Sumber : http://www.thebluediamondgallery.com/wooden-tile/a/asset.html
Uraian Materi
Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau
barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual.
Definisi persediaan meliputi sebagai berikut:
1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan;
3. Dalam bentuk bahan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem fisik (physical system) dan sistem
pencatatan terus menerus (perpetual system). Berikut adalah penjelasannya:
1. Pencatatan sistem inventarisasi fisik/periodik
Pencatatan sistem inventarisasi fisik (physical system), atau disebut juga pencatatan sistem
periodik (periodical system). Sistem ini biasa digunakan oleh perusahaan yang menjual
barang secara eceran, jenis barang yang beragam, dengan harga satuan tiap jenis barang
relatif rendah, contohnya swalayan. Dalam penerapan sistem inventarisasi fisik, harga
pokok barang yang dijual dihitung tiap akhir periode, setelah fisik barang yang tersedia di
gudang diperiksa lalu dicatat dengan prosedur pencatatan sebagai berikut:
a. Transaksi pembelian barang dicatat dengan mendebit akun pembelian dan kredit utang
dagang atau kas, seharga pembelian. Transaksi yang bersangkutan dicatat juga dalam
kartu persediaan barang yang bersangkutan;
b. Biaya angkut pembelian dicatat dengan mendebit akun biaya angkut pembelian dan
mengkredit akun kas;
c. Transaksi retur pembelian kredit atau pengurangan harga, dicatat dengan mendebit akun
utang dagang dan kredit akun retur pembelian dan pengurangan harga. Dalam kartu
persediaan, transaksi tersebut dicatat sebagai mutasi keluar;
d. Potongan pembelian yang timbul karena pembayaran utang dalam periode potongan,
dicatat dengan mendebit utang dagang dan mengkredit akun potongan pembelian;
e. Transaksi penjualan barang dicatat dengan mendebit akun piutang dagang atau kas dan
kredit akun penjualan seharga penjualan. Untuk barang-barang yang secara teknis harga
pokok penjualannya sulit dihitung (contohnya barang yang jenisnya banyak dan harga
satuan relatif kecil), transaksi penjualan tidak dicatat dalam kartu persediaan namun
hanya dicatat jumlah satuannya saja;
f. Transaksi retur penjualan kredit dan pengurangan harga dicatat dengan mendebit akun
retur penjualan dan kredit akun piutang dagang;
g. Potongan penjualan yang timbul karena debitor membayar dalam periode
potongan,dicatat dengan mendebit akun potongan penjualan dan mengkredit akun kas.
Contoh Soal:
Berikut adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh perusahaan dagang UD. Agustin
selama bulan Juli 2017, sistem pencatatan barang dagangan yang digunakan adalah sistem
periodik:
Tanggal Transaksi
2 Juli Dibeli barang dagangan secara tunai dari CV Aditya seharga Rp
50.000.000, dengan ongkos angkut sebesar Rp 250.000 (ditanggung oleh
pembeli)
5 Juli Dijual barang dagangan kepada Firma Naufal seharga Rp 100.000.000
dengan syarat 4/10 n/30 FOB Shipping Point, biaya pengiriman terlebih
dahulu dibayarkan oleh UD. Agustin sebesar Rp 300.000
6 Juli Diterima kas Rp 500.000 untuk pengembalian barang dagangan yang
dibeli dari CV Aditya
8 Juli Dikirimkan nota kredit kepada Firma Naufal atas pengembalian barang
dagangan yang rusak senilai Rp 800.000
11 Juli Dibeli barang dagangan dari UD Kamila sebesar Rp 200.000.000 syarat
2/10 n/30 FOB Shipping Point, biaya pengiriman Rp 150.000 telah
dibayarkan terlebih dahulu oleh UD Kamila
12 Juli Dijual barang dagangan kepada CV Nugraha sebesar Rp 30.000.000 syarat
5/10 n/30 FOB Destination Point, ongkos angkut yang dibayarkan UD
Agustin sebesar Rp 100.000
15 Juli Dikirimkan nota debet kepada UD Kamila atas pengembalian barang
dagangan yang cacat sebesar Rp 500.000
17 Juli Diterima pembayaran dari Firma Naufal sebagai pelunasan seluruh utang
usahanya
19 Juli Pembayaran seluruh utang usaha kepada UD Kamila
Pertanyaan:
Buatlah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi selama bulan Juli 2017 pada
pembukuan UD. Agustin!
Jawaban:
Penjualan 100.000.000
Kas 300.000
Penjualan 30.000.000
Kas 100.000
15 Juli Utang usaha 500.000
Kas 195.660.000
Potongan pembelian 3.990.000
Pencatatan sistem perpetual/pencatatan terus menerus, atau dikenal juga sebagai metode
balance permanen. Sistem ini lebih cocok untuk pencatatan persediaan barang yang jenisnya
tidak terlalu banyak dan harga satuan tiap jenis barang relatif tinggi dengan prosedur pencatatan
sebagai berikut:
Contoh Soal:
Berikut ini adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh UD. Kencana Sakti selama
Desember 2017 dengan sistem perpetual:
4 Desember Dibeli barang dagangan secara tunai dari UD Adiguna Rp 20.000.000
dengan ketentuan FOB destination point, ongkos pengangkutan Rp
750.000 dibayar oleh UD Adiguna
11 Desember Dijual barang dagangan kepada UD Umami seharga Rp 25.000.000 syarat
1/15 n/30, FOB shipping point. Harga pokok penjualan sebesar 80% harga
jual dengan ongkos angkut Rp 1.000.000 dibayarkan terlebih dahulu oleh
UD. Kencana Sakti
12 Desember Diterima kas Rp 1.500.000 untuk pengembalian barang dagangan yang
telah dibeli dari UD Adiguna
18 Desember Dibeli barang dagangan dari UD Karlita Rp 40.000.000 syarat FOB
shipping point, 2/10 N/30, dengan ongkos angkut Rp 1.000.000
dibayarkan terlebih dahulu oleh penjual
20 Desember Dikirimkan nota kredit kepada UD Umami atas pengembalian barang
dagangan yang tidak sesuai spesifikasi Rp 3.000.000
22 Desember Dibayar seluruh utang usaha kepada UD Karlita
24 Desember Diterima pembayaran dari UD Umami
29 Desember Dijual barang dagangan secara tunai kepada UD Bina Marga Rp
35.000.000 FOB destination point, dengan harga pokok penjualan 80%
dari harga jual dengan ongkos angkut Rp 1.200.000 dibayarkan oleh UD.
Kencana Sakti
Pertanyaan:
Buatlah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi selama bulan Desember 2017
pada pembukuan UD. Kencana Sakti!
Jawaban:
4 Desember Persediaan barang dagangan 20.000.000
Kas 20.000.000
24 Kas 22.780.000
Desember
Potongan penjualan 220.000
Piutang usaha 23.000.000
29 Kas 35.000.000
Desember
Penjualan
35.000.000
Harga pokok penjualan
28.000.0000
Persediaan barang 28.000.000
dagangan
Pertanyaan:
Apabila metode pencatatan adalah metode perpetual, hitunglah nilai persediaan akhir PT.
Kamila Jaya dengan metode penilaian persediaan FIFO, LIFO, dan Average!
Jawaban:
1) Metode FIFO
Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Jan 120 200.000 24 juta
7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta
12 96 210.000 20,16 36 200.000 7,2 juta
juta 96 210.000 20,16 juta
15 36 200.000 7,2 juta
12 210.000 2,52 juta 84 210.000 17,64 juta
22 24 210.000 5,04 juta 60 210.000 12,6 juta
28 60 220.000 13,2 60 210.000 12,6 juta
juta 60 220.000 13,2 juta
31 60 220.000 13,2 60 210.000 12,6 juta
juta 120 220.000 26,4 juta
2) Metode LIFO
Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Jan 120 200.000 24 juta
7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta
12 96 210.000 20,16 36 200.000 7,2 juta
juta 96 210.000 20,16 juta
Definisi Cost of Goods Sold atau disebut juga Harga Pokok Penjualan adalah laporan yang
menggambarkan kondisi harga perolehan suatu barang yang terjual dan rugi laba yang di
peroleh. Cost of Goods Sold penting untuk mengetahui nilai nominal dari barang yang terjual
sehingga hanya ada pada perusahaan yang memiliki persediaan barang dagangan saja
(perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang) sedangkan perusahaan jasa tidak memiliki
Harga Pokok Penjualan. Cost of Goods Sold atau Harga Pokok Penjualan memiliki beberapa
komponen antara lain sebagai berikut (http://iqbalparabi.com):
Persediaan awal barang dagangan merupaka persediaan barang dagangan yang tersedia di
awal periode atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagangan terdapat dalam
neraca saldo periode berjalan atau neraca awal perusahaan atau neraca tahum sebelumnya.
Persediaan akhir barang dagangan merupakan persediaan barang dagangan yang tersedia di
akhir periode atau akhir tahun buku berjalan. Saldo persediaan ini biasanya diketahui pada data
penyesuaian perusahaan pada akhir periode.
3. Pembelian bersih
Ongkos Angkut Penjualan tidak termasuk dalam hitungan HPP dan menjadi biaya umum
saja.
Definisi penyusutan adalah berkurangnya manfaat ekonomis suatu aktiva tetap selama
masa penggunaannya. Penyusutan terdiri atas 3 kategori sebagai berikut:
1 Depresiasi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva tetap berwujud;
2 Deplesi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva sumber daya alam;
3 Amortisasi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva tetap tidak berwujud.
Hal penting yang harus diketahui dalam rangka menghitung biaya penyusutan:
1. Harga Perolehan, yaitu keseluruhan pengeluaran yang layak dibebankan untuk
memperoleh suatu aktiva tetap.
2. Umur Ekonomis, yaitu umur aktiva tetap sejak siap digunakan hingga aktiva tetap
tersebut secara ekonomis sudah tidak menguntungkan lagi untuk digunakan.
3. Nilai sisa atau nilai residu, yaitu nilai aktiva tetap setelah habis umur ekonomisnya atau
jumlah yang diharapkan akan diperoleh melalui penjualan aktiva yang bersangkutan
setelah penghentian pemakaian.
4. Metode penyusutan, yaitu cara mengalokasikan harga perolehan sebagai biaya
operasional sepanjang umur aktiva. Hasil perhitungannya adalah biaya depresiasi per
tahun dari aktiva tetap tersebut.
Metode penyusutan aktiva tetap/depresiasi terbagi atas beberapa kategori sebagai berikut:
1. Metode Aktifitas
Dalam metode aktivitas, umur ekonomis aktiva tetap diukur berdasarkan jumlah jam
kerja atau jumlah produk yang mampu diberikan oleh aktiva tetap tersebut.
Rumus Dep = Jumlah jam/unit yang dihasilkan x ( HP – NR)
Total jam / unit yang dihasilkan
Keterangan Rumus:
Dep = Depresiasi
HP = Harga Perolehan
NR = Nilai Residu
Contoh Soal:
CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp
250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000.
Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama
umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai
residu mesin adalah Rp 20.000.000.
Pertanyaan:
Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga!
Jawaban:
Harga Perolehan = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000
Nilai Residu = Rp 40.000.000
HP – NR = Rp 280.000.000 - Rp 20.000.000 = Rp 260.000.000
Unit yang dihasilkan tahun 2005 = 500.000 unit.
Total unit yang dihasilkan = 5.000.000 unit
Dep = 500.000 unit x Rp 260.000.000
5.000.000 unit
= Rp26.000.000
Jadi, pencatatan jurnal depresasinya sebagai berikut:
Biaya Depresiasi Mesin Rp. 26.000.000
Akumulasi Depresiasi Mesin Rp. 26.000.000
2. Metode Garis Lurus
Metode Garis Lurus adalah metode penyustan yang paling mudah dan digunakan
apabila suatu aktiva tetap memiliki penyusutan yang relatif tetap setiap tahunnya.
Contoh Soal:
CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp
250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000.
Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama
umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai
residu mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun.
Pertanyaan:
Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga!
Jawaban:
Penyusutan per tahun selama 5 tahun adalah:
HP – NR = Rp.260.000.000 = Rp. 52.000.000
i 5
Jadi, pencatatan jurnal depresiasi per tahun adalah sebagai berikut:
Biaya Depresiasi Mesin Pengaduk Adonan Rp. 52.000.000
Akumulasi depresiasi Peralatan Kantor Rp. 52.000.000
Program Depresiasi dengan Metode Garis Lurus (dalam ribuan) sebagai berikut:
Ta Harga Depresiasi Akumulasi Nilai Buku Akhir
hun Perolehan /tahun Depresiasi (total Tahun
depresiasi yang telah (HP – Akumulasi)
terjadi)
0 280.000 - - 280.000
1 280.000 52.000 52.000 228.000
2 280.000 52.000 52.000+52.000=104.000 176.000
3 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 124.000
= 156.000
4 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 72.000
+52.000= 208.000
5 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 20.000
+52.000+52.000=
260.000
3. Metode Depresiasi Dengan Pembebanan Menurun
Pada metode Garis Lurus untuk mendapatkan nilai buku pada tahun tertentu selalu
menggunakan Harga Perolehan aktiva tetap tersebut. Sebaliknya, pada metode depresiasi
pembebanan menurun, nilai buku terakhir yang dikurangi dengan akumulasi penyusutan tahun
tersebut untuk mendapatkan nilai buku selanjutnya. Metode depresiasi dengan pembebanan
menurun terdiri atas 3 metode pembebanan berikut ini:
Perlu diperhatikan pada Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance) yaitu:
1. Biaya depresiasi tahun pertama diperhitungkan dengan menggunakan Harga Perolehan,
tanpa dikurangi nilai sisa.
2. Biaya depresiasi untuk tahun terakhir, tidak dihitung berdasarkan tarif (0,4 x Nilai buku),
melainkan dengan mengurangi nilai buku tahun tersebut dengan nilai residu.
Depresiasi tahun I = 2/5 x Rp. 280.000.000
= 0,4 x Rp. 280.000.000
= Rp. 112.000.000.
Jawaban:
Karena n pada soal diatas adalah 5 tahun, maka: 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15.
NR= Rp 20.000.000
20.000.000
1 5
r= 280.000.000
5
= 1- 0.0714
= 1 – 0,59
= 0,41
Sama halnya dengan perabot dan alat-alat kantor, maka kendaraan yang dimiliki juga
harus dipisahkan untuk setiap fungsi yang berbeda. Yang termasuk harga perolehan
kendaraan adalah harga faktur, bea balik nama, dan biaya angkut. Pajak-pajak yang dibayar
setiap periode seperti pajak kendaraan bermotor, Jasa Raharja, dan lain-lain dibebankan
sebagai biaya pada periode yang bersangkutan. Harga perolehan kendaraan ini didepresiasi
selam masa kegunaannya.
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, di mana masing-masing cara
perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Berikut akan dibicarakan
masing-masing perolehan aktiva tetap dan penentuan harga perolehan:
1. Pembelian Tunai
Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat sebesar jumlah uang
yang dikeluarkan. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap termasuk
harga faktur dan semua biaya yang dikeluarkan agar aktiva tetap tersebut siap untuk dipakai,
seperti biaya angkut, premi asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya pemasangan
dan biaya percobaan. Semua biaya-biaya di atas dikapitalisasi sebagai harga perolehan
aktiva tetap. Apabila dalam pembelian aktiva tetap ada potongan tunai, maka potongan
tunai tersebut merupakan pengurangan terhadap harga faktur, tidak memandang apakah
potongan itu didapat atau tidak.
Ilustrasi:
Perusahaan membeli Mobil dengan harga Rp200.000.000,00; perusahaan juga
membayar biaya angkut sebesar Rp500.000; biaya balik nama Rp2.000.000,00. maka
perhitungan harga perolehan mobil adalah sebagai berikut:
Harga mobil Rp 200.000.000
Biaya angkut Rp 500.000
Biaya balik nama Rp 2.000.000
Total harga perolehan Rp 202.500.000
2. Pembelian secara Lumpsum/ Gabungan
Apabila dalam pembelian diperoleh lebih dari satu macam aktiva tetap maka harga
perolehan harus dialokasikan berdasarkan alokasi yang logis pada masing-masing aktiva
tetap, misalnya berdasarkan perbandingan harga pasar relatif atau perbandingan jumlah
pajak atas masing-masing aktiva yang bersangkutan. Menurut PSAK No. 16, harga
perolehan dari setiap aktiva tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar setiap
aktiva yang bersangkutan.
Ilustrasi:
Perusahaan membeli tanah dan bangunan di atasnya dengan harga gabungan
Rp450.000.000,00. Berdasarkan data dari kantor pajak, dari jumlah pajak atas tanah dan
bangunan tersebut, 60% dikenakan atas bangunan dan 40% dikenakan atas tanah.
Berdasarkan perbandingan pajak yang dikenakan aktiva tersebut, harga perolehan
dialokasikan sebagai berikut :
Harga perolehan tanah 40% x Rp450.000.000 = Rp180.000.000,00
Harga perolehan bangunan 60% x Rp450.000.000 = Rp270.000.000,00
Jumlah Rp450.000.000,00
Apabila mesin di atas ditukarkan pada pertengahan tahun 2017 dan bukannya awal tahun
2017, maka pertama kali harus diadakan pencatatan depresiasi untuk ½ tahun 2017 dan baru
dilakukan pencatatan transaksi pertukaran. Bila diketahui umur ekonomis mesin adalah 5
tahun.
Perhitungan 6/12 x 1/5 x Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00
Sehingga akumulasi depresiasi mesin adalah Rp170.000.000,00
Laba pertukaran mesin dapat dihitung sebagai berikut :
Nilai wajar mesin Rp 80.000.000,00
Harga perolehan mesin Rp 200.000.000,00
Mesin A Rp 20.000.000
Kas Rp 20.000.000
Ketika pengeluaran tunai Rp 20.000.000 adalah pengeluaran reparasi kecil, ayat jurnal yang
perlu dibuat adalah:
UD Kinanthi memiliki mesin yang diperoleh pada tanggal 1 Januari 2000 dengan
kos Rp 1.000.000, umur ekonomis 10 tahun, dan nilai residu Rp 100.000, depresiasi
metode garis lurus. Jika 1 Januari 2009 berhenti dioperasikan maka pencatatannya:
Mesin Rp 1.000.000
Pertukaran Dengan Aset Lain
Pertukaran dengan aset lain meliputi pertukaran dengan surat berharga dan
pertukaran dengan aset non-moneter.
Terdapat 2 kelompok aset sumber daya alam yaitu: a) aset biologik (misalnya lahan
kayu); dan b) sumber daya mineral, minyak, dan gas. Kos aset sumber daya alam dibentuk
oleh tiga komponen sebagai berikut:
1. Kos Sebelum Eksplorasi, yaitu kos yang terjadi sebelum hak legal untuk
mengeksploasi wilayah tertentu dilakukan.
2. Kos Eksplorasi, yaitu kos yang berhubungan dengan pemerolehan hak melakukan
eksplorasi, studi topografis, geologis, geokemis, geofisis, penyampelan, dan
evaluasi kelayakan teknis.
3. Kos Pengembangan, yaitu kos peralatan berwujud dan kos pengembangan tak
berwujud.
Deplesi adalah proses alokasi manfaat potensial aset sumber daya alam untuk
dipertemukan dengan pendapatan yang dihaslikan dari aset sumber daya alam tersebut pada
periode tertentu.
Ilustrasi:
PT Rahman memperoleh hak menggunakan tanah seluas 1.000 are di Cepu untuk
mengeksplorasi sumber minyak. Proyek ini dikenal dengan proyek A. Biaya sewa Rp
100.000.000, biaya ekssplorasi yang berkaitan langsung dengan penemuan sumber alam Rp
200.000.000, daan kos pengembangan tak berwujud Rp 1.200.000.000. Menurut taksiran,
kandungan sumber daya minyak sebanyak 1.000.000 barrel minyak. Perhitungan deplesi
sebagai berikut:
Nilai residu Rp 0
Jika PT Rahman mengekstraksi 100.000 barrel pada tahun pertama maka deplesi tahun ini
adalah Rp 1.500 x 100.000 barrel = Rp 150.000.000
Jurnal untuk mencatat deplesi:
Sediaan minyak Rp 150.000.000
Deplesi akumulasian Rp 150.000.000
Rekening sediaan minyak dikredit dan beban deplesi didebit ketika aset minyak berhasil
dijual. Jumlah minyak yang belum dijual tetap diakaui sebagai sediaan dan dilaporkan
dalam aset lancar sebagai berikut:
Aset Lancar
Sediaan Minyak Rp 150.000.000
Aset Tak Lancar
Pertambangan Minyak (Proyek A) – kos Rp 1.500.000.000
Deplesi akumulasian Rp 150.000.000 -
Nilai buku tambang minyak Rp 1.350.000.000
Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki
substansi atau wujud fisik. Biaya atau kos perolehan aset tidak berwujud adalah jumlah kas
atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar sumber daya yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset pada saat aset tersebut diakuisisi atau dibangun, atau saat tersedia, nilai
tersebut diatribusikan pada aset ketika pengakuan awal sesuai dengan persyaratan tertentu
PSAK. Metode amortisasi aset tetap tak berwujud ada tiga yaitu metode garis lurus, metode
saldo menurun, dan metode unit produksi. Kriteria pengakuan aset tidak berwujud sebagai
berikut:
1. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari
aset tersebut.
2. Biaya perolehan aset dapat dikur secara andal.
Cara perolehan dan penciptaan aset tidak berwujud adalah sebagai berikut:
1. Pemerolehan secara terpisah
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud dapat berupa harga beli, pajak, impor
dikurang potongan dan rabat, dan kos terkait lainnya untuk penyiapan aset agar siap
digunakan.
2. Pemerolehan dari kombinasi bisnis
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar aset pada tanggal
perolehan.
3. Bantuan atau izin pemerintah
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar, atau nilai nominal
bantuan ditambah pengeluaran tambahan yang berhubungan langsung dengan
penyiapan aset tersebut.
4. Pertukaran aset
Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar, kecuali: a) transaksi ini
tidak memiliki substansi komersial; atau b) nilai wajar aset yang diterima atau aset
yang diserahkan terukur secara andal.
5. Aset tidak tetap lain yang tercipta secara internal
Menurut PSAK No. 19 ada 2 tahapan penciptaan aset tetap tidak berwujud secara
internal yaitu tahapan riset dan tahapan pengembangan.
Perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut terdaftar pada kolom pertama dalam hal
ini, adalah tim sepeda profesional Seli, dan perusahaan telekomunikasi PT RB. Di samping
namanya tertera suku bunga yang dibayar oleh obligasi tersebut sebagai persentase dari nilai
parinya. Obligasi Seli memberi tingkat pengembalian sebesar 6%, RB memberikan tingkat
pengembalian 6 5/8%. (Huruf “s” kecil di daftar Seli hanya berfungsi memisahkan suku bunga
dari tahun jatuh tempo obligasi tersebut, yaitu 2038). Obligasi RB jatuh tempo pada 2034.
Selanjutnya, obligasi tim sepeda tersebut mempunyai hasil berjalan (current yield) sebesar
9,2% berdasarkan harga penutupan Rp653,75 per Rp1.000. Volume yang ditransaksikan di
bursa sehari sebelumnya mencapai total Rp22.000, dan harganya naik Rp,50 ( =+1/4 dari
Rp10). Demikian pula volume obligasi RB yang ditransaksikan mencapai Rp5.000 dan ditutup
mendekati nilai parinya, yaitu Rp991,25, turun sebesar Rp1,25 pada hari itu. Juga seperti yang
nyata pada bab ini, suku bunga dan jangka waktu jatuh tempo obligasi mempunyai dampak
langsung pada harga obligasi. Misalnya, peningkatan suku bunga akan menyebabkan
penurunan nilai obligasi; penurunan dalam suku bunga akan menyebabkan peningkatan nilai
obligasi. Efek ini terlihat dalam data yang dilaporkan di bawah ini, berdasarkan tiga dana
obligasi yang berbeda.
Perubahan harga obligasi akibat Kenaikan 1% Penurunan 1%
perubahan suku bunga suku bunga suku bunga
Jangka pendek (2-5 tahuan) -2,5% +2,5%
Jangka menengah (5 tahun) -5% +5%
Jangka panjang (10 tahun) -10% +10%
Sumber: Data dari The Vanguard Group
Faktor lain yang mempengaruhi harga saham adalah fitur call (tarik), yang mengurangi nilai
obligasi. Para investor harus diberi penghargaan untuk menanggung risiko bahwa penerbit
obligasi dapat menarik obligasinya jika suku bunga menurun, yang memaksa para investor
tersebut untuk berinvestasi kembali pada suku bunga yang lebih rendah.
