Anda di halaman 1dari 18

‘’UJIAN DAN KETELADANAN MANUSIA’’

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Tafsir Ijtima’i

Dosen pengampu: Muslih M. Ag

Disusun Oleh:

Raushan Fikr Waly El-Islamy (11200340000018)

Abdy Rizki (11200340000024)

Ananda Maulana (11200340000)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Azza


Jalla, Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Pelimpah Rahmat,
Pengatur alam dan keteraturan hidup makhluk dan hamba-Nya, yang telah
memberi kekuatan untuk dapat beribadah dan menyembah hanya kepadaNya
yang Maha Esa, sehingga atas kehendak-Nya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad
Saw. yang telah membawa umat manusia dari jalan jahiliah ke alam hidayah
dan petunjuk.

Makalah ini adalah makalah mata kuliah Tafsir Ijtima’i dengan judul “Ujian
dan Keteladanan Manusia”. Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak
Muslih M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ijtima’i serta kepada
rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami
mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan baik
disengaja atau yang tidak sengaja di dalam penulisan makalah ini. Pada
akhirnya, hanya kepada Allah Swt. Penyusun berserah dan berlindung. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan terutama bagi
penyusun sendiri.

Jakarta, Maret 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang menerangkan pesan-pesan kehidupan
untuk manusia. Baanyak pelajaran-pelajaran dari suatu peristiwa yang dapat dijadikan
pegangan untuk tetap yakin bahwa Allah Swt tidak pernah lalai terhadap hambanya.
Ayat-ayat yang memberi nilai-nilai ketauladanan itu ditafsirkan oleh banyak mufasir
dengan berbagai pendekatan. Penafsiran tersebut tidak terlepas dari adanya riwayat-
riwayat atsar yang diketahui. Sehingga para penafsir cukup terbantu untuk
menggambarkan peristiwa yang termuat di dalam al-Qur’an. Satu dari contoh ayat-
ayat kehidupan itu adalah QS. Shad ayat 41-44, yang menceritakan kondisi hidup nabi
Ayub ketika menderita sakit yang lama. Ujian yang diterima nabi Ayub memberi
banyak pelajaran dan tauladan sebab kekuatannya untuk tetap beriman kepada Allah
Swt dalam kondisi yang sangat lemah. Satu dari contoh ujian dalam ayat-ayat
kehidupan di dalam al-Qur’an itulah yang mendasari penulis untuk membahas tema
ujian dan ketauladanan dalam penafsiran.
B. Rumusan Masalah
1. Tafsir Ijtima’i menurut para ulama tafsir tentang Q.S. Al Anbiya : 83-84

2. Tafsir Ijtima’i menurut para ulama tafsir tentang Q.S. Shad : 41-44

C. Tujuan Penulisan
1.Mengetahui tafsir ijtima’i menurut para ulama tafsir tentang Q.S. Al Anbiya : 83-84
2.Mengetahui tafsir ijtima’i menu3rut para ulama tafsir tentang Q.S. Shad : 41-44
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Q.S. Al Anbiya : 83-84

‫اح ِمي َْن‬ َّ ‫ض ُّر َواَ ْنتَ اَ ْر َح ُم‬


ِ ‫الر‬ َّ ‫َواَيُّ ْو َب ا ِْذ نَ ٰادى َربَّهٗٗ اَنِ ْي َم‬
ُّ ‫سنِ َي ال‬
83. Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku),
sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang
dari semua yang penyayang.”

‫ش ْفنَا َما بِهٗ ِم ْن ض ٍُّر َّو ٰاتَي ْٰنهُ اَ ْهلَهٗ َو ِمثْلَ ُه ْم َّمعَ ُه ْم َرحْ َمةً ِم ْن ِع ْن ِدنَا‬
َ ‫ستَ َج ْبنَا لَهٗ فَ َك‬
ْ ‫فَا‬
‫َو ِذك ْٰرى ِل ْل ٰعبِ ِدي َْن‬
84. Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya
dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah
mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua
yang menyembah Kami.

Tafsir Al-Khanzin

Dalam menafsirkan ayat ini, al-Khazin mengutip kisah-kisah yang


bertentangan dengan akal dan risalah Islam. Ia memasukkan pemberitaan yang
disampaikan oleh Wahab bin Munabbih yang berkata bahwa: “Nabi Ayub merupakan
seorang laki-laki dari bangsa Rum (Romawi). Nama lengkapnya adalah Ayub bin
Amoz bin Tarih bin Rum bin Ishak bin Ibrahim, ibunya merupakan keturunan
daripada Nabi Luth bin Arom. Allah SWT memilihnya sebagai Nabi dan
membentangkan bumi untuknya. Ia memiliki bangunan di Negeri Balqa, ibu kota
Jawazim. Ia mempunyai sapi, kambing, kuda, keledai dan mempunyai harta yang
berlimpah ruah, tanah yang berbidang-bidang, dan keturunan yang banyak.13 Ia juga
mempunyai 500 orang budak. Dan Allah memberinya keturunan berupa lakilaki dan
perempuan. Ia juga memberi makan anak-anak yatim, janda-janda janda dan juga
memuliakan tamu”.
Ia senantiasa bersyukur atas nikmat Allah, senantiasa memenuhi kewajibannya
kepada Allah dan enggan mengikuti iblis yang merupakan musuh Allah. Kemudian di
langit iblis mendengar ucapan atau sholawat dari malaikat kepada nabi Ayub,
begitupun Allah yang senantiasa menyebut nama Nabi Ayub. Iblis merasa cemburu
sehingga ia merasa iri dan dengki kepada Nabi Ayub. Kemudian ia naik dengan cepat
sehingga berada di langit dan dia berkata: “aku melihat perihal tentang Nabi Ayub.
Eng (Al-Qur'an 2019)kau (Allah) telah memberinya nikmat dan Kau ‘afiatkan lalu dia
memuji-Mu, lalu iblis berkata: “ujilah dia dengan Kau ambil seluruh harta ataupun
nikmatnya pasti dia tidak lagi bersyukur dan beribadah kepada-Mu”. Lalu Allah
berkata: “pergilah, Aku mempersilahkanmu wahai iblis untuk mengujinya lewat
hartanya”. Lalu iblis berangkat dan mengumpulkan para syaitan dan jin untuk
menguji Nabi Ayub.

