Anda di halaman 1dari 12

Abu Nawas dan Dua Orang Ibu

Abu Nawas diminta Raja Harun untuk memecahkan persoalan tentang


perebutan seorang bayi oleh dua orang yang mengaku ibu kandung dari bayi
tersebut. Persoalan ini sempat ditangani oleh hakim pengadilan, tetapi para
hakim tidak mendapatkan solusi hingga meminta Raja Harun untuk
menyelesaikan masalahnya.

Abu Nawas terkenal sebagai seorang yang cerdik hingga diberi kepercayaan
untuk menangani masalah ini. Saat sidang diselenggarakan, Abu Nawas
meletakkan bayi di atas sebuah meja dan meminta Algojo untuk membelah bayi
tersebut.

"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah seorang di antara kalian


bersedia menyerahkan bayi itu kepada ibu kandungnya?" tanya Abu Nawas
sebelumnya.

Ibu pertama tidak bersedia menyerahkan bayi tersebut karena merasa dia yang
berhak atas bayi tersebut.

"Tolonglah, jangan belah bayi itu. Berikanlah bayi itu kepada perempuan yang
mengaku sebagai ibu kandungya. Aku rela asalkan bayi itu, tetap bisa hidup,"
jawab ibu yang kedua.

Mendengar jawaban dari masing-masing ibu, Abu Nawas sudah mengetahui


secara pasti siapa yang memang ibu kandung dari bayi tersebut. Abu Nawas
menyerahkan bayi kepada ibu yang kedua karena tidak ada seorang ibu yang
rela anak kandungnya terluka. Ia juga meminta kepada hakim untuk
menghukum ibu yang pertama karena telah berbohong.
Seorang Lelaki dan Rumah Sempit

Alkisah terdapat seorang lelaki yang datang ke rumah Abu Nawas. Pria
tersebut ingin mengeluh kepadanya tentang masalah yang tengah dihadapinya.
Ia pun merasakan sedih dikarenakan rumahnya sangat terasa sempit ketika
ditinggali oleh banyak orang. “Wahai Abu Nawas, Saya mempunyai seorang istri
dan juga 8 orang anak tetapi rumah saya sangat sempit. Setiap harinya mereka
mengeluh dan juga tidak nyaman tinggal di rumah itu. Kami pun ingin pindah
dari rumah tersebut, tetapi kami tidak memiliki uang. Jadi tolonglah katakan
kepadaku apa yang bisa aku lakukan,” tanyanya.

Mendengar pertanyaan lelaki yang sangat sedih tersebut, Abu Nawas pun
berpikir sejenak. Dan tak berapa lama kemudian suatu ide lewat di kepalanya.

“Kamu memiliki domba di rumahmu?” Abu Nawas bertanya kepada lelaki


tersebut. “Aku tidak menaiki domba maka dari itu aku tak mempunyainya,"
jawab lelaki tersebut. Kemudian ketika mendengar jawabannya itu, Abu Nawas
pun meminta lelaki itu untuk membeli seekor domba dan menyuruhnya agar
menaruhnya di rumah.

Lelaki tersebut kemudian mengikuti usulan dari Abu Nawas dan ia pun
pergi untuk membeli domba. Esok harinya, ia pun datang lagi ke rumah Abu
Nawas. “Abu Nawas, bagaimana ni? Nyatanya rumahku sekarang semakin
sempit dan juga berantakan.” “Ya sudah kalau begitu kamu cobalah membeli 2
ekor domba lagi dan kamu dapat memeliharanya di rumahmu juga,” jawab Abu
Nawas.

Dan kemudian pria itu pun pergi kepasar dan juga ia membeli 2 ekor
domba lagi, tetapi hasilnya tak sesuai dengan harapannya karena rumahnya
semakin terasa sempit. Dengan sangat jengkel nya, Ia pun pergi menghadap
Abu Nawas lagi untuk mengadukan masalah itu untuk yang ketiga kalinya. Ia
pun menceritakan segala apa yang sudah terjadi, termasuk tentang istrinya
yang menjadi marah-marah dikarenakan domba itu. Dan kemudian Abu Nawas
menyarankan untuk menjualkan semua domba yang ia miliki.

