TOR Gambut EkoSDAL Pak Nug Zainal IH
TOR Gambut EkoSDAL Pak Nug Zainal IH
Konferensi Nasional
Pengembangan Aksi Restorasi Lahan Gambut Indonesia yang
Terintegrasi secara Nasional Untuk Meningkatkan Devisa Negara
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
pada Magister Ilmu Lingkungan Institut Teknologi Yogyakarta Semester Genap 2016/2017
Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Nugroho, M.Sc.
Pendahuluan
Degradasi lahan gambut semakin besar terjadi sejak tahun 1990 an. Penyebab
utama terjadinya degradasi ini adalah akibat dari upaya pembukaan hutan gambut untuk
kepentingan industri dan perkebunan. Hal ini menyebabkan terjadinya kebakaran lahan
gambut pada tahun 2009. 2011, 2013 dan 2015. Kebakaran di tahun 2015 adalah kebakaran
yang terburuk dalam sejarah Indonesia, yang menyebabkan kerusakan dan memberikan
dampak hebat di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan (diperkirakan 43 juta orang terkena
dampak kebakaran ini). Selain itu, kebakaran ini juga mengakibatkan kerusakan lingkungan
yang serius seperti berkurangnya keanekaragaman hayati, efek gas rumah kaca, dan
merugikan kesehatan dan mata pencaharian masyarakat. Menindaklanjuti langkah
penangangan kebakaran di tahun 2015, Presiden RI menyerukan agar diadakan pendekatan
secara institusional untuk menangani isu ini, dengan membentuk Badan Restorasi Gambut
(BRG) pada bulan Januari 2016, melalui Perpres No. 1 tahun 2016. Menurut Perpres
tersebut BRG diberi mandat untuk memfasilitasi dan melakukan upaya koordinasi
restorasi dua juta hektar lahan gambut yang telah terdegradasi di tujuh provinsi hingga
tahun 2020. Selain itu upaya BRG itu juga diharapkan bisa memberikan pengaruh
positif dalam melindungi lahan gambut yang masih baik kondisinya, mengatur lahan
gambut dengan bijak dan merestorasi lahan gambut yang tidak termasuk dalam lokasi
prioritas BRG. Tugas ini bukan tugas yang ringan. Karena itu, BRG harus mengoptimalkan
semua kapasitas dan modal yang ada untuk memenuhi target. Selain itu, pemerintah
Indonesia sudah memberlakukan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2014 di tahun
2014, yang menggariskan syarat-syarat hukum untuk lahan gambut yang berkelanjutan, yang
beberapa diantaranya sedang diberlakukan pada saat ini di Indonesia. Langkah pertama yang
dilakukan BRG untuk melakukan restorasi lahan gambut adalah melakukanpemetaaan
daerah yang menjadi prioritas, dengan cara melakukan pengelompokan dalam zona
perlindungan indikatif dan zona kultivasi. BRG telah memulai upaya fasilitasi restorasi lahan
gambut di beberapa provinsi di tahun ini: Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Tengah. Pada saat yang sama BRG juga belajar dari upaya
restorasi lahan gambut, termasuk yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat
lokal.Saat ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan transformasi dari skala
percontohan (pilot) menuju ke skala restorasi yang besar, dari intervensi yang dilakukan
secara sendiri-sendiri ke intervensi yang lebih terintegrasi, dari upaya restorasi yang berbasis
ilmu pengetahuan ke upaya restorasi yang lebih populer, dari mekanisme pendanaan
melalui individual donor atau pemerintah ke mekanisme pendanaan yang lebih inovatif,
dari aksi yang dilakukan secara sendiri-sendiri ke arah yang lebih kolaboratif. Semua
pengetahuan, jaringan, institusi dan sumber daya telah tersedia dan bisa dioptimalkan.
Secara khusus, kesepakatan Paris telah diratifikasi, sumber daya nasional tersedia dan sumber
daya internasional akan tersedia di tahun-tahun berikutnya.
Tujuan
1) Melakukan sharing dan kajian bersama tentang berbagai pemikiran, perspektif dan
pengalaman peserta (masyarakat) terkait isu Ekosistem Hutan Rawa Gambut.
2) Melakukan pemetaan secara makro tentang konteks Pengembangan Ekonomi di
Ekosistem Hutan Rawa Gambut dengan segala kekuatan‐kelemahan; tantangan dan
peluang yang ada.
3) Membentuk Jaringan Pengembangan Ekonomi Gambut sebagai ”gerakan bersama”
dalam menghadapi persoalan‐persoalan Kesejahteraan Masyarakat dan
Lingkungan diwilayah Ekosistem Hutan Rawa Gambut.
4) Mengupayakan munculnya pikiran‐pikiran alternatif dan langkah konkrit untuk
menegaskan makna, dari upaya pengembangan ekonomi gambut
Gambar 4. Rencana perluasan perkebunan kepala sawit berdasarkan provinsi di Indonesia hingga tahun 2020
Dengan perkataan lain, perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia telah
menunjukkan kontribusinya sebagai bagian solusi dari pembangunan. Kontribusi tersebut
masih dapat lebih besar lagi pada masa yang akan datang mengingat industri persawitan
Indonesia masih dalam fase pertumbuhan, asalkan didukung oleh kebijakan pemerintah yang
berpihak kepada usahatani kelapa sawit.