PV $100.000 Pokok
i = 11%
0 1 2 3 4 5
n=5
Senilai Rp100.000, jatuh tempo dalam 5 tahun, dengan bunga 9% yang akan dibayarkan
secara tahunan pada akhir tahun. Ketika diterbitkan, suku bunga pasar obligasi tersebut adalah
11%. Diagram berikut menjelaskan baik arus kas pokok maupun bunga:
Arus kas pokok dan bunga aktual didiskontokan pada tingkat 11% selama periode 5 tahun.
Dengan membayar sebesar Rp92.608,10 pada tanggal penerbitan, investor akan dapat
merealisasi suatu suku bunga atau hasil efektif sebesar 11% selama jangka waktu 5 tahun.
Obligasi itu akan dijual dengan diskonto sebesar Rp7.391,90 (Rp100.000 - Rp92.608,10).
Harga obligasi yang dijual biasanya ditetapkan sebagai persentase dari nilai pari atau nominal
obligasi tersebut. Sebagai contoh, obligasi Service Master dijual seharga 92,6 (92,6% dari nilai
pari). Jika Service Master menerima Rp102.000, maka kita akan mengatakan bahwa obligasi
telah dijual pada 102 (102% dari nilai pari).
Apabila obligasi dijual dibawah nilai nominal, maka ini berarti bahwa investor menuntut
suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga ditetapkan. Biasanya ini terjadi karena investor
dapat menghasilkan tingkat yang lebih tinggi pada investasi alternatif dengan risiko sama.
Mereka tidak dapat mengubah suku bunga ditetapkan, sehingga menolak untuk membayar
sebesar nilai nominal obligasi. Jadi, dengan mengubah jumlah yang diinvestasikan mereka
dapat mengubah suku bunga efektif. Karena investor menerima suku bunga ditetapkan yang
dihitung pada nilai nominal, maka hal ini menghasilkan suku bunga efektif yang lebih tinggi
daripada suku bunga ditetapkan karena mereka membayar lebih kecil dari nilai nominal
obligasi.
Obligasi yang Diterbitkan pada Nilai Pari pada Tanggal Bunga
Apabila obligasi diterbitkan pada tanggal pembayaran bunga dengan nilai pari (nilai
nominal), maka tidak ada bunga akrual dan diskonto atau premi yang diakui. Perusahaan
dengan mudah mencatat hasil kas dan nilai nominal obligasi tersebut. Untuk mengilustrasikan,
jika PT Busan menerbitkan obligasi berjangka 10 tahun dengan nilai pari Rp800.000,
tertanggal 1 Januari 2007, dan membayar suku bunga tahunan sebesar 10% secara setengah
tahunan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli, maka ayat jurnal yang dibuat:
Kas Rp800.000
Hutang Obligasi Rp800.000
PT Busan mencatat pembayaran bunga setengah tahunan pertama sebesar Rp40.000 (Rp80.000
x 0,10 x ½) pada tanggal 1 Juli 2007 adalah sebagai berikut:
Beban Bunga Obligasi Rp40.000
Kas Rp40.000
Ayat jurnal untuk mencatat beban bunga akrual pada tanggal 31 Desember 2007 (akhir tahun)
adalah sebagai berikut:
Beban Bunga Obligasi Rp40.000
Hutang Bunga Obligasi Rp40.000
Obligasi yang Diterbitkan dengan Diskonto atau Premi pada Tanggal Bunga
Jika obligasi senilai Rp800.000 yang diilustrasikan diatas diterbitkan tanggal 1 Januari 2007,
pada 97 (maksudnya 97% dari nilai pari), mak penerbitan itu akan dicatat sebagai berikut:
Kas (Rp80.000 x 0,97) Rp776.000
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 24.000
Hutang Obligasi Rp800.000
Karena hal ini berhubungan dengan bunga, maka sebagaimana dibahas sebelumnya, maka
sebagaimana dibahas sebelumnya, diskonto akan diamortisasi dan dibebankan ke beban bunga
selama periode waktu obligasi tersebut beredar.
Menurut metode garis lurus, jumlah yang diamortisasi setiap tahun merupakan jumlah yang
konstan. Sebagai contoh, dengan menggunakan diskonto obligasi sebesar Rp24.000, jumlah
yang diamortisasi BukanItu ke beban bunga setiap tahun selama 10 tahun adalah Rp2.400
(Rp24.000 : 10 tahun). Jika amortisasi dicatat secara tahunan, maka hal itu dicatat sebagai
berikut:
Beban Bunga Obligasi Rp2.400
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp2.400
Pada akhir tahun pertama, yaitu 2007, sebagai hasil dari ayat jurnal amortisasi diatas, saldo
Diskonto Hutang Obligasi yang belum diamortisasi adalah Rp21.600 (Rp24.000 - Rp2.400).
Jika obligasi itu bertanggal serta dijual pada 1 Oktober 2007, dan jika tahun fiskal perusahaan
berakhir tanggal 31 Desember, maka diskonto yang diamortisasi selam tahun 2007 hanya 3/12
dari 1/10 dari Rp24.000, atau Rp600. Bunga akrual selama tiga bulan juga harus dicatat pada
tanggal 31 Desember.
Premi Hutang Obligasi diperhitungkan dengan cara yang sama seperti pada Diskonto
Hutang Obligasi. Jika obligasi berjangka 10 tahun dengan nilai pari sebesar Rp800.000
bertanggal dan dijual pada 1 Januari 2007 seharga 103, maka ayat jurnal berikut dibuat untuk
mencatat penerbitan ini:
Kas (Rp800.000 x 1,03) Rp824.000
Premi atas Hutang Obligasi Rp 24.000
Hutang Obligasi Rp800.000
Pada akhir tahun 2007 dan selama tahun obligasi beredar, ayat jurnal untuk mengamortisasi
premi menurut metode garis lurus adalah:
Premi atas Hutang Obligasi Rp2.400
Beban Bunga Obligasi Rp2.400
Beban bunga obligasi naik dengan amortisasi diskonto dan menurun dengan amortisasi
premi. Beberapa obligasi dapat ditebus oleh penerbitnya sesudah tanggal tertentu pada harga
yang ditetapkan sehingga perusahaan yang menerbitkan dapat mempunyai kesempatan untuk
mengurangi hutang obligasinya atau mengambil manfaat dari suku bunga yang lebih rendah.
Baik dapat ditebus ataupun tidak, setiap premi atau diskonto harus diamortisasi selama masa
manfaat sampai tanggal jatuh tempo karena penebusan secara dini bukan merupakan suatu
kepastian.
Obligasi yang Diterbitkan di Antara Tanggal Bunga
Perusahaan biasanya melakukan pembayaran bunga obligasi setiap setengah tahun pada
tanggal yang telah ditetapkan dalam kontrak obligasi. Apabila obligasi diterbitkan pada tanggal
selain tanggal pembayaran bunga, maka pembeli obligasi itu akan membayar penjual bunga
obligasi yang terhutang dari tanggal pembayaran bunga terakhir sampai tanggal penerbitan.
Sebenarnya, pembeli obligasi membayar dimuka kepada penerbit obligasi untuk bagian dari
pembayaran bunga 6 bulan penuh yang bukan haknya, yaitu karena belum memiliki obligasi
itu selama periode berjalan. Pembeli akan menerima pembayaran bunga 6 bulan penuh pada
tanggal pembayaran bunga setengah tahunan berikutnya. Untuk mengilustrasikannya,
asumsikan bahwa Jalan-Jalan Tbk menerbitkan obligasi dengan nilai pari Rp800.000,
tertanggal 1 Januari 2007, dan membayar bunga pada tingkat tahunan sebesar 6% yang
dibayarkan secara setengah tahunan pada tanggal 1 Januari dan 1 Juli. Karena Jalan-Jalan Tbk
menerbitkan obligasi antara tanggal bunga yaitu pada 1 Maret 2007, ayat jurnal untuk mencatat
penerbitan obligasi pada nilai pari ditambah bunga aktual:
Kas
Hutang Obligasi Rp808.000
Beban Bunga Obligasi (Rp800.000 x 0,06 x 2/12) Rp800.000
(Hutang bunga juga dapat dikredit) Rp 8.000
Pembeli membayar dimuka bunga 2 bulan pada tanggal 1 Juli 2007 yaitu 4 bulan setelah
tanggal pembelian Jalan-Jalan Tbk membayar pembeli bunga 6 bulan. JalanJalan membuat ayat
jurnal berikut pada tanggal 1 Juli 2007:
Beban Bunga Obligasi Rp24.000
Kas Rp24.000
Akun beban bunga obligasi sekarang berisi saldo debet sebesar Rp16.000, yang merupakan
jumlah yang tepat untuk beban bunga 4 bulan pada 6% pada Rp800.000.
Ilustrasi diatas disederhanakan dengan obligasi tanggal 1 Januari 2007, yang diterbitkan
pada tanggal 1 Maret 2007 pada nilai pari. Akan tetapi, jika obligasi 6% diterbitkan pada 102,
maka ayat jurnal per 1 Maret pada pembukuan perusahaan penerbit adalah:
Kas (Rp800.000 x 1,02) + (Rp800.000 x 0,06 x 2/12) Rp824.000
Hutang Obligasi Rp800.000
Premi atas Hutang Obligasi (Rp800.000 x 0,02) Rp 16.000
Beban Bunga Obligasi Rp 8.000
Jalan-Jalan Tbk akan mengamortisasi premi dari tanggal penjualan (1 Maret 2007), bukan
dari tanggal obligasi 1 Januari 2007.
METODE BUNGA YANG EFEKTIF
Prosedur yang lebih disukai untuk amortisasi diskonto atau premi adalah metode bunga
efektif (disebut juga amortisasi nilai sekarang). Dalam metode bunga efektif:
1. Beban bunga obligasi dihitung pertama kali dengan mengalikan nilai tercatat (nilai buku)
obligasi pada awal periode dengan suku bunga efektif.
2. Amortisasi diskonto atau premi obligasi kemudian ditentukan dengan membandingkan
beban bunga obligasi terhadap bunga yang dibayarkan.
Jumlah amortisasi = beban bunga obligasi – pembayaran bunga
obligasi
= (nilai tercatat obligasi pada awal periode x suku
bunga efektif) – (jumlah nominal obligasi x suku bunga
ditetapkan)
Metode bunga efektif menghasilkan beban bunga periodik yang sama dengan persentase
konstan nilai tercatat obligasi itu. Karena persentasenya adalah suku bunga efektif yang
dikeluarkan peminjam pada waktu penerbitan, maka metode bunga efektif menghasilkan
penandingan beban yang lebih baik terhadap pendapatan daripada metode garis lurus. Metode
bunga efektif dan metode garis lurus keduanya menghasilkan jumlah total beban bunga yang
sama selama jangka waktu obligasi. Akan tetapi, apabila jumlah tahunan berbeda secara
material, maka metode bunga efektif disyaratkan menurut prinsip-prinsip akuntansi yang
diterima umum.
