WINDA WIDHYASTUTI
YENI RAHMAWATI
(1112013047)
(1112013048)
PENGERTIAN EUTHANASIA
Euthanasia berasal dari bahasa yunani, eu yang berarti indah, bagus,
terhormat atau gracefully and with dignity dan thanatos yang berarti
mati. Secara etimologis, euthanasia berarti mati dengan baik, tidak bisa
diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa
seseorang. Dalam bahasa arab, euthanasia disebut dengan qatlur
rahmah atau taisrul maut. Ada pula yang mengartikan euthanasia
sebagai bentuk kematian yang baik yang menurut beberapa pihak
dianggap sebagai sesuatu yang baik.
PEMBAGIAN EUTHANASIA
Ditinjau dari segi cara dilaksanakannya, euthanasia dibagi tiga macam, yaitu:
A. Euthanasia aktif
Yakni perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter
dengan tujuan untuk mengakhiri hidup pasien.
B. Euthanasia pasif
Merupakan perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu
untuk mempertahankan hidup manusia.
C. Auto-euthanasia
Jika seseorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan
ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dari penolakan
tersebut ia membuat cocodicil (sebuah pernyataan tertulis). Auto-euthanasia pada dasarnya
adalah euthanasia pasif atas permintaan.
...Lalu kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari kami... (Q.S. Alanbiya (21):91).
Maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan)
kami; (q.S. Al-tahrim (66):12).
Berdasarkan dua ayat di atas, kehidupan ada karena adanya tiupan ruh,
hal ini menunjukkan dan disimpulkan bahwa mati terjadi dengan adanya
perpisahan antara ruh dan jasad.
Dalam islam atau hukum apa pun, masalah kematian sebagai suatu
keniscayaan. Dalam akidah islam, yang menentukannya adalah Allah
semata, sebagaimana dinyatakan dalam ayat alquran:
Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka,
maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan
tidak (pula) mendahulukan (nya) (Q.S. Ynus (10):49).
LARANGAN EUTHANASIA
Secara normatif, memudahkan proses kematian secara aktif (euthanasia
aktif), tidak dibenarkan oleh syarak. Sebab, berarti dokter melakukan
tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat
kematiannya melalui pemberian obat secara over dosis.
Ulama sepakat mengharamkan euthanasia, baik pasif maupun aktif,
karena termasuk tindakan mempercepat kematian dengan sengaja,
termasuk bentuk pembunuhan. Banyak nash agama mengharamkan
tindakan pembunuhan, di antaranya:
1. Bahwa urusan hidup dan mati hanya ada ditangan allah swt.,
Seperti disebutkan dalam Q.S. Al-mulk(67):2)
2. Islam melarang bunuh diri dan membunuh orang lain kecuali yang
hak. Banyak ayat melarang melakukan tindakan menghilangkan
nyawa, di antaranya Q.S. Al-anam:
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar"
(Q.S. Al-an'am (6):151).
Sanksi azab di akhirat bagi pelaku tindak bunuh diri adalah masuk neraka
jahannam, kekal di dalamnya,
Sanksi azab terhadap pembunuh orang mukmin tanpa hak di akhirat, dijelaskan
dalam sejumlah nash, akan dimasukkan dalam neraka jahannam.
Sedangkan sanksi di dunia adalah qishsh, seperti dijelaskan dalam alquran:
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-taurat) bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya ... (Q.S. Almidah (5):45).
EUTHANASIA PASIF
Demikian juga haram melakukan euthanasia pasif, atau memudahkan
proses kematian dengan cara pasif, dengan cara penghentian
pengobatan atau tidak memberikan pengobatan yang didasarkan pada
keyakinan dokter bahwa pengobatan atau obat-obatan yang dilakukan
itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit,
sesuai dengan sunnatullh dan hukum kausalitas.
Untuk menentukan hukum euthanasia pasif dari perspektif hukum islam, terlebih
dahulu perlu dilihat keterkaitannya dengan hukum berobat.
Hukum berobat dalam perspektif islam dapat dikategorikan dalam dua kondisi,
hukum asal (dasar) dan hukum situsional serta kondisional.
Hukum asal berobat, menurut para ulama berkisar antara sunnah dan mubah.
Berdasarkan situasi dan kondisinya, serta illatnya, hukumnya dapat sunnah,
wajib, mubah, makruh, atau haram.
Jika tidak ada harapan sembuh sesuai dengan sunnatullh dan hukum
kausalitas, sesuai dengan diagnosis dokter ahli yang dapat dipercaya, dan
hanya menyusahkan berbagai pihak yang terkait maka tidak seorang pun yang
mengatakan sunnah apalagi wajib.
Karena itu, apabila pasien diberi berbagai macam cara pengobatan dan
terapi dengan cara minum obat, suntikan, dan sebagainya atau
menggunakan alat-alat pernapasan buatan dan lainnya sesuai dengan
teori kedokteran modern dalam waktu yang relatif lama tetapi
penyakitnya tetap saja tidak berubah maka melanjutkan pengobatan
seperti itu tidak wajib dan tidak pula sunnah, bahkan mungkin
kebalikannya, tidak mengobatinya adalah wajib atau sunnah.
Ulama membolehkan bagi pasien yang telah lama menggunakan peralatan untuk
membantu keberlangsungan hidupnya, seperti infus, oksigen, respirrator, dan
berbagai alat bantu lainnya yang tidak membawa kemajuan sama sekali, bahkan
jika para dokter yang merawatnya menetapkan kesembuhannya tidak lagi dapat
diharapkan, meneruskan penggunaan peralatan tersebut sudah tidak ada
manfaatnya, dan yang menjadikannya tampak hidup adalah ketergantungan pada
peralaran tersebut, jika dilepas tidak lama lagi akan meninggal, maka keluarganya
diperbolehkan melepas peralatan tersebut dari si sakit dan membiarkannya
menurut kadar kemampuannya sendiri tanpa campur tangan orang lain.
Menurut fatwa MUI propinsi DKI jakarta pada tahun 2001, hukum
euthanasia adalah haram, karena hak untuk menghidupkan dan
mematikan manusia hanya berada di tangan allah SWT. Ditegaskan
pula, bahwa euthanasia merupakan suatu tindakan bunuh diri yang
diharamkan. Pelakunya, akan menjadi penghuni neraka.
KESIMPULAN
Dalam syariat islam, dari perspektif akidah islam bahwa pihak yang
berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah allah swt. Oleh karena
itu, orang yang mengakhiri hidupnya sendiri atau orang lain dengan
cara dan alasan yang bertentangan dengan ketentuan syariat islam,
diharamkan dan pelakunya diancam dengan siksa yang berat, baik di
dunia maupun di akhirat. Bentuk siksa di dunia, jika persyaratannya
terpenuhi dikenai sanksi hukumanqishash, kaffarah, atau diyat, dan
di akhirat diancam dengan azab neraka jahannam.
TERIMA KASIH