Anda di halaman 1dari 79

KEGIATAN BELAJAR 4

ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD DAN UTANG OBLIGASI

Sumber : http://www.thebluediamondgallery.com/wooden-tile/a/asset.html

Uraian Materi

PENERAPAN PROSES PENCATATAN PERSEDIAAN

Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau
barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual.
Definisi persediaan meliputi sebagai berikut:
1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan;
3. Dalam bentuk bahan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem fisik (physical system) dan sistem
pencatatan terus menerus (perpetual system). Berikut adalah penjelasannya:
1. Pencatatan sistem inventarisasi fisik/periodik
Pencatatan sistem inventarisasi fisik (physical system), atau disebut juga pencatatan sistem
periodik (periodical system). Sistem ini biasa digunakan oleh perusahaan yang menjual
barang secara eceran, jenis barang yang beragam, dengan harga satuan tiap jenis barang
relatif rendah, contohnya swalayan. Dalam penerapan sistem inventarisasi fisik, harga
pokok barang yang dijual dihitung tiap akhir periode, setelah fisik barang yang tersedia di
gudang diperiksa lalu dicatat dengan prosedur pencatatan sebagai berikut:
a. Transaksi pembelian barang dicatat dengan mendebit akun pembelian dan kredit utang
dagang atau kas, seharga pembelian. Transaksi yang bersangkutan dicatat juga dalam
kartu persediaan barang yang bersangkutan;
b. Biaya angkut pembelian dicatat dengan mendebit akun biaya angkut pembelian dan
mengkredit akun kas;
c. Transaksi retur pembelian kredit atau pengurangan harga, dicatat dengan mendebit akun
utang dagang dan kredit akun retur pembelian dan pengurangan harga. Dalam kartu
persediaan, transaksi tersebut dicatat sebagai mutasi keluar;
d. Potongan pembelian yang timbul karena pembayaran utang dalam periode potongan,
dicatat dengan mendebit utang dagang dan mengkredit akun potongan pembelian;
e. Transaksi penjualan barang dicatat dengan mendebit akun piutang dagang atau kas dan
kredit akun penjualan seharga penjualan. Untuk barang-barang yang secara teknis harga
pokok penjualannya sulit dihitung (contohnya barang yang jenisnya banyak dan harga
satuan relatif kecil), transaksi penjualan tidak dicatat dalam kartu persediaan namun
hanya dicatat jumlah satuannya saja;
f. Transaksi retur penjualan kredit dan pengurangan harga dicatat dengan mendebit akun
retur penjualan dan kredit akun piutang dagang;
g. Potongan penjualan yang timbul karena debitor membayar dalam periode
potongan,dicatat dengan mendebit akun potongan penjualan dan mengkredit akun kas.

Contoh Soal:
Berikut adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh perusahaan dagang UD. Agustin
selama bulan Juli 2017, sistem pencatatan barang dagangan yang digunakan adalah sistem
periodik:
Tanggal Transaksi
2 Juli Dibeli barang dagangan secara tunai dari CV Aditya seharga Rp
50.000.000, dengan ongkos angkut sebesar Rp 250.000 (ditanggung oleh
pembeli)
5 Juli Dijual barang dagangan kepada Firma Naufal seharga Rp 100.000.000
dengan syarat 4/10 n/30 FOB Shipping Point, biaya pengiriman terlebih
dahulu dibayarkan oleh UD. Agustin sebesar Rp 300.000
6 Juli Diterima kas Rp 500.000 untuk pengembalian barang dagangan yang
dibeli dari CV Aditya
8 Juli Dikirimkan nota kredit kepada Firma Naufal atas pengembalian barang
dagangan yang rusak senilai Rp 800.000
11 Juli Dibeli barang dagangan dari UD Kamila sebesar Rp 200.000.000 syarat
2/10 n/30 FOB Shipping Point, biaya pengiriman Rp 150.000 telah
dibayarkan terlebih dahulu oleh UD Kamila
12 Juli Dijual barang dagangan kepada CV Nugraha sebesar Rp 30.000.000 syarat
5/10 n/30 FOB Destination Point, ongkos angkut yang dibayarkan UD
Agustin sebesar Rp 100.000
15 Juli Dikirimkan nota debet kepada UD Kamila atas pengembalian barang
dagangan yang cacat sebesar Rp 500.000
17 Juli Diterima pembayaran dari Firma Naufal sebagai pelunasan seluruh utang
usahanya
19 Juli Pembayaran seluruh utang usaha kepada UD Kamila

Pertanyaan:
Buatlah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi selama bulan Juli 2017 pada
pembukuan UD. Agustin!
Jawaban:

2 Juli Pembelian 50.000.000


Ongkos angkut masuk 250.000
Kas 50.250.000

5 Juli Piutang usaha 100.300.000

Penjualan 100.000.000
Kas 300.000

6 Juli Kas 500.000


Retur pembelian 500.000

8 Juli Retur penjualan 800.000.000

Piutang usaha 800.000.000

11 Juli Pembelian 200.000.000


Ongkos angkut masuk 150.000

Utang usaha 200.150.000

12 Juli Piutang usaha 30.000.000

Ongkos angkut keluar 100.000

Penjualan 30.000.000
Kas 100.000
15 Juli Utang usaha 500.000

Retur pembelian 500.000


17 Juli Kas 99.500.000

Piutang usaha 99.500.000

19 Juli Utang usaha 199.650.000

Kas 195.660.000
Potongan pembelian 3.990.000

2. Pencatatan Sistem Perpetual

Pencatatan sistem perpetual/pencatatan terus menerus, atau dikenal juga sebagai metode
balance permanen. Sistem ini lebih cocok untuk pencatatan persediaan barang yang jenisnya
tidak terlalu banyak dan harga satuan tiap jenis barang relatif tinggi dengan prosedur pencatatan
sebagai berikut:

a. Transaksi pembelian barang:


1) Harga pembelian dicatat debit akun Persediaan dan kredit akun Utang dagang;
2) Biaya angkut pembelian dicatat debit akun persediaan dan kredit akun Kas;
3) Harga pokok barang yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan barang yang bersangkutan
sebagai mutasi masuk.
b. Transaksi retur pembelian dan pengurangan harga:
1) Harga pembelian barang yang dikembalikan atau pengurangan harga, dicatat debit akun
utang dagang dan kredit akun Persediaan;
2) Harga pokok barang yang dikembalikan dicatat dalam kartu persediaan yang bersngkutan
sebagai mutasi keluar.
c. Potongan pembelian yang timbul karena pembayaran utang dalam periode potongan, dicatat
debit akun Utang dagang dan kedit akun persediaan.
d. Transaksi penjualan kredit:
1) Harga penjualan barang dicatat debit akun Piutang dagang dan kredit akun Penjualan;
2) Harga pokok barang yang dijual (harga pokok penjualan), dicatat debit akun harga pokok
penjualan dan kredit akun Persediaan;
3) Harga pokok barang yang dijual dicatat dalam kartu persediaan barang yang besangkutan
sebagai mutasi keluar.
e. Transaksi retur penjualan kredit dan pengurangan harga
1) Harga penjualan barang yang diterima kembali atau pengurangan harga yang diberikan,
dicatat dengan mendebit akun retur penjualan dan kredit akun piutang dagang;
2) Harga pokok barang yang diterima kembali dicatat debit akun persediaan dan kredit akun
Harga Pokok Penjualan.

Contoh Soal:
Berikut ini adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh UD. Kencana Sakti selama
Desember 2017 dengan sistem perpetual:
4 Desember Dibeli barang dagangan secara tunai dari UD Adiguna Rp 20.000.000
dengan ketentuan FOB destination point, ongkos pengangkutan Rp
750.000 dibayar oleh UD Adiguna
11 Desember Dijual barang dagangan kepada UD Umami seharga Rp 25.000.000 syarat
1/15 n/30, FOB shipping point. Harga pokok penjualan sebesar 80% harga
jual dengan ongkos angkut Rp 1.000.000 dibayarkan terlebih dahulu oleh
UD. Kencana Sakti
12 Desember Diterima kas Rp 1.500.000 untuk pengembalian barang dagangan yang
telah dibeli dari UD Adiguna
18 Desember Dibeli barang dagangan dari UD Karlita Rp 40.000.000 syarat FOB
shipping point, 2/10 N/30, dengan ongkos angkut Rp 1.000.000
dibayarkan terlebih dahulu oleh penjual
20 Desember Dikirimkan nota kredit kepada UD Umami atas pengembalian barang
dagangan yang tidak sesuai spesifikasi Rp 3.000.000
22 Desember Dibayar seluruh utang usaha kepada UD Karlita
24 Desember Diterima pembayaran dari UD Umami
29 Desember Dijual barang dagangan secara tunai kepada UD Bina Marga Rp
35.000.000 FOB destination point, dengan harga pokok penjualan 80%
dari harga jual dengan ongkos angkut Rp 1.200.000 dibayarkan oleh UD.
Kencana Sakti

Pertanyaan:
Buatlah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi selama bulan Desember 2017
pada pembukuan UD. Kencana Sakti!

Jawaban:
4 Desember Persediaan barang dagangan 20.000.000
Kas 20.000.000

11 Piutang usaha 26.000.000


Desember
Penjualan 25.000.000
Kas 1.000.000

Harga pokok penjualan 20.000.0000


Persediaan barang dagangan 20.000.0000

12 Desember Kas 1.500.000


Persediaan barang dagangan 1.500.000

18 Persediaan barang dagangan 41.000.000


Desember
Utang usaha 41.000.000

20 Retur penjualan 3.000.0000


Desember
Piutang usaha 3.000.0000

Persediaan barang dagangan 2.400.000


Harga pokok penjualan 2.400.000

22 Utang usaha 41.000.000


Desember
Kas 40.200.000
Persediaan barang dagangan 800.000

24 Kas 22.780.000
Desember
Potongan penjualan 220.000
Piutang usaha 23.000.000

29 Kas 35.000.000
Desember
Penjualan
35.000.000
Harga pokok penjualan
28.000.0000
Persediaan barang 28.000.000
dagangan

Ongkos angkut keluar


1.200.000
Kas 1.200.000

B. PENERAPAN METODE PERSEDIAAN


Terdapat tiga metode untuk menghitung besarnya nilai persediaan yaitu sebagai berikut
(Hery, 2017):
1. FIFO (First-In, First-Out)
Dalam metode FIFO, harga pokok dari barang yang pertama kali dibeli adalah yang
diakui pertama kali sebagai harga pokok penjualan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa
barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali akan dijual sebab
penekanannya bukan pada fisik barangnya melainkan harga pokoknya. Jadi, dengan
metode FIFO yang menjadi nilai persediaan akhir adalah harga pokok barang yang
terakhir kali dibeli.
2. LIFO (Last-In, First Out)
Dalam metode LIFO, harga pokok dari barang yang terakhir kali dibeli adalah yang
diakui pertama kali sebagai harga pokok penjualan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa
barang yang terakhir kali dibeli adalah barang yang pertama kali akan dijual sebab
penekanannya bukan pada fisik barangnya melainkan harga pokoknya. Jadi dalam
metode LIFO yang menjadi nilai persediaan akhir adalah harga pokok barang yang
pertama kali dibeli.
3. Average (biaya rata-rata)
Dalam metode Average (biaya rata-rata), nilai persediaan akhir berdasarkan rata-rata
harga pokok barang yang tersedia untuk dijual.

Dengan asumsi terjadi inflasi (peningkatan harga barang), apabila:


1. Perusahaan menggunakan metode FIFO dalam menilai persediaan akhirnya, maka
akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling besar, harga pokok penjualan
yang paling kecil, dan laba kotor serta laba bersih yang paling besar.
2. Perusahaan menggunakan metode LIFO dalam menilai persediaan akhirnya, maka
akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling kecil, harga pokok penjualan
yang paling besar, dan laba kotor serta laba bersih yang paling kecil.
3. Perusahaan menggunakan metode Average dalam menilai persediaan akhirnya, maka
akan menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan, dan laba kotor serta
laba bersih berada di antara hasil FIFO dan LIFO.
Contoh Soal:
Berikut ini adalah ringkasan data transaksi pembelian dan penjualan barang dagang yang
dilakukan oleh PT. Kamila Jaya sepanjang bulan Januari 2018:

Tanggal Keterangan Kuantitas Harga Perolehan


(Unit) Per Unit
1 Januari Persediaan Awal 120 Rp 200.000
7 Januari Penjualan 84
12 Januari Penjualan 96 Rp 210.000
15 Januari Penjualan 48
22 Januari Penjualan 24
28 Januari Penjualan 60 Rp 220.000
31 Januari Penjualan 60 Rp 220.000

Pertanyaan:
Apabila metode pencatatan adalah metode perpetual, hitunglah nilai persediaan akhir PT.
Kamila Jaya dengan metode penilaian persediaan FIFO, LIFO, dan Average!
Jawaban:
1) Metode FIFO
Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Jan 120 200.000 24 juta
7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta
12 96 210.000 20,16 36 200.000 7,2 juta
juta 96 210.000 20,16 juta
15 36 200.000 7,2 juta
12 210.000 2,52 juta 84 210.000 17,64 juta
22 24 210.000 5,04 juta 60 210.000 12,6 juta
28 60 220.000 13,2 60 210.000 12,6 juta
juta 60 220.000 13,2 juta
31 60 220.000 13,2 60 210.000 12,6 juta
juta 120 220.000 26,4 juta

2) Metode LIFO
Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Jan 120 200.000 24 juta
7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta
12 96 210.000 20,16 36 200.000 7,2 juta
juta 96 210.000 20,16 juta

15 48 210.000 10,08 36 200.000 7,2 juta


juta 48 210.000 10,08 juta
22 24 210.000 5,04 juta 36 200.000 7,2 juta
24 210.000 5,04 juta
28 60 220.000 13,2 36 200.000 7,2 juta
juta 24 210.000 5,04 juta
60 220.000 13,2 juta
31 60 220.000 13,2 36 200.000 7,2 juta
juta 24 210.000 5,04 juta
120 220.000 26,4 juta
3) Metode Average

Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan


Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Jan 120 200.000 24 juta
7 84 200.000 16,8 36 200.000 7,2 juta
juta
12 96 210.000 20,16 132 207.272,7 27,36 juta
juta
15 48 207.272,7 9,95 84
juta 207.272,7 17,41 juta

22 24 207.272,7 4,975 60 207.272,7 12,436


juta juta
28 60 220.000 13,2 120 213.633 25,636
juta juta

31 60 220.000 13,2 180 215.756 38,836


juta juta
C. ANALISIS Cost of Goods Sold (CGS)

Definisi Cost of Goods Sold atau disebut juga Harga Pokok Penjualan adalah laporan yang
menggambarkan kondisi harga perolehan suatu barang yang terjual dan rugi laba yang di
peroleh. Cost of Goods Sold penting untuk mengetahui nilai nominal dari barang yang terjual
sehingga hanya ada pada perusahaan yang memiliki persediaan barang dagangan saja
(perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang) sedangkan perusahaan jasa tidak memiliki
Harga Pokok Penjualan. Cost of Goods Sold atau Harga Pokok Penjualan memiliki beberapa
komponen antara lain sebagai berikut (http://iqbalparabi.com):

1. Persediaan Awal Barang Dagangan

Persediaan awal barang dagangan merupaka persediaan barang dagangan yang tersedia di
awal periode atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagangan terdapat dalam
neraca saldo periode berjalan atau neraca awal perusahaan atau neraca tahum sebelumnya.

2. Persediaan Akhir Barang Dagangan

Persediaan akhir barang dagangan merupakan persediaan barang dagangan yang tersedia di
akhir periode atau akhir tahun buku berjalan. Saldo persediaan ini biasanya diketahui pada data
penyesuaian perusahaan pada akhir periode.

3. Pembelian bersih

Pembelian bersih merupakan seluruh pembelian barang dagangan yang dilakukan


perusahaan baik pembelian barang dagangan secara tunai maupun pembelian barang dagangan
secara kredit, ditambah dengan biaya angkut pembelian tersebut serta dikurangi dengan
potongan pembelian dan retur pembelian yang terjadi.
Berikut ini adalah pedoman dalam perhitungan Cost of Goods Sold:

1. Menghitung Penjualan Bersih

Rumus menghitung penjualan bersih:

Penjualan – (Return Penjualan + Potongan Penjualan) = Penjualan Bersih

Ongkos Angkut Penjualan tidak termasuk dalam hitungan HPP dan menjadi biaya umum
saja.

2. Menghitung Pembelian Bersih

Rumus menghitung pembelian bersih:

(Pembelian + Ongkos Angkut Pembelian) – (Return Pembelian + Potongan Pembelian) =


Pembelian Bersih

3. Menghitung Persediaan Barang

Rumus menghitung persediaan barang:

Persediaan Awal + Pembelian Bersih = Persediaan Barang

4. Menghitung Harga Pokok Penjualan

Rumus menghitung harga pokok penjualan:

Persediaan Barang – Persediaan Akhir = Harga Pokok Penjualan

5. Menghitung Laba Kotor

Rumus menghitung laba kotor:

Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan = Laba Kotor

6. Menghitung Laba Bersih Sebelum Pajak

Rumus menghitung laba bersih sebelum pajak:

Laba Kotor – Akumulasi Biaya = Laba Bersih Sebelum Pajak


Format Harga Harga Pokok Penjualan

Penjualan Rp. xxx.xxx


Persediaan Awal Rp. xxx.xxx
Pembelian Rp. xxx.xxx
Return Pembelian Rp. xxx.xxx
Beban Angkut Pembelian Rp. xxx.xxx +
Total Pembelian Rp. xxx.xxx +
Persediaan Rp. xxx.xxx
Persediaan Akhir Rp. xxx.xxx –
Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp. xxx.xxx –
Laba Kotor Rp. xxx.xxx
Beban Kantor
Beban ………… Rp. xxx.xxx
Beban ………… Rp. xxx.xxx
Beban ………… dst Rp. xxx.xxx +
Total Beban Kantor Rp. xxx.xxx
Beban Usaha Rp. xxx.xxx
Beban ………… Rp. xxx.xxx
Beban ………… Rp. xxx.xxx
Beban ………… dst Rp. xxx.xxx +
Total Beban Usaha Rp. xxx.xxx +
Total Beban Perusahaan Rp. xxx.xxx –
Laba/Rugi Bersih Sebelum Pajak Rp. xxx.xxx
Pendapatan Lain-lain
Bunga Deposito …. dst Rp. xxx.xxx +
Laba/Rugi Total Perusahaan Sebelum Pajak Rp. xxx.xxx
Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Rp. xxx.xxx –
Laba Bersih perusahaan setelah Pajak Rp. xxx.xxx
D. PENERAPAN BERBAGAI METODE PENYUSUTAN ASET TETAP
Suatu aktiva dapat digolongkan sebagai aktiva tetap apabila memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Mempunyai bentuk fisik (tangible), dapat dilihat atau diraba.
b. Digunakan dalam aktivitas usaha, dalam keadaan usaha normal tidak ada maksud atau
rencana untuk dijual.
c. Mempunyai masa penggunaan lebih dari satu tahun atau memberikan manfaat ekonomi lebih
dari satu periode akuntansi.

