Anda di halaman 1dari 5

BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIM.

ALHAMDULILLAAHIROBBIL

'AALAMIINA.

WASHSHOLAATU WASSALAAMU' ALAA ASYROFIL ANBIYAA-I WAL MURSALINA, WA-'ALAA


AALIHI WASHOHBIHI AJMA'IINA." AMMA BA'DU.

Terkadang ada suasana senang tapi di lain waktu dirundung susah semuanya silih berganti.
Karena itu Allah memberikan dua sifat mulya sebagai solusinya untuk mendekatkan diri kepada
Allah yaitu dengan sabar dan syukur . Ketika dalam keadaan suka diperintahkan untuk bersyukur
apabila sedang dirundung susah diperintahkan untuk bersabar.
Kadua sifat; syukur dan sabar itu seolah berpasang-pasangan yang saling mengisi satu dengan
yang lainnya. melalui dua sifat tersebut Allah hendak menjadikan para hambanya sebagai orang
yang berpeluang sama untuk mendapat ridhonya. bagi hambanya yang diberi karunia nikmat
maka syukur adalah media untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebaliknya bagi hamba Allah
yang dirundung kesusahan maka sabar adalah salah satu media untuk mendekatkan diri kepada
Allah swt.
Sabar dan syukur juga diisyaratkan oleh Allah seperti orang berjalan, antara kiri dan kanan
bergantian, tidak pernah kita jumpai orang yang berjalan selalu kaki kanan didepan atau
sebaliknya kaki kiri selalu di depan. begitu juga lamabaian tangan, antara kanan dan kiri selalu
bergantian, apabila kaki melangkah maka tangan kanan yang melambai ke depan dan begitulah
seterusnya.
Semua itu adalah ayat Allah yang tidak berupa teks yang menantang untuk kita baca, agar kita
semakin dalam rasa iman dan taqwa terutama terhadap takdir yang diberlakukan Allah kepada
kita semua.
Orang yang bersyukur akan ditambahkan nikmat oleh Allah yang melimpah, al-Ghazali membuat
analogi, semua nikmat bagaikan bianatang peliharaan, sedangkan syukur adalah jodohnya,
apabila binatang tersebut satu jodoh maka tidak menutup kemungkinan akan kawin dan membuat
anak-pianak dari nikmat-nikmat tersebut yang akan ditambahkan,


Dan ingatlah ketika Rabb-mu memberitahukan, jika kalian bersyukur niscaya Aku akan
tambah bagi kalian. Dan jika kalian kufur, sesungguhnya adzab-Ku itu amatlah berat. (Qs.
Ibrahim: 7)

Pahala sabar tidak terhitung, agaknya tak heran jika pahala puasa hanya Allah yang mengetahui
besar kecil, berkualitas atau tidaknya puasa seseorang, karena di dalam puasa yang berlaku
adalah kesabaran, kesabaran menahan dahaga sampai pada waktu berbuka.


Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, pahala mereka tidak terhitung

Kaum muslimin yang dirahmati Allah


Kehidupan ini tidak terlepas dari cobaan dan ujian. Tidak ada seorang pun yang terlahir ke dunia
tanpa mengalami ujian sedikit pun. Seseorang yang kaya dan berharta, ia Allah uji dengan
kekayaannya, apakah ia bersyukur atau malah kufur. Seseorang yang hidup dalam keadaan
kurang, maka tidak diragukan lagi ini adalah cobaan kehidupan. Allah uji orang tersebut apakah
ia bersabar atau malah menempuh cara-cara yang Allah haramkan demi terbebas dari
kemiskinan.
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dari kalangan manusia agar kita sesama
manusia bisa mencontoh rekam jejak perjalanan Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam. Siapa di antara kita yang mengalami kemiskinan? Beliau shallallahu alaihi wa
sallam pun pernah merasakan kemiskinan. Istri beliau, ibunda Aisyah radhiallahu
anha menuturkan Dapur Rasulullah tidak pernah hidup (apinya) tiga hari berturut-turut. Siapa
di antara kita yang menikmati kekayaan? Beliau pun seseorang yang merasakan kekayaan,
Beliau berikan seluruh domba beliau yang banyaknya memenuhi antara dua bukit kepada
seseorang, agar orang tersebut dan kaumnya menerima hidayah Islam.
Siapa yang bersedih mencela takdir karena kehilangan anggota keluarganya? Beliau kehilngan
ayah beliau ketika di dalam kandungan ibunya, ditinggal wafat ibunya ketika beliau berusia 6
tahu, kemudian kakek dan pamannya pun wafat meninggalkan beliau. Beliau juga ditinggal
wafat dua orang istri beliau di masa hidupnya, beliau menyaksikan anak-anaknya wafat terlebih
dahulu meninggalkan beliau, namun beliau adalah hamba Allah yang bersabar.
Namun terkadang karena kelemahan iman, sering mendengar ada orang-orang yang mengatakan
Ah, beliau kan Nabi dan Rasul Allah yang dibimbing oleh wahyu, jadi wajar beliau bersabar.
Kalimat ini hakikatnya tidak patut diucapkan bagi orang-orang yang beriman kepada beliau.
Buktinya ada orang-orang yang shalih yang mereka bukan Rasul dan bukan pula Nabi, namun
mereka bersabar ketika ditimpa musibah.
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimani wa rahimakumullah.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membawakan sebuah kisah seseorang yang memenuhi
hidupnya dengan kesabaran ketika ditimpa musibah dan bersyukur di saat lapang. Cerita ini
dikisahkan oleh Abdullah bin Muhammad dan diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam
Kitab ats-Tsiqat. Abdullah bin Muhammad menuturkan:
Suatu hari ketika aku menjaga di daerah perbatasan Aris di wilayah Mesir, aku melihat sebuah
kemah yang sempit di padang pasir yang terik. Lalu aku pun mendekati kemah tersebut. Aku

melihat ada seorang laki-laki yang kedua tangannya buntung, kedua kakinya pun tiada, ditambah
telinga yang sudah tuli dan mata yang telah rabun. Namun aku mendengar ia mengatakan


Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku
danbersyukur atas kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku atas hamba-hamba-Mu yang
lain.
Maka aku pun heran dengan apa yang ia katakan. Lalu aku mendekatinya dan aku tanyakan
Wahai saudaraku atas nikmat Allah yang mana engkau bersyukur? Ia mengatakan, Diamlah!
Kalau sekiranya Allah datangkan lautan niscaya laut tersebut akan menenggelamkanku, atau ia
datang api yang menggunung tentulah api tersebut akan membakar tubuhku, atau ia jatuhkan
langit pastilah langit itu menghancurkanku. Tapi aku akan senantiasa bersyukur kepada-Nya.
Aku katakana, Bersyukur atas apa? Ia menjawab Dia telah menganugerhkanku lisan, yang
senantiasa mengingat dan bersyukur kepada-Nya.
Lalu ia melanjutkan, Saudaraku, aku memiliki seorang anak yang biasa menyuapiku ketika
akhu hendak makan dan mengantarkan aku untuk beribadah. Namun tiga hari ini aku
kehilangannya. Tolong carikan ia untukku. Aku pun mencarikan anaknya, ternyata sang anak
diterkam oleh hewan buas. Aku merasa bingung, kalimat apa yang akan aku sampaikan
sementara keadaannya sekarang saja sangat memprihatinkan.
Lalu aku datang kepadanya, aku buka cerita dengan mengisahkan kisah Nabi Ayyub. Aku
katakana, Wahai saudaraku tahukah engkau tentang Ayyub? Iya aku mengetahuinya.
Jawabnya. Bukankah Allah telah menjadikannya miskin, lalu bagaimana keadaannya? kataku.
Ia menjawab, Ia bersabdar. Allah pun mewafatkan anak-anaknya, bagaimana keadannya?
Sambungku. Ia bersabar. Jawabnya. Lalu Allah pun menambah musibahnya dengan penyakit
di tubuhnya, bagaimana keadaannya? Tanyaku lagi. Ia bersabar. Lalu ia memotong,
Saudaraku, katakana dimana anakku! Aku sangat lapar. Aku katakana, Berharaplah pahala
dari Allah atas musibah yang menimpamu, anakmu dimangsa hewan buas. Lalu ia
mengucapkan, Alhamdullah, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkanku keturunan
yang tidak bermaksiat kepada-Nya sehingga ia tidak diadzab di neraka. Lalu ia tersendak dan
wafat.
Melihat keadaan demikian, aku pun sempat merasakan kebingungan. Bagaimana harus
memandikan, mengafani, dan menguburkannya seorang diri. Tak lama setelah itu, datanglah
empat orang penunggang kuda menghampiriku. Mereka bertanya, Wahai saudara, apa yang
menimpamu? Aku menjawab, Aku bersama seseorang dan ia telah wafat. Lalu mereka

meminta jasad yang telah kututupi itu dibukakan wajahnya, bisa jadi mereka mengenal jasad
tersebut.
Sontak ketika melihat wajah jenazah tersebut mereka berteriak Subhanallah!! Ini adalah mata
yang senantiasa menangis karena Allah, wajah yang tertunduk karena takut kepada Allah, dan
tangan yang senantiasa digunakan berdoa kepada Allah. Aku pun bertanya, Wahai saudaraku,
apakah kalian mengenalnya? Mereka menjawab, Engkau tidak mengenalnya?! Ia adalah Abu
Qilabah sahabat dari Abdullah bin Abbas (sepupu Nabi shallallahu alaihi wa sallam). Ia
menghindar dari jabatan hakim.
Akhirnya kami mandikan, kafankan, dan kami kuburkan ia. Keempat penunggang kuda itu pun
melanjutkan perjalanan dan aku kembali berjaga-jaga di daerah perbatasan.
Islam tidak mengenal batas dalam kesabaran, sebagaimana sering dijadikan alasan oleh sebagian
orang untuk melegalkan perbuatannya diluar batas kesabaran. Dalam Islam ditekankan bahwa
setiap mukmin harus tetap dalam kesabaran agar dapat meningkatkan kualitas mentalnya.
Adapun bentuk kesabaran yang diajarkan dalam Islam adalah kesabaran progresif dan dinamis,
bukan kesabaran yang represif statis yang dapat memandulkan kreatifitas dan aktifitas seseorang
itu. Kesabaran yang dinamis itu ditunjukkan dengan sikap pantang menyerah, tangguh dan ulet
dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan hidup. Kesabaran yang dinamis itu harus
dimotifasi oleh semangat kerelaan untuk menunda kesenangan sesaat, demi kebahagiaan yang
abadi di akhirat. Inilah kesabaran yang nantinya akan membuat seseorang menjadi lebih dekat
dengan Tuhannya, sebagaimana al-Quran menyebutkan:
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bersabar.
Disamping sifat sabar, sikap syukur juga perlu diaplikasikan seseorang dalam hidupnya. Hal ini
agar ia menyadari posisinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang harus tunduk dan tidak pantas
bersikap sombong dan takabbur dihadapanNya. Kesadaran bersyukur dapat melahirkan sikap
rendah hati, tawadhu, terbuka dan memiliki sikap peduli kepada sesama. Sehingga membuka
peluang bagi diperolehnya rahmat Allah swt, dan membuka peluang bagi diperolehnya
kebahagiaan dan nikmat dari Allah, sebagaimana firman Allah swt:
Jika kamu bersyukur, akan Kutambahkan nikmatKU kepadamu. Akan tetapi jika kamu kufur
sesungguhnya azabKU amat pedih (QS.14/Ibrahim:7)
Dari penjelasan berbagai ayat dan al-Hadist, maka sebenarnya sikap sabar dan syukur jika
diamalkan secara dinamis sesuai dengan tuntunan Islam, maka hal tersebut akan mengantar
seseorang menjadi hamba Allah yang berpredikat mulia dan bermartabat, serta mendapat
lindungan Allah swt. Terkait dengan hal ini, salah satu doa yang diajarkan Rasulullah saw.
adalah sebagai berikut :

Ya Allah, jadikanlah aku orang yang sabar, dan jadikanlah aku orang yang bersyukur, serta
jadikanlah aku di depan pandanganku kecil, dan di depan pandangan manusia bermartabat .
Melihat dari urutan doa seperti yang pohonkan oleh Nabi saw. tersebut diatas, mengindikasikan
betapa erat kaitannya antara permohonan supaya menjadi hamba yang bersabar, hamba yang
bersyukur dan hamba yang bermartabat mulia.
Sebagai penutup khutbah kita kali ini dapatlah kita simpulkan bahwa sabar dan syukur sangat
dituntut dalam segala aspek kehidupannya. Sikap sabar ditunjukkan dengan kerelaan hati
menerima kondisi yang dihadapinya saat ini demi kepentingan akhirat. Sebab pahala atas
kesabaran itu berupa pahala yang bersar yang akan diperoleh di akhirat.
Seorang yang memiliki kesabaran yang tinggi, memiliki ketangguhan menghadapi berbagai
cobaan, dan sikap sabar merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan hidup dan
aktivitas manusia. Tidak ada batasan dalam kesabaran, karena kesabaran itu dapat menjadikan
seseorang lebih dekat dengan Tuhannya.
Bagi mereka yang ingin mendapatkan kemuliaan dan derajat yang tinggi, hendaklah berusaha
semaksimal mungkin agar dapat menjalankan kesabaran dan kesyukuran dengan baik, sebab
kedua hal tersebut sangat berpengaruh untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang menjadi
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai