Abu Nawas ingin sekali menyenangkan hati istrinya. Istrinya ketika itu sedang
hamil, dan begitu menginginkan buah markisah, padahal buah itu sangat sukar
“Bang, nggak usah beli lho, aku cuma pengin saja kok bukan butuh” kata istri Abu
“Kok kamu tahu kalau dompetku lagi kempes terus?!” jawab Abu Nawas. Mereka
“Ada apa Bang kok lesu begitu, nggak laku ya dagangannya?” tanya istrinya
“Aku ingin sekali membelikan kamu buah markisah, tapi sampai sore kutunggu
“Ya, tapi sebenarnyaaku lebih pengin lagi beli baju” kata istrinya tersipu-sipu.
nggak tega kalau sampai merengek-rengek minta baju, soalnya kan harganya lebih
“Jadi kamu ini ngidam markisah apa baju?!” tanya Abu Nawas bingung.
**
Sudah beberapa hari ini istri Abu Nawas yang sedang hamil agak nggak enak
badan. Karena itulah Abu Nawas harus memasak sendiri dan menyiapkan makan
untuk istri dan dirinya sendiri. Suatu saat Abu Nawas sangat kecapekan, tapi apa
boleh dikata istri kan masih sakit, terpaksalah ia sendiri memasak masakan.
Karena jengkel, ia buat sayur sop yang sangat pedas dan benar-benar pedas seperti
sopnya tersebut. Tak ayal lagi, mukanya memerah dan air matanya menyerocos
mengalir dengan deras. Karena rumah mereka sempit, istrinya pun kaget melihat
“Bang, tak usah bersedih seperti itu, sebentar lagi aku sembuh kok”
“Kalau mati sih bisa cari pengganti, tapi kalau sakit begini.....aku kan harus
terus.......memasak!”
**
Terlalu Asin
Suatu hari Abu Nawas makan siang di rumah. Rupanya masakan istrinya
terlalu asin bagi dirinya. Akhirnya Abu Nawas pun hanya mengambil sayur sedikit
sekali.
“Lho, Bang kok makan sayurnya sedikit banget? Ini sayur enak sekali lho Bang!”
“Kamu juga makan dong jangan cuma nemenin duduk begitu...” kata Abu Nawas
“Aku kan udah kenyang Bang, maaf deh nanti malam saja makan barengnya...”
“Wah, kalau begitu susah juga aku njelasinnya.....” bisik Abu Nawas pada dirinya
sendiri
“Oh, ini kalau makan sayurnya kebanyakan aku takut keringatku jadi banyak dan
bau...”
“Lho kok?!”
**
Suatu saat Abu Nawas menghadapi keadaan yang sangat sulit, yaitu pertanyaan
“Iya”
“lho. kok bisa ya?! Itu...tante-tante semuanya kok nggak hamil sih kayak ibu?”
“Bisa”
“Iya....”
“Kalau laki-laki hamil juga gimana ngeluarinnya?” kata Abu Nawas gemas tak
“Gimana coba?”
“Kan Bisa lewat mulut?! Kalau kita ngeluarin isi perut kan bisa juga lewat mulut,
**
Barang Ajaib
dan setiap kali hujan bocor, sedang istrinya telah melahirkan seorang bayi kecil.
Kasihan rasanya kalau rumahnya tak segera ia perbaiki. Akan tetapi barang
dagangannya masih juga tak selaris yang ia harapkan. Akhirnya Abu Nawas
Maka semua barang yang ia jual ia katakan ajaib. Piring ajaib, terompah ajaib,
barangnya. Tentu saja mereka semua menganggapnya sangat murah. Sesuatu yang
“Ini adalah piring ajaib!” Jawab Abu Nawas penuh percaya diri
“Tentu saja banyak sekali, kau akan lebih tahu setelah membelinya! Makanmu
akan lebih lezat, istrimu akan tambah menyukaimu, dan banyak lagi”
Akhirnya barang Abu Nawas pun ludes, sampai ia bisa libur beberapa hari karena
Ketika tiba waktunya berdagang kembali ke pasar tentu saja ia banyak didatangi
“Mana buktinya? Katanya ajaib, buktinya semuanya biasa saja?” tanya salah satu
dari mereka
“Lho, ajaib itu maksuidnya mereknya ajaib, coba kalian lihat dan amati di setiap
barang mereka ada tulisan mereka ajaib, tentu saja mereka jadi tak berkutik.
