TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan hidayah
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapat terselesaikannya
pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerag (BMD). Shalawat dan salam tak lupa kami
sampaikan kepada junjungan kita, Baginda Rasulullah SAW yang telah
memberikan pedoman hidup dan teladan kepada seluruh umat manusia di muka
bumi ini.
Penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah bertujuan: Memberikan landasan
yuridis, praktis dan teoritis terhadap pembuatan Raperda Pengelolaan Barang
Milik Daerah serta sebagai pedoman dan arahan kebijakan bagi pemerintah Kota
Madiun dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Secara sederhana pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi tiga fungsi
utama, yaitu: (1) Adanya perencanaan yang tepat; (2) Pelaksanaan/pemanfaatan
secara efisien dan efektif; dan (3) Pengawasan (monitoring). Pengelolaan Barang
Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal yang penting untuk terus
ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Terbitnya Peraturan Pemerintah
(PP) Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah menandai perhatian pemerintah pada kerangka pengelolaan
Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah yang komprehensif. Dengan adanya
perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola
Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib,
transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu diperlukan Peraturan daerah sebagai
landasan dalam pengelolaan Barang Milik daerah di Kota Madiun.
Akhirnya, kami menyadari bahwa mungkin Naskah Akademik ini masih
belum sempurna sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif dari para pembaca sekalian demi kesempurnaan dalam menambah
khasanah pengetahuan kita bersama dan untuk dapat menjadi sumbangsih
terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah di Kota Madiun.
Madiun, 2021
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................... 3
3
5.2 Arah dan Jangkauan Pengaturan .......................................... 78
5.3 Ruang Lingkup Materi Muatan ........................................... 79
BAB VI PENUTUP ..................................................................................... 81
6.1 Kesimpulan .......................................................................... 81
6.2 Saran .................................................................................... 83
LAMPIRAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
Bagir Manan, Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisasi
Perekonomian, Fakultas Hukum UNILA, Lampung, 1996, hlm. 16.
2
Sjahran Basah, Eksistensi Dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Di Indonesia, Alumni,
Bandung, 1986, hlm. 3.
3
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, hlm. 2
5
Dalam mencapai tujuan yang diamanatkan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut, maka dilakukanlah pembangunan nasional di dalam segala
bidang kehidupan baik fisik maupun pembangunan non fisik. Dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk
mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945, maka Pasal 1 UUD 1945 menetapkan bahwa :
“Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.
Di dalam mencapai tujuan tersebut, maka penyelenggaraan pemerintahan
negara membagi Negara Kesatuan Republik Indonesia atas daerah-daerah
provinsi, dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-
tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
yaitu : “Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai peraturan perundang-undangan“.
Adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah,
tentunya akan membawa konsekuensi penyerahan sebagian sumber-sumber
keuangannya. Hal ini dilakukan guna menjamin kelancaran penyelenggaraan
urusan tersebut, sehingga akan terjadi suatu keseimbangan antara urusan yang
dibebankan serta sumber-sumber keuangan untuk pembiayaannya. Keadaan inilah
yang kemudian menimbulkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat
dengan daerah.
Hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah atau dalam arti yang
lebih sempit sering disebut sebagai perimbangan keuangan pusat dan daerah
merupakan salah satu bentuk hubungan dari sekian banyak hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004, Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, yaitu :
6
“Suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan
daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan”.
7
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; (2) Jasa giro; (3) Pendapatan
bunga; (4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
(5) Komisi; (6) Potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/jasa oleh daerah, yang semuanya bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Secara sosiologis, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat
dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama,
pemberian otonomi daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan
masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,
distribution of income, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua,
otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian
daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk menghadapi era
perdagangan bebas.4
Namun demikian, pemberian otonomi daerah tidak berarti permasalahan
bangsa akan selesai dengan sendirinya. Bertambahnya urusan yang menjadi
kewenangan daerah sebagai konsekuensi dari otonomi daerah menimbulkan
pengaruh bertambahnya volume urusan terutama berkenaan dengan pengurusan
atau pengelolaan aset/kekayaan daerah. Oleh karena itu, otonomi daerah tersebut
harus diikuti dengan serangkaian reformasi pemerintah daerah. Dimensi reformasi
pemerintahan daerah tersebut tidak saja sekadar perubahan struktur organisasi
pemerintahan daerah, akan tetapi mencakup berbagai instrumen yang diperlukan
untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga daerah tersebut secara ekonomis,
efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, salah satunya penataan mengenai
pengelolaan kekayaan/aset daerah.
Aset/barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang
berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak
4
Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, 2002.
8
bergerak beserta bagian-bagiannya atau pun yang merupakan satuan tertentu yang
dapat dinilai, dihitung, diukur, atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-
tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.5
5
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah, Sebuah
Pendekatan Struktural Manuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Fokusmedia, Bandung,
2010, hlm. 158.
9
Pengelolaan aset daerah harus ditangani dengan baik agar aset tersebut
dapat menjadi modal awal bagi pemerintah daerah untuk melakukan
pengembangan kemampuan keuangannya. Namun jika tidak dikelola dengan
semestinya, aset tersebut justru menjadi beban biaya karena sebagian dari aset
membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga turun nilainya
(terdepresiasi) seiring waktu.
Namun demikian, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan
dari ketiga fungsi yang telah disebutkan di atas adalah berkenaan dengan upaya
optimalisasi pengelolaan atau pemanfaataan kekayaan daerah. Untuk itu,
diperlukan strategi yang tepat dalam pemanfaatan aset daerah. Sasaran strategis
yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan/pemanfaatan aset daerah antara
lain : (1) Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah baik
menyangkut inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi kekayaan daerah,
penghapusan dan penjualan aset daerah, sistem pelaporan kegiatan tukar menukar,
hibah, dan ruislag; (2) Terciptanya efisiensi dan efektifitas pembangunan aset
daerah; (3) Pengamanan aset daerah; dan (4) Tersedianya data informasi yang
akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.7
6
Ibid., hlm. 151.
7
Ibid., hlm. 154-155.
10
Salah satu optimalisasi barang daerah/aset daerah yang dapat dilakukan
agar tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah, bahkan
meningkatkan PAD yaitu melalui: perjanjian sewa menyewa, kerjasama
pemanfaatan, Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT); dan
Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate). Terhadap pemanfaatan aset daerah
tersebut dikenakan retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan
pemerintah dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sesuai
dengan harga pasar. Pengenaan retribusi atas pemanfaatan kekayaan daerah
merupakan perwujudan kegotong royongan masyarakat untuk ikut serta dalam
melaksanakan pembangunan di daerah, sehingga tujuan otonomi daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Namun demikian, perlu disadari bahwa mengelola aset daerah tidak dapat
dilakukan sehendaknya sendiri. Aset daerah merupakan titipan generasi
mendatang yang membutuhkan profesionalisasi dan political will yang kokoh.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa manajemen aset termasuk aset pemerintah
pusat dan daerah merupakan bidang profesi atau keahlian tersendiri. Sayangnya,
pada saat ini belum berkembang dengan baik di lingkungan pemerintahan maupun
di satuan kerja atau instansi.
Manajemen aset itu terbagi menjadi lima tahapan kerja yang satu sama
lainnya saling berkaitan dan terintegrasi. Tahap yang pertama adalah Inventarisasi
Aset. Terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis atau legal. Aspek
fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain.
