Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN ADAPTASI NOVEL KE FILM DI

INDONESIA PADA ERA REFORMASI

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun oleh:

Aiko Alyandra Budiyanto

alyandraaiko@gmail.com

SMAN 4 BANDUNG

TAHUN AJARAN 2023/2024


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia terdapat banyak sekali novel-novel terkenal karangan
penulis terbaik sepanjang masa yang pada akhirnya tidak hanya bisa
dinikmati sebagai bacaan, tapi juga dituangkan ke bentuk visual yaitu film
layar lebar. Tak terhitung lagi banyaknya film-film sukses di Indonesia
yang ternyata diangkat dari karya sastra, contohnya “Bumi Manusia”,
“Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”, “Dilan 1990”, “Nanti Kita Cerita
Tentang Hari Ini”, “Sewu Dino”, dan lain-lain lagi. Pertanyaan yang sering
terlontar adalah, kenapa novel-novel ini perlu diubah bentuknya menjadi
film? Rupa-rupanya, berdasarkan hasil penelitian Program for
International Student Assessment (PISA), Indonesia berada diperingkat ke
62 dari 72 negara dalam hal minat baca. Tercatat pula 91,58% masyarakat
Indonesia dengan usia 10 tahun ke atas lebih suka menonton film. Hal ini
sebanding dengan data UNESCO bahwa rasio gemar membaca masyarakat
hanya 0,001%.

Dari data di atas maka kita bisa menarik kesimpulan juga bahwa
informasi yang diperoleh masyarakat Indonesia dominan berasal dari apa
yang ia tonton, bukan dari apa yang ia baca. Dan bila diingat-ingat
kembali, kita sebagai pelajar juga termasuk ke dalam data penelitian
tersebut. Artinya tingkat literasi kita selama ini juga tergolong begitu
lemah, padahal siswa/i selalu bertemu dengan buku pada hari-harinya.
Bayangkan sebanyak apa informasi yang hendak disampaikan seorang
guru tapi kita tidak tertarik membaca dan informasi tersebut akhirnya tidak
tersampaikan dengan baik. Dari sinilah diperlukan solusi agar informasi
dari dalam buku yang jarang kita sentuh, bisa tercerna dengan baik oleh
semua orang.

Salah satu caranya yaitu dengan penerapan ekranisasi, studi ilmu


sastrayang mengajarkan tentang perubahan wujud novel menjadi film layar
lebar yang lebih disenangi khalayak ramai. Sesuai dengan pengertian film
menurut Michael Rabiger yaitu film bersifat menghibur juga menrik,
sehingga mampu membuat para penontonnya untuk berpikir lebih dalam.
Dengan demikian, diangkatlah topik penelitian mengenai perkembangan
dan perjalanan ekranisasi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, secara garis besar pokok permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini adalah “bagaimana perkembangan
adaptasi novel ke film di Indonesia pada era reformasi?”. Pokok
permasalahan tersebut, selanjutnya penulis uraikan dalam beberapa
pertanyaan, sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan ekranisasi sebelum masa reformasi?
2. Bagaimana perkembangan ekranisasi di era reformasi?
3. Bagaimana relevansi antara ekranisasi dan dunia pendidikan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan perkembangan ekranisasi sebelum masa reformasi

2. Mendeskripsikan perkembangan ekranisasi sebelum masa reformasi?

3. Mendeskripsiakn perkembangan ekranisasi di era reformasi?

D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan tiga teknik pengumpulan data studi
kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengkaji berbagai
artikel hasil penelitian dan buku yang terkait dengan angklung tradisonal,
sejarah lokal, dan pembelajaran sejarah. Studi dokumen, dilakukan dengan
kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan
masalah penelitian, baik sumber dari dokumen maupun buku-buku, koran,
majalah, dan lain-lain (Hadari Nawawi, 2015:101).Setelah data penelitian
didapat kemudian dianalisis menggunakan analisis interaktif mengadopsi
Miles dan Hubberman yang terdiri atas reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2010:91).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ekranisasi Pra-Reformasi

Ekranisasi, sebagai perpaduan bidang sastra dan seni ini telah


tumbuh jauh sebelum masa kemerdekaan, di masa ini belum banyak
kebebasan sehingga karya-karya yang diadaptasi masih sangat sedikit.
Pergerakaan dalam dunia sastra juga belum seluas sekarang, banyak buku
yang ditahan dan tidak bisa terbit sembarangan karena takut
membahayakan posisi pemerintah saat itu yang memang belum stabil,
contohnya “Tetralogi Buru, Pramoedya Ananta Toer”, “Tan Malaka:
Pergulatan Menuju Republik”. Tapi ada juga buku yang diperbolehkan
terbit seperti “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”.