Mana kala iblis melihat bahwasanya dia telah memusnahkan hartanya Nabi
Ayub namun Nabi Ayub tetap tidak tergoyahkan imannya. Lalu iblis kembali
menghadap Allah dan berkata “wahai Tuhanku, sesungguhnya Nabi Ayub itu telah
Kau berikan anak, bagaimana kalau aku menggoda Nabi Ayub lewat anaknya karena
musibah yang menimpa lewat anak ini tidak akan bisa disandang oleh siapapun, lalu
Allah menjawab “silahkan kamu menggoda Nabi Ayub lewat anaknya”. Lalu
berangkatlah iblis mendatangi anaknya, ketika itu anak-anaknya berada di istana lalu
mereka (iblis) menggoncangkan istana tersebut sehingga istana tadi bergoncang lalu
rubuh akhirnya menimpa anak-anak Nabi Ayub dan akhirnya meninggal semua. Lalu
iblis datang kepada Nabi Ayub dan berwujud sebagai seorang penasehat dan
berpenampilan seperti orang luka diwajahnya, lalu mengabarkan kepada Nabi Ayub
bahwa anak-anaknya telah meninggal dunia.

Lalu Nabi Ayub bersedih dan menangis karna mendengar berita tersebut.
Setelah itu ia mengambil segenggam tanah lalu berkata “andaikan ibuku tidak
melahirkanku”. Lalu iblis pun bergembira. Namun seketika itu Nabi Ayub langsung
sadar dan beristighfar dan Allah pun mengampuninya. Lalu iblis pun merasa kalah
lagi karena tidak berhasil menggoda Nabi Ayub. Kemudian iblis kembali berkata
kepada Allah, “wahai Tuhanku sesungguhnya Engkau telah memberi nikmat berupa
harta, anak dan kesehatan badan kepada Nabi Ayub”, lalu iblis meminta ijin untuk
menguji Nabi Ayub melalui kesehatan badannya dan Allah pun mengijinkannya.
Kemudian iblis pergi mendatangi Nabi Ayub, dimana ketika itu Nabi Ayub
sedang bersujud, kemudian iblis meniup hidung Nabi Ayub dan muncullah penyakit
gatalan diseluruh tubuhnya, bahkan karena sangat gatal ia menggaruk badannya
dengan batu atau sesuatu yang kasar bahkan hingga dagingnya terlepas dan akhirnya
membusu, dan akhirnya ia diusir oleh penduduk kampung dan ditempatkan disuatu
tempat. Semua orang menjauhinya kecuali istrinya. Kemudian 3 orang sahabatnya
melihat apa yang sedang menimpa dirinya dan ikut menjauhi Nabi Ayub.

Lalu ada anak kecil yang membela Nabi Ayub atas ujian yang dideritanya,
kemudian anak kecil itu berkata “Kalian tidak mengetahui dan juga tidak
diperlihatkan oleh Allah. Penyakit ini bukan murka Allah atau dihilangkannya
kemulian Nabi Ayub. Allah memberikan ujian kepada orang-orang shiddiqin (orang
yang benar) atau orang beriman itu bukan bukti bahwa Allah itu murka, namun ujian
tersebut adalah untuk meninggikan derajatnya.

Dari penafsiran al-Khazin tentang kisah Nabi Ayub di atas dapat penulis
simpulkan bahwa kisah israiliyat yang dikutip dari Wahab bin Munabbih ini tergolong
dalam ad-dakhil. Secara eksplisit, kisah yang disebutkan di atas tidaklah masuk akal
bahkan bertentangan dengan risalah Islam. Dimana dalam kisah israiliyat tersebut
diceritakan dialog antara iblis dan Allah SWT., yang menggambarkan bahwa iblis iri
kepada Nabi Ayub dan meminta Allah untuk mengujinya, lalu Allah mengikuti
keinginan iblis untuk menguji keimanan Nabi Ayub, yang mana hal ini sangat
bertentangan dengan sifat-sifat Allah. Kemudian, penggambaran tentang penyakit
yang diderita oleh Nabi Ayub dimana iblis hanya meniup hidung Nabi Ayub dan
seketika Nabi Ayub menderita penyakit gatal yang sangat parah hingga kulitnya
terlepas dan membusuk. Kisah ini sangat tidak masuk akal dan berlebihan.

Secara nalar, segala ujian yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ayub
tersebut bukanlah didasarkan atas rasa iri iblis yang kemudian menginginkan ujian
bagi Nabi Ayub. Akan tetapi, ujian-ujian tersebut adalah kehendak Allah yang
diberikan untuk orang-orang terpilih agar mengetahui tingkat keimanannya, salah
satunya kepada Nabi Ayub yang merupakan seorang Nabi pilihan Allah.

