Anda di halaman 1dari 86

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH


KOTA MADIUN

TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KOTA MADIUN


TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan hidayah
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapat terselesaikannya
pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerag (BMD). Shalawat dan salam tak lupa kami
sampaikan kepada junjungan kita, Baginda Rasulullah SAW yang telah
memberikan pedoman hidup dan teladan kepada seluruh umat manusia di muka
bumi ini.
Penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah bertujuan: Memberikan landasan
yuridis, praktis dan teoritis terhadap pembuatan Raperda Pengelolaan Barang
Milik Daerah serta sebagai pedoman dan arahan kebijakan bagi pemerintah Kota
Madiun dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Secara sederhana pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi tiga fungsi
utama, yaitu: (1) Adanya perencanaan yang tepat; (2) Pelaksanaan/pemanfaatan
secara efisien dan efektif; dan (3) Pengawasan (monitoring). Pengelolaan Barang
Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal yang penting untuk terus
ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Terbitnya Peraturan Pemerintah
(PP) Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah menandai perhatian pemerintah pada kerangka pengelolaan
Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah yang komprehensif. Dengan adanya
perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola
Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib,
transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu diperlukan Peraturan daerah sebagai
landasan dalam pengelolaan Barang Milik daerah di Kota Madiun.
Akhirnya, kami menyadari bahwa mungkin Naskah Akademik ini masih
belum sempurna sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif dari para pembaca sekalian demi kesempurnaan dalam menambah
khasanah pengetahuan kita bersama dan untuk dapat menjadi sumbangsih
terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah di Kota Madiun.

Madiun, 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 5


1.1 Latar Belakang Penelitian .................................................... 5
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................. 16
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik ....... 16
1.4 Manfaat Pembuatan Naskah Akademik ............................... 17
1.5 Metodologi ........................................................................... 17

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS EMPIRIS ......................... 21


2.1 Kajian Teoritis.............................................................................. 21
A. Pengertian dan Peranan Asas Hukum ..................................... 21
B. Asas-asas Pengelolaan Barang Milik Daerah ......................... 22
2.2 Perbandingan PP No 27 tahun 2014 dengan PP No 28 Tahun
2020.............................................................................................. 23
a. Penyempurnaan Definisi yang termuat dalam Pasal 1 ............ 23
b. Penegasan Pengaturan ............................................................. 25
c. Pinjam Pakai ........................................................................... 25
d. Sewa ........................................................................................ 26
e. Kerja Sama Pemanfaatan ........................................................ 27
f. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna......................... 29
g. Penilaian.................................................................................. 30
h. Tukar Menukar........................................................................ 30
i. Hibah ....................................................................................... 31
j. Penyertaan Modal ................................................................... 32
k. Pemusnahan ............................................................................ 32
l. Penghapusan ........................................................................... 33
2.3 Praktek Empiris ............................................................................ 33

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN TERKAIT .............................................................. 36
3.1 Kajian/Analisis Keterkaitan dengan Hukum Positif .................... 36

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS DAN


LANDASAN YURIDIS ................................................................ 72
4.1 Landasan Filosofis ............................................................... 72
4.2 Landasan Sosiologis ............................................................ 72
4.3 Landasan Yuridis ................................................................. 74

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG


LINGKUP MATERI MUATAN .................................................. 78
5.1 Sasaran yang Akan Diwujudkan .......................................... 78

3
5.2 Arah dan Jangkauan Pengaturan .......................................... 78
5.3 Ruang Lingkup Materi Muatan ........................................... 79
BAB VI PENUTUP ..................................................................................... 81
6.1 Kesimpulan .......................................................................... 81
6.2 Saran .................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 84

LAMPIRAN

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Di dalam setiap konstitusi atau Undang-Undang Dasar, peran negara yang


utama adalah mewujudkan cita-cita bangsa itu sendiri, dan cita-cita bangsa
Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi
Negara Republik Indonesia, baik sebelum maupun sesudah diamandemen,
memiliki semangat yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh warga
negara Indonesia serta membentuk negara kesejahteraan.
Konsep negara kesejahteraan menurut Bagir Manan adalah negara atau
pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban
masyarakat, tetapi memikul tanggung jawab utama untuk mewujudkan keadilan
sosial, kesejahteraan umum, dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.1 Sejalan
dengan pendapat Bagir Manan, menurut Sjahran Basah, berkaitan dengan negara
kesejahteraan tersebut, maka tujuan pemerintah tidak semata-mata di bidang
pemerintahan saja, melainkan harus melaksanakan kesejahteraan sosial dalam
rangka mencapai tujuan negara melalui pembangunan nasional.2
Negara Indonesia menunjukkan keinginan untuk membentuk negara
kesejahteraan tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu: “Membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial”.3

1
Bagir Manan, Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisasi
Perekonomian, Fakultas Hukum UNILA, Lampung, 1996, hlm. 16.
2
Sjahran Basah, Eksistensi Dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Di Indonesia, Alumni,
Bandung, 1986, hlm. 3.
3
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991, hlm. 2

5
Dalam mencapai tujuan yang diamanatkan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut, maka dilakukanlah pembangunan nasional di dalam segala
bidang kehidupan baik fisik maupun pembangunan non fisik. Dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk
mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945, maka Pasal 1 UUD 1945 menetapkan bahwa :
“Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”.
Di dalam mencapai tujuan tersebut, maka penyelenggaraan pemerintahan
negara membagi Negara Kesatuan Republik Indonesia atas daerah-daerah
provinsi, dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-
tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
yaitu : “Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai peraturan perundang-undangan“.
Adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah,
tentunya akan membawa konsekuensi penyerahan sebagian sumber-sumber
keuangannya. Hal ini dilakukan guna menjamin kelancaran penyelenggaraan
urusan tersebut, sehingga akan terjadi suatu keseimbangan antara urusan yang
dibebankan serta sumber-sumber keuangan untuk pembiayaannya. Keadaan inilah
yang kemudian menimbulkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat
dengan daerah.
Hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah atau dalam arti yang
lebih sempit sering disebut sebagai perimbangan keuangan pusat dan daerah
merupakan salah satu bentuk hubungan dari sekian banyak hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004, Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, yaitu :

6
“Suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan
daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan”.

Adapun yang dimaksud dengan Desentralisasi berdasarkan Pasal 1 ayat (8)


Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, yaitu : “Penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Kemudian Dekonsentrasi menurut Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor
33 Tahun 2004, yaitu : “Pelimpahan wewenang kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah”, dan Tugas Pembantuan berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Undang-
undang Nomor 33 Tahun 2004, yaitu : “Penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya
kepada yang menugaskannya”.
Ketentuan perundang-undangan tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah sebagaimana diuraikan di atas dimaksudkan untuk mendukung pendanaan
atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah. Adapun sumber-sumber
pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Bab
IV Pasal 5 yang menyebutkan bahwa Sumber Penerimaan Daerah terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan (Pasal 1
ayat (13) Undang-undang No. 33 Tahun 2004). Pendapatan daerah sebagaimana
dimaksud di atas bersumber dari: Pendapatan asli daerah (PAD), yaitu
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersumber dari:
(a) Pajak Daerah; (b) Retribusi Daerah; (c) Hasil pengelolaan kekayanaan daerah
yang dipisahkan; dan (d) Lain-lain PAD yang sah yang meliputi: (1) Hasil

7
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; (2) Jasa giro; (3) Pendapatan
bunga; (4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
(5) Komisi; (6) Potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/jasa oleh daerah, yang semuanya bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Secara sosiologis, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat
dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama,
pemberian otonomi daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan
masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,
distribution of income, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua,
otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian
daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk menghadapi era
perdagangan bebas.4
Namun demikian, pemberian otonomi daerah tidak berarti permasalahan
bangsa akan selesai dengan sendirinya. Bertambahnya urusan yang menjadi
kewenangan daerah sebagai konsekuensi dari otonomi daerah menimbulkan
pengaruh bertambahnya volume urusan terutama berkenaan dengan pengurusan
atau pengelolaan aset/kekayaan daerah. Oleh karena itu, otonomi daerah tersebut
harus diikuti dengan serangkaian reformasi pemerintah daerah. Dimensi reformasi
pemerintahan daerah tersebut tidak saja sekadar perubahan struktur organisasi
pemerintahan daerah, akan tetapi mencakup berbagai instrumen yang diperlukan
untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga daerah tersebut secara ekonomis,
efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, salah satunya penataan mengenai
pengelolaan kekayaan/aset daerah.
Aset/barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang
berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak

4
Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, 2002.

8
bergerak beserta bagian-bagiannya atau pun yang merupakan satuan tertentu yang
dapat dinilai, dihitung, diukur, atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-
tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.5

Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam


penyelenggaraan pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang
dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam
satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya.

Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan non


keuangan. Aset keuangan mencakup kas, piutang dan investasi. Sedangkan aset
nonkeuangan terdiri dari aset yang dapat diidentifikasi dan yang tidak dapat
diidentifikasi. Aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi berupa aset berwujud
dan aset tidakberwujud. Aset berwujud berupa aset persediaan (aset lancar) dan
aset tetap, yang dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal dengan nama
Barang Milik Negara/Daerah, sebagaimana dimaksud penjelasan atas PP No. 6
tahun 2006. Aset yang tidak dapat diidentifikasi dapat berupa sumber daya
manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) dan lain-lain.

Salah satu elemen penting agar pengelolaan keuangan pemerintah daerah


berjalan secara efektif dan efisien adalah pengelolaan aset daerah. Aset yang
berada dalam pengelolaan pemerintah daerah tidak hanya yang dimiliki oleh
pemerintah daerah saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai
pemerintah daerah dalam rangka pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintah daerah.

5
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah, Sebuah
Pendekatan Struktural Manuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Fokusmedia, Bandung,
2010, hlm. 158.

9
Pengelolaan aset daerah harus ditangani dengan baik agar aset tersebut
dapat menjadi modal awal bagi pemerintah daerah untuk melakukan
pengembangan kemampuan keuangannya. Namun jika tidak dikelola dengan
semestinya, aset tersebut justru menjadi beban biaya karena sebagian dari aset
membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga turun nilainya
(terdepresiasi) seiring waktu.

Tantangan bagi pengelolaan setiap jenis aset akan berbeda, bergantung


kepada karakter dari aset tersebut. Dan sistem pengelolaan yang diterapkan
haruslah merupakan prosedur yang disepakati bersama, antar pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, serta pihak-pihak yang terkait lainnya. Karena itu
pengelolaan aset daerah harus dilandasi oleh kebijakan dan regulasi yang secara
lengkap mencakup aspek penting dari pengelolaan finansial yang bijaksana,
namun tetap memberikan peluang bagi daerah untuk berkreasi menemukan pola
yang paling sesuai dengan kondisi dan budaya lokal sehingga memberikan
kemaslahatan bagi masyarakat.

Secara sederhana pengelolaan kekayaan (aset) daerah meliputi tiga fungsi


utama, yaitu : (1) Adanya perencanaan yang tepat; (2) Pelaksanaan/pemanfaatan
secara efisien dan efektif; dan (3) Pengawasan (monitoring).6

Namun demikian, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan
dari ketiga fungsi yang telah disebutkan di atas adalah berkenaan dengan upaya
optimalisasi pengelolaan atau pemanfaataan kekayaan daerah. Untuk itu,
diperlukan strategi yang tepat dalam pemanfaatan aset daerah. Sasaran strategis
yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan/pemanfaatan aset daerah antara
lain : (1) Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah baik
menyangkut inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi kekayaan daerah,
penghapusan dan penjualan aset daerah, sistem pelaporan kegiatan tukar menukar,
hibah, dan ruislag; (2) Terciptanya efisiensi dan efektifitas pembangunan aset
daerah; (3) Pengamanan aset daerah; dan (4) Tersedianya data informasi yang
akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.7

6
Ibid., hlm. 151.
7
Ibid., hlm. 154-155.

10
Salah satu optimalisasi barang daerah/aset daerah yang dapat dilakukan
agar tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah, bahkan
meningkatkan PAD yaitu melalui: perjanjian sewa menyewa, kerjasama
pemanfaatan, Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT); dan
Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate). Terhadap pemanfaatan aset daerah
tersebut dikenakan retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan
pemerintah dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sesuai
dengan harga pasar. Pengenaan retribusi atas pemanfaatan kekayaan daerah
merupakan perwujudan kegotong royongan masyarakat untuk ikut serta dalam
melaksanakan pembangunan di daerah, sehingga tujuan otonomi daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Namun demikian, perlu disadari bahwa mengelola aset daerah tidak dapat
dilakukan sehendaknya sendiri. Aset daerah merupakan titipan generasi
mendatang yang membutuhkan profesionalisasi dan political will yang kokoh.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa manajemen aset termasuk aset pemerintah
pusat dan daerah merupakan bidang profesi atau keahlian tersendiri. Sayangnya,
pada saat ini belum berkembang dengan baik di lingkungan pemerintahan maupun
di satuan kerja atau instansi.
Manajemen aset itu terbagi menjadi lima tahapan kerja yang satu sama
lainnya saling berkaitan dan terintegrasi. Tahap yang pertama adalah Inventarisasi
Aset. Terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis atau legal. Aspek
fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain.
Kemudian, yang dimaksud aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal
yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan
dalam tahapan pertama adalah pendataan, kodifikasi atau labelling,
pengelompokan dan pembukuan.8
Tahapan kedua adalah Legal Audit, merupakan satu lingkup kerja
manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan
prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas

8
Hemat Dwi Nuryanto, Mengatasi Rabun Dekat Asat Daerah, Kompas, Jawa Barat, 18
Sepetember 2008.

11
permasalahan legal. Juga strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal
yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.9
Tahapan Ketiga adalah Penilaian Aset. Merupakan satu proses kerja untuk
melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh
konsultan independen. Hasil dari nilai aset tersebut akan dapat dimanfaatkan
untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi
aset yang ingin dijual maupun untuk disewakan, dimanfaatkan, maupun
dikerjasamakan dengan pihak ketiga. 10
Tahapan keempat adalah Optimalisasi Aset. Merupakan proses kerja
dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan (potensi fisik,
lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi) yang terkandung dalam aset
tersebut. Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai Pemda diidentifikasi dan
dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset
yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sektor-sektor unggulan
yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi daerah, baik dalam
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk
menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak
dapat dioptimalkan, harus dicari faktor penyebabnya. Apakah faktor permasalahan
legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari
tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk
mengoptimalkan aset yang dikuasai. 11
Tahapan yang kelima adalah Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Aset sebagai wahana untuk pengawasan dan pengendalian aset. Melalui wahana
tersebut transparansi dalam pengelolaan aset dapat terjamin, sehingga setiap
penanganan terhadap suatu aset dapat termonitor secara jelas. Mulai dari lingkup
penanganan hingga siapa yang bertanggung jawab menanganinya.12

