Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA TEOLOGIS

Disusun oleh:

Maryam A.F Melsasail


NIM P07124123026

POLTEKKES KEMENKES MALUKU


PRODI KEBIDANAN SAUMLAKI
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan
anugerah-Nyalah, kami dapat menyelesaikan tugas ini, dengan judul “ETIKA TELEOLOGIS”
dengan tepat waktu.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, dan mungkin memiliki pembahasan yang diluar
konsep yang telah kami buat, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan
agar kami bisa lebih baik kedepannya.
Akhir kata, kami berharap agar apa yang kami paparkan dan jelaskan di makalah ini
dapat berguna dan dapat diambil manfaatnya bagi orang yang membacanya. Terima Kasih.

Saumlaki, Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 4
I.1 Latar Belakang………………………………………………………………….… 4
I.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….…... 4
I.3 Tujuan…………………………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5
II.1 Pengertian Etika Teleologis…...................................................................................5
II.2 Tokoh - tokoh Teori Etika Teleologis…....................................................................6
II.3 Jenis Etika Teleologis…............................................................................................7
II.3.1 Egoisme Etis………………………………………………………….…... 7
II.3.2 Hedonisme Etis……………………………………………………….…... 8
II.3.3 Eudaimonisme………………………………………………………….…. 10
II.3.4 Utilitarisme………………………………...………………………….…... 11
BAB III PENUTUP..............................................................................................................14
III.1 Kesimpulan…............................................................................................................14
III.2 Saran…......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan manusia lain di dalam suatu
komunitas masyarakat tentu berkewajiban untuk hidup sesuai dengan etika yang ada.
Etika hadir sebagai aturan moralitas yang tidak tertulis. Misalnya sebagai agen
pendidikan, seseorang harus dapat bersikap sesuai dengan etika yang berlaku dalam dunia
pendidikan.begitu juga hadirnya etika-etika yang ada dalam banyak aspek dalam
kehidupan kita yang harus dilakukan. Agar kita dapat bertindak sesuai dengan etika-etika
yang ada sebelumnya kita harus mengenal teoritika itu sendiri. Terdapat banyak sekali
teoritika yang ada salah satunya adalah etika teologis.
Dalam etika teologis juga memiliki banyak jenis lagi seperti egoisme etis,
hedonisme etis, eudemonisme dan ultira Kita dapat mempelajari dan mengenal apa itu
etika teologis. Teori ini berpandangan bahwa suatu perilaku dikatakan etis jika dilihat
dari tujuan dari perilakunya sendiri. Jika suatu perilaku yang dilakukan memiliki tujuan
yang baik maka perilaku itu dapat dikatakan sebagai perilaku yang baik namun jika
perilaku yang dilakukan memiliki tujuan yang tidak baik maka kita dapat katakan bahwa
perilaku itu tidak baik.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dilampirkan, maka dibuatlah beberapa
rumusan masalah untuk makalah ini. Berikut ini merupakan beberapa rumusan masalah
yang telah dibuat.
1. Apa pengertian dari etika teleologis?
2. Apa saja jenis dari etika teleologis?

4
I.3 Tujuan
Selain rumusan masalah yang telah dibuat, adapun beberapa tujuan yang ingin
dicapai dari makalah ini. Berikut ini merupakan tujuan dari pembuatan makalah ini.
1. Memahami pengertian dari teori etika teleologis
2. Memahami jenis-jenis dari etika teleologis
3. Memahami penerapan etika teleologis dalam kehidupan sehari-hari