B. Tafsir Q.S. Shad : 41-42


ٍّ ‫عذَا‬
‫ب‬ َ ‫ب َّو‬ ْ ُ‫شي ْٰطنُ بِن‬
ٍّ ‫ص‬ َّ ‫ب اِذْ نَ ٰادى َربَّهٗٗ اَنِ ْي َم‬
َّ ‫سنِ َي ال‬ َ ‫َواذْك ُْر‬
َ ‫ع ْب َدنَا اَيُّ ْو‬

َ َ ‫ُض بِ ِرجْ ِلكَ ٰهذَا ُم ْغت‬


‫سل بَ ِارد َّوش ََراب‬ ْ ‫ا ُ ْرك‬

Artinya : Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya,
“Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.”
Allah berfirman), “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk
mandi dan untuk minum.”

Tafsir Azhar

Ayat 41

“Dan ingatlah hamba Kami Ayyub. Jalan yang diten.puh oleh Nabi yang
seorang ini lain lagi, berbeda dengan dua Nabi yang dahulu disebut, Daud dan
puteranya Sulaiman. Kedua Nabi ini adalah Raja, hidup dalam kemewahan, dalam
istana dilingkari oleh kekayaan dan rezeki yang berlimpah-limpah. Namun dalam
kedudukan setinggi ini datang juga ujian ter- hadap diri mereka. Sedang Ayyub
ini, menurut umumnya ahli tatsir dahulu beliau ini seorang yang kaya-raya, namun
kemudian jatuh melarat. Sesudah itu jatuh sakit. “Seketika dia menyeru Tuhannya.
“Sesungguhnya aku telah di- ganggu oleh syaitan dengan kepayahan dan
siksaan.”

Tafsir dari ayat ini sudah tentu dicampuri lagi oleh Israiliyat, dongeng-
dongeng Bani Israil yang ada pula tatsir yang meyakininya dan sangat disukai
untuk bumbu-bumbu cerita oleh tukang-tukang penyebar khabar ganjil, untuk
didengar oleh orang-orang yang senang mendengar cerita-cerita demikian. Di
antaranya dikatakan bahwa syaitan minta izin kepada Allah hendak memper-
dayakan dan mengganggu Ayyub dan permintaannya itu dikabulkan Tuhan. Yang
pertama sekali diganggu hartabendanya sehingga habis punah. Kemudian diganggu
pula badan dirinya sendiri, sehingga penuhiah batang tubuhnya oleh kudis-kudis
yang membuat jijik orang yang mendekatinya karena hanyir baunya.

Ada kebiasaan orang apabila selesai sembahyang memberi salam ke kanan


dan ke kiri, sehabis memberi salam itu lalu menyapukan telapak tangannya ke
tempat sembahyang lalu. menyapukannya ke ubun-ubunnya. Kata mereka
perbuatan menyapu lantai dengan telapak tangan dan membawanya ke ubun- ubun
itu ialah menuruti perbuatan Nabi Ayyub ketika beliau memilih ulat yang
berserakan ke tempat sujudnya dari ubun-ubunnya kalau dia sujud. Maka kalau dia
telah selesai sembahyang, dari sangat kasihannya kepada ulat-ulat itu, lalu
disapunya dari tempat sujudnya dan dikembalikannya kepada ubun-ubunnya.

Alangkah kotornya! Masukkah di akal Nabi Ayyub memilihi kembali ulat


yang tumpah dari kepalanya? Penyakit apakah gerangan itu, yang sampai ulat- ulat
berjalaran di kepala, lalu dipilih kembali dan dikembalikan ke kepala oleh orang
yang bersangkutan? Yang dapat dipertanggungjawabkan kisahnya, sebagaimana
diringkaskan oleh Ibnu Katsir dalam tatsirnya ialah bahwa Nabi Ayyub pada
mulanya adalah seorang yang termasuk kaya, kemudian jatuh miskin. Setelah
miskin datang suatu penyakit, sehingga perbelanjaan untuk berobat tidak ada.
Melihat penyakit itu sebangsa penyakit penular, seganlah orang menghampirinya,
karena takut akan ketularan. Namun yang tetap setia mendampingnya tinggal- lah
isterinya saja. Keluarnya hanya sebentar-sebentar untuk mencari bekal akan
dimakan, kemudian kembali pula. Penyakit yang berat itu ditahankannya dengan
sabar.

Yang penting jadi perhatian kita sebagai teladan yang ditunjukkan oleh
seorang Nabi Allah ialah ketahanannya menderita dan kepercayaannya yang teguh
kepada Tuhan, bahwa suka dan duka, duka dan suka senantiasa datang berganti
dalam dunia ini. Dia tidak mengeluh melainkan berdoa dan caranya memohon
kepada Allah benar-benar menunjukkan jiwa yang sangat yakin kepada belas
kasihan Tuhan.1

Ulama Mazhab Maliki yang terkenal, yaitu Ibnul ‘Arabi membantah segala
cerita penderitaan Nabi Ayyub yang dihubung-hubungkan orang dengan Iblis atau
syaitan itu demikian. “Apa yang dikatakan oleh tukang-tukang tatsir bahwa Iblis
bertempat di langit ketujuh sehari dalam setahun adalah perkataan yang batil.
Sebab dia telah diusir dari sana ke bumi ini dengan laknat, kutuk dan sumpah.
Mana mungkin dia akan dibiarkan naik ke tempat yang diridhai Allah? Lalu naik
ke langit ketujuh tempat semayam Nabi-nabi? Menembus lapisan langit yang lain,
lalu duduk di tempat kedudukan Ibrahim al-Khalil? Cerita yang karut ini tumbuh
ialah karena kebodohan yang mengarangnya saja. Kata-kata dalam cerita ini yang

1
Hamka, tafsir Al Azhar
mengatakan bahwa Allah bertanya kepada syaitan apakah engkau sanggup
memperdayakan hambaKu Ayyub? Itu pun kata yang pasti batilnya.