9
Ibid.
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.

12
Pakar manajemen aset Doli D. Siregar menyatakan bahwa filosofi dari
manajemen aset adalah ”Optimizing the utilization of assets in terms of service
benefit and financial return”, yang mengandung pengertian bahwa pengelolaan
aset membutuhkan minimalisasi biaya kepemilikan (minimize cost of ownership),
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability) dan
memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization). Selain memahami
filosofinya, pengelola aset daerah harus memahami secara benar pengertian
mengenai Barang Milik Daerah versi yang terbaru. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 27 Tahun 2014, prinsip dasar pemanfaatan barang daerah
adalah tidak membebani APBD dari segi pemeliharaan dan penyerobotan oleh
pihak lain, dan menciptakan sumber PAD yang signifikan.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal
yang penting untuk terus ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Perubahan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 menandai perhatian pemerintah
pada kerangka pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah yang
komprehensif. Dengan adanya perubahan aturan ini diharapkan dapat
meningkatkan sinergi antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang dalam
mengelola BMN yang lebih baik, tertib, transparan, dan akuntabel.
Pengelolaan BMN secara lebih spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP
nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D, dimana telah diatur berbagai
hal yang berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan,
pengendalian, dan pertanggungjawaban terhadap BMN. Banyak hal yang menjadi
latar belakang perubahan PP nomor 6 Tahun 2006. Salah satunya yaitu masih
banyaknya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan
dengan pelaksanaan PP nomor 6 Tahun 2006 yang berdampak pada opini audit
yang diterbitkan. Temuan-temuan itu khususnya yang berkaitan dengan sertifikasi
BMN, BMN dalam sengketa, BMN hilang atau rusak berat, BMN yang
dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan BMN.
Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun
utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP nomor 6 Tahun 2006. Saat ini,
pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama

13
pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan
dari pengelola infrastruktur di dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dan perubahannya
dalam PP Nomor 28 Tahun 2020, sehingga Pengguna Barang yang bergerak di
bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan agresif memanfaatkan BMN dalam
kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Sebagai contoh, jangka waktu sewa
dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) yang lebih panjang dapat
menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk melaksanakan kegiatan
pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.
Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi
tugas besar Kementerian/Lembaga untuk memastikan agar dapat dijalankan
dengan baik. Peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu
menopang pengelolaan BMN yang lebih modern dan IT-based adalah salah satu
hal yang diharapkan dari perubahan ini. Optimalisasi berdasarkan
prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi
perhatian. Aset idle harus diserahkan ke Pengelola Barang untuk meningkatkan
optimalisasi dari BMN/D sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 Tahun 2014.
Perubahan PP nomor 6 Tahun 2006 menjadi PP nomor 27 Tahun 2014
antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP
nomor 27 Tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya
ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan
kewenangannya ke Kuasa Pengguna Barang sehingga birokrasi akan menjadi
semakin singkat dan arus pengelolaan BMN menjadi semakin cepat. Adapun yang
dapat didelegasikan adalah penetapan status, pemindahtanganan, dan
penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat didelegasikan kepada
Kementerian/Lembaga. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus diikuti dengan
akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada Kementerian/Lembaga. Hal ini sangat
penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan
BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.
Latar belakang lain dari penyempurnaan peraturan pemerintah ini antara lain
karena adanya dinamika pengelolaan BMN/D terkait dengan sewa, KSP, dan
BMN luar negeri yang harus diperlakukan secara khusus; adanya multitafsir

14
terhadap aturan-aturan dalam PP nomor 6 Tahun 2006 mengenai Badan Layanan
Umum (BLU) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); kasus-kasus yang
muncul dalam pengelolaan BMN/D; dan adanya temuan pemeriksaan BPK.
Dengan adanya penyempurnaan PP ini diharapkan dapat mengakomodasi
dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan
BMN/D; mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan
Pengguna Barang dan Pengelola Barang; serta menciptakan harmonisasi dengan
peraturan-peraturan terkait.
Salah satu pokok penyempurnaan PP nomor 6 Tahun 2006 yaitu
penyempurnaan siklus pengelolaan BMN. Selama ini yang terjadi adalah
pemindahtanganan dan penghapusan selalu dicampuradukkan. Siklus ini harus
diperbaiki, yaitu dimulai dengan perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan, di
mana pengelolaan dibagi dua, yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi
(tusi) atau dikelola untuk dimanfaatkan. Jika tidak keduanya, maka BMN dapat
dipindahtangankan. Dan jika BMN tidak dikelola untuk kepentingan tugas dan
fungsi, tidak dimanfaatkan, dan tidak dipindahtangankan, maka BMN harus
dihapuskan. Pemusnahan dan pemindahtanganan merupakan kegiatan sebelum
proses penghapusan. Dengan demikian, penghapusan
merupakan ending point dari semua siklus pengelolaan BMN yang membebaskan
Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban untuk
mengadministrasikan dan mengelola BMN.
Terkait dengan penguatan dasar hukum pengaturan sebagai salah satu pokok
penyempurnaan, dalam penjelasan pada PP Nomor 6 Tahun 2006, aset tak
berwujud berada di luar lingkup peraturan pemerintah tersebut. Sementara itu,
dalam salah satu pasal PP nomor 6 Tahun 2006 tidak dibatasi apakah itu aset
berwujud atau tidak berwujud. Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi di dalam
pengelolaannya, maka di PP nomor 27 Tahun 2014 juga mengatur tentang aset tak
berwujud sebagai bentuk kepastian hukum dalam pengelolaan Barang Milik
Negara/Barang Milik Daerah. Sedangkan perubahan yang ada pada PP No 28
Tahun 2020 menyempurnakan pengelolaan barang milik daerah yang telah diatur
dalam PP No 27 Tahun 2014.

15
1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa


permasalahan, yaitu:
1. Sejalan dengan perkembangan tata kelola pemerintahan di Kota Madiun,
permasalahan apakah yang dihadapi oleh pemerintah Kota Madiun dalam
rangka Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2. Mengapa diperlukan adanya Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah.
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah.
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dari Rancangan Peraturan Daerah
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Sejalan dengan permasalahan yang telah diidentifikasi, tujuan dari


penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah:

1. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Kota


Madiun dalam rangka Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2. Untuk menemukan hal-hal penting yang mendasari perlunya
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut.
3. Untuk mengetahui landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis atas
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah.
4. Untuk merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dari Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

16
1.4. Manfaat Pembuatan Naskah Akademik

Sementara itu, kegunaan dan manfaat dari penyusunan naskah akademik


Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah:
a. Memberikan landasan yuridis terhadap pembuatan Raperda Pengelolaan
Barang Milik Daerah serta sebagai pedoman dan arahan kebijakan bagi
pemerintah Kota Madiun dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah.
b. Memberikan landasan praktis terhadap pembuatan Raperda Pengelolaan
Barang Milik Daerah serta sebagai pedoman dan arahan kebijakan bagi
pemerintah Kota Madiun dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah.
c. Memberikan landasan teoritik terhadap pembuatan Raperda tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah Kota Madiun.

1.5 Metodologi

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang


Pengelolaan Barang Milik Daerah ini dilakukan dengan mengacu kepada Undang-
Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
serta praktek penyusunan Naskah Akademik yang selama ini dilakukan di
Indonesia, baik di Badan Legislasi DPR RI, BPHN, dan Kementerian Hukum dan
HAM. Metode penelitian untuk menyusun Naskah Akademik ini dilakukan
dengan studi literatur terkait dengan kebijakan dan implementasi permasalahan
Pengelolaan Barang Milik Daerah di Kota Madiun. Studi tersebut akan didukung
dengan eksplorasi bahan hukum yang akan diakomodasikan dalam produk hukum.

Tipe penelitiannya adalah penelitian hukum (legal research). Untuk


memperkuat analisis, dilakukan juga pengumpulan bahan-bahan melalui
penelaahan dokumen, pengamatan (observasi), diskusi (Focus Group Discussion),
wawancara, mendengar pendapat narasumber atau para ahli, dan lain-lain.
Pengertian penelitian hukum (legal research) dalam hal ini adalah penelitian yang
dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa substansi peraturan perundang-
undangan atas pokok permasalahan atau isu hukum dalam konsistensinya dengan
asas-asas hukum, teori hukum termasuk pendapat ahli. Beberapa peraturan
perundang-undangan dimaksud antara lain:

17
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5589);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573) sebagaimana telah
diubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 31 Tahun 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4515)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);

18
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia Nomor
5533);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Kendaraan


Perorangan Dinas Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5610);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan


Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 42);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas


Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6523);

12. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah


Dengan Badang Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2);

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang


Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 2036);

14. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 03 Tahun 2013 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 04 Tahun 2008
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota
Madiun Tahun 2013 Nomor 1/D);.

19
Dengan penelitian hukum (legal research) maka akan diperoleh preskripsi
hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga memberikan
nilai dalam rangka pembentukan peraturan daerah. Selain itu, naskah akademik ini
disusun dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan semua regulasi yang bersangkutan dengan persoalan
Pengelolaan Barang Milik Daerah secara umum maupun persoalan lainnya dalam
sistuasi khusus atau tertentu. Pendekatan akan didukung juga dengan: (1) telaah
atas beberapa kasus yang bersinggungan dengan masalah Pengelolaan Barang
Milik Daerah yang terjadi di berbagai negara (best practice), atau (2) studi
terhadap kasus tertentu yang menyangkut perkembangan teoritis dan empiris
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

20
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

2.1 Kajian Teoritis

A. Pengertian dan Peranan Asas Hukum.


Dalam ilmu hukum yang dimaksud dengan asas adalah pikiran dasar yang
umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat
di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim, yang merupakan hukum positif dan
dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan konkrit tersebut.13
Lebih lanjut, beberapa pakar seperti Paul Scholten, yang memberikan
pengertian asas hukum sebagai berikut :
“Asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di
belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan
dengannya dimana ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan
individual dapat dipandang sebagai penjabarannya”.14

Kemudian Satjipto Rahardjo, mengartikan asas hukum sebagai suatu hal


yang dianggap oleh masyarakat hukum yang bersangkutan sebagai basic truth
atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas hukum itulah pertimbangan etis dan
sosial masyarakat masuk ke dalam hukum. Dengan demikian, asas hukum
menjadi semacam sumber untuk menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai
etis, moral, dan sosial masyarakatnya.15 Asas-asas hukum berfungsi untuk
menafsirkan aturan-aturan hukum dan juga memberikan pedoman bagi suatu

13
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm.
5.
14
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa oleh Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hlm. 119-120.
15
Satjipto Raharjo, Peranan Dan Kedudukan Asas-asas Hukum Dalam Kerangka Hukum
Nasional (Pembahasan Terhadap Makalah Sunaryati Hartono), Seminar dan Lokakarya
Ketentuan Umum Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, 19-20 Oktober 1988, tanpa halaman.

21
perilaku. Asas hukum pun menjelaskan dan menjustifikasi norma-norma hukum,
dimana di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.16
Smits, memberikan pandangannya bahwa asas hukum memiliki 3 (tiga)
fungsi, yaitu : Pertama, asas-asas hukum memberikan keterjalinan dari aturan-
aturan hukum yang tersebar; Kedua, asas-asas hukum dapat difungsikan untuk
mencari pemecahan atas masalah-masalah baru yang muncul dan membuka
bidang-bidang liputan masalah baru. Dari kedua fungsi tersebut, diturunkan fungsi
ketiga, bahwa asas-asas dalam hal-hal demikian dapat dipergunakan untuk
“menulis ulang” bahan-bahan ajaran hukum yang ada sedemikian rupa, sehingga
dapat dimunculkan solusi terhadap persoalan-persoalan baru yang berkembang.17
Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum
bertujuan untuk memberikan arahan yang layak/pantas menurut hukum
(rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum.
Asas hukum berfungsi sebagai pedoman atau arahan orientasi berdasarkan mana
hukum dapat dijalankan. Asas-asas hukum tersebut tidak saja akan berguna
sebagai pedoman ketika menghadapi kasus-kasus sulit, tetapi juga dalam hal
menerapkan aturan.

B. Asas-asas Pengelolaan Barang Milik Daerah.


Agar pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah dapat dilakukan
dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai efektivitas dan efisiensi terhadap
pengelolaan aset daerah, maka pengelola aset daerah hendaknya berpegang teguh
pada asas-asas sebagai berikut :
a. Asas fungsional.
Yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di bidang
pengelolaan barang milik daerah yang dilakukan oleh kuasa pengguna
barang, pengguna barang, pengelola barang, dan Kepala Daerah sesuai
fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.

16
R.J. Jue, Grondbeginselen van het recht, Groningen, 1980, hlm. 63.
17
J.M. Smits, Het vertrouwensbeginsel en de contractuele gebondenheid, diss, RUL 1995,
Arnhem, 1995, hlm. 68-69.

22
b. Asas kepastian hukum.
Yaitu pemanfaatan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan
hukum dan peraturan perundang-undangan.
c. Asas transparansi.
Yaitu penyelenggaraan pemanfaatan barang milik daerah harus transparan
terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
d. Asas efisiensi.
Yaitu pemanfaatan barang milik daerah diarahkan agar barang milik
daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintahan secara optimal;
e. Asas akuntabilitas.
Yaitu setiap kegiatan pemanfaatan barang milik daerah harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas kepastian nilai.
Yaitu pemanfaatan barang milik daerah harus didukung oleh adanya
ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan
dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca
18
Pemerintah daerah.

2.2 Perbandingan PP No 27 Tahun 2014, Permendagri No 19 Tahun 2016


dengan PP No 28 Tahun 2020

a. Penyempurnaan Definisi yang termuat dalam Pasal 1


1) Definisi Pinjam Pakai
PP 27 Tahun 2014
Pinjam Pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah
Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada
Pengelola Barang.

18
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Op.Cit., hlm. 157-158.