Esok harinya, Abu Nawas dan lelaki tersebut bertemu lagi. Dan Abu
Nawas menanyakannya, “Bagaimana rumahmu sekarang? sudah merasa lega?”
“Dan setelah aku menjual domba tersebut rumahku menjadi nyaman ketika di
tinggali. Istriku pun sudah tak lagi marah-marah,” jawab lelaki tersebut seraya
tersenyum. Dan pada akhirnya Abu Nawas bisa menyelesaikan masalah lelaki
tersebut.

Bayan yang Budiman

Alkisah di kerajaan Azzam, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya


dan telah berkeluarga yang bernama Khojan Mubarok. Keluarga itu belum
lengkap karena belum mempunyai seorang anak. Walaupun begitu saudagar itu
tak putus asa dan juga tak lelah memanjatkan doa agar ia segera mendapatkan
anak. Penantiannya yang panjang itu pun berakhir, karena istrinya sudah
mengandung dan juga melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dan
memiliki nama Khojan Maimun. Anak itu pun tumbuh menjadi seorang anak
yang baik dan juga soleh. Di usianya yang sudah 15 tahun, anak itu kemudian
dinikahkan dengan seseorang yang bernama Bibi Zainab, ia merupakan anak
dari seorang saudagar yang kaya. Dan pada suatu saat, Maimun meminta izin ke
istrinya dengan tujuan berlayar. Dan sebelum berlayar, ia membelikan seekor
burung Bayan yang berjenis kelamin jantan dan juga burung tiung yang berjenis
kelamin betina. Dan ia pun berpesan ke istrinya apabila ia menghadapi suatu
masalah sebaiknya ia membicarakannya kepada kedua burung tersebut. Dan
beberapa hari kemudian ketika ia sudah ditinggal suaminya, Bibi Zainab pun
merasakan kesepian. Sampai pada suatu hari datang seorang anak dari raja
yang jatuh hati kepada kecantikannya dan anak tersebut pun mendekatinya.
Lelaki itu kemudian meminta seorang perempuan tua untuk membantunya
berkenalan dengan Bibi Zainab. Dan ternyata Bibi Zainab pun juga tertarik
kepada lelaki tersebut dan mereka pun saling jatuh cinta. Di suatu malam Bibi
zainab pun pergi dengan anak tersebut dan ia berpamitan kepada burung tiung.
Burung itu kemudian menasehatinya agar tak pergi dikarenakan hal itu
melanggar aturan dan Ia juga sudah mempunyai seorang suami. Setelah
mendengarkan itu, Bibi zainab pun marah dan kemudian membantingkan
sangkar dari burung tersebut sehingga membuat burung tersebut mati. Dan
Bibi zainab pun melihat burung bayan yang tengah tertidur. Tetapi nyatanya
burung tersebut hanya berpura-pura tidur dikarenakan apabila ia memberikan
suatu jawaban yang sama, maka nyawanya juga ikut terancam. Pada saat
zainab berpamitan kepada burung bayan, maka burung tersebut mengatakan,
“Kamu boleh pergi, dan bergegaslah karena anak tersebut sudah menunggumu
lama. Apa yang telah kamu lakukan, aku yang akan menanggung semuanya.
Apa yang dicari manusia yang ada di dunia ini selain dari kesabaran, martabat
dan juga kekayaan? Aku hanya seekor burung bayan yang sudah dicabut
bulunya oleh istri pemilikku.” Dan malam berikutnya Bibi zainab pun sering
pergi untuk bertemu dengan pemuda tersebut. Di setiap kali ia berpamitan
burung tersebut menceritakan suatu kisah. Dan kemudian Bibi Zainab merasa
menyesal atas perbuatannya dan tak akan mengulangi perbuatannya itu lagi.

Abu Nawas dan Botol Ajaib


Kisah Abu Nawas dimulai ketika Raja Harun Ar-Rosyid memanggil Abu Nawas di Istana.
Setiba di istana Abu Nawas disambut dengan senyuman oleh Baginda Raja. Maksud dan
tujuan Abu Nawas di panggil ke istana tidak lain untuk menyelesaikan masalah Baginda Raja
Harun Ar-Rosyid.

Baginda mengalami sakit perut yang cukup sering dan berdasarkan pemeriksaan tabib istana
Baginda Raja mengalami serangan angina. Abu Nawas hanya terheran dan bingung dengan
ucapan Baginda. Kemudian dia memberanikan diri untuk bertanya kepada baginda pekerjaan
apa yang sebenarnya akan ditugaskan kepadanya.