Definisi penyusutan adalah berkurangnya manfaat ekonomis suatu aktiva tetap selama
masa penggunaannya. Penyusutan terdiri atas 3 kategori sebagai berikut:
1 Depresiasi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva tetap berwujud;
2 Deplesi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva sumber daya alam;
3 Amortisasi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva tetap tidak berwujud.

Hal penting yang harus diketahui dalam rangka menghitung biaya penyusutan:
1. Harga Perolehan, yaitu keseluruhan pengeluaran yang layak dibebankan untuk
memperoleh suatu aktiva tetap.
2. Umur Ekonomis, yaitu umur aktiva tetap sejak siap digunakan hingga aktiva tetap
tersebut secara ekonomis sudah tidak menguntungkan lagi untuk digunakan.
3. Nilai sisa atau nilai residu, yaitu nilai aktiva tetap setelah habis umur ekonomisnya atau
jumlah yang diharapkan akan diperoleh melalui penjualan aktiva yang bersangkutan
setelah penghentian pemakaian.
4. Metode penyusutan, yaitu cara mengalokasikan harga perolehan sebagai biaya
operasional sepanjang umur aktiva. Hasil perhitungannya adalah biaya depresiasi per
tahun dari aktiva tetap tersebut.
Metode penyusutan aktiva tetap/depresiasi terbagi atas beberapa kategori sebagai berikut:
1. Metode Aktifitas
Dalam metode aktivitas, umur ekonomis aktiva tetap diukur berdasarkan jumlah jam
kerja atau jumlah produk yang mampu diberikan oleh aktiva tetap tersebut.
Rumus Dep = Jumlah jam/unit yang dihasilkan x ( HP – NR)
Total jam / unit yang dihasilkan

Keterangan Rumus:
Dep = Depresiasi
HP = Harga Perolehan
NR = Nilai Residu

Contoh Soal:
CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp
250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000.
Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama
umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai
residu mesin adalah Rp 20.000.000.
Pertanyaan:
Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga!

Jawaban:
Harga Perolehan = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000
Nilai Residu = Rp 40.000.000
HP – NR = Rp 280.000.000 - Rp 20.000.000 = Rp 260.000.000
Unit yang dihasilkan tahun 2005 = 500.000 unit.
Total unit yang dihasilkan = 5.000.000 unit
Dep = 500.000 unit x Rp 260.000.000
5.000.000 unit

= Rp26.000.000
Jadi, pencatatan jurnal depresasinya sebagai berikut:
Biaya Depresiasi Mesin Rp. 26.000.000
Akumulasi Depresiasi Mesin Rp. 26.000.000
2. Metode Garis Lurus
Metode Garis Lurus adalah metode penyustan yang paling mudah dan digunakan
apabila suatu aktiva tetap memiliki penyusutan yang relatif tetap setiap tahunnya.

Contoh Soal:
CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp
250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000.
Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama
umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai
residu mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun.
Pertanyaan:
Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga!

Jawaban:
Penyusutan per tahun selama 5 tahun adalah:
HP – NR = Rp.260.000.000 = Rp. 52.000.000
i 5
Jadi, pencatatan jurnal depresiasi per tahun adalah sebagai berikut:
Biaya Depresiasi Mesin Pengaduk Adonan Rp. 52.000.000
Akumulasi depresiasi Peralatan Kantor Rp. 52.000.000

Program Depresiasi dengan Metode Garis Lurus (dalam ribuan) sebagai berikut:
Ta Harga Depresiasi Akumulasi Nilai Buku Akhir
hun Perolehan /tahun Depresiasi (total Tahun
depresiasi yang telah (HP – Akumulasi)
terjadi)
0 280.000 - - 280.000
1 280.000 52.000 52.000 228.000
2 280.000 52.000 52.000+52.000=104.000 176.000
3 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 124.000
= 156.000
4 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 72.000
+52.000= 208.000
5 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 20.000
+52.000+52.000=
260.000
3. Metode Depresiasi Dengan Pembebanan Menurun

Pada metode Garis Lurus untuk mendapatkan nilai buku pada tahun tertentu selalu
menggunakan Harga Perolehan aktiva tetap tersebut. Sebaliknya, pada metode depresiasi
pembebanan menurun, nilai buku terakhir yang dikurangi dengan akumulasi penyusutan tahun
tersebut untuk mendapatkan nilai buku selanjutnya. Metode depresiasi dengan pembebanan
menurun terdiri atas 3 metode pembebanan berikut ini:

a. Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance)


Rumus mencari persentase depresiasi tiap tahun adalah 2/umur ekonomis X Nilai Buku
atau 2 kali tarif depresiasi garis lurus.
Contoh Soal:
CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp
250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000.
Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama
umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai residu
mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun.
Pertanyaan:
Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga!
Jawaban:
HP = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000
Umur ekonomis = 5 tahun
Tarif depresiasi garis lurus = 52.000.000 = 0.2
260.000.000
Depresiasi/ tahun saldo menurun berganda = 2 x 0,2 = 0,4
Atau

2/ umur ekonomis = 2/5 = 0,4

Perlu diperhatikan pada Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance) yaitu:
1. Biaya depresiasi tahun pertama diperhitungkan dengan menggunakan Harga Perolehan,
tanpa dikurangi nilai sisa.
2. Biaya depresiasi untuk tahun terakhir, tidak dihitung berdasarkan tarif (0,4 x Nilai buku),
melainkan dengan mengurangi nilai buku tahun tersebut dengan nilai residu.
Depresiasi tahun I = 2/5 x Rp. 280.000.000
= 0,4 x Rp. 280.000.000
= Rp. 112.000.000.

Program Depresiasi dengan Metode Saldo Menurun Berganda(dalam ribuan):


Ta Harga Depresiasi Akumulasi Nilai Buku Akhir
hun Perolehan /tahun Depresiasi Tahun
0,4 x NB (HP – Akumulasi)
1 280.000 112.000 112.000 168.000
2 280.000 67.200 179.200 100.800
3 280.000 40.320 219.520 60.480
4 280.000 24.192 243.712 36.288
5 280.000 36.288 – 20.000 260.000 20.000
= 16.288

Depresiasi tahun II = 0,4 x Rp. 168.000.000


= Rp. 67.200.000.

Depresiasi tahun III = 0,4 x Rp. 100.800.000


= Rp.40.320.000.

Depresiasi tahun IV = 0,4 x Rp.60.480.000


= Rp.24.192.000.

Depresiasi tahun V = 36.288 – 20.000


= 16.288

b. Metode Jumlah Angka Tahun


Untuk mencari depresasi per tahun, pertama-tama kita jumlahkan umur penggunaan aktiva
tersebut.
Contoh Soal:
CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp
250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000.
Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama
umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai residu
mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun.
Pertanyaan:
Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga!

Jawaban:
Karena n pada soal diatas adalah 5 tahun, maka: 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15.

HP = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000

NR= Rp 20.000.000

HP – NR = Rp 280.000.000 - Rp 20.000.000 = Rp 260.000.000

Depresiasi tahun 1 = 5/15 x Rp 260.000.000= Rp. 86.666.667

Depresiasi tahun 2 = 4/15 x Rp 260.000.000 = Rp. 69.333.333

Depresiasi tahun 3 = 3/15 x Rp 260.000.000= Rp. 52.000.000

Depresiasi tahun 4 = 2/15 x Rp 260.000.000= Rp. 34.666.667

Depresiasi tahun 5 = 1/15 x Rp 260.000.000 = Rp. 17.333.333

Program Depresiasi dengan Metode Jumlah Angka Tahun:


Tahun Harga Depresiasi Akumulasi Nilai Buku Akhir
Perolehan /tahun Depresiasi Tahun
(HP – Akumulasi)

1 280.000 86.666.667 86.666.667 193.333.333


2 280.000 69.333.333 156.000.000 124.000.000
3 280.000 52.000.000 208.000.000 72.000.000
4 280.000 34.666.667 242.666.667 37.333.333
5 280.000 17.333.333 260.000.000 20.000.000

c. Metode Saldo Menurun


NR
1 n
Persentase untuk depresiasi (r) = HP

Berdasarkan contoh diatas :


HP = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000
NR= Rp 2.000.000
n = 5 tahun.

20.000.000
1 5
r= 280.000.000
5
= 1- 0.0714

= 1 – 0,59

= 0,41

Sehingga depresiasi tahun I = 0,41 x Rp. 280.000.000


= Rp 114.829.522,5, dan seterusnya.
lalu dibuatkan program depresiasi, yang caranya sama dengan metode pembebanan
menurun berganda.

E. PENERAPAN PEMELIHARAAN DAN PENGEMBANGAN ASET TETAP


PSAK No. 16 menyatakan bahwa “suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi
untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya
harus diukur berdasarkan biaya perolehan.” Yang dimaksud dengan biaya (harga) perolehan
aktiva tetap adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain
yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai
dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Berikut ini
adalah pedoman pencatatan harga perolehan beberapa akun aktiva tetap:
1. Tanah
Tanah yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat berdirinya perusahaan dicatat
dalam rekening tanah. Apabila tanah itu tidak digunakan dalam usaha perusahaan
maka dicatat dalam rekening investasi jangka panjang. Harga perolehan tanah terdiri dari
berbagai elemen seperti harga beli, komisi pembelian, bea balik nama, biaya penelitian
tanah, iuran (pajak) selama tanah belum dipakai, biaya merobohkan bangunan lama, biaya
perataan tanah, pembersihan dan pembagian, pajak yang jadi beban pembeli pada waktu
pembelian tanah.
Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki keadaan tanah tetapi mempunyai umur yang
terbatas tidak dikapitalisasi dalam rekening tanah tetapi dicatat sendiri dalam rekening
jalan dan jembatan (contohnya biaya membuat jalan, trotoar, dan saluran air). Jika tanah
dimiliki untuk tujuan investasi maka semua biaya yang timbul dalam hubungannya dengan
tanah tersebut selama masa pemilikan dikapitalisasi menambah harga perolehan tanah.
Khusus untuk perseroan terbatas (PT), apabila tanah yang dimiliki tidak merupakan hak
milik tetapi berupa “hak atas tanah” yang umurnya terbatas maka “hak atas tanah” ini
disusutkan selama umurnya dan dicantumkan dalam kelompok aktiva tetap tidak berwujud.
2. Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus dialokasikan pada
tanah dan gedung. Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah harga
beli, biaya perbaikan sebelum gedung itu dipakai, komisi pembelian, bea balik nama, pajak-
pajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian. Apabila gedung dibuat
sendiri maka harga perolehan gedung terdiri dari biaya pembuatan gedung, biaya
perencanaan gambar, biaya pengurusan izin bangunan, pajak selama masa pembangunan
gedung, bunga selama masa pembuatan gedung, asuransi selama masa pembuatan gedung.
Alat-alat perlengkapan gedung seperti tangga berjalan, lift, dan lain-lain dicatat tersendiri
dalam rekening alat-alat gedung dan akan didepresiasi selama umur alat-alat tersebut.
3. Mesin dan Alat-alat
Yang merupakan harga perolehan mesin dan alat-alat adalah harga beli, pajak yang
menjadi beban pembeli, biaya angkut, asuransi selama dalam perjalanan, biaya
pemasangan, biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin. Apabila mesin itu
dibuat sendiri maka harga perolehannya terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan untuk
membuat mesin. Apabila mesin disewa dari pihak lain, biaya sewanya tidak dikapitalisasi
tetapi dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya.
4. Alat-Alat Kerja
Alat-alat kerja yang dimiliki bisa berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan
seperti drei, catut, pukul besi dan lain-lain. Karena harga perolehannya relative kecil maka
biasanya alat-alat ini tidak didepresiasi tetapi diperlukan langkah sebagai berikut: Pada
waktu pembelian dikapitalisasi, kemudian setiap akhir periode dihitung fisiknya, selisihnya
dicatat sebagai biaya untuk periode itu dan rekening alat -alat kerja dikredit, atau
dikapitalisasi sebagai aktiva dengan jumlah tertentu dan dianggap sebagai persediaan
normal, kemudian setiap kali terjadi pembelian baru dibebankan sebagai biaya.
5. Perabot (Mebelair) dan Alat-alat Kantor
Contoh perabot antara lain meja, kursi, lemari; sedangkan alat-alat kantor antara lain
mesin tik, dan mesin hitung. Pembelian atau pembuatan alat-alat ini harus dipisah-pisahkan
untuk fungsi-fungsi produksi, penjualan dan administrasi, sehingga depresiasinya dapat
dibebankan pada masing-masing fungsi tersebut. Yang termasuk dalam harga perolehan
perabot dan alat-alat kantor adalah harga beli, biaya angkut, dan pajak yang menjadi
tanggungan pembeli.

Sama halnya dengan perabot dan alat-alat kantor, maka kendaraan yang dimiliki juga
harus dipisahkan untuk setiap fungsi yang berbeda. Yang termasuk harga perolehan
kendaraan adalah harga faktur, bea balik nama, dan biaya angkut. Pajak-pajak yang dibayar
setiap periode seperti pajak kendaraan bermotor, Jasa Raharja, dan lain-lain dibebankan
sebagai biaya pada periode yang bersangkutan. Harga perolehan kendaraan ini didepresiasi
selam masa kegunaannya.

Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, di mana masing-masing cara
perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Berikut akan dibicarakan
masing-masing perolehan aktiva tetap dan penentuan harga perolehan:
1. Pembelian Tunai
Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat sebesar jumlah uang
yang dikeluarkan. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap termasuk
harga faktur dan semua biaya yang dikeluarkan agar aktiva tetap tersebut siap untuk dipakai,
seperti biaya angkut, premi asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya pemasangan
dan biaya percobaan. Semua biaya-biaya di atas dikapitalisasi sebagai harga perolehan
aktiva tetap. Apabila dalam pembelian aktiva tetap ada potongan tunai, maka potongan
tunai tersebut merupakan pengurangan terhadap harga faktur, tidak memandang apakah
potongan itu didapat atau tidak.
Ilustrasi:
Perusahaan membeli Mobil dengan harga Rp200.000.000,00; perusahaan juga
membayar biaya angkut sebesar Rp500.000; biaya balik nama Rp2.000.000,00. maka
perhitungan harga perolehan mobil adalah sebagai berikut:
Harga mobil Rp 200.000.000
Biaya angkut Rp 500.000
Biaya balik nama Rp 2.000.000
Total harga perolehan Rp 202.500.000
2. Pembelian secara Lumpsum/ Gabungan
Apabila dalam pembelian diperoleh lebih dari satu macam aktiva tetap maka harga
perolehan harus dialokasikan berdasarkan alokasi yang logis pada masing-masing aktiva
tetap, misalnya berdasarkan perbandingan harga pasar relatif atau perbandingan jumlah
pajak atas masing-masing aktiva yang bersangkutan. Menurut PSAK No. 16, harga
perolehan dari setiap aktiva tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar setiap
aktiva yang bersangkutan.
Ilustrasi:
Perusahaan membeli tanah dan bangunan di atasnya dengan harga gabungan
Rp450.000.000,00. Berdasarkan data dari kantor pajak, dari jumlah pajak atas tanah dan
bangunan tersebut, 60% dikenakan atas bangunan dan 40% dikenakan atas tanah.
Berdasarkan perbandingan pajak yang dikenakan aktiva tersebut, harga perolehan
dialokasikan sebagai berikut :
Harga perolehan tanah 40% x Rp450.000.000 = Rp180.000.000,00
Harga perolehan bangunan 60% x Rp450.000.000 = Rp270.000.000,00

Jumlah Rp450.000.000,00

3. Perolehan Melalui Pertukaran

a. Ditukar Dengan Surat-Surat Berharga


Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi perusahaan,
dicatat sebesar harga pasar saham atau obligasi yang digunakan sebagai penukar. Apabila
harga pasar saham atau obligasi itu tidak diketahui, harga perolehan aktiva tetap ditentukan
berdasarkan harga pasar aktiva tersebut. Apabila harga pasar surat berharga dan aktiva tetap
yang ditukar kedua-duanya tidak diketahui, dalam keadaan seperti ini nilai pertukaran
ditentukan oleh keputusan pimpinan perusahaan.
Nilai pertukaran ini dijadikan sebagai dasar pencatatan harga perolehan aktiva tetap dan
nilai-nilai surat-surat berharga yang dikeluarkan. Pertukaran aktiva tetap dengan saham atau
obligasi perusahaan akan dicatat dalam rekening modal saham atau utang obligasi sebesar
nilai nominalnya, selisih nilai pertukaran dengan nilai nominal dicatat dalam rekening
agio/disagio.
Ilustrasi:
PT Mirana menukar sebuah mesin dengan 1.000 lembar saham biasa nominal @
Rp10.000,00. Pada saat pertukaran harga pasar saham sebesar Rp 11.000,00 per lembar.
Harga perolehan mesin adalah Rp 11.000.000,00, untuk selisih nilai pertukaran sebesar
Rp1.000.000 dicatat sebagai agio saham. Apabila dalam pertukaran ini perusahaan
menambah dengan uang maka harga perolehan mesin adalah jumlah uang yang dibayarkan
ditambah dengan harga pasar surat berharga yang dijadikan penukar. Yang dimaksudkan
dengan harga pasar surat berharga adalah harga yang terjadi dalam bursa surat berharga atau
dalam transaksi dengan pihak lain yang bebas.
b. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain
Banyak pembelian aktiva tetap dilakukan dengan cara “tukar tambah” dimana aktiva
lama digunakan untuk membayar harga aktiva baru, baik seluruhnya atau sebagian dan
kekurangannya dibayar tunai. Dalam kondisi ini, harga perolehan aktiva tetap yang
diperoleh dinilai sebesar nilai wajar aktiva tetap yang dilepas atau diperoleh, mana yang
lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar aktiva tetap yang dilepaskan setelah disesuaikan
jumlah kas atau setara kas yang ditransfer. Bila harga pasar aktiva lama maupun baru tidak
dapat ditentukan, maka nilai buku aktiva lama akan digunakan sebagai dasar pencatatan
pertukaran tersebut. Masalah lainnya adalah pengakuan rugi atau laba akibat pertukaran
aktiva tetap tersebut. Pembicaraan mengenai masalah rugi atau laba pertukaran akan
dipisahkan menjadi dua yaitu pertama untuk pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis, yang
kedua pertukaran aktiva tetap yang sejenis.
a) Pertukaran Aktiva Tetap Yang Tidak Sejenis
Yang dimaksud dengan pertukaran aktiva tetap tidak sejenis adalah pertukaran aktiva
tetap yang sifat dan fungsinya tidak sama seperti misalnya pertukaran tanah dengan mesin-
mesin,tanah dengan gedung, dan lain-lain. Perbedaan antara nilai wajar aktiva tetap yang
diserahkan dengan nilai wajar yang digunakan sebagai dasar pencatatan aktiva yang
diperoleh pada tanggal transaksi terjadi harus diakui sebagai laba atau rugi pertukaran
aktiva tetap. Penentuan harga perolehan dalam pertukaran seperti ini harus didasarkan pada
nilai wajar aktiva yang diserahkan tidak dapat diketahui, maka harga perolehan aktiva baru
didasarkan pada nilai wajar aktiva baru.
Ilustrasi:
Awal tahun 2017 PT Maju Jaya menukarkan mesin produksi dengan truk baru, harga
perolehan mesin produksi sebesar Rp200.000.000; akumulasi depresiasi sampai tanggal
pertukaran sebesar Rp150.000.000; sehingga nilai bukunya sebesar Rp50.000.000,00. Nilai
wajar mesin produksi tersebut sebesar Rp80.000.000,00 dan PT Maju Jaya harus membayar
uang sebesar Rp170.000.000,00 dengan harga perolehan truk sebesar Rp250.000.000,00.
Perhitungannya sebagai berikut:
Nilai wajar mesin produksi Rp 80.000.000,00
Uang tunai yang dibayarkan Rp 170.000.000,00
Harga perolehan truk Rp 250.000.000,00

