Anda di halaman 1dari 17

Nama : Dessy Rahma sari

Kelas : XII ADM 1

1. Pantai Kuta

Pantai Kuta adalah tempat wisata di Bali yang paling terkenal dan paling banyak
dikunjungi wisatawan karena lokasinya yang dekat dengan bandara, pantainya yang indah,
biaya yang murah, dan ombaknya yang cocok untuk peselancar pemula. Pantai Kuta juga
terkenal dengan panorama matahari tenggelamnya yang sangat indah. Fakta unik dari Pantai
Kuta adalah sebelum Pantai Kuta menjadi sebuah tempat wisata di Bali yang wajib
dikunjungi seperti sekarang ini, Pantai Kuta merupakan sebuah pelabuhan besar, pusat
perdagangan di Bali. Dengan pasir putih dan laut birunya, dilengkapi dengan fasilitas
pendukung yang sangat lengkap, Pantai Kuta adalah primadona wisata Bali.

2. Pura Tanah Lot

Pura Tanah Lot adalah salah satu tempat wisata di Bali yang terkenal dengan
keindahannya, terutama pada saat matahari terbenam. Pura Tanah Lot yang terdiri dari 2 buah
pura merupakan pura tempat memuja dewa laut. Keunikan dari Pura Tanah Lot adalah pura
ini berada di atas sebuah batu karang besar di pinggir laut. Pada saat air laut pasang, anda
tidak dapat mendekat ke Pura Tanah Lot karena di sekitar batu karang penyangga Pura Tanah
Lot akan digenangi air laut. Pada saat air surut anda dapat melihat beberapa ular laut jinak
yang menurut penduduk setempat merupakan penjaga Pura Tanah Lot. Selain itu, di lokasi ini
anda juga dapat memegang ular suci yang jinak dan tidak berbahaya.
3. Pantai Padang Padang

Pantai Padang Padang mungkin kurang begitu terkenal bila dibandingkan dengan Pantai
Kuta, namun Pantai Padang Padang adalah pantai yang sangat indah dan unik. Pada saat saya
pertama datang ke Pantai Padang Padang juga saya mengira bahwa pantai ini adalah pantai
yang tidak menarik karena kurang terkenal, namun ternyata saya salah. Pantai Padang Padang
adalah pantai kecil yang tersembunyi dibalik sebuah tebing di kawasan Pecatu, dekat
Uluwatu. Untuk dapat mencapai Pantai Padang Padang, anda harus melewati sebuah tangga
yang membelah tebing. Pantai Padang Padang tidak besar dan luas, namun sangat indah dan
menarik untuk dikunjungi. Sebagian besar pengunjung Pantai Padang Padang adalah
wisatawan asing karena Pantai Padang Padang kurang terkenal dikalangan wisatawan dalam
negeri.

4. Danau Beratan Bedugul

Danau Beratan Bedugul adalah sebuah danau yang berlokasi di daerah pegunungan
dengan suasana alam yang asri. Keunikan dari Danau Beratan Bedugul adalah keberadaan
pura yang bernama Pura Ulun Danu. Pura Ulun Danu terletak di pinggir Danau Beratan
Bedugul dan merupakan salah satu daya tarik utama Danau Beratan Bedugul. Selain itu
wisatawan juga dapat menikmati permainan air dan menyewa perahu di Danau Beratan
Bedugul.

Sejarah Danau Beratan Bedugul :


Dalam sejarah pendirian Pura Ulun Danu Beratan dapat dilacak pada salah satu kisah
yang terekam dalam Lontar Babad Mengwi. Dalam babad tersebut dituturkan mengenai
seorang bangsawan bernama I Gusti Agung Putu yang mengalami kekalahan perang dari I
Gusti Ngurah Batu Tumpeng.
Untuk bangkit dari kekalahan tersebut, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak Gunung
Mangu hingga memperoleh kekuatan dan pencerahan. Selesai dari pertapaannya, ia
mendirikan istana Belayu (Bela Ayu), kemudian kembali berperang melawan I Gusti Ngurah
Batu Tumpeng dan memperoleh kemenangan. Setelah itu, I Gusti Agung Putu yang
merupakan pendiri Kerajaan Mengwi ini mendirikan sebuah pura di tepi Danau Beratan yang
kini dikenal sebagai Pura ulun Danu Beratan
Dalam Lontar Babad Mengwi juga dikisahkan bahwa pendirian pura ini dilakukan
kira-kira sebelum tahun 1556 Saka atau 1634 Masehi, atau sekitar satu tahun sebelum
berdirinya Pura Taman Ayun, sebuah pura lain yang juga didirikan oleh I Gusti Agung Putu.
Pendirian Pura Ulun Danu Beratan konon telah membuat masyhur Kerajaan Mengwi dan
rajanya, sehingga I Gusti Agung Putu dijuluki “I Gusti Agung Sakti” oleh rakyatnya.

5. Garuda Wisnu Kencana (GWK)

Garuda Wisnu Kencana atau biasa disingkat GWK adalah sebuah taman wisata
budaya yang berlokasi di Bali Selatan. Garuda Wisnu Kencana adalah sebuah patung yang
sangat besar karya I Nyoman Nuarta. Saat ini, patung Garuda Wisnu Kencana belum
sepenuhnya selesai dibuat, hanya sebagian saja yang telah selesai, namun walau begitu anda
tetap dapat menikmati kemegahan Garuda Wisnu Kencana. Selain patung, anda juga dapat
melihat keindahan bukit kapur yang di potong menjadi balok-balok kapur besar. Balok-balok
kapur ini nantinya akan penuh dengan pahatan. Selain itu di kawasan Garuda Wisnu Kencana
juga terdapat teater seni, anda dapat menikmati berbagai jenis tari dan kesenian Bali di teater
ini setiap harinya.

