Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SIFAT JUJUR DAN ADIL

Guru Pembimbing:
Firdawati, S.Pd.

Disusun Oleh:
Nanda Muhammad Reyzky
Kelas IX.1

SMPN 19 BATANGHARI
TAHUN AJARAN 2020/2021
1. Rasulullah SAW dikenal sebagai nabi yang jujur. Bahkan, dengan kejujurannya
Beliau dijuluki Al Amin yang berarti dapat dipercaya.

Namun tak hanya Rasulullah yang mempunyai sifat seperti itu. Salah satu sahabatnya
Abu Bakar juga memiliki sifat jujur. Abu Bakar sahabat yang paling dekat dengan
Rasulullah dan keluarganya.

Abu Bakar adalah orang yang hanif yaitu orang cenderung pada kebenaran. Abu
Bakar tidak pernah minum minuman keras, tidak pernah berjudi, dan berzina. Selain
itu, Abu Bakar rajin bekerja. Dia sangat ulet dan tidak pernah menyerah.

Dalam berdagang dia tidak pernah menipu. Dia sangat jujur sehingga kejujuran dan
kebaikannya dikenal banyak orang.

Dengan berdagang, Abu Bakar menjadi orang kaya dan terhormat. Banyak orang
datang kepadanya meminta bantuan. Abu Bakar tidak pernah menolak orang yang
minta pertolongannya.

Dengan lemah lembut, ramah dan murah senyum dia melayani orang-orang lemah.
Abu Bakar tidak pernah meminta balasan dari mereka.

Abu Bakar orang yang sangat mendukung dakwah Nabi Muhammad. Semua waktu,
tenaga dan pikirannya dicurahkan untuk kemajuan Islam.

Bahkan, dia tak segan memberikan seluruh hartanya untuk perjuangan tersebut. Kala
itu Rasulullah bertanya kepada sahabatnya tersebut, "Hai, Abu Bakar, kau infakkan
seluruh hartamu. Lalu apa yang kau tinggalkan untuk anak istrimu?.
Dengan tegas dia menjawab, "Aku pasrahkan anak istriku kepada Allah dan Rasul
Nya,".

Abu Bakar tak pernah takut menderita dengan memberikan semua hartanya di jalan
Allah. Menurutnya, semua penderitaan dan kesedihan tak akan terasa bila dia tetap
bersama Rasulullah.

Beliau lebih mencintai Allah dan Rasulullah dari pada keluarganya. Lantaran
kejujurannya Abu Bakar mendapat julukan sebagai As-Shiddiq (orang yang
membenarkan). Tidak itu saja, jaminan masuk surga secara langsung, pun telah beliau
genggam dari Rasulullah.

Allah berfirman dalam surat Al Layl ayat 17-21, "Dan kelak akan dijauhkan dari
neraka itu orang yang paling bertakwa, yang memberikan hartanya untuk menyucikan
diri, tidaklah bagi seorang pun selainnya yang tidak mengharap nikmat sebagai
balasan, kecuali menghendaki wajah Tuhannya yang Maha Luhur, dan niscaya
(Tuhannya) akan meridhoi,". (QS Al Layl: 17-21).

Dalam tafsir disebutkan menurut riwayat Ibnu Abbas, sekelompok kambing milik
seorang peter– nak telah merusak tanaman seorang petani saat malam hari. Sang
petani kemudian mengadukan peristiwa tersebut kepada Nabi Daud. Keputusan yang
dipilih Nabi Daud, yakni kambing-kambing tersebut harus diserahkan kepada yang
sang petani sebagai ganti rugi tanaman yang rusak.

Namun, Nabi Sulaiman berpendapat kambingkambing sang peternak diserahkan


kepada petani hanya sementara waktu. Sang peternak wajib mengganti tanaman
petani dengan yang baru. Jika tanaman tersebut telah segar seperti sedia kala, sang
peternak diizinkan kembali memperoleh kambingnya.

‘’Pemilik perkarangan yang telah rusak tanamannya menda pat hewan ternaknya
untuk dipelihara, diambil hasilnya, dan dimanfaatkan bagi keperluannya, sedangkan
perkarangannya yang telah rusak itu diserahkan kepada tetangganya pemilik
peternakan untuk dipugar dan dirawatnya sampai kembali kepada keadaan asalnya.
Kemudian, masing-masing menerima kembali miliknya sehingga tidak ada yang
mendapat keuntungan atau kerugian lebih daripada yang se patutnya,’’ ujar Sulaiman
kepada Daud.

