Anda di halaman 1dari 2

Formasi Paciran terdiri dari batugamping yang padat, umumnya merupakan batugamping

terumbu yang telah tererosi dan membentuk permukaan yang khas akibat pelarutan (karren
surface). Karakteristik permukaan menunjukkan bahwa batuan penyusunnya telah mengalami
transformasi menjadi kapur (chalky limestone). Formasi ini terdapat terutama di wilayah utara
Zona Rembang, dan terbentuk pada masa Pliosen hingga Awal Pleistosen. Beberapa lokasi
memiliki batuan yang terbentuk pada masa yang lebih tua, sejalan dengan pembentukan Formasi
Ledok dan Wonocolo di wilayah utara, serta dengan Formasi Mundu dan Lidah di wilayah
selatan. Menurut Pringgoprawiro (1983), Formasi Paciran terbentuk pada Kala Pliosen-Awal
Pleistosen, yang sejaajar secara lateral dengan Formasi Mundu dan Lidah. Walaupun demikian,
terdapat bukti umur yang menunjukkan bahwa Formasi Paciran terbentuk pada saat
pembentukan Formasi Ledok dan Wonocolo di beberapa tempat.
Zona Rembang terletak di zona lipatan antiklinorium Jawa Tengah yang memanjang dari barat
daya ke timur laut dan dibatasi oleh Sesar Kendeng di sebelah selatan dan Sesar Kujung di
sebelah utara. Struktur geologi di Zona Rembang secara umum adalah lipatan antiklinal dan
sinklinal yang terbentuk akibat proses tektonik. Menurut studi yang dilakukan oleh Arifin dan
kawan-kawan (2019), lipatan dan sesar-sesar di Zona Rembang terbentuk pada periode orogeni
Jura-Aptian yang diikuti oleh periode orogeni Neo-Tersier. Sesar-sesar tersebut mempengaruhi
arah aliran sungai dan membentuk pola sungai utama yang sejajar dengan arah sesar. Selain itu,
di daerah ini juga terdapat beberapa struktur vulkanik seperti Gunung Gading dan Gunung
Tunggangan yang merupakan sisa-sisa kegiatan vulkanik masa lalu.
Menurut Hoek dan Bray (1981), longsoran pada suatu lereng dapat terjadi dalam beberapa
bentuk atau cara yang berbeda. Terdapat empat tipe longsoran, yaitu longsoran bidang (plane
failure), longsoran baji (wedge failure), longsoran busur (circular failure), dan longsoran guling
(toppling failure) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Lereng dapat dibedakan menjadi alamiah atau buatan manusia dan terdiri dari material geoteknik
seperti tanah dan batuan. Lereng adalah permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut
terhadap bidang horisontal (Salunkhe dkk, 2017). Apabila suatu permukaan tanah membentuk
kemiringan, komponen massa tanah di atas bidang tersebut cenderung bergerak ke arah bawah
akibat gravitasi, yang dapat menyebabkan longsor pada lereng jika gaya berat yang terjadi cukup
besar (Zakaria, 2009). Sebelum melakukan analisis kestabilan lereng, perlu diketahui bagian-
bagian dari lereng agar lebih mudah dianalisis. Overall slope adalah istilah yang digunakan untuk
menyebut sudut kemiringan dari lereng secara keseluruhan, dihitung dari bagian atas lereng
(crest) hingga bagian kaki lereng (toe). Tinggi lereng keseluruhan dihitung dengan menarik garis
tegak lurus vertikal dari crest hingga toe, sedangkan lebar lereng keseluruhan diukur dengan
menarik garis horizontal dari tinggi lereng keseluruhan hingga overall slope. Gambar 2.10
menunjukkan bagian-bagian dari lereng tersebut.
Kestabilan lereng merupakan kemampuan suatu lereng untuk menahan gaya-gaya yang bekerja
pada lereng teresebut dan mencegah terjadinya pergerakan material. Tingkat kestabilan lereng
dinyatakan dalam FK, yang mana merupakan perbandingan dari gaya penahan disbanding
dengan gaya penggerak. Dalam mengevaluasi stabilitas lereng, ada ketentuan-ketentuan yang
didasarkan pada rekayasa geoteknik yang umumnya dipelajari dalam bidang mekanika tanah dan
batuan. Namun, dikarenakan material geoteknik cenderung memiliki tahanan yang lemah
terhadap geseran, maka ilmu mekanika tanah lebih banyak diterapkan dalam menganalisis dan
merekayasa lereng. Ketika sebuah lereng mengalami longsor, itu berarti secara teknis lereng
tersebut telah kehilangan kestabilannya. Sebelum longsor, lereng tersebut memiliki nilai
keamanan yang rendah. Di sisi lain, lereng yang stabil dianggap tidak mengalami pergerakan
baik ke arah bawah maupun ke atas lereng. Namun, meskipun demikian, lereng yang stabil dapat
memiliki nilai keamanan yang kecil sehingga pada suatu saat dapat mengalami keruntuhan.
Beberapa faktor yang menyebabkan longsornya lereng dari batuan adalah bentuk geometri
lereng, joint (struktur kekar) pada batuan, dan hubungan antara sistem sambungan dengan
kemungkinan timbulnya permukaan runtuh, kekuatan geser dari joint (struktur kekar) dan
diskontinuitas pada sistem batuan, dan gaya luar yang menyebabkan ketidakstabilan seperti
resapan air di antara joint (struktur kekar), beban tambahan, dan getaran seperti yang diakibatkan
oleh kendaraan, mesin, dan gempa bumi.
Ketika permukaan membentuk suatu sudut kemiringan, massa tanah atau batuan di atas bidang
gelincir akan bergerak ke arah bawah karena gravitasi. Terdapat dua jenis penyebab longsoran
lereng, yaitu pengaruh dalam (internal effect) dan pengaruh luar (external effect). Faktor
keamanan digunakan untuk mengetahui kemantapan suatu lereng dengan cara membandingkan
antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil dan gaya penggerak yang menyebabkan
terjadinya longsor.

Anda mungkin juga menyukai