Kemudian, yang dimaksud aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal
yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan
dalam tahapan pertama adalah pendataan, kodifikasi atau labelling,
pengelompokan dan pembukuan.8
Tahapan kedua adalah Legal Audit, merupakan satu lingkup kerja
manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan
prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas
8
Hemat Dwi Nuryanto, Mengatasi Rabun Dekat Asat Daerah, Kompas, Jawa Barat, 18
Sepetember 2008.
11
permasalahan legal. Juga strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal
yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.9
Tahapan Ketiga adalah Penilaian Aset. Merupakan satu proses kerja untuk
melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh
konsultan independen. Hasil dari nilai aset tersebut akan dapat dimanfaatkan
untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi
aset yang ingin dijual maupun untuk disewakan, dimanfaatkan, maupun
dikerjasamakan dengan pihak ketiga. 10
Tahapan keempat adalah Optimalisasi Aset. Merupakan proses kerja
dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan (potensi fisik,
lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi) yang terkandung dalam aset
tersebut. Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai Pemda diidentifikasi dan
dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset
yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sektor-sektor unggulan
yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi daerah, baik dalam
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk
menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak
dapat dioptimalkan, harus dicari faktor penyebabnya. Apakah faktor permasalahan
legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari
tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk
mengoptimalkan aset yang dikuasai. 11
Tahapan yang kelima adalah Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Aset sebagai wahana untuk pengawasan dan pengendalian aset. Melalui wahana
tersebut transparansi dalam pengelolaan aset dapat terjamin, sehingga setiap
penanganan terhadap suatu aset dapat termonitor secara jelas. Mulai dari lingkup
penanganan hingga siapa yang bertanggung jawab menanganinya.12
9
Ibid.
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.
12
Pakar manajemen aset Doli D. Siregar menyatakan bahwa filosofi dari
manajemen aset adalah ”Optimizing the utilization of assets in terms of service
benefit and financial return”, yang mengandung pengertian bahwa pengelolaan
aset membutuhkan minimalisasi biaya kepemilikan (minimize cost of ownership),
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability) dan
memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization). Selain memahami
filosofinya, pengelola aset daerah harus memahami secara benar pengertian
mengenai Barang Milik Daerah versi yang terbaru. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 27 Tahun 2014, prinsip dasar pemanfaatan barang daerah
adalah tidak membebani APBD dari segi pemeliharaan dan penyerobotan oleh
pihak lain, dan menciptakan sumber PAD yang signifikan.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal
yang penting untuk terus ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Perubahan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 menandai perhatian pemerintah
pada kerangka pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah yang
komprehensif. Dengan adanya perubahan aturan ini diharapkan dapat
meningkatkan sinergi antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang dalam
mengelola BMN yang lebih baik, tertib, transparan, dan akuntabel.
Pengelolaan BMN secara lebih spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP
nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D, dimana telah diatur berbagai
hal yang berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan,
pengendalian, dan pertanggungjawaban terhadap BMN. Banyak hal yang menjadi
latar belakang perubahan PP nomor 6 Tahun 2006. Salah satunya yaitu masih
banyaknya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan
dengan pelaksanaan PP nomor 6 Tahun 2006 yang berdampak pada opini audit
yang diterbitkan. Temuan-temuan itu khususnya yang berkaitan dengan sertifikasi
BMN, BMN dalam sengketa, BMN hilang atau rusak berat, BMN yang
dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan BMN.
Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun
utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP nomor 6 Tahun 2006. Saat ini,
pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama
13
pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan
dari pengelola infrastruktur di dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dan perubahannya
dalam PP Nomor 28 Tahun 2020, sehingga Pengguna Barang yang bergerak di
bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan agresif memanfaatkan BMN dalam
kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Sebagai contoh, jangka waktu sewa
dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) yang lebih panjang dapat
menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk melaksanakan kegiatan
pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.
Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi
tugas besar Kementerian/Lembaga untuk memastikan agar dapat dijalankan
dengan baik. Peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu
menopang pengelolaan BMN yang lebih modern dan IT-based adalah salah satu
hal yang diharapkan dari perubahan ini. Optimalisasi berdasarkan
prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi
perhatian. Aset idle harus diserahkan ke Pengelola Barang untuk meningkatkan
optimalisasi dari BMN/D sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 Tahun 2014.
Perubahan PP nomor 6 Tahun 2006 menjadi PP nomor 27 Tahun 2014
antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP
nomor 27 Tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya
ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan
kewenangannya ke Kuasa Pengguna Barang sehingga birokrasi akan menjadi
semakin singkat dan arus pengelolaan BMN menjadi semakin cepat. Adapun yang
dapat didelegasikan adalah penetapan status, pemindahtanganan, dan
penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat didelegasikan kepada
Kementerian/Lembaga. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus diikuti dengan
akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada Kementerian/Lembaga. Hal ini sangat
penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan
BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.
Latar belakang lain dari penyempurnaan peraturan pemerintah ini antara lain
karena adanya dinamika pengelolaan BMN/D terkait dengan sewa, KSP, dan
BMN luar negeri yang harus diperlakukan secara khusus; adanya multitafsir
14
terhadap aturan-aturan dalam PP nomor 6 Tahun 2006 mengenai Badan Layanan
Umum (BLU) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); kasus-kasus yang
muncul dalam pengelolaan BMN/D; dan adanya temuan pemeriksaan BPK.
Dengan adanya penyempurnaan PP ini diharapkan dapat mengakomodasi
dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan
BMN/D; mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan
Pengguna Barang dan Pengelola Barang; serta menciptakan harmonisasi dengan
peraturan-peraturan terkait.
Salah satu pokok penyempurnaan PP nomor 6 Tahun 2006 yaitu
penyempurnaan siklus pengelolaan BMN. Selama ini yang terjadi adalah
pemindahtanganan dan penghapusan selalu dicampuradukkan. Siklus ini harus
diperbaiki, yaitu dimulai dengan perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan, di
mana pengelolaan dibagi dua, yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi
(tusi) atau dikelola untuk dimanfaatkan. Jika tidak keduanya, maka BMN dapat
dipindahtangankan. Dan jika BMN tidak dikelola untuk kepentingan tugas dan
fungsi, tidak dimanfaatkan, dan tidak dipindahtangankan, maka BMN harus
dihapuskan. Pemusnahan dan pemindahtanganan merupakan kegiatan sebelum
proses penghapusan. Dengan demikian, penghapusan
merupakan ending point dari semua siklus pengelolaan BMN yang membebaskan
Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban untuk
mengadministrasikan dan mengelola BMN.
Terkait dengan penguatan dasar hukum pengaturan sebagai salah satu pokok
penyempurnaan, dalam penjelasan pada PP Nomor 6 Tahun 2006, aset tak
berwujud berada di luar lingkup peraturan pemerintah tersebut. Sementara itu,
dalam salah satu pasal PP nomor 6 Tahun 2006 tidak dibatasi apakah itu aset
berwujud atau tidak berwujud. Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi di dalam
pengelolaannya, maka di PP nomor 27 Tahun 2014 juga mengatur tentang aset tak
berwujud sebagai bentuk kepastian hukum dalam pengelolaan Barang Milik
Negara/Barang Milik Daerah. Sedangkan perubahan yang ada pada PP No 28
Tahun 2020 menyempurnakan pengelolaan barang milik daerah yang telah diatur
dalam PP No 27 Tahun 2014.
15
1.2. Identifikasi Masalah
16
1.4. Manfaat Pembuatan Naskah Akademik
1.5 Metodologi
17
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
18
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia Nomor
5533);
14. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 03 Tahun 2013 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 04 Tahun 2008
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota
Madiun Tahun 2013 Nomor 1/D);.