23
Permendagri 19 Tahun 2016
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah
daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada
Gubernur/Bupati/Walikota.
PP 28 Tahun 2020
Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah
daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada
Pengelola/Pengguna Barang.
2) Definisi Penyertaan Modal
PP 27 Tahun 2014
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan
kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan
untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara.
Permendagri 19 Tahun 2016
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan
kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan
yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang
dimiliki negara.
PP 28 Tahun 2020
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan
kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan
untuk diperhitungkan sebagai modal/saham/aset neto/kekayaan bersih
milik negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
3) Penambahan definisi
PP 28 Tahun 2020
Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur adalah optimalisasi
Barang Milik Negara untuk meningkatkan fungsi operasional Barang Milik
Negara guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan
infrastruktur lainnya.

24
b. Penegasan pengaturan
1) Kejelasan kewenangan
Penetapan status penggunaan atas BMD
PP 27 Tahun 2014 dan Permendagri 19 Tahun 2016
Walikota dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan atas
Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi
tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah.
PP 28 Tahun 2020
Walikota dapat melimpahkan penetapan status Penggunaan atas
Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi
tertentu kepada Pengelola sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
2) Kepastian utilisasi dan optimalisasi aset
PP 27 Tahun 2014 dan Permendagri 19 Tahun 2016
Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah paling lama
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
PP 28 Tahun 2020
Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang.

c. Pinjam Pakai
1) Perubahan redaksi
PP 27 Tahun 2014
Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-
kurangnya memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka
waktu;
c. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman; dan
d. hak dan kewajiban para pihak

25
Permendagri 19 Tahun 2016
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. dasar perjanjian;
c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian;
d. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka
waktu;
e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman;
f. hak dan kewajiban para pihak; dan
g. persyaratan lain yang dianggap perlu.
PP 28 Tahun 2020
Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang paling sedikit
memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
c. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman; dan
d. hak dan kewajiban para pihak.

d. Sewa
1) Perubahan redaksi
PP 27 Tahun 2014
Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian, yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran Sewa, dan jangka waktu;
c. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu Sewa; dan
d. hak dan kewajiban para pihak.
Permendagri 19 Tahun 2016
Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. dasar perjanjian;
b. para pihak yang terikat dalam perjanjian;

26
c. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
d. besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periodesitas sewa;
e. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu sewa;
f. peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan
kategori bentuk kelembagaan penyewa;
g. hak dan kewajiban para pihak; dan
h. hal lain yang dianggap perlu.
PP 28 Tahun 2020
Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian,
paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran Sewa, dan jangka waktu;
c. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu Sewa; dan
d. hak dan kewajiban para pihak.

2) Perubahan waktu pelaksanaan


PP 27 Tahun 2014 dan Permendagri 19 Tahun 2016
Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling
lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa
Barang Milik Daerah.
PP 28 Tahun 2020
Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai sebelum
ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik Daerah.

e. Kerja Sama Pemanfaatan


1) Perubahan redaksi
PP 27 Tahun 2014 dan Permendagri 19 Tahun 2016
Mitra Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali
untuk Barang Milik Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan
penunjukan langsung.
PP 28 Tahun 2020
Mitra Kerja Sama Pemanfaatan dipilih melalui tender, kecuali untuk
Barang Milik Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan
langsung.

27
2) Kejelasan kewenangan
a) Persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan
PP 27 Tahun 2014
Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/ Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e
dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Pengelola Barang.
Permendagri 19 Tahun 2016
Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b setelah mendapat pertimbangan dari
Gubernur/Bupati/Walikota.
PP 28 Tahun 2020
Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, dilaksanakan oleh
Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/
Bupati/Walikota.
b) Persetujuan besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan
PP 27 Tahun 2014
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan
Pengelola Barang.
Permendagri 19 Tahun 2016
Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota.
PP 28 Tahun 2020
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan dari
Walikota.
c) Persetujuan besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan hasil Kerja Sama untuk penyediaan Infrastruktur

28
PP 27 Tahun 2014
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan
Pengelola Barang.
PP 28 Tahun 2020
Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan dari
Walikota.
3) Perluasan cangkupan mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN/BMD
yang bersifat khusus dan Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN/BMD untuk
penyediaan infrastuktur
Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik
Daerah yang bersifat khusus dan untuk penyediaan infrastuktur,
cakupannya menjadi lebih luas yaitu dilakukan oleh Pengelola
Barang/Pengguna Barang terhadap badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau anak perusahaan badan usaha milik negara yang
diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai ketentuan
peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan
penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan
terbatas yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut memberikan
kesempatan yang lebih luas bagi mitra kerja sama pemanfaatan, baik yang
berupa badan usaha maupun anak perusahaan selama masih sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
f. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pertimbangan dilaksanakannya Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
selain di pengelola juga bisa dilaksanakan karena pengguna barang
memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan
negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi
Penambahan atas kejelasan kewajiban dan tanggung jawab mitra BGS/BSG atas
hasil audit saat penyerahan objek BGS/BSG. Adanya penambahan pasal yang
menyatakan bahwa penyerahan objek Bangun Guna Serah beserta hasil

29
Bangun Guna Serah tidak menghapuskan kewajiban dan tanggung jawab
Mitra Bangun Guna Serah untuk menindaklanjuti hasil audit yang telah
dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah. Hal tersebut penting
dalam rangka adanya respon yang diberikan oleh mitra pemanfaatan terhadap
pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah.
Selain itu juga sebagai bentuk tanggung jawab mitra pemanfaatan atas barang
milik daerah yang sedang dimanfaatkannya.

g. Penilaian
Proses penilaian BMN/D selalu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.
Berbagai kesulitan hadir dalam proses penilaian BMN/D, namun demikian
tetap dibutuhkan mekanisme penilaian yang andal agar menjamin
transparansi dan akuntabilitas pelaporan BMN/D yang berada dalam
pengelolaan pemerintah.
Penilaian Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau
b. Penilai Publik,
Sedangkan penilaian Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan
dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang
ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota atau menggunakan Penilai.
Adapun penilaian yang dilaksanakan oleh Penilai berguna untuk memperoleh
nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
sedangkan penilaian yang dilakukan oleh tim berupa nilai taksiran.

h. Tukar Menukar
1) Perluasan Wilayah Kerja
PP 27 Tahun 2014
Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Daerah;

30
b. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang
dimiliki Negara;
c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain.
PP 28 Tahun 2020
Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Daerah/Desa;
b. Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan
hukum lainnya yang dimiliki Negara;
c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain.

Tukar menukar barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan
selain tanah dan/atau bangunan mengalami perubahan dalam hal
pemisahan tata cara untuk barang milik daerah yang telah diserahkan
kepada Walikota dan yang masih berada pada Pengguna Barang.
Perubahan tersebut tertuang dalam PP No 28 Tahun 2020. Sehingga
terdapat penambahan pasal yang mengatur tentang tata cara dimaksud.

i. Hibah
1) Perluasan Wilayah Kerja
PP 27 Tahun 2014
Hibah Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan pertimbangan
untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan,
pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah
PP 28 Tahun 2020
Hibah Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan pertimbangan
untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan,
pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah/desa

31
2) Kejelasan Wewenang
Sebagaimana PP 27 Tahun 2014, hibah selain tanah dan/atau bangunan
dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan
Walikota, namun ada perubahan di PP 28 Tahun 2020, bahwasanya hibah
selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengelola Barang
setelah mendapat persetujuan Walikota. Semua hibah baik berupa tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Walikota maupun yang
berada pada pengguna dan selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan
oleh Pengelola Barang setelah mendapatkan persetujuan Walikota.
Pelaksanaan hibah dapat terlaksana jika sudah memenuhi syarat dan tata
cara yang diatur dalam peraturan. Adapun PP No 28 Tahun 2020 mengatur
tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hibah dimaksud. Perubahan yang
diatur berkaitan dengan hibah adalah mengatur secara terpisah tentang tata
cara hibah terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang telah diserahkan pada Walikota dan barang milik daerah yang berada
pada Pengguna Barang. Hal tersebut karena pada PP No 27 Tahun 2014
masih mengatur jadi satu tata cara pelaksanaan hibah berupa tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Walikota dan yang
berada pada Pengguna Barang.

j. Penyertaan Modal
Beberapa pasal dalam PP 27 Tahun 2014 terkait tata cara pelaksanaan
pengelolaan Barang Milik Daerah dalam rangka Penyertaan Modal Pemerintah
Daerah dihapuskan. Adapun Pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah
dalam rangka Penyertaan Modal Pemerintah Daerah mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Daerah.

k. Pemusnahan
Barang Milik Daerah yang sudah tidak dapat digunakan secara optimal, tidak
dapat dimanfaatkan maupun dipindahtangankan perlu dilakukan
pemusanahan. Kegiatan tersebut dilaksanakan guna meminimalisir biaya
perawatan terhadap barang milik daerah dimaksud. Pada perubahan yang

32
tercatum dalam PP No 28 Tahun 2020 terdapat penjelasan lebih mendetail
terkait persetujuan atas pelaksanaan pemusnahan. Bahwasanya barang milik
daerah yang berada pada pengguna barang dapat dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan dari Walikota. Begitu pun untuk barang milik daerah
yang berada pada pengelola tetap harus mendapatkan persetujuan Walikota
sebelum terlaksananya pemusnahan.

l. Penghapusan
Barang Milik Daerah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan, sudah
dimusnahkan ataupun berpindahtangan kepemilikan maka perlu dihapuskan
dari daftar barang. Pada perubahan PP Nomor 28 tahun 2020, terdapat
tambahan pengaturan bahwa barang milik daerah harus dihapuskan dari
Daftar Barang Pengelola, selain Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna dan Penghapusan dari Daftar Barang
Milik Daerah.
PP 27 Tahun 2014
Penghapusan meliputi:
a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna; dan
b. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara/Daerah.
PP 28 Tahun 2020
Penghapusan meliputi:
a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna;
al. Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan
b. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara/Daerah.

2.3 Praktek Empiris

Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah merupakan hal


yang penting untuk terus ditingkatkan efektivitas dan akuntabilitasnya. Perubahan

33
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 menandai perhatian pemerintah pada kerangka pengelolaan Barang
Milik Negara/Barang Milik Daerah yang komprehensif. Dengan adanya
perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola
Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib,
transparan, dan akuntabel.
Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun
utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP nomor 27 Tahun 2014. Saat ini,
pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama
pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan
dari pengelola infrastruktur di dalam PP nomor 27 Tahun 2014, sehingga
Pengguna Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan
agresif memanfaatkan BMN dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur.
Sebagai contoh, jangka waktu sewa dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan
(KSP) yang lebih panjang dapat menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.
Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi
tugas besar Kementerian/Lembaga untuk memastikan agar dapat dijalankan
dengan baik. Peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu
menopang pengelolaan BMN yang lebih modern dan IT-based adalah salah satu
hal yang diharapkan dari perubahan ini. Optimalisasi berdasarkan
prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi
perhatian. Aset idle harus diserahkan ke Pengelola Barang untuk meningkatkan
optimalisasi dari BMN/D sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 Tahun 2014.
Perubahan PP nomor 6 Tahun 2006 menjadi PP nomor 27 Tahun 2014
antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP
nomor 27 Tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya
ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan
kewenangannya ke Kuasa Pengguna Barang sehingga birokrasi akan menjadi
semakin singkat dan arus pengelolaan BMN menjadi semakin cepat. Adapun yang
dapat didelegasikan adalah penetapan status, pemindahtanganan, dan

34
penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat didelegasikan kepada
Kementerian/Lembaga. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus diikuti dengan
akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada Kementerian/Lembaga. Hal ini sangat
penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan
BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.
Siklus pengelolaan barang milik daerah harus diperbaiki, yaitu dimulai
dengan perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan, di mana pengelolaan dibagi
dua, yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi (tusi) atau dikelola untuk
dimanfaatkan. Jika tidak keduanya, maka BMN dapat dipindahtangankan. Dan
jika BMN tidak dikelola untuk kepentingan tugas dan fungsi, tidak dimanfaatkan,
dan tidak dipindahtangankan, maka BMN harus dihapuskan. Pemusnahan dan
pemindahtanganan merupakan kegiatan sebelum proses penghapusan. Dengan
demikian, penghapusan merupakan ending point dari semua siklus pengelolaan
BMN yang membebaskan Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban
untuk mengadministrasikan dan mengelola BMN.
Penyempurnaan peraturan pemerintah tentang pengelolaan BMN/D melalui
PP nomor 28 Tahun 2020 bertujuan untuk:
a. mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D;
b. meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan BMN/D;
c. mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna
dan PengelolaBMN/D; dan
d. melakukan harmonisasi dengan peraturan-peraturan terkait pengelolaan
BMN/D.

Oleh karena itu meskipun selama ini Kota Madiun sudah memiliki Peraturan
Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, perlu untuk
menyesuaikan dengan PP nomor 28 Tahun 2020 ini.