“Kalian jangan berpikir yang aneh-aneh! Mengharap kegaiban kepada selain Allah
apalagi benda-benda mati, bisa-bisa kalian berbuat syirik! Kalau kalian membeli
piring tentu saja makan kalian akan lebih enak karena tadinya hanya beralas daun
sekarang dengan piring, dan tentu saja istri kalian akan senang kalau kalian beri
**
Berkah Jeroan
Suatu ketika Abu Nawas didera krisis keuangan. Ia pun pontang panting
berusaha ek sana ke mari untuk terus tidak putus asa. Suatu saat terbetiklah ide
dalam benaknya. Di lingkungan Abu Nawas kala itu semua daging jeroan
dibuang begitu saja. Orang-orang begitu jijik untuk memakannya. Akhirnya Abu
karena telah berjasa membuangkan sampah. Jeroan yang dibuang tadi ia ambil,
ketika masak orang tak mengenalnya lagi bahwa itu adalah daging jeroan. Abu
beberapa bulan kemudian telah menjadi makanan favorit bahkan sampai sang
khalifah pun menggemarinya. Begitu mengetahui bahwa kerupuk itu buatan Abu
Nawas maka Khalifah malah memberikan penghargaan kepada Abu Nawas atas
inovasinya tersebut, bahkan makanan itu dipuji selalin enak juga bergizi. Orang-
orang miskin menyukainya karena murah dan anak-anak mereka menjadi tak
Tentu saja kesuksesan yang telah membawa Abu Nawas kaya tersebut
mereka pun berhasil membongkar rahasia Abu Nawas bahwa krupuk itu dibuat
dari jeroan hewan ternak. Maka isu pun berhembus begitu cepat dan kencang,
“Gila, benar kau Abu Nawas telah memberi kami semua makanan dari
kerupuk tersebut? Apakah ada rasa jijik setiap Khalifah akan memakannya?”
Khalifah terdiam.
menjadi tak kurus lagi sekarang ini, Khalifah? Seandanya orang-orang tidak tahu
dari apakah saya membuatnya bukankah semua orang tahu bahwa krupuk itu
yang berguna?!”
Sejak saat itu kembali makanan Abu Nawas menjadi favorit dan
**
Tidak Tulus
itu ketika ia sedang duduk-duduk bersama istrinya. Tentu saja hal itu mengundang
perhatian istrinya.
“Ehmmm, teringat waktu aku remaja dulu. Betapa bodohnya aku dulu!”
“Dulu..., ketika remaja aku pernah belajar di pondok seorang kiai. Suatu saat di
aku sendiri mengurus dan membersihkan pondok. Selama sebulan penuh aku
satu temanku kembali dengan membawa oleh satu karung ubi. Tentu saja kiai
sangat senang, lalu kepadanya diberi dua ekor kambing untuk dipelihara dan
diambil manfaatnya.
Melihat hal itu tentu saja aku jadi kepingin. Aku berpikir, kalau aku bisa
membawakan sesuatu yang lebih baik lagi tentu kiai akan memberikan sesuatu
yang lebih baik pula kepadaku. Maka aku pun berpamitan kepada kiai untuk
pulang. Lalu aku ambil seekor kambing untuk kubawa kepada kiai, dengan
harapan agar aku bisa diberinya unta. Dia membawa ubi diberi kambing, tentu
kalau aku berikan kambing kiai akan berikan kepadaku unta-untanya. Begitulah
angan-anganku.
“Wah, kamu baik sekali. Sungguh kamu adalah seorang murid yang sangat
berbakti” kata kiai. Mendengar pujian itu tentu saja aku sangat senang, tak
“Ambilah itu ubi ini buat sarapanmu, sudah lama aku makan tak juga-habis-habis”
kata kiai dengan santainya. Tentu saja aku kaget bukan kepalang mendengar kata-
kata kiai. Tentu saja aku sangat sedih saat itu, akan tetapi sekarang aku malah
“Ya, itulah akibat tidak ikhlas, sekarang aku kapok! Tidak mengharap kecuali
“Tadi aku berikan anak kambing kita kepada tetangga sebelah kita yang miskin
“Hah?!”
“Aku tahu itu anak kambing kesayangan Abang, tapi pahala Allah jauh lebih baik
lagi Bang daripada anak kambing itu sendiri” kata istri Abu Nawas menasehati.