5
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Etika Teleologis


Secara Etimologi Etika berasal dari bahasa yunani “Ethos” (sifat, watak,
kebiasaan, tempat yang biasa) dan Ethikos (berarti, susila, keadaban, kelakuan dan
perbuatan baik). Etika berkaitan dengan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara
hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau pada masyarakat. Etika disebut juga
sebagai ilmu normatif, sebab didalamnya terdapat norma & nilai-nilai etika dengan moral
atau budi pekerti. Ilmu etika adalah ilmu yang mempelajari tentang perbuatan-perbuatan
manusia dengan dasar yang sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi
manusia.
Etika secara umum dikelompokan menjadi 2 macam yaitu Etika Filosofis dan
Etika Teologis. Etika Filosofis adalah suatu etika yang berasal dari aktivitas berpikir yang
dilakukan oleh manusia atau bisa juga dikatakan bahwa etika merupakan bagian dari ilmu
filsafat. Sedangkan Etika Teologis adalah etika yang erat kaitannya dengan agama dan
berisikan tentang unsur etika umum dan dapat dimengerti ketika memahami etika secara
umum. Contoh etika teologis dalam agama Kristen adalah etika yang bersumber dari
presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi.
Etika teleologis adalah sebuah etika yang bertolak dari praanggapan-praanggapan
tentang Allah/ilahi. Sehingga, secara singkat dapat dikatakan bahwa etika teleologis
adalah sebuah etika yang didasarkan atas unsur-unsur agama. Berbeda dengan etika
filosofis, etika teologis memiliki sifat transempiris yaitu pengalaman manusia dengan
Allah yang melampaui kesusilaan tidak dapat diamati manusia dengan panca inderanya.
Karena etika teologis berhubungan dengan yang ilahi, maka sumber utama yang
dijadikan sebagai etika ini adalah Alkitab dan alat bantu lainnya.
Berdasarkan teori diatas kami menyimpulkan bahwa Etika Teleologis merupakan
etika yang berdasarkan pada segala sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan dan
bersifat Ilahi serta sumber yang konkrit mengenai Etika Teleologis seperti kitab - kitab
suci. Dalam Etika Teologis tidak hanyalah dimiliki oleh suatu agama tertentu tetapi

6
dalam setiap agama memiliki Etika Teleologisnya secara masing - masing. Dan juga
Etika Teleologis merupakan bagian etika secara umum, banyak unsur di dalamnya yang
terdapat dalam etika secara umum sehingga akan lebih mudah memahami jika sudah
mengertikan tentang etika secara umum.

II.2 Tokoh - tokoh Teori Etika Teleologis


1. Plato
Pandangan Plato tentang pencapaian hidup yang baik tidak lepas dari teorinya
mengenai jiwa dan ide-ide. Untuk mencapai kebahagiaan, jiwa manusia harus sampai
kepada dunia ide-ide. Hal ini hanya bias terjadi dengan cara pengan dalam rasio atau akal
budi.
2. Aristoteles
Aristoteles menegaskan "kebahagiaan adalah sesuatu yang final, serba cukup pada
dirinya, dan tujuan dari segala tindakan...". Dengan demikian, semua tindakan yang
bertujuan untuk membahagiakan orang lain atau diri sendiri dikatakan baik.
3. Thomas Aquinas
Filsuf sekaligus teolog Thomas Aquinas menegaskan bahwa Allah adalah
"tujuan" dari segala sesuatu. Dengan demikian, segala sesuatu yang berorientasi kepada
Allah dikatakan "baik", dan segala sesuatu yang tertuju di luar Allah dikatakan
"jahat".Immanuel Kant

Menurut Kant setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja
dalam setiap situasi. Jadi, sejalan dengan pendapat Kant, etika teleology lebih bersifat
situasional karena tujuan dan akibat suatu tindakan bias sangat tergantung pada situasi
khusus tertentu.

II. 3 Jenis Etika Teleologis


Terdapat beberapa jenis tolak ukur moral dalam etika teleologis ini. Diantaranya
adalah egoisme etis, hedonisme etis, eudaimonisme, dan utilitarisme. Pada sub-bab ini
juga akan diberikan beberapa kasus pada masing-masing jenis etika teleologis. Berikut ini
merupakan penjelasan dari masing-masing jenis etika teleologis.