35
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

3.1. Kajian / Analisis Keterkaitan dengan Hukum Positif

Kajian/Analisis keterkaitan dengan hukum positif dimaksudkan dalam


rangka mengharmonisasikan dengan hukum positif yang telah ada, dalam raperda
ini mengacu pada PP Nomor 28 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas PP
Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana terlihat dalam matrik sebagai berikut :

36
1. Matriks Perbandingan PP 27 Tahun 2014 dengan PP 28 Tahun 2020

No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

1 Kewenangan dan Tanggung Jawab BMN


a. Pengelola BMN Menteri Keuangan selaku bendahara - Menteri Keuangan selaku bendahara Tetap
umum negara adalah Pengelola BMN umum negara adalah Pengelola BMN
b. Pengguna BMN Menteri/Pimpinan Lembaga selaku - Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Tetap
pimpinan Kementerian/ Lembaga pimpinan Kementerian/ Lembaga
adalah Pengguna BMN adalah Pengguna BMN
c. Kuasa Pengguna Kepala kantor dalam lingkungan K/L - Kepala kantor dalam lingkungan K/L Tetap
BMN adalah Kuasa Pengguna BMN dalam adalah Kuasa Pengguna BMN dalam
lingkungan kantor yang dipimpinnya lingkungan kantor yang dipimpinnya

d. Wewenang dan Salah satu wewenang dan tanggung - Salah satu wewenang dan tanggung Perluasan lingkup
Tanggung jawab jawab Pengelola BMN jawab Pengelola BMN wewenang dan
BMN - menetapkan Penggunaan, - menetapkan Penggunaan, tanggung jawab
Pemanfaatan, atau Pemanfaatan, Pemindahtanganan,
Pemindahtanganan Barang Milik Pemusnahan, atau Penghapusan
Negara yang berada pada Pengelola Barang Milik Negara yang berada
Barang pada Pengelola Barang;

37
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

e. Pelimpahan Pengelola Barang Milik Negara dapat - Pengelola Barang Milik Negara dapat Penyederhanaan
Wewenang BMN mendelegasikan kewenangan dan melimpahkan kewenangan dan Birokrasi
tanggung jawab tertentu kepada tanggung jawab tertentu kepada
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Pengguna Barang /Kuasa Pengguna
Barang Barang
2 Penggunaan

a. Pelimpahan (1) Pengelola Barang dapat (1) Pengguna Barang dapat (3) Pengelola Barang dapat Penyederhanaan
Wewenang mendelegasikan penetapan melimpahkan sebagian melimpahkan kewenangan birokrasi
BMN/BMD status Penggunaan atas Barang penetapan status Penggunaan
kewenangan dan tanggung
Milik Negara selain tanah atas Barang Milik Negara
jawab kepada Kuasa
dan/atau bangunan dengan selain tanah dan/atau
kondisi tertentu kepada Pengguna Barang. bangunan dengan kondisi
Pengguna Barang/Kuasa tertentu kepada Pengguna
(2) Pelimpahan sebagian
Pengguna Barang. Barang/Kuasa Pengguna
wewenang dan
Barang
(2) Gubernur/Bupati/Walikota tanggungjawab kepada Kuasa
dapat mendelegasikan Pengguna Barang (4) Gubernur/Bupati/Walikota
penetapan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada dapat melimpahkan
atas Barang Milik Daerah ayat (1) ditetapkan oleh kewenangan penetapan status
selain tanah dan/atau bangunan Gubernur/Bupati/Walikota Penggunaan atas Barang
dengan kondisi tertentu kepada atas usul Pengguna Barang. Milik Daerah selain tanah
Pengelola Barang Milik dan/atau bangunan dengan
Daerah kondisi tertentu kepada
Pengelola Barang Milik
Daerah

38
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

b. Persetujuan - - Penggunaan sementara Barang Tertib


Penggunaan Milik Negara pada Pengelola administrasi
Sementara Barang sebagaimana dimaksud
BMN dilaksanakan melalui keputusan
Pengelola Barang

c. Persetujuan Barang Milik Daerah yang telah Barang milik daerah yang telah Barang Milik Daerah yang telah Tetap
Penggunaan ditetapkan status penggunaannya ditetapkan status penggunaannya ditetapkan status penggunaannya
Sementara pada Pengguna Barang dapat pada Pengguna Barang dapat pada Pengguna Barang dapat
BMD digunakan sementara oleh digunakan sementara oleh digunakan sementara oleh
Pengguna Barang lainnya dalam Pengguna Barang lainnya dalam Pengguna Barang lainnya dalam
jangka waktu tertentu tanpa harus jangka waktu tertentu tanpa harus jangka waktu tertentu tanpa harus
mengubah status Penggunaan mengubah status penggunaan mengubah status Penggunaan
Barang Milik Daerah tersebut barang milik daerah tersebut Barang Milik Daerah tersebut
setelah terlebih dahulu setelah terlebih dahulu setelah terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Gubernur mendapatkan persetujuan mendapatkan persetujuan
/ Bupati / Walikota Gubernur/Bupati/Walikota. Gubernur / Bupati / Walikota

3 Pemanfaatan

a. Bentuk Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Bentuk Pemanfaatan Barang (1) Bentuk Pemanfaatan Barang Penambahan
Pemanfaatan Negara/Daerah berupa: milik daerah berupa: Milik Negara/Daerah berupa: bentuk
a. Sewa; a. Sewa; a. Sewa; mekanisme
b. Pinjam Pakai;
b. Pinjam Pakai; b. Pinjam Pakai; pemanfaatan baru
c. KSP;
c. Kerja Sama Pemanfaatan; d. BGS atau BSG; dan c. Kerja Sama Pemanfaatan; berupa Kerja
d. Bangun Guna Serah atau Bangun e. KSPI. d. Bangun Guna Serah atau Sama Terbatas
Serah Guna; atau Bangun Serah Guna; atau Untuk
e. Kerja Sama Penyediaan e. Kerja Sama Penyediaan Pembiayaan

39
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Infrastruktur Infrastruktur. Infrastuktur


(2) Selain bentuk Pemanfaatan Berlaku hanya
sebagaimana dimaksud pada untuk BMN
ayat (1), bentuk Pemanfaatan
Barang Milik Negara juga
berupa Kerja Sama Terbatas
Untuk Pembiayaan
Infrastruktur
Sewa
b. Isi Perjanjian Sewa Barang Milik Negara/Daerah Perjanjian sewa sebagaimana Sewa Barang Milik Perubahan redaksi
Sewa dilaksanakan berdasarkan dimaksud pada ayat (1), paling Negara/Daerah dilaksanakan
perjanjian, yang sekurang- sedikit memuat: berdasarkan perjanjian, paling
a. dasar perjanjian;
kurangnya memuat: sedikit memuat:
b. para pihak yang terikat dalam
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian; a. para pihak yang terikat dalam
perjanjian; c. jenis, luas atau jumlah barang, perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka b. jenis, luas atau jumlah barang,
besaran Sewa, waktu; besaran Sewa, dan jangka
dan jangka waktu; d. besaran dan jangka waktu waktu;
c. tanggung jawab penyewa atas sewa, termasuk periodesitas c. tanggung jawab penyewa atas
sewa;
biaya operasional dan biaya operasional dan
e. tanggung jawab penyewa atas
pemeliharaan selama jangka biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka
waktu Sewa; dan pemeliharaan selama jangka waktu Sewa; dan
d. hak dan kewajiban para pihak waktu sewa; d. hak dan kewajiban para pihak
f. peruntukan sewa, termasuk
kelompok jenis kegiatan usaha

40
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dan kategori bentuk


kelembagaan penyewa;
g. hak dan kewajiban para pihak;
dan
h. hal lain yang dianggap perlu.
c. Penyetoran Penyetoran uang Sewa harus Penyetoran uang sewa harus Penyetoran uang Sewa harus Perubahan waktu
Uang Sewa dilakukan sekaligus secara tunai dilakukan sekaligus secara tunai dilakukan sekaligus secara tunai pelaksanaan
secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya
sebelum ditandatanganinya sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik
perjanjian Sewa Barang Milik perjanjian sewa barang milik Negara/Daerah
Negara/Daerah daerah.
d. Penyetoran Dikecualikan dari ketentuan Dikecualikan dari ketentuan Dikecualikan dari ketentuan Penambahan
Uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud pada ayat ketentuan
secara bertahap (9), penyetoran uang Sewa Barang Pasal 130 ayat (2), penyetoran (9) penyetoran uang Sewa Barang penyetoran uang
Milik Negara/Daerah untuk kerja uang sewa barang milik daerah Milik Negara/Daerah dapat Sewa secara
sama infrastruktur dapat dilakukan untuk KSPI dapat dilakukan dilakukan secara bertahap dengan bertahap untuk
secara bertahap dengan persetujuan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang sewa Barang
Pengelola Barang persetujuan Pengelola Barang. atas: a. Sewa untuk kerja sama Milik
infrastruktur; dan/atau b. Sewa Negara/Daerah
untuk Barang Milik dengan
Negara/Daerah dengan karakteristik/ sifat
karakteristik/ sifat khusus. khusus
e. Ketentuan Sewa - - Ketentuan lebih lanjut mengenai Meningkatkan
untuk Barang Sewa untuk Barang Milik kepastian bentuk

41
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Milik Negara/Daerah dengan implementasi


Negara/Daerah karakteristik/sifat khusus
dengan sebagaimana dimaksud pada ayat
karakteristik/sif (10) huruf b diatur dengan
at khusus Peraturan Menteri Keuangan
untuk Barang Milik Negara dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri
untuk Barang Milik Daerah
Pinjam Pakai
f. Jangka waktu Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Jangka waktu pinjam pakai Jangka waktu Pinjam Pakai Meningkatkan
Pinjam Pakai Milik Negara/Daerah paling lama 5 barang milik daerah paling lama 5 Barang Milik Negara/Daerah kepastian utilisasi
(lima) tahun dan dapat (lima) tahun dan dapat paling lama 5 (lima) tahun dan dan optimalisasi
diperpanjang 1 (satu) kali diperpanjang 1 (satu) kali. dapat diperpanjang aset

g. Isi Perjanjian Pinjam Pakai dilaksanakan Perjanjian sebagaimana dimaksud Pinjam Pakai dilaksanakan Perubahan redaksi
Pinjam Pakai berdasarkan perjanjian yang pada ayat (1) paling sedikit berdasarkan perjanjian yang
memuat:
sekurang-kurangnya memuat: paling sedikit memuat:
a. para pihak yang terikat dalam
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian; a. para pihak yang terikat dalam
perjanjian; b. dasar perjanjian; perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang c. identitas para pihak yang b. jenis, luas atau jumlah barang
yang dipinjamkan, dan jangka terkait dalam perjanjian; yang dipinjamkan, dan jangka
d. jenis, luas atau jumlah barang
waktu; waktu;
yang dipinjamkan, dan jangka
c. tanggung jawab peminjam atas waktu; c. tanggung jawab peminjam atas

42
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

biaya operasional dan e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka
pemeliharaan selama jangka
waktu peminjaman; dan waktu peminjaman; dan
waktu peminjaman;
d. hak dan kewajiban para pihak f. hak dan kewajiban para pihak; d. hak dan kewajiban para pihak
dan
g. persyaratan lain yang dianggap
perlu.
KerjaSama
Pemanfaatan
h. Kerja Sama Kerja Sama Pemanfaatan atas Pihak yang dapat melaksanakan Kerja Sama Pemanfaatan atas Kejelasan
Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah KSP adalah: Barang Milik Negara kewenangan
a. Pengelola Barang dengan
BMN/BMD sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat untuk BMN
persetujuan Gubernur/
(1) huruf c, huruf d, dan huruf e Bupati/Walikota, untuk barang (1) huruf c dilaksanakan oleh
dilaksanakan oleh Pengguna milik daerah yang berada pada Pengguna Barang setelah
Barang setelah mendapat Pengelola Barang; atau mendapat persetujuan Pengelola
persetujuan Pengelola Barang b. Pengguna Barang dengan Barang
persetujuan Pengelola Barang,
untuk barang milik daerah
yang berada pada Pengguna
Barang.
- Persetujuan Pengelola Barang Kerja Sama Pemanfaatan atas Kejelasan
sebagaimana dimaksud pada ayat Barang Milik Daerah kewenangan
(1) huruf b setelah mendapat sebagaimana dimaksud pada ayat untuk BMD
pertimbangan dari (1) huruf d dan huruf e,
Gubernur/Bupati/Walikota. dilaksanakan oleh Pengguna

43
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Barang setelah mendapat


persetujuan Gubernur/
Bupati/Walikota.
i. Pemilihan mitra mitra Kerja Sama Pemanfaatan Mitra KSP ditetapkan melalui mitra Kerja Sama Pemanfaatan Perubahan redaksi
Kerja Sama ditetapkan melalui tender, kecuali tender, kecuali untuk barang milik dipilih melalui tender, kecuali
Pemanfaatan untuk Barang Milik Negara/Daerah daerah yang bersifat khusus dapat untuk Barang Milik
yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. Negara/Daerah yang bersifat
dilakukan penunjukan langsung khusus dapat dilakukan
penunjukan langsung
j. Mitra Kerja Penunjukan langsung mitra Kerja Penunjukan langsung mitra KSP Penunjukan langsung mitra Kerja Perluasan
Sama Sama Pemanfaatan atas Barang atas barang milik daerah yang Sama Pemanfaatan atas Barang cangkupan mitra
Pemanfaatan Milik Negara/Daerah yang bersifat bersifat khusus sebagaimana Milik Negara/Daerah yang Kerja Sama
atas
khusus sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersifat khusus sebagaimana Pemanfaatan atas
BMN/BMD
yang bersifat pada huruf b dilakukan oleh oleh Pengelola Barang atau dimaksud pada huruf b dilakukan BMN/BMD yang
khusus Pengguna Barang terhadap Badan Pengguna Barang terhadap Badan oleh Pengelola Barang/Pengguna bersifat khusus
Usaha Milik Negara/Daerah yang Usaha Milik Negara/ Daerah yang Barang terhadap badan usaha
memiliki bidang dan/atau wilayah memiliki bidang dan/atau wilayah milik negara, badan usaha milik
kerja tertentu sesuai ketentuan kerja tertentu sesuai ketentuan daerah, atau anak perusahaan
peraturan perundang-undangan peraturan perundang-undangan. badan usaha milik negara yang
diperlakukan sama dengan badan
usaha milik negara sesuai
ketentuan peraturan pemerintah
yang mengatur mengenai tata cara
penyertaan dan penatausahaan

44
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

modal negara pada badan usaha


milik negara dan perseroan
terbatas yang memiliki bidang
dan/atau wilayah kerja tertentu
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan ;
k. Persetujuan Besaran pembayaran kontribusi Besaran kontribusi tetap dan Besaran pembayaran kontribusi Meningkatkan
besaran tetap dan pembagian keuntungan persentase pembagian keuntungan tetap dan pembagian keuntungan kepastian utilitasi
pembayaran hasil Kerja Sama Pemanfaatan KSP barang milik daerah berupa hasil Kerja Sama Pemanfaatan
kontribusi tetap
harus mendapat persetujuan selain tanah dan/atau bangunan harus mendapat persetujuan dari:
dan pembagian
keuntungan Pengelola Barang ditetapkan dari hasil perhitungan 1. Pengelola Barang, untuk
hasil Kerja Tim yang dibentuk oleh Pengelola Barang Milik Negara;
Sama Barang, berdasarkan dan/atau 2. Gubernur/Bupati/Walikota,
Pemanfaatan mempertimbangkan hasil untuk Barang Milik Daerah;
penilaian.
l. Jangka waktu Ketentuan mengenai jangka waktu (1) Jangka waktu KSP paling lama Ketentuan mengenai jangka waktu Sinkronisasi
Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat 30 (tiga puluh) tahun sejak sebagaimana dimaksud pada ayat dengan peraturan
Pemanfaatan (1) huruf k tidak berlaku dalam hal perjanjian ditandatangani dan (1) huruf k tidak berlaku dalam perundang-
Kerja Sama Pemanfaatan atas dapat diperpanjang. hal Kerja Sama Pemanfaatan atas undangan
Barang Milik Negara/Daerah untuk Barang Milik Negara / Daerah mengenai
penyediaan infrastruktur berupa: a. (2) Dalam hal KSP atas barang untuk penyediaan infrastruktur. penyediaan
infrastruktur transportasi meliputi milik daerah dilakukan untuk infrastruktur
pelabuhan laut, sungai dan/atau penyediaan infrastruktur,
danau, bandar udara, terminal, jangka waktu KSP paling lama
dan/atau jaringan rel dan/atau 50 (lima puluh) tahun sejak