Laba pertukaran mesin dihitung sebagai berikut :


Nilai wajar mesin Rp 80.000.000,00
Harga perolehan mesin Rp 200.000.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp 150.000.000,00
Laba pertukaran mesin Rp 30.000.000,00

Apabila mesin di atas ditukarkan pada pertengahan tahun 2017 dan bukannya awal tahun
2017, maka pertama kali harus diadakan pencatatan depresiasi untuk ½ tahun 2017 dan baru
dilakukan pencatatan transaksi pertukaran. Bila diketahui umur ekonomis mesin adalah 5
tahun.
Perhitungan 6/12 x 1/5 x Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00
Sehingga akumulasi depresiasi mesin adalah Rp170.000.000,00
Laba pertukaran mesin dapat dihitung sebagai berikut :
Nilai wajar mesin Rp 80.000.000,00
Harga perolehan mesin Rp 200.000.000,00

Depresiasi s.d awal 2017 Rp 150.000.000,00


Depresiasi 6 bulan Rp 20.000.000,00 +
Rp 170.000.000,00
Laba pertukaran mesin Rp50.000.000,00

b) Pertukaran Aktiva Tetap Sejenis


Yang dimaksud dengan pertukaran aktiva tetap yang sejenis adalah pertukaran aktiva
tetap yang sifat dan fungsinya sama seperti pertukaran mesin produksi merek A dengan
merek B, mobil merek A dengan merek B, dan seterusnya. Dalam hubungannya dalam
aktiva tetap yang sejenis PSAK No 16 menyatakan bahwa laba atau rugi yang timbul akibat
perbedaan nilai wajar aktiva tetap yang diperoleh dengan yang diserahkan tidak boleh
diakui sehingga selisihnya akan digunakan untuk mengoreksi nilai wajar aktiva yang
diperoleh. Bila terdapat selisih wajar, maka nilai wajar aktiva tetap baru ditetapkan sebesar
nilai buku aktiva yang dilepaskan. Sebaliknya bila nilai buku aktiva yang dilepaskan lebih
tinggi dari nilai wajar aktiva yang diterima, maka nilai buku aktiva yang diserahkan harus
diturunkan (write down), nilai baru sesudah penurunan digunakan sebagai nilai wajar aktiva
yang diterima. Apabila dalam transaksi pertukaran itu perusahaan harus membayar uang
dalam jumlah tertentu, maka harga perolehan aktiva yang diterima sama dengan nilai buku
aktiva yang dilepaskan ditambah uang yang dibayarkan. Sebaliknya apabila perusahaan
menerima uang dalam transaksi pertukaran itu, maka harga perolehan aktiva yang diterima
adalah sebesar nilai buku aktiva yang dilepaskan dikurangi uang yang diterima.

Ilustrasi Pertukaran Dengan Mengeluarkan Kas:


PT Kamila menukarkan truk merek A dengan truk baru merek B. harga perolehan truk
A sebesar Rp100.000.000,00 dan akumulasi depresiasinya sebesar Rp40.000.000,00. Truk
B harga pasarnya (nilai wajar) Rp260.000.000,00. PT Kamila membayar Rp200.000.000,00
tunai. Perhitungannya sebagai berikut:
Harga perolehan truk A Rp100.000.000,00
Akumulasi depresiasi Rp 40.000.000,00
Nilai buku truk A Rp 60.000.000,00
Kas yang dibayarkan Rp200.000.000,00
Harga perolehan truk B Rp260.000.000,00

Ilustrasi Pertukaran Dengan Penerimaan Kas:


Sebagai contoh, misalnya CV Sregep Abadi menukarkan truk A dengan truk B. Harga
perolehan truk A sebesar Rp150.000.000,00 dan akumulasi depresiasinya sebesar
Rp70.000.000,00. Harga pasar (nilai wajar) truk B Rp85.000.000,00 dan CV Sregep Abadi
menerima uang Rp5.000.000,00. Perhitungan harga perolehan truk B sebagai berikut:
Harga perolehan truk A Rp 150.000.000,00
Akumulasi depresiasi Rp 70.000.000,00
Nilai buku truk A Rp 80.000.000,00
Kas yang diterima Rp 5.000.000,00
Harga perolehan truk B Rp 75.000.000,00
4. Pembelian Angsuran
Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam harga perolehan
aktiva tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik jelas-jelas
dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan tersendiri, harus dikeluarkan dari harga
perolehan dan dibebankan sebagai biaya bunga.
Ilustrasi:
CV Firda Jaya pada tanggal 1 Januari 2017 membeli mesin dengan harga Rp30.000.000.
pembayaran pertama Rp15.000.000,00 dan sisanya diangsur tiap tanggal 31 Desember
selama 3 tahun dengan bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan
pembayaran angsuran sebagai berikut :
31 Desember 2017
Pembayaran angsuran I Rp 5.000.000,00
Bunga : 12% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.800.000,00 +
Rp 6.800.000,00

Pembayaran angsuran II Rp 5.000.000,00


Bunga : 12% x Rp10.000.000,00 = Rp 1.200.000,00 +
Rp 6.200.000,00

Pembayaran angsuran III Rp 5.000.000,00


Bunga : 12% x Rp5.000.000,00 = Rp 600.000,00+
Rp 5.600.000,00
Harga perolehan mesin = Rp30.000.000 – Rp3.600.000
= Rp26.400.000,00

5. Diperoleh dari Hadiah/Donasi/Hibah


Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah/donasi, pencatatannya bisa dilakukan
menyimpang dari prinsip harga perolehan. Untuk menerima hadiah, mungkin dikeluarkan
biaya-biaya, tetapi biaya-biaya tersebut jauh lebih kecil dari nilai aktiva tetap yang diterima.
Apabila aktiva tetap dicatat sebesar biaya yang telah dikeluarkan, maka hal ini akan
menyebabkan jumlah aktiva dan modal terlalu kecil, juga beban depresiasi menjadi terlalu
kecil. Untuk mengatasi hal ini maka aktiva yang diterima sebagai hadiah dicatat sebesar
harga pasarnya.
Ilustrasi:
Misalnya UD Umami menerima hadiah berupa tanah dan gedung yang dinilai sebagai
berikut :
Tanah Rp 75.000.000,00
Gedung Rp100.000.000,00+
Rp175.000.000,00

Apabila dalam penerimaan hadiah tersebut UD Umami mengeluarkan biaya sebesar


Rp10.000.000,00 maka modal hadiah akan dikredit dengan jumlah Rp175.000.000,00.
Apabila donasi yang diterima itu belum pasti akan menjadi milik perusahaan (karena
tergantung pada terlaksanya perjanjian) maka aktiva dan modal dicatat sebagai elemen yang
belum pasti (contingent). Bila hak atas aktiva tersebut sudah diterima maka barulah
contingent atas aset dicatat sebagai harta (aktiva).

Pengeluaran reparasi dan pemeliharaan (Repair and Mainenance) adalah segala


pengeluaran untuk menjaga agar aktiva tetap selalu dalam kondisi dapat digunakan secara
normal. Ada dua macam reparasi sebagai berikut:
1. Pengeluaran Reparasi Kecil (Original Expenditure)
Pengeluaran reparasi kecil adalah pengeluaran reparasi dalam jumlah relatif kecil,
biasanya terjadi berulang-ulang dan tidak menambah manfaat potensial aset.
Pengeluaran reparasi kecil diperlakukan sebagai pengeluaran pendapatan yang artinya
pengeluaran reparasi dibebankan sebagai biaya reparasi pada periode terjadinya
pengeluaran.
2. Pengeluaran Reparasi Besar (Major Expenditure)
Pengeluaran reparasi besar adalah pengeluaran reparasi dalam jumlah relatif besar, dan
tidak bersifat rutin. Pengeluaran reparasi besar ini diperlakukan sebagai pengeluaran
modal berdasarkan kondisi tertentu seperti perlakuan kos aset tambahan, perbaikan atau
penggantian sebagai berikut:
a. Kos aset tetap dan akumulasi depresiasi aset tetap dihapus;
b. Kos reparasi dikapitalisasi sebagai kos tetap;
c. Laba dan rugi yang terjadi diakui.
Ilustrasi:

Tanggal 1 Maret 2018 CV Sandiago mengeluarkan biaya reparasi mengganti komponen


mesin A Rp 20.000.000, diketahui kos komponen mesin A sebesar Rp 15.000.000 dan telah
didepresiasi Rp 12.000.000. Pengeluaran ini merupakan pengeluaran reparasi besar. Ayat
jurnal yang harus dibuat oleh CV Sandiago yaitu:

Akumulasi Depresiasi Mesin Rp 12.000.000


Rugi Penggantian Komponen Mesin A Rp 3.000.000
Mesin A Rp 15.000.000

Mesin A Rp 20.000.000
Kas Rp 20.000.000

Ketika pengeluaran tunai Rp 20.000.000 adalah pengeluaran reparasi kecil, ayat jurnal yang
perlu dibuat adalah:

Beban Reparasi Rp 20.000.000


Kas Rp 20.000.000
Berikut ini adalah ringkasan akuntansi untuk pengeluaran setelah pemerolehan aset tetap:

JENIS PERLAKUAN AKUNTANSI


PENGELUARAN
Tambahan Kos tambahan dikapitalisasi seagai kos aset
Perbaikan dan 1. Kos aset lama dan akumulasi depresiasi dihapus
Penggantian 2. Laba atau rugi penggantian diakui
3. Kos penggantian/ perbaikan dikapitalisasi
Penyusunan dan Kos diperlakukan sebagai beban saat terjadi
pengorganisasian
kembali
Reparasi dan Reparasi kecil: kos diperlakukan sebagai beban saat
pemeliharaan terjadi
Reparasi besar: kos dan akumulasi depresiasi aset
lama dihapus, laba atau rugi diakui, dan kapitalisasi
kos reparasi.

F. EVALUASI PENGHENTIAN ASET TETAP

Penghentian aset tetap bisa dikarenakan 3 hal yaitu:

1. Transaksi Penjualan Aset Tetap


Ilustrasi:

TANGGAL 1 Januari 2001 PT Bagong memperoleh gedung degan kos Rp 600.000;


kos gedung didepresiasi metode garis lurus dengan masa manfaat 20 tahun dengan
nilai residu Rp 60.000. Pada 31 Juni 2009, gedung dijual secara tunai Rp 440.500.
Pencatatannya:

a. Mencatat pemutakhiran depresiasi


Beban Depresiasi Gedung Rp 13.500
Akumulasi Depresiasi Gedung Rp 13.500
Pencatatan ini menyebabkan nilai akumulasi depresiasi menjadi Rp 229.500 dari
perhitungan:

Beban depresiasi gedung 2001-2008

(Rp 600.000-Rp 60.000)/20 x 8 tahun Rp 216.000

Beban depresiasi gedung 2009

(Rp 600.000-RP 60.000)/20 x ½ tahun Rp 13.500 +

Akumulasi depresiasi gedung Rp 229.500

b. Pencatatan atas transaksi penjualan gedung:


Kas Rp 440.500
Akumulasi Depresiasi Gedung Rp 229.500
Gedung Rp 600.000
Laba Penjualan Gedung Rp 70.000
2. Berakhirnya Masa Manfaat Aset Tetap
Ilustrasi:

UD Kinanthi memiliki mesin yang diperoleh pada tanggal 1 Januari 2000 dengan
kos Rp 1.000.000, umur ekonomis 10 tahun, dan nilai residu Rp 100.000, depresiasi
metode garis lurus. Jika 1 Januari 2009 berhenti dioperasikan maka pencatatannya:

a. Mencatat depresiasi selama 6 bulan:


Depresiasi gedung (6/12 * Rp 90.000) Rp 45.000.000

Akumulasi depresiasi gedung Rp 45.000.000

b. Mencatat penghentian mesin:


Akumulasi depresiasi mesin Rp 955.000

Rugi penghentian mesin Rp 45.000

Mesin Rp 1.000.000
Pertukaran Dengan Aset Lain
Pertukaran dengan aset lain meliputi pertukaran dengan surat berharga dan
pertukaran dengan aset non-moneter.

G. HARGA PEROLEHAN DAN METODE PENCATATAN BEBAN DEPLESI


ASET TETAP BERUPA SUMBER DAYA ALAM

Terdapat 2 kelompok aset sumber daya alam yaitu: a) aset biologik (misalnya lahan
kayu); dan b) sumber daya mineral, minyak, dan gas. Kos aset sumber daya alam dibentuk
oleh tiga komponen sebagai berikut:

1. Kos Sebelum Eksplorasi, yaitu kos yang terjadi sebelum hak legal untuk
mengeksploasi wilayah tertentu dilakukan.
2. Kos Eksplorasi, yaitu kos yang berhubungan dengan pemerolehan hak melakukan
eksplorasi, studi topografis, geologis, geokemis, geofisis, penyampelan, dan
evaluasi kelayakan teknis.
3. Kos Pengembangan, yaitu kos peralatan berwujud dan kos pengembangan tak
berwujud.
Deplesi adalah proses alokasi manfaat potensial aset sumber daya alam untuk
dipertemukan dengan pendapatan yang dihaslikan dari aset sumber daya alam tersebut pada
periode tertentu.

Ilustrasi:

PT Rahman memperoleh hak menggunakan tanah seluas 1.000 are di Cepu untuk
mengeksplorasi sumber minyak. Proyek ini dikenal dengan proyek A. Biaya sewa Rp
100.000.000, biaya ekssplorasi yang berkaitan langsung dengan penemuan sumber alam Rp
200.000.000, daan kos pengembangan tak berwujud Rp 1.200.000.000. Menurut taksiran,
kandungan sumber daya minyak sebanyak 1.000.000 barrel minyak. Perhitungan deplesi
sebagai berikut:

Kos sumber daya mineral Rp 1.500.000.000

Nilai residu Rp 0

Taksiran unit tersedia 1.000.000 barrel

Tarif deplesi = (Rp 1.500.000.000-Rp 0)/1.000.000 barrel


= Rp 1.500 per barrel

Jika PT Rahman mengekstraksi 100.000 barrel pada tahun pertama maka deplesi tahun ini
adalah Rp 1.500 x 100.000 barrel = Rp 150.000.000
Jurnal untuk mencatat deplesi:
Sediaan minyak Rp 150.000.000
Deplesi akumulasian Rp 150.000.000

Rekening sediaan minyak dikredit dan beban deplesi didebit ketika aset minyak berhasil
dijual. Jumlah minyak yang belum dijual tetap diakaui sebagai sediaan dan dilaporkan
dalam aset lancar sebagai berikut:
Aset Lancar
Sediaan Minyak Rp 150.000.000
Aset Tak Lancar
Pertambangan Minyak (Proyek A) – kos Rp 1.500.000.000
Deplesi akumulasian Rp 150.000.000 -
Nilai buku tambang minyak Rp 1.350.000.000

H. ANALISIS HARGA PEROLEHAN ASET TETAP TIDAK BERWUJUD SERTA


AMORTISASI DARI ASET TETAP TIDAK BERWUJUD

Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki
substansi atau wujud fisik. Biaya atau kos perolehan aset tidak berwujud adalah jumlah kas
atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar sumber daya yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset pada saat aset tersebut diakuisisi atau dibangun, atau saat tersedia, nilai
tersebut diatribusikan pada aset ketika pengakuan awal sesuai dengan persyaratan tertentu
PSAK. Metode amortisasi aset tetap tak berwujud ada tiga yaitu metode garis lurus, metode
saldo menurun, dan metode unit produksi. Kriteria pengakuan aset tidak berwujud sebagai
berikut:

1. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari
aset tersebut.
2. Biaya perolehan aset dapat dikur secara andal.
Cara perolehan dan penciptaan aset tidak berwujud adalah sebagai berikut:
1. Pemerolehan secara terpisah
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud dapat berupa harga beli, pajak, impor
dikurang potongan dan rabat, dan kos terkait lainnya untuk penyiapan aset agar siap
digunakan.
2. Pemerolehan dari kombinasi bisnis
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar aset pada tanggal
perolehan.
3. Bantuan atau izin pemerintah
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar, atau nilai nominal
bantuan ditambah pengeluaran tambahan yang berhubungan langsung dengan
penyiapan aset tersebut.
4. Pertukaran aset
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar, kecuali: a) transaksi ini
tidak memiliki substansi komersial; atau b) nilai wajar aset yang diterima atau aset
yang diserahkan terukur secara andal.
5. Aset tidak tetap lain yang tercipta secara internal
Menurut PSAK No. 19 ada 2 tahapan penciptaan aset tetap tidak berwujud secara
internal yaitu tahapan riset dan tahapan pengembangan.

I. HUTANG JANGKA PANJANG


Hutang jangka panjang adalah semua kewajiban perusahaan yang jatuh temponya lebih dari
satu periode akuntansi, yang akan dilunasi dengan menggunakan sumber-sumber yang bukan
digolongkan sebagai aktiva lancar.
Utang jangka panjang ini, umumnya dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
dana dalam merealisasikan rencana-rencana strategis perusahaan, misalnya ; penambahan
modal kerja permanen, pembelian mesin-mesin atau aktiva tetap baru, perluasan pabrik,
akuisisi, afiliasi, pelunasan hutang jangka panjang lain yang segera jatuh tempo, dll.