Sejarah Garuda Wisnu Kencana :

Alkisah di sebuah negeri, tersebutlah seorang Rsi yang baik nan bijaksana. Rsi
tersebut bernama Rsi Kasyapa. Beliau memiliki 2 orang istri yakni Kadru dan Winata. Rsi
kasyapa selalu berbuat adil kepada kedua istrinya, walaupun begitu salah satu istrinya yaitu
Kadru selalu menaruh rasa iri dan dengki kepada Winata.
Kisah pun berlanjut, alkisah Kedua istri Rsi Kasyapa masing-masing dikaruniai
momongan(anak). Kadru dikaruniai para Naga, sedangkan Winata dikaruniai seekor Burung
Garuda. Kadru yang tetap memiliki rasa iri dan dengki terhadap Winata selalu melancarkan
niat jahat agar Winata dapat keluar dari lingkaran keluarga Rsi Kasyapa.
Suatu ketika, Para Dewa mengaduk-aduk samudra untuk mendapatkan Tirtha
Amartha. Tirtha(air) yang diebut-sebut dapat memberikan keabadian kepada siapapun yang
dapat meminumnya walaupun hanya setetes. Bersamaan dengan kejadian itu, muncullah kuda
terbang bernama Ucaihswara. Oleh karena Kadru yang selalu menaruh rasa dengki terhadapa
Winata, Kadru kemudian menantang Winata untuk menebak warna Kuda Ucaihswara yang
belum terlihat oleh mereka.
Winata kemudian menyanggupi tantangan dari Kadru dengan perjanjian, jika
siapapun yang kalah harus bersedia menjadi budak dan selalu mentaati seluruh perintah dari
yang menang. Kemudian Kadru menebak warna kuda itu berwarna hitam, dan Winata
menebak warna kuda itu berwarna putih. Sebelum kuda itu muncul, secara diam-diam Kadru
menerima informasi dari anaknya(naga) bahwa kuda itu sebenarnya berwarna putih.
Mengetahui bahwa dirinya akan kalah, maka Kadru berbuat licik dengan menyuruh anaknya
untuk menyembur dengan racun tubuh kuda itu sehingga terlihat kehitaman. Benar saja kuda
yang dulunya putih kemudian menjadi hitam setelah muncul dan dilihat oleh Kadru dan
Winata. Karena Winata merasa dirinya telah kalah, maka ia bersedia menjadi budak Kadru
selama hidupnya.
Mengetahui kelicikan Kadru, anak Winata yakni sang Garuda tidak tinggal diam. Dia
kemudian bertarung dengan anak-anak Kadru yakni para Naga yang berlangsung tanpa henti
siang dan malam. Keduanya berhasil menahan imbang disetiap pertarungan sampai akhirnya
para Nagapun memberikan persyaratan bahwa dia akan membebaskan Winata dengan syarat
sang Garuda dapat membawakan Tirtha Amartha kepada para Naga.
Sang Garuda menyanggupinya, dia bersedia mencari Tirtha Amertha yang tidak dia ketahui
tempatnya agar dia dapat menyelamatkan ibunya dari perbudakan. Di tengah petualangannya,
sang Garuda bertemu dengan Dewa Wisnu yang membawa Tirtha Amertha. Garuda
kemudian meminta Tirtha Amertha itu, Dewa Wisnu menyanggupinya dengan syarat agar
Garuda mau menjadi tunggangan Dewa Wisnu yang kemudian disebut sebagai Garuda Wisnu
Kencana.
Garuda kemudian mendapat tirtha amertha dengan berwadahkan kamendalu dengan
tali rumput ilalang. Ia memberikan tirtha tersebut kepada para naga, namun sebelum para
naga sempat meminumnya tirtha itu terlebih dahulu diambil oleh dewa indra yang kebetulan
lewat. Namun tetesan tirtha amertha itu masih tertinggal di tali rumput ilalangnya. Naga
kemudian menjilat rumput ilalang tersebut yang ternyata sangat tajam dan lebih tajam dari
pisau. Oleh karena itu lidah naga menjadi terbelah menjadi 2 ujung yang kemudian disetiap
keturunan naga itu juga memiliki lidah yang terbelah.
Kemudian ibu Winata berhasil dibebaskan dari jeratan perbudakan.
Begitulah akhir cerita dari Sejarah Cerita Garuda Wisnu Kencana. Lalu apa hubungan Garuda
anak Winata dengan Garuda Lambang Negara Indonesia? Karena melihat filosofi diatas para
petinggi yang membangun Negara Indonesia kemudian memilih Burung Garuda sebagai
lambang Negara Indonesia karena melihat kegigihan Burung Garuda dalam berbakti kepada
ibunya agar ibunya dapat lolos dari perbudakan. Garuda tersebut melambangkan kegigihan
masyarakat pribumi (masyarakat indonesia) dalam memperjuangkan tanah Ibu pertiwi agar
lolos dari perbudakan para penjajah kala itu.

6. Pantai Lovina
Pantai Lovina mungkin tidak terlalu sering terdengar di kalangan wisatawan. Pantai Lovina
adalah salah satu tempat wisata di Bali yang paling saya sukai karena di Pantai Lovina kita
dapat melihat lumba-lumba berenang dan meloncat di habitat aslinya. Terletak di Bali Utara
dekat dengan Kota Singaraja, anda akan pergi ke tengah laut dan melihat lumba-lumba
dengan menggunakan perahu nelayan. Lumba-lumba Pantai Lovina bermain di tepi pantai
pada pagi hari, oleh karena itu biasanya wisatawan berangkat dari pinggir pantai mulai dari
jam 6 pagi.

Sejarah Pantai lovina :


Sejarah Lovina
Menyinggung sejarah Lovina, tentunya tidak bisa lepas dengan sosok Anak Agung Panji
Tisna. Nama Panji Tisna sering ditulis Pandji Tisna. Sekitar 1950-an, Anak Agung Panji
Tisna, pernah melakukan perjalanan ke beberapa negara di Eropa dan Asia. Apa yang
menarik perhatian beliau terutama adalah kehidupan masyarakat di India. Dia tinggal
beberapa minggu di Bombay (sekarang Mumbai). Cara hidup dan kondisi penduduk di sana,
serta merta mempengaruhi cara pikir dan wawasan beliau ke depan untuk Bali, terutama
pembangunan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Buleleng.