45
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

stasiun kereta api; b. infrastruktur perjanjian KSP ditandatangani


jalan meliputi jalan jalur khusus, dan dapat diperpanjang.
jalan tol, dan/atau jembatan tol; c.
infrastruktur sumber daya air
meliputi saluran pembawa air baku
dan/atau waduk/bendungan; d.
infrastruktur air minum meliputi
bangunan pengambilan air baku,
jaringan transmisi, jaringan
distribusi, dan/atau instalasi
pengolahan air minum; e.
infrastruktur air limbah meliputi
instalasi pengolah air limbah,
jaringan pengumpul dan/atau
jaringan utama, dan/atau sarana
persampahan yang meliputi
pengangkut dan/atau tempat
pembuangan; f.
infrastruktur telekomunikasi
meliputi jaringan telekomunikasi;
g. infrastruktur ketenagalistrikan
meliputi pembangkit, transmisi,
distribusi dan/atau instalasi tenaga
listrik; dan/atau h. infrastruktur
minyak dan/atau gas bumi meliputi

46
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

instalasi pengolahan, penyimpanan,


pengangkutan, transmisi, dan/atau
distribusi minyak dan/atau gas
bumi
m. Jenis - Jenis Infrastruktur yang termasuk Jenis penyediaan infrastruktur Penyesuaian
penyediaan dalam daftar prioritas program sebagaimana dimaksud pada ayat aturan di atasnya
penyediaan infrastruktur (3) mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
pasal 249 huruf c sesuai dengan mengenai penyediaan
ketentuan perundang-undangan. infrastruktur.
n. Mitra Kerja Dalam hal mitra Kerja Sama (5) Mitra KSP harus membayar Dalam hal mitra Kerja Sama Perluasan
Sama Pemanfaatan atas Barang Milik kontribusi tetap setiap tahun Pemanfaatan atas Barang Milik cangkupan
Pemanfaatan Negara/Daerah untuk penyediaan selama jangka waktu Negara/Daerah untuk penyediaan
infrastruktur sebagaimana pengoperasian yang telah infrastruktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berbentuk ditetapkan dan menyetor dimaksud pada ayat (3) berbentuk
Badan Usaha Milik Negara/Daerah, pembagian keuntungan hasil badan usaha milik negara, badan
kontribusi tetap dan pembagian KSP ke rekening Kas Umum usaha milik daerah, atau anak
keuntungan dapat ditetapkan paling Daerah. perusahaan badan usaha milik
tinggi sebesar 70% (tujuh puluh (6) Perhitungan besaran kontribusi negara yang diperlakukan sama
persen) dari hasil perhitungan tim pembagian keuntungan dengan badan usaha milik negara
sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada sesuai ketentuan peraturan
(1) huruf e ayat (5) yang merupakan pemerintah yang mengatur
bagian pemerintah daerah, mengenai tata cara penyertaan dan
harus memperhatikan penatausahaan modal negara pada
perbandingan nilai barang badan usaha milik negara dan

47
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

milik daerah yang dijadikan perseroan terbatas, kontribusi


objek KSP dan manfaat lain tetap dan pembagian keuntungan
yang diterima pemerintah dapat ditetapkan paling tinggi
daerah dengan nilai investasi sebesar 70% (tujuh puluh persen)
mitra dalam KSP. dari hasil perhitungan tim
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e
o. Pejabat Besaran kontribusi tetap dan Besaran kontribusi tetap dan Besaran kontribusi tetap dan Kejelasan
penetapan pembagian keuntungan pembagian keuntungan hasil KSP pembagian keuntungan kewenangan
besaran sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat
kontribusi KSP
(5) ditetapkan oleh Menteri (1) ditetapkan oleh (5) harus mendapat persetujuan
Keuangan atau pejabat yang Gubernur/Bupati/Walikota. dari: a. Pengelola Barang, untuk
ditunjuk Menteri Keuangan Barang Milik Negara; b.
Gubernur/Bupati/Walikota, untuk
Barang Milik Daerah
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna
p. Pertimbangan Pengguna Barang memerlukan BGS/BSG barang milik daerah Pengelola Barang/Pengguna Penambahan
pelaksanaan bangunan dan fasilitas bagi dilaksanakan dengan Barang memerlukan bangunan pejabat yang di
BGS/BSG penyelenggaraan pemerintahan pertimbangan: dan fasilitas bagi penyelenggaraan berikan
a. Pengguna Barang memerlukan
negara/daerah untuk kepentingan pemerintahan negara/daerah untuk wewenang,
bangunan dan fasilitas bagi
pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan kepentingan pelayanan umum khusus BMN
penyelenggaraan tugas dan fungsi daerah untuk kepentingan dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan umum dalam rangka tugas dan fungsi;
penyelenggaraan tugas dan
fungsi; dan

48
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

b. tidak tersedia atau tidak cukup


tersedia dana dalam APBD
untuk penyediaan bangunan
dan fasilitas tersebut
q. Tindak lanjut - Mitra BGS/BSG menindaklanjuti Penyerahan objek Bangun Guna Kejelasan
hasil audit seluruh hasil audit yang Serah beserta hasil Bangun Guna kewajiban dan
penyerahan disampaikan oleh aparat Serah sebagaimana dimaksud tanggung jawab
objek
pengawasan intern pemerintah pada ayat (8) dan ayat (9) tidak mitra BGS/BSG
BGS/BSG
dan melaporkannya kepada menghapuskan kewajiban dan atas hasil audit
Gubernur/ Bupati/Walikota. tanggung jawab Mitra Bangun saat penyerahan
Guna Serah untuk objek BGS/BSG
menindaklanjuti hasil audit yang
telah dilakukan oleh aparat
pengawasan intern Pemerintah.
Kerja Sama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur
r. Penjelasan - - Pasal 41 A Penambahan 2
Kerja Sama Pelaksanaan Kerja Sama Terbatas (dua) pasal 41 A
Terbatas untuk untuk Pembiayaan Infrastruktur dan 41 B, berlaku
Pembiayaan
Pasal 41 B khusus untuk
Infrastruktur
Ketentuan pemanfaatan BMN BMN
melalui Kerja Sama Terbatas
untuk Pembiayaan Infrastruktur
Penilaian
s. Pelaksana Penilaian Barang Milik Daerah Penilaian barang milik daerah Penilaian Barang Milik Daerah Kejelasan
penilaian BMD berupa tanah dan/atau bangunan berupa tanah dan/atau bangunan berupa tanah dan/atau bangunan Kewenangan
dalam rangka pemanfaatan atau

49
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dalam rangka Pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan dalam rangka Pemanfaatan atau pemberlakuan
Pemindahtanganan dilakukan oleh: oleh: Pemindahtanganan dilakukan pelaksana penilai
a. Penilai Pemerintah; atau a. Penilai Pemerintah; atau oleh:
b. Penilai Publik yang ditetapkan
b. Penilai Publik yang ditetapkan a. Penilai Pemerintah; atau
oleh
oleh Gubernur/ Bupati/Walikota Gubernur/Bupati/Walikota. b. Penilai Publik
sedangkan
Penilaian Barang Milik Daerah
selain tanah dan/atau bangunan
dalam rangka Pemanfaatan atau
Pemindahtanganan dilakukan oleh
tim yang ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota atau
menggunakan Penilai
Pemindahtanganan
t. Pihak Pelaksana Tukar Menukar Barang Milik Tukar menukar barang milik Tukar Menukar Barang Milik Perluasan wilayah
Tukar Menukar Negara dapat dilakukan dengan daerah dapat dilakukan dengan Negara dapat dilakukan dengan
pihak: pihak: pihak:
a. Pemerintah Pusat;
a. Pemerintah Daerah; a. Pemerintah Daerah/Desa;
b. Pemerintah Daerah lainnya;
b. Badan Usaha Milik c. Badan Usaha Milik b. badan usaha milik negara,
Negara/Daerah atau badan Negara/Daerah atau badan badan usaha milik daerah, atau
hukum lainnya yang dimiliki hukum milik pemerintah badan hukum lainnya yang
Negara; lainnya yang dimiliki negara; dimiliki Negara;
c. swasta; atau d. Pemerintah Desa; atau c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain. e. Swasta; d. Pemerintah Negara lain

50
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

u. Tata cara Tukar Tukar Menukar Barang Milik (1) Pelaksanaan tukar menukar Tukar Menukar Barang Milik Pemisahan tata
Menukar Daerah berupa tanah dan/atau barang milik daerah yang Daerah berupa tanah dan/atau cara berdasarkan
Barang Milik bangunan yang telah diserahkan didasarkan pada kebutuhan bangunan yang telah diserahkan keberadaan
Daerah berupa kepada Walikota dan yang berada pengelola barang sebagaimana kepada Walikota dilaksanakan
barang milik
tanah dan/atau pada Pengguna dilaksanakan dimaksud dalam Pasal 385 dengan tata cara:
bangunan dengan tata cara: huruf a, diawali dengan a. Pengelola Barang mengkaji daerah
a. Pengguna Barang melalui pembentukan Tim oleh perlunya Tukar Menukar
Pengelola Barang mengajukan Gubernur/Bupati/ Walikota Barang Milik Daerah dari
usul Tukar Menukar Barang untuk melakukan penelitian aspek teknis, ekonomis, dan
Milik Daerah berupa tanah mengenai kemungkinan yuridis;
dan/atau bangunan kepada melaksanakan tukar menukar b. apabila memenuhi syarat
Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada sesuai dengan ketentuan
disertai pertimbangan dan pertimbangan sebagaimana peraturan perundang-
kelengkapan data; dimaksud dalam Pasal 377 undangan, Pengelola Barang
b. Gubernur/Bupati/Walikota ayat (1) dan ayat (3). mengajukan hasil kajian dan
meneliti dan mengkaji (2) Penelitian sebagaimana konsep penetapan tukar-
pertimbangan perlunya Tukar dimaksud pada ayat (1) menukar Barang Milik Daerah
Menukar Barang Milik Daerah meliputi: kepada
berupa tanah dan/atau bangunan a. penelitian kelayakan tukar Gubernur/Bupati/Walikota;
dari aspek teknis, ekonomis, dan menukar, baik dari aspek c. berdasarkan hasil kajian
yuridis; teknis, ekonomis, maupun Pengelola Barang,
c. apabila memenuhi syarat sesuai yuridis; Gubernur/Bupati/Walikota
dengan ketentuan peraturan b. penelitian data administratif; dapat menetapkan Barang
perundang-undangan, dan Milik Daerah yang akan
Gubernur/Bupati/ Walikota c. penelitian fisik. dipertukarkan sesuai batas
dapat menyetujui dan (3) Penelitian administratif kewenangannya;
menetapkan Barang Milik sebagaimana dimaksud pada d. Tukar Menukar Barang Milik
Daerah berupa tanah dan/atau ayat (2) huruf b dilakukan Daerah dilaksanakan melalui
bangunan yang akan untuk meneliti: proses persetujuan dengan

51
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dipertukarkan; berpedoman pada ketentuan


d. proses persetujuan Tukar a. status penggunaan dan bukti sebagaimana dimaksud dalam
Menukar Barang Milik Daerah kepemilikan, gambar situasi Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat
berupa tanah dan/atau bangunan termasuk lokasi tanah, luas, (3), dan Pasal 57 ayat (2);
dilaksanakan dengan peruntukan, kode barang, kode e. pelaksanakan Tukar Menukar
berpedoman pada ketentuan register, nama barang, dan Barang Milik Daerah tersebut
sebagaimana dimaksud dalam nilai perolehan, untuk data dilaksanakan oleh Pengelola
Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat barang milik daerah berupa Barang dengan berpedoman
(3), dan Pasal 57 ayat (2); tanah; pada persetujuan sebagaimana
e. Pengelola Barang melaksanakan b. tahun pembuatan, kode barang, dimaksud dalam huruf d; dan
Tukar Menukar dengan kode register, nama barang, f. pelaksanaan serah terima
berpedoman pada persetujuan konstruksi bangunan, luas, barang yang dilepas dan
Gubernur/ Bupati/Walikota; dan status kepemilikan, lokasi, barang pengganti harus
f. pelaksanaan serah terima barang nilai perolehan, dan nilai dituangkan dalam berita acara
yang dilepas dan barang buku, untuk data barang milik serah terima barang.
pengganti harus dituangkan daerah berupa bangunan;
dalam berita acara serah terima c. tahun perolehan, kode barang,
barang kode register, nama barang,
jumlah, nilai perolehan, nilai
buku, kondisi barang, dan
bukti kepemilikan kendaraan
untuk data barang milik daerah
berupa selain tanah dan/atau
bangunan.
(4) Penelitian fisik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c
dilakukan dengan cara
mencocokkan fisik barang
milik daerah yang akan

52
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

ditukarkan dengan data


administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan (4)
dituangkan dalam berita acara
penelitian.
(6) Tim menyampaikan berita
acara hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) kepada
Gubernur/Bupati/Walikota
untuk penetapan barang milik
daerah menjadi objek tukar
menukar.
(1) Pengguna Barang mengajukan Tukar Menukar Barang Milik
permohonan persetujuan tukar Daerah berupa tanah dan/atau
menukar kepada bangunan yang berada di
Gubernur/Bupati/Walikota Pengguna Barang dilaksanakan
melalui Pengelola Barang, dengan tata cara:
dengan disertai: a. Pengguna Barang melalui
a. penjelasan/pertimbangan tukar Pengelola Barang mengajukan
menukar; usul Tukar Menukar Barang
b. surat pernyataan atas perlunya Milik Daerah berupa tanah
dilaksanakan tukar menukar dan/atau bangunan kepada
yang ditandatangani oleh Gubernur/Bupati/Walikota
Pengguna Barang; disertai pertimbangan dan
c. Peraturan daerah mengenai kelengkapan data;
tata ruang wilayah atau b. dalam rangka persetujuan

