Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS TINGKATAN BERPIKIR GEOMETRI SISWA SMP DALAM


PEMECAHAN MASALAH SEGITIGA

HANDAYANI AMMASE
1911440008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................6
E. Batasan Istilah..............................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
A. Kajian Teori.................................................................................................9
B. Penelitian Relevan......................................................................................25
C. Kerangka Konseptual.................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................28
A. Jenis Penelitian...........................................................................................28
B. Waktu Dan Tempat Penelitian...................................................................28
C. Subjek Penelitian........................................................................................28
D. Prosedur Penelitian....................................................................................29
E. Instrumen Penelitian..................................................................................30
F. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................31
G. Pemeriksaan Keabsahan Data....................................................................31
H. Teknik Analisis Data..................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai

disiplin ilmu dan pengembangan pola pikir manusia (Indriani & Imanuel,

2018). Dengan belajar matematika setidaknya ilmu dasar yang menopang

ilmu lainnya sudah dikuasai oleh siswa sehingga pada proses pembelajaran

dapat berjalan dengan baik. Menurut Yarmayani (2016), belajar matematika

merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk

berpikir secara logis, kritis dan kreatif. Oleh karena itu matematika menjadi

salah satu mata pelajaran penting yang wajib pada pendidikan formal.

Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang lebih

menekankan pada pemecahan masalah matematika. Memecahkan suatu

masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Berbicara mengenai

masalah matematika, Lencher (dalam Hartono, 2014) mendeskripsikan

masalah matematika sebagai soal matematika yang strategi penyelesaiannya

tidak langsung terlihat sehingga dalam penyelesaiannya memerlukan

pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah dipelajari

sebelumnya. Dalam memecahkan sebuah masalah, siswa perlu berpikir.

1
2

Sekolah membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif,

dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. (Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 21, 2016). Widyastuti dkk. (2013) menyatakan

dalam pemecahan masalah matematika, tidak hanya kemampuan untuk

menyelesaikan masalah saja yang diperlukan oleh siswa, tetapi juga

diperlukan proses berpikir yang baik. Proses berpikir tersebut biasanya akan

terjadi sampai siswa berhasil memperoleh jawaban yang benar.

Proses berpikir di dalam dunia pendidikan merupakan permasalahan

mendasar khususnya proses berpikir matematika. Seorang siswa diharapkan

mampu menggunakan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari,

mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan

nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan

matematika. Oleh karena itu, proses berpikir dalam matematika mempunyai

peranan yang penting dalam menjawab permasalahan matematika. Proses

berpikir yang baik tentunya akan membawa dampak yang baik pula pada

prestasi belajar siswa.

Menurut Sudarman (2009), proses berpikir adalah aktifitas yang

terjadi dalam otak manusia. Proses berpikir dalam belajar matematika adalah

kegiatan mental yang ada dalam pikiran siswa, maka Herbert (dalam

Herawati, 1994) menyatakan bahwa untuk mengetahui bagaimana proses

berpikir siswa dapat diamati melalui proses cara mengerjakan tes dan hasil
3

yang ditulis secara terurut. Selain itu ditambah dengan wawancara mendalam

mengenai cara kerjanya.

Setiap orang memiliki proses berpikir yang berbeda-beda. Perbedaan

proses berpikir dalam memecahkan masalah merupakan hal yang penting.

Perbedaan itu mungkin disebabkan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan

taraf kecerdasan seseorang. Proses berpikir sendiri didefinisikan Ormrod

(2009) sebagai suatu cara merespon terhadap atau memikirkan secara mental

informasi atau peristiwa.

Dalam proses berpikir terdapat tingkatan berpikir. Seorang guru dalam

mengajarkan matematika harus memperhatikan tingkat berpikir siswa. Untuk

mengatasi masalah tersebut, dalam pembelajaran matematika khususnya, guru

harus selalu memahami tingkat berpikir siswa khususnya materi geometri.

Menurut Suydam (1985), berpikir geometris dapat mengembangkan

kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia

sebenarnya, memberikan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mempelajari

lebih banyak matematika, dan mengajarkan membaca, menginterpretasikan

argumen secara matematis.

Teori yang membahas tingkatan berpikir adalah tingkatan berpikir

menurut van Hiele. van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tingkatan

berpikir siswa dalam bidang geometri. Setiap tahap mengambarkan proses

pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri, yaitu; (1) level 0

(visualisasi), (2) level 1 (analisis), (3) level 2 (deduksi informal), (4) level 3

(deduksi), (5) level 4 (ketepatan) (Walle dkk. 2001). Level berpikir geometri
4

menjelaskan bagaimana peserta didik berpikir dan ide geometri apa yang

peserta didik pikirkan, dibandingkan berapa banyak pengetahuan yang

mereka miliki (Nopriana, 2017).

Dari beberapa materi dalam pelajaran matematika, materi geometri

merupakan materi yang penting untuk dikuasai. Schmitt (2006) menyatakan

bagaimana pentingnya geometri dipelajari, Geometry touches on every aspect

of our lives. It is important to explore the shapes, lines, angles, and space that

are woven into our students’ daily lives as well as our own.

