Anda di halaman 1dari 5

Ubay Bin Ka’ab

Ubay bin Ka'ab adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Ubay merupakan
sahabat yang mampu menghafal Al-Qur'an. Dia dipercaya menjadi sekretaris Nabi
untuk penulisan wahyu dan surat-surat Nabi.
Ubay adalah seorang sahabat yang berasal dari kaum Anshar dari suku Khazraj. Ubay
selalu berada di sisi Rasulullah. Dia ikut dalam Bai'at Aqabah, Perang Badar, dan
perang-perang lainnya.

Ubay juga merupakan sahabat yang bertakwa kepada Allah SWT. Dia selalu menangis
setiap kali menyebut Allah. Orang-orang yang mendengar Ubay membaca Al-Qur'an
juga ikut menangis.

Suatu hari, Rasulullah pernah bersabda kepada Ubay.

"Wahai Ubay bin Ka'ab, sesungguhnya aku diperintahkan untuk menunjukkan Al-Qur'an
kepadamu," kata Ubay, seperti dikutip dari Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW karya
Khalid Muhammad Khalid.

Mendengar ucapan Rasulullah, Ubay pun penasaran bertanya.

"Wahai Rasulullah, apakah namaku disebut kepadamu?" tanya Ubay

Rasulullah pun menjawab bahwa nama Ubay disebut penduduk langit.

"Benar, nama dan nasabmu (disebutkan) di penduduk langit," ungkap Nabi Muhammad.

Semasa hidupnya, Ubay juga dikenal sebagai panutan. Umar bin Khattab pernah
menyebut Ubah adalah junjungan kaum Muslimin.

Abu Dujanah, Sahabat yang Kejujurannya


Membuat Rasulullah Menangis
Abu Dujanah Simak bin Kharasha merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad
SAW yang sangat taat pada Allah SWT. Pria yang berasal dari kabilah Khazraj ini
hidup serba kekurangan.

Kisah hidupnya membekas di hati Rasulullah. Bahkan, Rasulullah pernah menangis


setelah mendengar cerita kelaparan yang dialami keluarga Abu Dujanah.

Suatu hari, Rasulullah menegur Abu Dujanah karena setiap usai menjalankan
ibadah salat subuh berjamaah, dia langsung pulang ke rumah. Abu Dujanah tak
pernah menunggu pembacaan doa yang dipanjatkan Rasulullah selesai.

"Hai, apakah kamu ini tidak punya permintaan yang perlu kamu sampaikan pada
Allah SWT sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdoa. Kenapa kamu
buru-buru pulang begitu? Ada apa?" tanya Nabi.

"Ya Rasulullah, kami punya satu alasan," jawabnya.

"Apa alasanmu? Coba kamu utarakan!" perintah Nabi.

"Begini. Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Nah, di
atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma
menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di
malam hari, kurma-kurma tetanggaku tersebut saling berjatuhan, mendarat di rumah
kami," kata Abu Dujanah mulai bercerita.

"Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan,
kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka
makan. Oleh karena itu, setelah selesai salat, kami bergegas segera pulang
sebelum anak-anak kami tersebut terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-
kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di rumah, lalu kami haturkan
kepada pemiliknya," sambungnya.

Abu Dujanah, Sahabat yang Kejujurannya


Membuat Rasulullah Menangis
Abu Dujanah Simak bin Kharasha merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW
yang sangat taat pada Allah SWT. Pria yang berasal dari kabilah Khazraj ini hidup serba
kekurangan.

Kisah hidupnya membekas di hati Rasulullah. Bahkan, Rasulullah pernah menangis setelah
mendengar cerita kelaparan yang dialami keluarga Abu Dujanah.

Suatu hari, Rasulullah menegur Abu Dujanah karena setiap usai menjalankan ibadah salat
subuh berjamaah, dia langsung pulang ke rumah. Abu Dujanah tak pernah menunggu
pembacaan doa yang dipanjatkan Rasulullah selesai.

"Hai, apakah kamu ini tidak punya permintaan yang perlu kamu sampaikan pada Allah SWT
sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdoa. Kenapa kamu buru-buru pulang
begitu? Ada apa?" tanya Nabi.

"Ya Rasulullah, kami punya satu alasan," jawabnya.

"Apa alasanmu? Coba kamu utarakan!" perintah Nabi.

"Begini. Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Nah, di atas
pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya
menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma
tetanggaku tersebut saling berjatuhan, mendarat di rumah kami," kata Abu Dujanah mulai
bercerita.

"Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan.
Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah
selesai salat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami tersebut terbangun dari
tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di
rumah, lalu kami haturkan kepada pemiliknya," sambungnya.
Rasulullah Menangis

Abu Dujanah melanjutkan, suatu saat dia terlambat pulang ke rumah. Anaknya terbangun
dan menemukan kurma tetangga yang jatuh dari pohonnya. Tak menunggu lama, sang anak
langsung memakan kurma tersebut.

"Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam
mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam. Mengetahui
itu, lalu jari-jari tangan saya masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang
ada di sana," jelasnya.

Abu Dujanah tak pernah membiarkan anaknya memakan kurma milik orang lain. Dia tak
ingin makanan haram itu menyebabkan keluarganya mendapat siksaan pedih di akhirat kelak.

Kami katakan, ‘Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.’ Abu Dujanah
mengatakannya sambil menggigil.

Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan.
Wahai Baginda Nabi, kami katakan kembali kepada anakku itu, ‘Hingga nyawamu lepas
pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang
haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain
kepada pemiliknya yang berhak’."

Sifat Qanaahnya Membuat Rasulullah Berkaca-kaca

Pandangan mata Rasulullah langsung berkaca-kaca mendengar pengakuan Abu Dujanah.


Butiran air mata mulianya berderai begitu deras.

Rasulullah mulai mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu
Dujanah. Abu Dujanah pun menjelaskan, pohon kurma tersebut milik seorang laki-laki
munafik.

Tanpa basa-basi, Nabi Muhammad SAW mengundang pemilik pohon kurma. Rasulullah
menawar pohon kurma dengan harga yang sangat tinggi.

"Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan
membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari
batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di
situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada," kata
Rasulullah.

Pria munafik itu lantas menjawab dengan tegas, "Saya tak pernah berdagang dengan
memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan
dan tidak pakai janji kapan-kapan.”

Tiba-tiba, Abu Bakar as-Shiddiq datang. Ia menegaskan langsung melunasi pembayaran


pohon kurma tersebut.

"Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik Pak Fulan yang
varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya)," ujar Abu Bakar.

Pria munafik terlihat sangat kegirangan. Dia akhirnya menyerahkan pohon kurma secara
simbolis kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan pohon kurma kepada Abu
Dujanah.
Tanggungan Rasulullah atas Abu Bakar

Rasulullah kemudian bersabda, "Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”

Mendengar sabda Nabi ini, Abu Bakar bergembira bukan main. Begitu pula Abu Dujanah.
Sedangkan si munafik berlalu. Dia berjalan mendatangi istrinya, lalu menyampaikan kisah
yang baru saja terjadi.

“Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih
bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku
tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku
berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun," ucapnya.

Si munafik berpikir bahwa dia benar-benr untung.

Malamnya, si munafik tertidur pulas. Keesokan harinya dia bangun dan melihat pohon kurma
sudah berpindah posisi, kini berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Seolah-olah tak pernah
sekalipun tampak pohon tersebut tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu
tumbuh, rata dengan tanah. Dia keheranan tiada tara.

Sifat Jujur Abdullah bin Mas’ud


Sifat jujur merupakan salah satu sifat yang tidak dimiliki oleh setiap orang pasalnya
banyak orang latar belakang pendidikannya bagus namun mereka tidak memiliki
kepribadian jujur, akibatnya mereka sulit untuk mendapatkan ketenangan hidup.

Orang-orang jujur ini banyak sekali kita jumpai kisah-kisahnya pada zaman Nabi
Muhammad, salah satunya yaitu kisah Abdullah bin Mas’ud yang menjadi pengembala
kambing.

Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang yang mempunyai sifat jujur. Sebelum
memeluk agama islam Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang penggembala
kambing, ia menggembala kambing milik seorang petinggi Quraisy Uqbah bin Abi
Muaith. Dari pagi hingga sore ia habiskan waktunya untuk menggembala.

Pada suatu hari saat ia menjaga ternak, ada dua orang laki-laki paruh baya yang datang
menghampirinya. Kedua laki-laki itu nampak haus dan begitu kelelahan. Mereka
kemudian memberi salam kepada Abdullah bin Masud dan memintanya untuk
memerahkan susu kambing tersebut.

Akan tetapi, Abdullah bin Masud menolak memberikan susu itu karena bukan miliknya.
"Kambing-kambing ini bukan milik saya. Saya hanya memeliharanya," katanya dengan
jujur.

Mendengar jawaban itu, dua laki-laki tersebut tak memberikan bantahan. Walau pun
sangat kehausan, mereka sangat senang dengan jawaban jujur si penggembala itu.
Kegembiraan ini sangat jelas terlihat di wajah mereka.

Ternyata kedua orang itu adalah Rasulullah dan sahabatnya Abu Bakar Ash Shiddiq. Hari
itu, keduanya pergi ke pegunungan Mekah untuk menghindari siksaan dan perlakuan
kejam kaum Quraisy.

"Apakah kau mempunyai kambing betina yang belum dikawinkan?," tanya Rasulullah.
"Ada," jawab Abdullah.
Lalu Abdullah mengajak Rasulullah dan sahabatnya melihat seekor kambing betina yang
masih muda. Kemudian, kaki kambing itu diikat. Rasulullah menyuapkan tangannya ke
tubuh kambing tersebut sambil berdoa kepada Allah.

Saat itulah turun rizki dari Allah. Tiba-tiba saja susu kambing itu mengalir sangat banyak.
Abu Bakar segera mengambil sebuah batu cekung yang digunakan untuk menampung
air susu hasil perahan.

mereka pun meminumnya bersama-sama. Setalah itu, Rasulullah berkata "kempislah".


Seketika susu kambing menjadi kempis dan tidak mengeluarkan susu lagi.

Abdullah bin Mas’ud pun takjub dan terkejut menyaksikan hal tersebut. Sebab kambing
tersebut sebelumnya belum pernah mengeluarkan air susu. Tapi di depan matanya saat
itu kambing tersebut malah mengeluarkan air susu yang banyak dan dinikmati bersama.

Itu adalah karunia Allah ujar Rasulullah. Kemudian muncul kekaguman Abdullah bin
Mas’ud kepada tamunya. Tak lama usai peristiwa itu, Abdullah kemudian memeluk
agama Islam dan menjadi salah satu penghafal Alquran terbaik.

Anda mungkin juga menyukai