53
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

penataan kota; Gubernur/Bupati/Walikota,


d. data administratif barang milik Pengelola Barang meneliti dan
daerah yang dilepas; dan mengkaji pertimbangan
e. rincian rencana kebutuhan perlunya Tukar Menukar
barang pengganti. Barang Milik Daerah berupa
(2) Data administratif barang tanah dan/atau bangunan dari
milik daerah yang dilepas aspek teknis, ekonomis, dan
sebagaimana dimaksud pada yuridis;
ayat (1) huruf d, diantaranya: c. apabila memenuhi syarat
a. status penggunaan dan bukti sesuai dengan ketentuan
kepemilikan, gambar situasi peraturan perundang-
termasuk lokasi tanah, luas, undangan,
kode barang, kode register, Gubernur/Bupati/Walikota
nama barang, dan nilai dapat menyetujui dan
perolehan, untuk barang milik menetapkan Barang Milik
daerah berupa tanah; Daerah berupa tanah dan/atau
b. tahun pembuatan, kode barang, bangunan yang akan
kode register, nama barang, dipertukarkan;
konstruksi bangunan, luas, d. proses persetujuan Tukar
status kepemilikan, nilai Menukar Barang Milik Daerah
perolehan, dan nilai buku, berupa tanah dan/atau
untuk barang milik daerah bangunan dilaksanakan dengan
berupa bangunan; berpedoman pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
c. tahun perolehan, kode barang, Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat
kode register, nama barang, (3), dan Pasal 57 ayat (2);
jumlah, nilai perolehan, nilai e. Pengelola Barang
buku, kondisi barang, dan melaksanakan Tukar Menukar
bukti kepemilikan kendaraan, dengan berpedoman pada

54
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

untuk barang milik daerah persetujuan sebagaimana


berupa selain tanah dan/atau dimaksud dalam huruf d; dan
bangunan. f. pelaksanaan serah terima
(3) Rincian rencana kebutuhan barang yang dilepas dan
barang pengganti barang pengganti harus
sebagaimana dimaksud pada dituangkan dalam berita acara
ayat (1) huruf e, meliputi: serah terima barang.
a. luas dan lokasi yang
peruntukannya sesuai dengan
tata ruang wilayah, untuk
barang milik daerah berupa
tanah;
b. jenis, luas, dan rencana
konstruksi bangunan, serta
sarana dan prasarana
penunjang, untuk barang milik
daerah berupa bangunan;
dan/atau
c. jumlah, jenis barang, kondisi
barang dan spesifikasi barang
untuk barang milik daerah
berupa selain tanah dan/atau
bangunan.
(4) Pelaksanaan tukar menukar
barang milik daerah pada
Pengelola Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 386
sampai dengan Pasal 390 ayat
(1) berlaku mutatis mutandis

55
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

pada pelaksanaan tukar


menukar barang milik daerah
pada Pengguna Barang.
(5) Berdasarkan Berita Acara
Serah Terima (BAST),
Pengguna Barang mengajukan
usulan penghapusan barang
milik daerah yang dilepas dari
Daftar Barang Pengguna
kepada Pengelola Barang serta
Pengguna Barang mencatat
dan mengajukan permohonan
penetapan status penggunaan
terhadap barang pengganti
sebagai barang milik daerah.

v. Tata cara Tukar Tukar Menukar Barang Milik - Tukar Menukar Barang Milik Perluasan
Menukar Daerah berupa selain tanah Daerah berupa selain tanah kewenangan
Barang Milik dan/atau bangunan dilaksanakan dan/atau bangunan dilaksanakan Pengelola Barang
Daerah berupa dengan tata cara: dengan tata cara:
selain tanah a. Pengguna Barang mengajukan a. Pengguna Barang melalui
dan/atau usul Tukar Menukar Barang Pengelola Barang mengajukan
bangunan Milik Daerah selain tanah usul Tukar Menukar Barang
dan/atau bangunan kepada Milik Daerah selain tanah
Pengelola Barang disertai dan/atau bangunan kepada
pertimbangan, kelengkapan Gubernur/Bupati/Walikota
data, dan hasil pengkajian tim disertai pertimbangan,
intern instansi Pengguna kelengkapan data, dan hasil
Barang; pengkajian tim intern instansi

56
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

b. Pengelola Barang meneliti dan Pengguna Barang;


mengkaji pertimbangan tersebut b. Pengelola Barang meneliti dan
dari aspek teknis, ekonomis, dan mengkaji pertimbangan
yuridis; tersebut dari aspek teknis,
c. apabila memenuhi syarat sesuai ekonomis, dan yuridis;
dengan ketentuan peraturan c. apabila memenuhi syarat
perundang-undangan, Pengelola sesuai dengan ketentuan
Barang dapat menyetujui usul peraturan perundang-
Tukar Menukar Barang Milik undangan,
Daerah selain tanah dan/atau Gubernur/Bupati/Walikota
bangunan sesuai batas dapat menyetujui usul Tukar
kewenangannya; d. proses Menukar Barang Milik Daerah
persetujuan Tukar Menukar selain tanah dan/atau bangunan
Barang Milik Daerah selain sesuai batas kewenangannya;
tanah dan/atau bangunan d. proses persetujuan Tukar
dilaksanakan dengan Menukar Barang Milik Daerah
berpedoman pada ketentuan selain tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan dengan
Pasal 59; berpedoman pada ketentuan
e. Pengguna Barang melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam
Tukar Menukar dengan Pasal 59;
berpedoman pada persetujuan e. Pengelola Barang
Pengelola Barang; dan melaksanakan Tukar Menukar
f. pelaksanaan serah terima barang setelah mendapat persetujuan
yang dilepas dan barang sebagaimana dimaksud dalam
pengganti harus dituangkan huruf d; dan
dalam berita acara serah terima f. pelaksanaan serah terima
barang. barang yang dilepas dan
barang pengganti harus

57
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dituangkan dalam berita acara


serah terima barang.
Hibah
w. Peruntukan Hibah Barang Milik Negara/Daerah Hibah barang milik daerah Hibah Barang Milik Perluasan wilayah
Hibah dilakukan dengan pertimbangan dilakukan dengan pertimbangan Negara/Daerah dilakukan dengan
untuk kepentingan sosial, budaya, untuk kepentingan: pertimbangan untuk kepentingan
keagamaan, kemanusiaan, a. sosial; b. budaya; c. keagamaan; sosial, budaya, keagamaan,
pendidikan yang bersifat non d. kemanusiaan; e. pendidikan kemanusiaan, pendidikan yang
komersial, dan penyelenggaraan yang bersifat non komersial; bersifat non komersial, dan
pemerintahan negara/daerah. f. penyelenggaraan pemerintahan penyelenggaraan pemerintahan
pusat/pemerintahan daerah. negara/daerah/desa.

x. Ketentuan Ketentuan mengenai kriteria - Dihapus Penyederhanaan


kriteria hibah kepentingan sosial, budaya, aturan
non komersial keagamaan, kemanusiaan,
pendidikan yang bersifat non
komersial, dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
y. Pihak pelaksana Hibah berupa selain tanah dan/atau Penetapan barang milik daerah Hibah berupa selain tanah Perluasan
hibah bangunan dilaksanakan oleh yang akan dihibahkan dan/atau bangunan dilaksanakan kewenangan
Pengguna Barang setelah mendapat sebagaimana dimaksud pada ayat oleh Pengelola Barang setelah Pengelola Barang
persetujuan Walikota (1) dilakukan oleh mendapat persetujuan Walikota
Gubernur/Bupati/Walikota.

58
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

z. Tata cara Hibah Hibah Barang Milik Daerah berupa (1) Pengelola Barang mengajukan Hibah Barang Milik Daerah Pemisahan tata
Barang Milik tanah dan/atau bangunan yang telah permohonan persetujuan hibah berupa tanah dan/atau bangunan cara berdasarkan
Daerah berupa diserahkan kepada Walikota dan kepada yang telah diserahkan kepada keberadaan
tanah dan/atau yang berada pada Pengguna Gubernur/Bupati/Walikota. Walikota dilaksanakan dengan barang milik
bangunan dilaksanakan dengan tata cara: (2) Dalam hal hibah memerlukan tata cara: daerah
a. Pengguna Barang melalui persetujuan DPRD, a. Pengelola Barang mengkaji
Pengelola Barang mengajukan Gubernur/Bupati/Walikota perlunya Hibah Barang Milik
usul Hibah Barang Milik Daerah terlebih dahulu mengajukan Daerah berdasarkan
berupa tanah dan/atau bangunan permohonan persetujuan pertimbangan dan syarat
kepada Gubernur/Bupati/ Hibah kepada DPRD. sebagaimana dimaksud dalam
Walikota disertai dengan (3) Apabila permohonan hibah Pasal 68;
pertimbangan dan kelengkapan disetujui oleh b. apabila memenuhi syarat sesuai
data; Gubernur/Bupati/Walikota dengan ketentuan peraturan
b. Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud ayat perundang-undangan,
meneliti dan mengkaji usul pada (1) atau disetujui oleh Pengelola Barang mengajukan
Hibah Barang Milik Daerah DPRD sebagaimana dimaksud hasil kajian dan konsep
berdasarkan pertimbangan dan pada ayat (2), penetapan Hibah Barang Milik
syarat sebagaimana dimaksud Gubernur/Bupati/Walikota Daerah kepada Gubernur/
dalam Pasal 68; menetapkan keputusan Bupati/ Walikota;
c. apabila memenuhi syarat sesuai pelaksanaan hibah, yang c. berdasarkan hasil kajian
dengan ketentuan peraturan sekurang-kurangnya memuat: Pengelola Barang,
perundang-undangan, a. penerima hibah; Gubernur/Bupati/Walikota
Gubernur/Bupati/ Walikota b. objek hibah; dapat menetapkan Barang
dapat menyetujui dan/atau c. nilai perolehan dan nilai Milik Daerah yang akan
menetapkan Barang Milik buku terhadap barang yang dihibahkan sesuai batas
Daerah berupa tanah dan/atau dapat dilakukan kewenangannya;
bangunan yang akan penyusutan, untuk tanah d. proses persetujuan Hibah
dihibahkan; dan/atau bangunan; Barang Milik Daerah
d. proses persetujuan Hibah d. nilai perolehan dan nilai dilaksanakan dengan

59
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dilaksanakan dengan buku terhadap barang yang berpedoman pada ketentuan


berpedoman pada ketentuan dapat dilakukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat penyusutan, untuk selain Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3),
(3), dan Pasal 57 ayat (2); tanah dan/atau bangunan; serta Pasal 57 ayat (2);
e. Pengelola Barang melaksanakan dan e. pelaksanaan Hibah Barang
Hibah dengan berpedoman pada e. peruntukan hibah. Milik Daerah tersebut
persetujuan Gubernur/Bupati/ dilaksanakan oleh Pengelola
Walikota; dan Barang dengan berpedoman
f. pelaksanaan serah terima barang pada persetujuan sebagaimana
yang dihibahkan harus dimaksud dalam huruf d; dan
dituangkan dalam berita acara f. pelaksanaan serah terima barang
serah terima barang. yang dihibahkan harus
dituangkan dalam berita acara
serah terima barang.
(1) Pelaksanaan hibah barang Hibah Barang Milik Daerah
milik daerah pada Pengguna berupa tanah dan/atau bangunan
Barang diawali dengan yang berada pada Pengguna
pembentukan Tim Internal dilaksanakan dengan tata cara:
pada SKPD oleh Pengguna a. Pengguna Barang melalui
Barang untuk melakukan Pengelola Barang mengajukan
penelitian. usul Hibah Barang Milik
(2) Penelitian sebagaimana Daerah berupa tanah dan/atau
dimaksud pada ayat (1) bangunan kepada
meliputi: Gubernur/Bupati/Walikota
a. penelitian data administratif; disertai pertimbangan dan
dan kelengkapan data;
b. penelitian fisik. b. dalam rangka persetujuan
(3) Penelitian data administratif Gubernur/Bupati/Walikota,
sebagaimana dimaksud pada Pengelola Barang meneliti dan

60
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

ayat (2) huruf a dilakukan mengkaji pertimbangan


untuk meneliti: perlunya Hibah Barang Milik
a. status dan bukti kepemilikan, Daerah berupa tanah dan/atau
gambar situasi termasuk lokasi bangunan dari aspek teknis,
tanah, luas, kode barang, kode ekonomis, dan yuridis;
register, nama barang, nilai c. apabila memenuhi syarat
perolehan, dan peruntukan, sesuai dengan ketentuan
untuk data barang milik daerah peraturan perundang-
berupa tanah; undangan,
b. tahun pembuatan, konstruksi, Gubernur/Bupati/Walikota
luas, kode barang, kode dapat menyetujui danlatau
register, nama barang, nilai menetapkan Barang Milik
perolehan, nilai buku, dan Daerah berupa tanah dan/atau
status kepemilikan untuk data bangunan yang akan
barang milik daerah berupa dihibahkan;
bangunan; d. proses persetujuan Hibah
c. tahun perolehan, Barang Milik Daerah
spesifikasi/identitas teknis, dilaksanakan dengan
bukti kepemilikan, kode berpedoman pada ketentuan
barang, kode register, nama sebagaimana dimaksud dalam
barang, nilai perolehan, nilai Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3),
buku, dan jumlah untuk data serta Pasal 57 ayat (2);
barang milik daerah berupa e. Pengelola Barang
selain tanah dan/atau melaksanakan Hibah dengan
bangunan; dan berpedoman pada persetujuan
d. data calon penerima Hibah. sebagaimana dimaksud dalam
(4) Penelitian fisik sebagaimana huruf d; dan
dimaksud pada ayat (2) huruf b f. pelaksanaan serah terima
dilakukan dengan cara barang yang dihibahkan harus