Penutup
Lahan gambut merupakan salah satu kekayaan sumberdaya alam yang perlu
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memelihara
kelestarian kualitas lingkungan. Manfaat sosial-ekonomi lahan gambut terhadap kehidupan
dan perekonomian masyarakat setempat, antara lain sebagai sumber mata pencaharian utama
yang mendukung ekonomi dan ketahanan rumah tangga petani, serta perekonomian negara,
antara lain sebagai sumber devisa, telah dipaparkan, dan manfaat tersebut masih
memungkinkan untuk ditingkatkan, baik melalui penerapan teknologi pengelolaan yang
intensif maupun dengan memanfaatkan lahan gambut terdegradasi untuk usaha pertanian.
Pada skala penelitian terbatas telah diperoreh informasi perimbangan aspek biofisik (fungsi
lingkungan) dan keuntungan ekonomi pembukaan lahan gambut menjadi lahan pertanian.
Semak belukar pada lahan gambut merupakan bentuk penggunaan lahan prioritas utama
untuk dikonversi menjadi lahan pertanian, baik untuk tanaman perkebunan maupun tanaman
pangan, termasuk sayuran.
Daftar Pustaka
Alihamsyah T. dan I. Arriza. 2006. Teknologi Pemanfaatan Lahan rawa Lebak dalam
Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Badan Litbang Pertanian. 2012. Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi
untuk Mengurangi Emisi GRK dan Mengoptimalkan Produktivitas
Tanaman. Makalah Workshop on Degraded Peatland, 6 Nov. 2013.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Laporan Akhir ICCTF Tahap I Bidang Sosial Ekonomi.
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Gambut
Berkelanjutan untuk Meningkatkan Sekuestrasi Karbon dan Mitigasi
Gas Rumah Kaca. 59 hal.
BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 640 hal.
BPS. 2013. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 622 hal.
Irawan, Neneng L .Nurida, Mamat H.S Barchia, M.F. 2006. Gambut, Agroekosistem dan
Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
196 hal.
GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia). 2013. Indonesia dan Perkebunan
Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global. 64 Hal.
Haryono, M. Noor, H. Syahbuddin, dan M. Sarwani. 2013. Lahan Rawa, Penelitian dan
Pengembangan. Badan Litbang Pertanian. 103 hal.
Herman. 2011. Tinjauan Sosial Ekonomi Pemanfaatan Lahan Gambut. Pengelolaan Lahan
Gambut Berkelanjutan. Hal 89-102. Balitra-BBSDLP, Badan Litbang
Pertanian.
Kemenperin. 2012. Perkembangan Ekspor Indonesia berdasarkan sektor. Website
Kemenperin. http://www.kemenperin.go.id. (diunduh 8-April-2014).
Mamat, H. S. dan Sukarman. 2014. Arah dan Strategi Pengembangan Lahan Gambut dalam
Aspek Sosial Ekonomi. Makalah Kebijakan ICCTF. 5 Hal. BBSDLP.
Unpub.
Noor, M. 2010. Lahan Gambut: Pengembangan, Konservasi dan Perubahan Iklim. Gadjah
Mada University Press. 215 hal.
Prabowo, P.A. 2014. Dinamika kelapa sawit di Indonesia: antara tantangan dan solusi
strategis - artikel IPBERS.
www.ipbers.com/page.php?p=a&dalah=88.
Rina, Y. 2007. Analisis Usahatani Jeruk Siam Banjar di Lahan Lebak Kalimantan Selatan.
Dalam M. Winarno, Sabari, Siti Subandiyah, L. Setyobudi dan A.
Supriyanto (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional Jeruk 2007
Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.
Rina, Y. 2009. Analisis finansial usahatani jeruk dan kontribusinya terhadap pendapatan
petani di lahan gambut. Dalam H. Subagio et al (Penyunting).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi untuk Petani dan Peningkatan
Daya saing Produk Pertanian. Hal. 649-659. Kerjasama BPTP Jawa
Timur, FEATI dan Diperta Provinsi Jawa Timur. petSulawesi Barat.
Sumbangan Lahan Gambut untuk Ketahanan Pangan
Rina Y. 2012. Aspek sosial ekonomi komoditas sayuran utama di lahan rawa. Makalah
dipresentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan
Energi. Universitas Trunojoyo. Madura. Juni 2012.
Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, dan C. Tafakresnanto.
2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
Rizki, A. 2013. Peranan ekspor dalam perekonomian.< http://afiatirizki. blogspot.com
/2013/05/peranan-ekspor-dalam-perekonomian.html>. (diunduh 15
April 2014).
Sipayung, T. 2012. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit. IPB Press. Bogor. 208 hal.
Teguh, P.. 2012. Kelapa Sawit untuk Indonesia dan Dunia serta Lingkungan. Unpub.
Tempo.co. 2014. Cadangan devisa naik jadi US$ 100,3 miliar. <http://www.tempo.co/
read/news/2014/02/08/087552197/Cadangan-Devisa-Naik-Jadi-USi-
100i3-Miliar>(diunduh 10 Juni 2014).
Tarigan, B. dan T. Sipayung. 2011. Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian dan
Lingkungan Hidup Sumatera Utara. IPB Press. Bogor. 128 hal.
Wahyunto, S. Ritung, K. Nugroho, Y. Sulaeman, Hikmaktullah, C. Tafakresno, Suparto dan
Sukarman. 2013. Atlas lahan gambut terdegradasi di Pulau Sumatera,
Kaliantan dan Papua. Badan Litbang Pertanian. Jakarta
Wahyunto dan K. Nugroho. 2014. Gambaran Umum Lahan Gambut di Indonesia. Makalah
Kebijakan ICCTF. BBSDLP. Unpub.