Lagi-lagi, Nabi Daud memuji kebijaksanaan putranya. Ia pun sepakat dan memilih
keputusan Sulaimanlah yang tepat dan adil. Sang peternak dan petani pun merasa
puas. Para hadirin yang menyaksikan persidangan pun merasa kagum dengan
kecerdasan putra Daud. Padahal, saat itu Sulaiman masih sangat muda. Beberapa
menyebutkan Sulaiman berusia 13 tahun saat memutuskan perkara bayi ataupun
perkara tanaman tersebut.

2. Kisah si penggembala kambing yang jujur

Di masa Rasulullah sendiri, hanya segelintir orang yang bersifat jujur. Padahal
dengan jujur membuka pintu rizki yang melimpah.

Seperti kisah Abdullah bin Masud seorang yang punya sifat jujur. Abdullah bin
Masud merupakan seorang penggembala kambing. Dia menggembala kambing milik
seorang petinggi Quraisy Uqbah bin Abi Muaith. Dari pagi hingga sore dia
menggembala.

Pada suatu hari saat menjaga ternaknya, ada dua orang laki-laki paruh baya
menghampirinya. Kedua laki-laki itu nampak haus dan kelelahan. Mereka kemudian
memberi salam kepada Abdullah bin Masud dan memintanya untuk
memerahkan susu kambing tersebut.
Akan tetapi, Abdullah bin Masud menolak memberikan susu itu karena bukan
miliknya. "Kambing-kambing ini bukan milik saya. Saya hanya memeliharanya,"
katanya jujur.

Mendengar jawaban itu, dua laki-laki tersebut tak memberikan bantahan. Walau pun
sangat kehausan, mereka sangat senang dengan jawaban jujur si penggembala.
Kegembiraan ini sangat jelas di wajag mereka.

Ternyata kedua orang itu adalah Rasulullah SAW dan sahabatnya Abu Bakar Ash
Shiddiq. Hari itu, keduanya pergi ke pegunungan Makkah untuk menghindari
perlakuan kejam kaum Quraisy.

"Apakah kau mempunyai kambing betina yang belum dikawinkan?," tanya


Rasulullah. "Ada," jawab Abdullah.

Lalu Abdullah mengajak Rasulullah dan sahabatnya melihat seekor kambing betina
yang masih muda. Kemudian, kaki kambing itu diikat. Rasulullah menyuapkan
tangannya ke tubuh kambing tersebut sambil berdoa kepada Allah.
Saat itulah turun rizki dari Allah. Tiba-tiba saja susu kambing itu mengalir sangat
banyak. Abu Bakar segera mengambil sebuah batu cekung yang digunakan untuk
menampung air susu hasil perahan.

Ketiganya pun meminumnya bersama-sama. Setalah itu, Rasulullah berkata


"kempislah". Seketika susu kambing menjadi kempis dan tidak mengeluarkan susu
lagi.
Abullah pun takjub dan terkejut menyaksikan hal tersebut. Sebab kambing tersebut
sebelumnya belum pernah mengeluarkan air susu. Tapi di depan matanya saat itu
kambing malah mengeluarkan air susu yang banyak dan dinikmati bersama.

Itu adalah karunia Allah. Muncul kekaguman Abullah kepada tamunya. Tak lama
usai peristiwa itu, Abdullah memeluk agama Islam dan kelak menjadi salah satu
penghafal Alquran terbaik.