Sementara itu, Panji Tisna juga melihat suatu tempat yang ditata indah untuk orang-orang
berlibur di pantai. Tanah tersebut memiliki kesamaan dengan tanah miliknya di pantai Tukad
Cebol, Buleleng, Bali Utara, yang juga terletak di antara dua buah aliran sungai. Inspirasi
Panji Tisna muncul untuk membangun sebuah peristirahatan seperti itu.

Pemunculan Lovina di Bali


Kembali dari luar negeri pada tahun 1953, Anak Agung Panji Tisna segera menyatakan
inspirasinya dan mulai membangun di tanah miliknya, sebuah pondok bernama "LOVINA".
Tempat itu dimaksud untuk para “pelancong”, istilah sekarang “turis”, untuk berlibur.
Dilengkapi dengan 3 kamar tidur utuk menginap dan sebuah restoran kecil dekat di pinggir
laut. Waktu itu, beberapa pengamat bisnis mengkawatirkan, bahwa rencana Panji Tisna tidak
akan berhasil seperti yang diharapkan. Terlalu awal waktunya untuk membuat usaha sejenis
itu di pantai terpencil seperti pantai di Tukad Cebol. Pengamat budaya lokal menyatakan,
"Lovina" adalah sebuah kata asing, bukan bahasa Bali. Selanjutnya lagi, tidak ada huruf "v"
dalam aksara Bali. Komentar lain mengatakan dengan tegas, jangan menggunakan kata
“Lovina”, sebaiknya dihapus saja.

Anak Agung Panji Tisna, pada tahun 1959, menjual Penginapan Lovina kepada kerabatnya
yang lebih muda, Anak Agung Ngurah Sentanu, 22 tahun, sebagai pemilik dan manajer.
Bisnis ini berjalan cukup baik. Namun, tidak ada pelancong atau turis. Hanya datang
beberapa teman Panji Tisna berasal dari Amerika dan Eropa, serta pejabat pemerintah daerah
dan para pengusaha untuk berlibur. Merasa beruntung juga, karena pada hari-hari khusus
seperti hari Minggu dan hari libur, juga pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan,
banyak orang termasuk pelajar yang datang menikmati suasana alam pantai.

Karma dalam kehidupan Lovina


Sejak jaman penjajahan Belanda sampai jaman kemerdekaan, Singaraja dikenal sebagai ibu
kota. Status ini bertahan dengan mapan sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan
perdagangan. Namun kondisi seperti itu tiba-tiba berubah. Pada awal 1960, Singaraja tidak
lagi sebagai ibukota, karena digantikan oleh Denpasar, yang selanjutnya menjadi ibu kota
propinsi Bali. Akibatnya jelas, kegiatan pembangunan, dan perdagangan turun tajam di
Singaraja, dan wilayah utara Bali pada umumnya. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk
membangkitkan kembali kondisi normal di Bali Utara.

Mulainya pariwisata di Bali


Sejak Hotel Bali Beach dibangun pada tahun 1963, pariwisata mulai dikenal di Bali.
Pembangunan fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran mulai menyebar ke seluruh Bali.
Para turis berbondong-bondong datang ke Bali setelah Bandara Ngurah Rai dibuka tahun
1970. Pemerintah Buleleng memprogramkan agar sektor pariwisata dipacu sebagai salah satu
andalan untuk kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pada itu, sorotan
tertuju pada peran Lovina dalam kegiatan pariwisata. Maka, muncul pengakuan dan
penolakan kehadiran Lovina.

Dinamika pariwisata di Buleleng


Di wilayah timur Buleleng, pemandian alam Yeh Sanih di desa Bukti, bangkit sebagai
saingan Lovina. Pengembangan Yeh Sanih mendapat dukungan yang lebih ketimbang
Lovina, baik dari pihak pengusaha maupun pengamat pariwsata. Karena Yeh Sanih memang
nama asli sebuah kolam alami di desa Bukti di belahan timur wilayah Buleleng. Tetapi para
turis kebanyakan minta para agen perjalanan untuk memilih Lovina.

Lovina "dibekukan" dengan resmi


Pengembangan pariwisata di Bali yang pesat di tahun 1980, mendorong pemerintah
membentuk kawasan-kawasan wisata, seperti Kawasan Wisata “Kuta” dan “Sanur”. Di
kabupaten Buleleng, dibentuk Kawasan Wisata “Kalibukbuk” dan “Air Sanih”. Dalam waktu
itu, ada arahan dari Gubernur Bali, agar nama Lovina tidak dikembangkan lagi, karena nama
itu tidak dikenal di Bali. Lagipula yang seharusnya dikembangkan adalah pariwisata budaya
Bali. Karena itu, para pengusaha selanjutnya memakai nama-nama seperti Manggala, Krisna,
Angsoka, Nirwana, Lila Cita, Banyualit, Kalibukbuk, Aditya, Ayodia, dan lainnya.

Sedangkan Anak Agung Panji Tisna sendiri sudah membangun hotel dengan nama “Tasik
Madu”, terletak 100 meter di sebelah Barat Lovina, yang mejadi tempat tujuan alternatif.
Sedangkan Lovina tidak boleh dihadirkan. Nama Lovina disimpan oleh pemiliknya, Anak
Agung Ngurah Sentanu. Setelah Pondok Lovina direnovasi, selanjutnya memakai nama alias
yaitu: Pondok Wisata Permata (Permata Cottages). *Terpendam selama 10 tahun, "Lovina"
muncul sebagai "Maskot"