61
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

mencocokkan fisik barang dituangkan dalam berita acara


milik daerah yang akan serah terima barang.
dihibahkan dengan data
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) dituangkan dalam
berita acara penelitian dan
selanjutnya disampaikan Tim
kepada Pengguna Barang.
(6) Berdasarkan berita acara hasil
penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
Pengguna Barang mengajukan
permohonan hibah kepada
Pengelola Barang yang
memuat:
a. data calon penerima hibah;
b. alasan untuk menghibahkan;
c. data dan dokumen atas tanah
dan/atau bangunan;
d. peruntukan hibah;
e. tahun perolehan;
f. status dan bukti kepemilikan;
g. nilai perolehan;

h. jenis/spesifikasi barang milik


daerah yang dimohonkan

62
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

untuk dihibahkan; dan


i. lokasi.
(7) Penyampaian surat
permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6)
disertai dengan surat
pernyataan kesediaan
menerima hibah.
aa. Tata cara Hibah Hibah Barang Milik Daerah berupa - Hibah Barang Milik Daerah Perluasan
Barang Milik selain tanah dan/atau bangunan berupa selain tanah dan/atau kewenangan
Daerah berupa dilaksanakan dengan tata cara: bangunan dilaksanakan dengan Pengelola Barang
selain tanah a. Pengguna Barang mengajukan tata cara:
dan/atau usul Hibah Barang Milik Daerah a. Pengguna Barang melalui
bangunan selain tanah dan/atau bangunan Pengelola Barang mengajukan
kepada Pengelola Barang usul Hibah Barang Milik
disertai pertimbangan, Daerah selain tanah dan/atau
kelengkapan data, dan hasil bangunan kepada
pengkajian tim intern instansi Gubernur/Bupati/Walikota
Pengguna Barang; disertai pertimbangan,
b. Pengelola Barang meneliti dan kelengkapan data, dan hasil
mengkaji usul Hibah Barang pengkajian tim intern instansi
Milik Daerah berdasarkan Pengguna Barang;
pertimbangan dan syarat b. Dalam rangka persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam Gubernur/Bupati/Walikota,
Pasal 68; Pengelola Barang meneliti dan
c. apabila memenuhi syarat sesuai mengkaji usul Hibah Barang
dengan ketentuan peraturan Milik Daerah berdasarkan
perundang-undangan, Pengelola pertimbangan dan syarat
Barang dapat menyetujui usul sebagaimana dimaksud dalam

63
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Hibah Barang Milik Daerah Pasal 68;


selain tanah dan/atau bangunan c. apabila memenuhi syarat
sesuai batas kewenangannya; sesuai dengan ketentuan
d. Pengguna Barang melaksanakan peraturan perundang-
Hibah dengan berpedoman pada undangan,
persetujuan Pengelola Barang; Gubernur/Bupati/Walikota
dan dapat menyetujui usul Hibah
e. pelaksanaan serah terima barang Barang Milik Daerah selain
yang dihibahkan harus tanah dan/atau bangunan
dituangkan dalam berita acara sesuai batas kewenangannya;
serah terima barang. d. proses persetujuan Hibah
Barang Milik Daerah
dilaksanakan dengan
berpedoman pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59;
e. Pengelola Barang
melaksanakan Hibah dengan
berpedoman pada persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam
huruf d; dan
f. pelaksanaan serah terima
barang yang dihibahkan harus
dituangkan dalam berita acara
serah terima barang.
Penyertaan Modal
bb. Cakupan mitra (1) Penyertaan Modal Pemerintah (1) Penyertaan modal pemerintah (3) Penyertaan Modal Perluasan
Penyertaan Pusat/Daerah atas Barang daerah atas barang milik Pemerintah Pusat/Daerah atas cangkupan
Modal Milik Negara/Daerah daerah dilakukan dalam Barang Milik Negara/Daerah

64
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dilakukan dalam rangka rangka pendirian, dilakukan dalam rangka


pendirian, memperbaiki pengembangan, dan pendirian, memperbaiki
struktur permodalan dan/atau peningkatan kinerja Badan struktur permodalan dan/atau
meningkatkan kapasitas usaha Usaha Milik Negara/Daerah meningkatkan kapasitas
Badan Usaha Milik atau badan hukum lainnya usaha badan usaha milik
Negara/Daerah atau badan yang dimiliki Negara sesuai negara, badan usaha milik
hukum lainnya yang dimiliki dengan ketentuan peraturan daerah, atau badan hukum
negara sesuai dengan perundang-undangan. lainnya yang dimiliki negara,
ketentuan peraturan (2) Penyertaan modal pemerintah sesuai dengan ketentuan
perundangundangan. daerah sebagaimana peraturan perundang-
(2) Penyertaan Modal Pemerintah dimaksud pada ayat (1) undangan.
Pusat/Daerah sebagaimana dilakukan dengan (4) Penyertaan Modal
dimaksud pada ayat (1) dapat pertimbangan sebagai Pemerintah Pusat/Daerah
dilakukan dengan berikut: sebagaimana dimaksud pada
pertimbangan: a. Barang milik daerah yang ayat (1) dapat dilakukan
a. Barang Milik dari awal pengadaannya dengan pertimbangan:
Negara/Daerah yang dari sesuai dokumen a. Barang Milik
awal pengadaannya sesuai penganggaran Negara/Daerah yang dari
dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan awal pengadaannya sesuai
diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik dokumen penganggaran
Usaha Milik Negara/ Negara/Daerah atau badan diperuntukkan bagi badan
Daerah atau badan hukum hukum lainnya yang usaha milik negara, badan
lainnya yang dimiliki dimiliki Negara dalam usaha milik daerah, atau
negara dalam rangka rangka penugasan badan hukum lainnya
penugasan pemerintah; atau pemerintah; atau yang dimiliki negara
b. Barang Milik b. Barang milik daerah lebih dalam rangka penugasan
Negara/Daerah lebih optimal apabila dikelola pemerintah; atau
optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik b. Barang Milik
oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan Negara/Daerah lebih

65
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang optimal apabila dikelola


hukum lainnya yang dimiliki Negara baik yang oleh badan usaha milik
dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang negara, badan usaha milik
sudah ada maupun yang akan dibentuk. daerah, atau badan hukum
akan dibentuk. lainnya yang dimiliki
negara, baik yang sudah
ada maupun yang akan
dibentuk.
(5) Penugasan pemerintah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (21 huruf a ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
atau Peraturan Presiden.
cc. Ruang lingkup (1) Penyertaan Modal Pemerintah (1) Penyertaan modal pemerintah (2) Penyertaan Modal Mengatur khusus
Penyertaan Pusat/Daerah atas Barang Milik daerah atas barang milik Pemerintah Pusat atas Barang BMN
Modal Negara/Daerah dapat berupa: daerah dapat berupa: Milik Negara dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang a. tanah dan/atau bangunan a. tanah dan/atau bangunan;
telah diserahkan kepada yang telah diserahkan dan/atau
Pengelola Barang untuk Gubernur/Bupati/ b. selain tanah dan/atau
Barang Milik Negara dan Walikota; bangunan.
Gubernur/Bupati/Walikota b. tanah dan/atau bangunan (3) Dihapus.
untuk Barang Milik Daerah; pada Pengguna Barang; (4) Dihapus.
b. tanah dan/atau bangunan pada atau (5) Dihapus.
Pengguna Barang; atau c. selain tanah dan/atau (6) Penyertaan Modal
c. Barang Milik Negara/Daerah bangunan. Pemerintah Pusat atas Barang
selain tanah dan/atau (2) Penyertaan modal pemerintah Milik Negara sebagaimana
bangunan. daerah atas barang milik dimaksud pada ayat (1)
(2) Penetapan Barang Milik daerah sebagaimana dilaksanakan oleh: a.
Negara/Daerah berupa tanah dimaksud pada ayat (1) Pengelola Barang, untuk

66
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

dan/atau bangunan yang akan dilaksanakan oleh Pengelola Barang Milik Negara yang
disertakan sebagai modal Barang setelah mendapat berada pada Pengelola
Pemerintah Pusat/Daerah persetujuan Barang; atau b. Pengguna
sebagaimana dimaksud pada Gubernur/Bupati/Walikota, Barang setelah mendapat
ayat (1) huruf a dilakukan oleh: sesuai batas kewenangannya. persetujuan Pengelola
a. Pengelola Barang, untuk Barang, untuk Barang Milik
Barang Milik Negara; atau Negara yang berada pada
b. Gubernur/Bupati/Walikota, Pengguna Barang.
untuk Barang Milik Daerah,
sesuai batas kewenangannya.
(3) Penyertaan Modal Pemerintah
Pusat/Daerah atas Barang Milik
Negara/Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk
Barang Milik Negara; atau
b. Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan
Gubernur/Bupati/Walikota,
untuk Barang Milik Daerah.
dd. Tata cara Pasal 75 Tata Cara Penyertaan Modal Pelaksanaan pengelolaan Barang Penyesuaian
Penyertaan Pemerintah Daerah Atas Barang Milik Daerah dalam rangka dengan peraturan
Modal Milik Daerah dibedakan atas Penyertaan Modal Pemerintah perundang-
barang milik daerah pada Daerah mengikuti ketentuan undangan yang
Pengelola Barang dan Barang peraturan perundang-undangan di berkaitan
Milik Daerah Pada Pengguna bidang pemerintahan daerah dan
Barang peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan BMD

67
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Pemusnahan
ee. Pihak pelaksana (1) Pemusnahan dilaksanakan oleh: (1) Pemusnahan dilaksanakan oleh (1) Pemusnahan dilaksanakan Kejelasan
pemusnahan a. Pengguna Barang setelah Pengguna Barang setelah oleh: kewenangan
mendapat persetujuan mendapat persetujuan a. Pengguna Barang setelah
Pengelola Barang, untuk Gubernur/Bupati/ Walikota, mendapat persetujuan
Barang Milik Negara; atau untuk barang milik daerah Pengelola Barang, untuk
b. Pengguna Barang setelah pada Pengguna Barang. Barang Milik Negara yang
mendapat persetujuan (2) Pemusnahan dilaksanakan oleh berada pada Pengguna
Gubernur/Bupati/Walikota, Pengelola Barang setelah Barang;
untuk Barang Milik Daerah. mendapat persetujuan b. Pengelola Barang, untuk
(2) Pelaksanaan Pemusnahan Gubernur/Bupati/Walikota, Barang Milik Negara yang
sebagaimana dimaksud pada untuk barang milik daerah berada pada Pengelola
ayat (1) dituangkan dalam berita pada Pengelola Barang. Barang;
acara dan dilaporkan kepada: (3) Pelaksanaan pemusnahan c. Pengguna Barang setelah
a. Pengelola Barang, untuk sebagaimana dimaksud pada mendapat persetujuan
Barang Milik Negara; atau ayat (1) dan (2) dituangkan Gubernur lBupatilWalikota,
b. Gubernur/Bupati/Walikota, dalam berita acara dan untuk Barang Milik Daerah
untuk Barang Milik Daerah. dilaporkan kepada yang berada pada Pengguna
Gubernur/Bupati/Walikota. Barang; atau
d. Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan
Gubernur/Bupati/Walikota,
untuk Barang Milik Daerah
yang berada pada Pengelola
Barang.
(1a) Pelaksanaan Pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dituangkan dalam
berita acara.

68
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

(2) Pelaksanaan pemusnahan


sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, huruf
c, dan huruf d dilaporkan
kepada:
a. Pengelola Barang, untuk
Barang Milik Negara; atau
b Gubernur/Bupati/Walikota,
untuk Barang Milik
Daerah.
Penghapusan
ff. Cakupan Penghapusan meliputi: Penghapusan barang milik daerah Penghapusan meliputi: Kelengkapan
penghapusan a. Penghapusan dari Daftar Barang meliputi: 1. Penghapusan dari Daftar tindakan
Pengguna dan/atau Daftar a. penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau
Barang Kuasa Pengguna; dan Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
b. Penghapusan dari Daftar Barang Daftar Barang Kuasa Pengguna;
Milik Negara/Daerah. Pengguna; al. Penghapusan dari Daftar
b. penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan
Barang Pengelola; dan 2. Penghapusan dari Daftar
Barang Milik Negara/Daerah.
c. penghapusan dari Daftar
Barang Milik Daerah.
Pengelolaan Barang
Milik Negara oleh
Badan Layanan
Umum
gg. Pengaturan Pengelolaan Barang Milik (1) Barang milik daerah yang Pengelolaan Barang Milik Penyederhanaan
pengelolaan Negara/Daerah sebagaimana digunakan oleh Badan Negara/Daerah sebagaimana pengaturan
dimaksud pada ayat (1) mengikuti Layanan Umum Daerah dimaksud pada ayat (1)
ketentuan yang diatur dalam merupakan kekayaan daerah dilaksanakan berdasarkan

69
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Peraturan Pemerintah ini dan yang tidak dipisahkan untuk Peraturan Pemerintah ini, kecuali
peraturan pelaksanaannya, kecuali menyelenggarakan kegiatan yang diatur khusus dalam
terhadap barang yang dikelola Badan Layanan Umum Peraturan Pemerintah mengenai
dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya Daerah yang bersangkutan. Badan Layanan Umum.
untuk menyelenggarakan kegiatan (2) Pengelolaan barang milik
pelayanan umum sesuai dengan daerah sebagaimana
tugas dan fungsi Badan Layanan dimaksud pada ayat (1)
Umum/Badan Layanan Umum mempedomani ketentuan
Daerah, diatur tersendiri dalam peraturan perundang-
Peraturan Pemerintah tentang undangan mengenai
Badan Layanan Umum dan pengelolaan Barang Milik
peraturan pelaksanaannya. Daerah, kecuali terhadap
barang yang dikelola
dan/atau dimanfaatkan
sepenuhnya untuk
menyelenggarakan kegiatan
pelayanan umum sesuai
dengan tugas dan fungsi
Badan Layanan Umum
Daerah mempedomani
ketentuan peraturan
perundang-undangan
mengenai Badan Layanan
Umum Daerah.
hh. Peran pengelola Pengelola Barang dapat - (1) Pengelola Barang dapat Penyesuaian
barang membentuk Badan Layanan Umum membentuk Badan Layanan dengan peraturan
dan/atau menggunakan jasa Pihak Umum dan/atau yang berkaitan
Lain dalam pelaksanaan menggunakan jasa Pihak
Pemanfaatan dan Lain yang ditunjuk Pengelola

70
No Pokok Pengaturan PP 27 Tahun 2014 Permendagri 19 Tahun 2016 PP 28 Tahun 2020 Keterangan

Pemindahtanganan Barang Milik Barang dalam pelaksanaan


Negara. pengelolaan tertentu atas
Barang Milik Negara.
(2) Ketentuan mengenai
pelaksanaan pengelolaan
tertentu atas Barang Milik
Negara oleh Badan Layanan
Umum dan/atau Pihak Lain
yang ditunjuk Pengelola
Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri
Keuangan.