**
sungai, akan tetapi kala itu ia ingin menyenangkan teman-temannya untuk bisa
bermain bersama-sama.
lama Abu Nawas tak juga mendapat ikan, sedang teman-temannya telah banyak
temannya, yang lama-kelamaan membuat Abu Nawas risih dan bersedih. Inginnya
Maklum waktu itu Abu Nawas masih remaja, jadi masih mudah emosi.
tempat itu ada sebuah kolam pemeliharaan ikan, yang banyak sekali ikan di
senang Abu Nawas. Saat ia akan menarik kailnya, tiba-tiba ada buah kelapa jatuh
Tiba-tiba jatuh kembali sebuah buah kelapa di dekatnya. Ceblung!! Buah itu jatuh
di kolam tepat di depannya persis. Belum selesai Abu Nawas kaget, telah jatuh
Sungguh hebat hari ini. Ia hanya ingin mengail ikan, sekarang malah buah kelapa
berjatuhan sendiri di sebelahnya. Abu Nawas pun Ge-eR, mungkin ini terjadi
karena dirinya rajin mengaji dan lain sebagainya. Lalu ia tatap pohon kelapa itu,
dengan wajah marah dan berusaha melempar buah kelapa ke arahnya. Tanpa pikir
panjang Abu Nawas pun lari terbirit-birit. Dengan nafas terengah-engah Abu
“Ohh, tidak apa-apa kok” jawab Abu Nawas sambil berusaha menahan nafasnya.
Akhirnya Abu Nawas pun pulang dengan lesu. Kenapa ya Allah, teman-temanku
yang malas mengaji dan hsolat kok malah dapat rezki ikan banyak, sedangkan aku
yang rajin mengaji malah mancing nggak dapat-dapat. Begitulah pikirang itu
membesarkan hatinya.
“Kalau Allah memberi ikan banyak, itu bukan berarti Allah lebih mencintai
mereka daripada kamu. Kita baru tahu nanti di akhirat. Tanda cinta Allah bukan
pada banyaknya harta yang ia miliki akan tetapi adalah mudahnya ia melakukan
kebaikan dan terhindarnya ia dari maksiat atau bencinya ia pada maksiat. Seperti
kamu tadi yang dilempari buah kelapa, itu menunjukkan Allah menyelamatkan
kamu dari barang yang haram. Coba kalau perbuatanmu itu tidak ketahuan,
pastilah kamu akan memakan sesuatu yang haram. Bukankah Allah masih
mencintaimu?!” Nasehat kiai itu tertanam di hati Abu Nawas. Terimakasih Allah,
dalam hati.
**
Hari itu dagangan Abu Nawas begitu laris sampai-sampai ia tak sempat
Pulang dari shalat isya ia makan bersama istrinya. Seperti biasa mereka
“Yang, besok kamu masak yang enak dong..” kata Abu Nawas
“Ya, penginnya begitu sih, tapi uang kita tinggal sedikit Bang...” jawab istrinya
“Ah, santai saja nanti aku kasih uang banyak, sekalian buat beli baju buat kamu”
“Bener nih, Bang?! Aduuh terimakasih Bang!’ istri Abu Nawas sangat senang
mendengar kata-kata suaminya. Belum juga lebaran sudah mau dibelikan baju
baru.
tak sebanyak yang ia sangka? Mungkin ada sesuatu yang salah kemarin.
hanya sedikit, nanti kau masak sederhana saja, dan belinya baju kapan-kapan saja”
Hari itu perdagangan Abu Nawas seret. Ia pulang membawa uang sedikit.
“Darimana kau beli baju baru ini?” tanya Abu Nawas keheranan.
Usai shalat isya, sesampai di rumah tercium bau masakan yang begitu lezat.
Ketika masuk Abu Nawas pun melihat hidangan makan yang begitu menggiurkan.
“Bagaimana kau bisa memasak sehebat ini? Dari mana kau dapatkan uang?” tanya
“Pantas saja aku cari-cari uangku tak ada!Rupanya sembunyi di temapt cucian
sekarang loyo juga karena uang. Kayaknya uang itu kok segala-galanya!” nasehat
istrinya.
Abu Nawas hanya terdiam mendengar nasehat istrinya. Memang ternyata imannya
begitu lemah. Hanya karena uang ia loyo, padahal uang hanyalah salah satu dari
“Ayo sekarang kita makan Bang!” ajak istrinya mengagetkan lamunan Abu
Nawas.