Karena Allah Ta‘ala tidaklah menjelaskan bahwa Dia akan bercakap-cakap


dengan orang-orang yang menggolongkan dirinya jadi tentara Iblis, bagaimana
pula Allah akan bercakap-cakap dengan pemimpin seluruh kesesatan? Adapun kata
mereka, Allah telah berkata: “Telah Aku beri engkau hai Iblis kekuasaan
sepenuhnya atas hartabendanya dan anak-anaknya, itu mungkin dalam kekuasaan
Allah, tetapi tidak ada sangkut pautnya dalam kisah ini. Dan kata mereka bahwa
Iblis telah meniupkan ke atas tubuh Ayyub setelah dia menguasainya, itu pun
sangat jauh.

Sebab Allah Maha Kuasa akan membuat tubuh Ayyub sakit dengan tidak
usah Aliah lakukan dengan memakai tenaga syaitan, bahkan memadai Allah hanya
tinggal mengakui saja. Kutuk Allah atas Iblis itu, tidaklah akan sampai Iblis
dibiarkan Ailah berkuasa atas hartabenda Nabi-nabi dan kaum keluarganya dan diri
beliau-beliau. Adapun ocehan mereka bahwa Ibiis berkata kepada isteri Nabi
Ayyub, bahwa dia adalah tuhan penguasa bumi ini, yang kalau ditinggalkan
mengingat Allah dan sujud kepadaku, niscaya akan aku sihatkan dia kembali;
semua kamu tahu bahwa jika ada yang menawarkan semacam ini kepadanya
sedang dia sakit, tidak jugalah dia akan boleh mengakui bahwa yang berkata itu
tuhan penguasa bumi dan tidaklah dia akan sujud kepadanya, walaupun dia dijanji-
kan akan sembuh.

Ayat 42

Hantamkanlah kakimu!” Setelah datang masanya Tuhan hendak melepaskan


hambaNya Ayyub yang dicintaiNya itu dari per- cobaan yang berat itu, datanglah
perintah Tuhan menyuruhnya menghantam tanah tempat dia berpijak. Ahli-ahli
tafsir ada juga yang menyebutkan di mana tempatnya Ayyub disuruh
menghantamkan kakinya itu. Seperti Qatadah yang mengatakan bahwa tanah yang
dihantamkannya itu adalah di negeri Syam, setumpak tanah bemama Jabiyah.
Maka perintah Allah itu dilaksanakannya; tanah dihantamnya. Tiba-tiba
memancarlah air dari dalam bumi; “Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk
minum.”
Di dalam ayat sudah ditunjukkan sifat air itu, jemih lagi sejuk. Sejuk men-
jadikan enak buat mandi dan jemihnya menyebabkan menimbulkan keinginan buat
meminumnya. Maka teruslah Nabi Ayyub mandi, padahal selama ini sukar buat
mandi karena air memang sukar. Setelah dia mandi terasalah badan segar dan
penyakit mulai terasa sembuh. Di samping buat mandi dia pun meminumnya pula.
Kesejukannya melalui kerongkongan, menyebabkan rasa sakit yang ada dalam
badan pun terasa mulai segar pula. Maka temyata bahwa air itulah yang akan jadi
obatnya, buat mandi dan buat di minum. Dan memang sembuhlah dia dan
terlepaslah dia dari percobaan yang berat itu. Dan kembali- lah dia kepada isterinya
yang setia itu, sehingga isterinya nyaris lupa melihat kesihatannya telah pulih,
wajahnya telah berseri-seri dan bekas penyakit tidak ada lagi sama sekali.

C. Tafsir Q.S. Shad : 43-44

ِ ‫َو َه ْبنَا لَهُ أ َ ْهلَهُ َو ِمثْلَ ُه ْم َمعَ ُه ْم َرحْ َمةً ِمنَّا َو ِذك َْرى ألو ِلي األ ْلبَا‬
‫) َو ُخذْ ِبيَ ِدكَ ِض ْغثًا‬43( ‫ب‬

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami
tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan
pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad 38:43)

‫ب ِب ِه َوال تَحْ نَ ْث إِنَّا َو َج ْدنَا ُه صَا ِب ًرا ِن ْع َم ا ْل َع ْب ُد ِإنَّه ُ أ َ َّواب‬ ْ ‫َو ُخذْ ِب َي ِدكَ ِض ْغثًا فَا‬
ْ ‫ض ِر‬

Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan
janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat
(kepada Tuhan-nya). (QS. Shad 38:44)

Tafsir Jalalain

(Dan Kami anugerahi dia dengan mengumpulkan kembali keluarganya dan Kami
tambahkan kepada mereka sebanyak mereka) maksudnya, Allah menghidupkan
kembali anak-anaknya yang telah mati itu, dan menambah pula kepadanya anak
lain sejumlah anak yang telah mati itu (sebagai rahmat) sebagai nikmat dan
karunia (dari Kami dan pelajaran) nasihat (bagi orang-orang yang mempunyai
pikiran) yaitu bagi orang-orang yang berakal. (38:43)