National Council of Teachers of Mathemarics (2000) menyebutkan

bahwa tujuan pembelajaran geometri di sekolah menengah antara lain adalah

agar siswa dapat : pertama, mendeskripsikan dengan jelas, mengklasifikasi

dan memahami hubungan antara jenis-jenis bangun dimensi dua dan dimensi

tiga dengan menggunakan definisi dan sifat-sifatnya. Kedua, memahami

hubungan antara sudut, panjang sisi, keliling, luas dan volume dari bangun

yang sama. Ketiga, membuat dan mengkritisi argumen induktif dan deduktif

mengenai ide dan hubungan geometri, seperti kekongruenan, kesamaan dan

hubungan Pythagoras.

Meskipun demikian beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

beberapa materi geometri masih kurang dikuasai oleh sebagian besar siswa.

Berdasarkan penelitian Sutama dkk. (2014) menyatakan bahwa hasil tes

geometri masih kurang memuaskan (lebih rendah) dibandingkan dengan hasil

tes materi matematika lainnya. Banyak faktor penyebab rendahnya prestasi


5

siswa dalam geometri, salah satunya yaitu dalam penyampaian materi dan

tingkat kemampuan siswa dalam menerima materi yang diberikan.

Rendahnya hasil belajar geometri membutuhkan kemampuan berpikir

geometri dalam mempelajarinya (Wardhani, 2015). Sucipto & Kusumawati

(2019) menyatakan bahwa dari beberapa materi pelajaran matematika yang

masih sulit dikuasai oleh sebagian besar siswa salah satunya adalah materi

bangun ruang sisi datar, dikarenakan untuk memahami materi tersebut siswa

memerlukan ketelitian yang tinggi.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara bersama siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Rappang pada tanggal 8 Mei 2023, siswa mengaku kesulitan

dalam menyelesaikan soal geometri materi bangun ruang sisi datar segitiga.

Padahal banyak benda-benda di lingkungan sekitar yang menyerupai bentuk

bangun segitiga, misalnya atap rumah, gantungan baju, penggaris segitiga,

dan lain-lain.

Berdasatkan uraian di atas maka penulis akan meneliti tingkatan

berpikir siswa kelas VIII dalam pemecahan masalah segitiga. Adapun subjek

penelitian difokuskan pada jenjang sekolah menengah pertama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini yaitu bagaimana tingkatan berpikir siswa SMP dalam

pemecahan masalah segitiga?


6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu


untuk mengetahui bagaimana proses tingkatan berpikir siswa SMP dalam
pemecahan masalah segitiga.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain

sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Dengan penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai

tingkatan berpikir siswa SMP dalam pemecahan masalah segitiga.

2. Secara Praktis

a. Bagi peneliti

1) Sebagai sarana belajar untuk memperoleh pengalaman dan

mendapatkan pengetahuan dalam pemecahan masalah segitiga.

2) Mendapat masukan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga

dapat meningkatkan mutu pendidikan ketika peneliti menjadi

seorang pendidik.

b. Bagi guru

1) Membantu guru merancang pembelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan siswa dalam berpikir.

2) Memudahkan guru dalam menganalisis pemahaman siswa terkait

materi geometri sehingga bisa mencari alternatif solusi untuk

meningkatkan pemahaman siswa dalam memecahkan soal

segitiga.
7

3) Dapat mengetahui tingkat ketercapaian kemampuan siswa dalam

memahami materi segitiga, sehingga guru dapat mengoptimalkan

proses belajar mengajar di kelas.

c. Bagi siswa

Mengetahui sejauh mana tingkatan berpikir siswa SMP dalam

memahami dan menyelesaikan soal materi segitiga sehingga siswa

dapat memacu diri dalam meningkatkan kemampuannya.

d. Bagi peneliti lain.

Dapat dijadikan referensi bahan pertimbangan untuk penelitian yang

berkaitan dengan tingkatan berpikir siswa SMP dalam pemecahan

masalah segitiga.

E. Batasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian, perlu adanya

penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun batasan

istilah dari penelitian ini:

1. Proses Berpikir

Proses berpikir yang dimaksud adalah proses dalam memecahkan

masalah yang dilandasi dengan berbagai ide atau gagasan yang ada

dalam ingatan seseorang dalam pemecahan masalah matematika yang

sesuai dengan indikator-indikator. Proses berpikir dalam hal ini

dilakukan dengan rinci tentang proses berpikir siswa dalam pemecahan

masalah matematika pada materi segitiga.

2. Pemecahan Masalah
8

Pemecahan masalah adalah upaya individu untuk menentukan

solusi atau jalan keluar berupa langkah yang spesifik untuk mengatasi

suatu permasalahan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya ketika

suatu jawaban atau solusi belum tampak jelas.

3. Masalah Matematika

Masalah Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

soal matematika yang mengarahkan siswa dalam menyelesaikannya

dengan menganalisis soal tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori

1. Proses Berpikir

Menurut Hudojo (dalam Siswono, 2002), dalam proses belajar matematika

terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan

kegiatan mental dan orang yang belajar matematika pasti melakukan kegiatan

mental. Berpikir merupakan salah satu bentuk aktivitas belajar. Biasanya, proses

berpikir menghasilkan penemuan baru atau setidaknya seseorang bisa mengetahui

hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain (Rohmah, 2018).

Berpikir merupakan proses yang “dialektis” artinya selama kita berpikir,

pikiran kita dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakkan hubungan

pengetahuan kita. Dalam berpikir kita memerlukan alat yaitu akal (Ahmadi &

Widodo Supriyono, 2013).

Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk

membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu

keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan. Pendapat ini menunjukkan

bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah,

ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.

Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah

atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan media yang

9
10

digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang

mempengaruhinya.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proses berpikir

adalah usaha untuk memperhatikan, mengamati, dan melakukan penyelidikan

secara detail terhadap proses dalam pemecahan masalah.

Langkah-langkah proses berpikir sebagai berikut: (1) pembentukan

pengertian, yaitu adalah hasil proses berpikir yang merupakan rangkuman sifat-

sifat pokok dari suatu barang atau kenyataan yang dinyatakan dalam suatu

perkataan. (2) pembentukan pendapat, yaitu meletakkan hubungan antara dua

buah pengertian atau lebih. dan (3) penarikan kesimpulan, yaitu sebagai hasil

perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapatpendapat

yang telah ada (Suryabrata, 2013).

van Hiele mengungkapkan level berpikir peserta didik dalam memahami

geometri yaitu melalui tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap

deduksi, dan tahap ketepatan (Lestariyani dkk. 2014). Setiap level berpikir

geometri mendeskripsikan proses berpikir peserta didik dalam konteks geometri.

Level berpikir geometri menjelaskan bagaimana peserta didik berpikir dan ide

geometri apa yang peserta didik pikirkan, dibandingkan berapa banyak

pengetahuan yang mereka miliki (Nopriana, 2014).


11

Level-level berpikir menurut van Hiele:

a. Level 0 (visualisasi)

Level visualisai merupakan level dasar pada tahapan belajar ini,

dimana siswa baru mengenal nama suatu bangun dan mengenal

bentuknya secara keseluruhan. Ciri pada level visual ini adalah siswa

mampu memberi nama berdasarkan penampakannya, siswa tidak

terfokus pada sifat-sifat objek yang diamati tetapi memandang suatu

objek secara keseluruhan.

b. Level 1 (analisis)

Pada level ini siswa dapat menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki

oleh suatu bangun atau ditunjukkan dengan siswa sudah mengenal

bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing

bangun.

c. Level 2 (deduksi informal)

Level ini disebut juga dengan level pengurutan. Pada level ini

siswa dapat memahami hubungan antara ciri satu dengan ciri yang lain

pada suatu bangun. Dan pada level ini siswa dapat mengambil

kesimpulan sederhana tetapi belum pada tahap pembuktiannya.

d. Level 3 (deduksi)

Pada level ini siswa sudah mengetahui peranan pengertian-

pengertian, aksioma-aksioma dan teorema-teorema pada geometri dan

siswa mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Pada level ini
12

siswa sudah memahami proses deduktif-aksiomatis dan mampu

menggunakan proses berpikir tersebut.

e. Level 4 (ketepatan)

Level 4 adalah level yang disebut juga tingkat matematis. Pada

level ini siswa mampu melakukan penalaran secara formal, tentang

sistem matematika tanpa membutuhkan model-model bangun yang

konkret sebagai acuan. Pada tahap ini siswa memahami bahwa

dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.

Tabel 2.1 Indikator Level Berpikir Geometri van Hiele


Level Indikator

0 1. Mengidentifikasi bangun berdasarkan bentuk yang dilihat


secara utuh.
(visualisasi 2. Menentukan contoh dan yang bukan contoh dari gambar
bangun geometri.
)

1. Mendeskripsikan suatu bangun berdasarkan sifat-sifatnya.


1 (analisis) 2. Membandingkan bangun-bangun berdasarkan sifat-sifatnya.
3. Melakukan pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat
bangun yang sudah dikenali.
1. Menyusun definisi suatu bangun berdasarkan sifat-sifat antar
bangun geometri.
2 (deduksi
2. Memberikan penjelasan mengenai hubungan yang terkait
antara bangun geometri meskipun belum pada tataran formal
informal)
berdasarkan informasi yang berikan.
3. Menyelesaikan masalah yang terkait dengan sifat-sifat antar
bangun geometri.
1. Memahami beberapa pernyataan matematika seperti
3 (deduksi)
aksioma, definisi, teorema,dan bukti.
2. Menyusun pembuktian secara deduktif.
1. Memahami beradaan aksioma sebagai pernyataan pangkal
4
yang dapat digunakan dalam membuktikan kebenaran suatu
teorema.
(ketepatan)
2. Menyusun pembuktian teorema dalam geometri secara
formal.
13

2. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah bukanlah sekedar suatu keahlian untuk diajarkan dan

digunakan dalam matematika tetapi juga keahlian yang akan dibawa pada

masalah-masalah keseharian atau situasi-situasi pembuatan keputusan dengan

demikian membantu seseorang secara baik selama hidupnya.

Bentley (2000) menambahkan bahwa pemecahan masalah dapat membantu

seseorang untuk berfikir fleksibel dan dapat mengembangkan kemampuan yang

dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, Gagne (1970) mengemukakan bahwa pembelajaran pemecahan

masalah dapat meningkatkan dan mengembangkan intelektual tingkat tinggi.