Dunia pariwisata telah mengenal Lovina sejak lama sebagai sebuah destinasi di Bali Utara.
Permintaan dari pebisnis dan agen perjalanan pun menuntut agar Lovina dihadirkan kembali.
Usaha untuk mengangkat Bali Utara sebagai destinasi wisata antara lain adalah dengan
kembali dengan cara mempopulerkan Lovina. Nama "Lovina" sudah pernah memakai nama
Pondok Wisata Permata (Permata Cottages), kembali memakai nama "Lovina" ( Lovina
Beach Hotel). Akhirnya, Lovina "menguasai" tidak kurang dari 6 pantai desa asli.
Deretan Pantai tersebut berada di 2 (dua) wilayah kecamatan bersebelahan, yaitu Kecamatan
Buleleng dan Kecamatan Banjar. Yang ada di Kecamatan Buleleng, yaitu Pantai Binaria di
desa Kalibukbuk, pantai Banyualit didesa Banyualit, Pantai Kubu Gembong di desa
Anturan/Tukadmungga, Panta Hepi di desa Tukadmungga, Pantai Penimbangan di desa
Pemaron. Sedangkan di Kecamatan Banjar, adalah Pantai Tukad Cebol di Kampung Baru
(Kaliasem), pantai Temukus didesa Temukus. Semua pantai terebut bergabung dalam nama
Pantai Lovina. Sedangkan, nama kawasan resmi adalah "Kawasan Wisata Kalibukbuk".

Lovina pembawa berkah untuk masyarakat


Lovina yang sejak lahir ditolak, tidak diakui, diragukan, dicurigai. Namun sekarang, Lovina
telah membawa berkah untuk banyak orang. Impian Anak Agung Panji Tisna sejak 1953,
telah terwujud. Lovina yang bersejarah berbentuk Lovina Beach Hotel masih ada dan
dipelihara oleh Anak Agung Ngurah Sentanu sampai sekarang.

Arti "Lovina". "Love" dan "Ina" yang diartikan sebagai Love Indonesia, tidak sesuai dalam
konteks Panji Tisna. Istilah “INA” adalah singkatan untuk kontingen atau rombongan atlet
Indonesia untuk Asian Games 1963. Sedangkan, Lovina didirikan pada tahun 1953. Menurut
Panji Tisna, Lovina memiliki makna filosofis, campuran dua suku kata "Love" dan "Ina".
Kata "Love" dari bahasa Inggris berarti kasih yang tulus dan "Ina" dari bahasa Bali atau
bahasa daerah yang berarti "ibu". Menurut penggagasnya, Anak Agung Panji Tisna, arti
"Lovina" adalah "Cinta Ibu" atau arti luhurnya adalah "Cinta Ibu Pertiwi".
7. Pura Besakih

Pura Besakih adalah sebuah pura yang berlokasi di kaki Gunung Agung, dan merupakan pura
terbesar di Bali. Di Pura Besakih sering diadakan acara keagamaan Hindu karena Pura
Besakih dipercaya sebagai tempat suci dan merupakan induk dari seluruh pura yang ada di
Bali. Pura Besakih dibangun dengan konsep keseimbangan Tuhan, manusia, dan alam atau
sering disebut dengan sebutan Tri Hita Karana. Untuk dapat memasuki area Pura Besakih,
anda harus menggunakan sarung yang dapat dipinjam di sekitar lokasi Pura Besakih.

Sejarah Pura Besakih :

Pura Besakih merupakan pura terbesar yang ada di Bali yang tepatnya terletak di
Kecamatan Rendang,Kabupaten Karangasem. Dulu, tempat sebelum dibangunnya Pura
Besakih hanya terdapat kayu-kayuan dalam sebuah hutan belantara. Sebelum adanya selat
Bali ( Segara Rupek ) Pulau Bali dan pulau Jawa dahulu masih menjadi satu dan belum
dipisahkan oleh laut, pulau ini bernama Pulau Panjang atau Pulau Dawa. Di suatu tempat di
Jawa Timur yaitu di Gunung Rawang (Gunung Raung) ada seorang Yogi atau pertapa yang
bernama Resi Markandeya. Karena ketinggian ilmu bhatinnya ,kesucian rohaninya,serta
kecakapan dan kebijaksanaan beliau maka oleh rakyat,beliau diberi julukan Bhatara Giri
Rawang.

Pada mulanya Resi Markandeya bertapa di Gunung Demulung, kemudian pindah ke


gunung Hyang (konon gunung Hyang itu adalah DIYENG di Jawa Tengah yang berasal dan
kata DI HYANG). Sekian lamanya beliau bertapa di sana, mendapat titah dari Hyang Widhi
Wasa agar beliau dan para pengikutnya merabas hutan di pulau Dawasetelah selesai, agar
tanah itu dibagi-bagikan kepada para pengikutnya.

Demikianlah kemudian beliau berangkat ke tanah Bali disertai pengikutnya yang


pertama yang berjumlah 8000 orang dengan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan.
Sesampainya ditempat yang dituju,beliau memerintahkan pengikutnya agar mulai merambas
hutan. Akan tetapi Saat merabas hutan, banyak para pengiring Sang Yogi Markandeya yang
sakit, lalu mati dan ada juga yang mati dimakan binatang buas, karena tidak didahului dengan
upacara yadnya (bebanten / sesaji).

Kemudian beliau memerintahkan pengikutnya untuk menghentikan perambasan.


Dengan hati yang sedih beliau kemudian mengajak pengikutnya untuk kembali ke Jawa.
Beliau kembali ketempat pertapaannya semula untuk mohon petunjuk kepada sang Hyang
Widhi.Setelah beberapa lamanya beliau berada dipertapaannya, timbul cita-citanya kembali
untuk melanjutkan merambas hutan tersebut. Pada suatu hari yang baik,beliau kembali
berangkat ke tanah Bali. Kali ini beliau mengajak pengikutnya yang kedua berjumblah 4000
orang yang berasal dari desa Aga yaitu penduduk yang mendiami lereng Gunung Rawung .
Turut dalam rombongan itu para Pandita atau para Rsi. Para pengikutnya membawa
perlengkapan beserta alat-alat pertanian dan bibit tanaman untuk ditanam di tempat yang
baru.

