Tugas 4 Zainal Imron H Ekonomi SDAL Pak Amiluhur
Tugas 4 Zainal Imron H Ekonomi SDAL Pak Amiluhur
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada
Magister Ilmu Lingkungan Institut Teknologi Yogyakarta
A. Pengantar
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, salah satunya di bidang
perkebunan, mendorong tingginya alih konversi lahan menjadi kawasan perkebunan. Keterbatasan
lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan
gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena
relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Indonesia
yang merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, memiliki lahan gambut
terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan
dan Papua. Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut,
kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian.
Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak
untuk pertanian. (Agus dan Subiksa, 2008).
E. Rekomendasi
1) Pembuatan Perda Larangan Pembukaan Lahan dengan Membakar
Indonesia merupakan negara hukum yang didasarkan pada undang-undang dan peraturan yang
berlaku. Sudah barang tentu setiap upaya dalam penegakan hukum harus didasarkan pada undang-
undang dan peraturan yang berlaku. Memang UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup sudah memuat aturan-aturan serta sanksi bagi bagi perusak
lingkungan. Namun hal ini perlu diperkuat dengan adanya Peraturan Daerah bagi daerah-daerah
yang rawan terjadi kebakaran. Pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai larangan
pembukaan lahan dengan membakar ini akan menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam
menangani permasalahan kebakaran lahan ini.
2) Peninjauan Kembali Pemberian Izin Pemanfaatan Lahan Gambut sebagai Perkebunan
Lahan gambut merupakan lahan yang sangat potensial dan kaya akan keanekaragamanhayati.
Pembukaan lahan gambut sebagai perkebunan akan semakin mempercepat degradasi lingkungan
di lahan gambut. Pemberian izin di lahan gambut dapat saja diberikan, namun harus dilakukan
kajian evaluasi lingkungan terlebih dahulu. Jika keuntungan yang didapat dari pembukaan lahan
gambut lebih tinggi dari kerusakan yang akan terjadi akibat dari pembukaan lahan gambut
tersebut, maka rekomendasi izin selayaknya tidak dikeluarkan.
3) Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Menjaga dan Pemadaman Kebakaran
Masyarakat lokal merupakan objek terkena dampak dari kebakaran lahan gambut dan mereka
yang berada paling dekat dengan lokasi lahan gambut. Sehingga hendaknya pemerintah
memberikan dorongan kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga dan
mencegah kebakaran lahan gambut. Pemerintah dapat membentuk tim penanggulangan bencana
kebakaran lahan gambut yang dididik dan dilatih serta dilengkapi dengan peralatan. Sehingga
seandainya terjadi kebakaran lahan, masyarakat dapat segera bertindak untuk mencegah perluasan
areal kebakaran.
4) Memberikan insentif / disinsentif bagi Perusahaan atau Masyarakat Lokal yang dapat Menjaga
Lahannya dari Kebakaran
Dengan adanya insentif maka perusahaan maupun masyarakat akan memperoleh manfaat dari
partisipasi aktif mereka dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran yaitu bagi
perbaikan kehidupan sosial ekonomi mereka. Insentif kepada masyarakat dapat diberikan dalam
bentuk pengembangan produk-produk alternatif yang dapat dihasilkan masyarakat (misal: produk
kerajinan rotan, pembuatan briket arang dan kompos) serta pengembangan kegiatan-kegiatan
ekonomi yang ramah lingkungan (misal: budidaya ikan dalam kolam “beje” dengan menggunakan
parit/kanal yang ditabat dan sekaligus berfungsi sebagai sekat bakar). Insentif kepada perusahaan
dapat berupa pengurangan pajak ataupun dengan pemberian award.
Daftar Pustaka
Agus, F. Dan Subiksa, I.G.M. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai
Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Agus, F. 2009. Cadangan karbon, emisi gas rumah kaca dan konservasi lahan gambut. Prosiding Seminar Dies
Natalis Universitas Brawidjaya ke 46, 31 Januari 2009, Malang.
Hardjowigeno, S. 1986. Sumber daya fisik wilayah dan tata guna lahan: Histosol. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Hal. 86-94.
Gubernur Kalimantan Barat. 1998. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 1998 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Barat. Pontianak.
Limin, Suwiti H. 2006. Pemanfaatan Lahan Gambut dan Permasalahannya. Makalah Workshop Gambut dengan
Tema : Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian, Tepatkah? Jakarta 22 November 2006.
Sarwani, M. dan IPG. Widjaja Adhi. 1994. Penyusutan lahan gambut dan dampaknya terhadap produktivitas
lahan pertanian di sekitarnya. Kasus Delta Pulau Petak, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar
Nasional 25 Tahun Pemanfaatan Lahan Gambut dan Pengembangan Kawasan Pasang Surut.
Jakarta, 14-15 Desember 1994.
Sunanto. 2008. Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan danPenanggulangan Kebakaran Lahan (Studi Kasus
Kelompok Peduli Api di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan
Barat). Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro. Semarang. (Tidak diterbitkan)
Parish, F., A. Sirin, D. Charman, H. Joosten, T. Minayeva, M. Silvius, and L. Stringer (Eds.). 2007. Assessment
on Peatlands, Biodiversity and Climate Change: Main Report. Global Environment Centre,
Kuala Lumpur and Wetlands International, Wageningen.
Adinugroho, W.C. dan Suryadiputra, I. Kebakaran Hutan dan Lahan. Wetlands International – Indonesia
Programe. Bogor. www.wetlands.or.id.
Presiden Republik Indonesia. 1990. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta.
WWF. 2008. Deforestation, forest degradation, biodiversity loss and CO2 emision in Riau, Sumatra, Indonesia:
one Indonesian propinve’s forest and peat soil carbon loss over a quarter century and it’s plans
for the future. WWF Indonesia Technical Report. www.wwf.or.id.