Anda di halaman 1dari 8

Subscribe to DeepL Pro to translate larger documents.

Visit www.DeepL.com/pro for more information.

Sekolah Tinggi IImu Keperawatan Volume 8 No. 1, Januari 2022


PPNI Jawa Barat

Analisis Pelanggaran di Tempat Kerja pada Rumah Sakit Terakreditasi di Provinsi Riau
(Dilgu Meri, Fitra Mayenti)

Hubungan antara Usia dan Peningkatan Status Gizi Anak Stunting


(Ria Setia Shri, Febi Ratnasari, Yuni Susilowati)

Penerimaan Penggunaan M ini-CEX dengan Pendekatan Teori Technology Acceptance Model (TAM)
(Hikmat Pramajati, Nunung Siti Sukaesih, Emi Lindayani, Halimatusyadiah)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu terhadap Imunisasi Dasar Lengkap di Jakarta
(Bunga Romadhona Haque, Ulfah Septa Arseda)

Faktor Risiko Terpapar Covid-19 pada Pasien Diabetes di Wilayah Kerja Puskesmas Johar Baru
(Dewi Prabawati, Yovita Dwi Setiyowati)

Perbandingan Kebersihan Mulut Menggunakan Larutan Klorheksidin dan Larutan Heksadol Terhadap Pencegahan Ventilator Associated
Pneumonia pada Pasien dengan Ventilator Mekanik
(Indriana Natalia, Achinad Fauzi)

Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Spiritual terhadap Perilaku Caring Perawat di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
(Nurul Hafiah, Jenny M. Purba, Nurmaini)

Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Akhir Hayat di Ruang Perawatan Intensif RSPI Prof.
(Puguh E. Mintarto, Achmad Fauzi)

Kontrol Glikemik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2: Survei Deskriptif di Rumah Sakit Kota Makassar
(Yusran Haskas, Suarnianti, Indah Restika)

Pengalaman Penggunaan V-QITA : Pendidikan Keperawatan untuk Mahasiswa Keperawatan


(Suci Noor Hayati, Eva Supriatin, Tri Anti1'a Rizki Kusuma Putri, Masdum Ibrahim, Diwa Agus Sudrajat,
Sainah, Roselina Tambunan)

Edukasia 1 Media Terkait Nutrisi dan Cairan untuk Pasien Gagal Ginjal Kronis: Tinjauan Pustaka
(Herlina Tiwa, Erna Rochmawati)

Hambatan dan Tantangan Implementasi Perawatan Akhir Hayat di Unit Perawatan Intensif- Tinjauan Pustaka
(Rizhy Meilando, Cecep Eli Kosasih, Etiha Emaliyawati)

Guided Imagery untuk Meningkatkan Kesehatan Mental pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi: Tinjauan Pustaka
(Nirmala Amir, Ariyanti Saleh, Syahrul Said)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ankle Brachial Index pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2: Tinjauan Pustaka
(Sri Bintari Rahayu, Takdir Tahir, Kadetr Ayu Eriha)
ISSN
Bandung 2354-B42B
JURNAL KEPERAWATAN VOL8 TIDAK. Halaman 1- Januari
KOMPREHENSIF 2022 e-ISO N
1 125
2598-8727
11
p-ISSN: 2354 8428 | e-ISSN: 2598 8727 Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 8 No.1 Januari 2022

Artikel Penelitian

Hubungan antara Usia dan Peningkatan Status Gizi Anak Stunting

Ria Setia Sari1** │ Febi Ratnasari2 │ Yuni Susilowati3

1,2,3Departemen
Abstrak
Keperawatan, Sekolah
Tinggi Kesehatan Yasti Tujuan: untuk mengetahui hubungan antara usia anak stunting dan
Jln. Arya Santika No. 40 A peningkatan status gizi anak stunting
Eks. Distrik Margasari. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional
Karawaci Kota Tangerang - dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan metode total
Banten - Indonesia sampling dengan jumlah responden 45 orang. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner yang meliputi usia anak, dan peningkatan
status gizi. Analisis data menggunakan chi-square
*kontak Hasil: anak usia 1-15 bulan mengalami perbaikan gizi 37%
sedangkan yang status gizinya sama sebanyak 78%, anak usia 16-30
riasetia233@gmail.com
bulan mengalami perbaikan status gizi 13,3% sedangkan yang tidak
mengalami perbaikan gizi sebanyak 86,7%, usia 46¬-60 bulan
sebanyak 50% dan tidak mengalami perbaikan gizi sebanyak 50%.
Diterima: 03/11/2021
Direvisi: 15/01/2022 Setelah dilakukan uji Chi-Square dengan nilai P-Value sebesar 0,022
Diterima: 16/01/2022 bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak stunting
Daring: 28/01/2022 Terbit: dengan perbaikan status gizi anak stunting.
31/01/2022 Kesimpulan: peningkatan status gizi pada anak stunting tidak
berhubungan dengan usia anak. Penelitian lain tentang peningkatan
gizi seimbang dapat dilakukan oleh peneliti lain.