7
II.2.1 Egoisme Etis
Egoisme etis adalah teori normatif yang menekankan bahwa prinsip moral yang
paling dasariah dan mutlak dalam bertindak dalam mengejar kepentingan diri sendiri
(self-interest). Baginya, menolong orang lain bukanlah kewajiban hanya sejauh
tercapainya kepentingan sendiri.
Egoisme etis mendasarkan diri pada egoisme psikologis, yang berpandangan bahwa
semua manusia secara kodrati cenderung hanya mengejar kepentingan dirinya saja. Jadi,
pandangan ini mereduksi motif seluruh tindakan manusia pada tujuan kepentingan diri
sendiri saja (cinta diri). Bertindak altruis hanyalah ilusi karena pada akhirnya orang tidak
pernah benar-benar memperhatikan orang lain selain dirinya sendiri.
Sikap altruistik yaitu mencampuri urusan orang lain, hal tersebut menjadikan
orang lain sebagai objek untuk di tolong dan membuatnya bergantung kepada si penolong
sehingga kebebasannya terasa seperti dirampas orang lain.
Menurut Ayn Rand, egoisme lebih unggul dibandingkan etika altruisme. Karena sikap
tersebut dapat merusak hidup individu. Sedangkan egoisme justru lebih menghargai
kehidupan individu karena mengutamakan pengejaran kepentingan diri masing-masing.
Rachels (2004) memperkenalkan 2 konsep yang berhubungan dengan egoisme yaitu
egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa suatu tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri.
Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Yang
membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk
kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan
berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain,
sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

Contoh - contoh kasus egoisme etis dalam kehidupan sehari-hari seperti:


Tindakan dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam membeli tiket, pada saat
mengantri panjang lalu menyerobot antrian yang didepannya agar dia dapat membeli tiket
lebih cepat tanpa memikirkan orang yang mengantri di depannya padahal belum saat
gilirannya.Bisa juga di dalam sebuah keluarga, pada saat berkumpul bersama anggota
8
keluarga dirumah, ketika salah satu anggota keluarga entah itu adik, kakak, ibu atau
ayahnya menonton acara televisi favoritnya tanpa peduli pada orang lain dengan berbagi
dengan siapapun.
Seseorang yang merokok ditempat atau kendaraan umum. Dengan seenaknya ia
menghisap dan mengeluarkan asap rokok tanpa memperhatikan orang-orang yang
disekitarnya. Ketika seseorang melakukan diskusi kelompok tetapi seseorang tersebut
menginginkan agar orang lain menerima dan mengikuti pendapatnya. Seorang anak
mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini baik untuk moral
dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini melanggar hukum sehingga etika
teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat
bergantung kepada situasi khusus tertentu.
II.2.2 Hedonisme Etis
Hedonisme etis adalah pandangan etika yang menyatakan bahwa apa yang baik
untuk dilakukan manusia adalah yang memuaskan kesenangan atau kenikmatan. Menurut
pengertian hedonisme etis, manusia hidup dengan cara mencari dan mengupayakan
kesenangan sebagai tujuan hidupnya dan sebisa mungkin menghindari segala
penderitaan. Hedonisme sendiri merupakan aliran etika yang memiliki gagasan “manusia
hidup demi mengejar rasa nikmat dan bebas dari rasa sakit” karena itu, banyak orang
mengikuti aliran ini sebab sederhana dan mudah diterima oleh akal manusia.
Menurut Frans Magnis-Suseno, sikap hedonistik umumnya dipahami sebagai
sesuatu yang buruk atau tidak bermoral, sehingga menempatkannya sebagai suatu bentuk
etika menjadi kontradiktif. Akan tetapi, Magnis menegaskan bahwa hedonisme etis yang
dimaksud bukanlah pengejaran nafsu atau kenikmatan secara membabi buta, melainkan
kenikmatan akan dicapai secara seimbang lewat pengendalian diri.
Hedonisme etis berbeda dengan egoisme etis. Egoisme etis meletakkan prinsip
pada kepentingan diri, sementara hedonisme etis meletakkan prinsip pada pemuasan
kenikmatan atau kesenangan. Meskipun mencapai kenikmatan dapat digunakan sebagai
mendapat kepentingan individual, hal tersebut tidak sama dengan mengejar atau
mendapatkan kepentingan diri karena mencapai kenikmatan juga bisa saja diperoleh
untuk kepentingan umum, sedangkan tindakan egoistik hanya untuk kepentingan diri
sendiri.
9
Contoh - contoh kasus hedonisme etis dalam kehidupan sehari-hari seperti:
Ada seseorang ingin mencapai kekayaan, jika ia mengikuti prinsip hedonisme etis
ini ia akan berusaha mendapatkannya dengan bekerja karena ia ingin mendapatkan
kekayaan. Tetapi, jika hal tersebut dilakukan tanpa pengendalian diri, maka ia akan
melakukan segala cara untuk mendapat kekayaan tersebut seperti melakukan
perampokan, pencurian, korupsi, dsb.
Saat seseorang ingin mendapat kepuasan untuk berhubungan seksual, ia akan
berusaha mendapatkan kepuasan tersebut dengan melakukannya bersama pasangannya,
tetapi jika dilakukan tanpa pengendalian diri maka bisa jadi ia akan melakukan
pemerkosaan, dsb.
Saat ada seseorang ingin mencapai kepuasan untuk menghibur dirinya melalui
bermain video games, ia akan memainkan video games tersebut untuk mencapai
kepuasannya tersebut. Tetapi jika ia melakukan hal tersebut tanpa pengendalian diri, ia
akan bermain video games hingga lupa waktu, melupakan pekerjaannya, dan lingkungan
sekitar.