(Dan ambillah dengan tanganmu seikat rumput) yakni seikat rumput lalang
atau seikat ranting-ranting (maka pukullah dengan itu) istrimu, karena Nabi Ayub
pernah bersumpah, bahwa ia sungguh akan memukul istrinya sebanyak seratus kali
deraan, karena pada suatu hari ia pernah tidak menuruti perintahnya (dan janganlah
kamu melanggar sumpah) dengan tidak memukulnya, lalu Nabi Ayub mengambil
seratus tangkai kayu Idzkhir atau kayu lainnya, lalu ia memukulkannya sekali
pukul kepada istrinya. (Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar. Dialah
sebaik-baik hamba) adalah Nabi Ayub. (Sesungguhnya dia amat taat) kepada Allah
swt. (38:44)

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Ayyub a.s. dan cobaan
yang ditimpakan oleh Allah terhadap dirinya berupa penyakit yang mengenai
seluruh tubuhnya dan musibah yang menimpa harta dan anak-anaknya, sehingga
tiada suatu pori-pori pun dari tubuhnya yang selamat dari penyakit tersebut kecuali
hanya kalbunya. Dan tiada sesuatu pun yang tersisa dari harta bendanya untuk
dapat dijadikan sebagai penolong dalam masa sakitnya dan musibah yang menimpa
dirinya, selain hanya istrinya yang masih tetap mencintainya berkat keimanannya
kepada Allah dan rasul-Nya. Istrinya itu bekerja pada orang lain sebagai pelayan,
dan hasil kerjanya itu ia belanjakan untuk makan dirinya dan suaminya (yakni Nabi
Ayyub). Istrinya bekerja demikian selama delapan belas tahun.

Sebelum musibah menimpa, Nabi Ayyub hidup dengan harta yang berlimpah,
banyak anak, serta memiliki banyak tanah dan bangunan yang luas. Maka
semuanya itu dicabut dari tangannya oleh Allah Swt. sehingga nasib
melemparkannya hidup di tempat pembuangan sampah di kotanya, selama delapan
belas tahun.

Semua orang baik yang tadinya dekat ataupun jauh— tidak mau
mendekatinya, selain istrinya. Istrinya tidak pernah meninggalkannya pagi dan
petang, kecuali bila bekerja pada orang lain, tetapi segera kembali kepadanya
dalam waktu yang tidak lama. Setelah masa cobaan itu telah lama berlangsung,
masa puncak cobaanpun telah dilaluinya serta sudah ditakdirkan habis waktunya
sesuai dengan masa yang telah ditetapkan di sisi-Nya, maka Nabi Ayyub berdoa
memohon kepada Tuhan semesta alam, Tuhan semua rasul, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:

َ‫اح ِمين‬ َّ ‫سنِ َي الض ُُّّر َوأ َ ْنتَ أ َ ْر َح ُم‬


ِ ‫الر‬ َّ ‫أَنِي َم‬

(Ya Tuhanku) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan
Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)

Dan di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan ingatlah akan hamba
Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, "Sesungguhnya aku diganggu setan
dengan kepayahan dan siksaan.” (Shad: 41)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah penyakit yang menimpa
tubuhnya dan tersiksa karena kehilangan harta benda dan anak-anaknya. Maka
setelah itu Allah Yang Maha Pelimpah rahmat mengabulkan doanya, kemudian
Allah memerintahkan kepada Ayyub untuk bangkit dari tempat duduknya, lalu
menghentakkan kakinya ke bumi. Nabi Ayyub melakukan apa yang diperintahkan
kepadanya, maka Allah Swt. menyumberkan mata air dari bekas injakan kakinya
itu. Dan Allah memerintahkan kepadanya agar mandi dengan air dari mata air itu,
maka lenyaplah semua penyakit yang ada pada tubuhnya, dan tubuhnya kembali
sehat seperti semula. Lalu Allah memerintahkan kepadanya untuk menginjakkan
kakinya sekali lagi ke bumi di tempat lain, maka Allah menyumberkan mata air
lainnya dan memerintahkan kepada Ayyub untuk minum dari air tersebut. Setelah
minum air itu, maka lenyaplah semua penyakit yang ada di dalam perutnya dan
menjadi sehatlah ia lahir dan batinnya seperti sedia kala. Karena itulah disebutkan
oleh firman-Nya:

َ َ ‫ُض بِ ِرجْ ِلكَ َهذَا ُم ْغت‬


‫سل بَ ِارد َوش ََراب‬ ْ ‫ارك‬
ْ
‫‪(Allah berfirman), "Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan‬‬
‫)‪untuk minum.” (Shad: 42‬‬

