 2021 tercatat sebanyak 1.036
permohonan.
Melihat fenomena perkawinan pada usia yang sangat muda bagi perempuan,
tentunya hal ini tidak terlepas dari peran orang tua. Seorang anak, kecil kemungkinan sudah
mempunyai kesadaran atas dirinya untuk dapat memutuskan kapan dia ingin menikah
jika tidak ada
campur tangan orang tua atau orang yang terdekat dengan dirinya. Untuk mengurangi
dapat menunda usia perkawinan hingga anaknya telah mencapai usia yang cukup matang
untuk kawin.
Sosialisasi akan pentingnya melakukan perkawinan pada usia yang tepat perlu
dilakukan berbagai kementerian dan lembaga. Masyarakat juga harus diberikan sosialisasi
tentang pentingnya mengatur usia perkawinan. Bagi perempuan, menikah di usia yang tepat
akan mengurangi risiko kematian ibu dan bayi karena melahirkan pada usia yang sangat
muda akan sangat berisiko terhadap kematian. Dalam jangka panjang, pengaturan usia
Pemenuhan hak anak atas kesehatan dasar dan kesejahteraaan terbagi dalam dua
aspek pemenuhan hak anak, yaitu kesehatan dasar dan kesejahteraan. Pasal 8 UU 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, dan spiritual.
Selain itu, pasal 23 ayat (1) pada Undang-Undang yang sama juga menyatakan negara dan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak.
Penolong Persalinan
Di Bolsel masih terdapat penolong persalinan oleh non tenaga kesehatan yaitu
sebesar 4,88 persen (Gambar 5.10) yang didominasi oleh dukun beranak/paraji. Hal ini perlu
mendapat perhatian lebih dari pemangku kepentingan karena persalinan yang ditolong oleh
bukan tenaga kesehatan memiliki risiko komplikasi saat persalinan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan yang
ditolong oleh tenaga non kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi.
Terakhir di Bolsel, 2021
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah tindakan dengan memberikan ASI segera setelah
bayi dilahirkan, biasanya dalam waktu 30 menit hingga 1 jam pasca bayi dilahirkan. IMD -
meletakkan bayi baru lahir ke payudara dalam jam pertama kehidupan - sangat penting
untuk kelangsungan hidup bayi baru lahir dan untuk memantapkan menyusui dalam jangka
panjang (UNICEF, 2019). IMD merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif dalam enam bulan pertama kehidupan bayi, serta meningkatkan
keberhasilan kelangsungan pemberian ASI sampai usia anak dua tahun (WHO, 2020).
Penelitian Mawaddah (2018) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara IMD dengan
keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Lebih jauh diungkapkan dalam
penelitian tersebut terlihat
bahwa anak yang tidak diberi IMD 9,17 kali lebih berisiko untuk tidak mendapat ASI Eksklusif.
IMD memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah membuat ibu dan bayi lebih
tenang dan akan meningkatkan ikatan kasih sayang ibu dan bayi melalui kontak kulit dengan
kulit. Saat IMD, bayi menelan bakteri baik dari kulit ibu yang akan membentuk koloni di kulit
dan usus bayi sebagai perlindungan diri. ASI yang pertama kali keluar berupa kolostrum yang
sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi karena kaya akan imunoglobulin G,
sehingga bayi menjadi lebih kebal dari penyakit. IMD juga dapat mengurangi pendarahan
setelah melahirkan, serta mengurangi terjadinya anemia (Kemenkes, 2018).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, air susu ibu (ASI) merupakan satu-
satunya nutrisi ideal untuk bayi pada masa enam bulan pertama kehidupannya. ASI
mengandung banyak komponen yang sesuai dengan kebutuhan bayi, seperti sel darah putih,
protein, dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. Bayi yang disusui dengan ASI akan
mendapatkan gizi terbaik yang tidak tergantikan bahkan oleh susu formula yang terbaik
sekalipun. ASI menjadi investasi yang tidak terhingga untuk menciptakan generasi sehat
berkualitas secara fisik maupun emosional. ASI meningkatkan perkembangan sensorik dan
kognitif, serta melindungi bayi dari penyakit menular dan kronis. Pemberian ASI eksklusif
mengurangi kematian bayi karena penyakit umum masa kanak-kanak seperti diare atau
pneumonia, dan membantu pemulihan lebih cepat selama sakit (WHO, 2020). ASI
mengandung antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat
membunuh bakteri dan virus (Hendrawati et al, 2005).