Setelah tiba di tempat yang dituju, Resi Markandeya segera melakukan tapa yoga
semadi bersama-sama para yogi lainnya dan mempersembahkan upakara yadnya, yaitu Dewa
Yadnya dan Buta Yadnya. Setelah upacara itu selesai, para pengikutnya disuruh bekerja
melanjutkan perabasan hutan tersebut, menebang pohon-pohonan dan lain-lainnya mulai dan
selatan ke utara. Karena dipandang sudah cukup banyak hutan yang dirabas, maka berkat
asung wara nugraha Hyang Widhi Wasa, Sang Yogi Markandeyamemerintahkan agar
perabasan hutan, itu dihentikan dan beliau mulai mengadakan pembagian-pembagian tanah
untuk para pengikut-pengikutnya masing-masing dijadikan sawah, tegal dan perumahan.

Demikianlah pengikut Rsi Markandya yang berasal dari Desa Aga ( penduduk lereng
Gunung Rawung Jawa Timur ) menetap di tempat itu sampai sekarang. Ditempat bekas
dimulainya perambasan hutan itu oleh Sang Rsi/Yogi Markandya menanam kendi (caratan)
berisi air disertai 5 jenis logam yaitu: emas,perak,tembaga,perunggu dan besi yang disebut
Panca Datu dan permata Mirahadi ( mirah yang utama ) dengan sitertai sarana upakara
selengkapnya dan diperciki Tirta Pangentas ( air suci ). Tempat menanam 5 jenis logam itu
diberinama Basuki yang artinya selamat. Kenapa disebut demikian,karena pada kedatangan
Rsi Markandya yang ke dua beserta 4000 pengikutnya selamat tidak menemui hambatan atau
bencana seperti yang dialami pada saat kedatangan beliau yang pertama. Ditempat itu
kemudian didirikan palinggih. Lambat laun di tempat itu kemudian didirikan pura atau
khayangan yang diberi nama Pura Basukian. Pura inilah cikal-bakal berdirinya pura –pura
yang lain di komplek Pura Besakih. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan
pura ditempat itu dimulai sejak Isaka 85 atau tahun 163 Masehi. Pembangunan komplek pura
di Pura Besakih sifatnya bertahap dan berkelanjutan disertai usaha pemugaran dan perbaikan
yang dilakukan secara terus menerus dari masa kemasa.

8. Pura Uluwatu

Pura Uluwatu adalah salah satu tempat wisata di Bali yang berada di atas sebuah tebing yang
menjorok ke laut. Pura Uluwatu tidak hanya menawarkan suasana religius khas Bali, namun
juga menawarkan keindahan panoramanya, terutama keindahan matahari tenggelamnya yang
sudah sangat terkenal. Di Pura Uluwatu anda akan berjumpa dengan sejumlah kera yang
dipercaya berfungsi menjaga kesucian Pura Uluwatu. Untuk memasuki area Pura Uluwatu,
anda harus menggunakan sarung dan selendang yang merupakan simbol hormat kepada
kesucian Pura Uluwatu.

Sejarah Pura Uluwatu :

Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu, sebuah Desa yang terletak di kecamatan Kuta Selatan,
Kabupaten Badung-Bali ini sangat terkenal dengan objek wisata andalan yaitu Pura Uluwatu,
desa ini juga terkenal dengan tempat dimana banyak hotel & fasilitas wisata berada. Lokasi
yang sangat strategis dengan keindahan alam yang luar biasa membuat desa ini dipilih oleh
para investor untuk menanamkan modal usahanya, contohlah Bulgari Hotels & Resorts, Bali,
Alila Villas Uluwatu, The Istana, Tirtha Bali, The Edge, The Khayangan estate dan masih
banyak lagi hotel maupun wedding venue yang dapat and temui di desa satu ini.

Pura Uluwatu berdiri kokoh dibatu karang yang menjorok ke tengah lautan dengan
ketinggian kurang lebih 97 meter membuat pura ini menjadi sangat indah, tebing berbatu
disekeliling pura memberikan pemandangan yang sangat luar biasa dan sangat memanjakan
mata para wisatawan yang mengunjunginya. Selain itu laut dibawahnya juga tidak kalah
menariknya untuk mecuri perhatian para peselancar dunia untuk sekedar menikmati ombak-
ombak yang tercipta disebelah kanan Pura Uluwatu. Keindahan panorama disekeliling Pura
Uluwatu akan semakin memukau para wisatawan pada saat matahari terbenam/sunset yang
dapat dinikmati dari beberapa sisi tebing diseputar pura, apalagi kemudian kehadiran tari
kecak Uluwatu yang dipentaskan di panggung terbuka membuat tempat wisata ini semakin
diminati oleh wisatawan seluruh dunia.
Mpu Kuturan dan sejarah Pura Uluwatu

Tidak diketahui secara jelas kapan pura uluwatu dibangun oleh Mpu Kuturan atau Mpu
Rajakreta pada masa pemerintahan suami-istri Sri Msula-Masuli pada sekitar abad XI.
Namun, ada fakta menarik dari tinggalan historis di Pura Luhur Uluwatu. Tinggalan kuno di
pura ini berupa candi kurung atau kori gelung agung yang menjulang megah membatasi areal
jaba tengah dengan jeroan pura, diprediksi pura ini sudah ada sejak abad ke-8. Candi kuno itu
menatahkan hitungan tahun Isaka dengan candrasangkala gana sawang gana yang berarti
tahun Isaka 808 atau sekitar 886 Masehi. Jadi, sebelum datangnya Mpu Kuturan ke Bali.