19
Dengan penelitian hukum (legal research) maka akan diperoleh preskripsi
hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga memberikan
nilai dalam rangka pembentukan peraturan daerah. Selain itu, naskah akademik ini
disusun dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan semua regulasi yang bersangkutan dengan persoalan
Pengelolaan Barang Milik Daerah secara umum maupun persoalan lainnya dalam
sistuasi khusus atau tertentu. Pendekatan akan didukung juga dengan: (1) telaah
atas beberapa kasus yang bersinggungan dengan masalah Pengelolaan Barang
Milik Daerah yang terjadi di berbagai negara (best practice), atau (2) studi
terhadap kasus tertentu yang menyangkut perkembangan teoritis dan empiris
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
20
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
13
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm.
5.
14
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa oleh Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hlm. 119-120.
15
Satjipto Raharjo, Peranan Dan Kedudukan Asas-asas Hukum Dalam Kerangka Hukum
Nasional (Pembahasan Terhadap Makalah Sunaryati Hartono), Seminar dan Lokakarya
Ketentuan Umum Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, 19-20 Oktober 1988, tanpa halaman.
21
perilaku. Asas hukum pun menjelaskan dan menjustifikasi norma-norma hukum,
dimana di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.16
Smits, memberikan pandangannya bahwa asas hukum memiliki 3 (tiga)
fungsi, yaitu : Pertama, asas-asas hukum memberikan keterjalinan dari aturan-
aturan hukum yang tersebar; Kedua, asas-asas hukum dapat difungsikan untuk
mencari pemecahan atas masalah-masalah baru yang muncul dan membuka
bidang-bidang liputan masalah baru. Dari kedua fungsi tersebut, diturunkan fungsi
ketiga, bahwa asas-asas dalam hal-hal demikian dapat dipergunakan untuk
“menulis ulang” bahan-bahan ajaran hukum yang ada sedemikian rupa, sehingga
dapat dimunculkan solusi terhadap persoalan-persoalan baru yang berkembang.17
Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum
bertujuan untuk memberikan arahan yang layak/pantas menurut hukum
(rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum.
Asas hukum berfungsi sebagai pedoman atau arahan orientasi berdasarkan mana
hukum dapat dijalankan. Asas-asas hukum tersebut tidak saja akan berguna
sebagai pedoman ketika menghadapi kasus-kasus sulit, tetapi juga dalam hal
menerapkan aturan.
16
R.J. Jue, Grondbeginselen van het recht, Groningen, 1980, hlm. 63.
17
J.M. Smits, Het vertrouwensbeginsel en de contractuele gebondenheid, diss, RUL 1995,
Arnhem, 1995, hlm. 68-69.
22
b. Asas kepastian hukum.
Yaitu pemanfaatan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan
hukum dan peraturan perundang-undangan.
c. Asas transparansi.
Yaitu penyelenggaraan pemanfaatan barang milik daerah harus transparan
terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
d. Asas efisiensi.
Yaitu pemanfaatan barang milik daerah diarahkan agar barang milik
daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintahan secara optimal;
e. Asas akuntabilitas.
Yaitu setiap kegiatan pemanfaatan barang milik daerah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas kepastian nilai.
Yaitu pemanfaatan barang milik daerah harus didukung oleh adanya
ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan
dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca
18
Pemerintah daerah.
18
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Op.Cit., hlm. 157-158.
23
Permendagri 19 Tahun 2016
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah
daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada
Gubernur/Bupati/Walikota.
PP 28 Tahun 2020
Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah
daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada
Pengelola/Pengguna Barang.
2) Definisi Penyertaan Modal
PP 27 Tahun 2014
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan
kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan
untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara.
Permendagri 19 Tahun 2016
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan
kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan
yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang
dimiliki negara.
PP 28 Tahun 2020
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan
kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan
untuk diperhitungkan sebagai modal/saham/aset neto/kekayaan bersih
milik negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
3) Penambahan definisi
PP 28 Tahun 2020
Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur adalah optimalisasi
Barang Milik Negara untuk meningkatkan fungsi operasional Barang Milik
Negara guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan
infrastruktur lainnya.
24
b. Penegasan pengaturan
1) Kejelasan kewenangan
Penetapan status penggunaan atas BMD
PP 27 Tahun 2014 dan Permendagri 19 Tahun 2016
Walikota dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan atas
Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi
tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah.
PP 28 Tahun 2020
Walikota dapat melimpahkan penetapan status Penggunaan atas
Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi
tertentu kepada Pengelola sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
2) Kepastian utilisasi dan optimalisasi aset
PP 27 Tahun 2014 dan Permendagri 19 Tahun 2016
Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah paling lama
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
PP 28 Tahun 2020
Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang.
c. Pinjam Pakai
1) Perubahan redaksi
PP 27 Tahun 2014
Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-
kurangnya memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka
waktu;
c. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman; dan
d. hak dan kewajiban para pihak
25
Permendagri 19 Tahun 2016
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. dasar perjanjian;
c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian;
d. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka
waktu;
e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman;
f. hak dan kewajiban para pihak; dan
g. persyaratan lain yang dianggap perlu.
PP 28 Tahun 2020
Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang paling sedikit
memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
c. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman; dan
d. hak dan kewajiban para pihak.
d. Sewa
1) Perubahan redaksi
PP 27 Tahun 2014
Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian, yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran Sewa, dan jangka waktu;
c. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu Sewa; dan
d. hak dan kewajiban para pihak.
Permendagri 19 Tahun 2016
Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. dasar perjanjian;
b. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
26
c. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
d. besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periodesitas sewa;
e. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu sewa;
f. peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan
kategori bentuk kelembagaan penyewa;
g. hak dan kewajiban para pihak; dan
h. hal lain yang dianggap perlu.
PP 28 Tahun 2020
Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian,
paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran Sewa, dan jangka waktu;
c. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu Sewa; dan
d. hak dan kewajiban para pihak.
27
2) Kejelasan kewenangan
a) Persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan
PP 27 Tahun 2014
Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/ Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e
dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Pengelola Barang.
Permendagri 19 Tahun 2016
Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b setelah mendapat pertimbangan dari
Gubernur/Bupati/Walikota.
PP 28 Tahun 2020
Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, dilaksanakan oleh
Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/
Bupati/Walikota.
b) Persetujuan besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan
PP 27 Tahun 2014
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan
Pengelola Barang.
Permendagri 19 Tahun 2016
Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota.
PP 28 Tahun 2020
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan dari
Walikota.
c) Persetujuan besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan hasil Kerja Sama untuk penyediaan Infrastruktur
28
PP 27 Tahun 2014
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan
Pengelola Barang.
PP 28 Tahun 2020
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan dari
Walikota.
3) Perluasan cangkupan mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN/BMD
yang bersifat khusus dan Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN/BMD untuk
penyediaan infrastuktur
Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik
Daerah yang bersifat khusus dan untuk penyediaan infrastuktur,
cakupannya menjadi lebih luas yaitu dilakukan oleh Pengelola
Barang/Pengguna Barang terhadap badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau anak perusahaan badan usaha milik negara yang
diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai ketentuan
peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan
penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan
terbatas yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut memberikan
kesempatan yang lebih luas bagi mitra kerja sama pemanfaatan, baik yang
berupa badan usaha maupun anak perusahaan selama masih sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
f. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pertimbangan dilaksanakannya Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
selain di pengelola juga bisa dilaksanakan karena pengguna barang
memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan
negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi
Penambahan atas kejelasan kewajiban dan tanggung jawab mitra BGS/BSG atas
hasil audit saat penyerahan objek BGS/BSG. Adanya penambahan pasal yang
menyatakan bahwa penyerahan objek Bangun Guna Serah beserta hasil
29
Bangun Guna Serah tidak menghapuskan kewajiban dan tanggung jawab
Mitra Bangun Guna Serah untuk menindaklanjuti hasil audit yang telah
dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah. Hal tersebut penting
dalam rangka adanya respon yang diberikan oleh mitra pemanfaatan terhadap
pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah.