‫س بْنُ عَ ْب ِد ْاْل َ ْعلَى أ َ ْخبَ َرنَا ابْنُ َو ْه ٍ‬


‫ب‬ ‫ير‪َ ،‬وا ْب ُن أ َ ِبي َحاتِ ٍم َج ِميعًا‪َ :‬حدَّثَنَا يُونُ ُ‬
‫قَا َل ابْنُ َج ِر ٍ‬
‫ع ْنهُ‪ ،‬أ َ َّن‬ ‫ي َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫ع ْن أَن َِس ب ِْن َمالِكٍ َر ِ‬
‫ض َ‬ ‫ب َ‬‫ع ِن اب ِْن ِش َها ٍ‬ ‫أ َ ْخبَ َرنِي نَافِ ُع بْنُ يَ ِزيدَ َ‬
‫ع ْن عُقَ ْي ٍل َ‬
‫ث ِب ِه بَ ََل ُؤهُ‬ ‫س ََل ُم َل ِب َ‬
‫علَ ْي ِه ال َّ‬
‫ُّوب َ‬ ‫َّللا أَي َ‬
‫ي َّ ِ‬ ‫سلَّ َم قَالَ‪ِ " :‬إ َّن نَ ِب َّ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫َّللا َ‬‫َرسُو َل َّ ِ‬
‫َص ِإ ْخ َوانِ ِه ِب ِه َكانَا‬ ‫يب َو ْال َب ِعيد ُ ِإ ََّّل َر ُجلَي ِْن َكانَا ِم ْن أَخ ِ‬ ‫ضهُ ْال َق ِر ُ‬ ‫سنَةً فَ َر َف َ‬
‫ع ْش َرة َ َ‬ ‫ي َ‬ ‫ث َ َمانِ َ‬
‫ُّوب ذَ ْنبًا َما أ َ ْذنَ َبهُ‬
‫َب أَي ُ‬ ‫َّللا‪َ -‬لقَدْ أ َ ْذن َ‬
‫اح ِب ِه‪ :‬ت َ َع َّل ْم ‪َ -‬و َّ ِ‬‫ص ِ‬ ‫ان فَقَا َل أ َ َحدُهُ َما ِل َ‬
‫ان ِإلَ ْي ِه َو َي ُرو َح ِ‬
‫َي ْغد َُو ِ‬
‫سنَةً لَ ْم َي ْر َح ْمهُ َّ‬
‫َّللاُ‪،‬‬ ‫ع ْش َرة َ َ‬ ‫احبُهُ‪َ :‬و َما ذَاكَ ؟ قَالَ‪ِ :‬م ْن ث َ َمانِ َ‬
‫ي َ‬ ‫ص ِ‬ ‫أ َ َحد ٌ مِنَ ْال َعالَ ِمينَ ‪ .‬قَا َل لَهُ َ‬
‫ُّوب‪ََّ :‬ل أَد ِْري‬‫الر ُج ُل َحتَّى ذَ َك َر ذَلِكَ لَهُ‪ .‬فَقَا َل أَي ُ‬ ‫فيكشف َما ِب ِه فَلَ َّما َرا َحا ِإلَ ْي ِه لَ ْم َي ْ‬
‫ص ِب ِر َّ‬ ‫َ‬
‫ع َّز َو َجلَّ‪،‬‬ ‫ان فَ َيذْكُ َر ِ‬
‫ان َّ َ‬
‫َّللا َ‬ ‫ع ِ‬‫الر ُجلَي ِْن َيتَنَازَ َ‬
‫علَى َّ‬ ‫َّللا َي ْعلَ ُم أ َ ِني كُ ْنتُ أ َ ُم ُّر َ‬
‫غي َْر أ َ َّن َّ َ‬
‫َما تَقُو ُل َ‬
‫ق‪ .‬قَالَ‪َ :‬و َكانَ َي ْخ ُر ُج ِإلَى‬ ‫َّللا ِإ ََّّل ِفي َح ٍ‬ ‫فَأ َ ْر ِج ُع ِإلَى َب ْي ِتي فَأ ُ َك ِف ُر َ‬
‫ع ْن ُه َما‪َ ،‬ك َرا ِه َيةَ أ َ ْن َيذْكُ َرا َّ َ‬
‫علَ ْي َها َوأ َ ْو َحى‬
‫طأ َ َ‬
‫ام َرأَتُهُ ِب َي ِد ِه َحتَّى َي ْبلُ َغ فَلَ َّما َكانَ ذَاتَ َي ْو ٍم أ َ ْب َ‬
‫ت ْ‬ ‫ضاهَا أ َ ْم َ‬
‫س َك ِ‬ ‫َحا َج ِت ِه فَإِذَا قَ َ‬
‫ارد ٌ َوش ََرابٌ‬ ‫ض ِب ِرجْ لِكَ َهذَا ُم ْغت َ َ‬
‫س ٌل َب ِ‬ ‫اركُ ْ‬ ‫س ََل ُم‪ ،‬أ َ ِن ْ‬ ‫علَ ْي ِه ال َّ‬
‫ُّوب‪َ ،‬‬‫َّللاُ ت َ َعالَى ِإلَى أَي َ‬ ‫َّ‬
‫س ِن َما‬‫علَى أَحْ َ‬ ‫َّللاُ َما بِ ِه ِمنَ ْالبَ ََل ِء َوه َُو َ‬‫َب َّ‬ ‫علَ ْي َها قَدْ أَذْه َ‬
‫طأَتْهُ فَتَلَقَّتْهُ تَ ْنظُ ُر فَأ َ ْقبَ َل َ‬
‫فَا ْست َ ْب َ‬
‫علَى ذَلِكَ‬ ‫َّللا َهذَا ْال ُم ْبتَلَى‪ .‬فَ َو َّ ِ‬
‫َّللا َ‬ ‫ي َّ ِ‬‫َّللاُ فِيكَ ه َْل َرأَيْتَ نَبِ َّ‬
‫اركَ َّ‬ ‫ي بَ َ‬ ‫ت‪ :‬أ َ ْ‬‫َكانَ ‪ .‬فَلَ َّما َرأَتْهُ قَالَ ْ‬
‫ص ِحي ًحا‪ .‬قَالَ‪ :‬فَإِنِي أَنَا ه َُو‪ .‬قَالَ‪َ :‬و َكانَ لَهُ أ َ ْندَ َر ِ‬
‫ان‬ ‫َما َرأَيْتُ َر ُج ًَل أ َ ْشبَهَ بِ ِه ِم ْنكَ إِذْ َكانَ َ‬
‫علَى أ َ ْندَ ِر ْالقَ ْمحِ‬ ‫س َحابَتَي ِْن فَلَ َّما َكان ْ‬
‫َت إِحْ دَاهُ َما َ‬ ‫ث َّ‬
‫َّللا ُ َ‬ ‫ير فَبَعَ َ‬
‫ش ِع ِ‬‫ح َوأ َ ْندَ ُر ِلل َّ‬
‫أ َ ْندَ ُر ِل ْلقَ ْم ِ‬
‫ير َحتَّى فَا َ‬
‫ض‪.‬‬ ‫ت ْاْل ُ ْخ َرى فِي أ َ ْندَ ِر ال َّ‬
‫ش ِع ِ‬ ‫اض َوأ َ ْف َر َ‬
‫غ ِ‬ ‫َب َحتَّى فَ َ‬ ‫أ َ ْف َرغ ْ‬
‫َت فِي ِه الذَّه َ‬

