Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

EPIDIDIMITIS

Oleh :
Indriyati, S.Ked
K1B1 21 055

Pembimbing :
dr. Muhammad Risan, Sp. U

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Indriyati, S.Ked

NIM : K1B1 21 055

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Referat : Epididimitis

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2023


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Muhammad Risan, Sp. U

ii
1

EPIDIDIMITIS
Indriyati, Muhammad Risan

A. PENDAHULUAN

Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi

inflamasi ini dapat terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang

tepat penyakit ini dapat sembuh sempurna, tetapi jika tidak ditangani dengan

baik dapat menular ke testis sehingga menimbulkan orkitis, abses pada testis,

nyeri kronis pada skrotum yang berkepanjangan, dan infertilitas.1

Epididimis merupakan infeksi epididymis yang biasanya turun dari prostat

atau saluran urine yang terinfeksi. Kondisi ini dapat juga terjadi sebagai

komplikasi dari Gonorhea. Pada usia dibawah 35 tahun penyebab utama

epididimitis adalah ductus ejakulatorius kemuadia berjalan sepanjang vas

deferens ke epididimis.

Sebanyak 1 dari 100 orang di Amerika Utara mendatangi klinik urologi

didiagnosis dengan epididimitis. 1 Setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus

epididimitis di Amerika Serikat.1


2

B. ANATOMI

1. Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran

testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml

berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika

albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika

vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.

Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat

digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur

testis agar tetap stabil. Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli

dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus

terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli

seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses

spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi

memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut

sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.1

Gambar 1. Transportasi sperma dari testis, epididimis, dan vas deferens


3

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan

dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature

(dewasa) sel-sel spermatozoa bersama- sama dengan getah dari epididimis

dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu

setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens,

vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau

mani.1

Vaskularisasi

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1)

arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri

deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri

kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena

yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.

Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai

varikokel.1

2. Epididimis

Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput,

korpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan

testis melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri

testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis

berhubungan dengan vasa deferens.1


4

Sel-sel spermatozoa setelah diproduksi di dalam testis dialirkan ke

epididimis. Di sini spermatozoa mengalami maturasi sehingga menjadi

motil (dapat bergerak) dan disimpan di dalam kauda epididimis sebelum

dialirkan ke vas deferens.1

3. Vas Deferens

Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-

35cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius

di uretra posterior. Dalam perjalannya menuju duktus ejakulatorius, duktus

deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2)

pars skrotalis (3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum (5) pars ampularis. Pars

skrotalis ini merupakan bagian yang dipotong dan diligasi saat vasektomi.1

Duktus ini terdiri atas otot polos yang mendapatkan persarafan dari

sistem simpatik sehingga dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari

epididimis ke uretra posterior.1

B. DEFINISI

Epididimitis adalah peradangan dari epididimis. Epididimitis akut ditandai

dengan pembengkakan dan nyeri yang bersifat mendadak pada epididimis.

Sedangkan epididimitis kronis adalah peradangan dan nyeri pada epididimis yang

terjadi lebih dari enam minggu, seringkali tanpa disertai adanya pembengkakan.

Pembahasan di bawah ini bukan termasuk epididymitis TB.2


5

C. EPIDEMIOLOGI

Epididimitis diderita 1 dari 144 klien laki-laki (0,69%) pada usia 18-50 tahun

atau sekitar 600.000 kasus pada laki-laki usia 18-35 tahun di Amerika Serikat.

Epididimitis terutama diderita oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70

tahun baru ini terdapat kasus meningkatnya penyakit ini di Amerika Serikat

yang dihubungkan dengan meningkatnya laporan kasus Chlamydia dan

Gonorrhea.2

D. ETIOLOGI

Bermacam penyebab timbulnya epididymitis tergantung dari usia klien,

sehingga penyebab dari timbulnya epididymitis dibedakan menjadi:2

a. Infeksi bakteri non spesifik

Bakteri coliform (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella)

menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak -anak, dewasa

dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum,

Corynebacterium, Mycoplasma dan Mima polymorpha juga dapat

ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh

Hemophilus influenza dan N meningitides sangat jarang terjadi.

b. Penyakit menular seksual (PMS)

Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang

dari 35 tahun dengan seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria

gonrrhoeae, Treponema Palidum, Thricomonas dan Gardnella vaginalis

juga sering terjadi pada populasi ini.


6

c. Virus

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada

epididimitis yang disebabkan virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps

merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain Coxsackie

virus A dan Varicella.

d. TB (Tuberculosis)

Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi didaerah

endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis

E. PATOGENESIS

Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam

buli-buli, prostat, atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis.