“Tangkap dan penjarakan angin itu untukku”, perintah Baginda sekaligus menjawab
pertanyaan Abu Nawas tersebut. Dan betapa terkejutnya Abu Nawas tentang perintah yang
diberikan kepadanya. Abu Nawas hanya diberi waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas
dari Baginda Raja tersebut.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Abu Nawas hanya terdiam dan bingung mecari cara
bagaimana mungkin untuk menangkap angin. Padahal angin adalah sesuatu yang tidak bisa
dilihat bahkan ditangkap. Waktu terus berjalan, hingga pada hari kedua Abu Nawas tidak
mendapatkan cara untuk menyelesaikan perintah raja. Abu nawas terus berfikir keras hingga
ia tersadar tentang Jin yang juga tidak bisa terlihat.

Abu Nawas dengan sangat gembira menyiapkan botol dan bergegas menuju istana untuk
bertemu dengan Baginda Raja. Saat tiba di istana, Baginda langsung bertanya keberadaan
angin yang diperintahkan kepada Abu Nawas. Diberikan botol yang dibawa kepada Baginda
dan menunjukkan bahwa angin ada didalam botol.

Baginda membuka botol sesuai dengan arahan Abu Nawas. Betapa terkejutnya Baginda Raja
dengan bau busuk yang keluar dari botol tersebut dan bertanya kepada Abu Nawas bau apa
yang busuk itu. Dengan ketakutan, Abu Nawas menjelaskan bahwa itu adalah angin kentut
dirinya dan menutup botol agar angin tidak keluar.

Baginda tidak marah karena yang dijelaskan oleh Abu Nawas sangat masuk akal dan ia
mendapatkan imbalan karena selesai menjalankan perintah Baginda Raja Harun Ar-Rosyid.
Abu Nawas dan Lelaki Kikir
Ada seorang lelaki kikir hidup di rumah yang luas dengan seorang istri dan tiga anaknya.
Lelaki itu merasa rumahnya sangat sempit dan berniat untuk memperluas rumah tanpa
mengeluarkan uang. Maka pergilah lelaki itu ke Abu Nawas yang dikenal sebagai orang yang
cerdik di kampungnya. Sesampainya di kediaman Abu Nawas, lelaki kikir itu menceritakan
persoalan yang dihadapinya. Sontak, Abu Nawas tampak tepekur dan tersenyum.

Abu Nawas menyarankan untuk membeli sepasang ayam lengkap dengan kandang yang
berada didalam rumah. Selang 3 hari, si lelaki datang ke Abu Nawas, dengan mengatakan
rumahnya sekarang bau. Abu Nawas kemudian menyarankan lagi untuk membeli sepasang
bebek lengkap dengan kandang. Selang 3 hari, si lelaki datang lagi dengan keluhan yang
sama.

Abu Nawas lagi – lagi memerintahkan untuk membeli sepasang kambing dan lengkap dengan
kandangnya. Walaupun mengeluh dan tidak yakin dengan solusi yang diberikan oleh Abu
Nawas, tetapi si lelaki tetap saja melakukan sesuai perintah Abu Nawas. Kemudian setelah 3
hari, lelaki datang ke Abu Nawas dan menceritakan kondisi rumah yang semakin sempit, bau
dan membuat anggota kelurga lain tidak nyaman untuk tinggal dalam rumah.

Mendengar keluhan dari si lelaki kikir, Abu Nawas kemudian menyarankan untuk menjual
semua hewan ternak tersebut. Si lelaki itu kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Abu
Nawas. Keesokan harinya, si lelaki datang ke rumah Abu Nawas dengan wajah berseri dan
menceritakan rumahnya sekarang menjadi lebih lega tanpa ada keributan dan bau dari hewan
ternak.