Astuti dkk. (2014) mengungkapkan bahwa salah satu kompetensi yang harus

dimiliki siswa dalam kurikulum matematika adalah kemampuan pemecahan

masalah. Nur dan Palobo (2018) menyatakan bahwa pemecahan masalah

merupakan sarana siswa memahami, merencanakan, memecahkan, dan meninjau

kembali solusi yang diperolehnya melalui strategi bersifat non rutin.

Siswono (2018) juga mengumukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu

proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau

kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas.

Sementara itu, Sumarmo (2000) mengemukakan bahwa pemecahan masalah

adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu

tujuan yang diinginkan. Jadi secara singkat pemecahan masalah adalah formulasi

jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan yang dipelajari sebelumnya untuk

menciptakan solusi/ jalan keluar dari sebuah masalah (problem)


14

Pentingnya pemecahan masalah matematika ditegaskan dalam NCTM (2000)

yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam

pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari

pembelajaran matematika.

3. Materi Geometri Segitiga

Materi segitiga merupakan salah satu materi geometri yang dipelajari

siswa di kelas VII SMP. Berikut penjelasan mengenai materi segitiga menurut

Nuharini & wahyuni (2008):

A. Segitiga

1) Pengertian Segitiga

Gambar 2.1 Segitiga

Sisi yang membentuk segitiga ABC berturut-turut adalah AB, BC, dan

AC. Sudut-sudut yang terdapat pada segitiga ABC sebagai berikut:

a. ∠ A atau ∠ BAC atau ∠ CAB

b. ∠ B atau ∠ ABC atau ∠ CBA

c. ∠ C atau ∠ ACB atau ∠ BCA

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa segitiga adalah bangun

datar yang dibatasi oleh tiga buah sisi dan mempunyai tiga buah titik

sudut. Segitiga biasanya dilambangkan dengan “∆”.


15

Gambar 2.2 Segitiga ABC

Pada gambar diatas menunjukkan segitiga ABC.

a. Jika alas = AB maka tinggi = CD (CD ﬩ AB)

b. Jika alas = BC maka tinggi = AE (AE ﬩ BC)

c. Jika alas = AC maka tinggi = BF (BF ﬩ AC)

Jadi, pada suatu segitiga setiap sisinya dapat dipandang sebagai alas,

dimana tinggi tegak lurus alas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa alas segitiga merupakan salah satu sisi dari suatu segitiga,

sedangkan tingginya adalah garis yang tegak lurus dengan sisi alas dan

memiliki titik sudut yang berhadapan dengan sisi alas.

2) Jenis-jenis Segitiga

Jenis-jenis segitiga dapat ditinjau berdasarkan:

a. Panjang sisi-sisinya;

b. Besar sudut-sudutnya;

c. Panjang sisidan besar sudut.


16

a. Jenis-jenis segitiga ditinjau dari panjang sisinya

i. Segitiga sebarang

Gambar 2.3 Segitiga sebarang

Segitiga sebarang adalah segititga yang sisi-sisinya tidak sama

panjang. Pada gambar di atas, AB ≠ BC ≠ AC.

ii. Segitiga sama kaki

Gambar 2.4 Segitiga sama kaki

Segitiga sama kaki adalah segitiga yang memiliki tiga buah sisi

yang sama panjang . pada gambar di atas segitiga sama kaki ABC

dengan AB = BC.
17

iii. Segitiga sama sisi

Gambar 2.5 Segitiga sama sisi

Segitiga sama sisi adalah segitiga yang memiliki tiga buah sisi

sama panjang dan tiga buah sudut sama besar. Segitiga ABC pada

gambar di atas merupakan segitiga sama sisi.

b. Jenis-jenis segitiga ditinjau dari besar sudutnya

i. Segitiga lancip

Gambar 2.6 Segitiga lancip

Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya merupakan

sudut lancip, sehingga sudut-sudut yang terdapat pada segitiga tersebut

besarnya antara 0° dan 90°.


18

ii. Segitiga tumpul

Gambar 2.7 Segitiga tumpul

Sudut tumpul adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan

sudut tumpul. Pada ∆ ABC di atas, ∠ ABC adalah sudut tumpul.

iii. Segitiga siku-siku

Gambar 2.8 Segitiga siku-siku

Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu sudutnya

merupakan sudut siku-siku (besarnya 90°). Pada gambar di atas ∆

ABC siku-siku adadi titik C.

c. Jenis-jenis segitiga ditinjau dari sisi dan besar sudutnya.

i. Segitiga siku-siku sama kaki


19

Gambar 2.9 Segitiga siku-siku sama kaki

Segitiga siku-siku sama kaki adalah segitiga yang kedua sisinya

sama panjang dan salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku

(90°). Pada gambar di atas ∆ ABC siku-siku di titik A dengan AB =

AC.

ii. Segitiga tumpul sama kaki

Gambar 2.10 Segitiga tumpul sama kaki

Segitiga tumpul sama kaki adalah segitigayang kedua sisinya sama

panjang dan salah satu sudutnyamerupakan sudut tumpul. Sudut

tumpul ∆ ABC pada gambar di atas adalah ∠ B, dengan AB = BC.