3. Rasulullah SAW merupakan sosok yang jujur, termasuk dalam


berbisnis.
Berikut ini adalah contoh sifat jujur dalam berbisnis seperti dicontohkan Rasulullah
SAW, dikutip dari buku Pemasaran Syariah: Teori & Aplikasi karya Nurul Huda,
Khamim Hudori, Rizal Fahlevi, Badrussa'diyah, Dea Mazaya, Dian Sugiarti.
1. Rasulullah SAW merupakan seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat
perjanjian bisnis dan tidak pernah membuat para pelanggannya mengeluh atau
komplain.
2. Beliau selalu menepati janjinya dan dalam menyerahkan atau mengirimkan barang
pesanannya selalu tepat waktu dan tetap mengutamakan kualitas barang yang telah
dipesan dan disepekati sebelumnya.
3. Dalam berbisnis, Rasulullah selalu menunjukan rasa penuh tanggung jawab dan
memiliki integritas yang tinggi di mata siapapun. Reputasinya sebagai pedagang jujur
dan adil telah dikenal luas.
4. Kejujuran dijadikan sebagai etika dasar dalam melakukan transaksi bisnis.
5. Kejujuran Rasulullah SAW dalam bertransaksi ditunjukan dengan cara
menyampaikan kondisi riil barang dagangannya.
6. Beliau pernah melarang para pedagang untuk meletakan barang busuk atau jelek di
dalam dagangannya. Beliau selalu memberikan barang sesuai dengan adanya dan
terbaik bagi konsumennya.
7. Tidak ada tawar menawar dan pertengkaran antara Rasulullah SAW dan para
pelanggannya sebagai sering terjadi pada waktu itu di pasar-pasar.
8. Segala permasalahan antara Rasulullah SAW dengan para pembeli atau penjual
selalu diselesaikan dengan damai dan adil tanpa ada kekhawatiran akan terjadi unsur
penipuan di kedua belah pihak.
4. Kisah Khalifah Umar dan Gadis yang Jujur
Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu (RA) memiliki kegemaran ronda
malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sebuah pekerjaan rutin
dalam kapasitasnya sebagai kepala negara dan amirul mukimin (pemimpin kaum
muslimin).

Sepanjang malam ia blusukan untuk memeriksa keadaan rakyatnya. Ketika melewati


sebuah rumah, Khalifah Umar mendengar suara berbisik-bisik dari rumah seorang
wanita penjual susu.

"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan penjual
susu itu. "Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."
"Benar anakku," kata ibunya.

"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan
gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya."Nak," bisik ibunya
seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita
cepat bertambah."

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ada rasa sayang
yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya. "Tidak,
Bu!" katanya cepat. "Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu
dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat
curang kepada pembeli.

"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak
akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal."Ibu, hanya karena
kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"

"Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak
ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata
ibunya memaksa. "Ayolah Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat
kita!"

"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur
susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan
kita sekalipun kita menyembunyikannya," tegas anak itu.
Ibunya hanya menarik nafas panjang. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar.
Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres.

Di luar rumah, Khalifah Umar tersenyum mendengar percakapan ibu penjual susu
dan anak perempuannya itu. Khalifah Umar pun beranjak meninggalkan gubuk itu
dan cepat-cepat pulang ke rumahnya.

Esoknya, Khalifah Umar memanggil puteranya, Ashim bin Umar. Umar


menceritakannya tentang kejujuran gadis penjual susu itu. "Anakku menikahlah
dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya. Di zaman sekarang, jarang sekali kita
jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah
yang Maha Melihat." kata Khalifah Umar.

Di dalam Kitab “Tarikh Dimasqi”, karya Al-Hafidz Ibnu ‘Asakir, menuliskan pesan
Khalifah Umar: “Pergilah kau ke sebuah tempat, terletak di daerah itu. Di sana ada
seorang gadis penjual susu. Kalau ia masih sendiri, pinanglah dia. Mudah-mudahan
Allah mengaruniakanmu seorang anak yang shalih yang penuh berkah”. (Ibnu Asakir,
Tarikh Dimasq, 70/252).

Beberapa hari kemudian, Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak
perempuan itu dengan kedatangan putera khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan
ditangkap karena suatu kesalahan.

Putera khalifah tersenyum lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak


menyunting anak gadisnya. "Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putera
khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya ibu dengan
perasaan ragu.

"Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya


ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah," kata Ashim
tersenyum.

"Ya. Aku melihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling
berpandangan dengan ibunya.

Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka.
"Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar
pembicaraan kalian," jelas Khalifah Umar.

Ibu penjual susu itu pun kaget bercampur malu. Namun, aura kebahagiaan tak dapat
disembunyikannya. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana menilai seseorang
bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya.

Pernikahan pun digelar. Setelah Ashim menikah degan gadis itu, kehidupan mereka
sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang.
Beberapa tahun kemudian, firasat Umar ternyata benar.

Ashim menikahi gadis mulia itu dan dikaruniai putri bernama Ummu Ashim. Wanita
ini lalu dinikahi oleh Khalifah Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan itu lahir
seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi khalifah dan pemimpin bangsa Arab,
yakni Umar bin Abdul Aziz.

Banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah ini. Apalagi kondisi zaman saat ini,
kebanyakan manusia tidak lagi melihat apa yang halal dan mana yang haram. Betapa
pentingnya kejujuran. Andai manusia bersabar dan memilih jalan taqwa karena takut
kepada-Nya tentu jauh lebih mulia daripada kesenangan dunia yang sesaat.

Seperti hadis yang disampaikan Nabi shallallahu alaihi wasallam (SAW): “Sungguh,
tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah
Ta’ala akan memberikan engkau (menggantikan) dengan sesuatu yang lebih baik
darinya”. (HR. Ahmad dan Al Baihaqi)

5.Kisah Umar bin Khattab Pemimpin Yang Adil

Dunia Nabi ~ Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab mengumumkan
pemberian kain dari kekhalifahan kepada kaum muslim. Pembagian ditetapkan secara
adil kepada semua orang baik kepada Negara, pejabat Negara ataupun rakyat biasa,
semuanya mendapat ukuran yang sama.

Sehingga setelah mendengar pengumuman tersebut, maka semua rakyat berbondong-


bondong pergi ketempat untuk menerima pembagian kain, begitu pula dengan Umar
bin Al-
Khattab, ia seolah-olah mendapat kain yang besar karena ukuran badannya memang
besar. Keadaan yang demikian diketahui oleh orang-orang karena pembagiannya
dilakukan secara terang-terangan, kabar tentang hal itu telah menyebar kepada
seluruh penduduk. Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab mengumumkan
pemberian kain dari kekhalifahan kepada kaum muslim. Pembagian ditetapkan secara
adil kepada semua orang baik kepada Negara, pejabat Negara ataupun rakyat biasa,
semuanya mendapat ukuran yang sama.

Sehingga setelah mendengar pengumuman tersebut, maka semua rakyat berbondong-


bondong pergi ketempat untuk menerima pembagian kain, begitu pula dengan Umar
bin Al-Khattab, ia seolah-olah mendapat kain yang besar karena ukuran badannya
memang besar. Keadaan yang demikian diketahui oleh orang-orang karena
pembagiannya dilakukan secara terang-terangan, kabar tentang hal itu telah menyebar
kepada seluruh penduduk.

6. Karena Kejujuran Ayahnya, Anak Seorang Sahabat Nabi Selamat Nyawa

Ini kisah anak seorang sahabat Nabi. Muhammad Khalid Tsabit dalam
karyanya Qishoshul Aulia menceritakan kisah tentang kejujuran Ruba’ bin Harasy. Ia
adalah seorang tabiin dari Kufah, Irak. Ruba’ bin Harsy adalah murid dari sejumlah
sahabat terkemuka Nabi saw. Ruba’ bin Harsy dikenal sebagai orang yang terkenal
kejujurannya. Seumur hidupnya ia tidak pernah berbohong.

Ia memiliki dua orang putra yang tengah diburu oleh al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi,
panglima yang dikenal amat keji, haus darah dan gemar berperang.

Hari itu al-Hajjaj tengah berkumpul bersama pasukannya dan menyinggung perihal
kedua putra Ruba’ bin Harsy yang ia cari.

Dari seorang intelijen, al-Hajjaj mendapatkan informasi bahwa ayah kedua anak itu
adalah orang yang diyakini masyarakat tak pernah berbohong seumur hidupnya. Lalu
al-Hajjaj mengutus pasukannya untuk memanggilnya. “Pasti ia akan berbohong
demi menyelamatkan kedua putranya,” gumam al-Hajjaj.

Pasukan pun kembali dengan membawa seorang kakek tua yang bungkuk dan al-
Hajjaj segera menanyainya, “Mana kedua putramu?”
Ruba’ bin Harsy spontan menjawab, “Keduanya di rumah.”

Seluruh pasukan yang hadir termasuk al-Hajjaj serentak menggelengkan kepala


seraya tak percaya atas ucapan seorang kakek tua ini.

Atas kejujuran Ruba’ bin Harsy al-Hajjaj hatinya luluh dan berkata seperti ini, “Aku
memaafkan kedua putramu atas kejujuranmu”.

Muhammad Khalid Tsabit mengutip kisah ini dari kitab Hilyat al-Auliya karya Abu
Nu’aim. Wallahualam.