Pada era ini publikasi film juga banyak dibatasi dan berkembang
dengan lambat, kreativitas cenderung dibatasi dan alat-alat produksi yang
tidak mendukung. Tapi ada salah satu karya novel yang akhirnya diangkat
menjadi film, yaitu pada tahun 1927, karya G. Kruger yang berjudul Eulis
Atjih. Film ini dikabarkan mendapat respon baik dan sukses di pasaran,
terutama di kalangan Etnis China. Selanjutnya film ini ditayangkan juga
diluar negeri, namun sayangnya tidak sesukses saat penayangan di
Indonesia.

B. Ekranisasi Pada Era Reformasi


Memasuki era reformasi, masyarakat dapat merasakan banyak
peningkatan dan kelonggaran peraturan. Hak untuk mengekspresikan
secara bebas, segala keyakinan, imajinasi, dan pendapat sedikit demi
sedikit dapat dirasakan bersamaan dengan perkembangan dunia sastra dan
perfilman. Banyak fasilitas yang dibutuhkan terpenuhi di masa ini walau
dengan pergerakan lambat, tapi bersamaan dengan nikmat-nikmat tersebut
Indonesia dilanda krisis ekonomi. Banyak perusahaan terpaksa gulung
tikar, harga bahan pokok meningkat, dan marak terjadikerusuhan.

Sambil merangkak naik dari krisis tersebut, ekranisasi mulai


kembali dikenal dan justru semakin banyak. Perawakan novel diubah
menjadi film tidak lagi terdengar asing, bisa dibilang bahwa menginjak
tahun 2000-an ini euforia melanda. Film yang tidak bisa dan tidak sempat
dibuat akhirnya di publikasikan di tahun-tahun ini, seperti “Bumi
Manusia”, “Dilan 1990”, “Perahu Kertas”, “KKN Desa Penari”, “Sewu
Dino”, “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”, “Laskar Pelangi”,
“Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”, “Antologi Rasa”, “Moga Bunda
Disayang Allah”, “Ranah 3 Warna”, “Sabtu Bersama Bapak”, “Jalan Yang
Jauh Jangan Lupa Pulang”, “Garis Waktu”, “Nana”, “Dua Garis Biru”,
“Ayat-ayat Cinta”, “Hafalan Shalat Delisa”, “Bidadari Surga”, “Teluk
Alaska”, dan masih banyak yang lainnya.

No Judul Novel Tahun Pengarang Judul Film Tahun Sutradara Genre


1 Bumi Manusia 1980 Pramoedya Bumi Manusia 2019 Hanung Romantis
Ananta Bramantyo
Toer
2 Dilan 1990 2014 Pidi Baiq Dilan 1990 2018 Fajar Romantis
Bustomi
3 Perahu Kertas 2003 Dewi Perahu Kertas 2012 Hanung Romantis
Lestari Bramantyo
4 KKN di Desa 2019 Simpleman KKN di Desa 2022 Awi Horor
Penari Penari Suryadi
5 Sewu Dino 2019 Simpleman Sewu Dino 2023 Kimo Horor
Stamboel
6 Nanti Kita 2019 Marchella Nanti Kita 2019 Angga Drama
Cerita Tentang FP Cerita Tentang Dwimas
Hari Ini Hari Ini Sasongko
7 Laskar Pelangi 2005 Andrea Laskar Pelangi 2008 Riri Riza Drama
Hirata
8 Tenggelamnya 1938 Abdul Tenggelamnya 2013 Sunil Melodrama
Kapan Van der Malik Kapan Van der Soraya
Wijck Karim Wijck
Amrullah
9 Antologi Rasa 2014 Ika Antologi Rasa 2019 Rizal Drama-
Natassa Mantovani Romantis
10 Moga Bunda 2006 Tere Liye Moga Bunda 2013 Jose Drama
Disayang Disayang Poernomo
Allah Allah
11 Ranah 3 2009 Ahmad Ranah 3 2021 Guntur Drama
Warna Fuadi Warna Soeharjanto
12 Sabtu 2014 Adhitya Sabtu 2016 Monty Drama
Bersama Mulya Bersama Tiwa
Bapak Bapak

Diklasifikasikan jenis film menjadi tiga kategori utama yakni


fiksi, eksperimental, dan dokumenter menurut Alan Williams. Dari
klasifikasi tersebut didapatkan informasi mengenai genre-genre film yaitu
aksi, drama, epik sejarah, fantasi, fiksi ilmiah, horor, komedi, kriminal,
musikal, petualangan, perang, dan termasuk juga romantis. kebanyakan
dari novel-novel karangan di Indonesia lebih banyak yang bergenre drama
dan masih mengandung pesan moral baik yang bisa dipetikdan
diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Sementara sisa- sisa bumbu
dalam film merupakan unsur penghibur.