20

3) Sifat-sifat Segitiga Istimewa

Segitiga istimewa adalah segitiga yang mempunyai sifat-sifat

khusus (istimewa). Dalam hal ini yang dimaksud segitiga istimewa adalah

segitiga siku-siku, segitiga sama kaki, dan segitiga sama sisi.

a. Segitiga siku-siku

Gambar 2.11 Segitiga istimewa siku-siku

∆ABC dan ∆ADC masing-masing merupakan segitiga siku-siku

yang dibentuk dari persegi panjang ABCD yang dipotong menurut

diagonal AC. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa besar salah satu

sudut pada segitiga siku-siku adalah 90°.

b. Segitiga sama kaki

Perhatikan kembali ∆ ABC dan ∆ ADC pada Gambar 2.11

Impitkan kedua segitiga yang terbentuk tersebut pada salah satu sisi siku-

siku yang sama panjang.

Gambar 2.12 Segitiga istimawa sama kaki


21

Tampak bahwa akan terbentuk segitiga sama kaki seperti gambar

2.11 (ii) dan (iii). Dengan demikian, dapat dikatakan segitiga sama kaki

dapat dibentuk dari dua buah segitiga siku-siku yang sama besar dan

sebangun.

Gambar 2.13 Segitiga sama kaki PQR

Jika segitiga sama kaki PQR dilipat menurut garis RS maka

P akan menempati Q atau P ↔ Q;

R akan menempati R atau R ↔ R;

Atau dapat ditulis PR ↔ QR.

Dengan demikian, PR = QR. Akibatnya, ∠ PQR = ∠ QPR. Jadi

dapat disimpulkan bahwa segitiga sama kaki mempunyai dua buah sisi

yang sama panjang dan dua buah sudut yang sama besar.

Lipatlah ∆ PQR menurut garis RS. Segitiga PRS dan ∆ QRS akan

saling berimpit, sehingga PR akan menempati QR dan PS akan menempati

SQ. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa RS merupakan sumbu simetri

dari ∆ PQR. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa segitiga sama

kaki mempunyai sebuah sumbu simetri.


22

c. Segitiga sama sisi

Gambar 2.14 Segitiga sama sisi ABC

Segitiga sama sisi mempunyai tiga buah sisi yang sama panjang,

tiga buah sudut yang sama besar dan mempunyai tiga sumbu simetri.

B. Jumlah sudut-sudut segitiga

Besar sudut suatu garis lurus sebesar 180°, sehingga penjumlahan sudut-

sudut pada segitiga sebesar 180°. Dari uraian tersebut dapa disimpulkan bahwa

pada ∆ ABC berlaku ∠ A + ∠ B + ∠ C = 180°.

C. Hubungan panjang sisi dengan besar sudut pada segitiga

1. Ketidaksamaan segitiga

Pada setiap segitiga selalu berlaku bahwa jumlah dua buah sisinya selalu

lebih panjang daripada sisi ketiga. Jika suatu segitiga memiliki sisi a,b, dan c

maka berlaku salah satu dari ketidaksamaan berikut.

i. a+b>c

ii. a+c>b

iii. b+c>a

ketidaksamaan bersebut disebut ketidaksamaan segitiga.


23

2. Hubungan besar sudut dan panjang sisi suatu segitiga

Gambar 2.15 Hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga

Pada gambar segitiga ABC di atas, sisi AB diperpanjang sehingga

membentuk garis lurus ABD. Pada segitiga ABC berlaku

∠ BAC + ∠ ABC + ∠ ACB = 180° (sudut dalam ∆ ABC)

∠ BAC + ∠ ACB = 180° - ∠ ABC …….(i)

Padahal ∠ ABC + ∠ CBD = 180° (berpelurus)

∠ CBD = 180° - ∠ ABC ……..(ii)

Selanjutnya ∠ CBD disebut sudut luar segitiga ABC.

Berdasarkan persamaan (i) dan (ii) diperoleh ∠ CBD = ∠ BAC + ∠ ACB.

Pada setiap segitiga sudut terbesar terletak berhadapan dengan sisi terpanjang,

sedangkan sudut terkecil terletak berhadapan dengan sisi terpendek.

3. Hubungan sudut dalam dan sudut luar segitiga

Besar sudut luar suatu segitiga sama dengan jumlah dua sudut dalam yang

tidak berpelurus dengan sudut luar tersebut.


24

D. Keliling dan luas segitiga

1. Keliling segitiga

Gambar 2.16 Keliling segitiga ABC

Keliling ∆ ABC = AB + BC + AC

=c+a+b

=a+b+c

Jadi, keliling ∆ ABC adalah a + b + c.

Suatu segitiga dengan panjang sisi a,b, dan c kelilingnya adalah

K = a + b + c.

2. Luas segitiga

Gambar 2.17 Luas Segitiga

1
Luas ∆ ADC = × luas persegi panjang ADCE dan
2

1
Luas ∆ BDC = × luas persegi panjang BDCF.
2
25

Luas ∆ ABC = luas ∆ ADC + luas ∆ BDC

1 1
= × luas ADCE + × luas BDCF
2 2

1 1
= × AD × CD + × BD × CD
2 2

1
= × CD × (AD + BD)
2

1
= × CD × AB
2

Secara umum luas segitiga dengan panjang alas a dan tinggi t adalah

1
L= × a ×t .
2

B. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak membahas tentang proses

berpikir siswa. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Musa (2016) yang

bertujuan untuk mendekripsikan level berpikir geometri menurut van Hiele

berdasarkan kemampuan geometri dan perbedaan gender pada siswa kelasVII

SMP SMPN 8 Parepare. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (a) subjek LT

berada pada level 2 pra pengurutan (level 2 belum maksimal), subjek kurang

memahami hubungan antarbangun dalam membangun definisi, (b) subjek PT

berada pada level 2 pra pengurutan (level 2 belum maksimal), subjek kurang

memahami hubungan antarbangun dalam membangun definisi, (c) subjek LR

berada pada level 1 analisis, subjek dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun

sedangkan (d) subjek PR berada pada level 1 analisis, subjek dapat menentukan

sifat-sifat suatu bangun.


