BAB IV
BENTANG ALAM STRUKTURAL
IV.I. PENDAHULUAN
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol oleh struktur
geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan morfologi adalah struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah
batuan itu ada.
Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja adalah proses
tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran, patahan dan lipatan
yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah
akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang
terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintergrasi), erosi (air, angin atau glasial) serta
gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan).
Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran bentang alam
struktural adalah :
a. Pola pengaliran. Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi struktur geologi dan
litologi pada daerah tersebut.
b. Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit, lembah, lereng dan
lain-lain.
c. Bentuk-bentuk bukit, lembah dll.
d. Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur kekar,
sesar atau lipatan.
IV.2. Macam-macam Bentang Alam Struktural
Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan struktur yang mengontrolnya. Srijono
(1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam struktural berdasarkan
struktur geologi pengontrolnya menjadi 3 kelompok utama, yaitu dataran, pegunungan lipatan
dan pegunungan patahan. Pada dasarnya struktur geologi yang ada tersebut dapat ditafsirkan
keberadaannya melalui pola ataupun sifat dari garis kontur pada peta topografi.
IV.2.1. Bentang alam dengan struktur mendatar (Lapisan Horisontal)
Menurut letaknya (elevasinya)dataran dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0-500 kaki dari muka air laut.
2. Dataran tinggi(plateau/high plain ), adalah dataran yang menempati elevasi lebih dari 500 kaki
diatas muka air laut.
Kenampakan-kenampakan bentang alam pada kedua dataran tersebut hampir sama, hanya
dibedakan pada reliefnya saja. Pada daerah berstadia muda terlihat datar dan dalam peta tampak
pola kontur yang sangat jarang. Pada daerah yang berstadia tua, sering dijumpai dataran yang
luas dan bukit-bukit sisa(monadnock), yang sering dijumpai mesa dan butte. Perbedaan mesa
dengan butte adalah mesa mempunyai diameter(d) lebih besar dibandingkan dengan
ketinggiannya(h). Sedangkan butte sebaliknya.(lihat gambar IV.1)
Pola penyaluran yang berkembang pada daerah yang berstruktur mendatar adalah dendritik. Hal
ini dikontrol oleh adanya keseragaman resistensi batuan yang ada di permukaan.
IV.2.2. Bentang Alam dengan Struktur Miring
Hampir semua lapisan diendapkan dalam posisi yang mendatar. Sedimen yang mempunyai
kemiringan asal diendapkan pada dasar pengendapan yang sudah miring, seperti pada lereng
gunung api dan disekitar terumbu karang. Kemiringan lapisan sedimen yang demikian disebut
kemiringan asal dengan sudut maksimum 350(Tjia, 1987).
Kebanyakan sedimen yang memperlihatkan kemiringan, disebabkan karena adanya proses
geologi yang bekerja pada suatu daerah tersebut. Morfologi yang dihasilkan oleh proses tersebut
akan memperlihatkan pola yang memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Berdasarkan
besarnya sudut kemiringan dari kedua lerengnya, terutama yang searah dengan kemiringan
lapisan batuannya, bentang alam ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Cuesta. Pada cuesta sudut kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut
lereng yang searah perlapisan batuan. Sudut kelerengan kurang dari 450 (Thornbury, 1969,
p.133), sedangkan Stokes & Varnes, 1955 : p.71 sudut kelerengannya kurang dari 200. Cuesta
memiliki kelerengan fore slope yang lebih curam sedangkan back slopenya relatif landai pada
arah sebaliknya sehingga terlihat tidak simetri.
Hogback. Pada hogback, sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng yang
searah perlapisan batuan sekitar 450(Thornbury, 1969, p.133). sedangkan Stokes & Varnes,
1955 : p.71 sudut kelerengannya lebih dari 200. Hogback memiliki kelerengan fore slope dan
back slope yang hampir sama sehingga terlihat simetri (lihat gambar IV.2).
IV.2.3. Bentang alam dengan Stuktur Lipatan
Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan).
Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan
bagian lembah disebut sinklin.
Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat diketahui dengan menafsirkan kedudukan
lapisan batuannya. Kedudukan lapisan batuan(dalam hal ini arah kemiringan lapisan batuan)
pada peta topografi, akan berlawanan arah dengan bagian garis kontur.
yang rapat (fore slope/antidip slope), dimana garis kontur yang rapat tersebut menunjukkan
adanya gawir-gawir yang terjal dan memotong lapisan batuan. Arah kemiringan lapisan
batuannya searah dengan kemiringan landai dari topografinya (biasanya diperlihatkan dengan
punggungan yang landai/back slope/dipslope).