Abu Nawas mendengar itu tampak tersenyum dan mengingatkan kepada si lelaki kikir itu
bahwa rumah yang ditempati sekarang sudah sangat luas hanya hati si lelaki yang sempit dan
kurang bersyukur untuk apa yang dimiliki sekarang. Si lelaki termenung dan tersadar,
kemudian ia pulang dan sebelumnya berterima kasih dengan Abu Nawas karena telah
mengingatkannya.
Sri Rama Mencari Shinta

Contoh teks hikayat ini merupakan dongeng tentang Ramayana yang tidak asing bagi
masyarakat Indonesia. Tema dari hikayat rama dan sinta adalah tentang percintaan dan
makna yang terkandung didalam hikayat adalah kesetiaan dan ketulusan cinta dua sepasang
kekasih. Berikut kisahnya :

Legenda percintaan Rama dan Shinta dimulai, ketika mereka dan lesmana (adik
Rama) pergi memburu di hutan Dandaka. Dalam perjalanan Shinta menginginkan seekor
kijang emas dan segeralah Rama pergi menangkap kijang emas tersebut. Karena Rama pergi
terlalu lama, Lesmana pergi menyusul Rama. Sebelum pergi, Lesmana membuat lingkaran
untuk melindungi Shinta.

Berbagai usaha yang dilakukan Rahwana untuk menculik Shinta selalu gagal, hingga
akhirnya Rahwana menjelma menjadi seorang musafir dan berpura-pura meminta bantuan
kepada Shinta. Alhasil, Shinta berhasil diculik oleh Rahwana.

Kijang emas hanya jelmaan anak buah Rahwana, dan betapa terkejutnya Rama
mengetahui Shinta tidak ada dalam lingkaran yang dibuat Lesmana. Dalam perjalanan
mencari Shinta, Rama bertemu dengan Jatayu yangs edang terluka parah dan sebelum
meninggal Jatayu menceritakan apa yang terjadi pad Shinta. Untuk membalas jasa Jatayu,
Rama kemudian membantu untuk menguburkan sesuai keinginan Jatayu.

Pencarian Shinta membuahkan hasil, mereka berhasil menemukan Shinta dengan


bantuan dari pasukan kera yang dipimpin oleh kera putih bernama Hanoman. Rama berhasil
mengalahkan Rahwana dan pasukannya. Bukan kebahagiaan yang didapat Shinta, melainkan
kekecewaan karena Rama menganggap Shinta sudah tidak suci lagi.

Untuk membuktikan kesetiaan, Shinta menceburkan diri dalam kobaran api. Shinta
tidak terbakar sama sekali dan tubuhnya masih utuh. Hal ini dikarenakan kesucian dan
bantuan dari Dewa Api. Rama sangat bahagia mengetahuinya dan akhirnya mereka hidup
bahagia kembali.
Malim Demam dan Bidadari

Hikayat Malim Demam dan Bidadari merupakan sebuah cerita rakyat yang berkisah tentang
seorang pemuda dan bidadari khayangan. Pada akhir cerita Malim mengalami penyesalan
yang cukup mendalam karena kehilangan anak dan istrinya akibat perbuatannya. Berikut
cerita selengkapnya :

Hiduplah seorang pemuda bernama Malim Demam yang bekerja sebagai penjaga ladang
milik Paman nya. Tak jauh dari ladang tersebut, ada seorang janda tua yang sering berbagi
makanan dengan Malim Demam. Janda tua yang baik hati kepada Malim bernama Mandeh
Rubiah.

Suatu malam, Malim pergi ke rumah Mandeh untuk meminta minum.Namun, ia terkejut
dengan suara sejumlah perempuan yang berada di kolam dekat rumah Mandeh. Tanpa
berpikir panjang, Malim menuju kolam tersebut dan terkejutlah Malim melihat 7 Bidadari
sedang mandi disana. Malim terpesona dengan kecantikan 7 bidadari tersebut.

Tak berselang lama, mata Malim tertuju pada 7 selendang yang berada tak jauh dari kolam.
Malim mengambil satu selendang dan menyimpan di rumah Mandeh. Ketika para bidadari
selesai mandi, mereka kembali ke khayangan dengan memakai selendang masing-masing.
Hanya satu bidadari yang tidak bisa pulang, yaitu di bungsu.

Bidadari bungsu kemudian diangkat anak oleh Mandeh dan Maling semakin sering
berkunjung ke rumah tersebut. Akhirnya, Bidadari Bungsu dan Malim Demam menikah,
kebahagiaan mereka terasa lengkap dengan kehadiran sang anak laki-laki.

Suatu hari, Malim tidak pulang karena perilaku yang gemar berjudi. Sang isteri sangat marah
dengan kelakuan Malim. Sampai akhirnya Bidadari bungsu menemukan selendang miliknya
di dalam rumah Mandeh. Putri Bungsu menyuruh Malim untuk segera pulang dan
mengancam apabila tidak segera pulang, Malim tidak akan pernah melihat isteri dan anaknya
lagi.