Obligasi Diterbitkan pada Diskonto
Untuk menggambarkan amortisasi diskonto menurut metode bunga efektif, Wakatobi Tbk
menerbitkan obligasi 8% senilai Rp100.000 pada tanggal 1 Januari 2007, jatuh tempo 1 Januari
2012, dengan bunga yang dibayarkan setiap tanggal 1 Juli dan 1 Januari. Karena investor
menuntut suku bunga efektif sebesar 10%, maka mereka membayar Rp92.278 untuk obligasi
senilai Rp100.000, yang menciptakan diskonto sebesar Rp7.722. diskonto sebesar Rp7.722 ini
dihitung sebagai berikut:
Nilai jatuh tempo hutang obligasi Rp100.000
Nilai sekarang dari Rp100.000 yang jatuh
tempo dlm 5 tahun pada 10%. Bunga dibayar
secara setengah tahunan
FV (PVF 10 5%); (Rp100.000 X 0,61391) Rp61.391
Nilai sekarang dari Rp4.000, bunga dibayar
secara setengahtahunan selama 5 tahun pada
10% per tahun
R(PVF-OA10 5%); (Rp4.000 x 7,72173) Rp30.887
Hasil dari penjualan obligasi Rp 92.278
Diskonto atas hutang obligasi Rp 7.722
Ayat jurnal untuk mencatat penerbitan obligasi Wakatobi Tbk dengan diskonto pada tanggal
1 Januari 2007 adalah:
Kas Rp92.278
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 7.722
Hutang Obligasi Rp100.000
Ayat jurnal untuk mencatat pembayaran bunga pertama pada 1 Juli 2007 dan amortisasi
diskonto adalah:
Beban Bunga Obligasi Rp4.614
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 614
Kas Rp4.000
Ayat jurnal untuk mencatat beban bunga akrual pada 31 Desember 2007 (akhir tahun) dan
amortisasi diskonto adalah:
Beban Bunga Obligasi Rp4.645
Hutang Bunga Obligasi Rp4.000
Diskonto atas Hutang Obligasi Rp 645
Mengakrualkan bunga
Dalam contoh kita sebelumnya, tanggal penerbitan adalah sama. Sebagai contoh ketika
Wakatobi menjual obligasi dengan premi, kedua tanggal pembayaran bunga bersamaan dengan
tanggal laporan keuangan. Akan tetapi, apa yang akan terjadi bila Wakatobi ingin melaporkan
laporan keuangan pada akhir Februari 2007? Dalam kasus ini premi akan di-prorata-kan
menurut jumlah bulan yang tepat untuk mendapatkan beban bunga yang tepat sebagai berikut:
Akrual bunga (Rp4,000 x 2/6) Rp1.333.33
Amortisasi Premi (Rp744x2/6) (248,00)
Biaya bunga (Jan-Feb) Rp1.085,33
Jurnalnya adalah sebagai berikut:
Biaya bunga obligasi 1.085,33
Premi atas hutang obligasi 248,00
Hutang bunga obligasi 1.333,33
31 Desember 2007
Biaya penerbitan obligasi 24.500
Biaya penerbitan obligasi yang blm dimortisasi 24.500
(untuk mengamortisasi selama satu tahun biaya penerbitan obligasi-metode garis lurus)
Rote melanjutkan untuk mengamortisasi biaya penerbitan obligasi dengan cara yang sama
selama umur obligasi. Meskipun metode bunga efektif lebih disukai, dalam praktiknya
perusahaan dapat juga menggunakan metode garis lurus untuk mengamortisasi biaya
penerbitan obligasi karena lebih mudah dan hasilnya tidak banyak berbeda.
OBLIGASI TREASURI
Hutang obligasi yang telah diakuisisi kembali oleh perusahaan yang menerbitkannya atau
agen atau trustee atau perwaliannya dan belum dibatalkan disebut sebagai obligasi treasuri
(treasury bonds). Hampir sama dengan saham treasuri, obligasi ini harus dilaporkan dalam
neraca-sebagai pengurangan dari “hutang obligasi”. Apabila obligasi itu dijual atau dibatalkan,
maka akun obligasi treasuri harus dikredit.
Mentawai mencatat biaya bunga pada akhir tahun pertama dengan menggunakan metode
bunga efektif sebagai berikut:
Biaya Bunga 694,96
Diskonto atas wesel bayar 694,96
Total jumlah diskonto untuk kasus ini sebesar Rp2.278,20, merupakan beban yang akan terjadi
atas wesel selama 3 tahun.
2. Wesel Berbunga
Wesel dengan bunga nol seperti yang disebutkan di atas merupakan contoh perbedaan
mencolok antara suku bunga ditetapkan dan suku bunga efektif. Dalam beberapa kasus,
perbedaan tersebut tidak begitu besar.
Sebagai contoh, Belitung Co., menerbitkan wesel berbunga senilai Rp10.000 berjangka
waktu 3 tahun pada 10% kepada Pahawang Tbk., secara tunai. Suku bunga pasar untuk wesel
dengan risiko sejenis adalah 12%. Dalam kasus ini, karena suku bunga efektif (12%) lebih
besar daripada suku bunga ditetapkan (10%) maka nilai sekarang wesel lebih kecil dari
nominal, yaitu, wesel tersebut dipertukarkan dengan diskonto. Penerbitan wesel tersebut
dicatat oleh Belitung Co. Sebagai berikut:
Kas 9.520
Diskonto atas wesel bayar 480
Wesel bayar 10.000
Diskonto tersebut kemudian akan diamortisasi dan biaya bunga diakui setiap tahun dengan
menggunakan metode bunga efektif. Amortisasi diskonto selama 3 tahun dan skedul biaya
bunga ditunjukkan ilustrasi berikut:
SKEDUL AMORTISASI DISKONTO WESEL
Metode Bunga Efektif
Wesel 10 % diskonto pada 12%
Pembayaran bunga tahunan dan amortisasi diskonto untuk tahun pertama telah dicatat oleh
Belitung.co sebagai berikut jumlah per skedul amortisasi.
Biaya bunga 1.142
Diskonto atas hutang obligasi 142
Kas 1.000
Apabila nilai sekarang melebihi nilai nominal, maka wesel tersebut dipertukarkan dengan
premi. Premi atas wesel bayar dicatat sebagai kredit dan diamortisasi dengan menggunakan
metode bunga efektif selama umur wesel tersebut sebagai pengurang tahunan atas jumlah
beban bunga yang diakui.
Sebagai contoh, asumsikan bahwa PT Tanjung Lesung menjual tanah yang mempunyai
harga jual tunai sebesar Rp200.000 kepada Karimunjawa berjangka 5 tahun senilai Rp293.866.
harga jual tunai sebesar Rp200.000 merupakan nilai sekarang dari wesel senilai Rp293.866
dengan tingkat diskonto 8 % selama 5 tahun. Haruskah kedua belah pihak mencatat transaksi
itu dicatat pada tanggal penjualan sebesar nilai nominal wesel, yaitu Rp293.866? tentu saja
tidak. Jika dilakukan, maka akun tanah Karimunjawa dan penjualan PT Tanjung Lesung akan
ditetapkan terlalu tinggi sebesar Rp93.866 (bunga untuk 5 tahun pada suku bunga efektif 8%).