Definisi ASI eksklusif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif, adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama enam bulan tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (Kemenkes, 2018). Tidak memberi makan bayi apa pun kecuali ASI untuk
enam bulan pertama kehidupan (ASI eksklusif) adalah pilihan teraman dan tersehat untuk
anak-anak di mana pun dan memiliki potensi besar untuk menyelamatkan nyawa (UNICEF,
2019).
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki peraturan dalam mendukung
SAMPAI USIA 2 TAHUN PER KECAMATAN DI BOLSEL Tahun 2021 dan 2022
< 6 Bulan 1 Tahun 2 Tahun Total
NO Kecamatan
L P L P L P L P
1 Bolaang Uki 32 31 494 469 964 614 1490 1114
2 Pinolosian 67 66 72 64 77 79 216 209
3 Pinolosian Tengah 22 11 39 40 40 47 101 98
4 Pinolosian Timur 49 48 37 38 55 40 141 126
5 Helumo 21 19 43 58 70 57 134 134
6 Tomini 16 14 47 56 59 59 122 129
7 Posigadan 23 26 94 101 150 143 267 270
TOTAL 230 215 826 826 1415 1039 2471 2080
Sumber : Data Dinas Kesehatan Bolsel
Berdasarkan data 2021, rata-rata persentase pemberian ASI eksklusif bayi usia ≤ 6
bulan Tahun 2021 di Bolsel sudah mencapai 82,97 persen.. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kendala utama dalam pemberian ASI eksklusif adalah: pemahaman yang rendah
tentang ASI ekslusif; persepsi bahwa bayi tetap lapar setelah menyusui; masalah kesehatan
ibu; dukungan yang tidak memadai dari orang sekitar (ibu mertua, suami, sodara); nyeri di
payudara; dan kebutuhan untuk kembali bekerja (Agunbiade dan Ogunleye, 2012).
Gizi Anak
Salah satu permasalahan gizi anak adalah berat badan lahir rendah (BBLR). Berat badan
Berat badan lahir penting untuk diperhatikan sebagai indikator untuk memperkirakan
kesehatan dan tingkat survival bayi di masa mendatang. Berat badan lahir merupakan tanda
bahwa adanya masalah gizi selama kehamilan yang menyebabkan janin gagal tumbuh
dengan sempurna. Bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko
lebih tinggi meninggal dalam 28 hari pertama kehidupan. Bayi BBLR lebih mudah mengalami
malnutrisi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Mereka yang
bertahan hidup lebih mungkin menderita pertumbuhan terhambat dan IQ yang lebih rendah.
Konsekuensi dari BBLR berlanjut hingga dewasa, meningkatkan risiko kondisi kronis yang
menyerang orang dewasa seperti obesitas dan diabetes (UNICEF, 2019).
Tidak
Kecamatan < 2,5 kg ≥ 2,5 kg Tidak tahu
ditimbang
(1) (2) (3) (4) (5)
Bolaang Uki 4 85
Pinolosian 1 18
Pinolosian Tengah 5
Pinolosian Timur
Helumo 2 9
Tomini 1 1
Posigadan 2
Sulawesi Utara
Sumber: RSUD dan Dinas Kesehatan 2022,
Di Bolsel, masih terdapat 12,22 persen bayi dengan berat badan lahir rendah seperti
yang dapat dilihat pada Tabel. Meskipun persentase BBLR masih di bawah 15 persen sebagai
indikator masalah kesehatan masyarakat berdasarkan rekomendasi WHO (WHO, 2000),
namun anak yang BBLR atau status gizi kurang berpotensi terhadap penurunan
produktivitas di kala usia dewasa dan akan berdampak pada
Bayi dengan berat badan yang rendah dapat diakibatkan oleh pendidikan ibu, status
gizi ibu, pengaturan jarak kehamilan, dan tingkat ekonomi (Sebayang et al.2012; Rahman MS
et al 2016). Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga dapat mempengaruhi kesadaran ibu
untuk memeriksakan kehamilan di fasilitas kesehatan maupun di Posyandu. Ibu dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi sadar untuk memeriksakan kandungan selama
kehamilan sehingga masalah kandungan dapat segera diketahui dan ditangani (Kurniati et al.
2017).
Imunisasi
imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT, tiga kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak.
beraktifitas, bermain, dan belajar tanpa harus terganggu oleh masalah kesehatan. Namun,
masih banyak masalah di Indonesia sehubungan dengan pemberian imunisasi seperti orang
tua yang kurang memahami pentingnya imunisasi, mitos yang salah tentang imunisasi,
budaya, hingga terlambatnya jadwal imunisasi.
