# https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/q0vsi1313
2. Nabi Ayub
Diriwayatkan bahwa nabi Ayyub itu orang yang sangat kaya. Ia memiliki peternakan, kebun,
dan sawah. Secara fisik, Nabi Ayyub dianggap sempurna. Gagah dan tinggi. Istrinya pun cantik
luar biasa. Tak hanya itu, Allah juga mengaruniai beliau 12 anak laki-laki yang juga sama
gagahnya dan sama pinternya.
Diriwayatkan pula, nabi Ayyub merasakan kesenangan hidup, kebahagiaan, berlimpah
harta, selama 20 tahun lamanya. Dua puluh tahun tanpa cobaan. Hingga pada suatu hari
datanglah tiga hari ini.
Hari pertama, Allah datangkan penyakit kulit yang memenuhi sekujur tubuh nabi Ayyub,
penyakit itu menular, akhirnya nabi Ayyub ditinggalkan sama orang-orang. Fisiknya yang gagah
pun lama-lama mulai memudar seiring penyakit itu menyebar ke tubuh beliau. Karena hal itu,
beliau harus pindah ke tempat yang jauh sekali, ditemani oleh istrinya.
Hari kedua, Allah mencabut nyawa 12 orang anak beliau. Diceritakan, pada saat mereka
sedang berkumpul bersama, tiba-tiba bangunannya roboh, dan membuat mereka meninggal
seketika.
Hari ketiga, Allah mengambil habis seluruh hartanya nabi Ayyub. Tidak ada yang tersisa
saat dalam keadaan sakit, anak meninggal, harta habis. Masya Allah, siapa yang kuat diberikan
cobaan seperti ini?luar biasa sekali.
Namun, disinilah dapat diketahui bahwa nabi Ayyub berjiwa pemenang, tidak pernah
mengeluh bahkan Alqur’an sendiri pun mengakui bahwa nabi Ayyub itu orang yang sangat
penyabar.
Allah ta’ala mengisahkan Ayyub dan cobaan yang menimpa anak, dan tubuhnya. Ayyub a.s.
memiliki banyak binatang,tunggangan,binatang ternak kebun, anak, dan tempat tinggal. Namun,
pada akhirnya seluruh kekayaanya habis. Sekujur tubuh Ayyub pun tertimpa penyakit lepra.
Kedua organ tubuh inilah yang digunakan untuk berdikir kepada Allah ta’ala. Nabi SAW
bersabda, “Manusia yang berat cobaanya adalah para nabi,kemudian orang-orang soleh,
kemudian orang-orang yang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang selanjutnya”.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Ummair, dia berkata, Ayyub
mempunyai dua orang saudara. Pada suatu hari keduanya menengok, namun mereka tidak
dapat mendekati Ayyub karena demikian baunya keduanya kemudian berdiri manjauh darinya.
Salah seorang saudaranya derkata, andaikan Allah mengetahui andaikan Ayyub memiliki
kebaikan niscaya Allah akan mengujinya dengan penyakit ini. Maka Ayyub pun sangat terpukul
lantaran ucapanya tersebu. Lalu Ayyub berkata, sesungguhnya engkau mengetahui bahwa aku
tidak pernah tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan aku mengetahui ada orang yang
kelaparan, maka benarkanlah pernyataanku” kemudian ucapanya itu dibenarkan oleh suara dari
langi, sementara kedua saudaranya pun mendengar, kemudian Ayyub pun berkata “Ya Allah
sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak perbah memiliki sebuah baju sedangkan aku
pun mengetahui orang yang telanjang. Maka benarkanlah pernyataanku. Kemudian ucapanya
itu dibenarkan oleh suara dari langit sedangkat kedua saudaranya pun mendengar, kemudian
Ayyub berkata, “Ya Allah demi keagunganmu” lalu Ayyub bersungkur dan bersujud. Ayyub
melanjutkan “Ya Allah demi keagunganku, aku tidak akan mengangkat kepalaku sehingga enkau
menyambuhkanku.” Belum lagi Ayyub mengangkat kepalanya, penyakit itu pun lenyap dari
tubuhnya.
Nabi Ayyub a.s. sangat bersabar. Yazid bin Maisarah berkata, “Tatkala Allah menguji Ayyub
a.s. dengan kehilangan istri, harta kekayan, dan anak, serta tidak ada satupun yang tersisa lagi, ia
justru lebih bagus dzikirnya. Ayyub berkata, “Wahai Tuhan segala Tuhan yang telah berbuat
ihsan kepadaku, aku memuji-Mu. Engkau telah memberiku harta dan anak. Tidak ada satu pun
dari hatiku melainkan tersakiti oleh keduanya. Lalu engkau mengambil keduanya. Lalu engkau
mengambil semuanya itu dariku, maka aku dapat mencurahkan kalbu sehingga tidak ada satu
perkara pun yang menghalangi antara aku dan engkau. Andaikan musuhku iblis mengetahui apa
yang telah enkau lakukan terhadapku, niscaya dia hasud kepadaku.”