Selain itu juga sebagai bentuk tanggung jawab mitra pemanfaatan atas barang
milik daerah yang sedang dimanfaatkannya.
g. Penilaian
Proses penilaian BMN/D selalu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.
Berbagai kesulitan hadir dalam proses penilaian BMN/D, namun demikian
tetap dibutuhkan mekanisme penilaian yang andal agar menjamin
transparansi dan akuntabilitas pelaporan BMN/D yang berada dalam
pengelolaan pemerintah.
Penilaian Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau
b. Penilai Publik,
Sedangkan penilaian Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan
dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang
ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota atau menggunakan Penilai.
Adapun penilaian yang dilaksanakan oleh Penilai berguna untuk memperoleh
nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
sedangkan penilaian yang dilakukan oleh tim berupa nilai taksiran.
h. Tukar Menukar
1) Perluasan Wilayah Kerja
PP 27 Tahun 2014
Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Daerah;
30
b. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang
dimiliki Negara;
c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain.
PP 28 Tahun 2020
Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Daerah/Desa;
b. Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan
hukum lainnya yang dimiliki Negara;
c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain.
Tukar menukar barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan
selain tanah dan/atau bangunan mengalami perubahan dalam hal
pemisahan tata cara untuk barang milik daerah yang telah diserahkan
kepada Walikota dan yang masih berada pada Pengguna Barang.
Perubahan tersebut tertuang dalam PP No 28 Tahun 2020. Sehingga
terdapat penambahan pasal yang mengatur tentang tata cara dimaksud.
i. Hibah
1) Perluasan Wilayah Kerja
PP 27 Tahun 2014
Hibah Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan pertimbangan
untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan,
pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah
PP 28 Tahun 2020
Hibah Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan pertimbangan
untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan,
pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah/desa
31
2) Kejelasan Wewenang
Sebagaimana PP 27 Tahun 2014, hibah selain tanah dan/atau bangunan
dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Walikota, namun ada perubahan di PP 28 Tahun 2020, bahwasanya hibah
selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengelola Barang
setelah mendapat persetujuan Walikota. Semua hibah baik berupa tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Walikota maupun yang
berada pada pengguna dan selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan
oleh Pengelola Barang setelah mendapatkan persetujuan Walikota.
Pelaksanaan hibah dapat terlaksana jika sudah memenuhi syarat dan tata
cara yang diatur dalam peraturan. Adapun PP No 28 Tahun 2020 mengatur
tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hibah dimaksud. Perubahan yang
diatur berkaitan dengan hibah adalah mengatur secara terpisah tentang tata
cara hibah terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang telah diserahkan pada Walikota dan barang milik daerah yang berada
pada Pengguna Barang. Hal tersebut karena pada PP No 27 Tahun 2014
masih mengatur jadi satu tata cara pelaksanaan hibah berupa tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Walikota dan yang
berada pada Pengguna Barang.
j. Penyertaan Modal
Beberapa pasal dalam PP 27 Tahun 2014 terkait tata cara pelaksanaan
pengelolaan Barang Milik Daerah dalam rangka Penyertaan Modal Pemerintah
Daerah dihapuskan. Adapun Pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah
dalam rangka Penyertaan Modal Pemerintah Daerah mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Daerah.
k. Pemusnahan
Barang Milik Daerah yang sudah tidak dapat digunakan secara optimal, tidak
dapat dimanfaatkan maupun dipindahtangankan perlu dilakukan
pemusanahan. Kegiatan tersebut dilaksanakan guna meminimalisir biaya
perawatan terhadap barang milik daerah dimaksud. Pada perubahan yang
32
tercatum dalam PP No 28 Tahun 2020 terdapat penjelasan lebih mendetail
terkait persetujuan atas pelaksanaan pemusnahan. Bahwasanya barang milik
daerah yang berada pada pengguna barang dapat dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan dari Walikota. Begitu pun untuk barang milik daerah
yang berada pada pengelola tetap harus mendapatkan persetujuan Walikota
sebelum terlaksananya pemusnahan.
l. Penghapusan
Barang Milik Daerah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan, sudah
dimusnahkan ataupun berpindahtangan kepemilikan maka perlu dihapuskan
dari daftar barang. Pada perubahan PP Nomor 28 tahun 2020, terdapat
tambahan pengaturan bahwa barang milik daerah harus dihapuskan dari
Daftar Barang Pengelola, selain Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna dan Penghapusan dari Daftar Barang
Milik Daerah.
PP 27 Tahun 2014
Penghapusan meliputi:
a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna; dan
b. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara/Daerah.
PP 28 Tahun 2020
Penghapusan meliputi:
a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna;
al. Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan
b. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara/Daerah.
33
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 menandai perhatian pemerintah pada kerangka pengelolaan Barang
Milik Negara/Barang Milik Daerah yang komprehensif. Dengan adanya
perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola
Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib,
transparan, dan akuntabel.
Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun
utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP nomor 27 Tahun 2014. Saat ini,
pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama
pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan
dari pengelola infrastruktur di dalam PP nomor 27 Tahun 2014, sehingga
Pengguna Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan
agresif memanfaatkan BMN dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur.
Sebagai contoh, jangka waktu sewa dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan
(KSP) yang lebih panjang dapat menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.
Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi
tugas besar Kementerian/Lembaga untuk memastikan agar dapat dijalankan
dengan baik. Peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu
menopang pengelolaan BMN yang lebih modern dan IT-based adalah salah satu
hal yang diharapkan dari perubahan ini. Optimalisasi berdasarkan
prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi
perhatian. Aset idle harus diserahkan ke Pengelola Barang untuk meningkatkan
optimalisasi dari BMN/D sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 Tahun 2014.
Perubahan PP nomor 6 Tahun 2006 menjadi PP nomor 27 Tahun 2014
antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP
nomor 27 Tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya
ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan
kewenangannya ke Kuasa Pengguna Barang sehingga birokrasi akan menjadi
semakin singkat dan arus pengelolaan BMN menjadi semakin cepat. Adapun yang
dapat didelegasikan adalah penetapan status, pemindahtanganan, dan
34
penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat didelegasikan kepada
Kementerian/Lembaga. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus diikuti dengan
akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada Kementerian/Lembaga. Hal ini sangat
penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan
BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.
Siklus pengelolaan barang milik daerah harus diperbaiki, yaitu dimulai
dengan perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan, di mana pengelolaan dibagi
dua, yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi (tusi) atau dikelola untuk
dimanfaatkan. Jika tidak keduanya, maka BMN dapat dipindahtangankan. Dan
jika BMN tidak dikelola untuk kepentingan tugas dan fungsi, tidak dimanfaatkan,
dan tidak dipindahtangankan, maka BMN harus dihapuskan. Pemusnahan dan
pemindahtanganan merupakan kegiatan sebelum proses penghapusan. Dengan
demikian, penghapusan merupakan ending point dari semua siklus pengelolaan
BMN yang membebaskan Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban
untuk mengadministrasikan dan mengelola BMN.