**
Jual Unta
Abu Nawas menuntun untanya menuju pasar untuk dijual. Ternyata harga
yang ditawar oleh para pembeli terlalu rendah hingga Abu Nawas masih terus
pembeli. Akhirnya karena telah begitu lelah dan capek ia putuskan untuk
membawa pulang untanya itu. Ketika akan beranjak pulang mendadak datang
seseorang yang menawar untanya dengan harga yang cukup tinggi. Tidak diduga
“Bodoh sekali engkau! Tidak akan ada orang yang mau menawar harga lebih
“Maaf Tuan! Memang aku akan dapat begitu banyak, akan tetapi anda tidak tahu
betapa aku sebentar lagi akan pingsan bila berjalan kaki sampai rumah. Bila aku
pingsan di tengah jalan maka sia-sialah uang yang kuperoleh, sebab bisa jadi uang
itu telah raib di kala aku sadar diri” kata Abu Nawas sambil menaiki untanya
**
Penjara Angin
Suatu hari Abu Nawas dipanggil oleh khalifah. Tentu saja Abu Nawas sedikit
cemas, sebab seperti biasa selalu ia diberi tugas yang aneh-aneh oleh khalifah
memenuhi permintaannya.
“Ada gerangan apakah khalifah memanggil saya?!’ Tanya Abu Nawas dengan
harap-harap cemas.
“Sudah beberapa hari ini aku sakit perut. Ternyata aku terkena serangan angin
atau masuk angin. Sekarang aku minta tolong kepadamu untuk menangkap angin
“Kau adalah orang yang cerdik, kalau kau tak mampu kau akan diboikot!” kata
khalifah.
“Tiga hari insya Allah cukup” jawab Abu Nawas. Segera ia bergegas pulang ke
“Bagimana Abu Nawas, apakah kau sudah berhasil memenjarakan angin yang
“Ini adalah angin yang membuat sakit perut” jawab Abu nAwas tanpa ragu-ragu.
Benar saja khalifah membuka sumbat botol itu dan segera tercium bau
busuk kentut yang tak karuan. Tentu saja khalifah jengkel akan tetapi ia tak bisa
berbuat apa-apa.
“Bukankah ketika khalifah sakit perut, seperti itu busuknya bau angin yang keluar
‘Bukankah kalau saya gagal menangkap angin ini khalifah mengancamku untuk
sebab itulah yang akan dilakukan oleh pemimpin yang adil, dan bukankah aku
kecerdikan Abu Nawas, karena itu akhirnya Abu Nawas pun menerima hadiah
dari khalifah.
**
Di Balik Kebanggaan
“Aku akan bantu kamu tapi jangan menangis terus!” kata Abu Nawas
“Haaa, haaa, haaaa” masih juga anak kecil itu menangis sambil memegangi
perutnya.
“Haa, haaa, haaaaa” masih juga anak itu hanya menangis sambil menganggukkan
kepala.
Maka dibawalah anak kecil itu ke warung terdekat, kemudian Abu Nawas
membelikan roti. Segera anak kecil itu memakan roti dengan lahab dan
berhentilah ia menangis.
Mereka berdua hendak mengunjungi rumah salah seorang sahabat mereka yang
telah lama tak bertemu. Seusai shalat ashar berangkatlah Abu Nawas dan Abu
Lalab menuju rumah sahabatnya itu. Sesampai di rumah sang sahabat mereka
sampai maghrib sebab sang sahabat telah mengundang mereka untuk berbuka
“Ya, meski masih kecil mereka semua berpuasa” jawab sang sahabat dengan
bangga.
Mendadak Abu Nawas kaget sebab salah satu dari anak-anak itu adalah
anak kecil yang ia temui menangis di siang hari tadi. Oooh, rupanya anak ini tadi
“Wow, apakah sekecil itu mereka sudah kuat menahan lapar?” tanya Abu Nawas
Tentu saja anak kecil itu sangat malu begitu melihat wajah Abu Nawas.
Abu Nawas pun tahu diri. Akan tetapi terlanjur mereka berada dalam satu ruangan
sehingga mau tak mau pun akhirnya mereka pun saling bersapa.
“Hai anak kecil, rupanya di sini rumahmu, ya?” tanya Abu Nawas
“Ya, paman!” kata anak kecil itu dengan wajah agak takut.
“Lho, rupanya kalian telah saling kenal! Bagaimana bisa?!” kata sang sahabat.