C. Relevansi Ekranisasi Dalam Dunia Pembelajaran

Dari tabel di atas, telah diketahui adanya potensi-potensi yang bisa


menjadikan film sebagai sarana pembelajaran selain dari buku. Film yang
pembawaannya lebih ringan dan mudah dimengerti pasti akan menarik perhatian
siswa. Tapi perlu dipastikan keberadaan amanat dari dalam film tersebut, seperti
pesan apa yang hendak disampaikan? Apakah topik di dalam film sudah sesuai
dengan usia siswa/i? Dan apakah telah lulus sensor?
Komisi Penyiaran Indonesia dan Lembaga Sensor Film akan melindungi
masyarakat dari pengaruh film negative, tapi hal ini tidak sepenuhnya bisa diatur,
jadi ada peran penting individu yang bermain di sini. Di rekomendasikan untuk
para pelajar untuk menonton film seperti “Laskar Pelangi” yang mengajarkan
nilai-nilai kebajikan, religius, dan teladan. Atau “Bumi Manusia” yang berisi
perlawanan terhadap kolonialisme, perjuangan mencari identitas di tengah situasi
sulit, dan melawan perbedaan kasta.
BAB III
PENUTUP

Dapat dipahami bahwa salah satu yang menjadi faktor


perkembangan adanya perubahan bentuk novel ke film adalah kurangnya
minat membaca. Hal ini juga perlu ditangani secepat mungkin karena tidak
mungkin dunia sastra bergantung terus-menerus pada ekranisasi sebagai
penarik perhatian. Apalagi upaya ini juga memerlukan kreativitas tinggi
karena adanya penggabungan dua genre yang berbeda.

Hebat sekali ekranisasi di Indonesia bisa membantu perkembangan


dua bidang, yaitu bidang seni dan sastra. Harapannya dalam
perkembangannya di era sekarang, lebih banyak ditanamkan nilai-nila
positif agar tidak hanya menghibur tapi juga memberi pengajaran dan
pesan moral yang dapat diambil oleh penonton juga pembaca. Apalagi jika
film-film ini akan digunakan sebagai alat bantu belajar, tenaga
kependidikan perlu menyaring informasi baik dan buruk lalu
memisahkannya dan menumbuhkan cara belajar baru yang lebih interaktif,
efisien, dan menarik.

Dari ekranisasi juga angka pembaca bisa terbantu kenaikannya,


dari mereka yang penasaran dengan sudut pandang dari tulisan tentu akan
langsung memburu bukunya. Ekranisasi akan semakin meningkat, dan
mencakup pandangan yang lebih luas lagi sehingga mata kita akan terbuka
lebih lebar dengan bantuannya. Sehingga dunia sastra dan perfilman
Indonesia akan tumbuh pesat dan menghadirkan manfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, W. (2019).
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/2298/8/UNIKOM_Wildan%20F
auzi_12.%20BAB%20II.pdf diakses 27 Oktober 2023.
Khair, M dan Nurjannah. (2021). Masyarakat Lebih Suka Nonton daripada
Baca Buku, Apa Sebabnya? Tersedia [Online]
http://jurnalkampus.ulm.ac.id/2021/11/01/masyarakat-lebih-suka-
nonton-daripada-baca-buku-apa-sebabnya/ diakses 26 Oktober 2023.
Larasati, Hardita, N. (2020). Pengertian Film dan Jenisnya Menurut Para Ahli.
Tersedia [Online] https://www.diadona.id/d- stories/pengertian-film-
dan-jenisnya-menurut-para-ahli--200626s.html diakses 26 Oktober
2023.
Praharwati, Dyan, W dan Sahrul Romadhon. (2017). Ekranisasi Sastra:
Apresiasi Penikmat Sastra Alih Wahana. Tersedia [Online]
https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-
turats/article/download/5756/3915 diakses 26 Oktober 2023.

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Woodrich, C. (2017). Adaptasi Novel ke Film: Praktik Ekranisasi di


Nusantara, 1927-2014. Tersedia [Online]
https://cinemapoetica.com/adaptasi-novel-ke-film-praktik-ekranisasi-
di-nusantara-1927-2014/ diakses 26 Oktober 2023.

Anda mungkin juga menyukai