Dapat pula terjadi refluks urine melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran

bakteri secara hematogen atau langsung ke epididimitis seperti pada

penyebaran kuman tuberkulosis2.

Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (<35 tahun) yang

tersering adalah Chlamidia trachomatis atau Neiserria gonorhoika, sedangkan

pada anak-anak dan orang tua yang tersering adalah E.coli atau Ureoplasma

ureolitikum2.

F. KLASIFIKASI

Epididimitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, tergantung pada

lamanya gejala

a. Epididimitis Akut
7

Epididimitis Akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya

dalam beberapa hari (kurang dari enam minggu). Epididimitis akut

biasanya lebih berat daripada epididimitis kronis3.

b. Epididimitis Kronis

Epididimitis yang telah terjadi selama lebih dari enak minggu, ditandai

oleh peradangan bahkan ketika tidak adanya suatu infeksi. Pengujian

diperlukan untuk membedakan antara epididimitis dengan berbagai

gangguan lain yang dapat menyebabkan nyeri skrotum konstan, termasuk

didalamnya kanker testis, urat skrotum membesar (varikokel0, dan kista

dalam epididimis. Selain itu, saraf-saraf didaerah skrotum yang terhubung

ke perut kadang-kadang menyebabkan sakit seperti hernia. Kondisi ini

dapat berkembang bahkan tanpa adanya penyebab yang telah dijelaskan

sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini diperlukan perawatan yang mungkin

agak lama. Hal ini dikarenakan terdapat hipersensitivitas struktur tertentu,

termasuk saraf dan otot, yang dapat menyebabkan atau berkontribusi pada

epididimitis kronis3.

G. GEJALA KLINIK

Epididimitis akuta adalah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit

dibedakan dengan torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah

skrotum, diikuti dengan bengkak pada kauda hingga kaput epididimis. Tidak

jarang disertai demam, malese, dan nyeri dirasakan hingga ke pinggang.

Peneriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang

kala pada palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis.
8

Mungkin disertai dengan hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada

epididimis1.

Reaksi inflamasi dan pembengkakkan dapat menjalar ke funikulus

spermatikus pada daerah inguinal. Gejala klinis epididimitis akut sulit

dibedakan dengan torsio testis yang sering terjadi pada usia 10 - 20 tahun. Pada

epididimitis akut jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, nyeri akan

berkurang; hal ini berbeda dengan pada torsio testis1.

Pemeriksaan urinalisis dan darah lengkap dapat membuktikan adanya

proses inflamasi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi Doppller dan stetoskop

Doppller dapat mendeteksi peningkatan aliran darah di daerah epididimis.

H. DIAGNOSIS

Ketika mengevaluasi pasien dengan nyeri skrotum atau akut skrotum, harus
4,5
selalu waspada akan torsio testis. Baik epididimitis akut infeksius dan non

infeksius muncul dengan cara yang sama dengan orkitis infeksius akut maupun

non infeksius. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri lokal pada epididimis.

Namun, pada kebanyakan kasus testis juga terlibat pada proses peradangan dan

nyeri dan hal ini dikatakan sebagai epididimo-orkitis. Korda spermatika

menjadi nyeri dan bengkak.

Pada awal proses, hanya ekor epididimis yang mengalami nyeri, tetapi

inflamasi menyebar secara cepat ke seluruh epididimis dan apabila berlanjut ke

testis dan menjadi bengkak, maka epididimis sulit untuk dibedakan dari testis.

Pasien biasanya menpunyai riwayat nyeri yang lama terlokalisasi pada


9

epididimis. 2 Gejala- gejala lain yang dapat muncul yaitu demam dan keluhan

LUTS. 3 Pada epididimitis kronis, gejala yang muncul yaitu nyeri dan jarang

disertai gejala sistemik seperti demam

Pemeriksaan Penunjang

Pengambilan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang

yang baik dapat menentukan akar masalahnya. Pemeriksaan penunjang, apabila

memungkinkan, tidak perlu ditunda untuk dapat menyingkirkan dugaan torsio

testis.

Pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan dan menggunakan urin segar.

Ditemukannya leukosituria dapat membantu dalam menyingkirkan kecurigaan


3
tentang torsio. USG Doppler dapat dilakukan untuk melihat status

vaskularisasi penderita. Pada pemeriksaan USG Doppler yang menunjukkan

suatu peningkatan vaskularisasi, merupakan suatu gambaran peradangan.