Ancaman sang isteri tidak diperhatikan oleh Malim. Akhirnya, sang isteri pergi ke khayangan
dengan membawa anak lelakinya. Betapa terkejutnya Malim saat pulang kerumah yang tidak
dapat menemukan anak dan isterinya lagi. Akibat kejadian ini, Malim sangat menyesal
terhadap sikapnya selama ini.
Antu Ayek
Teks hikayat satu ini merupakan cerita legenda yang berkembang di masyarakat. Berbeda
dengan Contoh teks hikayat lainnya, hikayat ini tidak berlatar belakang kerajaan hanya
berlatar belakang kehidupan keluarga di sebuah perkampungan. Berikut cerita selengkapnya

Alkisah berawal dari keluarga petani yang memiliki anak gadis yang berparas cantik
rupawan. Gadis itu bernama Juani, yang berkulit kuning langsat, tubuh langsing, serta rambut
hitam berkilau yang terurai. Banyak pemuda yang datang kerumah orang tua Juani
bermaksud untuk meminang gadis cantik itu. Namun, semua pemuda yang datang ditolak
oleh Juani hingga membuat orang tuanya resah.

“Kenapa kau Juani, pemuda datang hendak meminang kau tolak semua?””ujar ibu Juani saat
mereka bersantai. Ayah dan Ibu Juani resah anaknya terlalu pemilih sehingga bisa menjadi
perawan tua.“Nantilah Ibu, belum ada yang cocok.”jawab Juani singkat.

Kemarau melanda desa dimana Juani tinggal. Semua masyarakat pada dusun tersebut gagal
panen tak terkecuali orang tua Juani. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Ayah Juani
meminjam uang kepada renternir. Uang yang dipinjam ayah Juani semakin lama semakin
menumpuk hingga tidak mampu melunasinya.

Reternir tersebut adalah orang paling kaya di kampungnya dan memiliki anak laki-laki yang
buruk rupa. Karena ayah Juani tidak mampu melunasi hutang, kemudian reternir meminta
Juani untuk menikah dengan anak satu-satunya. Walalupun cukup berat, Juani tetap
mematuhi keputusan ayahnya untuk menikah dengan anak renternir itu.

Hari pernikahan telah tiba, Juani dikediamannya sudah dihias dengan begitu cantik. Namun,
tidak ada kebahagiaan yang terpancar di wajah Juani dan keluarganya. Malam itu, Juani
mengurung diri di kamar, hingga ia memberanikan diri untuk pergi ke bibir sungai yang
curam.

Dia meratapi nasibnya, walaupun hidup mewah tapi Juani tidak sudi untuk hidup bersama
dengan laki – laki yang sangat ditakuti anak – anak. Terbayang wajah buruk calon suaminya
yang penuh dengan kurap hingga akhirnya Juani menyeburkan diri di sungai.

Dirumah, Ibu Juani kaget melihat kamar pengantin kosong. Semua orang yang berada di
rumah itu bergegas mencari Juani dengan menyusur sungai. Namun, pencarian malam itu sia
– sia saja. Pada hari ketiha, disaat Bapak Juani dan sanak keluarga melintasi pasar kalangan,
mereka mendengar ditemukan jasad seorang wanita.
Bapak Juani kemudian menggali kuburan mayat yang ditemukan di sungai, dan ternyata jasad
wanita itu adalah Juani. Bapak Juani menangis sangat sedih. Kematian Juani tersebut menjadi
buah bibir dikalangan masyarakat hingga menyebar ke dusun lain.

Setelah peristiwa itu, konon pada saat bulan purnama terdengar suara tangisan seorang
perempuan yang berasal dari sungai. Banyak warga yang menyebut bahwa tangisan tersebut
adalah tangisan Juani sebagai penunggu sungai hingga disebut sebagai Antu Ayek.