‫‪Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami‬‬
‫‪Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah‬‬
‫‪menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Anas‬‬
‫‪ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita:‬‬
‫‪sesungguhnya Nabi Allah Ayyub a.s. menjalani masa cobaannya selama delapan‬‬
‫‪belas tahun. Semua orang menolaknya, baik yang dekat maupun yang jauh,‬‬
‫‪terkecuali dua orang lelaki yang sejak semula merupakan teman terdekatnya.‬‬
‫‪Keduanya biasa mengunjunginya di setiap pagi dan petang hari. Salah seorang dari‬‬
keduanya berkata kepada temannya, "Tahukah kamu, demi Allah, sesungguhnya
Ayyub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang
manusia pun." Teman bicaranya bertanya, "Dosa apakah itu?" Ia menjawab,
"Selama delapan belas tahun ia tidak dikasihani oleh Allah Swt. dan tidak
dibebaskan dari cobaan yang menimpanya." Ketika keduanya mengunjungi Ayyub,
maka salah seorang temannya itu tidak dapat menahan rasa keingintahuannya, lalu
ia menceritakan hal itu kepada Ayyub. Maka Ayyub a.s. berkata, "Saya tidak
mengerti apa yang kamu bicarakan itu, hanya saja Allah Swt. mengetahui bahwa
sesungguhnya dahulu aku bersua dengan dua orang lelaki yang sedang
bersengketa, lalu keduanya menyebut-nyebut nama Allah Swt. (dalam sumpahnya).
Maka aku pulang ke rumahku, lalu membayar kifarat untuk kedua orang itu karena
tidak suka nama Allah Swt. disebut-sebut dalam perkara yang hak (benar)."
Disebutkan bahwa Nabi Ayyub apabila menunaikan hajatnya (buang air) selalu
dituntun oleh istrinya; dan apabila telah selesai, istrinya kembali menuntunnya ke
tempat ia berada. Pada suatu hari istrinya datang terlambat, maka Allah
menurunkan wahyu kepada Ayyub a.s.: Hentakkanlah kakimu; inilah air yang
sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42) Ketika istrinya tiba di tempat
Nabi Ayyub. ia mencari-cari suaminya sedang-kan Ayyub a.s. menghampirinya
dalam keadaan telah pulih seperti sediakala karena Allah telah melenyapkan semua
penyakitnya. Ketika menyaksikan kedatangannya, istrinya bertanya, "Semoga
Allah memberkatimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang mengalami
cobaan yang tadi ada di sini? Maka demi Allah Yang Mahakuasa atas segalanya,
aku belum pernah melihat lelaki yang lebih mirip dengan suamiku itu di masa ia
masih sehat." Nabi Ayyub menjawab, "Sesungguhnya aku sendirilah Ayyub itu."
Disebutkan bahwa Nabi Ayyub mempunyai dua buah peti, yang satu untuk wadah
gabah gandum, dan yang satunya lagi untuk wadah gabah jewawut. Maka Allah
Swt. mengirimkan dua kumpulan awan; ketika salah satunya telah berada di atas
wadah gabah gandum, awan tersebut menuangkan emas yang dikandungnya ke
dalam wadah itu hingga luber. Awan yang lainnya menuangkan emas pula ke
dalam wadah gabah jewawut hingga luber.

Demikianlah menurut lafaz riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.


‫ َهذَا َما َح َّدثَنَا أَبُو‬:َ‫اق َح َّدثَنَا َم ْع َمر ع َْن َه َّم ِام ب ِْن ُمنَبِه قَال‬ ِ ‫الر َّز‬ َ ‫ َح َّدثَنَا‬:ُ‫اْل َما ُم أَحْ َمد‬
َّ ‫ع ْب ُد‬ ِ ْ ‫قَا َل‬
‫علَ ْي ِه‬
َ ‫س ُل ع ُْريَانًا َخ َّر‬ ُ ُّ‫ "بَ ْينَ َما أَي‬:‫سلَّ َم‬
ِ َ ‫وب يَ ْغت‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ قَا َل َرسُو ُل‬:َ‫ه َُري َْرةَ قَال‬
َ ‫َّللا‬
ْ َ ‫وب أَلَ ْم أَك ُْن أ‬
َ َ‫غنَ ْيت ُك‬
‫ع َّما ت َ َرى؟‬ ُ ُّ‫وب يَحْ ثُو فِي ث َ ْوبِ ِه فَنَادَاهُ َربُّهُ يَا أَي‬
ُ ُّ‫ب فَ َجعَ َل أَي‬
ٍّ ‫ج ََراد ِم ْن ذَ َه‬
". َ‫ب َولَ ِك ْن َال ِغنَى ِبي ع َْن بَ َر َكتِك‬ ِ ‫ بَلَى يَا َر‬:َ‫قَال‬

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang
mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang telah di ceritakan oleh Abu
Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika Ayyub sedang
mandi telanjang, berjatuhanlah kepadanya belalang-belalang emas, maka Ayyub
a.s. mengambilnya dan memasukkannya ke dalam pakaiannya. Maka Tuhannya
berfirman menyerunya, "Hai Ayyub, bukankah Aku telah memberimu kecukupan
hingga kamu tidak memerlukan apa yang kamu saksikan itu?” Ayyub a.s.
menjawab, "Memang benar, ya Tuhanku, tetapi aku masih belum merasa cukup
dengan berkah dari-Mu.

Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq


dengan sanad yang sama.

Karena itulah disebutkan dengan firman-Nya:

ِ‫َو َو َه ْبنَا لَهُ أ َ ْهلَهُ َو ِمثْلَ ُه ْم َمعَ ُه ْم َرحْ َمةً ِمنَّا َو ِذك َْرى ألو ِلي األ ْلبَاب‬

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami
tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan
pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 43)

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan kembali anak-


anak Nabi Ayyub yang telah mati dan menambahkan kepadanya anak-anak yang
sejumlah dengan itu.
Firman Allah Swt :

‫َرحْ َمةً ِمنَّا‬

sebagai rahmat dari Kami. (Shad: 43)

berkat kesabarannya, keteguhan hatinya, ketaatannya, rendah dirinya, dan


ketenangannya.

ِ ‫َو ِذك َْرى ألو ِلي األ ْل َبا‬


‫ب‬

dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad:43)

agar mereka mengetahui bahwa buah dari kesabaran itu ialah keselamatan, jalan
keluar, dan kesejahteraan.

Firman Allah Swt.:

ِ َ‫َو ُخذْ ِب َيدِك‬


ْ ‫ض ْغثًا فَاض ِْربْ ِب ِه َوَّل تَحْ ن‬
‫َث‬

Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan
janganlah kamu melanggar sumpah. (Shad: 44)

Demikian itu karena Ayyub a.s. marah kepada istrinya, merasa tidak enak
disebabkan suatu perbuatan yang telah dilakukan istrinya. Menurut suatu pendapat,
istri Nabi Ayyub telah menjual rambut kepangannya, lalu menukarnya dengan roti
untuk makan Nabi Ayyub. Maka Nabi Ayyub mencela perbuatan istrinya itu,
bahkan sampai bersumpah bahwa jika Allah memberinya kesembuhan, ia benar-
benar akan memukul istrinya dengan seratus kali dera pukulan. Menurut pendapat
yang lainnya lagi, penyebabnya ialah selain itu.

Setelah Allah Swt. menyembuhkannya dan menjadikannya sehat seperti


sediakala, maka tidaklah pantas jika istrinya yang telah berjasa memberikan
pelayanan dan kasih sayang serta kebaikan kepadanya dibalas dengan pukulan.
Akhirnya Allah memberikan petunjuk melalui wahyu-Nya yang menganjurkan
kepada Ayyub untuk mengambil lidi sebanyak seratus buah yang semuanya di
jadikan satu, lalu dipukulkan kepada istrinya sekali pukul. Dengan demikian,
berarti Ayyub telah memenuhi sumpahnya dan tidak melanggarnya serta
menunaikan nazarnya itu. Hal ini adalah merupa-kan jalan keluar dan pemecahan
masalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah dan taat kepadanya.

Untuk itulah disebutkan dalam firman berikut:

ٌ‫صا ِب ًرا نِ ْع َم ْال َع ْبد ُ ِإنَّهُ أ َ َّواب‬


َ ُ‫ِإنَّا َو َجدْنَاه‬

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik
hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 44)

Allah Swt. memuji dan menyanjung hamba-Nya ini bahwa dia adalah:

ٌ‫نِ ْع َم ْالعَ ْبد ُ ِإنَّهُ أ َ َّواب‬

sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Shad: 44)

Yakni banyak kembali dan mengadu kepada Allah Swt. Hal yang semisal
disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

‫ب‬ ُ ‫َّللا يَجْ عَ ْل لَهُ َم ْخ َر ًجا َويَ ْر ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬


ُ ِ‫ْث َال يَحْ تَس‬ َ َّ ‫ق‬ِ َّ ‫َو َم ْن يَت‬
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya
jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah vang tiada disangka-sangkanya.

(At-Talaq: 2-3)

Kebanyakan ulama fiqih menyimpulkan dalil dari ayat yang mulia ini dalam
memecahkan masalah-masalah sumpah dan masalah lainnya. Mereka
mengambilnya sesuai dengan makna yang tersurat padanya; hanya Allah-lah Yang
Maha Mengetahui.

Daftar Pustaka

Hamka. Tafsir Al Azhar.


Jalaluddin. Tafsir Jalalain.
Katsir, I. Tafsir al-Qur'ân al-Adzhīm.
https://al-ain.id/index/al-Qur'an

Anda mungkin juga menyukai