IV.2.4.Struktur antiklin dan sinklin
Pada prinsipnya penafsiran pada kedua struktur ini berdasarkan atas kenampakan fore
slope/antidip slope dan back slope/dipslope yang terdapat secara berpasangan. Bila antidip slope
saling berhadapan (infacing scarp), maka terbentuk lembah antiklin, sedangkan apabila yang
saling berhadapan adalah back slope/dipslope, disebut lembah sinklin. Pola pengaliran yang
dijumpai pada lembah antiklin biasanya adalah pola trellis (lihat gambar IV.3.).
IV.2.5. Struktur antiklin dan sinklin menunjam
Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari pegunungan lipatan satu arah (cuesta
dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga fore slope saling berhadapan maka
disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila tiga back slope saling berhadapan
IV.2.6. Struktur lipatan tertutup
Kubah
Bentang alam ini mempunyai ciri-ciri kenampakan sebagai berikut :
1. Kedudukan lapisan miring ke arah luar (fore slope ke arah dalam).
2. Mempunyai pola kontur tertutup
3. Pola penyaluran radier dan berupa bukit cembung pada stadia muda
4. Pada stadia dewasa berbentuk lembah kubah dengan pola penyaluran annular.
Cekungan
Bentang alam ini mempunyai kenampakan sebagai berikut :
1. Kedudukan lapisan miring ke dalam (back slope ke arah dalam)
2. Mempunyai pola kontur tertutup
3. Pada stadia muda pola penyalurannya annular.
II.2.7. Bentang Alam dengan Struktur Patahan
Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya yang bekerja pada kulit bumi, sehingga
mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan batuan. Berdasarakan arah gerak
relatifnya, sesar dibagi menjadi 5, yaitu:
- Sesar normal/ sesar turun (normal fault)
- Sesar naik( reverse fault)
- Sesar geser mendatar (strike-slip fault)
- Sesar diagonal (diagonal fault/ oblique-slip fault)
- Sesar rotasi (splintery fault/hinge fault)
Secara umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis
patahannya secara langsung. Untuk itu, dalam hal ini hanya akan diberikan ciri umum dari
kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan, yaitu :
a. Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.
b. Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir
sama.
c. Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.
d. Dijumpai sistem gawir yang lurus(pola kontur yang lurus dan rapat).
e. Adanya batas yang curam antara perbukitan/ pegunungan dengan dataran yang rendah.
f. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok tiba-tiba dan menyimpang dari
arah umum.
g. Sering dijumpai(kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat
h. Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, concorted serta modifikasi
ketiganya.
i. Adanya penjajaran triangular facet pada gawir yang lurus.
Kipas Alluvial
Facet Segitiga
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (granule, pebble, dan fragmenfragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan
menjadi lag-gravel atau bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu sama lain
saling berdekatan.
c. Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, mengkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup oleh oksida besi,
dikenal sebagai desert varnish.
Fenomena hasil proses abrasi atau korasi :
1. Bevelad stone
2. Polish
3. Grooves
4. Sculpturing (Penghiasan)
a. Bevelad stone
Beberapa sisa batuan yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan membentuk einkanter atau
dreikanter yang dalam Bahasa Inggris disebut single edge atau three edge. Einkanter terbentuk dari perpotongan
antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan arah angin yang tetap (konstan). Dreikanter terbentuk dari
perpotongan antara pebble yang posisinya overturned akibat perusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang
tetap atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan
tetap sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.
b. Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus digosok oleh angin yang mengandung pasir
(sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast), yang mempunyai kekuatan lemah, sehingga hasilnya akan lebih
mengkilat, misalnya pada kuarsit, akibat erosi secara abrasi akan lebih mengkilat.
c. Grooves
Angin yang mengandung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan membentuk suatu alur yang
dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan
kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
d. Sculpturing (Penghiasan)
Banyak perbedaan bentuk topografi diakibatkan oleh kombinasi pelapukan dan abrasi angin. Termasuk disini adalah
batujamur (mushroom rock), yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir, sehingga bentuknya
menyerupai jamur (mushroom)
d. Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih panjang akibat
kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berassosiasi dengan
barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif. Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.
e. Tranversal Dune
Tranversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin bertiup secara
tetap, misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa
punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah angin.
f. Complex dune
Conplek dune terbentuk pada daerah dengan angin berubah-ubah, pasir dan vegetasinya agak banyak. Barchan, seif
dan tranversal dumne yang berada setempat-setempat akan berkembang sehingga menjadi penuh dan akan terjadi
saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacammacam. Keadaan ini disebut sebagai complex dune.
Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6 m sampai 20
m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau
berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun,
tetapi ada juga yang samp0ai 30 m per tahun.
