Bab Iv
Bab Iv
id
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Letak Geografis Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah dengan luas wilayah sebesar 46.666 Ha atau 1,43% luas
wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis Kabupaten Sukoharjo
terletak pada 1100 42’ 06,79” - 1100 57’ 33,70” Bujur Timur dan 70 32’
17.0 ” - 70 49’ 32.00” Lintang Selatan. Kabupaten Sukoharjo secara
topografis memiliki kemiringan datar (0%-2%) seluas 36.443 Ha,
bergelombang (2%-15%) seluas 8.609,25 Ha, curam (15%-40%) seluas
1.088,75 Ha dan sangat curam seluas 525 Ha.
Kabupaten Sukoharjo memiliki 16 embung, 1 waduk, 1 bendungan, 70
daerah irgiasi dan 34 sungai dimana Sungai Bengawan Solo merupakan
sungai dengan panjang 41,5 Km (Dinas Lingkungan Hidup Sukoharjo,
2018). Kabupaten Sukoharjo terletak diantara 6 (enam) Kabupaten/Kota,
yang berbatasan langsung secara administratif sebagai berikut:
a. Utara :Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
b. Timur :Kabupaten Karanganyar
c. Selatan :Kab. Gunung Kidul (DIY) dan Kab. Wonogiri
d. Barat :Kab. Boyolali dan Kab. Klaten
Wilayah Kabupaten Sukoharjo sebelah utara yaitu Kecamatan Baik,
Kevamatan Grogol, dan Kecamatan Mojolaban berbatasan langsung dengan
Kota Surakarta. Sedangkan tiga Kecamatan yang dilalui oleh jalur lintas
Provinsi adalah Kecamatan Nguter, Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan
Grogol. Wilayah terluas adalah Kecamatan Polokarto dengan luas 6.216 Ha
(13,32%). Wilayah terkecil adalah Kecamatan Kartasura dengan luas 1.923
Ha (4,12%). Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Sukoharjo tersaji
pada tabel 4.1.
commit to user
33
library.uns.ac.i digilib.uns.a3
bangunan, dan tanaman pangan karena kelerangan tersebut tidak rawan tanah
longsor. Apabila gambar 4.2 dibandingkan gambar 4.1, Kawasan peruntukan
perumahan; perindustrian; dan pertanian cenderung dikembangkan pada
kelerangan 0-2 % dan 2-5%.
Berdasarkan jenis tanah, Kabupaten Sukoharjo memiliki enam jenis
tanah yang beberda. Jenis tanah yang paling banyak ditemui adalah jenis
gromosol yang tersebar di wilayah Kabupaten Sukoharjo bagian tengah
terdiri dari Kecamatan Mojolaban, Polokarto, Bendosari, Nguter, Tawangsari,
dan Bulu. Jenis aluvium terdapat pada Kecamatan Baki, Grogol, Sukoharjo,
dan Nguter. Jenis tanah ini tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura,
Nusa Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Tanah ini memiliki sifat mengembang
commit to user
bila basah dan mengkerut bila kering, sehingga pengelolaan tanah ini perlu
library.uns.ac.i digilib.uns.a3
irigasi air yang baik untuk memeuhi kebutuhan tanaman. Tanaman yang
dapat tumbuh di tanah Gromosol adalah padi, jagung, kedelai, tebu, kapas,
tembakau, dan jati (Buol; F.D Hole; dan R.J Mc Cracker, 1980). Ketika
gambar 4.3 dibandingkan gambar 4.1, perkembangan kawasan pertanian
untuk tanaman pangan banyak dikembangkan pada area dengan jenis tanah
gromosol.
Jenis Latosol terdapat pada Kecamatan Polokarto, Bendosari, dan
Nguter. Jenis regosol terdapat pada ujung bagian barat yaitu Kecamatan Kartasura, Gatak, Weru
2,70% (708 hektar). Dari jenis penggunaan tanah kering pada tahun 2018,
Penggunaan tanah kering untuk pekarangan lebih besar dari pada penggunaan
kebun; hutan rakyat; dan tambak. Lahan pekarangan sebesar 64,91% (17.009
hektar); Kebun 15,36% (4.025 hektar); hutan rakyat 5,27% (1.382 hektar);
dan tambak 0,19% (49 hektar). Luas lahan bukan sawah menurut jenis
penggunaan tersaji pada tabel 4.3 dan jenis penggunaan tanah kering tersaji
pada grafik 4.3.