26

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sholihah dan Afriansyah (2018) bertujuan

untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan siswa dalam proses pemecahan

masalah geometri berdasarkan tahapan berpikir van Hiele serta untuk melihat

ketercapaian siswa dalam pemahaman geometri berdasarkan tahapan berpikir

geometri van Hiele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketercapaian siswa pada

proses pemecahan masalah geometri berdasarkan tahapan berpikir van Hiele

paling banyak adalah pada tahap 0 (visualisasi). Hal ini ditunjukkan dengan

tingginya persentase pencapaian siswa pada tahap visualisasi yaitu sebanyak

96,87 %. Ketercapaian tahapan berpikir van Hiele yang paling baik dicapai

sebesar 3,13% pada tahap 1 (Analisis). Untuk tahap 2 (deduksi informal) dan

tahap 3 (deduksi) belum ada siswa yang mampu mencapai tahapan tersebut.

Persamaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pembahasan

mengenai tahapan berpikir siswa dalam menyelesaikan soal materi geometri.

Sedangkan perbedaannya adalah dari tujuan dari penelitian sebelumnya, penelitian

ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses berpikir siswa

dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi geometri.

C. Kerangka Konseptual

Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada

pemecahan masalah matematika. Dalam pemecahan suatu masalah matematika

diperlukan proses berpikir. Proses berpikir adalah aktivitas yang terjadi dalam

otak manusia. Proses berpikir adalah proses memecahkan masalah dengan

berbagai ide atau gagasan yang ada dalam ingatan seseorang.

Dalam proses berpikir terdapat tingkatan berpikir. Salah satu teori yang
27

mengungkap tingkatan berpikir adalah tingkatan berpikir menurut van Hiele. van

Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tingkatan berpikir siswa dalam bidang

geometri. Lima tingkatan tersebut yaitu level 0 (visualisasi), level 1 (analisis),

level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4 (ketepatan). Berikut

kerangka konseptual dalam penelitian proses berpikir siswa dalam pemecahan

masalah matematika pada materi geometri berdasarkan tingkatan berpikir van

Hiele.

Analisis proses berpikir siswa


dalam pemecahan masalah
matematika pada materi geometri
berdasarkan teori van Hiele

Tingkatan berpikir van Hiele yaitu:


1. Visualisasi
2. Analisis
3. Deduksi informal
4. Deduksi
5. Ketepatan

Proses berpikir siswa dalam


menyelesaikan malasah
matematika pada materi
geometri.

Gambar 2.17 Bagan KerangkaKonseptual


BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deksriptif.

(apa itu kualitatif deskriptif teorinya sapa) karena hasil dari penelitian ini

memaparkan suatu keadaan secara sistematis sehingga lebih jelas dan sesuai

dengan faktanya. Peneliti menggunakan jenis penelitian ini untuk mengetahui

dan memberikan gambaran secara apa adanya mengenai proses berpikir siswa

dalam pemecahan masalah matematika pada materi geometri.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran

2022/2023 di SMP Negeri 1 Rappang. Sekolah ini terletak di Rappang,

Kecamatan Panca Rijang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi

Selatan. Sekolah ini sudah berakreditasi A, dengan jumlah siswa sebanyak

403 orang yang dibagi dalam beberapa kelas dan guru sebanyak 37 orang.

Dari hasil observasi di SMP Negeri 1 Rappang siswa mengaku kesulitan

dalam menyelesaikan soal materi segitiga. Berdasarkan hal tersebut peneliti

memilih tempat penelitian di SMP Negeri 1 Rappang.

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII 1 SMP Negeri 1

Rappang tahun ajaran 2022/2023. Peneliti memilih subjek kelas VIII 1 SMP

Negeri 1 Rappang dengan peserta didik pada jenjang tersebut telah

28
29

mendapatkan pengetahuan dan konsep mengenai materi matematika yang

akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan subjek penelitian

menggunakan teknik purposive yaitu menentukan subjek dengan

pertimbangan sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan tujuan

penelitian. Subjek penelitian sebanyak lima siswa yang dipilih berdasarkan

penggolongan tingkatan berpikir van Hiele dari hasil tes VHGT (van Hiele

Geometry Test). Selanjutnya, kelima subjek yang telah dipilih diberikan soal

matematika untuk mengetahui tingkatan berpikir siswa.

D. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian dibagi menjadi dua tahap,

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Observasi di SMP Negeri 1 Rappang

b. Menyusun Proposal penelitian

c. Merancang Instrumen penelitian

d. Melakukan Validasi Instrumen penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan wawancara berbasis tugas kepada siswa untuk

mendapatkan data proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah

matematika pada materi geometri.

b. Melakukan analisis jawaban siswa.

c. Setelah data terkumpul, dilakukan pengecekan keabsahan data.