Loess
Daerah yang luas yang tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan Loess yang
dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain kebanyakan
endapan loess ini hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa endapan loess menutupi daerah yang sangat subur.
Penyelidikan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular, dengan
diameter kurang dari 0,5 mm. Terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, dan mika. Kebanyakan butiran-butiran
tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan ini menunjukkan bahwa loess
tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang diangkut dan diendapkan oleh angin.
Batu Jamur
tekanan gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee adalah peletusan gas ke arah
mendatar. G. Pelee pernah meletus pada 8 Mei 1902, menghancurkan kota St. Pierre
dengan serbuan awanpanas bersuhu antara 2100 2300C. Kecepatan luncurnya
yang tinggi, sekitar 150 m/detik, mnyebabkan penduduk kota tersebut tidak sempat
melarikan diri dan 30.000 jiwa menjadi korban.
6. Tipe St. Vincent
Lavanya agak kental, dan bertekanan gas menengah. Pada kawah terdapat danau
kawah, yang sewaktu terjadi letusan akan dimuntahkan ke luar dengan membentuk
lahar letusan. Setelah danau kawah kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas
gunungapi berupa bom, lapili dan awanpijar. Suhu lahar letusan adalah sekitar
1000C. Contoh tipe ini di Indonesia adalah G. Kelud yang meletus pada tahun 1906
dan 1909.
7. Tipe Perret atau tipe Plinian
Tipe ini dicirikan dengan tekanan gasnya yang sangat kuat, disamping lavanya yang
cair. Bersifat merusak dan diduga ada kaitannya dengan perkembangan
pembentukan kaldera gunungapi. Peneliti pertama tipe ini adalah Plinius (99 SM),
yaitu terhadap G. Vesivius, sehingga namanya diabadikan untuk tipe letusan
gunungapi. Contoh dari tipe ini adalah G. Vesivius, yang sebelum meletus
mempunyai ketinggian 1.335 m. Tetapi setelah terjadi letusan, ketinggian sisa
hanyalah 1.186 m, sehingga sekitar 149 m dihembuskan ke atas oleh suatu
kekuatan yang luarbiasa besarnya. Contoh di Indonesia adalah G. Krakatau yang
meletus pada tahun 1883.
Periode kegiatan dan periode istirahat letusan gnungapi sangat tergantung pada :
1. Kedalaman dan ukuran dapur magma.
2. Besarnya tenaga potensial dalam dapur magma dan besarnya tenag yang
dilepaskan.
3. Kandungan gas dan proses pembentukan gas kembali (degassing).
4. Besar-kecilnya atau ada-tidaknya gangguan kesetimbangan atas aspek fisikakimia.
5. Sifat penyaluran tenaga ke araah permukaan yang dikendalikan oleh sistem
rekahan atau pensesaran.
II.3 Morfologi Gunungapi
Morfologi gununungapi dapat dibedakan menjadi tiga zona dengan ciri-ciri yang
berlainan, yaitu :
a. Zona Pusat Erupsi
- banyak radial dike/sill
- adanya simbat kawah (plug) dan crumble breccia
- adanya zona hidrotermal
- endapan piroklastik kasar
- bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi
b. Zona Proksimal
- material piroklastik agak terorientasi
- pada material piroklastik dan lava dijumpai pelapukan, dicirikan oleh soil yang tipis
- sering dijumpai parasitic cone
- banyak dijumpai ignimbrit dan welded tuff
c. Zona Distal
- material piroklastik berukuran halus
- banyak dijumpai lahar
II.4 Macam-macam Bentang Alam Vulkanik
Bentang alam vulkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar
klasifikasi kenampakan visual morfologinya. Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984),
menggambarkan klasifikasi bentang alam vulkanik berdasarkan bentuk
morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan menjadi :
II.4.1 Bentuk Timbulan (Morfologi Positif) / Kubah Vulkanik
Merupakan morfologi gunungapi yang mempunyai bentuk cembung ke atas.
Morfologi ini dibedakan atas dasar asal kejadiannya menjadi :
a. Kerucut Semburan
- Kerucut Semburan Utama
Merupakan morfologi kerucut semburan yang terbentuk oleh erupsi lava yang
bersifat kental/andesitik.
- Kerucut Parasit (Parasitic Cone)
Merupakan morfologi yang terbentuk sebagai hasil erupsi gunungapi yang berada
pada lereng gunungapi yang lebih besar.