Penyempurnaan peraturan pemerintah tentang pengelolaan BMN/D melalui
PP nomor 28 Tahun 2020 bertujuan untuk:
a. mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D;
b. meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan BMN/D;
c. mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna
dan PengelolaBMN/D; dan
d. melakukan harmonisasi dengan peraturan-peraturan terkait pengelolaan
BMN/D.
Oleh karena itu meskipun selama ini Kota Madiun sudah memiliki Peraturan
Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, perlu untuk
menyesuaikan dengan PP nomor 28 Tahun 2020 ini.
35
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
36
1. Matriks Perbandingan PP 27 Tahun 2014 dengan PP 28 Tahun 2020
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
d. Wewenang dan Salah satu wewenang dan tanggung - Salah satu wewenang dan tanggung Perluasan lingkup
Tanggung jawab jawab Pengelola BMN jawab Pengelola BMN wewenang dan
BMN - menetapkan Penggunaan, - menetapkan Penggunaan, tanggung jawab
Pemanfaatan, atau Pemanfaatan, Pemindahtanganan,
Pemindahtanganan Barang Milik Pemusnahan, atau Penghapusan
Negara yang berada pada Pengelola Barang Milik Negara yang berada
Barang pada Pengelola Barang;
37
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
e. Pelimpahan Pengelola Barang Milik Negara dapat - Pengelola Barang Milik Negara dapat Penyederhanaan
Wewenang BMN mendelegasikan kewenangan dan melimpahkan kewenangan dan Birokrasi
tanggung jawab tertentu kepada tanggung jawab tertentu kepada
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Pengguna Barang /Kuasa Pengguna
Barang Barang
2 Penggunaan
a. Pelimpahan (1) Pengelola Barang dapat (1) Pengguna Barang dapat (3) Pengelola Barang dapat Penyederhanaan
Wewenang mendelegasikan penetapan melimpahkan sebagian melimpahkan kewenangan birokrasi
BMN/BMD status Penggunaan atas Barang penetapan status Penggunaan
kewenangan dan tanggung
Milik Negara selain tanah atas Barang Milik Negara
jawab kepada Kuasa
dan/atau bangunan dengan selain tanah dan/atau
kondisi tertentu kepada Pengguna Barang. bangunan dengan kondisi
Pengguna Barang/Kuasa tertentu kepada Pengguna
(2) Pelimpahan sebagian
Pengguna Barang. Barang/Kuasa Pengguna
wewenang dan
Barang
(2) Gubernur/Bupati/Walikota tanggungjawab kepada Kuasa
dapat mendelegasikan Pengguna Barang (4) Gubernur/Bupati/Walikota
penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada dapat melimpahkan
atas Barang Milik Daerah ayat (1) ditetapkan oleh kewenangan penetapan status
selain tanah dan/atau bangunan Gubernur/Bupati/Walikota Penggunaan atas Barang
dengan kondisi tertentu kepada atas usul Pengguna Barang. Milik Daerah selain tanah
Pengelola Barang Milik dan/atau bangunan dengan
Daerah kondisi tertentu kepada
Pengelola Barang Milik
Daerah
38
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
c. Persetujuan Barang Milik Daerah yang telah Barang milik daerah yang telah Barang Milik Daerah yang telah Tetap
Penggunaan ditetapkan status penggunaannya ditetapkan status penggunaannya ditetapkan status penggunaannya
Sementara pada Pengguna Barang dapat pada Pengguna Barang dapat pada Pengguna Barang dapat
BMD digunakan sementara oleh digunakan sementara oleh digunakan sementara oleh
Pengguna Barang lainnya dalam Pengguna Barang lainnya dalam Pengguna Barang lainnya dalam
jangka waktu tertentu tanpa harus jangka waktu tertentu tanpa harus jangka waktu tertentu tanpa harus
mengubah status Penggunaan mengubah status penggunaan mengubah status Penggunaan
Barang Milik Daerah tersebut barang milik daerah tersebut Barang Milik Daerah tersebut
setelah terlebih dahulu setelah terlebih dahulu setelah terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Gubernur mendapatkan persetujuan mendapatkan persetujuan
/ Bupati / Walikota Gubernur/Bupati/Walikota. Gubernur / Bupati / Walikota
3 Pemanfaatan
a. Bentuk Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Bentuk Pemanfaatan Barang (1) Bentuk Pemanfaatan Barang Penambahan
Pemanfaatan Negara/Daerah berupa: milik daerah berupa: Milik Negara/Daerah berupa: bentuk
a. Sewa; a. Sewa; a. Sewa; mekanisme
b. Pinjam Pakai;
b. Pinjam Pakai; b. Pinjam Pakai; pemanfaatan baru
c. KSP;
c. Kerja Sama Pemanfaatan; d. BGS atau BSG; dan c. Kerja Sama Pemanfaatan; berupa Kerja
d. Bangun Guna Serah atau Bangun e. KSPI. d. Bangun Guna Serah atau Sama Terbatas
Serah Guna; atau Bangun Serah Guna; atau Untuk
e. Kerja Sama Penyediaan e. Kerja Sama Penyediaan Pembiayaan
39
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
40
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
41
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
g. Isi Perjanjian Pinjam Pakai dilaksanakan Perjanjian sebagaimana dimaksud Pinjam Pakai dilaksanakan Perubahan redaksi
Pinjam Pakai berdasarkan perjanjian yang pada ayat (1) paling sedikit berdasarkan perjanjian yang
memuat:
sekurang-kurangnya memuat: paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian; a. para pihak yang terikat dalam
perjanjian; b. dasar perjanjian; perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang c. identitas para pihak yang b. jenis, luas atau jumlah barang
yang dipinjamkan, dan jangka terkait dalam perjanjian; yang dipinjamkan, dan jangka
d. jenis, luas atau jumlah barang
waktu; waktu;
yang dipinjamkan, dan jangka
c. tanggung jawab peminjam atas waktu; c. tanggung jawab peminjam atas
42
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
biaya operasional dan e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka
pemeliharaan selama jangka
waktu peminjaman; dan waktu peminjaman; dan
waktu peminjaman;
d. hak dan kewajiban para pihak f. hak dan kewajiban para pihak; d. hak dan kewajiban para pihak
dan
g. persyaratan lain yang dianggap
perlu.
KerjaSama
Pemanfaatan
h. Kerja Sama Kerja Sama Pemanfaatan atas Pihak yang dapat melaksanakan Kerja Sama Pemanfaatan atas Kejelasan
Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah KSP adalah: Barang Milik Negara kewenangan
a. Pengelola Barang dengan
BMN/BMD sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat untuk BMN
persetujuan Gubernur/
(1) huruf c, huruf d, dan huruf e Bupati/Walikota, untuk barang (1) huruf c dilaksanakan oleh
dilaksanakan oleh Pengguna milik daerah yang berada pada Pengguna Barang setelah
Barang setelah mendapat Pengelola Barang; atau mendapat persetujuan Pengelola
persetujuan Pengelola Barang b. Pengguna Barang dengan Barang
persetujuan Pengelola Barang,
untuk barang milik daerah
yang berada pada Pengguna
Barang.