Tabel 5.10 Penduduk Umur 0-59 Bulan (Balita) yang Pernah Mendapat Imunisasi
menurut Kecamatan dan Jenis Imunisasi di Bolsel, 2021 dan 2022
Campak/
Kecamatan BCG DPT Polio Hepatitis B
Morbili
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Bolaang Uki
Pinolosian
Pinolosian Tengah
Pinolosian Timur
Helumo
Tomini
Posigadan
Sulawesi Utara
Sumber: DINKES Bolsel 2021,
Persentase bayi berusia 0-59 bulan yang mendapatkan imunisasi menurut jenis
imunisasi terlihat pada Tabel 5.10. Persentase bayi berusia 0-59 bulan yang diberi imunisasi
berkisar antara 70 hingga 97 persen. Jenis imunisasi dasar yang paling banyak diberikan pada
anak usia 0-59 bulan adalah BCG, yaitu sebesar 93,18 persen. Bayi usia 0-59 bulan yang
sudah memperoleh imunisasi Campak baru mencapai 75,39 persen. Rendahnya capaian ini
Kesehatan anak sangat penting untuk dijaga sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Kondisi fisik yang prima mendukung anak untuk dapat belajar
dengan baik. Oleh karena itu penanganan terhadap anak yang mengalami gangguan
kesehatan harus segera dilakukan. Ketersediaan dokter dan tenaga kesehatan haruslah
terjangkau agar keluarga dapat dengan mudah mendapatkan penanganan ketika memiliki
gangguan kesehatan.
Keluhan kesehatan yang banyak dialami anak adalah penyakit infeksi saluran atas
(ISPA) dan infeksi pencernaan (diare). ISPA dan diare merupakan penyebab utama kematian
dan morbiditas anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Walker et al (2013)
menemukan bahwa diare dan ISPA pada anak-anak kurang dari 5 tahun hadir sebagai
komorbiditas simultan dan hubungannya menjadi lebih kuat dengan tingkat keparahan
penyakit. Penyakit infeksi ISPA dan diare juga berhubungan dan stunting. Anak yang terpapar
diare akut berkepanjangan berhubungan positif dengan kejadian stunting.
Dengan semakin baiknya fasilitas kesehatan, pada tahun 2021 kurang dari separuh
anak yang sakit menjalani pengobatan dengan rawat jalan. Persentase anak sakit yang
mendapatkan pengobatan dengan rawat jalan lebih banyak di daerah perdesaan
dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani dan
Siswanto (2001) yang menjelaskan penyebab lebih tingginya persentase penduduk perdesaan
yang menjalani pengobatan dengan rawat jalan dibanding daerah perdesaan. Dijelaskan
bahwa penyebab diduga karena perbedaan keparahan dari keluhan kesehatan, disamping itu
Pendidikan Anak
Pendidikan adalah hak dasar dari setiap warga negara dan telah diatur dalam UUD
1945 pasal 28 C dan ditegaskan dalam pasal 31 Ayat 1. Selain itu, Konvensi Hak-Hak Anak
dalam
pasal 28 juga menyatakan bahwa pendidikan pada anak harus dipenuhi dan dilindungi
dengan menetapkan wajib belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas. Sebagai tunas,
potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, anak harus mendapatkan
pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan yang baik. Dengan demikian pendidikan anak
sangat berperan dalam menyiapkan SDM yang berkualitas yang siap membangun bangsa.
Dalam tumbuh kembangnya, anak memiliki masa-masa emas atau yang sering
Pendidikan anak usia dini atau yang lebih sering dikenal dengan istilah PAUD adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2010, PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan
seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan
dasar sesuai dengan tahap perkembangannya, agar memiliki kesiapan untuk memasuki
pendidikan selanjutnya. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka PAUD diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar.
Berdasarkan Tabel 5.11 diperoleh informasi bahwa anak berumur 0-6 tahun yang
pernah/masih mengikuti prasekolah di Sulawesi Utara sebagian besar mengikuti prasekolah
di Taman Kanak-Kanak dengan persentase sebesar 64,25 persen. Hal terjadi merata pada
seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Jenis prasekolah yang diikuti dengan persentase
terbesar selanjutnya adalah satuan PAUD sejenis dengan persentase sebesar 32,30 persen,
diikuti oleh Kelompok Bermain (1,93 persen), Raudatul Athfal (1,14 persen), dan Bustanul
Athfal (0,38
persen).