Utang jangka panjang, dapat berupa :


a. Utang Obligasi (Bond Payable)
b. Utang Hipotek (Mortgage Notes Payable) suatu jenis pinjaman (utang) jangka
panjang dengan jaminan benda-bemda tidak bergerak
c. Wesel Bayar Jangka Panjang (Long Term Notes)
d. Perjanjian-perjanjian dengan pembayaran angsuran (Installment Payment Contract)
1. Hutang Obligasi
Hutang jangka panjang (long-term debt) terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang
sangat mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu
tahun atau satu siklus operasi perusahaan, menurut mana yang lebih lama. Korporasi biasanya
membutuhkan persetujuan dewan direktur dan pemegang saham sebelum obligasi dapat
diterbitkan, sesuai anggaran dasar perusahaan tersebut. Hal ini berlaku pula untuk jenis-jenis
lain pengaturan hutang jangka panjang.
Pada umumnya, hutang jangka panjang memiliki berbagai ketentuan atau pembatasan
(covenants or restrictions) untuk melindungi baik peminjam maupun pemberi pinjaman. Item-
item yang sering kali dinyatakan dalam perjanjian meliputi jumlah yang diotorisasi untuk
diterbitkan, suku bunga, tanggal jatuh tempo, provisi penarikan, properti yang digadaikan
sebagai jaminan, persyaratan dana pelunasan, modal kerja dan pembatasan dividen, serta
pembatasan yang berhubungan dengan asumsi hutang tambahan. Jika ketatapan ini berperan
penting untuk memahami secara menyeluruh posisi keuangan dan hasil operasi, maka semua
ini harus dijelaskan dalam laporan keuangan atau catatan yang menyertainya. Meskipun
ketentuan ini kelihatannya memberikan perlindungan yang memadai bagi pemegang hutang
jangka panjang, namun banyak pemegang obligasi menderita kerugian yang cukup besar ketika
hutang tambahan dimasukkan ke struktur modal.
PENERBITAN OBLIGASI
Obligasi yang timbul dari suatu kontrak dikenal sebagai indenture obligasi (bond indenture)
dan merupakan janji untuk membayar: (1) sejumlah uang yang sudah ditetapkan pada tanggal
jatuh tempo, ditambah (2) bunga periodik pada tingkat tertentu atas jumlah yang jatuh tempo
(nilai nominal). Setiap obligasi dinyatakan dengan sertifikat dan mempunyai nilai nominal.
Pembayaran bunga obligasi biasanya dilakukan secara setengah tahunan, meskipun suku bunga
pada umumnya dinyatakan secara tahunan. Tujuan utama dari obligasi adalah untuk meminjam
dalam jangka panjang apabila jumlah modal yang diperlukan terlalu besar untuk disediakan
oleh satu pemberi pinjaman. Dengan menerbitkan obligasi dalam pecahan Rp100, Rp1.000,
atau Rp10.000, sejumlah besar hutang jangka panjang dapat dibagi banyak unit investasi yang
kecil, sehingga memungkinkan lebih dari satu pemberi pinjaman berpartisipasi dalam
memberikan pinjaman. Obligasi dapat dijual kepada bank investasi maupun kepada pihak
swasta. Perusahaan dapat langsung menjual obligasinya kepada perusahaan besar dengan
lembaga penjamin swasta sebagai pihak mediatornya.
2. JENIS DAN PERINGKAT OBLIGASI
Ada beberapa jenis obligasi yang dapat kita temui di dunia bisnis, yaitu:
1. OBLIGASI DENGAN DAN TANPA JAMINAN
Obligasi dengan jaminan (secured bonds) didukung oleh janji dari beberapa orang penjamin.
Obligasi hipotek dijamin oleh klaim atas real estat. Obligasi perwalian kolateral dijamin oleh
saham dan obligasi korporasi lain. Obligasi yang tidak didukung oleh jaminan disebut obligasi
tanpa jaminan. Obligasi debenture merupakan obligasi tanpa jaminan (unsecured bonds). Junk
bond juga merupakan obligasi tanpa jaminan dan sangat berisiko, sehingga harus membayar
suku bunga yang tinggi. Jenis-jenis obligasi ini sering digunakan untuk membiayai leverage
buyout.
2. OBLIGASI BERJANGKA, OBLIGASI BERSERI, DAN OBLIGASI YANG DAPAT
DITEBUS
Terbitan obligasi yang jatuh tempo pada satu tanggal disebut obligasi berjangka, sementara
terbitan yang jatuh tempo dengan serangkaian pembayaran angsuran disebut obligasi berseri.
Obligasi yang jatuh tempo secara berseri sering digunakan oleh sekolah atau dinas kebersihan,
atau dinas perpajakan daerah yang menerima uang melalui retribusi khusus. Obligasi yang
dapat ditebus (callable bonds) memberikan kepada penerbitnya hak untuk menebus dan
menarik obligasi itu sebelum jatuh temponya.
3. OBLIGASI KONVERTIBEL, OBLIGASI YANG DIDUKUNG KOMODITAS, DAN
DENGAN DISKONTO BESAR
Jika obligasi dapat dikonversi menjadi sekuritas lain milik korporasi dalam jangka waktu
tertentu setelah penerbitannya, maka obligasi ini disebut obligasi konvertibel (convertible
bonds). Dua jenis obligasi yang baru telah dikembangkan dalam rangka menarik modal dalam
pasar yang ketat yaitu obligasi yang didukung komoditas dan obligasi dengan diskonto besar.
Obligasi yang didukung komoditas (disebut juga obligasi yang berkaitan dengan aktiva) dapat
ditebus dalam ukuran komoditas, seperti minyak dalam barel, batu bara dalam ton, dan logam
mulia dalam ons. Sebagai ilustrasi, PT Mini, sebuah produsen pertambangan perak, menjual
dua terbitan obligasi yang dapat ditebus baik secara tunai sebesar Rp1.000 maupun dengan 50
ons perak, menurut mana yang lebih besar pada tanggal jatuh tempo, dan mempunyai suku
bunga ditetapkan sebesar 8,5%. Masalah akuntansinya adalah dalam memproyeksikan nilai
jatuh tempo, terutama karena harga perak berfluktuasi antara Rp4 sampai Rp40 per ons sejak
penerbitan.
4. OBLIGASI TERDAFTAR DAN OBLIGASI ATAS UNJUK (KUPON)
Obligasi yang diterbitkan atas nama pemilik adalah obligasi terdaftar (registered bonds) dan
mensyaratkan penyerahan sertifikat serta penerbitan sertifikat baru untuk menyelesaikan
penjualan. Namun, obligasi atas unjuk/kupon (bearer/coupon bonds) tidak dicatat atas nama
pemilik dan dapat ditransfer dari satu pemilik ke pemilik yang lainnya cukup dengan
penyerahan.
5. OBLIGASI LABA DAN OBLIGASI PENDAPATAN
Obligasi laba (income bonds) tidak membayar bunga kecuali perusahaan penerbitnya meraih
laba. Obligasi pendapatan (revenue bonds) yang disebut demikian karena membayar bunga
dari sumber pendapatan tertentu, paling sering dikeluarkan oleh bandar udara, distrik sekolah,
daerah, otorisasi jalan tol, dan lembaga pemerintah. Bagaimana para investor memonitor
investasi obligasi mereka? Biasanya mereka mencermati daftar obligasi yang ditemukan di
surat kabar atau secara online. Daftar obligasi perusahaan dalam koran atau majalah bisnis
menunjukkan suku bunga atau kupon, tanggal jatuh tempo, dan harga terbaru. Namun, karena
obligasi perusahaan sekarang lebih aktif diperdagangkan oleh para investor kelembagaan
besar, daftar ini juga mengindikasikan hasilnya saat ini dan mencakup volume yang
diperdagangkan. Daftar obligasi perusahaan akan tampak seperti ini:
Bonds Cur.Yld. Vol Close Net Chg.
SELI 6s38 9,2 22 65 3/8 +1/4
PT RB 6 5/8 34 6,7 5 99 1/8 -1/8

Perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut terdaftar pada kolom pertama dalam hal
ini, adalah tim sepeda profesional Seli, dan perusahaan telekomunikasi PT RB. Di samping
namanya tertera suku bunga yang dibayar oleh obligasi tersebut sebagai persentase dari nilai
parinya. Obligasi Seli memberi tingkat pengembalian sebesar 6%, RB memberikan tingkat
pengembalian 6 5/8%. (Huruf “s” kecil di daftar Seli hanya berfungsi memisahkan suku bunga
dari tahun jatuh tempo obligasi tersebut, yaitu 2038). Obligasi RB jatuh tempo pada 2034.
Selanjutnya, obligasi tim sepeda tersebut mempunyai hasil berjalan (current yield) sebesar
9,2% berdasarkan harga penutupan Rp653,75 per Rp1.000. Volume yang ditransaksikan di
bursa sehari sebelumnya mencapai total Rp22.000, dan harganya naik Rp,50 ( =+1/4 dari
Rp10). Demikian pula volume obligasi RB yang ditransaksikan mencapai Rp5.000 dan ditutup
mendekati nilai parinya, yaitu Rp991,25, turun sebesar Rp1,25 pada hari itu. Juga seperti yang
nyata pada bab ini, suku bunga dan jangka waktu jatuh tempo obligasi mempunyai dampak
langsung pada harga obligasi. Misalnya, peningkatan suku bunga akan menyebabkan
penurunan nilai obligasi; penurunan dalam suku bunga akan menyebabkan peningkatan nilai
obligasi. Efek ini terlihat dalam data yang dilaporkan di bawah ini, berdasarkan tiga dana
obligasi yang berbeda.
Perubahan harga obligasi akibat Kenaikan 1% Penurunan 1%
perubahan suku bunga suku bunga suku bunga
Jangka pendek (2-5 tahuan) -2,5% +2,5%
Jangka menengah (5 tahun) -5% +5%
Jangka panjang (10 tahun) -10% +10%
Sumber: Data dari The Vanguard Group

Faktor lain yang mempengaruhi harga saham adalah fitur call (tarik), yang mengurangi nilai
obligasi. Para investor harus diberi penghargaan untuk menanggung risiko bahwa penerbit
obligasi dapat menarik obligasinya jika suku bunga menurun, yang memaksa para investor
tersebut untuk berinvestasi kembali pada suku bunga yang lebih rendah.

3. PENILAIAN HUTANG OBLIGASI-DISKONTO DAN PREMI


Standar IFRS untuk hutang jangka panjang mengizinkan penilaian hutang jangka panjang
dan kewajiban lainnya menurut nilai wajar, dengan keuntungan serta kerugian perubahan nilai
wajar yang tercatat pada laporan laba-rugi (disebut sebagai “opsi nilai wajar’).
Penerbitan dan pemasaran obligasi kepada publik tidak akan terjadi dalam satu malam.
Biasanya diperlukan waktu selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan untuk
melakukannya. Pertama, perusahaan penerbit harus mendapatkan para penanggung
(underwriter) yang akan membantu memasarkan dan menjual obligasinya. Kemudian,
persetujuan Securities Exchange Commission harus diperoleh, audit dan penerbitan prospektus
(sebuah dokumen yang menjelaskan fitur obligasi dan informasi keuangan yang terkait)
mungkin diperlukan. Akhirnya, perusahaan biasanya harus mencetak sertifikat-sertifikat
obligasi. Seringkali perusahaan penerbit menetapkan persyaratan dalam indenture obligasi jauh
sebelum penjualan obligasi dilakukan. Antara tanggal penetapan syarat dan penerbitan
obligasi, kondisi pasar serta posisi keuangan korporasi yang menerbitkan dapat berubah
signifikan. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi daya pemasaran obligasi serta harga
jualnya.
Harga jual obligasi ditetapkan oleh fenomena umum seperti penawaran dan permintaan dari
pembeli serta penjual, risiko relatif, kondisi pasar, dan keadaan perekonomian. Masyarakat
investasi menilai obligasi pada nilai sekarang dari arus kas masa depan yang diharapkan, yang
terdiri dari bunga dan pokok. Suku bunga yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang
dari arus kas ini adalah suku bunga yang memberikan pengembalian atas investasi yang dapat
diterima, yang sebanding dengan karakteristik risiko penerbitnya.
Suku bunga yang ditulis dalam persyaratan indenture obligasi (dan biasanya tercetak pada
sertifikat obligasi) dikenal sebagai suku bunga ditetapkan, kupon, atau nominal. Suku bunga
ini, yang ditetapkan oleh penerbit obligasi, dinyatakan sebagai persentase dari nilai nominal,
yang disebut juga nilai pari (par value), jumlah pokok (principal amount), atau nilai jatuh
tempo (maturity value) obligasi tersebut.
Jika suku bunga yang digunakan oleh masyarakat investasi (pembeli) berbeda dengan suku
bunga yang ditetapkan, maka nilai sekarang obligasi yang dihitung oleh pembeli (dan harga
beli berjalan) akan berbeda dengan nilai nominal obligasi. Selisih antara nilai nominal dan nilai
sekarang obligasi menentukan harga aktual yang dibayar pembeli untuk obligasi. Selisih antara
nilai nominal dan nilai sekarang obligasi bisa berupa diskonto atau premi. Jika obligasi dijual
lebih rendah dari nilai nominalnya, maka obligasi tersebut dijual dengan diskonto. Jika obligasi
dijual lebih tinggi dari nilai nominalnya, maka obligasi tersebut dijual dengan premi.
Suku bunga aktual yang dihasilkan oleh pemegang obligasi disebut hasil efektif (effective
yield), atau suku bunga pasar. Jika obligasi dijual dengan diskonto, maka hasil efektifnya lebih
tinggi dari suku bunga ditetapkan. Sebaliknya, jika obligasi dijual pada premi, maka hasil
efektifnya lebih rendah dari suku bunga ditetapkan. Pada saat obligasi beredar, harganya
dipengaruhi oleh beberapa variabel, dimana yang sangat berpengaruh adalah suku bunga pasar.
Hal ini merupakan hubungan terbalik antara suku bunga pasar dengan harga obligasi. Untuk
mengilustrasikan perhitungan nilai sekarang penerbitan obligasi, mari perhatikan Service
Master yang telah menerbitkan obligasi:

PV $100.000 Pokok

i = 11%

PV-OA $9.000 $9.000 $9.000 $9.000 $9.000 Bunga

0 1 2 3 4 5

n=5
Senilai Rp100.000, jatuh tempo dalam 5 tahun, dengan bunga 9% yang akan dibayarkan
secara tahunan pada akhir tahun. Ketika diterbitkan, suku bunga pasar obligasi tersebut adalah
11%. Diagram berikut menjelaskan baik arus kas pokok maupun bunga:
Arus kas pokok dan bunga aktual didiskontokan pada tingkat 11% selama periode 5 tahun.

Nilai sekarang dari pokok:


$100.000 x 0,59345 $59.345,00
Nilai sekarang pembayaran bunga:
$9.000 x 3,65590 $33.263,10
Nilai sekarang (harga jual) obligasi $92.608,10

Dengan membayar sebesar Rp92.608,10 pada tanggal penerbitan, investor akan dapat
merealisasi suatu suku bunga atau hasil efektif sebesar 11% selama jangka waktu 5 tahun.
Obligasi itu akan dijual dengan diskonto sebesar Rp7.391,90 (Rp100.000 - Rp92.608,10).
Harga obligasi yang dijual biasanya ditetapkan sebagai persentase dari nilai pari atau nominal
obligasi tersebut. Sebagai contoh, obligasi Service Master dijual seharga 92,6 (92,6% dari nilai
pari). Jika Service Master menerima Rp102.000, maka kita akan mengatakan bahwa obligasi
telah dijual pada 102 (102% dari nilai pari).
Apabila obligasi dijual dibawah nilai nominal, maka ini berarti bahwa investor menuntut
suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga ditetapkan. Biasanya ini terjadi karena investor
dapat menghasilkan tingkat yang lebih tinggi pada investasi alternatif dengan risiko sama.
Mereka tidak dapat mengubah suku bunga ditetapkan, sehingga menolak untuk membayar
sebesar nilai nominal obligasi. Jadi, dengan mengubah jumlah yang diinvestasikan mereka
dapat mengubah suku bunga efektif. Karena investor menerima suku bunga ditetapkan yang
dihitung pada nilai nominal, maka hal ini menghasilkan suku bunga efektif yang lebih tinggi
daripada suku bunga ditetapkan karena mereka membayar lebih kecil dari nilai nominal
obligasi.
Obligasi yang Diterbitkan pada Nilai Pari pada Tanggal Bunga
Apabila obligasi diterbitkan pada tanggal pembayaran bunga dengan nilai pari (nilai
nominal), maka tidak ada bunga akrual dan diskonto atau premi yang diakui. Perusahaan
dengan mudah mencatat hasil kas dan nilai nominal obligasi tersebut. Untuk mengilustrasikan,
jika PT Busan menerbitkan obligasi berjangka 10 tahun dengan nilai pari Rp800.000,
tertanggal 1 Januari 2007, dan membayar suku bunga tahunan sebesar 10% secara setengah
tahunan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli, maka ayat jurnal yang dibuat:
Kas Rp800.000
Hutang Obligasi Rp800.000

PT Busan mencatat pembayaran bunga setengah tahunan pertama sebesar :


Kas Rp800.000
Hutang Obligasi Rp800.000

PT Busan mencatat pembayaran bunga setengah tahunan pertama sebesar Rp40.000 (Rp80.000
x 0,10 x ½) pada tanggal 1 Juli 2007 adalah sebagai berikut:
Beban Bunga Obligasi Rp40.000
Kas Rp40.000

Ayat jurnal untuk mencatat beban bunga akrual pada tanggal 31 Desember 2007 (akhir tahun)
adalah sebagai berikut:
Beban Bunga Obligasi Rp40.000
Hutang Bunga Obligasi Rp40.000

Obligasi yang Diterbitkan dengan Diskonto atau Premi pada Tanggal Bunga
Jika obligasi senilai Rp800.000 yang diilustrasikan diatas diterbitkan tanggal 1 Januari 2007,
pada 97 (maksudnya 97% dari nilai pari), mak penerbitan itu akan dicatat sebagai berikut:
Kas (Rp80.000 x 0,97) Rp776.000
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 24.000
Hutang Obligasi Rp800.000