- Persetujuan Pengelola Barang Kerja Sama Pemanfaatan atas Kejelasan
sebagaimana dimaksud pada ayat Barang Milik Daerah kewenangan
(1) huruf b setelah mendapat sebagaimana dimaksud pada ayat untuk BMD
pertimbangan dari (1) huruf d dan huruf e,
Gubernur/Bupati/Walikota. dilaksanakan oleh Pengguna
43
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
44
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
45
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
46
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
47
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
48
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
49
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
dalam rangka Pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan dalam rangka Pemanfaatan atau pemberlakuan
Pemindahtanganan dilakukan oleh: oleh: Pemindahtanganan dilakukan pelaksana penilai
a. Penilai Pemerintah; atau a. Penilai Pemerintah; atau oleh:
b. Penilai Publik yang ditetapkan
b. Penilai Publik yang ditetapkan a. Penilai Pemerintah; atau
oleh
oleh Gubernur/ Bupati/Walikota Gubernur/Bupati/Walikota. b. Penilai Publik
sedangkan
Penilaian Barang Milik Daerah
selain tanah dan/atau bangunan
dalam rangka Pemanfaatan atau
Pemindahtanganan dilakukan oleh
tim yang ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota atau
menggunakan Penilai
Pemindahtanganan
t. Pihak Pelaksana Tukar Menukar Barang Milik Tukar menukar barang milik Tukar Menukar Barang Milik Perluasan wilayah
Tukar Menukar Negara dapat dilakukan dengan daerah dapat dilakukan dengan Negara dapat dilakukan dengan
pihak: pihak: pihak:
a. Pemerintah Pusat;
a. Pemerintah Daerah; a. Pemerintah Daerah/Desa;
b. Pemerintah Daerah lainnya;
b. Badan Usaha Milik c. Badan Usaha Milik b. badan usaha milik negara,
Negara/Daerah atau badan Negara/Daerah atau badan badan usaha milik daerah, atau
hukum lainnya yang dimiliki hukum milik pemerintah badan hukum lainnya yang
Negara; lainnya yang dimiliki negara; dimiliki Negara;
c. swasta; atau d. Pemerintah Desa; atau c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain. e. Swasta; d. Pemerintah Negara lain
50
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
u. Tata cara Tukar Tukar Menukar Barang Milik (1) Pelaksanaan tukar menukar Tukar Menukar Barang Milik Pemisahan tata
Menukar Daerah berupa tanah dan/atau barang milik daerah yang Daerah berupa tanah dan/atau cara berdasarkan
Barang Milik bangunan yang telah diserahkan didasarkan pada kebutuhan bangunan yang telah diserahkan keberadaan
Daerah berupa kepada Walikota dan yang berada pengelola barang sebagaimana kepada Walikota dilaksanakan
barang milik
tanah dan/atau pada Pengguna dilaksanakan dimaksud dalam Pasal 385 dengan tata cara:
bangunan dengan tata cara: huruf a, diawali dengan a. Pengelola Barang mengkaji daerah
a. Pengguna Barang melalui pembentukan Tim oleh perlunya Tukar Menukar
Pengelola Barang mengajukan Gubernur/Bupati/ Walikota Barang Milik Daerah dari
usul Tukar Menukar Barang untuk melakukan penelitian aspek teknis, ekonomis, dan
Milik Daerah berupa tanah mengenai kemungkinan yuridis;
dan/atau bangunan kepada melaksanakan tukar menukar b. apabila memenuhi syarat
Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada sesuai dengan ketentuan
disertai pertimbangan dan pertimbangan sebagaimana peraturan perundang-
kelengkapan data; dimaksud dalam Pasal 377 undangan, Pengelola Barang
b. Gubernur/Bupati/Walikota ayat (1) dan ayat (3). mengajukan hasil kajian dan
meneliti dan mengkaji (2) Penelitian sebagaimana konsep penetapan tukar-
pertimbangan perlunya Tukar dimaksud pada ayat (1) menukar Barang Milik Daerah
Menukar Barang Milik Daerah meliputi: kepada
berupa tanah dan/atau bangunan a. penelitian kelayakan tukar Gubernur/Bupati/Walikota;
dari aspek teknis, ekonomis, dan menukar, baik dari aspek c. berdasarkan hasil kajian
yuridis; teknis, ekonomis, maupun Pengelola Barang,
c. apabila memenuhi syarat sesuai yuridis; Gubernur/Bupati/Walikota
dengan ketentuan peraturan b. penelitian data administratif; dapat menetapkan Barang
perundang-undangan, dan Milik Daerah yang akan
Gubernur/Bupati/ Walikota c. penelitian fisik. dipertukarkan sesuai batas
dapat menyetujui dan (3) Penelitian administratif kewenangannya;
menetapkan Barang Milik sebagaimana dimaksud pada d. Tukar Menukar Barang Milik
Daerah berupa tanah dan/atau ayat (2) huruf b dilakukan Daerah dilaksanakan melalui
bangunan yang akan untuk meneliti: proses persetujuan dengan
51
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
52
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
53
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
54
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
55
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
v. Tata cara Tukar Tukar Menukar Barang Milik - Tukar Menukar Barang Milik Perluasan
Menukar Daerah berupa selain tanah Daerah berupa selain tanah kewenangan
Barang Milik dan/atau bangunan dilaksanakan dan/atau bangunan dilaksanakan Pengelola Barang
Daerah berupa dengan tata cara: dengan tata cara:
selain tanah a. Pengguna Barang mengajukan a. Pengguna Barang melalui
dan/atau usul Tukar Menukar Barang Pengelola Barang mengajukan
bangunan Milik Daerah selain tanah usul Tukar Menukar Barang
dan/atau bangunan kepada Milik Daerah selain tanah
Pengelola Barang disertai dan/atau bangunan kepada
pertimbangan, kelengkapan Gubernur/Bupati/Walikota
data, dan hasil pengkajian tim disertai pertimbangan,
intern instansi Pengguna kelengkapan data, dan hasil
Barang; pengkajian tim intern instansi
56
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
57
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
58
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
z. Tata cara Hibah Hibah Barang Milik Daerah berupa (1) Pengelola Barang mengajukan Hibah Barang Milik Daerah Pemisahan tata
Barang Milik tanah dan/atau bangunan yang telah permohonan persetujuan hibah berupa tanah dan/atau bangunan cara berdasarkan
Daerah berupa diserahkan kepada Walikota dan kepada yang telah diserahkan kepada keberadaan
tanah dan/atau yang berada pada Pengguna Gubernur/Bupati/Walikota. Walikota dilaksanakan dengan barang milik
bangunan dilaksanakan dengan tata cara: (2) Dalam hal hibah memerlukan tata cara: daerah
a. Pengguna Barang melalui persetujuan DPRD, a. Pengelola Barang mengkaji
Pengelola Barang mengajukan Gubernur/Bupati/Walikota perlunya Hibah Barang Milik
usul Hibah Barang Milik Daerah terlebih dahulu mengajukan Daerah berdasarkan
berupa tanah dan/atau bangunan permohonan persetujuan pertimbangan dan syarat
kepada Gubernur/Bupati/ Hibah kepada DPRD. sebagaimana dimaksud dalam
Walikota disertai dengan (3) Apabila permohonan hibah Pasal 68;
pertimbangan dan kelengkapan disetujui oleh b. apabila memenuhi syarat sesuai
data; Gubernur/Bupati/Walikota dengan ketentuan peraturan
b. Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud ayat perundang-undangan,
meneliti dan mengkaji usul pada (1) atau disetujui oleh Pengelola Barang mengajukan
Hibah Barang Milik Daerah DPRD sebagaimana dimaksud hasil kajian dan konsep
berdasarkan pertimbangan dan pada ayat (2), penetapan Hibah Barang Milik
syarat sebagaimana dimaksud Gubernur/Bupati/Walikota Daerah kepada Gubernur/
dalam Pasal 68; menetapkan keputusan Bupati/ Walikota;
c. apabila memenuhi syarat sesuai pelaksanaan hibah, yang c. berdasarkan hasil kajian
dengan ketentuan peraturan sekurang-kurangnya memuat: Pengelola Barang,
perundang-undangan, a. penerima hibah; Gubernur/Bupati/Walikota
Gubernur/Bupati/ Walikota b. objek hibah; dapat menetapkan Barang
dapat menyetujui dan/atau c. nilai perolehan dan nilai Milik Daerah yang akan
menetapkan Barang Milik buku terhadap barang yang dihibahkan sesuai batas
Daerah berupa tanah dan/atau dapat dilakukan kewenangannya;
bangunan yang akan penyusutan, untuk tanah d. proses persetujuan Hibah
dihibahkan; dan/atau bangunan; Barang Milik Daerah
d. proses persetujuan Hibah d. nilai perolehan dan nilai dilaksanakan dengan
59
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
60
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
61
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
62
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
63
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
64
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
65
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
66
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
dan/atau bangunan yang akan dilaksanakan oleh Pengelola Barang Milik Negara yang
disertakan sebagai modal Barang setelah mendapat berada pada Pengelola
Pemerintah Pusat/Daerah persetujuan Barang; atau b. Pengguna
sebagaimana dimaksud pada Gubernur/Bupati/Walikota, Barang setelah mendapat
ayat (1) huruf a dilakukan oleh: sesuai batas kewenangannya. persetujuan Pengelola
a. Pengelola Barang, untuk Barang, untuk Barang Milik
Barang Milik Negara; atau Negara yang berada pada
b. Gubernur/Bupati/Walikota, Pengguna Barang.