Gambar 5.19 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis
Kelamin di Bolsel, 2021
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, anak perempuan usia 5-17 tahun memiliki akses
pendidikan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini dapat dilihat
dari persentase anak perempuan yang masih bersekolah sebesar 86,3 persen, lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki, yaitu 84,67 persen. Sebaliknya, persentase anak perempuan yang
tidak bersekolah lagi sebesar 2,57 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan anak
laki-laki. Persentase anak laki-laki yang tidak/belum pernah bersekolah sebesar 10,95 persen
sedangkan persentase anak perempuan yang tidak/belum pernah bersekolah sebesar 11,13
persen. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa anak perempuan memiliki akses
pendidikan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki.
Secara keseluruhan hanya 26,07 persen anak yang masih dan pernah mengikuti
pendidikan prasekolah, sedangkan 73,93 persen lainnya tidak mengikuti pendidikan
prasekolah. Persentase anak perempuan yang masih dan pernah anak yang masih mengikuti
PAUD sekitar 21,37 persen
Perlindungan Khusus
Perlindungan anak di Indonesia berlandaskan UUD 1945 Pasal 28B Ayat (2) yang
menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam perkembangannya,
pemerintah membuat aturan khusus tentang perlindungan anak dengan menerbitkan
Undang- Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Pada tahun 1990,
pemerintah secara resmi melalui Keppres No.36/1990 meratifikasi konvensi tentang hak-hak
anak yang memberikan mandat bahwa setiap anak berhak hidup sejahtera dan perlindungan
hukum untuk mencapai kesejahteraan anak wajib dijamin oleh negara.
Perlindungan khusus wajib diberikan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah,
maupun lembaga negara lainnya apabila terdapat anak yang berada pada kondisi tertentu,
antara lain: (1) anak dalam situasi darurat; (2) anak berhadapan dengan hukum;
anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; (4) anak yang dieksploitasi secara
ekonomi dan/atau seksual; (5) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara
c. Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; dan
Balita Terlantar
Anak merupakan salah satu kelompok rentan yang belum mampu untuk melindungi
diri. Fenomena anak balita telantar terjadi karena banyak kasus kelahiran anak yang tidak
diinginkan, misalnya disebabkan oleh kehamilan yang terjadi diluar perkawinan yang sah
sehingga anak yang dilahirkan seringkali menjadi korban dan diterlantarkan. Dalam Peraturan
Menteri Sosial RI Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial,
anak balita telantar adalah seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke bawah yang ditelantarkan
orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang
tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi anak sehingga
hak- hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu.
Kriteria anak balita telantar yaitu:
4. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua/ keluarga;
5. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang disalahgunakan
Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) adalah anak yang berusia 12 dan kurang
dari 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Menurut Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) penyelesaian masalah anak
yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan dengan menerapkan keadilan restoratif
(restorative justice) berupa sistem diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara
anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi antara lain
bertujuan untuk:
Tabel 5.13 Pendampingan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum menurut Jenis
Tidak Pidana dan Jenis Kelamin, 2021 - 2022
2021 2022
No Jenis Tindak Pidana
L P L+P L P L+P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Perdagangan Manusia
2 Pembunuhan
3 UU ITE
4 UU Kesehatan
5 Perampokan
6 Kekerasan Terhadap Anak
7 Persetubuhan Terhadap Anak
8 Percabulan Terhadap Anak
9 Narkoba
10 Kecelakaan Lalu Lintas
11 Pengeroyokan
12 Panganiayaan
13 Perusakan
14 Senjata Tajam
15 Ketertiban
Dalam proses penyelesaian hukum, anak pelaku tindak pidana mencakup dua kriteria
anak, yaitu anak didik pemasyarakatan (anak pidana) dan tahanan anak. Dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa anak didik
pemasyarakatan mencakup 3 (tiga) pengertian, yaitu anak pidana, anak negara, dan anak
sipil. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) paling lama sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun. Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada
negara untuk didik dan ditempatkan di LPKA paling lama sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua/walinya memperoleh
penetapan pengadilan
untuk dididik di LPKA paling lama sampai dengan berusia 18 (delapan belas) tahun.