Karena hal ini berhubungan dengan bunga, maka sebagaimana dibahas sebelumnya, maka
sebagaimana dibahas sebelumnya, diskonto akan diamortisasi dan dibebankan ke beban bunga
selama periode waktu obligasi tersebut beredar.
Menurut metode garis lurus, jumlah yang diamortisasi setiap tahun merupakan jumlah yang
konstan. Sebagai contoh, dengan menggunakan diskonto obligasi sebesar Rp24.000, jumlah
yang diamortisasi BukanItu ke beban bunga setiap tahun selama 10 tahun adalah Rp2.400
(Rp24.000 : 10 tahun). Jika amortisasi dicatat secara tahunan, maka hal itu dicatat sebagai
berikut:
Beban Bunga Obligasi Rp2.400
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp2.400
Pada akhir tahun pertama, yaitu 2007, sebagai hasil dari ayat jurnal amortisasi diatas, saldo
Diskonto Hutang Obligasi yang belum diamortisasi adalah Rp21.600 (Rp24.000 - Rp2.400).
Jika obligasi itu bertanggal serta dijual pada 1 Oktober 2007, dan jika tahun fiskal perusahaan
berakhir tanggal 31 Desember, maka diskonto yang diamortisasi selam tahun 2007 hanya 3/12
dari 1/10 dari Rp24.000, atau Rp600. Bunga akrual selama tiga bulan juga harus dicatat pada
tanggal 31 Desember.
Premi Hutang Obligasi diperhitungkan dengan cara yang sama seperti pada Diskonto
Hutang Obligasi. Jika obligasi berjangka 10 tahun dengan nilai pari sebesar Rp800.000
bertanggal dan dijual pada 1 Januari 2007 seharga 103, maka ayat jurnal berikut dibuat untuk
mencatat penerbitan ini:
Kas (Rp800.000 x 1,03) Rp824.000
Premi atas Hutang Obligasi Rp 24.000
Hutang Obligasi Rp800.000

Pada akhir tahun 2007 dan selama tahun obligasi beredar, ayat jurnal untuk mengamortisasi
premi menurut metode garis lurus adalah:
Premi atas Hutang Obligasi Rp2.400
Beban Bunga Obligasi Rp2.400

Beban bunga obligasi naik dengan amortisasi diskonto dan menurun dengan amortisasi
premi. Beberapa obligasi dapat ditebus oleh penerbitnya sesudah tanggal tertentu pada harga
yang ditetapkan sehingga perusahaan yang menerbitkan dapat mempunyai kesempatan untuk
mengurangi hutang obligasinya atau mengambil manfaat dari suku bunga yang lebih rendah.
Baik dapat ditebus ataupun tidak, setiap premi atau diskonto harus diamortisasi selama masa
manfaat sampai tanggal jatuh tempo karena penebusan secara dini bukan merupakan suatu
kepastian.
Obligasi yang Diterbitkan di Antara Tanggal Bunga
Perusahaan biasanya melakukan pembayaran bunga obligasi setiap setengah tahun pada
tanggal yang telah ditetapkan dalam kontrak obligasi. Apabila obligasi diterbitkan pada tanggal
selain tanggal pembayaran bunga, maka pembeli obligasi itu akan membayar penjual bunga
obligasi yang terhutang dari tanggal pembayaran bunga terakhir sampai tanggal penerbitan.
Sebenarnya, pembeli obligasi membayar dimuka kepada penerbit obligasi untuk bagian dari
pembayaran bunga 6 bulan penuh yang bukan haknya, yaitu karena belum memiliki obligasi
itu selama periode berjalan. Pembeli akan menerima pembayaran bunga 6 bulan penuh pada
tanggal pembayaran bunga setengah tahunan berikutnya. Untuk mengilustrasikannya,
asumsikan bahwa Jalan-Jalan Tbk menerbitkan obligasi dengan nilai pari Rp800.000,
tertanggal 1 Januari 2007, dan membayar bunga pada tingkat tahunan sebesar 6% yang
dibayarkan secara setengah tahunan pada tanggal 1 Januari dan 1 Juli. Karena Jalan-Jalan Tbk
menerbitkan obligasi antara tanggal bunga yaitu pada 1 Maret 2007, ayat jurnal untuk mencatat
penerbitan obligasi pada nilai pari ditambah bunga aktual:
Kas
Hutang Obligasi Rp808.000
Beban Bunga Obligasi (Rp800.000 x 0,06 x 2/12) Rp800.000
(Hutang bunga juga dapat dikredit) Rp 8.000

Pembeli membayar dimuka bunga 2 bulan pada tanggal 1 Juli 2007 yaitu 4 bulan setelah
tanggal pembelian Jalan-Jalan Tbk membayar pembeli bunga 6 bulan. JalanJalan membuat ayat
jurnal berikut pada tanggal 1 Juli 2007:
Beban Bunga Obligasi Rp24.000
Kas Rp24.000

Akun beban bunga obligasi sekarang berisi saldo debet sebesar Rp16.000, yang merupakan
jumlah yang tepat untuk beban bunga 4 bulan pada 6% pada Rp800.000.
Ilustrasi diatas disederhanakan dengan obligasi tanggal 1 Januari 2007, yang diterbitkan
pada tanggal 1 Maret 2007 pada nilai pari. Akan tetapi, jika obligasi 6% diterbitkan pada 102,
maka ayat jurnal per 1 Maret pada pembukuan perusahaan penerbit adalah:
Kas (Rp800.000 x 1,02) + (Rp800.000 x 0,06 x 2/12) Rp824.000
Hutang Obligasi Rp800.000
Premi atas Hutang Obligasi (Rp800.000 x 0,02) Rp 16.000
Beban Bunga Obligasi Rp 8.000

Jalan-Jalan Tbk akan mengamortisasi premi dari tanggal penjualan (1 Maret 2007), bukan
dari tanggal obligasi 1 Januari 2007.
METODE BUNGA YANG EFEKTIF
Prosedur yang lebih disukai untuk amortisasi diskonto atau premi adalah metode bunga
efektif (disebut juga amortisasi nilai sekarang). Dalam metode bunga efektif:
1. Beban bunga obligasi dihitung pertama kali dengan mengalikan nilai tercatat (nilai buku)
obligasi pada awal periode dengan suku bunga efektif.
2. Amortisasi diskonto atau premi obligasi kemudian ditentukan dengan membandingkan
beban bunga obligasi terhadap bunga yang dibayarkan.
Jumlah amortisasi = beban bunga obligasi – pembayaran bunga
obligasi
= (nilai tercatat obligasi pada awal periode x suku
bunga efektif) – (jumlah nominal obligasi x suku bunga
ditetapkan)
Metode bunga efektif menghasilkan beban bunga periodik yang sama dengan persentase
konstan nilai tercatat obligasi itu. Karena persentasenya adalah suku bunga efektif yang
dikeluarkan peminjam pada waktu penerbitan, maka metode bunga efektif menghasilkan
penandingan beban yang lebih baik terhadap pendapatan daripada metode garis lurus. Metode
bunga efektif dan metode garis lurus keduanya menghasilkan jumlah total beban bunga yang
sama selama jangka waktu obligasi. Akan tetapi, apabila jumlah tahunan berbeda secara
material, maka metode bunga efektif disyaratkan menurut prinsip-prinsip akuntansi yang
diterima umum.
Obligasi Diterbitkan pada Diskonto
Untuk menggambarkan amortisasi diskonto menurut metode bunga efektif, Wakatobi Tbk
menerbitkan obligasi 8% senilai Rp100.000 pada tanggal 1 Januari 2007, jatuh tempo 1 Januari
2012, dengan bunga yang dibayarkan setiap tanggal 1 Juli dan 1 Januari. Karena investor
menuntut suku bunga efektif sebesar 10%, maka mereka membayar Rp92.278 untuk obligasi
senilai Rp100.000, yang menciptakan diskonto sebesar Rp7.722. diskonto sebesar Rp7.722 ini
dihitung sebagai berikut:
Nilai jatuh tempo hutang obligasi Rp100.000
Nilai sekarang dari Rp100.000 yang jatuh
tempo dlm 5 tahun pada 10%. Bunga dibayar
secara setengah tahunan
FV (PVF 10 5%); (Rp100.000 X 0,61391) Rp61.391
Nilai sekarang dari Rp4.000, bunga dibayar
secara setengahtahunan selama 5 tahun pada
10% per tahun
R(PVF-OA10 5%); (Rp4.000 x 7,72173) Rp30.887
Hasil dari penjualan obligasi Rp 92.278
Diskonto atas hutang obligasi Rp 7.722

Skedul amortisasi 5 tahun diperlihatkan berikut ini:


SKEDUL AMORTISASI DISKONTO OBLIGASI
Metode Bunga Efektif-Pembayaran Bunga Setengah
Tahunan
Obligasi 5 Tahun, 8%, Dijual untuk Hasil 10%
Tanggal Kas yg Beban Amortisasi Jumlah
dibayarkan Bunga Diskonto Tercatat
Obligasi
1/1/07 Rp 92.278
1/7/07 Rp 4.000a Rp 4.614b Rp 614c Rp 92.892d
1/1/08 Rp 4.000 Rp 4.645 Rp 645 Rp 93.537
1/7/08 Rp 4.000 Rp 4.677 Rp 677 Rp 94.214
1/1/09 Rp 4.000 Rp 4.711 Rp 711 Rp 94.925
1/7/09 Rp 4.000 Rp 4.746 Rp 746 Rp 95.671
1/1/10 Rp 4.000 Rp 4.783 Rp 783 Rp 96.454
1/7/10 Rp 4.000 Rp 4.823 Rp 823 Rp 97.277
1/1/11 Rp 4.000 Rp 4.864 Rp 864 Rp 98.141
1/7/11 Rp 4.000 Rp 4.907 Rp 907 Rp 99.048
1/1/12 Rp 4.000 Rp 4.952 Rp 952 Rp100.000
Rp40.000 Rp 47.722 Rp7.722
aRp4.000 = Rp100.000 x 0.08 x 6/12
bRp4.614 = Rp92.278 x 0,10 x 6/12
cRp 614 = Rp4.614 - Rp 4.000
dRp92.892 = Rp92.278 + Rp 614

Ayat jurnal untuk mencatat penerbitan obligasi Wakatobi Tbk dengan diskonto pada tanggal
1 Januari 2007 adalah:
Kas Rp92.278
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 7.722
Hutang Obligasi Rp100.000
Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran bunga pertama pada 1 Juli 2007 dan amortisasi
diskonto adalah:
Beban Bunga Obligasi Rp4.614
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 614
Kas Rp4.000
Ayat jurnal untuk mencatat beban bunga akrual pada 31 Desember 2007 (akhir tahun) dan
amortisasi diskonto adalah:
Beban Bunga Obligasi Rp4.645
Hutang Bunga Obligasi Rp4.000
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 645

Obligasi Diterbitkan pada Premi


Sekarang asumsikan bahwa untuk penerbitan obligasi seperti yang digambarkan diatas,
investor ingin menerima suku bunga efektif 6%. Dalam kasus ini, mereka akan membayar
Rp108.530 atau premi sebesar Rp8.530, yang dihitung sebagai berikut:
Nilai jatuh tempo hutang obligasi Rp100.000
Nilai sekarang dari Rp100.000 yang jatuh
tempo dalam5 tahun pada 6%. Bunga dibayar
secara setengah tahunan
FV (PVF 10 3%); (Rp100.000 X 0,74409) Rp74.409
Nilai sekarang dari Rp4.000, bunga dibayar
secara setengah tahunan selama 5 tahun pada
6% per tahun
R(PVF-OA10 3%); (Rp4.000 x 8,53020) Rp34.121
Hasil dari penjualan obligasi Rp108.530
Premi atas hutang obligasi Rp 8.530
Skedul amortisasi 5 tahun diperlihatkan berikut ini:
SKEDUL AMORTISASI PREMI OBLIGASI
Metode Bunga Efektif-Pembayaran Bunga Setengah
Tahunan
Obligasi 5 Tahun, 8%, Dijual untuk Hasil 6%
Tanggal Kas yg Beban Amortisasi Jumlah
dibayarkan Bunga Diskonto Tercatat
Obligasi
1/1/07 Rp 108.530
1/7/07 Rp 4.000a Rp 3.256b Rp 744c Rp 107.786d
1/1/08 Rp 4.000 Rp 3.234 Rp 766 Rp 107.020
1/7/08 Rp 4.000 Rp3.211 Rp 789 Rp 106.231
1/1/09 Rp 4.000 Rp 3.187 Rp 813 Rp 105.418
1/7/09 Rp 4.000 Rp 3.162 Rp 838 Rp 104.580
1/1/10 Rp 4.000 Rp 3.137 Rp 863 Rp 103.717
1/7/10 Rp 4.000 Rp 3.112 Rp 888 Rp 102.829
1/1/11 Rp 4.000 Rp 3.085 Rp 915 Rp 101.914
1/7/11 Rp 4.000 Rp 3.057 Rp 943 Rp 100.971
1/1/12 Rp 4.000 Rp 3.029 Rp 971 Rp100.000
Rp40.000 Rp31.470 Rp8.530
aRp4.000 = Rp100.000 x 0.08 x 6/12
bRp3.256 = Rp108.530 x 0,6 x 6/12
cRp 744 = Rp4.000 - Rp3.256
dRp107.786 = Rp108.530 - Rp 744
Wakatobi mencatat penerbitan obligasi dengan premi pada 1 Januari 2007 adalah:
Kas Rp108.530
Premi atas Hutang Obligasi Rp 8.530
Hutang Obligasi Rp100.000
Wakatobi mencatat pembayaran bunga pertama pada 1 Juli 2007 dan amortisasi premi
adalah:
Beban Bunga Obligasi Rp3.256
Premi atas Hutang Obligasi Rp 744
Kas Rp4.000
Diskonto atau premi harus diamortisasi sebagai penyesuaian terhadap beban bunga selama
umur obligasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan suku bunga yang konstan apabila
diterapkan pada nilai tercatat hutang yang beredar pada awal setiap periode tertentu.

Mengakrualkan bunga
Dalam contoh kita sebelumnya, tanggal penerbitan adalah sama. Sebagai contoh ketika
Wakatobi menjual obligasi dengan premi, kedua tanggal pembayaran bunga bersamaan dengan
tanggal laporan keuangan. Akan tetapi, apa yang akan terjadi bila Wakatobi ingin melaporkan
laporan keuangan pada akhir Februari 2007? Dalam kasus ini premi akan di-prorata-kan
menurut jumlah bulan yang tepat untuk mendapatkan beban bunga yang tepat sebagai berikut:
Akrual bunga (Rp4,000 x 2/6) Rp1.333.33
Amortisasi Premi (Rp744x2/6) (248,00)
Biaya bunga (Jan-Feb) Rp1.085,33
Jurnalnya adalah sebagai berikut:
Biaya bunga obligasi 1.085,33
Premi atas hutang obligasi 248,00
Hutang bunga obligasi 1.333,33

Jika perusahaan menyusun laporan keuangan 6 bulan kemudian, maka prosedur


yang sama harus diakui, yaitu premi akan diamortisasi sebagai berikut:
Premi yang diamortisasi (Maret-Juni) (Rp744 x 4/6) Rp496,00
Premi yang diamortisasi (Juli-Agustus) (Rp766x2/6) 253,33
Premi yang diamortisasi (Maret-Agus 2004) Rp751,33
Perhitungannya jauh lebih sederhana jika digunakan metode garis lurus. Sebagai contoh,
dalam situasi Wakatobi, total preminya adalah Rp8.530 yang dialokasikan secara merata
selama periode 5 tahun. Jadi amortisasi premi per bulan adalah Rp142,17 (Rp8.530+60 bulan).

Klasifikasi Diskonto dan Premi


Diskonto hutang obligasi bukan merupakan aktiva karena tidak memberikan manfaat
ekonomi di masa mendatang. Perusahaan mungkin akan menggunakan dana yang dipinjam,
walaupun untuk itu harus membayar bunga. Diskonto obligasi berarti perusahaan meminjam
lebih kecil dari nilai nominal atau nilai jatuh tempo obligasi tersebut, dan karenanya
menghadapi suku bunga aktual (efektif) yang lebih tinggi daripada suku bunga ditetapkan
(nominal). Secara konseptual, diskonto hutang obligasi merupakan akun penilaian kewajiban,
yaitu pengurangan dari jumlah nominal atau jatuh tempo kewajiban yang berhubungan. Akun
ini disebut sebagai akun kontra.
Premi hutang obligasi tidak memiliki eksistensi yang terpisah dari hutang yang berkaitan.
Biaya bunga yang lebih rendah akan dihasilkan karena hasil peminjaman melebihi jumlah
nominal atau jatuh tempo hutang. Secara konseptual, premi hutang obligasi merupakan akun
penilaian kewajiban, yakni penambahan pada jumlah nominal atau jatuh tempo kewajiban yang
berhubungan. Akun ini disebut sebagai akun ajun atau akun pengimbang . Akibatnya
perusahaan melaporkan diskonto obligasi dan premi obligasi sebagai pengurangan langsung
dari atau penambahan pada jumlah nominal obligasi.

BIAYA PENERBITAN OBLIGASI


Penerbitan obligasi melibatkan biaya mendesain dan mencetak, biaya hukum dan akuntansi,
komisi biaya promosi, serta beban serupa lainnya. Perusahaan disyaratkan untuk
membebankan biaya-biaya ini ke akun-akun aktiva, yang sering kali disebut sebagai biaya
penerbitan obligasi yang belum diamortisasi. Perusahaan kemudian mengalokasikan. Biaya
penerbitan obligasi yang belum diamortisasi selama umur hutang itu, dengan cara yang sama
seperti yang digunakan untuk diskonto obligasi.
Terdapat perbedaan nyata antara pandangan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum
(GAAP) dengan SFAS No. 6 mengenai biaya penerbitan hutang. Namun hingga suatu standar
baru dikeluarkan untuk menggantikan GAAP yang ada yaitu untuk penerbitan obligasi yang
belum diamortisasi diperlakukan sebagai biaya yang ditangguhkan dan mengamortisasikannya
selama umur hutang tersebut.
Untuk menggambarkan akuntansi untuk biaya penerbitan obligasi, asumsikan bahwa Rote
Tbk menjual obligasi surat hutang atau debanture senilai Rp20.000.000,- berjangka 10 tahun,
dengan harga Rp20. 795.000 pada tanggal 1 Januari 2007 (juga tanggal obligasi). Biaya
penerbitan obligasinya adalah Rp245.000. Rote mencatat penerbitan obligasi dan amortisasi
biaya penerbitan obligasi sebagai berikut:
I Januari 2007
Kas 20.500.000
Biaya penerbitan obligasi yang blm diamortisasi 245.000
Premi atas hutang obligasi 795.000
Hutang Obligasi 20.000.000
(untuk mencatat penerbitan obligasi)

31 Desember 2007
Biaya penerbitan obligasi 24.500
Biaya penerbitan obligasi yang blm dimortisasi 24.500
(untuk mengamortisasi selama satu tahun biaya penerbitan obligasi-metode garis lurus)

Rote melanjutkan untuk mengamortisasi biaya penerbitan obligasi dengan cara yang sama
selama umur obligasi. Meskipun metode bunga efektif lebih disukai, dalam praktiknya
perusahaan dapat juga menggunakan metode garis lurus untuk mengamortisasi biaya
penerbitan obligasi karena lebih mudah dan hasilnya tidak banyak berbeda.