untuk Barang Milik Daerah,
sesuai batas kewenangannya.
(3) Penyertaan Modal Pemerintah
Pusat/Daerah atas Barang Milik
Negara/Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk
Barang Milik Negara; atau
b. Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan
Gubernur/Bupati/Walikota,
untuk Barang Milik Daerah.
dd. Tata cara Pasal 75 Tata Cara Penyertaan Modal Pelaksanaan pengelolaan Barang Penyesuaian
Penyertaan Pemerintah Daerah Atas Barang Milik Daerah dalam rangka dengan peraturan
Modal Milik Daerah dibedakan atas Penyertaan Modal Pemerintah perundang-
barang milik daerah pada Daerah mengikuti ketentuan undangan yang
Pengelola Barang dan Barang peraturan perundang-undangan di berkaitan
Milik Daerah Pada Pengguna bidang pemerintahan daerah dan
Barang peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan BMD
67
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
Pemusnahan
ee. Pihak pelaksana (1) Pemusnahan dilaksanakan oleh: (1) Pemusnahan dilaksanakan oleh (1) Pemusnahan dilaksanakan Kejelasan
pemusnahan a. Pengguna Barang setelah Pengguna Barang setelah oleh: kewenangan
mendapat persetujuan mendapat persetujuan a. Pengguna Barang setelah
Pengelola Barang, untuk Gubernur/Bupati/ Walikota, mendapat persetujuan
Barang Milik Negara; atau untuk barang milik daerah Pengelola Barang, untuk
b. Pengguna Barang setelah pada Pengguna Barang. Barang Milik Negara yang
mendapat persetujuan (2) Pemusnahan dilaksanakan oleh berada pada Pengguna
Gubernur/Bupati/Walikota, Pengelola Barang setelah Barang;
untuk Barang Milik Daerah. mendapat persetujuan b. Pengelola Barang, untuk
(2) Pelaksanaan Pemusnahan Gubernur/Bupati/Walikota, Barang Milik Negara yang
sebagaimana dimaksud pada untuk barang milik daerah berada pada Pengelola
ayat (1) dituangkan dalam berita pada Pengelola Barang. Barang;
acara dan dilaporkan kepada: (3) Pelaksanaan pemusnahan c. Pengguna Barang setelah
a. Pengelola Barang, untuk sebagaimana dimaksud pada mendapat persetujuan
Barang Milik Negara; atau ayat (1) dan (2) dituangkan Gubernur lBupatilWalikota,
b. Gubernur/Bupati/Walikota, dalam berita acara dan untuk Barang Milik Daerah
untuk Barang Milik Daerah. dilaporkan kepada yang berada pada Pengguna
Gubernur/Bupati/Walikota. Barang; atau
d. Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan
Gubernur/Bupati/Walikota,
untuk Barang Milik Daerah
yang berada pada Pengelola
Barang.
(1a) Pelaksanaan Pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dituangkan dalam
berita acara.
68
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
69
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
Peraturan Pemerintah ini dan yang tidak dipisahkan untuk Peraturan Pemerintah ini, kecuali
peraturan pelaksanaannya, kecuali menyelenggarakan kegiatan yang diatur khusus dalam
terhadap barang yang dikelola Badan Layanan Umum Peraturan Pemerintah mengenai
dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya Daerah yang bersangkutan. Badan Layanan Umum.
untuk menyelenggarakan kegiatan (2) Pengelolaan barang milik
pelayanan umum sesuai dengan daerah sebagaimana
tugas dan fungsi Badan Layanan dimaksud pada ayat (1)
Umum/Badan Layanan Umum mempedomani ketentuan
Daerah, diatur tersendiri dalam peraturan perundang-
Peraturan Pemerintah tentang undangan mengenai
Badan Layanan Umum dan pengelolaan Barang Milik
peraturan pelaksanaannya. Daerah, kecuali terhadap
barang yang dikelola
dan/atau dimanfaatkan
sepenuhnya untuk
menyelenggarakan kegiatan
pelayanan umum sesuai
dengan tugas dan fungsi
Badan Layanan Umum
Daerah mempedomani
ketentuan peraturan
perundang-undangan
mengenai Badan Layanan
Umum Daerah.
hh. Peran pengelola Pengelola Barang dapat - (1) Pengelola Barang dapat Penyesuaian
barang membentuk Badan Layanan Umum membentuk Badan Layanan dengan peraturan
dan/atau menggunakan jasa Pihak Umum dan/atau yang berkaitan
Lain dalam pelaksanaan menggunakan jasa Pihak
Pemanfaatan dan Lain yang ditunjuk Pengelola
70
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan
71
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
72
himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola perikelakuan yang berkisar
pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Landasan sosiologis adalah
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris sehingga suatu undang-undang
benar-benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum
masyarakat.
Setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang haruslah
mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang
sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat, oleh karena itu dalam
konsideran harus dirumuskan dengan baik, pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat empiris sehingga suatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang-
undang benar-benar dididasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran
masyarakat.
Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan atau
dasar sosiologis (sociologische grondslag) apabila ketentuan-ketentuannya
sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Landasan atau
dasar sosiologis peraturan perundang-undangan adalah landasan atau dasar yang
berkaitan dengan kondisi atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Kondisi/kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang
dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan dan harapan masyarakat. Dengan
memperhatikan kondisi semacam ini peraturan perundang-undangan
diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan mempunyai daya laku secara
efektif.Sejalan dengan itu, norma hukum yang akan ditungkan dalam Rancangan
Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor …….. Tahun 2021 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah juga telah memiliki akar empiris yang kuat. Pertanyaannya,
mengapa demikian? Hal ini dapat dilihat dari 3 (tiga) hal, yaitu: berdasarkan
kriteria pengakuan (recognition theory), kriteria penerimaan (reception theory),
dan kriteria faktisitas hukum (kenyataan faktual).