7. Kisah Orang Jujur Ini Semoga Bikin Kamu Tobat Berbohong !


Umumnya tingkat kejujuran manusia sudah jadi hal yang langka. Banyak orang yang
lebih suka bohong atau ngelakuin kecurangan supaya bisa ngerubah hidup mereka
jadi lebih baik. Banyak di negeri kita ini yang tamak sama kemewahan akibat gak
jujur. Coba aja kalau koruptor di negeri ini semua jujur, gimana kehidupan
Indonesia? Bisa jadi, seenggaknya jadi lebih makmur lah. Setuju gak? Karena
kejujuran itu nomor wahid! Atau buat kamu nih coba sekarang jujur lebih sayang
mantan atau pacar kamu? Gak enak lho kalau jalanin hubungan tapi penuh dusta.
Hahaha, ngawur deh. Nih, langsung aja yuk simak orang-orang jujur yang hebat ini
masih ada di dunia. Billy Ray Harris pria asal Amerika Serikat ini adalah pengemis
dan tuna wisma sempat jadi buah bibir negara. Harris gak sengaja dapat cincin berlian
yang didapat waktu dia mengemis. Cincin itu milik Sarah Darling, dia
menjatuhkannya waktu memberi uang koin kepada Harris. Awalnya Sarah ini gak
sadar kalau cincinnya hilang. Beruntungnya cincin itu disimpan oleh orang jujur
kayak bapak ini. Cincin itu dikembaliin waktu Sarah datang bertanya ke Harris
setelah beberapa hari. Berkat kejujurannya ini, Sarah berterima kasih dengan cara
penggalangan dana yang berhasil terkumpul Rp 1,1 miliar setelah 90 hari. Kalau
orang baik mah ada aja yang ngebantu ya. Meskipun office boy tapi jiwa ibarat raja
yang jujur dan adil. Agus Chaerudin sudah bekerja sebagai OB selama 3 tahun
disalah satu bank konvensional. Dia menemukan sepuluh bundel amplop di samping
tong sampah. Kamu bisa teriak astaganaga deh kalau tahu ternyata itu amplop isi
uang Rp 100 juta terus bawa pulang deh. Tapi lain cerita Agus kembalikan uang itu
ke satpam supaya aman. Berkat kejujurannya ia dapat piagam, uang tunai Rp 175 juta
dan ada yang kasih dia umroh gratis. Meskipun gak seberapa nilai imbalannya dia
gak nuntun dan tetap bersyukur. Beruntung Lyn yang gak sengaja sewaktu dari ATM
dia nemu uang USD 20 ribu. Bisa aja ini jadi milik dia. Tapi lagi-lagi karena orang
jujur, uang ini dia ambil untuk dilaporkan ke polisi. Pemilik uang juga berterima
kasih banget nih dengan sikapnya Lyn dan dia kasih uang sebagai hadiah $ 500.
Ternyata memang Lyn ini adalah orang yang terkenal jujur. Beruntung ya kalau tiap
orang kehilangan yang nemuin Lyn Orang yang jadi trending topic di Amerika,
bukan karena gosip tapi berkat kejujurannya mau mengembalikan cek yang
jumlahnya gak tanggung senilai USD 2 juta setara dengan Rp 20 miliar. Patut
dicontoh banget nih! Meskipun awalnya Jerry sempat berniat buat cairin cek itu terus
uangnya dia pakai untuk usaha atau apa lah. Tapi niat gak baiknya kalah sama
kejujuran, dia sumbangkan uang itu ke yayasan di Nepal supaya lebih bermanfaat
uangnya. pasti dikembaliin lagi deh itu uang atau emas. Amir Azizan Hasyim
mendadak tenar di negara Malaysia dan sekitarnya. Amir ini bocah pemalu yang hits
karena sikap kejujurannya. Dia menolong ibu-ibu yang sempet kehilangan tasnya
berisi uang USD 15 ribu. Padahal dia gak tahu isi tasnya itu duit banyak. Bukan
sekedar anak yang jujur tapi dia punya hati yang ikhlas. Lho dikasih imbalan malah
nolak kok anak ini. Masih ada gak yang kaya Amir?
Itu tadi kisah orang-orang yang sempat tenar dan berani kembalikan barang yang
bukan miliknya. Gimana kamu berminat jadi populasinya mereka? Semoga setelah
baca ini jadi banyak orang yang gabung dan yang suka bohong jadi tobat ya!
Teladan Kejujuran Rasulullah