OBLIGASI TREASURI
Hutang obligasi yang telah diakuisisi kembali oleh perusahaan yang menerbitkannya atau
agen atau trustee atau perwaliannya dan belum dibatalkan disebut sebagai obligasi treasuri
(treasury bonds). Hampir sama dengan saham treasuri, obligasi ini harus dilaporkan dalam
neraca-sebagai pengurangan dari “hutang obligasi”. Apabila obligasi itu dijual atau dibatalkan,
maka akun obligasi treasuri harus dikredit.

PELUNASAN HUTANG LEBIH AWAL


Jika pembayaran hutang (pelunasan hutang lebih awal) obligasi dipegang hingga jatah
tempo, maka tidak ada keuntungan atau kerugian yang dihitung. Setiap premi atau diskonto
dan setiap biaya penerbitan akan diamortisasi sepenuhnya pada tanggal obligasi jatuh tempo.
Akibatnya jumlah tercatat akan sama dengan nilai pasar obligasi tersebut pada saat itu, maka
tidak ada keuntungan atau kerugian.
Dalam beberapa kasus, hutang dilunasi lebih awal sebelum tanggal jatuh tempo. Jumlah
yang dibayarkan atas pelunasan lebih awal atau penebusan sebelum jatuh tempo itu mencakup
setiap premi penarikan dan beban reakuisisi, yang disebut sebagai harta reakuisisi (reaquisition
price). Pada tanggal tertentu, jumlah tercatat bersih (net carrying amount) dari obligasi adalah
jumlah yang akan dibayarkan pada jatuh tempo, yang disesuaikan dengan premi atau diskonto
yang belum diamortisasi, dan biaya penerbitan. Setiap kelebihan dari jumlah bersih yang
tercatat di atas harga reakuisisi merupakan keuntungan dari pelunasan lebih awal. Pada saat
reakuisisi, premi atau diskonto yang belum diamortisasi, dan setiap biaya penerbitan obligasi,
harus diamortisasi sampai tanggal reakuisisi. Untuk menggambarkannya, diasumsikan bahwa
pada tanggal 1 Januari 2000, Gili Tbk. Menerbitkan obligasi dengan nilai pari sebesar
Rp800.000 yang akan jatuh tempo dalam 20 tahun pada 1997. Biaya penerbitan obligasi yang
berjumlah Rp16.000 telah dikeluarkan. Delapan tahun setelah tanggal penerbitan, keseluruhan
terbitan itu ditebus pada 101 dan dibatalkan. Pada saat itu saldo diskonto yang belum
diamortisasi adalah Rp9.600. berikut ilustrasi Gili Tbk. Mengalami kerugian atas penarikan:
Harga reakuisisi (Rp800.000 X 1,01) Rp908.000
Jumlah tercatat berisi dari obligasi yang ditarik:
Nilai nominal Rp800.000
Diskonto yang belum diamortisasi (14.400)
(Rp24.000x12/20)
Biaya penerbitan yang belum diamortisasi
(Rp16.000x12/20) (9.600)
776.000
Kerugian atas penarikan Rp32.000
Jurnal yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Hutang obligasi 800.000
Kerugian atas penarikan obligasi 32.000
Diskonto atas hutang obligasi 14.400
Biaya penerbitan obligasi yang belum diamortisasi 9.600
Kas 808.000
HUTANG BOBOT –MATI
Tingkat hutang yang tinggi akan menyebabkan biaya bunga yang tinggi pula, yang
menurunkan profitabilitas. Namun dalam lingkungan suku bunga yang rendah, seperti yang
terjadi baru-baru ini, perusahaan yang mempunyai neraca yang sarat dengan hutang akan
diuntungkan ketika suku bunga merosot tajam. Lawu Tbk., sebuah perusahaan makanan yang
berpusat di Solo. Lawu selama ini mendanai hutang jangka panjangnya dengan melunasi
obligasi berbunga 6,5 % dan menukarkannya dengan obligasi yang baru diterbitkan dengan
suku bunga sebesar 3,7% hingga 5,9%. Pendanaan ulang ini membuat Lawu dapat menghemat
Rp30 juta dalam biaya bunga tahunan. Lawu dapat keluar dari hutangnya yang mahal ketika
saatnya tepat. Perusahaan lain yang sarat hutang mungkin tidak seberuntung itu ketika suku
bunga naik sebelum mereka dapat mendanai ulang hutangnya.

WESEL BAYAR JANGKA PANJANG


Perbedaan antara wesel bayar lancar dan wesel bayar jangka panjang (long term notes
payable) terletak pada tanggal jatuh temponya. Wesel bayar jangka panjang memiliki substansi
yang sama seperti obligasi dimana keduanya mempunyai tanggal jatuh tempo yang tetap dan
suku bunga ditetapkan atau implisit. Akan tetapi, wesel tidak dapat langsung dijual seperti
obligasi di pasar sekuritas publik yang terorganisasi. Perusahaan non korporasi dan korporasi
kecil mengeluarkan wesel sebagai instrumen jangka panjang mereka, sedangkan korporasi
besar mengeluarkan baik wesel bayar jangka panjang maupun obligasi.
Akuntansi untuk wesel dan obligasi sangat mirip. Seperti obligasi, wesel juga dinilai pada
nilai sekarang dari arus kas bunga dan pokok masa depan, di mana setiap premi dan diskonto
diamortisasi dengan cara yang sama selama umur wesel tersebut. Perhitungan nilai sekarang
dari wesel berbunga (interest bearing notes), pencatatan penerbitannya dan amortisasi setiap
premi atau diskonto serta bunga akrual adalah sama seperti yang dilakukan untuk obligasi.
WESEL DITERBITKAN DALAM NILAI NOMINAL
Penerbitan wesel akan dicatat oleh perusahaan penerbit sebagai berikut:
Kas XXX
Wesel bayar XXX

dan bunga yang terjadi setiap tahun diakui sebagai berikut:


Biaya bunga XXX
Kas XXX
WESEL TIDAK DITERBITKAN PADA NILAI NOMINAL
1. Wesel dengan Bunga Nol (Zero-Interest-Bearing Notes)
Jika wesel berbunga nol atau tanpa bunga semata-mata untuk kas, maka nilai sekarangnya
diukur dengan kas yang diterima. Suku bunga implisit adalah suku bunga yang menyamakan
kas yang dibayarkan dengan jumlah yang diterima di masa depan. Selisih antara jumlah
nominal dan nilai sekarang (kas yang diterima) dicatat sebagai diskonto dan diamortisasi ke
beban bunga selama umur wesel tersebut. Contoh berikut adalah penawaran dari Derawan Tbk
wesel kupon nol (obligasi dengan diskonto dalam atau besar) senilai Rp150 juta yang memiliki
mur 8 tahun. Dengan nilai nominal masing-masing sebesar Rp1.000, wesel tersebut dijual
seharga Rp327-masing-masing dengan diskonto sebesar Rp673. Nilai sekarang dari setiap
wesel merupakan hasil kas sebesar Rp327. Suku bunga dapat dihitung dengan menentukan
suku bunga yang menyamakan jumlah yang saat itu dibayarkan oleh investor dengan jumlah
yang akan diterima di masa mendatang. Derawan mengamortisasi diskonto itu selama 8 tahun
dengan menggunakan suku bunga efektif sebesar 15%. Untuk mengilustrasikan ayat jurnal dan
skedul amortisai, anggaplah bahwa Mentawai menerbitkan wesel tanpa bunga berjangka waktu
3 tahun senilai Rp10.000 kepada Painan Tbk . suku bunga yang sama dengan total kas yang
dibayarkan (Rp10.000 pada jatuh tempo) untuk nilai sekarang dari arus kas masa depan
(Rp7.721,80 kas yang dihasilkan pada tanggal penerbitan) adalah 9 %. (nilai sekarang dari Rp1
untuk 3 periode pada 9% adalah Rp0,77218). Diagram waktu yang menggambarkan satu arus
kas ditunjukkan pada ilustrasi berikut:
PV Rp10.000 pokok
I= 9%
PV-OA Rp0 Rp0
Rp0 bunga
0 1 2 3
Turtle mencatat penerbitan wesel tersebut adalah sbb:
Kas 7.721,80
Diskonto atas wesel bayar 2.278,20
Wesel bayar 10.000,00
Diskonto yang diamortisasi dan biaya bunga diakui Derawan setiap tahun dengan
menggunakan metode bunga efektif. Amortisasi diskonto selam 3 tahun dan skedul biaya
bunga ditunjukkan dalam ilustrasi dibawah ini.
SKEDUL AMORTISASI DISKONTO WESEL
Metode Bunga Efektif
Wesel 0% Didiskontokan pada 9%
Kas yang Biaya bunga Amortisasi Jumlah Tercatat
dibayarkan Diskonto Wesel
Tanggal Rp7.721,80
penerbitan
Akhir Rp1-0- Rp694,96a Rp694,96b 8416,76c
tahun 1
Akhir Rp1-0- 757,51 757,51 9.174,27
tahun 2
Akhir Rp1-0- 825,73d 825,73 10.000
tahun 3
Rp1-0- Rp2.278,20 Rp2.278,20
a
Rp7.721,80x0,09=Rp694,96
b
Rp694,96-0=Rp694,96
c
Rp7.721,80+Rp694,96=Rp8.416,76
d
sen penyesuaian untuk pembulatan

Mentawai mencatat biaya bunga pada akhir tahun pertama dengan menggunakan metode
bunga efektif sebagai berikut:
Biaya Bunga 694,96
Diskonto atas wesel bayar 694,96

Total jumlah diskonto untuk kasus ini sebesar Rp2.278,20, merupakan beban yang akan terjadi
atas wesel selama 3 tahun.
2. Wesel Berbunga
Wesel dengan bunga nol seperti yang disebutkan di atas merupakan contoh perbedaan
mencolok antara suku bunga ditetapkan dan suku bunga efektif. Dalam beberapa kasus,
perbedaan tersebut tidak begitu besar.
Sebagai contoh, Belitung Co., menerbitkan wesel berbunga senilai Rp10.000 berjangka
waktu 3 tahun pada 10% kepada Pahawang Tbk., secara tunai. Suku bunga pasar untuk wesel
dengan risiko sejenis adalah 12%. Dalam kasus ini, karena suku bunga efektif (12%) lebih
besar daripada suku bunga ditetapkan (10%) maka nilai sekarang wesel lebih kecil dari
nominal, yaitu, wesel tersebut dipertukarkan dengan diskonto. Penerbitan wesel tersebut
dicatat oleh Belitung Co. Sebagai berikut:
Kas 9.520
Diskonto atas wesel bayar 480
Wesel bayar 10.000
Diskonto tersebut kemudian akan diamortisasi dan biaya bunga diakui setiap tahun dengan
menggunakan metode bunga efektif. Amortisasi diskonto selama 3 tahun dan skedul biaya
bunga ditunjukkan ilustrasi berikut:
SKEDUL AMORTISASI DISKONTO WESEL
Metode Bunga Efektif
Wesel 10 % diskonto pada 12%

Kas yang Biaya bunga Amortisasi Jumlah tercatat


dibayarkan Diskonto wesel

Tanggal penerbitan Rp9.520

Akhir tahun 1 Rp1.000a Rp1.142b Rp142c 9.662d


Akhir tahun 2 Rp1.000 1.159 159 9.821
Akhir tahun 3 Rp1.000 1.179 179 10.000
Rp3.000 Rp3.480 480
a
Rp10.000x10% =Rp1.000
b
Rp9.520x12% = Rp1.142
c
1.142-Rp1.000=Rp142
d
Rp9.520+Rp142= Rp9.662

Pembayaran bunga tahunan dan amortisasi diskonto untuk tahun pertama telah dicatat oleh
Belitung.co sebagai berikut jumlah per skedul amortisasi.
Biaya bunga 1.142
Diskonto atas hutang obligasi 142
Kas 1.000
Apabila nilai sekarang melebihi nilai nominal, maka wesel tersebut dipertukarkan dengan
premi. Premi atas wesel bayar dicatat sebagai kredit dan diamortisasi dengan menggunakan
metode bunga efektif selama umur wesel tersebut sebagai pengurang tahunan atas jumlah
beban bunga yang diakui.

WESEL BAYAR DALAM SITUASI KHUSUS


1. Wesel Diterbitkan untuk Properti, Barang dan Jasa
Terkadang, perusahaan menukarkan properti, barang, atau jas dengan wesel bayar. Apabila
instrumen hutang tersebut dipertukarkan dengan properti, barang, atau jasa dalam suatu
transaksi pertukaran istimewa, maka suku bunga ditetapkan dianggap layak kecuali jika:
a. Tidak ada suku bunga yang ditetapkan
b. Suku bunga yang ditetapkan tidak layak
c. Jumlah nominal yang ditetapkan dari instrumen hutang itu secara material berbeda
dengan harga jual tunai berjalan atas barang yang sama atau serupa atau dari nilai pasar
berjalan instrumen hutang itu.Dalam situasi ini, nilai sekarang dari instrumen hutang
diukur menurut nilai wajar properti, barang, atau jasa atau menurut jumlah yang secara
layak mendekati nilai wajar wesel itu. jika tidak ada suku bunga yang ditetapkan, maka
suku bunga adalah selisih antara nilai nominal wesel dan nilai wajar properti.

Sebagai contoh, asumsikan bahwa PT Tanjung Lesung menjual tanah yang mempunyai
harga jual tunai sebesar Rp200.000 kepada Karimunjawa berjangka 5 tahun senilai Rp293.866.
harga jual tunai sebesar Rp200.000 merupakan nilai sekarang dari wesel senilai Rp293.866
dengan tingkat diskonto 8 % selama 5 tahun. Haruskah kedua belah pihak mencatat transaksi
itu dicatat pada tanggal penjualan sebesar nilai nominal wesel, yaitu Rp293.866? tentu saja
tidak. Jika dilakukan, maka akun tanah Karimunjawa dan penjualan PT Tanjung Lesung akan
ditetapkan terlalu tinggi sebesar Rp93.866 (bunga untuk 5 tahun pada suku bunga efektif 8%).
Pendapatan bunga bagi PT Tanjung Lesung dan beban bunga bagi Karimunjawa selama
periode 5 tahun akan ditetapkan terlalu rendah sebesar Rp93.866. Karena selisih antara harga
jual tunai sebesar Rp200.000 dengan jumlah nominal wesel Rp293.866 merupakan bunga pada
suku bunga efektif 8%, maka transaksinya dicatat pada tanggal pertukaran sebagai berikut:

Pembukuan Karimunjawa, Inc.(pembeli) Pembukuan PT Tanjung Lesung


Tanah 200.000 Wesel tagih 293.866
Diskonto atas wesel bayar 93.866 diskonto atas wesel tagih 93.866
Wesel bayar 293.866 penjualan 200.000

Selama umur 5 tahun dari wesel tersebut, Karimunjawa mengamortisasikan secara tahunan
sebagian dari diskonto sebesar Rp93.866. sebagai pembebanan ke beban bunga. PT Tanjung
Lesung akan mencatat pendapatan bunga sejumlah Rp93.866 selama periode 5 tahun dengan
mengamortisasikan juga diskonto itu. metode bunga efektif akan diwajibkan, meskipun
pendekatan lain untuk amortisasi juga dapat digunakan jika hasil yang diperoleh tidak berbeda
secara material dengan yang dihasilkan oleh metode bunga efektif.
2. Pilihan Suku Bunga
Dalam transaksi wesel, suku bunga pasar atau suku bunga efektif itu nyata atau dapat
ditentukan oleh faktor lain yang terlibat dalam pertukaran, seperti nilai pasar wajar dari apa
yang diberikan atau diterima. Namun, jika sebuah perusahaan tidak dapat menentukan nilai
wajar properti, barang, jasa atau hak lain, dan jika wesel tersebut tidak mempunyai pasar yang
siap menampungnya, masalah penentuan nilai sekarang wesel tersebut menjadi lebih sulit.
Untuk memperkirakan nilai sekarang, sebuah wesel dalam kondisi seperti itu, perusahaan harus
memperkirakan suku bunga penerapannya yang mungkin berbeda dengan suku bunga yang
diterapkan. Proses penaksiran suku bunga ini disebut sebagai penggantian (impultation) dan
suku bunga yang dihasilkan disebut sebagai suku bunga terkait (impulted interest rate).
Suku bunga yang berlaku untuk instrumen yang serupa dari para lembaga penerbit wesel
yang mempunyai peringkat kredit yang serupa akan mempengaruhi pilihan suku bunganya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah perjanjian pembatasan, jaminan/kolateral, jadwal
pembayaran, dan suku bunga utama yang berlaku. Perusahaan menentukan suku bunga terkait
ketika mereka menerbitkan wesel, perubahan yang terjadi sesudahnya pada suku bunga yang
ada akan diabaikan.
Pada tanggal 31 Desember 2007, Meru Betiri Tbk menerbitkan promes kepada Setumbu
Tbk untuk jasa arsitektur. Wesel tersebut mempunyai nilai nominal sebesar Rp550.000, jatuh
tempo tanggal 31 Desember 2012, dan suku bunga ditetapkan sebesar 2%, yang akan
dibayarkan pada setiap akhir tahun. Nilai wajar jasa arsitektur tersebut tidak dapat segera
ditentukan, sementara promes tidak dapat segera dipasarkan. Berdasarkan peringkat kredit
Meru Betiri Tbk, tidak ada jaminan yang terlibat, suku bunga utama pada tanggal itu, dan bunga
yang berlaku atas hutang Meru Betiri lainnya yang beredar, suku bunga terkait sebesar 8 %
dianggap sudah layak dalam situasi saat ini. Berikut adalah diagram waktu yang
menggambarkan arus kas keduanya:
PV Rp550.000 pokok
i=8%
PV-OA Rp11.000 Rp11.000 Rp11.000 Rp11.000 Rp11.000bunga

0 1 2 3 4 5
n=5

Nilai sekarang wesel dan nilai wajar terkait dari jasa arsitektur ditentukan sebagai berikut:

Nilai nominal wesel $550.000


Nilai sekarang dari $550.000 yang jatuh tempo dalam 5 tahun
Pada bunga 8% dibayarkan secara tahunan (550.000x0,68058) $374.319
Nilai sekarang dari $11.000 yang dibayarkan secara tahunan
Selama 5 tahun pada bunga 8%(11.000x3,99271) $43.920
Nilai sekarang wesel $418.239
Diskonto atas wesel bayar $131.761

Jurnalnya sebagai berikut:


31 Desember 2008
Bangunan (konstruksi dalam proses) 418.239
Diskonto atas wesel bayar 131.761
Wesel bayar 550.000
Skedul amortisasinya seperti pada tabel berikut:
SKEDUL AMORTISASI DISKONTO WESEL
Metode Bunga Efektif
Wesel 2 % diskonto pada 8% (terkait)
tanggal Kas yang Biaya Amortisasi Jumlah
dibayarkan( bunga Diskonto tercatat
2 %) (8%) wesel
31/12/2007 418.239
a b c
11.000 33.459 22.459 440.698d
11.000 35.256 24.256 464.954
37.196 26.196 491.150
39.292 28.292 519.442
e
41.558 30.558 550.000
55.000 186.761 131.761
a
550.000 x 2%= 11.000
b
428.239x 8%= 33.459
c
33.459-11.000=22.459
d
418.239+22.459=440.690
e
penyesuaian sebesar Rp3 untuk mengkompensasi pembulatan.