Pertama, berdasarkan kriteria pengakuan (recognition theory). Kriteria ini
menyangkut sejauh mana subjek hukum yang diatur memang mengakui
keberadaan dan daya ikat serta kewajibannya untuk menundukkan diri terhadap
norma hukum yang bersangkutan. Jika subjek hukum yang bersangkutan tidak
73
merasa terikat, maka secara sosiologis norma hukum yang bersangkutan tidak
dapat dikatakan berlaku baginya.
Berdasarkan pengakuan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Yang termasuk subjek hukum adalah
lembaga eksekutif (kepala daerah beserta jajarannya) serta lembaga legislatif.
Kedua lembaga yang ada di daerah Kota Madiun telah mengakui keberadaan dan
daya ikat serta kewajibannya untuk menundukkan diri terhadap Peraturan
perundang-undangan. Logikanya, keberadaan Rancangan Peraturan Daerah ini
juga akan diakui dan dilaksanakan, baik oleh lembaga eksekutif maupun legislatif
yang ada di Kota Madiun.
Kedua, berdasarkan kriteria penerimaan (reception theory). Kriteria ini
pada pokoknya berkenaan dengan kesadaran masyarakat yang bersangkutan untuk
menerima daya-atur, daya-ikat, dan daya-paksa norma hukum tersebut baginya.
Melihat “roh” dari Raperda ini serta muatan materi yang diatur didalamnya maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kota Madiun akan menerima keberlakuan
Peraturan Daerah ini sebagai alas hukum dalam penyelenggaraan Pengelolaan
Barang Milik Daerah.
Ketiga, berdasarkan kriteria faktisitas hukum. Kriteria ini menekankan
pada kenyataan faktual (faktisitas hukum), yaitu sejauhmana norma hukum itu
sendiri memang sungguh-sungguh berlaku efektif dalam kehidupan nyata
masyarakat. Meskipun norma hukum secara juridis formal memang berlaku,
diakui (recognized), dan diterima (received) oleh masyarakat sebagai sesuatu yang
memang ada (exist) dan berlaku (valid) tetapi dalam kenyataan praktiknya sama
sekali tidak efektif, berarti dalam faktanya norma hukum itu tidak berlaku.
74
yang lebih superior atau yang lebih tinggi seperti dalam pandangan Hans Kelsen
dengan teorinya “Stuffenbau Theorie des Recht”; (2) ditetapkan mengikat atau
berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan
akibatnya seperti dalam pandangan J.H.A, Logemann; (3) ditetapkan sebagai
norma hukum menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku seperti
pandangan W. Zevenbergen; dan (4) ditetapkan sebagai norma hukum oleh
lembaga yang memang berwenang untuk itu.
Sehubungan dengan rencana pengundangan Rancangan Peraturan Daerah
Kota Madiun Nomor ……….. Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah, maka landasan yuridisnya mengacu pada point yang pertama, yaitu
ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih superior
atau yang lebih tinggi.
Dalam pembuatan peraturan daerah ini akan memperhatikan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak ada aturan
yang tumpang tindih, bertentangan dan melanggar asas “Lex Superior Derogat
Legi Inferiori”. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 telah menyebutkan tata
urutan peraturan perundang-udangan secara eksplisit. Terkait dengan penyusunan
Ranperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah di Kota Madiun maka dasar
hukum yang dijadikan pijakan akan djabarkan sebagai berikut.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang:
75
Republik Indonesia Nomor 5234);
76
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6523);
77
BAB V
78
5.3 Ruang Lingkup Materi Muatan
Secara global, materi muatan yang dirumuskan dalam Raperda Kota
Madiun tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah terdiri dari 20 (dua puluh) Bab
dan 515 (lima ratus lima belas) pasal. Adapun kedua puluh bab dimaksud dapat
dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabe 5.l: Muatan Bab dalam RANPERDA Kota Madiun
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
BAB TENTANG
1 Ketentuan Umum
2 Ruang Lingkup
3 Pejabat Pengelola Barang Milik Daerah
4 Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
5 Pengadaan
6 Penggunaan
7 Pemanfaatan
8 Pengamanan dan Pemeliharaan
9 Penilaian
10 Pemindahtanganan
11 Pemusnahan
12 Penghapusan
13 Penatausahaan
14 Pengawasan dan Pengendalian
Pengelolaan Barang Milik Daerah Oleh Badan
15
Layanan Umum
16 Barang Milik Daerah Berupa Rumah Negara
17 Ganti Rugi Dan Sanksi
18 Ketentuan Lain-Lain
19 Ketentuan Peralihan
20 Ketentuan Penutup
79
Sementara itu, materi muatan akan di atur dan dituangkan kedalam 515
pasal. Materi muatan dalam Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah ini akan
dijabarkan secara berurutan berikut ini (Lihat Lampiran Raperda).
80
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap Pengelolaan Barang
Milik Daerah, maka ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar
pengelolaannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
dan ketentuan lainnya.
81
3. Masalah-masalah yang dihadapi dalam Pengelolaan Barang
Milik Daerah
1) Keberadaan dan pengelolaan aset milik daerah merupakan
isu strategis di era otonomi daerah. Di beberapa daerah,
banyak pejabat dan aparat daerah yang kurang peduli dan
belum mengelola aset itu secara efektif, efisien dan profit.
Akibatnya, tidak sedikit aset daerah yang pindah tangan
secara tidak wajar atau dikelola oleh pihak lain dengan
sewa yang sangat kecil. Kurangnya profesionalisasi
manajemen aset daerah menimbulkan persoalan serius
dibelakang hari. Akibatnya, potensi besar yang sudah ada di
depan mata tidak tergarap secara optimal. Seharusnya aset
daerah yang luar biasa besarnya itu dikelola lebih baik
sehingga menghasilkan keuntungan optimal.
Optimalisasi aset daerah pada saat ini masih jauh dari yang
diharapkan, banyak aset daerah yang dibiarkan terlantar,
diserobot atau disewakan semurah-murahnya kepada pihak
lain dengan cara di bawah meja. Oleh sebab itu pentingnya
evaluasi Optimalisasi Pemanfaatan Aset/Barang Milik
Daerah dengan cara mengevaluasi secara detail terhadap
pemanfaatan aset saat ini (existing use) dengan hal yang
sama diluar aset daerah.
Sasaran yang akan diwujudkan dari Rancangan Peraturan
Daerah Kota Madiun Tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah adalah untuk memberikan pedoman kepada
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan khususnya dalam Pengelolaan Barang Milik
Daerah.
82
6.2 Saran
1. Naskah akademik ini memuat uraian teoritis dan praktis tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah di Kota Madiun dalam pembangunan di daerah. Oleh
karena itu, perlu adanya pemilahan substansi dalam Naskah Akademik ini
dengan Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah.
2. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan saran
dan rekomendasi bahwa Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah perlu mendapatkan prioritas dalam Program
Legislasi Daerah di Kota Madiun.
83
DAFTAR PUSTAKA
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Alumni, Bandung, 1991.
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah,
Sebuah Pendekatan Struktural Manuju Tata Kelola Pemerintahan Yang
Baik, Fokusmedia, Bandung, 2010.
84
Satjipto Raharjo, Peranan Dan Kedudukan Asas-asas Hukum Dalam Kerangka
Hukum Nasional (Pembahasan Terhadap Makalah Sunaryati Hartono),
Seminar dan Lokakarya Ketentuan Umum Peraturan Perundang-
undangan, Jakarta, 19-20 Oktober 1988.
Media Kekayaan Negara Edisi No.10 Kuartal III Tahun 2012. Pengelolaan
Investasi Pemerintah.
85
LAMPIRAN:
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN
NOMOR …. TAHUN 2021 TENTANG PENGELOLAAN
BARANG MILIK DAERAH
86