#jurnal 2691
3. Nabi Ibrahim
Ambil contoh, kesabarannya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam ketika hendak dibakar oleh raja
Najsi, kemudian malaikat Jibril hendak menolong, tetapi karena kesabaran dan keyakinan Nabi
Ibrahim ‘Alaihissalam di atas keimanannya para malaikat pada saat itu, maka Allah memberikan
pertolongan untuk mendinginkan api dengan suhu yang tidak membakar Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam dan beliau lulus dalam ujian tersebut.
Begitu pula ketika ada perintah Allah melalui mimpi, (mimpi para Nabi adalah wahyu) untuk
menyembelih anaknya, Ismail ‘Alaihissalam, keduanya dengan keyakinan yang kuat dan
kesabaran yang tak tertandingi melaksanakan perintah tersebut.
Dalam menerima ujian, tentu kita tidak akan mampu sekuat dan sesabar kaum alim ulama
yang menunjukkan ketaqwaaannya kepada Rabb-nya dengan cara yang luar biasa. Dikisahkan
pula tentang kisah kesalehan Urwah Bin Zubair, ulama yang sangat alim. Beliau adalah salah satu
dari Tujuh Fuqaha Madinah, yaitu sebutan untuk sekelompok ahli fiqih dari generasi tabi’in yang
merupakan para tokoh utama ilmu fiqih di kota Madinah setelah wafatnya generasi sahabat
yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad.[1]
Ibnu Khillikan menyebut beliau sebagai orang yang alim, saleh sekaligus memberi contoh
manusia yang sabar dan tabah dalam menghadapi takdir Allahﷻ. Dikisahkan saat hendak pergi
menemui Walid bin Abdul Malik, beliau mendapati musibah pertama yang menimpanya, anak
kesayangannya meninggal dunia karena terinjak binatang ternak dan meninggal dunia seketika.
Dalam keadaan demikian, beliau tetap melanjutkan perjalanannya dengan tetap memuji
kebesaran Allahﷻ, tidak ada perasaan kecewa terhadap takdir yang Allah berikan tersebut.
Beliau bahkan memuji dengan kata yang menyejukkan hati dengan tetap yakin bahwa jika Allah
memberikan ujian, pasti memberikan maaf, demikian juga ketika Allah mengambil sesuatu
darinya, pasti akan memberi pengganti yang lebih baik.
Setelah kejadian tersebut, beliau mendapat ujian lagi. Kakinya tertimpa penyakit kudis yang
sangat parah. Dokter-dokter pada waktu itu sudah angkat tangan karena penyakitnya sudah
kronis, hingga kemudian diambillah keputusan untuk mengamputasi kaki Urwah Bin Zubair.
Eksekusi dilakukan dengan mendatangkan para jagal. Saat itu belum ada ilmu anestesi seperti
kemajuan dunia kedokteran saat ini, sehingga beliau disarankan untuk minum khamr (minuman
keras) agar tidak merasa sakit saat diamputasi, beliau menjawab, “Aku tidak akan
memanfaatkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah hanya karena ingin sembuh.” Selain itu,
beliau juga menolak untuk meminum obat tidur dan bersikeras untuk tegar menahan rasa
sakitnya. Di sela-sela proses pemotongan kakinya tersebut, beliau tidak henti-hentinya
mengucapkan kalimat tahlil dan takbir. Dalam cerita lain, dikisahkan tentang momen
pemotongan itu dilakukan sewaktu Urwah sedang shalat sesuai dengan permintaannya. Setelah
pemotongan kaki selesai dilakukan, beliau mengatakan:“Demi Allah selama 40 tahun saya belum
pernah melangkahkan kaki ke tempat haram dan saya bersyukur bisa mengembalikan kakiku
kepada Rabbku dalam keadaan suci.
Sikap Urwah ini menunjukkan betapa tingginya kesabaran beliau dalam menerima takdir
Allahﷻ. Mendapat musibah bertubi-tubi, tidak membuatnya lantas mengeluh tetapi malah
memuji kebesaran Tuhannya. Ia merasa bahwa ujian yang datang menimpanya, tidak sebanding
dengan nikmat Allah yang begitu banyak. Orang yang menyatakan keimanannya kepada Allah
dengan bersungguh-sungguh, menyikapi sakit dengan hati yang tenang dan ikhlas, karena tahu
inilah kesempatan Allah menguggurkan dosa-dosa dan kesalahannya. Mereka tahu inilah
kesempatan untuk berdoa dan berdzikir serta berhusnudzon kepada Allah ﷻ, karena semua atas
izin-Nya dan semua akan kembali kepadaNya.
# https://dppai.uii.ac.id/mengambil-hikmah-kisah-urwah-bin-zubair-dalam-menghadapi-
takdir-allah/
# https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/q9chzz458