Pura Luhur Uluwatu Berperan mempunyai peranan penting dalam ista dewata Bali. Dalam
PadmaBhuana di Bali Purai Uluwatu terletak di daerah baratdaya, dimana merupakan tempat
memuja dewa Rudra.. Selain posisi geografis, keunikan lain dari Pura Luhur Uluwatu adalah
arah pemujaan yang menuju Barat Daya. Umumnya, di beberapa prahyangan lainnya di Bali,
yang pemujaannya menghadap ke utara dan timur.Ketika kita lihat di sebelah kiri sebelum
memasuki candi terdapat pelinggih Dalem JUrit ini dapat ditemukan 3 tugu Tri Murti,
merupakan subuah tempat memuja Dewa Siwa Rudra. Di jaba tengah ini kita menoleh ke kiri
lagi ada sebuah bak air yang selalu berisi air meskipun musim kering sekalipun. Hal ini
dianggap suatu keajaiban dari Pura Luhur Uluwatu. Sebab, di wilayah Desa Pecatu adalah
daerah perbukitan batu karang berkapur yang mengandalkan air hujan. Karena ada
keajaibannya, maka bak air itu dikeramatkan. Biasanya digunakan untuk kepentingan tirta
suci. Kemudian selanjutnya dari jaba tengah terus masuk akan melalui Candi kurung, candi
Kurung ini yang menduga dibuat yaitu sekitar abad 11, Masehi jika dihubungkan dengan
keberadaan Candi Kurungbersayap yang ada di Pura Sakenan. Namun ada juga yang
berpendapat bahwa Candi Kurung bersayap seperti ini ada di Jawa Timur peninggalan
purbakala di Sendang Duwur dengan Candra Sengkala yaitu tanda tahun Saka dengan kalimat
dalam bahasa Jawa Kuna sbb: Gunaning salira tirtha bayu, artinya menunjukkan angka tahun
Saka 1483 atau tahun 1561 Masehi.

Candi Kurung Padu Raksa bersayap di Sendang Duwur sama dengan Candi Kurung Padu
Raksa di Pura Luhur Uluwatu. Dengan demikian nampaknya lebih tepat kalau dikatakan
bahwa Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu dibuat pada zaman Dang Hyang
Dwijendra yaitu abad XVI. Karena Dang Hyang Dwijendra-lah yang memperluas Pura Luhur
Uluwatu. Setelah kita masuk ke jeroan (bagian dalam pura) kita menjumpai bangunan yang
paling pokok yaitu Meru Tumpang Tiga tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra. Bangunan yang
lainnya adalah bangunan pelengkap saja seperti Tajuk tempat meletakkan upacara dan Balai
Pawedaan tempat pandita memuja memimpin upacara. Upacara piodalan atau hari raya besar
di Pura Uluwatu jatuh pada hari Kliwon, wuku medangsia.

Kisah Sejarah Pura Uluwatu diawali dengan pemberian wahyu kepada


Dhangyang Dwijendra.

Dikisahkan ketika pada suatu hari pada anggara kliwon wuku medangsia Dhangyang
Dwijendra diberi wahyu dari Tuhan pada hari itu juga beliau harus pergi ke sorga. Pendeta
Hindu asal Jawa Timur yang juga menjadi bhagawanta (pendeta kerajan) Gelgel pada masa
keemasan Dalem Waturenggong sekitar 1460-1550, merasa bahagia karena saat yang dinanti-
nantikannya telah tiba. Namun, pendeta yang juga memiliki nama Danghyang Nirartha itu
masih menyimpan satu pusataka yang bakal diberikan kepada putranya. Di bawah ujung Pura
Uluwatu, tampak seorang nelayan bernama Ki Pasek Nambangan. Danghyang Dwijendra
meminta agar Ki Pasek Nambangan mau menyampikan kepada anaknya, Empus Mas di desa
Mas bahwa Danghyang Dwijendra menaruh sebuah pustaka di Pura Luhur Uluwatu.
Kemudian KiPasek Nambanganpun memberikan sebuah permintaan dari Dhangyang Nirarta.
Kemudian KiPasek Nambangan akhirnya pergi, sementara Dhangyang Dwijendra melakukan
tapa yoga semadi. Selanjutnya Maha Resipun akhirnya moksah (Pergi ke surga tanpa
meninggalkan badan kasar) dengan cepat seperti sebuah kilat. KIPasek nambangan hanya
melihat sebuah cahaya ke angkasa.

Cerita sejarah Pura Uluwatu ini kemudian berkembang menjadi kepercayaan masyarakat
setempat dan Hindu di Bali. Bahwa keberadaan Pura Uluwatu memainkan peran yang sangat
penting dalam kehidupan beragama masyarakat Hindu di Bali.
9. Pantai Jimbaran

Pantai Jimbaran adalah salah satu tempat wisata di Bali yang paling terkenal. Pada saat anda
datang ke Pantai Jimbaran, yang pertama kali akan anda lihat adalah deretan meja dan kursi
makan di atas pasir putih yang indah. Pantai Jimbaran terkenal dengan kuliner pinggir
pantainya, terutama hidangan lautnya. Pantai Jimbaran untuk anda yang ingin berwisata ke
pantai sekaligus menikmati wisata kuliner khas Bali. Tidak perlu kuatir menyantap makanan
di Pantai Jimbaran karena ombak di Pantai Jimbaran sangatlah tenang, tidak membahayakan
anda yang sedang makan di pinggir pantai.

10. Monkey Forest

Monkey Forest adalah tempat wisata di Bali yang akan membawa anda menyatu dengan
alam. Terletak di Ubud, Bali, Monkey Forest adalah sebuah hutan yang dihuni oleh banyak
kera liar. Kera-kera ini dianggap keramat oleh penduduk setempat sehingga tidak boleh
diganggu dan dibiarkan hidup di hutan. Kera di Monkey Forest sangat menyukai makanan,
mereka akan berusaha mendapatkan makanan yang anda bawa, walaupun makanan tersebut
ada di dalam tas anda. Di tempat ini anda akan menyaksikan kehidupan ratusan kera yang
unik dan menarik.
11. Tanjung Benoa

Tanjung Benoa yang berbatasan dengan Nusa Dua, Bali adalah pusat dari kegiatan olahraga
dan permainan air di Bali. Karakteristik Pantai Tanjung Benoa sangatlah tenang, sehingga
sangat cocok untuk berbagai jenis permainan air yang seru. Jenis permainan air yang dapat
anda mainkan di sini yaitu snorkel, sea walker, banana boat, parasailing, wakeboard,
waterski, jetski, scuba diving, donut boat, flying fish, dan lain-lain. Selain itu anda juga dapat
pergi melihat penyu raksasa di pulau penyu dengan menaiki perahu dari Tanjung Benoa.