II.2.3 Eudaimonisme
Eudaimonisme adalah sebuah paham atau teori realisasi diri yang menganggap
bahwa kebahagiaan atau kesejahteraan pribadi adalah hal paling utama bagi manusia.
Menurut Aristoteles, eudaimonia bukan sebuah keadaan dalam pikiran manusia tetapi
termasuk kegiatan atau aktivitas yang terbaik yang dapat manusia lakukan untuk
mencapai kebahagiaannya. Namun tokoh utilitarian Inggris, Jeremy Bentham dan John
Stuart Mill mengartikan eudaimonism sebagai usaha mencapai kebahagiaan yang
dianggap sebagai kesenangan dan ketidakadaan dari rasa sakit. Sedangkan menurut
filsafat Yunani, eudaimonia adalah kondisi dimana manusia berada dalam fase
terbaiknya, dalam segala hal tidak hanya dalam kebaikan tapi juga kebajikan, moralitas,
serta kehidupan yang bermakna.
Menurut Aristoteles, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencapai
eudaimonia, yaitu kesehatan,kebebasan kemerdekaan, kekayaan serta kekuasaan,
kemauan, perbuatan baik, dan pengetahuan batiniah. Eudaimonisme terbagi ke dalam 5
10
versi berbeda sebagai berikut.
a. Pemikiran Sokrates
b. Pemikiran Platonis
c. Pemikiran Aristotelian
d. Pemikiran Epicurean
e. Pemikiran Stoic
Dampak dari penerapan teori ini adalah banyaknya pribadi yang mengedepankan
kepentingan individu atau kelompok dibandingkan dengan kepentingan bersama. Namun
tidak semua penerapan dari eudaimonisme menghasilkan individualisme. Seperti
contoh-contoh dalam keseharian yaitu seorang dokter yang akan berusaha sebaik
mungkin dalam mengobati pasien yang datang kepadanya untuk berobat, karena
keberhasilan seorang dokter dalam menyembuhkan seorang pasien akan membuatnya
bahagia dan juga pasiennya bahagia. Atau sepasang orang tua yang mendidik anaknya
akan mengusahakan mendidik anaknya sebaik mungkin karena saat mereka melihat
anaknya tumbuh dengan baik dan bahagia maka akan menjadi kebahagiaan bagi orang
tua dan anak mereka.
Contoh - contoh kasus eudaimonisme etis dalam kehidupan sehari-hari seperti:
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang ingin berusaha untuk melakukan
tugasnya dengan sebaik mungkin untuk mengusahakan keberhasilan dan kebahagiaan
dirinya atau orang-orang sekitarnya. Seperti orang tua yang mendidik anaknya, maka
akan berusaha mendidik anaknya sebaik mungkin. Jika seseorang memiliki profesi
seorang dokter, dia akan berusaha sebaik mungkin untuk berhasil menyembuhkan
pasiennya dengan memberikan diagnosa dan obat yang sesuai.