71
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

4.1. Landasan Filosofis


Landasan filosofis merupakan suatu landasan yang didasarkan atas nilai-
nilai yang hidup di masyarakat. Dengan bahasa yang serupa, Jimly Asshiddiqie
menyebutkannya sebagai “cita-cita filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang
bersangkutan”. Dan, cita-cita filosofis tersebut haruslah terkandung dalam suatu
undang-undang. Dengan demikian, ada kesesuaian antara cita-cita filosofis
masyarakat dengan cita-cita filosofis yang terkandung dalam undang-undang.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki cita-cita
filosofis Pancasila maka peraturan yang akan dibuat hendaknya dialiri nilai-nilai
yang terkandung dalam cita-cita filosofis tersebut.
Sehubungan dengan itu maka penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
Kota Madiun Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan
Undang Undang Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum nasional.
Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm, maka
pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Pancasila. Peraturan pemerintah dibuat harus didasarkan pada
kebutuhan, kondisi dan modal sosial masyarakat, serta permasalahan-
permasalahan yang dihadapi, sehingga aspek formil dan materiilnya dapat
mengakomodasi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu Peraturan daerah
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah ini harus mampu mengakomodasi
kebutuhan bagi kesejahteraan masyarakat di Kota Madiun.

4.2. Landasan Sosiologis


Landasan sosiologis merupakan aturan yang menjadi ketentuan secara
sosiologi dalam masyarakat. Hukum secara sosiologis adalah penting, dan
merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan

72
himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola perikelakuan yang berkisar
pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Landasan sosiologis adalah
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris sehingga suatu undang-undang
benar-benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum
masyarakat.
Setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang haruslah
mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang
sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat, oleh karena itu dalam
konsideran harus dirumuskan dengan baik, pertimbangan-pertimbangan yang
bersifat empiris sehingga suatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang-
undang benar-benar dididasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran
masyarakat.
Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan atau
dasar sosiologis (sociologische grondslag) apabila ketentuan-ketentuannya
sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Landasan atau
dasar sosiologis peraturan perundang-undangan adalah landasan atau dasar yang
berkaitan dengan kondisi atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Kondisi/kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang
dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan dan harapan masyarakat. Dengan
memperhatikan kondisi semacam ini peraturan perundang-undangan
diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan mempunyai daya laku secara
efektif.Sejalan dengan itu, norma hukum yang akan ditungkan dalam Rancangan
Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor …….. Tahun 2021 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah juga telah memiliki akar empiris yang kuat. Pertanyaannya,
mengapa demikian? Hal ini dapat dilihat dari 3 (tiga) hal, yaitu: berdasarkan
kriteria pengakuan (recognition theory), kriteria penerimaan (reception theory),
dan kriteria faktisitas hukum (kenyataan faktual).
Pertama, berdasarkan kriteria pengakuan (recognition theory). Kriteria ini
menyangkut sejauh mana subjek hukum yang diatur memang mengakui
keberadaan dan daya ikat serta kewajibannya untuk menundukkan diri terhadap
norma hukum yang bersangkutan. Jika subjek hukum yang bersangkutan tidak

73
merasa terikat, maka secara sosiologis norma hukum yang bersangkutan tidak
dapat dikatakan berlaku baginya.
Berdasarkan pengakuan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Yang termasuk subjek hukum adalah
lembaga eksekutif (kepala daerah beserta jajarannya) serta lembaga legislatif.
Kedua lembaga yang ada di daerah Kota Madiun telah mengakui keberadaan dan
daya ikat serta kewajibannya untuk menundukkan diri terhadap Peraturan
perundang-undangan. Logikanya, keberadaan Rancangan Peraturan Daerah ini
juga akan diakui dan dilaksanakan, baik oleh lembaga eksekutif maupun legislatif
yang ada di Kota Madiun.
Kedua, berdasarkan kriteria penerimaan (reception theory). Kriteria ini
pada pokoknya berkenaan dengan kesadaran masyarakat yang bersangkutan untuk
menerima daya-atur, daya-ikat, dan daya-paksa norma hukum tersebut baginya.
Melihat “roh” dari Raperda ini serta muatan materi yang diatur didalamnya maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kota Madiun akan menerima keberlakuan
Peraturan Daerah ini sebagai alas hukum dalam penyelenggaraan Pengelolaan
Barang Milik Daerah.
Ketiga, berdasarkan kriteria faktisitas hukum. Kriteria ini menekankan
pada kenyataan faktual (faktisitas hukum), yaitu sejauhmana norma hukum itu
sendiri memang sungguh-sungguh berlaku efektif dalam kehidupan nyata
masyarakat. Meskipun norma hukum secara juridis formal memang berlaku,
diakui (recognized), dan diterima (received) oleh masyarakat sebagai sesuatu yang
memang ada (exist) dan berlaku (valid) tetapi dalam kenyataan praktiknya sama
sekali tidak efektif, berarti dalam faktanya norma hukum itu tidak berlaku.

4.3. Landasan Yuridis


Landasan yuridis merupakan alasan yang beraspek hukum. Keberlakuan
yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum dengan daya ikatnya untuk umum
sebagai suatu dogma yang dilihat dari pertimbangan yang bersifat teknis juridis.
Secara juridis. suatu norma hukum dikatakan berlaku apabila norma hukum itu
sendiri memang: (1) ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum

74
yang lebih superior atau yang lebih tinggi seperti dalam pandangan Hans Kelsen
dengan teorinya “Stuffenbau Theorie des Recht”; (2) ditetapkan mengikat atau
berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan
akibatnya seperti dalam pandangan J.H.A, Logemann; (3) ditetapkan sebagai
norma hukum menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku seperti
pandangan W. Zevenbergen; dan (4) ditetapkan sebagai norma hukum oleh
lembaga yang memang berwenang untuk itu.
Sehubungan dengan rencana pengundangan Rancangan Peraturan Daerah
Kota Madiun Nomor ……….. Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah, maka landasan yuridisnya mengacu pada point yang pertama, yaitu
ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih superior
atau yang lebih tinggi.
Dalam pembuatan peraturan daerah ini akan memperhatikan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak ada aturan
yang tumpang tindih, bertentangan dan melanggar asas “Lex Superior Derogat
Legi Inferiori”. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 telah menyebutkan tata
urutan peraturan perundang-udangan secara eksplisit. Terkait dengan penyusunan
Ranperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah di Kota Madiun maka dasar
hukum yang dijadikan pijakan akan djabarkan sebagai berikut.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang:

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

75
Republik Indonesia Nomor 5234);

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5589);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573)
sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 31
Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4515)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar


Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5165);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan


Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembahan Negara Republik
Indonesia Nomor 5533);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan


Kendaraan Perorangan Dinas Milik Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5610);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan


Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 42);

76
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6523);

12. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama


Pemerintah Dengan Badang Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2);

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang


Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);

14. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 03 Tahun 2013 tentang


Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 04
Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
(Lembaran Daerah Kota Madiun Tahun 2013 Nomor 1/D);.

77
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN,


DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

5.1 Sasaran yang akan Diwujudkan


Dalam teori penyusunan peraturan perundang-undangan telah diikuti suatu
prinsip bahwa sebuah naskah akademik harus merumuskan sasaran yang akan
diwujudkan dari penetapan sebuah peraturan perundang-undangan. Sehubungan
dengan itu, dalam upaya penyusunan Naskah Akademik Perda Kota Madiun tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah akan dijabarkan tentang sasaran yang akan
diwujudkan.
Sasaran yang akan diwujudkan dari Rancangan Peraturan Daerah Kota
Madiun tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah untuk memberikan
pedoman kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat khususnya Pengelolaan Barang Milik
Daerah. Dengan demikian, melalui kebijakan Pemerintah Daerah Kota Madiun
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah diharapkan dapat mencapai tujuan
sebagai berikut: memberikan acuan bagi aparatur Pemerintah Daerah dalam
menyusun strategi Pengelolaan Barang Milik Daerah yang dilakukan melalui
perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi atas
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di daerah;

5.2 Arah dan Jangkauan Pengaturan


Arah dari pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah (1) Adanya perencanaan yang tepat; (2)
Pelaksanaan/pemanfaatan secara efisien dan efektif; dan (3) Pengawasan
(monitoring). Sementara jangkauan pengaturan Pengelolaan Barang Milik Daerah
meliputi seluruh perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
kebijakan dan program pembangunan daerah.

78
5.3 Ruang Lingkup Materi Muatan
Secara global, materi muatan yang dirumuskan dalam Raperda Kota
Madiun tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah terdiri dari 20 (dua puluh) Bab
dan 515 (lima ratus lima belas) pasal. Adapun kedua puluh bab dimaksud dapat
dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabe 5.l: Muatan Bab dalam RANPERDA Kota Madiun
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah

BAB TENTANG
1 Ketentuan Umum
2 Ruang Lingkup
3 Pejabat Pengelola Barang Milik Daerah
4 Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
5 Pengadaan
6 Penggunaan
7 Pemanfaatan
8 Pengamanan dan Pemeliharaan
9 Penilaian
10 Pemindahtanganan
11 Pemusnahan
12 Penghapusan
13 Penatausahaan
14 Pengawasan dan Pengendalian
Pengelolaan Barang Milik Daerah Oleh Badan
15
Layanan Umum
16 Barang Milik Daerah Berupa Rumah Negara
17 Ganti Rugi Dan Sanksi
18 Ketentuan Lain-Lain
19 Ketentuan Peralihan
20 Ketentuan Penutup

79
Sementara itu, materi muatan akan di atur dan dituangkan kedalam 515
pasal. Materi muatan dalam Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah ini akan
dijabarkan secara berurutan berikut ini (Lihat Lampiran Raperda).

80
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap Pengelolaan Barang
Milik Daerah, maka ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar
pengelolaannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
dan ketentuan lainnya.

2. Aset/barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang


dibeli atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari
perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak beserta bagian-bagiannya atau pun yang merupakan
satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur, atau ditimbang
termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-
surat berharga lainnya, yang dapat dioptimalkan dengan
menyerahkan pemanfaatan aset daerah tersebut kepada pihak
ketiga.
Bentuk-bentuk optimalisasi pemanfaatan aset milik daerah
tersebut dapat berupa penyewaan aset, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah
Guna (BSG). Yang dimaksud dengan optimalisasi pemanfaatan
aset adalah usaha yang dapat dilakukan dengan pertimbangan
untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik
daerah. Pemanfaatan barang milik daerah yang optimal akan
membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan
masyarakat sekaligus mengatrol pendapatan daerah.

81
3. Masalah-masalah yang dihadapi dalam Pengelolaan Barang
Milik Daerah
1) Keberadaan dan pengelolaan aset milik daerah merupakan
isu strategis di era otonomi daerah. Di beberapa daerah,
banyak pejabat dan aparat daerah yang kurang peduli dan
belum mengelola aset itu secara efektif, efisien dan profit.
Akibatnya, tidak sedikit aset daerah yang pindah tangan
secara tidak wajar atau dikelola oleh pihak lain dengan
sewa yang sangat kecil. Kurangnya profesionalisasi
manajemen aset daerah menimbulkan persoalan serius
dibelakang hari. Akibatnya, potensi besar yang sudah ada di
depan mata tidak tergarap secara optimal. Seharusnya aset
daerah yang luar biasa besarnya itu dikelola lebih baik
sehingga menghasilkan keuntungan optimal.
Optimalisasi aset daerah pada saat ini masih jauh dari yang
diharapkan, banyak aset daerah yang dibiarkan terlantar,
diserobot atau disewakan semurah-murahnya kepada pihak
lain dengan cara di bawah meja. Oleh sebab itu pentingnya
evaluasi Optimalisasi Pemanfaatan Aset/Barang Milik
Daerah dengan cara mengevaluasi secara detail terhadap
pemanfaatan aset saat ini (existing use) dengan hal yang
sama diluar aset daerah.
Sasaran yang akan diwujudkan dari Rancangan Peraturan
Daerah Kota Madiun Tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah adalah untuk memberikan pedoman kepada
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan khususnya dalam Pengelolaan Barang Milik
Daerah.

82
6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil analisis yang telah dikemukakan maka


dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Naskah akademik ini memuat uraian teoritis dan praktis tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah di Kota Madiun dalam pembangunan di daerah. Oleh
karena itu, perlu adanya pemilahan substansi dalam Naskah Akademik ini
dengan Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah.

2. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan saran
dan rekomendasi bahwa Rancangan Peraturan Daerah Kota Madiun Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah perlu mendapatkan prioritas dalam Program
Legislasi Daerah di Kota Madiun.

83
DAFTAR PUSTAKA

Andjar Pachta Wirana, Penelitian Tentang Aspek Hukum Perjanjian Build


Operate and Transfer (BOT), Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman RI, Jakarta, Tahun 1994/1995.

Bagir Manan, Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi


Liberalisasi Perekonomian, Fakultas Hukum UNILA, Lampung, 1996.

C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Alumni, Bandung, 1991.

Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah,
Sebuah Pendekatan Struktural Manuju Tata Kelola Pemerintahan Yang
Baik, Fokusmedia, Bandung, 2010.

Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta,


2002.

Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Bandung, 2001.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia


Indonesia, Jakarta, 1990.

R.J. Jue, Grondbeginselen van het recht, Groningen, 1980.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5533)

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6523)

Sjahran Basah, Eksistensi Dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Di


Indonesia, Alumni, Bandung, 1986.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty,


Yogyakarta, 1996.

84
Satjipto Raharjo, Peranan Dan Kedudukan Asas-asas Hukum Dalam Kerangka
Hukum Nasional (Pembahasan Terhadap Makalah Sunaryati Hartono),
Seminar dan Lokakarya Ketentuan Umum Peraturan Perundang-
undangan, Jakarta, 19-20 Oktober 1988.

Media Kekayaan Negara Edisi No.10 Kuartal III Tahun 2012. Pengelolaan
Investasi Pemerintah.

85
LAMPIRAN:
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN
NOMOR …. TAHUN 2021 TENTANG PENGELOLAAN
BARANG MILIK DAERAH

86

Anda mungkin juga menyukai