30

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian merupakan alat atau sarana yang digunakan

dalam melakukan pengumpulan data. Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu:

a. Instrumen Utama

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang

bertindak mencari, mengumpulkan, dan menganalisis data secara

langsung dari sumber data. Peneliti harus bisa mengungkapkan fenomena

yang nyata saat dilapangan. Sehingga dalam pelaksanaan penelitian,

peneliti terlibat secara langsung dilapangan, selain itu peneliti bertindak

sebagai pemberi tes, pewawancara subjek, pengumpul data, serta

membuat kesimpulan terhadap hasil laporan yang diungkapkan dalam

bentuk uraian atau kata-kata.

b. Instrumen Pendukung

Instrumen pendukung digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data. Dalam penelitian ini instrumen bantu yang

digunakan adalah, tes berupa uraian dan pedoman wawancara.

i. Soal tes

 Van Hiele Geometry Test (VHGT)

VHGT adalah soal pemecahan masalah yang memperlihatkan

indikator level berpikir van Hiele. VHGT ini merupakan soal

pilihan ganda yang dialihkan ke bahasa Indonesia yang terdiri

dari 25 soal yang mencakup 5 level berpikir van Hiele.


31

 Tes Geometri Segitiga

Tes ini digunakan untuk mengetahui tingkatan berpikir subjek

penelitian dalam materi segitiga. Soal ini terdiri dari 5 soal

essay, dimana 1 soal mencakup masing-masing 5 level.

ii. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara dibuat sebagai panduan peneliti dalam

melakukan pengumpulan data pada saat melakukan wawancara.

Pedoman wawancara berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

kepada subjek penelitian pada saat wawancara. Pada instrumen

pedoman wawancara bersifat semi-terstruktur, maka terdapat

beberapa pertanyaan tambahan guna untuk menelusuri lebih dalam

informasi dari siswa yang menjadi subjek penelitian berdasarkan

jawaban yang telah mereka tuliskan.

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama yang

digunakan dalam sebuah penelitian, karena memiliki tujuan utama dari

penelitian yaitu untuk memperoleh data. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara berbasis tugas.

Wawancara berbasis tugas dilakukan dengan cara meminta subjek untuk

menyelesaikan masalah matematika, peneliti mengemukakan pertanyaan

jika dirasa perlu. Setelah subjek penelitian mengerjakan masalah

matematika kemudian subjek diwawancarai berkaitan dengan

penyelesaian masalah matematika yang telah dikerjakan. Penggunaan


32

metode wawancara berbasis tugas bertujuan untuk mengetahui proses

berpikir subjek penelitian serta untuk memperoleh data secara jelas

tentang proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah matematika

pada materi geometri.

G. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Data dalam penelitian kualitatif dapat dikatakan valid apabila tidak

ada perbedaan antara data yang dilaporkan peneliti dengan data yang

sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Sugiyono (2012) menyatakan

bahwa member-check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Tujuan dari member-check adalah agar informasi yang

diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa

yang dimaksud sumber data atau informan.

Dengan demikian dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara

member-check kepada subjek penelitian diakhir kegiatan penelitian lapangan

tentang fokus yang diteliti yakni agar memperoleh kebasahan data dalam

penelitian.

H. TEKNIK ANALISIS DATA

Dalam teknik analisis data kualitatif terdapat tiga kegiatan yang

berlangsung. Hal ini diungkapkan oleh Miles dkk. (2014), yaitu kondensasi

data, penyajian data, dan verifikasi.


33

a. Kondensasi data

Kondensasi data merupakan proses menyeleksi, memfokuskan,

mengabstraksi, dan mengubah data yang mendekati keseluruhan bagian

dari catatan lapangan secara tertulis, transkrip wawancara, dokumen dan

materi (temuan) empirik lainnya.

b. Penyajian data

Penyajian data dilakukan setelah melakukan kondensasi data.

Tujuan dari penyajian data yang dilakukan peneliti adalah untuk

memudahkan dalam memahami apa yang terjadi, serta mempermudah

saat peneliti membuat kesimpulan dari apa yang sudah dipahami.

c. Verifikasi

Kegiatan analisis ketiga yang dilakukan setelah penyajian data

adalah verifikasi. Sejak awal pengumpulan data, seorang peneliti

kualitatif mulai mencatat dan memberi makna benda-benda, mencatat

keteraturan penjelasan, alur sebab-akibat, dan proposisi.

Kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak muncul sampai

pengumpulan data selesai, tergantung dari luas dan lengkapnya

kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan, dan

pengambilan metode yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan-

tuntutan pemberi informasi.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. A., & Supriyono, W. (2013). Psikologi belajar (Edisi ke-3). Rineka
Cipta.

Astuti, R., Budiyono., & Usodo, B. (2014). Eksperimentasi model pembelajaran


kooperatif tipe TAPPS dan TSTS terhadap kemampuan menyelesaikan
soal cerita matematika ditinjau dari tipe kepribadian. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, 2(4), 399–410.
https://doi.org/10.25273/jipm.v2i2.474

Bentley, T. (2000). Learning beyond the classroom: Education for a changing


world. Routledge.

Gagne, R. M. (1970). The conditins of learning (Edisi ke-2). Holt, Rinehart and
Winston.

Hartono, Y. (2014). Matematika strategi pemecahan masalah. Graha Ilmu.