- Kerucut Sinder (Cinder Cone)
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh erupsi kecil yang terjadi pada kaki
gunungapi, berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.
b. Kubah Lava (Lava Dome)
Merupakan morfologi yang berbentuk kubah membulat yang terbentuk oleh magma
yang sangat kental, biasanya dacite/rhyolite. Kubah terdiri dari satu atau lebih
aliran lava individu.
c. Gunungapi Tameng/Perisai
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh aliran magma cair encer, sehingga pada
waktu magma keluar dari lubang kepundan, meleleh ke semua arah dala jumlah
besar dari suatu kawah besar/kawah pusat dan menutupi daerah yang luas yang
relatif tipis. Sehingga bentuk gunung yang terbentuk mempunyai alas yang sangat
luas dibandingkan dengan tingginya.
Sifat magmanya basa dengan kekentalan rendah dan kurang mengandung gas.
Karena itulah erupsinya lemah, keluarnya ke permukaan bumi secara
effusif/meleleh. Akibatnya lerengnya landai (20 100) tingginya tidak seberapa
dibanding diameternya, dan permukaan lereng yang halus. Contohnya adalah
gunungapi di Hawaii (Mauna Loa, Kilauea).
d. Dataran Vulkanik
Secara relatif, dataran vulkanik dicirikan oleh puncak topografi yang datar, dengan
variasi beda tinggi yang tidak mencolok. Macam-macam dataran vulkanik
diantaranya adalah dataran basal, plato basal dan dataran kaki vulkan.
e. Vulkan Semu
Vulkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunungapi, bahan pembentuknya
berasal dari vulkan yang berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut
terhadap suatu vulkan yang sudah lama tidak menunjukkan kegiatannya (mati).
Morfologi ini kemungkinan dihasilkan oleh suatu sistem patahan mayor yang
melintasi gunungapi aktif dan mampu mengangkat massa yang besar. Morfologi
vulkan semu ini sering disebut Gunung Gendol. Gunung Gendol adalah bukit kecil di
daerah muntilan , Jawa Tengah pada dataran kaki vulkan G. Merapi.
Vulkan semu jenis lain adalah lajuran vulkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang
terbentuk bila suatu kubah vulkanik tererosi sehingga tinggal berbentuk lajuran.
Biasanya, di sekitar vulkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang.
II.4.2 Depresi Vulkanik (Morfologi Negatif)
Depresi vulkanik adalah morfologi bagian vulkan yang secara umum berupa
cekungan. Berdasarkan material pengisinya depresi vulkanik dibedakan menjadi :
a. Danau Vulkanik
Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk
danau.
b. Kawah
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5
km, dan tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan. Berdasarkan asal
mulanya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedang berdasarkan
letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan kawah kepundan dan kawah
samping (kawah parasiter). Pengisian kawah oleh airhujan akan menyebabkan
terbentuknya danaukawah. Dan letusan pada gunungapi yang mempunyai
danaukawah akan menyebabkan terjadinya lahar letusan yang bersuhu tinggi.
c. Kaldera
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului
oleh amblesan pada komplek vulkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera
ini sering muncul gunungapi baru. Menurut H. William (1947), berdasarkan proses
yang membentuknya kaldera dibedakan menjadi :
1. Kaldera letusan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang
sangat kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan mnyemburkan massa
batuan dalam massa yang sangat besar. Kaldera Bandai-san di Jepang dan Tarawera
di New Zealand termasuk dalam jenis ini.
2. Kaldera runtuhan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan yang berjalan
cepat yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga
menyebabkan kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan magma di
dalam waduk pun akan menyebabkan runtuhnya bagian atas dapur magma, dan
Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus
yang bersuhu tinggi (hingga 12000 C). Suspensi ini berat sehingga mengalir
menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat menapai
10 20 km. Dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunung
Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar
hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat hembusan
awan panas ini.
e. Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan
gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron - 0.2
mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti
yang terjadi pada saat letusan G. Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas
apabila terlalu banyak mengisap abu gunungapi dan menimbulkan penyakit
silikosis, yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada
paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika
bebas.
f. Gas Beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya
mengeluarkan gas CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2 dan gas lain yang jumlahnya
sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm (part per million), CO2 5,00 ppm,
sedangkan gas H3As yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yanga
dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung
terbakar pada saat terjadi letusa gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila
gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di
Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga
letaknya berada pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat
permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu
bahaya sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari
batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik blok, bom, lapili, tuff, abu maupun
longsoran kubah lava. Apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau
setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh
aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang biasa disebut alira lahar. Aliran
lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan melalui apa saja yang
ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun
tanggul sungai yang dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di
setiap daerah gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi
bencana yang ada baik primer maupun sekunder. Seperti yang dilakukan oleh
Jawatan Vulkanologi pada G. Merapi.