Konvensi hak anak menyatakan bahwa pemenjaraan merupakan upaya terakhir dalam
penyelesaian perkara anak. Anak yang dipenjara dapat mengalami berbagai macam masalah
terutama dalam hal pemenuhan hak anak seperti: a) hak untuk dapat mengakses pendidikan
karena keterbatasan fasilitas di tahanan; b) terbatasnya akses pada pelayanan kesehatan dan
lingkungan tempat tinggal yang serba terbatas; c) tahanan anak menjadi lebih rentan
terhadap kekerasan apabila dicampur dengan tahanan dewasa (Lumowa 2017; Nataya 2018).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1
Ayat e menjelaskan bahwa anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya Anak
korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Tindak kejahatan yang
dialami oleh anak semakin berkembang dan beragam jenis, baik cakupan maupun
Pada tahun 2021, terdapat 341 kasus pidana yang dilakukan pendampingan terhadap
anak berbadan hukum. pendampingan terhadap kasus pidana lebih banyak dilakukan
terhadap anak laki-laki, yaitu sebesar 91,5 persen dari total pendampingan terhadap anak
berbadan hukum. Hal ini berarti anak laki- laki cenderung lebih rentan berhadapan dengan
hukum dibandingkan anak perempuan.
Pekerja Anak
Selain perlindungan dari kekerasan dan perlakuan yang salah terhadap anak, lingkup
perlindungan anak juga mencakup perlindungan dari eksploitasi anak. Salah satu bentuk
eksploitasi terhadap anak adalah eksploitasi ekonomi. perlindungan terhadap pekerja usia
anak harus diberikan sebagai bentuk pemenuhan dan perlindungan terhadap hak anak.
Upaya ini perlu dilakukan dengan melibatkan semua pemangku kepertingan, termasuk serikat
pekerja dan perusahaan-perusahaan.
International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa pekerja usia anak dapat
mengganggu masa kecil anak, menurunkan potensi anak, serta martabat anak, sehingga
berbahaya bagi perkembangan fisik maupun mental anak (ILO 2015). Anak yang bekerja
merupakan anak yang melakukan pekerjaan dalam rangka membantu orang tua, melatih
tanggung jawab, disiplin atau keterampilan yang dilakukan dalam dilakukkan dalam jangka
waktu pendek dan di luar waktu sekolah, serta tidak ada unsur eksploitasi di dalamnya.
Sedangkan, pekerja anak adalah setiap anak yang melakukan pekerjaan yang memiliki sifat
dan intensitas dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan dan keselamatan anak
serta tumbuh kembah anak secara optimal, baik fisik, mental, sosial, dan intelektualnya
(Kemenaker
RI, 2014)
Dalam upaya perlindungan anak terutama anak yang bekerja Indonesia telah
meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 1999 tentang
Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA), dan Indeks
Perlindungan Khusus Anak (IPKA)
Salah satu arah kebijakan dan strategi RPJMN 2020-2024 adalah meningkatkan
kualitas anak, perempuan, dan pemuda, melalui: perwujudan Indonesia Layak Anak melalui
penguatan Sistem Perlindungan Anak untuk memastikan anak menikmati haknya. Upaya
membangun suatu sistem perlindungan anak di Indonesia sesungguhnya sudah digagas
sejak tahun 2016
dengan mengukur pencapaian pemenuhan hak anak melalui Indeks Komposit Kesejahteraan
perlindungan anak di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Penghitungan dan
pengolahan IKKA dilakukan setiap tahun sampai tahun 2020, dengan cakupan data di tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Selanjutnya, untuk capaian IPA 2020 mengalami peningkatan menjadi 67,13 dan
terdapat sedikit perbedaan dibandingkan dengan kondisi 2019. Klaster kesehatan dasar dan
kesejahteraan mengungguli klaster perlindungan khusus dan menempati posisi tertinggi
dengan nilai capaian sebesar 78,05. Sedangkan, klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang
dan kegiatan budaya masih menempati posisi terendah dengan nilai capaian sebesar 50,69.
Meskipun demikian, capaian seluruh klaster pada tahun 2020 ini relatif mengalami
peningkatan, kecuali klaster perlindungan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa upaya terkait
perlindungan anak yang telah diimplementasikan dalam program/kebijakan menunjukkan
hasil yang baik. Diharapkan, capaian tersebut akan semakin meningkat antar waktu dengan
akselerasi pertumbuhan yang seimbang antar klasternya.
kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi konsep hak anak ke dalam
kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak di
(4) diwujudkan melalui komitmen daerah membangun Kabupaten/Kota Layak Anak (Pasal 21
ayat 5).