12. Danau Batur Kintamani

Danau Batur Kintamani merupakan salah satu pesona alam yang dimiliki Bali. Terletak di
gunung tertinggi ke 2 di Bali, Danau Batur Kintamani mempunyai hawa yang sejuk dan
pemandangan yang sangat mempesona. Danau Batur Kintamani adalah danau terbesar di Bali
yang banyak dikunjungi wisatawan karena menawarkan pemandangan yang tiada duanya di
Bali.
13. Tari Kecak Uluwatu

Tari Kecak adalah tari khas Bali yang paling terkenal dan paling menarik untuk dilihat. Dari
banyak tempat yang mempertontonkan tarik kecak, menurut saya yang paling menarik adalah
Tari Kecak Uluwatu yang berada di Pura Uluwatu. Tari Kecak Uluwatu mempertunjukan tari
kecak khas Bali dengan latar belakang matahari tenggelam di Uluwatu yang sangat indah.
Tari Kecak Uluwatu sangat populer dan ramai oleh karena itu apabila anda ingin menonton
pertunjukan Tari Kecak Uluwatu, saya sarankan untuk pesan dari jauh hari.

14. Arung Jeram Sungai Telaga Waja

Arung Jeram Sungai Telaga Waja sangatlah cocok bagi anda yang suka kegiatan yang seru
dan menantang. Sungai Telaga Waja memiliki air yang jernih dan bersih dan jeram yang
menantang. Di akhir pengarungan anda akan meloncati sebuah pintu air, sangat seru. Setelah
selesai menikmati Arung Jeram Sungai Telaga Waja, anda akan mendapatkan bonus berupa
trekking naik gunung, oleh karena itu siapkan diri anda dan beristirahatlah yang cukup karena
Arung Jeram Sungai Telaga Waja akan menguras tenaga anda.

15. Arung Jeram Sungai Ayung

Arung Jeram Sungai Ayung mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Arung Jeram
Sungai Telaga Waja. Apabila Arung Jeram Sungai Telaga Waja menawarkan tantangan,
maka Arung Jeram Sungai Ayung menawarkan keindahan. Panorama sepanjang Sungai
Ayung sangatlah indah, ditambah dengan pahatan di tebing sungai, dan hijaunya pepohonan
di sekitar sungai melengkapi keindahan Arung Jeram Sungai Ayung.

Sejarah Arung Jeram Sungai Ayung :

Arung jeram alias rafting jika di ‘kulik’ lebih mendalam ternyata lebih menarik.
Sebelumnya kami sudah bahas tentang pengertian Arung jeram (rafting) dan tips rafting bagi
pemula, maka kali ini kami akan membahas seputar Sejarah arung jeram (rafting) di dunia.

Olah Raga Arus Deras (ORAD) atau lebih dikenal dengan sebutan Arung Jeram dapat
dikategorikan sebagai olah raga petualangan, karena tidak saja mengandung unsur olahraga,
tetapi juga petualangan dengan berbagai resikonya.

ORAD termasuk salah satu kegiatan alam terbuka yang baru, dibandingkan dengan
mendaki gunung ataupun olahraga-olahraga alam terbuka lainnya. Tidak banyak catatan yang
dapat dibuka untuk mengetahui asal mula olah raga ini.
Yang pasti olah raga ini dimulai di Amerika Serikat, setelah perang dunia II. Ketika beberapa
orang enterpreneur menyusuri sungai Colorado dengan perahu jenis Pontoon sisa perang
dunia. Kemudian perkembangannya menjadi pesat di tahun 60-an ketika teknologi rancangan
dan bahan untuk membuat perahu seperti yang kita kenal sekarang ini mulai berkembang.

Pengarungan sungai telah sejak dulu dilakukan oleh manusia.

Pengarungan ini dilakukan dengan menggunakan batang-batang kayu yang dirangkai


menjadi rakit dan digunakan sebagai alat transportasi. Suku Indian di Canada telah memulai
perkembangannnya. Lalu orang-orang Carib Indian mengembangkannya dan menamakan
Progue. Sedangkan orang primitif menyebutnya dengan Out Canoe yang kemudian
dikembangkan menjadi Bark Out Canoe. Perahu ini dibuat dari tempelan papan kayu oleh
orang Indian Amerika Utara. Sedangkan orang Eskimo menciptakan Skin Corveal Craft,
yaitu perahu yang dilapisi kulit binatang yang tidak tembus air.
Pada abad 19 seorang boyscout bernama Mc Greegor membuat kendaraan air ini
untuk rekreasi dan olag raga air. Seiring dengan perkembangan zaman, maka meterial perahu
pun berkembang dan mulai beralih ke plastik, alumunium, fibberglass, dan karet.
Setelah Perang Dunia II selesai, perahu bekas Angkatan Laut Amerika mulai digunakan oleh
para petualang untuk mengarungi sungai. Arung jeram ini dilakukan dengan perahu bulat
yang disebut dengan Basket Boat, karena bentuknya mirip keranjang.
Di tahun 1950, kegiatan ini mulai banyak digemari. Maka mulailah diproduksi perahu khusus
untuk arung jeram dengan bentuk khusus yang naik dibagian depan dan belakangnya, dengan
material yang kuat dan dapat mengangkut orang dan perbekalan yang lebih banyak.

Pada tahun 1983 mulai muncul sebuah perhau yang dapat mengeluarkan air sendiri
dari dalam perahu dengan nama Self Bailer yang diproduksi oleh Jim Cassady. Selain jenis
ini ,dikembangkan pula perhu jenis Kataraf. Perahu ini dikembangkan oleh para Geologi
Rusia. Desain perahu ini diadopsi dari perahu Katamaran yang digunakan di Laut. Seiring
dengan perkembangan zaman dan kreatifitas manusia di alam ini, mulailah bermunculan
sarana-srana baru untuk kegiatan berarung jeram seperti, kayak,canoe, board, dan lain
sebagainya.

Mayor John Wesley Powell seorang tentara Amerika disebut sebagai bapak Arung
Jeram Dunia. Ia memperkenalkan arung jeram pertama kali dengan menyusuri sungai
Colorado sejauh 250 mil yang melintasi gugusan tebing raksasa, yang kemudian diberi nama
Grand Canyon. saat itu ia menggunakan perahu kecil yang tesusun dari papan kayu. pada
perkembangan selanjutnya di benua Amerika dan Eropa, aktifitas menelusuri sungai tersebut
ternyata berkembang menjadi sebuah olah raga highrisk yang cukup populer, dan dikenal
dengan sebutan white water rafting.

Mayor John Wesley Powell

Di INDONESIA

Sejarah petualangan sungai di Indonesia dimulai sekitar awal tahun 1970-an dengan
istilah olah raga arus deras (ORAD). Dipelopori oleh rekan-rekan pecinta alam dari Bandung
dan Jakarta, olah raga ini kemudian menjadi salah satu olah raga petualangan yang paling
diminati para pecinta alam. Pada tahun 1975, salah satu kelompok pencinta alam menggelar
Citarum Rally .
Sekitar tahun 1975, kelompok pencinta alam mengembangkan juga olah raga ini
dengan ekspedisi melintas Sungai Mahakam dan Sungai Barito, bersama dengan Frank
Morgan, seorang pengacara profesional. Kelompok ini juga melaksanakan ekspedisi ke
Sungai Alas.

Perahu dan peralatan yang dipakai mulai meningkat kwalitasnya, dimulai dari ban
dalam, perahu LCR tentara, sampai perahu karet khusus Sungai (River Raft), juga perahu
Kayak. Hal ini mendorong Arung Jeram tumbuh cukup pesat, dan menarik minat para
pengarung jeram untuk mengarungi sungai-sungai di daerah yang jauh dan penuh tantangan.
Sungai Mahakam, Barito, Alas , Mamberamo dan Van Der Wall, kemudian juga diarungi. Di
Pulau Jawa banyak sungai yang biasa diarungi. Citarik, Cimandiri, Citatih, dan Cimanuk di
Jawa Barat. Jawa Tengah meiliki sungai Progo, Serayu dan Elo yang biasa diarungi. Jawa
Timur memilki sungai Ireng-ireng di lereng Gunung Semeru, yang cukup menantang. Arung
Jeram terus berkembang dengan cukup pesat. Namun, seiring dengan perkembangannya
beberapa kecelakaan yang merenggut nyawa juga menjadi bagian dari sejarah perkembangan
arung jeram Indonesia.

Telah beberapa kali diadakan kejuaraan arung jeram oleh beberapa perkumpulan di
Indonesia, tetapi belum terdapat standard baku baik tentang penyelenggaraan, peralatan
maupun penilaiannya. Pada tahun 1994 diadakan Kejuaraan Nasional Arung Jeram yang agak
resmi di Sungai Ayung, Ubud-Bali. Di kejuaraan ini diterapkan standard penyelenggaran
internasional, baik perlengkapan, materi lomba maupun perlengkapan dan penjuriannya.
Kegiatan inilah yang kemudian dianggap pemicu kebangkitan Arung Jeram di Indonesia.

ayung-rafting
Secara komersial wisata Arung Jeram diperkenalkan oleh SOBEK EXPEDITION
yang kemudian membuka wisata Arung Jeram di Sungai Ayung Bali, sungai Alas di Aceh ,
sungai Saadan – Toraja, Sulawesi Selatan dan Citarik Jawa Barat. Saat ini sudah banyak
operator wisata Arung Jeram, baik di Jawa, Bali, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi Utara.
Dengan berkembangnya wisata Arung Jeram ini, maka saat ini Arung Jeram telah menjadi
olah raga petualangan sekaligus wisata dan rekreasi keluarga, siap menantang siapa saja yang
ingin menikmati pengalaman baru, dan bukan lagi hanya kegemaran dari para petualang
sejati.

Dengan banyaknya potensi sungai di Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai


sarana wisata Arung Jeram, sementara disisi lain terdapat keterbatasan sumberdaya manusia
dibidang ini yang belum terjembatani. Hal ini merupakan peluang dan tantangan tersendiri
bagi para penggiat Arung Jeram di indonesia, untuk meningkatkan kualitas diri di bidang
Arung Jeram.

Dunia arung jeram di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang pesat pada
saat ini. Banyak sekali bermunculan perkumpulan-perkumpulan arung jeram maupun
dibentuknya divisi-divisi baru khusus arung jeram pada perkumpulan pencinta alam yang
sudah ada. Demikian juga dengan tumbuhnya industri wisata Arung Jeram, yang memacu
kegairahan berbagai kelompok masyarakat untuk ikut menikmati Arung Jeram. Tumbuhnya
industri wisata arung jeram ini sayangnya tidak diimbangi dengan Standar Pelayanan dan
Keselamatan Wisata Arung Jeram, karenanya seiring makin banyaknya peminat wisata,
timbulnya korban juga bertambah. Kecelakaan arung jeram yang menimpa Kepala Divisi
Komunikasi BPPN Raymond van Beekum lantaran tersipu air bah di sungai Cisedane, Bogor,
sempat mengguncang bisnis wisata arung jeram di Jawa Barat selama lebih dari 1 (satu)
tahun, karena luasnya liputan media massa. Dibentuknya Asosiasi Pengusaha Arung Jeram
(IWA Indonesia White Water Association) diharapkan menjadi mitra bagi FAJI, untuk ikut
membangun dunia arung jeram Indonesia yang aman dan berprestasi international.

Anda mungkin juga menyukai