“Ya, kami pernah kebetulan saja bertemu di tengah jalan” jawab Abu Nawas
“Ya, Ayah,. Paman ini pernah menolongku ketika aku menderita kesakitan di
tengah jalan. Hampir saja aku pingsan, alhamdulillah Paman ini membantuku
“Oh, anakku bukan itu maksudku” kata sang ayah sambil memeluk anaknya,”
pertolonganmu. Ayah tetap akan bangga meski kau tak kuat puasa seharian, sebab
**
akan tetapi berbagai perangkap selalu bisa dipecahkan oleh Abu Nawas. Kali ini
diberitahu oleh khalifah tentang rencananya yang akan menjebak Abu Nawas.
“Besok kalian datang ke pemandian air hangat, lebih awal dari biasanya, aku ada
urusan penting dengan kalian.” Begitu kata khalifah kepada para menterinya.
Khalifah pun mengundang Abu Nawas untuk datang ke pemandian hangat itu.
Seperti yang telah direncanakan, khalifah dan para menteri datang lebih
awal. Khalifah membagi kepada mereka semua masing-masing satu butir telur
ayam termasuk untuk khalifah sendiri. Lalu mereka semua segera masuk ke dalam
“Wahai Abu Nawas, cepatlah bergabung dengan kami!” sapa khalifah. Abu Nawas
pun tak pikir panjang segera masuk ke dalam pemandian itu sedangkan khalifah
dan para menteri telah terlebih dahulu berendam di dalamnya. Dalam hati Abu
menggelincirkannya.
“Hai para menteriku dan Abu Nawas! Aku mengundang kalian semua datang ke
sini untuk mengikuti suatu permainan, yang tidak akan bisa melakukannya kecuali
Benarlah ternyata apa yang terlintas dalam benak Abu Nawas,. Khalifah ingin
menjebaknya! Akan tetapi biarlah, Abu Nawas tetap tenang sebab ia berprinsip
“Masing-masing dari kita harus bisa melakukan apa yang ayam pun
melakukannya, yakni bertelur. Barangsiapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus
dihukum!”
dirinya, begitulah kata Abu Nawas dalam hati. Akan tetapi kalau hanya marah
dalam hati maka itu tak akan memecahkan masalah, maka Abu Nawas pun
“Tunggu apa lagi, sekarang semuanya menyelam, dan hanya boleh mengeluarkan
kepala bila sudah menghasilkan satu butir telur!” kata Khalifah. Maka segera
semua yang ada di situ menyelamkan kepala dan badan mereka ke dalam air.
Beberapa saat kemudian satu per satu mulai mengeluarkan kepalanya dengan
membawa sebutir telur, sedangkan Abu Nawas masih terus menyelam karena
Semua telah selesai menyelam dan membawa sebutir telur, tinggal Abu
Nawas saja yang masih menyelam. Khalifah mulai senang. Abu Nawas kali ini
benar-benar akan mati kutu, tak ada lagi baginya celah untuk berkelit. Sementara
itu Abu Nawas pun mulai merasakan sesak dadanya, ia tak lagi kuat menahan
napas. Tak ada jalan lain kecuali harus mengeluarkan kepalanya segera.
Semua pandangan tertuju pada Abu Nawas yang masih berada di dalam
air. Mereka harap-harap cemas. Apakah kali ini Abu Nawas benar-benar keokl
melawan permainan khalifah? Begitulah, para menteri pun sangat ingin melihat
Nawas mleihat semua orang telah membawa satu butir telur. Wah, ini pasti tipu
mengeluarkan bunyi keras dan panjang persis bunjyi seekor ayam jantan yang
berkokok. Kuk-kuruyyuuuuuuuuuuuuuuuuk.
“Ampun khalifah, hamba tidak bisa bertelor seperti khalifah dan para menteri!”
“Kalau begitu kau harus dihukum!” kata khalifah dengan mantap dan wajah
berseri-seri
“Bagaimana hamba bisa diukum, bukankah Ayam jantan tidak akan bisa
bertelur.Sedangkan hamba benar-benar tak bisa menjadi ayam betina. Hamba tak
sampai hati pada diri hamba. Hamba hanya bisa menjadi ayam jantan, oleh sebab
terlalu sulit untuk mengubah sifat-sifat jantan hamba menjadi sifat perempuan!”
mematahkan jebakannya. Memang Abu Nawas benar-benar cerdik., dan kali ini