II.2.4 Utilitarisme
Utilitarisme merupakan etika normatif yang berpandangan hal baik secara moral
adalah ketika memberikan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang (The greatest
good for the greatest number). Utilitarisme juga menyatakan tindakan terbaik merupakan
tindakan yang memaksimalkan utilitas dalam membuat keadaan yang baik untuk
individu. Jeremy Bentham sebagai pendiri utilitarianisme menyatakan bahwa utilitas
merupakan jumlah kesenangan yang diakibatkan dari suatu tindakan dikurangi dengan
11
penderitaan yang terlibat dalam pelaksanaan tindakan tersebut. Sehingga menurut
pandangan utilitarisme, konsekuensi merupakan satu-satunya standar tindakan benar dan
salah. Teori ini menentukan hal benar dan salah berdasarkan dari hasilnya. Apabila hasil
dari suatu tindakan menghasilkan kebaikan terbesar dalam jumlah terbesar, maka
tindakan tersebut etis. Terdapat 2 jenis teori etika normatif utilitarisme, diantaranya
adalah utilitarianisme tindakan. Kaidah dasar dari teori ini adalah “Bertindaklah
sedemikian rupa agar setiap tindakanmu dapat menghasilkan akibat baik yang lebih
besar bagi dunia dibandingkan dengan akibat buruknya.” Sedangkan teori yang kedua
adalah utilitarisme peraturan, teori ini merupakan pengembangan dari kelemahan teori
yang pertama. Dimana teori ini tidak lagi memperhitungkan akibat baik dan buruk dari
tindakan seorang individu, melainkan peraturan umum yang mendasari tindakan tersebut.
Dengan dasar kaidah sebagai berikut “Bertindaklah sesuai dengan peraturan-peraturan
yang menghasilkan akibat baik lebih besar untuk dunia ini dibandingkan akibat
buruknya.

Terdapat lima buah karakteristik dari utilitarisme, diantaranya adalah:


1. Universalisme
Utilitarisme berpendapat bahwa moralitas itu bersifat universal, dimana
standar moral berlaku bagi semua orang di semua situasi. Sehingga dalam
pandangan ini, utilitas bagi semua orang dianggap sama pentingnya dan semua
orang dianggap secara setara.
2. Konsekuensialisme
Utilitarisme berpendapat bahwa konsekuensi dari suatu tindakan
merupakan hal yang terpenting secara moral.
3. Welfarisme (Kesejahteraan)
Welfarisme adalah pandangan bahwa konsekuensi signifikan secara moral
adalah dampak pada kesejahteraan manusia, tetapi konsep ini biasanya dikaitkan
dengan kesejahteraan ekonomi.
4. Agregasi
Utilitarisme berpendapat bahwa kesejahteraan (utilitas) dari setiap orang
dapat dibandingkan dan disimpulkan dari totalnya untuk menggambarkan
12
kesejahteraan semua orang.
5. Maksimalisasi
Dalam utilitarisme, tindakan terbaik adalah ketika tindakan tersebut
menghasilkan tingkat kesejahteraan paling maksimal.
Contoh - contoh kasus hedonisme etis dalam kehidupan sehari-hari seperti:
Kasus virus korona yang ada dalam kondisi sekarang ini di Indonesia,
mengakibatkan banyak kegiatan yang terhambat pelaksanaannya. Hal ini mengakibatkan
banyak terjadinya pemberhentian pekerja, orang yang berjualan harus berhenti untuk
sementara, dan angkutan umum seperti ojek online yang tidak diperbolehkan untuk
membawa penumpang demi terhindarnya dari virus ini. Oleh karena itu banyak sekali
orang yang berinisiatif untuk melakukan penggalangan dana yang ditujukan untuk orang-
orang yang sedang kesulitan atau tidak mampu tersebut. Hal tersebut merupakan salah
satu kegiatan yang baik secara moral menurut etika normatif utilitarisme. Karena
tindakan ini dapat menimbulkan dampak yang sangat baik bagi banyak orang.
Kasus proyek pembangunan sebuah jalan tol, terdapat beberapa rumah yang harus
digusur karena berada dalam wilayah pembangunan jalan tol. Namun beberapa pemilik
rumah tersebut tidak menerima dan enggan untuk pindah dari rumah tersebut. Setelah
berunding dengan pihak yang bersangkutan, akhirnya pemerintah daerah tersebut
memberikan ultimatum untuk segera keluar dari rumah tersebut karena rumah tersebut
akan di buldozer secara paksa oleh pihak proyek. Pemda sebenarnya tidak mau
merugikan keluarga yang tinggal dalam rumah-rumah tersebut, namun keluarga tersebut
juga harus memahami keadaan. Berdasarkan masalah tersebut, pemda menggunakan
prinsip utilitarisme. Dimana pembangunan jalan tol yang dilakukan akan menguntungkan
lebih banyak orang dibandingkan dengan kerugian yang dialami oleh keluarga-keluarga
tersebut. Sehingga dalam pandangan utilitarisme, tindakan yang dilakukan pemda logis
dan benar. Namun hal ini bertentangan prinsip keadilan, karena keluarga-keluarga
tersebut memiliki hak asasi yang harus dihormati oleh pihak pemda. Dengan menjadikan
“tumbal” pada beberapa keluarga demi kesejahteraan banyak orang lain, tidak dapat
diterima secara moral.