Kata kunci
Usia, stunting, status gizi

PENDAHULUAN
Pada tahun 2018, 22,2% balita di dunia (150,2 juta) mengalami stunting, sedangkan pada
tahun 2019, 1 dari 3 balita atau sekitar 149 juta balita di dunia mengalami stunting3.
Stunting merupakan masalah gizi global, terutama di negara-negara berkembang1. Balita
yang dinyatakan stunting ditandai dengan nilai Z-score (Tinggi Badan/umur) untuk
tinggi badan menurut umur kurang dari -2 standart deviasi dimana kategori pendek
kurang dari -2 standart deviasi dan kategori sangat pendek kurang d a r i -3SD2. Lebih dari
separuh balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%) dan lebih dari sepertiganya
tinggal di Afrika (39%) (1).
Pada tahun 2017 Indonesia masuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi stunting
tertinggi di kawasan Asia Tenggara atau South East Asia Regional (SEAR) setelah
Timor Leste dan India. sedangkan pada tahun 2018 menurut East Asia and Pacific
(EAP) Indonesia berada di urutan kedua

https://doi.org/10.33755/jkk
12
p-ISSN: 2354 8428 | e-ISSN: 2598 8727 Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 8 No.1 Januari 2022

tempat dengan jumlah rata-rata anak stunting, wasting dan obesitas di bawah 5 tahun.
Pada tahun 2013-2018 anak stunting mengalami penurunan dengan jumlah awal
37,2% menurun menjadi 30,8% berdasarkan data dari Riskesda1, pada masa
pandemi covid-19 ternyata angka stunting mengalami peningkatan, pada tahun 2020
mengalami peningkatan sebesar 15%, hal ini disebabkan karena adanya penurunan
daya beli masyarakat pada masa pandemi covid-19 ini(2).
Prevalensi stunting pada balita di Provinsi Banten pada tahun 2019 sebesar 24,11%,
sedangkan pada tahun 2018 sekitar 26,6% dengan persentase balita pendek 17,00% dan
balita sangat pendek 9,60%4. Distribusi prevalensi status gizi (BB/U) pada anak usia 0-
59 bulan (balita) di Kabupaten Lebak menempati posisi pertama dengan persentase balita
sangat pendek 17,61% dan balita pendek 22,58% disusul Pandegelang 19,38% dan balita
pendek 20,09%, di Kota Serang balita sangat pendek 1099% dan balita pendek 13,69%,
Kota Cilegon balita sangat pendek 7,23% dan balita pendek 16,09%, Tangerang balita
sangat pendek 7,93% dan b a l i t a pendek 15,30%, Kota Tangerang Selatan balita sangat
pendek 3,13% dan balita pendek 16,72% dan yang terakhir adalah Kota Tangerang
3,11% dan balita pendek 15,96%5. Stunting akan menjadi masalah kesehatan jika
prevalensinya mencapai 20% (3).
Studi pendahuluan yang dilakukan pada saat kunjungan ke Puskesmas Kemiri dan
Rajeg terdapat anak usia 1-59 bulan dengan pengukuran yang dikategorikan pendek
sebanyak 100 anak. Intervensi yang telah dilakukan adalah penyuluhan tentang gizi
seimbang untuk anak dan orang tua serta diberikan makanan tambahan, namun
implementasi sebelumnya telah dilakukan dengan memberikan makanan bergizi
seimbang dan diberikan selama 30 hari. Dilakukan juga pemeriksaan berat badan
sebelum intervensi dan sesudah intervensi dengan hasil bahwa terdapat pengaruh
pemberian gizi seimbang dengan peningkatan status gizi dengan anak usia 1-59
bulan (4).
Usia termasuk dalam karakteristik anak yang juga mempengaruhi kejadian stunting,
menurut hasil penelitian mayoritas responden berada pada usia balita (64,9%) (5).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang membahas tentang
faktor risiko stunting pada anak usia 6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat
Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, hasil yang diperoleh adalah 46,7% anak menderita
stunting dan prevalensi tertinggi pada anak usia antara 25-36 bulan (57,9%) (6).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan usia anak stunting dengan peningkatan status gizi pada anak stunting di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Tujuan khusus yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia anak stunting
dengan peningkatan status gizi pada anak stunting.

METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan
cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia anak dengan
peningkatan status gizi anak stunting (7). Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik Probability Sampling jenis Simple Random Sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 45

https://doi.org/10.33755/jkk
13
p-ISSN: 2354 8428 | e-ISSN: 2598 8727 Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 8 No.1 Januari 2022

responden. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah anak pendek berusia 5 tahun,
kriteria eksklusi anak pendek berusia 5 tahun yang orang tuanya menolak menjadi
responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner (usia anak dan peningkatan
status gizi anak). Analisis data yang digunakan adalah uji Chi-Square. Penelitian ini telah
lolos uji etik oleh komite etik No. 102/LPPM- STIKES-YATSI/II/2021.

HASIL

Data frekuensi usia anak-anak


Tabel.1 Usia Anak-anak
Variabel F %
Usia Anak (Bulan)

1-15 8 17,8

16-30 14 31,1

31-45 12 26,7

46-60 11 24,4

Total 45 100

Berdasarkan tabel 1, dari 45 responden, usia terbanyak adalah 16-30 bulan (31,1%). Tabel

2. Data frekuensi peningkatan status gizi anak stunting

Tabel 2. Peningkatan Status Gizi

Variabel F %
Status gizi

Perbaikan 10 22,2

Mengurangi 0 0

Tetap 35 77,8

Total 45 100

https://doi.org/10.33755/jkk
14
p-ISSN: 2354 8428 | e-ISSN: 2598 8727 Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 8 No.1 Januari 2022

Berdasarkan data peningkatan status gizi pada anak, skor tertinggi pada status gizi
baik sebanyak 35 responden (77,8%).

Hubungan antara usia anak dan peningkatan status gizi pada anak stunting
Tabel 3. Hubungan antara Usia Anak dan Peningkatan Status Gizi pada Anak Stunting

Usia Anak Pemulihan Nutrisi Total P


status nilai
Perbaikan Teta
p
n % n % n %
1-15 3 6.66 5 11,11 8 17,77
16-45 2 4,44 13 28,89 15 33,33
0,022
46-60 5 11,11 17 37,78 22 48,90
Total 10 22,21 35 77,79 45 100
Berdasarkan tabel 3, nilai P-Value sebesar 0,022 menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia anak stunting dengan peningkatan status gizi
anak stunting.

DISKUSI
Balita yang memiliki tinggi badan atau panjang badan yang tidak sesuai dengan usianya,
yang dilihat dari ukuran tinggi badan dikurangi dua standar deviasi dari median standar
deviasi pertumbuhan anak menurut WHO. Penyebab stunting antara lain karena
kurangnya asupan gizi, karena kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, dan sakit pada
bayi. Akibat dari stunting adalah sulitnya mencapai perkembangan fisik dan kognitif
yang akan datang.
Berdasarkan tabel 3: anak usia 1-15 bulan mengalami perbaikan status gizi sebanyak
6,66% sedangkan yang status gizinya sama sebanyak 11,11%, anak usia 16-30 bulan
mengalami perbaikan status gizi sebanyak 4,44%, sedangkan yang tidak mengalami
perbaikan gizi sebanyak 28,89%, usia 46-60 bulan yang mengalami perbaikan gizi
dan tetap sama sebanyak 11,11%. Setelah dilakukan uji Ch-Square dengan nilai P-
Value sebesar 0,022 bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak
stunting dengan perbaikan status gizi anak stunting.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, anak usia 46-60 bulan selalu mengkonsumsi
makanan bergizi seimbang yang diberikan oleh ibunya dan ibu mereka mengatakan
jika anaknya pada usia tersebut makan apapun yang diberikan selalu dimakan dan
dihabiskan dan tidak memilih-milih makanan. Sedangkan usia anak tidak menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi peningkatan status gizi pada anak stunting. Hasil observasi
orang tua juga mengatakan bahwa sebelum dipantau oleh peneliti mengenai makanan
di

https://doi.org/10.33755/jkk
15
p-ISSN: 2354 8428 | e-ISSN: 2598 8727 Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 8 No.1 Januari 2022