Tabel 4.3 Luas Bukan Sawah Menurut Jenis Penggunaan di Kabupaten
Sukoharjo
Jenis Bukan Sawah (hektar) Total Luas
Tahun Tanah Hutan Perkebunan Bukan
Kering Negara Negara Pekarangan Sawah
2003 24.337 390 755 15.613 25.482
2004 24.343 390 755 15.627 25.482
2005 24.398 390 759 15.814 25.547
2006 24.472 390 708 16.063 25.570
2007 24.457 390 708 16.074 25.555
2008 24.442 390 708 16.087 25.545
2009 24.307 390 708 16.099 25.409
2010 24.281 390 708 16.058 25.379
2011 24.514 390 708 16.223 25.612
2012 24.558 390 708 16.268 25.656
2013 24.710 390 708 16.464 25.808
2014 24.754 390 708 16.473 25.852
2015 24.925 390 708 16.671 26.023
2016 24.951 390 708 16.761 26.049
2017 25.050 390 708 16.881 26.148
2018 25.108 390 708 17.009 26.206
Sumber: Sukoharjo Dalam Angka, BPS Sukoharjo (2002-2019)
Dari tahun 2003 hingga tahun 2018 terlihat jika lahan sawah cenderung
mengalami pengurangan dan sebaliknya luas lahan bukan sawah mengalami
perluasan. Luas lahan bukan sawah yang mengalami perluasan adalah
pekarangan. Pekarangan berkaitan dengan kebutuhan penduduk untuk tempat
tinggal. Sedangkan luas lahan sawah menurut jenis pengairan, semua jenis
lahan sawah mengalami pengurangan luas selama 15 tahun kecuali jenis
irigasi 1/2 teknis yang mengalami peningkatan pada tahun 2018. Peta
penggunaan lahan Kabupaten Sukoharjo tersaji pada gambar 4.4.
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a4
4. Kondisi Perindustrian
Sektor industri memiliki peran sebagai penggerak pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Sukoharjo. Sektor Industri memiliki sumbangan paling
besar di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan PDRB konstan, sektor industri
meningkat dari Rp1.014.529.700.000,00 pada tahun 2000 menjadi
Rp1.813.182.174.406,06 pada tahun 2014 (BPS Sukoharjo, 2014).
Berdasarkan tahun 2002 hingga 2017, rata-rata pertumbuhan jumlah
industri sebesar 1,1%. Jumlah industri meningkat dari 14.414 unit pada tahun 2002 menjadi 17.1
dan Kecil semakin sedikit. Kondisi ini menunjukkan bahwa Industri Besar
dan Kecil sebagai industri padat karya di Kabupaten Sukoharjo. Jumlah
pekerja Industri Besar; Menengah; dan Kecil di Kabupaten Sukoharjo tersaji
pada grafik 4.8.
14
12
10
8
6
4
2
0
200020022004
2006 200820102012201420162018
Besar Menengah Kecil
Sumber: Sukoharjo Dalam Angka, BPS Sukoharjo (2002-2018)
Grafik 4.9 Produktivitas Investasi Industri Menurut Skala Usaha di
commit to user
Kabupaten Sukoharjo
library.uns.ac.i digilib.uns.a4
6
Produktivitas Investasi
0
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a5
30%
25%
24%23%23% 23%
25%
21%
19%
20% 17% 18%
16%
14%14%
15%
10% 9%
9%8%8% 8%8%7%8%
10% 7% 6%7%
6%6%
5%
0%
Sumber: Diadopsi dari Bappenas Tahun 2015 serta Pemanfaatan Pengindraan Jauh Untuk
Penyusunan RTRW/RDTR oleh BAPPEDA Prov. Jawa Tengah Tahun 2018
Gambar 4.5 Keterkaitan Perencanaan Pembangunan Dan Tata Ruang di
Indonesia
Hirarki penyusuanan tata ruang wilayah dari gambar 4.5
menunjukkan bahwa penetapan tata ruang wilayah bersifat fleksibel.
Penetapan tata ruang bersifat fleksibel memiliki makna bahwa tata ruang
dapat diubah sesuai kebutuhan ruang yang ditetapkan oleh Kepala Daerah
terpilih. Pernyataan tersebut didukung UU. No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dengan tidak ada aturan periode RTRW dan Terdapat
amanat bahwa RTRW harus menjadikan RPJPD dan RPJMD sebagai
dasar penyusunan. RPJD memang sudah terdapat aturan baku periode 20
tahun dan alur penyusunan yang harus sesuai RPJN. Sedangkan, RPJMD
bersifat fleksibel sesuai pelaksanaan pilkada di daerah dan sesuai arah
Kepala Daerah terpilih (BAPPENAS, 2015).
Alur kebijakan penataan ruang aturan tersebut cenderung mengikuti
kebutuhan visi, misi, dan program dari Kepala Daerah yang terpilih.
Pernyataan tersebut didukung dalam PP No.8 Tahun 2008 pasal 15 ayat 2,
RPJMD mengakomodasi implementasi dari visi; misi; dan program Kepala
Daerah terpilih. Sedangkan, Kepala Daerah dalam penyusunan draft
perencanaan pembangunan dan penataan ruang daerah dibantu oleh
BAPPENAS; BAPPEDA. BAPPENAS dan BAPPEDA menjabarkan visi,
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a5
tanggal 28 Januari 2020; serta 4) acara purna tugas Bupati periode 2016-
2021 tidak dihadiri oleh Wakil Bupati Sukoharjo tanggal 17 Februari
2021. Acara yang telah uraikan, Bupati cenderung melibatkan elit partai
politik nasional; istri; serta sekretaris daerah dalam sesi foto peresmian.
