Biografi Abu Nawas. Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin
Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri
Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di
tubuhnya. Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan dianggap sebagai
salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul
beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam. Ayahnya, Hani al-Hakam,
merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama
Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia
sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah
Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Pada suatu hari, hakim pengadilan dibuat bingung oleh dua orang ibu
yang merebutkan seorang bayi. Karena sama-sama memiliki bukti yang kuat,
hakim tidak tahu bagaimana caranya untuk menentukan siapa ibu kandung dari
bayi itu.
"Apa yang akan dilakukan pada bayi itu?" tanya kedua ibu yang saling
berebut itu secara bersamaan.
"Sebelum menjawab pertanyaan kalian, saya akan bertanya sekali lagi. Adakah
di antara kalian berdua yang menawarkan kepada bayi itu kepada ibunya yang
asli?" kata Abu Nawas.
"Tapi, bayi ini adalah anakku," jawab kedua ibu itu serentak.
"Jangan biarkan belah bayi itu, serahkan saja dia pada wanita itu. Aku rela
asalkan dia tetap hidup," isaknya.
Puaslah Abu Nawas ketika mendengar jawaban itu. Akhirnya, dia tahu
siapa ibu dari bayi itu yang sebenarnya. Lalu, dia menyerahkan sang bayi pada
perempuan kedua yang merupakan ibu kandungnya.
Setelah itu, Abu meminta agar pengadilan menghukum wanita yang pertama
sesuai dengan kejahatannya.
Hal ini dikarenakan tidak ada seorang ibu yang tega melihat anaknya
dibunuh, apalagi di hadapannya sendiri. Akhirnya, masalah pun selesai dan si
bayi akhirnya dapat bersatu kembali dengan ibu kandungnya.
ABU NAWAS DENGAN RUMAH SEMPIT.
Pada suatu hari, ada seorang laki-laki datang ke rumah Abu Nawas.
Lelaki itu hendak mengeluh kepadanya mengenai masalah yang sedang
dihadapinya. Dia sedih karena rumahnya terasa sempit ditinggali banyak orang.
"Abu Nawas, aku memiliki seorang istri dan delapan anak, tapi rumahku begitu
sempit. Setiap hari, mereka mengeluh dan merasa tak nyaman tinggal di rumah.
Kami ingin pindah dari rumah tersebut, tapi tidak mempunyai uang. Tolonglah
katakan padaku apa yang harus kulakukan," kata lelaki itu.
Mendengar hal itu, Abu Nawas kemudian berpikir sejak. Tak berapa
lama, sebuah ide terlintas di kepalanya.
"Kalau begitu, cobalah beli dua ekor domba lagi dan peliharalah di dalam
rumahmu," jawab Abu Nawas.
Kemudian, pria itu bergegas pergi ke pasar dan membeli dua ekor domba
lagi. Namun, bukannya seperti yang diharapkan, rumahnya justru semakin
terasa sempit.
Dengan perasaan jengkel, dia pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengadu yang
ketiga kalinya. Dia menceritakan semua apa yang terjadi, termasuk mengenai
istrinya yang menjadi sering marah-marah karena domba tersebut.
Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah,
ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Raja. Seharian ia tidak ke luar
rumah, sehingga membuat tetangga heran.Ia baru ke luar rumah persis setelah
seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Raja kepadanya. Ia
segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, "Hai orang-orang muda,
hari ini hari apa?"
Orang-orang yang menjawab benar, akan dia lepaskan, tetapi orang-orang
yang menjawab salah akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang
menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada
mereka, "Begitu saja kok nggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita
menghadap Raja Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang
sesungguhnya."
"Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?" "Ya, tuanku Syah
Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang," jawab Abu Nawas.
Raja heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman
hukuman. Maka Raja pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.
Setelah tutup botol itu dibuka, Raja mencium bau busuk. Dengan marah
ia berkata kepada Abu Nawas, "Bau apa ini, Abu Nawas?" "Ampun Baginda,
tadi hamba buang angin lalu hamba masukkan ke dalam botol tersebut. Karena
takut angin yang hamba masukkan itu keluar, maka hamba memenjarakannya
dengan menyumbat botol dan menutupnya," kata Abu Nawas dengan sangat
ketakutan.
Tapi, Raja tidak jadi marah, karena apa yang dikatakan Abu Nawas
memang masuk akal. Dan begitulah, ia selamat dan Sang Raja pun
memberikannya hadiah.
Saat abu nawas melantunkan sya’ir – sya’ir yang berbau rasis maka di
masa khalifah harun ar rasyid dan khalifah al amin sempat kontro versial
bahkan sebagia golongan menganggap bahwa abu nawas telah keluar dari islam.
Kabar tersebut terdengar oleh khalifah harun ar rasyid dan khalifah al amin
akhirnya beliau mengusir abu nawas dari kotanya sebab kelakuan yang sering
membuat olah yang terkadang meresahkan masyarakat.
ار ْال َج ِحي ِْم َ َو ََل أَ ْق َوى# ًإِ ٰلـ ِه ْي لَ ْستُ ِل ْل ِف ْردَ ْو ِس أَ ْهال
ِ َّعلَى الن
Hikmah dari cerita di atas kita tidak tau keadaan akhir seseorang
seyogyanya tidak tidak boleh berprasangka burukmeski secara kenyataan dan
kelakuannya buruk namun siapa tau di akhir hidupnya semua dosa-dosa
diampuni oleh allah serta meninggal dalam keadaan khusnul khotimal. Hal itu
banyak terjadi di cerita para nabi dan sejarah dunia.