Bayan Budiman
Hikayat Bayan Budiman merupakan teks hikayat melayu lama yang disusun kembali oleh
Sukasaptati India. Hakikat Bayan Budiman menceritakan tentang sepasang Burung Bayan
yang memperingatkan seorang isteri untuk tidak berselingkuh. Berikut ceritanya

Pada kerajaan Azam, hiduplah saudagar kaya dan keluarganya. Saudagar kaya yang
dimaksud bernama Khojan Mubarok. Walaupun hidup bergelimang harta, tetapi kebahagiaan
belum lengkap tanpa kehadiran seorang anak. Mereka berdoa tanapa putus asa tetap
memanjatkan doa kepada Allah agar segera diberikan momongan.

Harapan serta doa dari Khojan Mubarok dan isteri telah dikabulkan oleh Allah. Khojan
Maimun adalah anak laki – laki yang hadir ditengah keluarga Khojan Mubarok dan isterinya.
Anak laki – laki itu tumbuh menjadi pribadi yang baik dan saleh. Khojan Maimun
mendapatkan seorang isteri bernama Bibi Zaenab yang juga anak dari saudagar kaya.

Setelah menikah, Khojan Maimun meminta ijin sang isteri untuk pergi berlayar. Sebelum
pergi, sang suami memberikan sepasang burung tiung sebagai teman bercerita Bibi Zaenab.
Tiba saatnya Khojan Mubarok berlayar, dan tinggallah Bibi Zaenab yang sangat kesepian.

Suatu hari, ada anak raja yang tertarik dengan Bibi Zaenab. Akhirnya mereka berkenalan
hingga pergi bersama. Sebelum pergi bersama anak raja, Bibi Zaenab berpamitan dengan
butung tiung. Namun, Bibi Zaenab marah dan membanting sangkar karena butung tiung
mencegahnya pergi.

Bibi Zaenab berpamitan juga dengan burung bayan yang sedang berpura – pura tidur.

“Anda boleh pergi. Hamba akan menanggung semua yang telah Anda lakukan. Apa yang
dicari manusia selain martabat, kesabaran, dan kekayaan? Aku ini hanya seekor burung bayan
yang dicabut bulunya oleh istri tuanku.” jawab burung bayan.

Sejak saai itu, Bibi Zaenab sering berpergian bersama anak raja. Setiap berpamitan, burung
bayan selalu menasehati Bibi Zaenab dengan menceritakan berbagai kisah. Akhirnya, Bibi
Zaeanab sadar dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Hikayat Hang Tuah
Cerita teks Hikayat Hang Tuah mengambil latar belakang Malaka pada abad ke-14 Masehi.
Hakekat ini menceritakan tentang kehebatan dari seorang Laksama pada masa Kesultanan
Malaka. Karya sastra lama ini juga bercerita tentang kesetiaan Hang Tuah terhadap Sri
Sultan. Berikut ceritanya Hang Tuah dikenal sebagai seorang ksatria hebat. Pada saat
berumur 10 tahun, Hang Tuah dan empat sahabatnya berlayar ke laut Cina. Dalam
perjalanan, mereka diserang oleh gerombolan lanun tapi mereka dapat melawannya.

Kegigihan dan kehebaran para ksatria tersebut menjadikan mereka sebagai Tuan
Bendara karena menyelamatkan dari serangan pengamuk. Berita tentang ksatria sampai
pada telinga Raja, hingga mereka diundang ke kerajaan. Baginda Raja mengangkat mereka
sebagai seorang anak angkat.

Beberapa tahun kemudian, Baginda Raja berhasil mencari pusat kerjaan yang baru. Baginda
Raja ingin meminang Raden Galuh Mas Ayu yang merupakan putri tunggal Seri Betara
Majapahit. Sehari sebelum pernikahan, terjadi kegaduhan yang disebabkan oleh Taming
sari. Namun, Hang Tuah berhasil menghalangi dengan menukar keris Taming. Keberhasilan
tersebut menjadikan Hang Tuah sebagai seorang laksamana dan mendapatkan hadiah
berupa keris Taming.

Bertahun – tahun Hang Tuah menjadi kepercayaan raja dan pasti sangat disayang
oleh raja, hingga membuat yang lain merasa iri. Suatu hari, Hang Tuah di fitnah telah
berperilaku tidak sopan kepada dayang istana. Sebagai hukuman, Hang Tuah pergi
meninggalkan istana dan menjadi anak angkat Tun Bija Sura di Indrapura. Selang beberapa
lama, Hang Tuah ditarik kembali oleh Baginda Raja.