13
BAB III
PENUTUP

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari makalah etika ini dan sara yang
dapat diberikan kepada pembaca makalah ini. Berikut ini merupakan kesimpulan dan saran yang
dapat diberikan.

III.1 Kesimpulan
Rangkuman dari inti permasalahan dalam makalah ini akan dituliskan pada sub-
bab kesimpulan. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diberikan berdasarkan
makalah ini, diantaranya adalah:
1. Etika normatif teologis berfungsi sebagai tolak ukur atau patokan moral yang
dapat digunakan dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari.Tolak ukur yang
digunakan pada etika teologis ini berdasarkan konsekuensi atau akibat yang
dihasilkan dari suatu tindakan.
2. Terdapat beberapa tolak ukur moral yang digunakan pada etika normatif teologis,
diantaranya pengejaran kepentingan diri sendiri (egoisme etis), pengejaran
kenikmatan dan menghindari penderitaan (hedonisme etis), kebahagiaan sebagai
tujuan dari hidup seseorang (eudaimonisme), dan pencapaian kebahagiaan
terbesar untuk sebanyak mungkin orang (utilitarisme).
3. Etika teleologis ini lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu
tindakan bisa sangat bergantung kepada situasi khusus tertentu.
4. Pengendalian diri merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan suatu
tindakan, dengan adanya pengendalian diri, maka tindakan yang tidak bermoral
tidak akan terjadi.

14
III.2 Saran
Terdapat beberapa saran yang dapat diberikan bagi orang-orang yang membaca
makalah ini, diantaranya adalah
1. Dalam melakukan tindakan, setiap orang perlu untuk mempertimbangkan
konsekuensi dari tindakan tersebut, apakah dampak positifnya lebih besar
dibandingkan dengan dampak negatifnya.
2. Pengetahuan mengenai berbagai macam etika sangat diperlukan oleh manusia, hal
ini berguna sebagai dasar dari setiap orang melakukan tindakan. Selain itu juga
manusia dapat mengetahui kesalahannya dan merasa bersalah ketika ia melakukan
hal yang tidak bermoral.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ibeng, Parta. 2020. Pengertian Eudaemonisme, Dampak, Macam, Ciri dan Contohnya. Diakses
pada https://pendidikan.co.id/pengertian-eudaemonisme-dampak-macam-ciri-dan-contohnya/.
Tanggal akses 17 April 2020

Judistian. 2010. Etika Filosofis dan Etika Teologis. Diakses pada


http://judistian.blogspot.com/2010/02/etika-filosofis-dan-etika-teologis.html. Tanggal akses 17
April 2020

Editor. Etika. Diakses pada https://id.wikipedia.org/wiki/Etika#Etika_Teologis. Tanggal akses 17


April 2020.

Kurnianto, Rahman. 2016. Teori Etika. Diakses pada


https://www.academia.edu/29058119/TEORI_ETIKA_4. Tanggal Akses 17 April 2020.

Editor. 2019. Pengertian Utilitarianisme, Macam, Ciri, Dampak, dan Contohnya. Diakses pada
https://dosenppkn.com/utilitarianisme. Tanggal akses 17 April 2020.
Magnis-Suseno, Frans, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta:
Kanisius, 1987).
Magnis-Suseno, Frans, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997).
Rachels, James, The Element of Moral Philosophy 4th ed. (New York: McGraw Hill
Companies, Inc., 2003); terj. Oleh A.Sudiarja sebagai Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius,
2004).
Sudarminta, J. Etika Umum: Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif
(Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila STF Driyarkara, 2012

16
17

Anda mungkin juga menyukai