Herawati, S. (1994). Penelusuran kemampuan siswa sekolah dasar dalam


memahami bangun-bangun geometri. (Studi kasus di kelas V SD No. 4
Purus Selatan) [Thesis master, Universitas Negeri Malang]. IKIP Malang.

Indriani, M. N., & Imanuel, I. (2018). Pembelajaran matematika realistik dalam


permainan edukasi berbasis keunggulan lokal untuk membangun
komunikasi matematis. Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika,
1, 256-262.

Lestariyani, S., Ratu, N., & Yunianta, T. N. H. (2014). Identifikasi tahap berpikir
geometri siswa SMP Negeri 2 Ambarawa berdasarkan teori van Hiele.
Satya Widya, 30(2), 96-103.
https://doi.org/10.24246/j.sw.2014.v30.i2.p96-103

Mairing, J. P. (2013). Pembelajaran matematika saat ini. Fatmawati, Peran


matematika dan system informasi sebagai basis pengembangan IPTEK di
Indonesia (pp. 279-286). Departemen Matematika Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Airlangga.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded


sourcebook (Edisi ke-2). Sage.

34
35

Musa, L. A. D. (2018). Level berpikir geometri menurut teori van Hiele berdasarkan
kemampuan geometri dan perbedaan gender siswa kelas VII SMPN 8 Pare-
Pare. Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, 4(2), 103–116. https://doi.org/10.24256/jpmipa.v4i2.255

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standars for


school mathematics. NCTM.

Nopriana, T. (2017). Berpikir geometri melalui model pembelajaran geometri van


Hiele. Delta: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 2(1), 41-50.

Nuharini, D., & Wahyuni, T. (2008). Matematika konsep dan aplikasinya. Pusat
Perbukuan.

Nur, A. S., & Palobo, M. (2018). Profil kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa ditinjau dari perbedaan gaya kognitif dan gender.
Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 9(2), 139-148.
https://doi.org/10.15294/kreano.v9i2.15067

Ormrod, J. E. (2009). Psikologi pendidikan membantu siswa tumbuh dan


berkembang. Erlangga.

Permendiknas. (2016). Peraturan Mentri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik


Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: Permendiknas.

Rohmah, N. (2018). Psikologi pendidikan. CV Jakad Media Publishing.

Ruggiero, V. R. (1998). The art of thinking: A guide to critical and creative


thought. Longman.

Schmitt, J. M. (2006). Developing geometric reasoning. GED Mathematics


Training Institute.

Sholihah, S. Z., & Afriansyah, E. A. (2017). Analisis kesulitan siswa dalam proses
pemecahan masalah geometri berdasarkan tahapan berpikir van Hiele.
Mosharafa. Jurnal Pendidikan Matematika, 6(2), 287-298.
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v6i2.317

Siswono, T. Y. E. (2002). Proses berpikir siswa dalam pengajuan soal. Jurnal


nasional matematika, jurnal matematika atau pembelajarannya, 44-50.

Siswono, T. Y. E. (2018). Pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan


pemecahan masalah fokus pada berpikir kritis dan kreatif. PT Remaja
Rosdakarya.
36

Sucipto, H., Kusumawati, R., & Nayazik, A. (2019). Analisis kesulitan belajar
matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar ditinjau dari
kemampuan komunikasi matematis. Factor M, 1(2), 114–122.
https://doi.org/10.30762/f_m.v1i2.1440

Sudarman. (2015). Proses berpikir siswa climber dalam menyelesaikan masalah


matematika. Jurnal Pendidikan Matematika dan Terapan, 1(3), 52-64.

Sugiyono. (2012). Memahami penelitian kualitatif. ALFABETA.

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan model pembelajaran matematika untuk


meningkatkan kemampuan intelektual tingkat tinggi siswa sekolah dasar:
Laporan hibah bersaing. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suryabrata, S. (2013). Psikologi pendidikan (Edisi ke-19). Rajawali Pers.

Suydam, M. N. (1985). The shape of instruction in geometry : some highlights


from reaserch. National Coucil of Teacher of Mathamatics. 78(6), 481-
486.

Sutama, I. K., Suharta, I. G. P., & Suweken, G. (2014). Pengembangan


pembelajaran geometri SMA berdasarkan teori van Hiele berbantuan
wingeom. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Matematika Indonesia,
3(1), 1-14 . https://doi.org/10.23887/jppm.v3i1.1097

Walle, J. A. V., Karp, K. S., & Williams, J. M. B. (2020). Elementary and middle
scholl mathematics: Teaching developmentally (Edisi ke-10). Pearson.

Wardhani, I. S. (2015). Menumbuhkan kemampuan berfikir geometri melalui


pembelajaran connected mathematics project (CMP). PENA SD (Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Anak Sekolah Dasar), 1(1), 97–105.
https://doi.org/10.29100/jpsd.v1i01.431

Widyastuti, R., Usodo, B., & Riyadi, R. (2013). Proses berpikir siswa SMP dalam
menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah polya
ditinjau dari adversity quotient. Jurnal Pembelajaran Matematika, 1(3),
239-249.

Yarmayani, A. (2016). Analisis kemampuan pemecahan masalah matematis siswa


kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 6(2),
12–19. http://dx.doi.org/10.33087/dikdaya.v6i2.9

Anda mungkin juga menyukai