Fitnah kedua muncul dan membuat Baginda Raja sangat marah, hingga menyuruh Hang
Tuah untuk dibunuh. Berkat Tuan Bendahara, Hang Tuah diminta mengungsi ke Hulu
Melaka. Posisi Hang Tuah digantikan oleh Hang Jebat seorang pemabuk berat.

Raja tidak tahan dengan perilaku Hang Jebat dan meminta Hang Tuah untuk mengalahkan
Hang Jebat. Pertarungan dua sahabat tidak bisa dihindarkan, hingga akhirnya Hang Jebat
meninggal dipangkuan Hang Tuah. Kemudiang Hang Tuah mejabar sebagai laksamana. Pada
suatu kejadian, saat Sang Baginda dan Isteri berlayar, tiba – tiba mahkota Raja jatuh. Hang
Tuah telah mencoba berkali – kali tapi gagal. Akibat serangan dari buaya putih, mahkota dan
keris Taming Sari hilang hingga membuat Sang Baginda dan Hang Tuah menjadi sakit –
sakitan. Walaupun masih sakit, tetapi Hang Tuah tetap melaksanakan perintah Baginda Raja
untuk memimpin perang. Perang antara portugis tidak ada kalah dan miskin.

TELAGA WARNA

contoh teks hikayat ini menceritakan legenda dari telaga warna yang berada di Jawa
Barat. Disebut sebagai telaga warna karena danau tersebut dapat berubah warna,kadang
hijau, biru atau kuning. Menurut cerita jaman dahulu, perubahan telaga warna disebabkan
akibat tetesan air mata seorang permaisuri. Berikut cerita selengkapnya

Kerajaan Kutatanggeuhan memiliki seorang Raja bijaksana bernama Prabu


Suwartalaya dengan permaisurinya yang bernama Ratu Purbamanah. Namun, kebahagiaan
mereka belum lengkap karena tak kunjung mendapatkan momongan. Pada suatu hari, Sang
Raja bertapa disebuah Gua dan memohon doa akan mendapatkan momongan.

Doa tersebut dikabulkan dan beberapa minggu setelah itu permaisuri hamil. Mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik bernama Putri Gilang Rukmini. Tidak hanya
mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya, semua rakyat di Kerajaan
Kutatanggeuhan juga sangat menyayangi sang puteri. Akan tetapi, sikap putri menjadi
sangat manja hingga berperilaku kasar.

Pada suatu acara untuk merayakan ulang tahun puteri yang ke-17, Sang Raja
mengadakan pesta besar-besaran dan semua rakyat boleh datang. Rakyat sangat antusias
dan menyiapkan hadiah istimewa untuk si puteri. Mereka membuat jalung yang sangat
indah, terbuat dari emas terbaik dengan batu permata yang beraneka warna.

Tibalah saatnya acara dimulai. semua rakyat berkumpul dan sangat antusias dengan
kehadiran Raja, Permaisuri, dan juga Sang Puteri. Rakyat memberikan kotak berisi kalung
kepada Raja. Sang Raja dan Permaisuri memberikan kotak kepada Puteri dan meminta
untuk membukanya. Melihat kalung tersebut, puteri enggan untuk membuka dan tidak
terlalu tertarik dengan hadiah tersebut.

Di depan rakyat dan kedua orang tuanya, Puteri membanting kalung hingga jatuh
berkeping – keping. Ratu menangis melihat kelakuan puterinya. Semua rakyat juga ikut
menangis tiada henti, sampai istana basah oleh air mata. Tiba – tiba dalam tanah keluar air
yang sangat deras dan semakin banyak. Kerajaan kutatanggeuhan tenggelam dan tercipta
sebuah danau.
Konon danau tersebut sering berubah warna ketika memantulkan cahaya matahari. Warga
percaya perubahan warna pada danau dikarenakan kalung dari Putri Gilang Rukmini. Karena
perubahan warna itulah, Telaga tersebut dinamai Telaga Warna.

Contoh teks hikayat diatas dapat membantu Anda untuk lebih paham dengan
sebuah Hikayat. Berdasarkan contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa hikayat dapat
dipahami sebagai sebuah dongeng yang kebanyakan berlatar belakang kehidupan kerajaan.
Ceritanya sedikit tidak masuk akal, tetapi terkadang menghibur. Setiap teks hikayat memiliki
pesan moral yang berbeda ataupun sama.

Anda mungkin juga menyukai