Pilkada tahun 2020 menunjukkan bahwa istri dan mantan Sekda tersebut
mencalonkan diri sebagai calon bupati dan wakil bupati sukoharjo periode
2021-2024. Pasangan tersebut memenangkan pilkada tahun 2020.
Sumber: Rekaman dari akun resim youtube, Konco Wardoyo (17 Oktober 2017)
Gambar 4.17 Acara MoU Pelaksanaan corporate farming dengan Bank
Indonesia di Kabupaten Sukoharjo
Pelaksanaan corporate farming di Kabupaten Sukoharjo semakin
dipertegas dengan kunjungan kerja Kementerian Pertanian pada 30
September 2019. Kementerian Pertanian telah memberikan bantuan
kepada Kabupaten Sukoharjo dengan bantuan sejumlah alsintan seperti
Drone penebar benih padi; drone penebar prill; drone sprayer untuk
aplikasi pestisida; robot tanam padi; traktor rawa; dan mesin panen plus
olah tanah terintegrasi (PPID Sukoharjo, 2019). Dalam acara tersebut,
commit to user
Menteri Pertanian menyampaikan pesan, “Melalui implementasi
library.uns.ac.i digilib.uns.a7
(pengerjaaan
library.uns.ac.i digilib.uns.a7
lahan secara bersama oleh Badan Usaha Milik Petani); dan integrated
farming (integrasi pertanian dan peternakan sapi)”. Menurut Dinas
Pertanian (2000), konsep pemberdayaan corporate farming adalah suatu
bentuk kerjasama ekonomi dari sekelompok petani dengan orientasi
agribisnis melalui konsolidasi pengelolaaan lahan dengan tetap menjamin
kepemilikan lahan pada masing-masing petani; efisiensi usaha;
standarisasi mutu; efektivitas; dan efisiensi manajemen pemanfaatan
sumberdaya yang dimiliki.
Menurut Musthofa dan Kurnia (2018), corporate farming dapat
dijadikan sebagai solusi dalam mengatasi masalah petani berupa luas
lahan; status penguasaan lahan pertanian; akses terhadap informasi;
peningkatan partisipasi petani dalam penyuluhan pertanian dan
peningkatan kapasitas organisasi lokal terutama organisasi petani.
Menurut Kurnia (2004), corporate farming merupakan upaya untuk
meningkatkan produktivitas lahan dan keuntungan usaha tani pada lahan
sempit melalui mekanisme penggabungan lahan yang terpencar dalam
satu badan usahatani yang terpadu, professional, dan manajemen dari
petani. Pendapat tersebut didukung dan dilengkapi oleh Setiawan (2008),
konsep corporate farming dikembangkan sebagai upaya meningkatkan
adaptasi petani terhadap teknologi tepat guna, meningkatkan kemampuan
petani dalam manajemen usahatani, dan mengembangkan potensi dari
komoditas unggulan di daerah.
Penggunaan konsep corporate farming mampu meningkatkan
realisasi intensifikasi padi di Kabupaten Sukoharjo. Menurut BPS (2012),
intensifikasi adalah upaya meningkatkan produktivitas dari sumberdaya
lahan yang terbatas dengan penerapan Sapta Usaha. Sapta usaha adalah
tujuh usaha dalam proses produksi pertanian terdiri dari penggunaan bibit
unggul; pemberian pupuk; manajemen usahatani; pengendalian jasad
pengganggu; penyediaan dan pengaturan air; serta perlakuan panen
hingga pasca panen. Realisasi intensifikasi padi meningkat dari 50.194
hektar pada tahun 2003 menjadi 53.463 hektar pada tahun 2018.
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a7
.
Sumber: Sukoharjo Dalam Angka, BPS Sukoharjo (2003-2018)
Grafik 4.17 Intensifikasi Padi di Kabupaten Sukoharjo Pengembangan kelembagaan ditujuka
teknologi dan modal sebagai faktor peningkatan produktivitas dan pemasaran hasil pertanian
transformasi dari pertanian tradisional menjadi modern (Ekowati;
commit to user
library.uns.ac.i digilib.uns.a7
Tanaman Pangan, konsumsi beras juga menunjukkan lebih tinggi pada periode
tahun 2011 hingga 2019. Indeks konsumsi beras dari Dirjen Tanaman Pangan
digunakan sebagai angka pembanding dari perhitungan dengan indeks konsumsi
beras BPS. Konsumsi beras di Kabupaten Sukoharjo tersaji pada grafik 4.20.