Sama halnya seperti ibadah yang berangkat dari individu, sikap jujur dan kejujuran
harus berangkat dari individu. Jujur ini sudah tentu berdampak pada kehidupan secara
luas, karena ke mana pun melangkah, apapun yang terucap, dan bagaimana pun
berperilaku, penting bagi manusia menjunjung tinggi kejujuran. Pakar bidang Tafsir
Prof KH Nasaruddin Umar dalam Khutbah-khutbah Imam Besar (2018) menjelaskan
bahwa Nabi Muhammad pernah menegaskan ‘ibda’ bi nafsik (mulailah dari diri
sendiri). Dalam Al-Qur’an juga ada penegasan, kafa bi nafsik al-yauma hasiba
(cukuplah dirimu sendiri sebagai penghisab, penentu terhadapmu).

Dari penegasan Nabi Muhammad dan wahyu Allah SWT tersebut menggambarkan
bahwa pada akhirnya diri pribadi manusia yang lebih tahu, apakah sesungguhnya diri
pribadi manusia menjadi faktor terjadinya sebuah konflik dikarenakan kebohongan
yang kita sebarkan. Apalagi di era digital seperti sekarang di mana informasi mudah
kita dapat, mudah kita buat, dan mudah kita sebarkan sendiri. Oleh kaum Quraisy
pra-Islam, Nabi Muhammad SAW mendapat julukan al-Amin, orang yang dapat
dipercaya, artinya manusia yang sangat jujur hingga mendapat predikat terhormat di
antara kaumnya. Muhammad memulainya dari sendiri dan berdampak pada kebaikan
untuk orang lain dan orang-orang di sekitarnya. Muhammad muda (12 tahun) kerap
mengikuti pamannya Abdul Muthalib untuk berdagang. Bahkan kadang-kadang ia
ikut berdagang hingga ke negeri jauh seperti Syam (Suriah). Diceritakan dalam Sirah
Nabawiyah, tidak seperti pedagang pada umumnya, dalam berdagang Muhammad
dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu baik pembeli maupun majikannya.
Muhammad juga tidak pernah mengurangi timbangan atau pun takaran. Muhammad
juga tidak pernah memberikan janji-janji yang berlebihan, apalagi bersumpah palsu.
Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dengan ijab kabul.
Muhammad pernah tidak melakukan sumpah untuk menyakinkan apa yang
dikatakannya, termasuk menggunakan nama Tuhan.

Pernah suatu ketika Muhammad berselisih paham dengan salah seorang pembeli. Saat
itu Muhammad menjual dagangan di Syam, ia bersitegang dengan salah satu
pembelinya terkait kondisi barang yang dipilih oleh pembeli tersebut. Calon
pembeli berkata kepada Muhammad, “Bersumpahlah demi Lata dan Uzza!”
Muhammad menjawab, “Aku tidak pernah bersumpah atas nama Lata dan Uzza
sebelumnya.”

Kejujuran Muhammad kala itu cukup sebagai prinsip kuat yang dipegang secara
mandiri tanpa melibatkan Tuhan sekali pun. Karena baginya, orang akan melihat dan
merasakan sendiri terhadap kejujuran yang dipegangnya selama berdagang. Prinsip
Muhammad muda ini tentu saja bertolak belakang dengan fenomena keagamaan
simbolik di zaman sekarang. Agama hanya dijadikan simbol, bukan diwujudkan
dalam akhlak mulia sehari-hari. Memahami agama secara hitam dan putih dengan
menawarkan murahnya surga. Bahkan, Allah SWT dibawa-bawa dalam aktivitas
duniawi seperti politik praktis demi kepentingan kelompoknya. Dimensi sosial tidak
terlepas dari ibadah yang diamalkan oleh seorang Muslim. Dengan kata lain,
keshalehan individual akan menjadi bermakna jika bisa mewujudkan keshalehan
sosial. Hal ini terlihat ketika ibadah puasa yang bersifat sangat pribadi ujung-
ujungnya harus diakhiri dengan mengeluarkan zakat, yaitu ibadah yang memiliki
dimensi sosial. Sama halnya shalat yang merupakan ibadah individual, tetap diakhiri
dengan salam lalu menengok ke kanan dan ke kiri sebagai simbol memperhatikan
lingkungan sosial. Hal ini membuktikan bahwa ibadah vertikal harus diamalkan
secara horisontal sehingga tercipta kehidupan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai