Dunia sejatinya adalah tempat bagi manusia menjalani berbagai macam ujian dan
cobaan dari Allah SWT. Sebagai orang yang beriman kepada-Nya, kita pun diperintahkan
untuk senantiasa bersabar dan bertawakal selama menjalani ujian-ujian tersebut.
Pada kesempatan itu, dia menjelaskan bahwa ada tiga macam ujian yang dihadapi
manusia di dunia ini, yaitu ujian kesulitan, kesenangan, dan kesalahan. Ujian
kesulitan dapat muncul dalam bentuk kekurangan harta, kelaparan, penyakit, dan
musibah-musibah lainnya. Sementara, ujian kesenangan dapat berupa harta yang
banyak, istri yang cantik, dan kedudukan sosial yang tinggi.
"Di antara ketiga ujian itu, ujian kesulitan adalah yang paling ringan. Mengapa
demikian? Karena ujian tersebut tidak hanya dialami oleh orang-orang beriman, tetapi
juga orang kafir," ujar Dzajuli.
Dia mengatakan, banyak manusia yang berhasil menjalani ujian kesulitan dengan baik,
meskipun mereka tidak beriman kepada Allah SWT. Tetapi, sedikit sekali orang kafir
yang mampu melewati ujian kesalahan disebabkan tidak adanya petunjuk yang
mereka dapatkan dari Allah SWT. Akibatnya mereka terus mengulangi kesalahan dan
dosa yang sama dari waktu ke waktu.
"Begitu juga halnya dengan ujian kesenangan. Tidak sedikit manusia yang terlena oleh
berbagai kesenangan dunia yang mereka rasakan sehingga mereka pun lupa kepada
Allah SWT," katanya. Dzajuli menjelaskan, dalam surah at-Taghabun ayat 11
disebutkan bahwa setiap musibah yang datang adalah ujian bagi kaum mukmin.
Sementara, pada ayat 15 surah itu dikatakan, harta dan anak-anak juga bisa menjadi
ujian bagi orang-orang beriman.
Dalam menghadapi berbagai ujian tersebut, ada beberapa sikap yang harus dilakukan
seorang mukmin. Pertama, tetap merasa yakin atau optimistis bahwa akan datang
pertolongan Allah kepada kita. Kedua, segera mengucapkan innaa lillaahi
wainnaa ilaihi rajiuun setiap kali mendapat musibah. Sikap selanjutnya adalah
bertawakal kepada Allah.
Dzajuli menuturkan, tawakal menjadi salah satu syarat bagi seseorang mendapat
pertolongan Allah. Untuk itu, ada empat hal yang mesti kita perhatikan saat bertawakal.
Pertama, jangan menyandarkan hati kepada selain Allah. "Jika kita
menyandarkan hati kepada selain Allah saat menghadapi satu masalah atau
musibah, pertolongan Allah akan semakin jauh dari kita," ujarnya.
Kedua, dalam bertawakal, jangan melakukan ikhtiar dengan mudarat yang lebih
besar daripada manfaat. Berikutnya, menyelesaikan segala urusan dengan cara-
cara yang syar'i, bukan dengan cara yang haram. "Misalnya, ketika seorang istri
menghadapi suatu masalah dengan suaminya, dia dianjurkan untuk melakukan shalat
hajat, meminta pertolongan kepada Allah supaya diberikan jalan keluar yang terbaik.
Bukan malah mencari pelarian dengan curhat atau menceritakan persoalan rumah
tangganya dengan lelaki lain," kata Djazuli mencontohkan.
Terakhir, ketika bertawakal, kita harus berserah diri sepenuhnya kepada Allah dari
awal hingga berakhirnya urusan. "Dengan berserah diri kepada Allah, kita akan
menjadi tenang sehingga dapat menerima apa pun hasil ikhtiar dengan lapang dada.
Karena itu, jangan setengah-setengah dalam memasrahkan diri kepada Allah," ujar
Dzajuli.
Pengertian Masalah
SATU ciri utama dunia yang tidak akan pernah hilang ialah masalah.
Siapapun yang namanya masih hidup di bumi ini pasti akan menghadapi masalah,
karena masalah ada di mana-mana, mulai dari kolong jembatan sampai istana
kekuasaan. Dari anak-anak hingga kakek-nenek, semua berhadapan dengan masalah.
Prinsipnya setiap jiwa memiliki masalah.
Allah Ta’ala sebagai Pencipta Alam Semesta sudah mengetahui dan karena itu juga telah
mempersiapkan metode terbaik dalam menghadapi setiap masalah, yakni dengan sabar
dan shalat.
صاَذبذريين صليذة إذلن ا ي
ا يميع ال ل يياَ أييييهاَ اللذذيين آيمننوُاا ااسيتذعيننوُاا ذباَل ل
صابذر يوُال ل
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
Aid Al-Qarni dalam buku fenomenalnya La Tahzan menuturkan bahwa jika Rasulullah
diimpa sebuah ketakutan, maka beliau akan segera melakukan shalat. Suatu waktu
beliau berkata kepada Bilal, “Ketenanganku ada pada shalat.”
Lebih lanjut Aid Al-Qarni menjelaskan, “Jika hati terasa menyesak, masalah yang
dihadapi terasa sangat rumit dan tiup muslihat sangat banyak, maka bersegeralah
datang ke tempat shalat, dan shalatlah.”
KH Abdullah Said, pendiri Pesantren Hidayatullah di Kalimantan Timur pernah berkata
bahwa shalat adalah media terbaik seorang Muslim mengadukan segala masalahnya
kepada Allah Ta’ala.
Kita banyak menemukan riwayat yang menuturkan bahwa Nabi di kala shalat sungguh
sangat thuma’ninah dan bisa dikatakan cukup panjang, utamanya kala beliau shalat
sendiri di malam hari. Bahkan Situ ‘Aisyah pernah menuturkan, kaki Rasulullah sampai
bengkak karena lamanya shalat beliau.
Semua itu tidak lain karena beliau sedang mengadu, memohon, dan berharap kepada
Allah agar segala rusan yang berkaitan dengan umat Islam diberikan jalan, diberikan
kemudahan, diberikan keberkahan, sehingga umat Islam bisa menjadi umat terbaik
yang mampu menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini.
Kala kita memohon kepada Allah melalui shalat, tentu sangat tidak elok jika dilakukan
dengan tergesa-gesa. Harus tenang dan sabar dalam menjalankannya.
َك يوُااليعاَذقْيبنة ذلللتاقيوُى صيطذبار يعيلاييهاَ يل يناسأ يل ن ي
ك ذرازقْاَ ا لناحنن ينارنزقْن ي صيلذة يوُا ا يوُاأنمار أياهيل ي
ك ذباَل ل
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha [20]: 132).
Jadi, shalat sebenarnya bukan semata ritual, ia sumber menyedot dan menyadap
kekuatan Ilahiyah untuk setiap jiwa mampu menghadapi masalah dengan tenang, cerdas
dan solutif. Sebab dalam shalat ada masa dimana Allah sangat dekat pada seorang
hamba, yakni di kala sujud.
“Sedekat-dekat seorang hamba kepada Tuhannya yaitu ketika ia sujud, maka
perbanyaklah berdo’a di dalam sujud.” (HR. Muslim).
Dengan demikian mari kita jadikan shalat sebagai media penting dalam hidup kita
untuk benar-benar dekat kepada Allah Ta’ala untuk menemukan solusi dari setiap
masalah yang kita hadapi. Bukan sekedar ritual dan kurang begitu antusias dalam
menjalankannya.
Sabar
Beriringan dengan kala kta shalat, dalam menghadapi masalah kita juga harus bersabar.
Menurut Aid Al-Qarni sabar adalah kemampuan jiwa untuk senantiasa berlapang dada,
berkemauan keras, serta memiliki ketabahan yang besar dalam menghadapi masalah
kehidupan.
Bahkan tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi dengan sabar. Dengan bersabar,
masalah apa pun, insya Allah akan tersolusikan.
Seberapa pun besar permasalahan yang kita hadapi, tetaplah bersabar. Karena
kemenangan itu sesungguhnya akan datang bersama dengan kesabaran. Jalan keluar
datang bersama kesulitan. Dan, dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan. Karena janji
Allah adalah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.
ت يوُيبمشذر ال ل
صاَذبذريين ص ممين الييميوُاذل يوُالنفن ذ
س يوُاللثيميرا ذ ف يوُاالنجوُذع يوُيناق ء
يوُليينابل نيوُلننكام ذبيشايءء ممين االيخوُ ا
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155).
Dengan demikian, usah sedih, apalagi putus asa. Biarlah masalah mewarnai hidup kita,
apa pun dan sebesar apa pun. Semua itu pasti akan sirna seiring kita memohon solusi
kepada Allah dengan sabar dan shalat. Karena jika Allah sudah berjanji, mustahil Allah
tidak menepatinya, yakinlah!*
Betapa banyak masalah berat dalam menjalani hidup kerap melemahkan daya juang
dalam jiwa dan raga seseorang. Maklumlah, setiap manusia biasanya punya impian dan
cita-cita tinggi yang untuk meraihnya memerlukan perjuangan dan rintangan.
Sayangnya, tidak semua siap dan sanggup melewati berbagai macam rintangan tersebut
sehingga pada akhirnya benar-benar gagal dan bertambah putus asa.
Mestinya hal semacam ini tak boleh dibiarkan begitu saja. Artinya, jangan selalu
berasumsi bahwa itu semua adalah “takdir buruk” semata. Karena seringkali, dalam
setiap masalah berat yang muncul, justru terkandung pula hikmah terbaik yang pada
akhirnya bisa dipetik.
Bukan hanya itu saja, bahkan di dalam ayat suci Al-Quran, Allah SWT dengan sangat
jelas telah memberikan tuntunan terbaik, bagaimana seharusnya menghadapi masalah
berat yang tengah terjadi.
SAUDARAKU. Ujian hidup adalah sesuatu yang mesti dijalani. Tidak seorang pun
yang tidak melewati ujian hidup. Sebagaimana orang sekolah pasti akan diuji,
sedangkan yang tidak diuji itu yang tidak sekolah. Ujian hidup sama sekali tidak
berbahaya, bahkan ujian hidup merupakan bagian nikmat dari Allah SWT.
Seperti sakit, ditipu atau pun bangkrut tidaklah berbahaya. Yang berbahaya adalah salah
menyikapi ujian tersebut. Jadi, jangan pernah takut terhadapujian hidup, tapi takutlah
salah dalam menyikapinya.Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.(QS. al-Anbiy [21]: 35)
Nah, selama ini kita sering menganggap kalau ujian yang sukar dihadapi itu adalah ujian
yang susah, sulit maupun menyakitkan. Misalnya sulit jodoh. Padahal ujian yang tidak
enakitu, banyak yang berhasil mengemasnya sehingga lebih mudah mendekat kepada
Allah dibanding ujian yang enak atau senang.
Kita jarang menganggap naik pangkat sebagai ujian. Kita sulit mengakui kalau bisa
membeli mobil, anak wisuda jadi sarjana, sampai diberi wajah rupawan sebagai ujian.
Tapi,kita lebih sering menganggap ujian itu misalnya punya hidung pesek. Padahal yang
berhidung mancung itu sebetulnya ujian yang lebih berat.
Coba kita bayangkan saat kepepet. Misalkan jika kita tidak memiliki uang untuk ongkos
anak yang mau berangkat sekolah. Ketika berdoa, maka tidak kata-katanya saja yang
khusyuk, tapi helaan nafasnya juga dalam. Ya Allah, ampun. Tolonglah kami ya Allah.
Astaghfirullah. Bahkan bisa disertai tangisan. Kita bakal lebih ingat kepada Allah.
Tapi berbeda dengan saat banyak uang. Ya Allah tolong maafkan saya terlambat salat,
karena masih ingin menawar ponselterbaru. Kalimatnya sudah berbeda, nadanya mulai
penuh nafsu, dan bisa jadi sambil tersenyum sendiri. Bahkan yang lebih mungkin lagi
kita perbuat adalah sama sekali tidak menyebut Allah, yang telah menakdirkan kita
memiliki uang banyak saat itu.
Nah, saudaraku. Dari contoh tersebut kita bisa mencermati bahwa ketika banyak uang
ternyata lebih melalaikan daripada saat kepepet. Padahal yang berbahaya dalam
menghadapi ujian itu adalah yang membuat kita semakin lupa dan lalai kepada Allah.
Ujian kesenangan itulah yang berbahaya.
Oleh sebab itu, mari kita perbanyak beristighfar dan bertafakur. Misalnya, Ya Allah,
Engkau takdirkan sekarang saya hafal 29 juz. Padahal Engkau tahu saya tidak mengerti
bahasa Arab. Saya hanya hafal, belum bisa mengartikan, apalagi mengamalkannya. Ya
Allah, Engkau melihat orang-orang mengagumi suara saya, padahal suara ini ciptaan-
Mu. Ampunilah saya, ya Allah. Semakin hari orang-orang makin mengundang saya untuk
menjadi imam salat. Padahal Engkau tahu salat saya tidak khusyuk. Astaghfirullah,
tolonglah saya, ya Allah.
Atau, Ya Allah, Engkau takdirkan hamba sekarang berceramah di radio didengar begitu
banyak orang, dan mulai pula diundang. Padahal Engkau lebih mengetahui ilmu hamba-
Mu ini sebatas apa, dan amalan hamba yang sering tidak sesuai dengan apa yang
diceramahkan. Engkau mengetahui setiap lirikan mata, kebusukan hati dan ibadah
hamba seperti apa. Ampunilah hamba, ya Allah. Tolonglah, ya Allah. Jangan sampai
hamba tertipu dalam menghadapi ujian ini. Astaghfirullah.
Saudaraku. Seharusnya ketika diberi ujian kesenangan, kita bisa merunduk beristighfar
dan menangis. Kalau mungkin kesenangan atau kebaikan itu ditambah oleh Allah, maka
kita seharusnya makin terus merunduk dan menangis. Karena semua kesenangan itu
hanyalah titipan, serta cobaan dan amanah yang harus dipertanggungjawabkan.
Jangan sampai kita lupa, apalagi tidak mau mengakui suatu kesenangan atau kebaikan
sebagai ujian. Padahal ujian kesenangan inilah yang lebih berat, serta lebih
menjerumuskan dan menjauhkan kita dari Allah. Apa pun bentuk ujian kesenangan
yang diberikan Allah, di setiap episode hidup kita, itu suka-suka Allah. Yang penting kita
mempersiapkan diri menghadapinya.