Pembayaran bunga tahun pertama dan amortisasi diskonto dicatat sebagai berikut:
Biaya bunga 33.459
Diskonto atas wesel bayar 22.459
Kas 11.000

WESEL BAYAR HIPOTEK


Bentuk paling umum dari wesel bayar jangka panjang adalah wesel bayar hipotek. Wesel
bayar hipotek (mortagage notes payable) adalah wesel promes yang dijamin dengan suatu
dokumen yang disebut hipotek yang menggadaikan hak atas properti sebagai jaminan
pinjaman. Wesel bayar hipotek lebih sering digunakan oleh perusahaan perorangan dan
persekutuan daripada korporasi. Peminjam biasanya menerima kas dalam jumlah nominal
wesel hipotek, di mana jumlah nominal wesel itu merupakan kewajiban yang sebenarnya dan
tidak ada diskonto atau premi yang terlibat. Namun, apabila dikenakan penilaian “poin” oleh
pemberi pinjaman, maka jumlah total yang diterima oleh peminjaman kurang dari jumlah nilai
nominal wesel. Poin menaikkan suku bunga efektif di atas yang ditetapkan suku bunga dalam
wesel. Satu poin adalah 1% dari nilai nominal wesel.
Sebagai contoh, Sombori Tbk. Meminjam Rp1.000.000 dengan menandatangani wesel
hipotek berjangka waktu 20 tahun dengan suku bunga ditetapkan sebesar 10,75% sebagai
bagian dari pendanaan untuk pabrik baru. Jika Asosiasi Simpan Pinjam menuntut 4 poin untuk
menutup pendanaan itu, maka Sombori akan menerima 4 % lebih kecil dari Rp1.000.000 atau
Rp960.000 tetapi ini akan berkewajiban untuk membayar kembali jumlah keseluruhan
Rp1.000.000 pada tingkat Rp10.150 per bulan. Karena Sombori hanya menerima Rp960.000
dan membayar kembali Rp100.000, maka suku bunga efektif naik mendekati 11,3% atas uang
yang benar-benar dipinjam. Di neraca, Sombori seharusnya melaporkan wesel bayar hipotek
sebagai kewajiban dengan menggunakan judul seperti “wesel ayar hipotek” atau “wesel bayar-
dijamin”, dengan pengungkapan singkat mengenai properti yang digadaikan dalam catatan atas
laporan keuangan.
Hipotek dapat dibayarkan dalam jumlah penuh pada saat jatuh tempo atau secara angsuran
selama umur pinjaman. Jika dibayarkan pada saat jatuh tempo, maka hutang hipotek akan
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang di neraca sampai waktu mendekati tanggal
jatuh tempo yang kemudian harus disajikan sebagai kewajiban lancar. Jika dibayar secara
angsuran, maka angsuran jangka pendek yang harus dibayar ditunjukkan sebagai kewajiban
jangka panjang.
Pemberi pinjaman sebagian mengganti bentuk tradisional hipotek suku bunga tetap dengan
perjanjian hipotek alternatif. Sebagian besar pemberi pinjaman menawarkan hipotek dengan
suku bunga variabel (disebut juga hipotek dengan suku bunga yang berfluktuasi atau dapat
disesuaikan) yang menawarkan suku bunga yang terkait dengan perubahan suku bunga yang
berfluktuasi. Pada umumnya pemberi pinjaman dengan suku bunga variabel menyesuaikan
suku bunga pada interval waktu satu atau tiga tahun, dengan menentukan penyesuaian terhadap
perubahan suku bunga utama atau tingkat obligasi yang telah ditentukan oleh lembaga
berwenang.

a. Wesel Bayar Jangka Panjang


1. Wesel Tak Berbunga (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 21)
a. Tingkat bunga adalah % diskonto yang menyamakan nilai nominal dengan
jumlah yang diterima sekarang
b. Selisih nilai nominal dan jumlah yang diterima sekarang dicatat sebagai
premium/diskonto
c. Premium/diskonto harus diamortisasi selama umur wesel
d. Metode amortisasi adalah Garis Lurus dan Bunga Efektif

2. Wesel Berbunga (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 21)


a. Tingkat bunga nominal > tingkat bunga pasar ------ jumlah yang diterima
sekarang > nilai nominal -------- premiun
b. Tingkat bunga nominal < tingkat bunga pasar ------- jumlah yang diterima
sekarang < nilai nominal ----- diskonto
c. Premium/diskonto harus diamortisir selama umur wesel
d. Metode amortisasi adalah Garis Lurus dan Bunga Efektif

3. Wesel ditukar dengan barang/jasa (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 22)


a. Barang/jasa yang diperoleh ditentukan nilainya berdasarkan:
1). Nilai sekarang dari aliran kas yang akan datang yang harus dibayar untuk
wesel, atau
2). Harga pasar barang/jasa mana yang lebih andal
b. Selisih nilai barang/jasa yang diperoleh dan nilai nominal wesel dicatat sebagai
premium/diskonto yang harus diamortisir

AKUNTANSI RESTRUKTURISASI HUTANG-PIUTANG BERMASALAH (PSAK


54)
1. Pengertian (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 22)
Restrukturisasi hutang piutang bermasalah terjadi jika berdasarkan pertimbangan
ekonomi atau hukum, kreditur memberikan konsesi khusus kepada debitur. Tujuan kreditur
adalah untuk mendapatkan yang terbaik dalam situasi yang sulit.
2. Bentuk-bentuk konsesi khusus (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 22 - 23)
a. Transfer aset dari debitur ke kreditur
b. Penyerahan saham debitur kepada kreditur
1) pengurangan tingkat bunga
2) pengunduran tanggal jatuh tempo
3) pengurangan jumlah pokok pinjaman
4) pengurangan bunga yang terhutang

3. Akuntansi Debitur (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 23 - 26)


a. Pelunasan hutang melalui pengalihan aset atau penyerahan saham
1). Nilai buku hutang yang diselesaikan = jumlah nominal + (-) premium/diskonto + bunga
yang terhutang + biaya pengeluaran obligasi yang belum diamortisir
a). Nilai buku hutang – nilai wajar aset./saham yang diserahkan = keuntungan
restrukturisasi hutang
b). Keuntungan diakui dalam periode terjadinya restrukturisasi
c). Keuntungan diklasifikasikan sebagai pos luar biasa
2). Perbedaan nilai wajar dengan nilai buku aset yang diserahkan:
a). Diakui sebagai keuntungan/kerugian penyerahan aktiva
b). Dalam periode terjadinya penyerahan aktiva
c). Diklasifikasikan sebagai pos biasa
b. Modifikasi persyaratan hutang
1). Jumlah pembayaran kas masa depan = pokok hutang + jumlah bunga, tanpa
memperhitungkan nilai tunainya
2). Jumlah pembayaran kas masa depan > nilai buku hutang:
a). Tidak ada laba/rugi restrukturisasi yang diakui
b). Nilai buku hutang pada saat restrukturisasi tidak diubah
c). Tingkat bunga efektif baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan
nilai tunai jumlah pembayaran kas masa depan dengan nilai buku hutang
d). Beban bunga dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo = tingkat bunga
efektif baru x nilai buku hutang pada awal setiap periode.
3) Jumlah pembayaran kas masa depan < nilai buku hutang:
a). Diakui keuntungan restrukturisasi sebesar jumlah penurunan hutang sebagai pos luar
biasa
b). Nilai buku hutang diturunkan ke jumlah yang sama dengan jumlah pembayaran kas
masa depan
c). Seluruh pembayaran kas dianggap sebagai pengurangan nilai buku hutang dan tidak
ada beban bunga yang diakui dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo
c. Kombinasi beberapa cara restrukturisasi
1). Nilai buku hutang dikurangi dengan nilai wajar asset/saham yang diserahkan
2). Dibandingkan antara nilai buku hutang yang tersisa dengan jumlah pembayaran kas
masa depan
3). Perbedaan nilai wajar dan nilai buku aset yang diserahkan diakui sebagai laba/rugi
penyerahan aktiva (pos biasa)
d. Biaya yang dikeluarkan oleh debitur dalam restrukturisasi:
1).Dikurangi dari keuntungan atau
2).Diakui sebagai biaya untuk periode terjadinya restrukturisasi jika tidak ada
keuntungan yang diakui.
4. Akuntansi Kreditur (Dewi Ratnaningsih, 1998 : 26 - 27)
a. Pelunasan piutang melalui penerimaan aset/saham
Selisih antara nilai buku piutang dengan nilai wajar aset/saham yang diterima diakui
sebagai kerugian (dibebankan ke Cadangan kerugian Piutang)
b. Modifikasi persyaratan piutang
1). Nilai tunai penerimaan kas masa depan (pokok piutang + bunga) dengan tingkat
bunga efektif histori
2). Nilai tunai penerimaan kas masa depan > nilai buku piutang:
a). Tidak ada laba/rugi yang diakui
b). Nilai buku piutang pada saat restrukturisasi tidak diubah
3).Nilai tunai penerimaan kas masa depan < nilai buku piutang
a). Diakui kerugian sebesar jumlah pengurangan piutang
b). Saldo piutang dikurangi menjadi jumlah nilai tunai penerimaan kas masa depan
c). Semua penerimaan kas dicatat sebagai pengembalian pokok piutang dan
penghasilan bunga sesuai dengan proporsinya
c. Kombinasi beberapa cara restrukturisasi
1). Nilai buku piutang dikurangi nilai wajar asset/saham yang diterima (dikurangi
estimasi biaya untuk menjualnya)
2). Dibandingkan nilai tunai penerimaan kas masa depan dengan nilai buku piutang
yang tersisa
d. Biaya yang dikeluarkan oleh kreditur dalam restrukturisasi: Dicatat sebagai biaya pada
saat terjadinya.

Contoh soal Restrukturisasi Hutang Piutang bermasalah :


Tanggal 31 Desember 2001, perusahaan X dan bank melakukan restrukturisasi hutang-piutang
karena perusahaan X dalam kesulitan keuangan. Nilai nominal hutang-piutang wesel adalah
Rp10.000.000 ditandatangani pada 1 Januari 1998 dengan premium sebesar Rp1.000.000 dan
umur 5 tahun (amortisasi premium dengan metode garis lurus baik oleh perusahaan X maupun
bank). Bunga sampai dengan tahun 2001 sudah dibayar. Bank bersedia menerima kendaraan
perusahaan X yang saat itu memiliki harga pasar Rp9.000.000. Kendaraan dibeli pada 1 Januari
1999 dengan harga Rp10.000.000 dengan umur ekonomis 10 tahun tanpa nilai residu dan
metode depresiasi garis lurus. Dari data-data tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
:
a. Untuk perusahaan X :
1). Hitung laba restrukturisasi dan laba/rugi penyerahan kendaraan
2). Buat jurnal pada 31 Desember 2001
b. Untuk bank :
1). Hitung kerugian yang harus diakui
2). Buat jurnal pada 31 Desember 2001
Penyelesaian :
a. Untuk Perusahaan X
Amortisasi premium = Rp1.000.000/5 = Rp200.000
Premium yang sudah disusut : 1 Jan 1998 – 31 Des 2001 = 4 tahun
Nilai buku hutang = jumlah nominal + premium yang belum diamortissasi
= Rp10.000.000 + Rp200.000 = Rp10.200.000
Harga pasar kendaraan = 9.000.000 -
Laba restrukturisasi = Rp 1.200.000

Depresiasi Kendaraan = Rp10.000.000/10 = Rp1.000.000


Kendaraan dibeli 1 Jan 1999 – 31 Desember 2001 = 3 tahun (sudah disusut)
Nilai buku kendaraan = Rp10.000.000 – 3(Rp1.000.000) = Rp7.000.000
Harga pasar kendaraan = 9.000.000 -
Laba penyerahan kendaraan = Rp2.000.000

Jurnal pada 31 Desember 2001


Hutang Wesel Rp10.000.000
Premium Hutang Wesel 200.000
Akumulasi Depresiasi Kendaraan 3.000.000
Kendaraan Rp10.000.000
Laba Restrukturisasi 1.200.000
Laba Penyerahan Kendaraan 2.000.000
b. Untuk Bank
NB Piutang = Rp10.200.000
Harga pasar kendaraan 9.000.000 -
Rugi = Rp 1.200.000

Jurnal pada 31 Des 2001


Kendaraan Rp9.000.000
Cadangan Kerugian Piutang 1.200.000
Piutang Wesel Rp10.000.000
Premium Piutang Wesel 200.000

EKUITAS PEMEGANG SAHAM: MODAL KONTRIBUSI

Ekuitas pemegang saham pada dasarnya menunjukkan jumlah kontribusi dari para pemegang
saham dan bagian yang dihasilkan dan yang ditahan oleh perusahaan

SIFAT DASAR EKUITAS PEMEGANG SAHAM


Kepentingan pemilik atau pemegang saham pada perusahaan bisnis adalah suatu kepentingan
sisa (residual interest).

Sumber utama ekuitas

1. Kontribusi pemegang saham (modal disetor)

2. Laba (penghasilan) yang ditahan oleh perusahaan

Modal adalah bagian ekuitas pemegang saham yang disyaratkan menurut anggaran dasar untuk
ditahan dlm perusahaan sebagai perlindungan bagi kreditur.

Umumnya modal dasar adalah nilai pari semua saham yang diterbitkan, ttpi jika saham tanpa
nilai pari diterbitkan, itu bisa berupa:

1. Total dari pembayaran untuk saham tersebut

2. Jumlah minimum yang ditetapkan dalam hukum perseroan yang berlaku

3. Jumlah yang diputuskan oleh dewan komisaris menurut kebijksanaannya.


Sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai investasi ekuitas, ada baiknya jika kita
mengetahui jenis organisasi bisnis dan dampaknya terhadap kewajibannya

Tiga jenis utama organisasi bisnis

1. Perusahaan perorangan,

2. Firma, dan

3. Perseroan, bentuk yang paling dominan

Dari segi kepemilikan, Perseroan diklasifikasikan sbb:

1. Perseroan Sektor Masyarakat; unit-unit pemerintah atau operasi bisnis yang dimiliki
unit-unit pemerintah

2. Perseroan Sektor Swasta

a. Bukan Saham: bersifat nirlaba dan tak menerbitkan saham (tempat ibadah, yayasan
sosial dan sekolah)

b. Saham: yang beroperasi untuk mencari laba dan menerbitkan saham

i. Perseroan tertutup (non-publik): saham dipegang oleh beberapa pemegang


saham (mungkin satu keluarga) dan tak tersedia untuk pembelian umum.

ii. Perseroan terbuka; saham dijual secara luas dan dipegang oleh masyarakat
umum

(a). Perseroan terdaftar; saham diperdagangkan pada suatu bursa efek/stock


exchange yang terorganisasi

(b). Perseroan tak terdaftar/paralel (over-the–counter Tbk): saham


diperdagangkan pada suatu pasar dimana pialang surat berharga
(securities dealers) membeli dr dan menjual kepada publik.

Bentuk perusahaan yang dipilih mempengaruhi akuntansi dalam hal berikut

1. Pengaruh ketentuan hukum

2. Penggunaan saham modal atau sistem saham

3. Pengembangan berbagai kepentingan kepemilikan

4. Kewajiban terbatas pemegang saham

5. Formalitas pembagian laba


SAHAM MODAL ATAU SISTEM SAHAM
Hak pemegang saham dari setiap lembar saham adalah

1. Membagi laba dan rugi secara proporsional

2. Ikut serta dalam manajemen (hak untuk memilih direktur) secara proporsional

3. Membagi aktiva perusahaan bila terjadi likuidasi secara proporsional

4. Ikut serta secar proporsional dlm penerbitan saham.

Tiga hak pertama berlaku untuk semua perusahaan, sedangkan point terakhir diberikan sebagai
kewajiban perusahaan untuk menjaga kepemilikan oleh pemegang saham.

Keunggulan sekaligus potensi masalah dari sistem saham adalah kemudahannya dalam
pemindahan hak perusahaan dari seseorang ke orang lain namun tidak dapat mengendalikan
pihak siapa saja pihak yang boleh membeli sahamnya. Orang yang memiliki saham dlm st
perusahaan dapat menjual sahamnya ke pihak lain tiap saat dengan harga yang disepakati antara
pemilik sebelumnya dengan calon pemilik berikutnya.

JENIS-JENIS SAHAM
Pada dasarnya saham dibagi menjadi 2, yaitu saham biasa dan saham preferen. Perbedaan
keduanya akan dibahas bada bagian lagin di modul ini.

KEWAJIBAN PEMEGANG SAHAM YANG TERBATAS


Pemilik perseroan yaitu para pemegang saham yang menyumbangkan kekayaan/jasa kepada
perusahaan sebagai ganti untuk saham kepemilikan dan kekayaan/jasa tersebut merupakan
batas kerugian pemegang saham. Nilai pari saham adalah saham yang memiliki nilai tetap
tercetak pada setiap lembar saham

Saham pada nilai premi/agio atau diskonto/disagio adalah saham modal perseroan diterbitkan
di atas atau di bawah nilai pari

Kewajiban kontinjen pemegang saham / saham yang dibeli pada harga di bawah nilai pari:

1. kewajiban kepada kreditur perusahaan, bukan kepada perusahaan itu sendiri.

2. menjadi kewajiban yang sebenarnya hanya jika jumlah di bawah pari harus
dikumpulkan untuk membayar kreditur jika perusahaan dibubarkan
3. tgg jwb pemegang sertifikat asli pada saat pembubaran perusahaan kecuali oleh kontrak
dimana tanggung jawab ini dialihkan kepada pemegang lain.

FORMALITAS PEMBAGIAN LABA, hal yang perlu diperhatikan:


1. Pembagian kepada pemilik harus mematuhi hukum perseroan,

2. Pembagian kepada pemegang saham harus disetujui oleh dewan komisaris/direksi (board
of directors),

3. Dividen harus sesuai dengan kontrak saham modal spt hal preferensi, partisipasi dll.

AKUNTASI UNTUK PENERBITAN SAHAM


Saham Nilai Pari
Hal yang perlu diingat terkait penerbitan saham dengan nilai pari adalah seperti yang dijelaskan
pada tiga hal di bawah ini:

1. Saham disetor atau saham biasa, memperlihatkan nilai pari saham terbitan perseroan.

2. Modal disetor yang melebihi nilai pari atau tambahan modal disetor atau agio saham.
Menunjukkan kelebihan atas nilai pari yang disetor oleh pemegang saham sebagai ganti
saham yang diterbitkan. Kelebihan di atas nilai pari menjadi bagian modal disetor
perusahaan,

3. Diskonto atau Disagio Saham. Menunjukkan bahwa saham diterbitkan di bawah nilai
pari. Pemegang saham yang diterbitkan di bawah nilai pari dapat diminta membayar
jumlah diskonto jika diperlukan untuk melindungi kreditur dari kerugian bila
perusahaan dilikuidasi.

Contoh PT Sekolah Terus menjual 10.000 lembar saham dengan harga Rp100 dengan nilai pari
Rp50 per saham. Pencatatan pembukuannya:

Kas 1.000.000

Saham Biasa 500.000

Modal Disetor yang Melebihi Nilai Pari (Agio Saham 500.000


Biasa)
Pada kasus pencatatan jurnal secara resmi harus dilakukan untuk otorisasi saham, perlu
memperhatikan hal berikut:

1. saham preferen atau saham biasa yang diotorisasi. Menunjukkan jumlah total dari
saham modal yang diotorisisi.

2. saham preferen atau saham biasa yang belum diterbitkan. Menunjukkan total saham
otorisasi yang belum diterbitkan. Jika saham yang belum diterbitkan dikurangkan dari
jumlah saham otorisasi, diperoleh jumlah saham yang telah diterbitkan

SAHAM TANPA NILAI PARI


Alasan penerbitan saham tanpa nilai pari:

1. Menghindari kewajiban kontinjen yang mungkin timbul jika saham dengan nilai pari
diterbitkan dengan disagio

2. Jika nilai pari saham tidak tersedia, timbul kerancuan antara nilai pari dan nilai wajar.

Contoh PT Gemar Membaca didirikan dengan 10.000 lembar saham biasa yang diotorisasi
tanpa nilai pari. Tak ada pencatatan selain memo, yang perlu dibuat untuk otorisasi karena tak
ada jumlah uang yang terlibat. Jika 500 lembar saham diterbitkan dengan harga Rp10 per
saham, akuntan akan melakukan pencatatan sebagai berikut:

Kas 5.000
Saham Biasa – tanpa nilai pari 5.000

Jika 500 lembar saham lagi diterbitkan seharga Rp11 per saham, pencatatannya seperti di
bawah ini:
Kas 5.500
Saham Biasa – tanpa nilai pari 5.500

Saham tanpa nilai pari harus dicatat pada harga penerbitannya tanpa tambahan modal disetor
atau disagio.

Nilai tetapan (stated value) adalah batas nilai terendah harga saham.
Contoh 1000 lembar shm, nilai tetapan Rp5 diterbitkan Rp15 per lembar dan pembayaran
tunai, pembukuannya sbb:

Kas 15.000
Saham Biasa 15.000
Atau
Kas 15.000
Saham Biasa 5.000
Tambahan Modal disetor yang melebihi Nilai Tetapan 10.000

SAHAM DIJUAL ATAS DASAR PESANAN (SUBSECARAIPTION)


Dilakukan jika:

1. perusahaan kecil melakukan “go public”

2. perseroan menawarkan saham kepada pegawainya untuk meningkatkan rasa memiliki


perusahaan. Hanya dilakukan pembayaran sebagian dan saham tidak diterbitkan
hingga harga pesanan penuh diterima.

Akuntansi untuk saham dipesan:

1. saham biasa atau preferen yang dipesan, menunjukkan kewajiban perseroan untuk
menerbitkan saham setelah pembayaran akhir saldo pesanan.

2. piutang pesanan (subsecaraiptions receivable), menunjukkan jumlah yang harus


ditagih sebelum saham pesanan akan diterbitkan.

Pemesan yang telah menandatangani kontrak pesanan, memiliki hak dan keistimewaan yang
sama sebagai pemegang saham yang mpy saham yang beredar

Contoh Lubradite Tbk. menawarkan saham atas dasar permintaankelompok tertentu dan
berhak membeli 10 lembar saham (nilai pari Rp5) seharga Rp20 per saham. 50 orang menerima
tawaran perusahaan dan akan membayar 50% uang muka dan 50% lagi pada akhir bulan
keenam.
Pada saat penerbitan
Piutang pesanan 10.000
Saham Biasa yang Dipesan 2.500
Tambahan Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari 7.500
(untuk mencatat penerimaan pesanan 500 lembar saham)
Kas 5.000
Piutang Pesanan 5.000

(untuk mencatat penerimaan angsuran I: 50% dr total jumlah tempo saham yang dipesan)

ketika pembayaran akhir diterima dan saham diterbitkan, ayat jurnalnya adalah:

Enam bulan kemudian

Kas 5.000
Piutang pesanan 5.000
(untuk mencatat penerimaan angsuran akhir saham pesanan)
Saham Biasa yang dipesan 2.500
Saham Biasa 2.500
(untuk mencatat penerbitan 500 lembar saham stlh penerimaan angsuran akhir dr
pemesan)

SAHAM DITERBITKAN DLM GABUNGAN dengan SURAT BERHARGA LAIN


(LUMP SUM)

Dua metoda alokasi:

1. Metoda Proporsional

2. Metoda Inkremental

Metoda Proporsional
Jika nilai pasar atau dasar lain tersedia, maka nilai lump sum dialokasikan atas surat berharga
secara proporsional, yaitu rasio surat berharga terhadap total.

Contoh 1000 lembar saham dengan stated value Rp10 memiliki harga pasar Rp20 per saham
dan 1000 lembar saham preferen dengan nilai Rp10 dan harga pasar Rp12 per saham
diterbitkan dengan nilai lump sum Rp30.000; alokasi ditunjukan pada perhitungan di bawah
ini

Nilai pasar wajar saham biasa (1000 x Rp20) Rp20.000

Nilai pasar wajar saham prefren (1000 x Rp12) 12.000

Nilai pasar wajar agregat Rp32.000

Rp20.000
Alokasi untuk saham biasa = x Rp30.000 = Rp18.750
Rp32.000
Rp12.000
Alokasi untuk saham preferen = x Rp30.000 = Rp11.250
Rp32.000
Total Alokasi Rp30.000

Metoda Inkremental
Jika nilai pasar wajar tidak dapat ditentukan, metoda inkremental digunakan. Nilai pasar surat
berharga digunakan sebagai dasar alokasi nilai saham yang diketahui dan sisanya dialokasikan
pada saham yang nilai pasarnya tidak diketahui.

Contoh 1000 lembar saham biasa dengan nilai tetapan Rp10 dan harga pasar Rp20 per saham
dan 1000 lembar saham preferen dengan nilai pari Rp10 tak memiliki harga pasar yang
diterbitkan dengan nilai lump sum Rp30,000, alokasi sebagai berikut:

Lump sum Rp30.000


Alokasi untuk saham biasa (1,000 saham x nilai pasar Rp20) 20.000
Saldo yang dialokasikan untuk saham preferen Rp10.000

Jika tak ada nilai pasar wajar yang dpt ditentukan untuk setiap kelas saham yang terlibat dalam
pertukaran sekaligus, alokasi harus dilakukan secara arbitrer.

Arbitrer digunakan agar dpt dilakukan penyesuaian jika nilai pasar masa depan terbentuk.

SAHAM YANG DITERBITKAN DLM TRANSAKSI BUKAN KAS


Jika saham diterbitkan untuk jasa/kekayaan selain kas, maka kekayaan/jasa dicatat pada nilai
pasar wajar saham yang diterbitkan atau pada nilai pasar wajar saham dari penerimaan bukan
kas, masa yang dapat ditentukan secara lebih jelas.

Shm yang blm diterbitkan atau saham treasuri (shm diterbitkan yang telah dibeli kembali ttp
blm ditarik) dpt ditukar dengan kekayaan/jasa, dengan memperhatikan:

1. Diket nilai pasar wajar saham treasuri, digunakan untuk menilai kekayaan/jasa

2. Tak diket nilai pasar saham treasuri, digunakan nilai pasar wajar kekayaan/jasa
Contoh prosedur pencatatan penerbitan 10.000 lembar saham biasa dengan nilai pari Rp10
yang diukur dengan suatu paten.

1. Nilai pasar wajar paten blm dpt ditetapkan ttp nilai pasar wajar atas saham diket Rp140.000
Paten Rp140.000
Saham Biasa Rp100.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari Rp40.000

2. Nilai pasar wajar dr saham blm dpt ditentukan, ttp nilai pasar wajar dr paten ditetapkan
Rp150.000
Paten Rp150.000
Saham Biasa Rp100.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari Rp50.000

3. Nilai pasar wajar dr saham maupun dr paten blm dpt ditentukan. Konsultan yang
independen menetapkan nilai paten Rp125.000 dan dewan komisaris setuju.
Paten Rp125.000
Saham Biasa Rp100.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari Rp25.000

PENILAIAN ATAS SAHAM


Perusahaan dpt menilai/assessment pemegang saham pada jumlah tambahan di atas nilai
kontribusi sebenarnya, kemudian menetapkan apakah saham yang semula dijual pada disagio
atau agio. Jika saham semula dinilai pada disagio, hasil tambahannya dikredit pada perkiraan
disagio. Jika saham semula diterbitkan pada nilai agio, perkiraan Modal Disetor yang Berasal
dr Penilaian dikredit.
BIAYA PENERBITAN SAHAM
Perusahaan perlu mengeluarkan sejumlah beban dalam proses penerbitan saham, yang meliputi
hal berikut ini.

1. Biaya pengacara

2. Biaya akuntan publik

3. Biaya penjamin (underwriter) dan komisi

4. Pengeluaran pencetakan dan pengiriman sertifikat dan laporan registrasi

5. Beban untuk pengajuan pada SEC/bursa saham

6. Bebab administrasi dan klerikal untuk penyiapan

7. Biaya iklan penerbitan

Perusahaan yang menerbitkan saham harus melakukan hal berikut ini untuk mengakui beban
yang dikeluarkan atas penerbitan saham.

1. Memperlakukan biaya penerbitan sebagai pengurangan atas jumlah yang disetor, krn
tak berkaitan dengan operasi perusahaan

2. Memperlakukan biaya penerbitan sebagai biaya pendirian

REAKUISISI SAHAM
Perusahaan dapat membeli kembali saham miliknya yang telah beredar dengan alasan sebagai
berikut:

1. Untuk memenuhi kontrak kompensasi saham karyawan atau memenuhi kebutuhan


merger yang potensial

2. Menambah laba per saham karena saham yang beredar menurun.

3. Untuk menghindari perubahan kepemilikan

4. Meningkatkan animo transaksi saham.

Perusahaan dapat membeli kembali saham treasuri dan harus melakukan hal berikut ini dalam
catatannya untuk transaksi tersebut.

1. Metoda Biaya; mendebet saham treasuri untuk biaya reakuisisi dan dilaporkan sebagai
pengurang modal disetor dan laba ditahan di neraca
2. Metoda Nilai Pari; mencatat transaksi saham treasuri pada nilai pari dan
melaporkannya sebagai pengurang atas saham modal

Saham Treasuri Diperhitungkan pada Biaya


Perkiraan saham treasuri didebet untuk biaya saham yang dibeli dan dikredit ketika saham
diterbitkan kembali.

Pencatatan dengan metoda biaya, harga yang diterima untuk saham pada saat diterbitkan tak
mempengaruhi ayat jurnal untuk mencatat akuisisi dan penerbitan kembali saham treasuri.

Untuk memudahkan pemahaman, mari kita simak rangkaian contoh berikut ini
1. 2000 lembar saham biasa dengan nilai pari Rp200 diterbitkan dengan harga Rp220
Kas Rp440.000
Saham Biasa Rp400.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari 40.000
2. 200 lembar saham biasa dibeli kembali pada harga Rp224
Saham Treasuri Rp44.800
Kas Rp44.800

3. 20 lembar saham treasuri diterbitkan kembali pada Rp224


Kas Rp4.480
Saham Treasuri (20 saham pada Rp224 per lembar) Rp4.480

4. 20 lembar saham treasuri diterbitkan kembali pada Rp260


Kas Rp5.200
Saham Treasuri (20 saham pada Rp224 per lembar) Rp4.480
Modal Disetor dr Saham Treasuri 720

5. 20 lembar saham treasuri diterbitkan kembali pada Rp200


Kas Rp4.000
Modal Disetor dr Saham Treasuri 480
Saham Treasuri (20 saham pada Rp224 per lembar) Rp4.480
Saham Treasuri yang Dihitung pada Nilai Pari
Perusahaan penerbit melakukan pembelian kembali saham treasuri sebenarnya merupakan
proses penarikan secara bertahap atas saham tersebut.
Biaya akuisisi dr saham treasuri diperbandingkan dengan jumlah yang diterima pada saat
penerbitan awal.
Contoh
1. 1000 lembar saham biasa dengan nilai pari Rp150 diterbitkan dengan harga Rp200
Kas Rp200.000
Saham Biasa Rp150.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari 50.000

2. 100 lembar saham biasa dibeli kembali pada harga Rp210


Saham Treasuri (100 lb pada nilai pari Rp200) Rp20.000
Modal Disetor yang Melebihi Nilai Pari 5.000
Laba Ditahan 5.000
Kas Rp21.000

3. 100 lembar saham biasa dibeli kembali pada Rp140


Saham Treasuri (100 lb pada nilai pari Rp150) Rp15.000
Modal Disetor yang Melebihi Nilai Pari 5.000
Kas Rp14.000
Modal Disetor dr Saham Treasuri 6.000

4. 100 lembar saham treasuri diterbitkan kembali pada Rp165


Kas Rp16.500
Saham Treasuri (100 saham pada nilai pari Rp150) Rp15.000
Modal Disetor yang Melebihi Nilai Pari 1.500

5. 100 lembar saham treasuri diterbitkan kembali Rp145


Kas Rp14.500
Modal Disetor dr Saham Treasuri 500
Saham Treasuri (100 saham pada nilai pari Rp150)
Rp15.000
PENARIKAN SAHAM TREASURI
Contoh: penarikan 10 lb saham biasa dengan nilai pari Rp100 yang diterbitkan pada Rp110

Metoda Biaya Metoda Nilai Pari


Jika saham treasuri dibeli pada Rp112
Saham Biasa 1.000
Modal Disetor yang Saham Biasa 1.000
Melebihi Nilai Pari 100 Saham Treasuri 1,000
Laba Ditahan 20
Saham Treasuri 1.120
Jika saham treasuri dibeli pada Rp98
Saham Biasa 1.000
Modal Disetor yang
Melebihi Nilai Pari 100 Saham Biasa 1.000
Modal Disetor dr Penarikan Saham Treasuri 1.000
Saham Biasa 120
Saham Treasuri 980

SAHAM TREASURI DI NERACA


Pelaporan saham treasuri pada neraca berdasarkan metoda biaya atau nilai pari

Metoda Biaya Untuk Melaporkan Saham Treasuri


Ekuitas pemegang saham
Saham biasa Rp1 pari; otorisasi 2jt lb; diterbitkan 1,5jt lb Rp1.500.000
Tambahan modal disetor 3.600.000
Total modal disetor 5.100.000
Laba ditahan 4.781.484
Total modal disetor dan laba ditahan 9.881.484
Dikurangi: biaya saham treasuri (80.000 lb) (480.000)
Total ekuitas pemegang saham Rp9.401.484

Metoda Nilai Pari Untuk Melaporkan Saham Treasuri


Ekuitas pemegang saham
Saham biasa Rp1 pari; otorisasi 2jt lb; diterbitkan 1,5jt lb Rp1.500.000
Dikurangi: saham treasuri (80.000 lb pada nilai pari) (80.000)
Saham biasa yang beredar 1.420.000
Tambahan modal disetor 3.200.000
Total modal disetor 4.620.000
Laba ditahan 4.781.484
Total ekuitas pemegang saham Rp9.401.484
SAHAM PREFEREN
Saham preferen adalah saham dengan keistimewaan karena memiliki preferensi yang tak
dimiliki oleh saham biasa

Kelebihan saham jenis ini adalah:

1. Priroritas untuk memperoleh deviden

2. Prioritas mendapatkan hak atas aktiva pada saat likuidasi

3. Dapat dikonversi ke saham biasa

4. Dapat dibeli kembali oleh perusahaan

5. Tidak memiliki hak suara.

Selain beberapa kelebihan tersebut, seorang pemegang saham pereferen akan memperoleh
keuntungan lain, yaitu:

1. Berhak mendapatkan hak atas dividen yang tidakk dibayar pada tahun sebelumnya pada
periode sekarang sebelum dibagikan kepada pemegang saham biasa.

2. Pemegang saham dapat menukar saham preferen yang dimiliki dengan saham biasa pada
rasio yang telah ditentukan sebelumnya, berdasarkan hak opsinya.

3. Perusahaan penerbit saham dpt menarik atau menebus berdasar hak opsi, saham preferen
yang beredar pada tgl ttt di masa depan dan pada harga yang ditentukan.

TAMBAHAN MODAL DISETOR

Transaksi dasar yang mempengaruhi tambahan modal disetor adalah

Tambahan Modal Disetor


1. Disagio saham modal yang 1. Agio saham modal yang diterbitkan
diterbitkan 2. Penjualan saham treasuri di atas harga
2. Penjualan saham treasuri di bawah pokok
harga pokok 3. Modal tambahan yang timbul pada
3. Penyerapan kekurangan dlm suatu rekapitalisasi atau revisi pada struktur
rekapitulasi (kuasi-reorganisasi) modal (kuasi-reorganisasi)
4. Pengumuman dividen likuidasi 4. Penilaian tambahan pada pmg shm
5. Konversi obligasi konvertibel atau saham
preferen
6. Pengumuman dividen saham “kecil”
(biasa)
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Ratnaningsih. 1998. Akuntansi Keuangan. Yogyakarta : Atma Jaya.

Efraim Ferdinan Giri. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah 1, Perspektif IFRS. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN

Harnanto. 2003. Akuntansi Keuangan Menengah Buku Dua. Yogyakarta : BPFE.

Hery. 2017. Akuntansi Pengantar “Bank Soal dan Solusi”. Jakarta: Grasindo

http://iqbalparabi.com/cara-menghitung-harga-pokok-penjualan/

Kieso, Donald E. dkk. 2008. Akuntansi Intermediate Jilid 2 Edisi ke-12. Jakarta : Erlangga.

Slamet Sugiri. 2013. Akuntansi Pengantar 2 Berbasis SAK ETAP 2009. Edisi Keenam.
Yogyakarta:UPP STIM YKPN

Anda mungkin juga menyukai