Dalam melaksanakan program KLA, ada lima prinsip yang harus selalu menyertai
2. Kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu menjamin
mungkin.
Pada tahun 2021 ada 275 kabupaten/kota di indonesia yang meraih predikat
Kabupaten/Kota Layak Anak baik kategori Pratama, Madya, Nindya dan Utama.
UPTD PPA merupakan UPTD generik yang dalam prinsip pembentukannya berdasar
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah. Kebijakan
pembentukan UPTD PPA sebagai penyedia layanan perlindungan bagi perempuan dan anak
telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA.
UPTD PPA memiliki tugas membantu sebagian tugas dari dinas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perempuan dan anak untuk melaksanakan: kegiatan teknis
operasional yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan terhadap
perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan
khusus, dan masalah lainnya, serta tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
Tabel 6.1 Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan yang Ditangani oleh
P2TP2A Kab. Bolsel, 2022
Jenis Layanan
Pendam
Penga Rehabi Reinte pingan
Kecamatan Bantuan Penegakan Pemula
duan Kesehatan litasi grasi Tokoh
Hukum Hukum ngan
Sosial Sosial Agama
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Bolaang Uki
3 3 3
Pinolosian 4 4 4
Pinolosian Tengah
Pinolosian Timur
Helumo
Tomini 1 1 1
Posigadan 2 2 2 2
Jumlah 10 10 10 2
Sumber: P2TP2A Bolsel
6.2 SIMPHONI
Profil Gender dan Anak 2022 DP3AD Provinsi Sulawesi Utara 155
Lampiran 1 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Bolsel, 2021 dan 2022
Laki-laki
Kecamatan
0-4 5-9 10-14 15-19
(1) (2) (3) (4) (5)
Bolaang Uki 600 608 682 784
Lanjutan
Perempuan
Kecamatan
0-4 5-9 10-14 15-19
(1) (2) (3) (4) (5)
Bolaang Uki 493 584 657 717
Lanjutan
Laki-laki + Perempuan
Kecamatan
0-4 5-9 10-14 15-19
(1) (2) (3) (4) (5)
Bolaang Uki
Pinolosian
Pinolosian Tengah
Pinolosian Timur
Helumo
Tomini
Posigadan
Bolsel
Sumber: D i n a s P e n d i d i k a n B o l s e l 2021,
Lanjutan
Lanjutan
Diploma
Diploma I dan Akademi/
Kabupaten/Kota
Diploma II Diploma III Profesi IV/S1/ Total
S2/S3
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
Bolaang Uki
Pinolosian
Pinolosian Tengah
Pinolosian Timur
Helumo
Tomini
Posigadan
Bolsel
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, BPS
Lanjutan
Diploma
Diploma I dan Akademi/
Kabupaten/Kota
Diploma II Diploma III Profesi IV/S1/ Total
S2/S3
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
Bolaang Uki
Pinolosian
Pinolosian Tengah
Pinolosian Timur
Helumo
Tomini
Posigadan
Sulawesi Utara
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, BPS
Laki-laki +
Kecamatan Laki-laki Perempuan
Perempuan
Klinik/Praktik
Kabupaten/Kota RS RS Praktik Dokter
Pemerintah Swasta Dokter/Bidan
Bersama
Klinik/Praktik
Kabupaten/Kota RS RS Praktik Dokter
Pemerintah Swasta Dokter/Bidan
Bersama
Lanjutan
PraktikKe
Puskesmas/ Pengobatan
UKBM Lainnya
Pustu Tradisional/
Alternatif RSUD
Kecamatan, 2021
RS Rumah
Kabupaten/ Praktek Polindes/
Pemerintah/ bersalin/ Puskesmas Pustu Rumah Lainnya Total
Kota nakes Poskesdes
Swasta klinik
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Bolaang
Uki
Pinolosian
Pinolosian
Tengah
Pinolosian
Timur
Helumo
Tomini
Posigadan
Bolsel
Laki-Laki +
Kecamatan Laki-Laki Perempuan
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Bolaang Uki 1667 2485 4152
Pinolosian 594 674 1268
Pinolosian Tengah 159 242 401
Pinolosian Timur 63 82 145
Helumo 434 596 1030
Tomini 84 166 250
Posigadan 50 76 126
Bolsel 2892 4321 7213
Sumber: RSUD dan Dinas Kesehatan Bolsel 2021, BPS
2021
Lampiran 126 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bolsel