I. TATALAKSANA

Pemilihan antibiotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada

pasien yang berusia dibawah 35 tahun dengan perkiraan kuman penyebabnya

adalah Chlamidia trachomatis atau Neiseria gonorhoica, antibiotika yang

dipilih adalah amoksisillin dengan disertai probenesid, atau ceftriakson yang

diberikan secara intravena. Selanjutnya diteruskan dengan pemberian

doksisiklin atau eritromisin per oral selama 10 hari. Tidak kalah pentingnya

adalah pengobatan terhadap pasangannya. 5

Sebagai terapi simtomatis untuk menghilangkan nyeri dianjurkan memakai

celana ketat agar testis terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas,
10

atau pemberian anestesi lokal/topikal. Untuk mengurangi pembengkakkan

dapat dikompres dengan es. 6,7

Pemberian terapi di atas akan meghilangkan keluhan nyeri dalam beberapa

hari, akan tetapi pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu, dan indurasi

pada epididimis akan bertahan sampai beberapa bulan.

Selain pemberian antibiotik, pemberian obat anti inflamasi, anti nyeri, dan

scrotal support dapat diberikan sebagai terapi empiris. 1-5 Secara umum

dipercaya bahwa epididimitis kronis adalah kondisi self-limited yang dapat

hilang dengan sendirinya, tetapi dapat memakan waktu tahunan hingga dekade.

Operasi menghilangkan epididimis (epididimectomy) hanya dipertimbangkan

jika seluruh terapi konservatif tidak lagi bermanfaat dan pasien menerima jika

operasi hanya akan mengurangi 50% dari nyeri.

Regimen terapi antibiotik empiris berdasarkan guideline adalah:

1. Laki-laki dengan epididymitis akut dan kemungkinan rendah infeksi

gonorrhea (tidak ada secret) : Dapat dipilih obat tunggal atau kombinasi

dari dua obat dengan dosis dan durasi yang cukup untuk mengeradikasi C.

trachomatis dan Enterobactericeace, dengan pilihan:

a. Floroquinolon per oral, 1 kali tiap 24 jam selama 10 hingga 14 hari.

atau

b. Doxycycline 200mg dosis inisial per oral, kemudian 100mg per oral tiap 12

jam selama 10 hingga 14 hari ditambah antibiotik sensitif Enterobacteriaceae

selama 10 hingga 14 hari.


11

2. Laki-laki dengan kemungkinan tinggi epididimitis akut oleh karena

infeksi N. gonorrhoeae, maka harus menggunakan agen yang sensitif


10
terhadap Gonococcus dan C. trachomatis seperti :

a. Ceftriaxone 500mg intramuscular dosis tunggal ditambah Doxycicline

200mg dosis inisial per oral, kemudian 100mg per oral tiap 12 jam selama 10

hingga 14 hari.

3. Epididimitis akut pada laki-laki yang tidak aktif secara seksual, dapat

menggunakan agen tunggal dengan dosis dan durasi yang cukup untuk

mengeradikasi Enterobacteriaceae, seperti Floroquinolon per oral, 1 kali tiap 24


10
jam selama 10 hingga 14 hari.

J. KOMPLIKASI

Apabila epididimitis tidak ditangani dengan baik, dapat meluas

hingga testis mengakibatkan suatu orkitis. Pada kondisi yang lebih parah,

akumulasi dari pus dapat membentuk suatu abses.


12

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Perpustakaan Nasional RI.


Jakarta. 2003
2. J. Curtis Nickel, MD, FRCSC. Campbell-Walsh Urology, Eleventh
Edition: Elsevier Health Sciences; 2016.
3. Christina B Ching, MD. Medscape: Epididimitis. 2015.
4. Thomas H. Trojian, MD et al. Epididimitis and Orchitis: An Overview.
University of Connecticut School Of Medicine. 2009.
http://www.aafp.org/afp/2009/0401/p583.html.
5. Jerilyn M. Latini, MD et al. Clinical Men’s Health: Evidence in Practice.
2007.
6. J. Curtis Nickel, MD, FRCSC. Chronic Epididymitis: A Practical
Approach to Understanding and Managing a Difficult Urologic Enigma.
2003. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1553215/.
7. Scott Litin. Mayo Clinic Family Health Book, Fourth Edition. 2009.
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/epididymitis/.
8. S. Tekgül et al. Guidelines on Paediatric Urology. EAU Extended
Guidelines. 2015.
9. A.Jungwirth et al. Guidelines on Urological Infections. EAU Extended
Guidelines. 2015.
10. C. Radmayr et al. EAU Guidelines on Paediatric Urology. EAU Full
Guidelines. 2019.
11. G. Bonkat et al. EAU Guidelines on Urological Infections. EAU Full
Guidelines. 2019.

Anda mungkin juga menyukai