anak, memberikan makanan sesuai dengan apa yang diinginkan anak tidak sesuai
dengan gizi seimbang. Hasil peneliti tidak sejalan dengan penelitian dimana usia
termasuk dalam karakteristik anak yang mempengaruhi kejadian stunting, dengan
mayoritas responden berusia balita (64,9%).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa
peningkatan status gizi pada anak stunting adalah dengan memberikan makanan
dengan gizi seimbang, komposisi makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, memperhatikan prinsip
keanekaragaman makanan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan memantau berat
badan secara teratur agar berat badan tetap terjaga normal untuk mencegah terjadinya
masalah gizi (8).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang mengatakan bahwa
pertambahan tinggi badan dipengaruhi oleh faktor ibu. Faktor ibu yang terkait
dengan stunting sedang dan berat pada anak-anak Ethiopia: analisis beberapa faktor
lingkungan berdasarkan survei kesehatan demografi 2016 Pendidikan ibu, jumlah
kunjungan perawatan antenatal, dan tempat persalinan tampaknya menjadi prediktor
terpenting dari stunting anak di Ethiopia. Oleh karena itu, mendidik dan
memberdayakan perempuan, meningkatkan akses terhadap layanan keluarga
berencana dan ANC, serta mengatasi malnutrisi pada ibu merupakan faktor penting
yang harus dimasukkan ke dalam kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi
stunting pada anak di Etiopia, dan setiap kenaikan satu sentimeter pada tinggi badan
ibu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya stunting sebesar 0,5% (p = 0,01) {9}.
Penelitian lain di Kamerun menunjukkan bahwa malnutrisi pada anak menemukan
bahwa gizi buruk berhubungan dengan usia ibu, usia anak, tingkat pendidikan ibu,
ibu yang memiliki informasi keluarga berencana, dan sumber air minum. Kondisi
stunting di negara ini dimulai setelah penyapihan. Angka kejadian gizi buruk sebesar
6%, stunting sebesar 31%, dan berat badan kurang sebesar 14%(10). Penelitian lain
juga mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peningkatan status gizi stunting
adalah asupan protein, asupan ini dapat meningkatkan pertambahan tinggi badan
anak stunting di wilayah kerja Puskesmas Payung Rejo. Penelitian yang dilakukan selama 3
bulan ini menunjukkan hasil bahwa asupan protein dapat meningkatkan berat badan
dan juga tinggi badan pada anak stunting (11).
Kejadian stunting di wilayah Dinas Kabupaten Tangerang khususnya di Puskesmas
Kemiri dan Puskesmas Rajeg disebabkan oleh kurangnya kesadaran orang tua dalam
memberikan gizi seimbang pada anak, faktor ekonomi karena orang tua yang
berpenghasilan di bawah UMR namun memilih membelanjakan uangnya untuk
keperluan lain dibandingkan dengan gizi anak. Peningkatan status gizi anak stunting
dipengaruhi oleh pemberian gizi seimbang (9).

KESIMPULAN
Usia pada anak stunting tidak memiliki hubungan dengan peningkatan status gizi
anak stunting, berdasarkan teori dan jurnal terkait yang mempengaruhi peningkatan
status gizi adalah pemberian gizi seimbang sehingga peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian lain mengenai peningkatan gizi seimbang.
https://doi.org/10.33755/jkk
16
p-ISSN: 2354 8428 | e-ISSN: 2598 8727 Jurnal Keperawatan Komprehensif
Vol. 8 No.1 Januari 2022

REFERENSI
1. Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbang). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Laporan Nasional.
Balitbang Depkes, Jakarta, 2018
2. Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbang). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Laporan Nasional.
Balitbang Depkes, Jakarta, 2016
3. UNICEF. Laporan Tahunan Indonesia. Jenewa: UNICEF; 2020.
4. Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbang). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Laporan Nasional.
Balitbang Depkes, Jakarta, 2020
5. Wahyudi, Rizki. 2018. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita Stunting. JIM FKep.
Pertumbuhan dan Perkembangan Balita Stunting. Volume IV No. 1 2018: 58-59.
6. Wahdah S, Juffrie M, Huriyati E. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6- 36
bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. J
Gizi dan Diet Indones (Indonesian J Nutr Diet. 2016;3(2):119.
7. Imas masturoh, nauri anggita. (2018). METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN
(Vol. 148).
8. Kemenkes RI, dirjen bina gizi. Pedoman gizi seimbang. Kemenkes RI.2014
9. Nebyu Daniel Amaha dan Berhanu Teshome Woldeamanuel Faktor-faktor ibu yang
terkait dengan stunting sedang dan berat pada anak-anak Ethiopia: analisis
beberapa faktor lingkungan berdasarkan survei kesehatan demografi tahun
2016. Nutrition Journal, Volume 20, Nomor artikel: 18; DOI:
https://doi.org/10.1186/s12937-021- 00677-6
10. Nur, R., Ayu, S., Surahman, N., Gizi, P. S., Kesehatan, F., Pringsewu, U. A., Gizi, A.,
Payungrejo, P., (2020). Hubungan asupan protein dengan penambahan tinggi badan
anak balita akibat kurangnya asupan gizi. Kondisi stunting akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan balita baik secara fisik maupun kognitif (Sundari,
2016).
). Perkembangan dan pertumbuhan yang dapat tumbuh . 3(1), 24-26.
11. Ngahori Chikako, Jean, Taro. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status
gizi pada anak usia 5-24 bulan di Republik Kamerun.
https://doi.org/10.1111/nhs.12176

https://doi.org/10.33755/jkk

Anda mungkin juga menyukai