Pendapatan bunga bagi PT Tanjung Lesung dan beban bunga bagi Karimunjawa selama
periode 5 tahun akan ditetapkan terlalu rendah sebesar Rp93.866. Karena selisih antara harga
jual tunai sebesar Rp200.000 dengan jumlah nominal wesel Rp293.866 merupakan bunga pada
suku bunga efektif 8%, maka transaksinya dicatat pada tanggal pertukaran sebagai berikut:
Selama umur 5 tahun dari wesel tersebut, Karimunjawa mengamortisasikan secara tahunan
sebagian dari diskonto sebesar Rp93.866. sebagai pembebanan ke beban bunga. PT Tanjung
Lesung akan mencatat pendapatan bunga sejumlah Rp93.866 selama periode 5 tahun dengan
mengamortisasikan juga diskonto itu. metode bunga efektif akan diwajibkan, meskipun
pendekatan lain untuk amortisasi juga dapat digunakan jika hasil yang diperoleh tidak berbeda
secara material dengan yang dihasilkan oleh metode bunga efektif.
2. Pilihan Suku Bunga
Dalam transaksi wesel, suku bunga pasar atau suku bunga efektif itu nyata atau dapat
ditentukan oleh faktor lain yang terlibat dalam pertukaran, seperti nilai pasar wajar dari apa
yang diberikan atau diterima. Namun, jika sebuah perusahaan tidak dapat menentukan nilai
wajar properti, barang, jasa atau hak lain, dan jika wesel tersebut tidak mempunyai pasar yang
siap menampungnya, masalah penentuan nilai sekarang wesel tersebut menjadi lebih sulit.
Untuk memperkirakan nilai sekarang, sebuah wesel dalam kondisi seperti itu, perusahaan harus
memperkirakan suku bunga penerapannya yang mungkin berbeda dengan suku bunga yang
diterapkan. Proses penaksiran suku bunga ini disebut sebagai penggantian (impultation) dan
suku bunga yang dihasilkan disebut sebagai suku bunga terkait (impulted interest rate).
Suku bunga yang berlaku untuk instrumen yang serupa dari para lembaga penerbit wesel
yang mempunyai peringkat kredit yang serupa akan mempengaruhi pilihan suku bunganya.
Faktor lain yang berpengaruh adalah perjanjian pembatasan, jaminan/kolateral, jadwal
pembayaran, dan suku bunga utama yang berlaku. Perusahaan menentukan suku bunga terkait
ketika mereka menerbitkan wesel, perubahan yang terjadi sesudahnya pada suku bunga yang
ada akan diabaikan.
Pada tanggal 31 Desember 2007, Meru Betiri Tbk menerbitkan promes kepada Setumbu
Tbk untuk jasa arsitektur. Wesel tersebut mempunyai nilai nominal sebesar Rp550.000, jatuh
tempo tanggal 31 Desember 2012, dan suku bunga ditetapkan sebesar 2%, yang akan
dibayarkan pada setiap akhir tahun. Nilai wajar jasa arsitektur tersebut tidak dapat segera
ditentukan, sementara promes tidak dapat segera dipasarkan. Berdasarkan peringkat kredit
Meru Betiri Tbk, tidak ada jaminan yang terlibat, suku bunga utama pada tanggal itu, dan bunga
yang berlaku atas hutang Meru Betiri lainnya yang beredar, suku bunga terkait sebesar 8 %
dianggap sudah layak dalam situasi saat ini. Berikut adalah diagram waktu yang
menggambarkan arus kas keduanya:
PV Rp550.000 pokok
i=8%
PV-OA Rp11.000 Rp11.000 Rp11.000 Rp11.000 Rp11.000bunga
0 1 2 3 4 5
n=5
Nilai sekarang wesel dan nilai wajar terkait dari jasa arsitektur ditentukan sebagai berikut:
Pembayaran bunga tahun pertama dan amortisasi diskonto dicatat sebagai berikut:
Biaya bunga 33.459
Diskonto atas wesel bayar 22.459
Kas 11.000
Ekuitas pemegang saham pada dasarnya menunjukkan jumlah kontribusi dari para pemegang
saham dan bagian yang dihasilkan dan yang ditahan oleh perusahaan
Modal adalah bagian ekuitas pemegang saham yang disyaratkan menurut anggaran dasar untuk
ditahan dlm perusahaan sebagai perlindungan bagi kreditur.
Umumnya modal dasar adalah nilai pari semua saham yang diterbitkan, ttpi jika saham tanpa
nilai pari diterbitkan, itu bisa berupa:
1. Perusahaan perorangan,
2. Firma, dan
1. Perseroan Sektor Masyarakat; unit-unit pemerintah atau operasi bisnis yang dimiliki
unit-unit pemerintah
a. Bukan Saham: bersifat nirlaba dan tak menerbitkan saham (tempat ibadah, yayasan
sosial dan sekolah)
ii. Perseroan terbuka; saham dijual secara luas dan dipegang oleh masyarakat
umum
2. Ikut serta dalam manajemen (hak untuk memilih direktur) secara proporsional
Tiga hak pertama berlaku untuk semua perusahaan, sedangkan point terakhir diberikan sebagai
kewajiban perusahaan untuk menjaga kepemilikan oleh pemegang saham.
Keunggulan sekaligus potensi masalah dari sistem saham adalah kemudahannya dalam
pemindahan hak perusahaan dari seseorang ke orang lain namun tidak dapat mengendalikan
pihak siapa saja pihak yang boleh membeli sahamnya. Orang yang memiliki saham dlm st
perusahaan dapat menjual sahamnya ke pihak lain tiap saat dengan harga yang disepakati antara
pemilik sebelumnya dengan calon pemilik berikutnya.
JENIS-JENIS SAHAM
Pada dasarnya saham dibagi menjadi 2, yaitu saham biasa dan saham preferen. Perbedaan
keduanya akan dibahas bada bagian lagin di modul ini.
Saham pada nilai premi/agio atau diskonto/disagio adalah saham modal perseroan diterbitkan
di atas atau di bawah nilai pari
Kewajiban kontinjen pemegang saham / saham yang dibeli pada harga di bawah nilai pari:
2. menjadi kewajiban yang sebenarnya hanya jika jumlah di bawah pari harus
dikumpulkan untuk membayar kreditur jika perusahaan dibubarkan
3. tgg jwb pemegang sertifikat asli pada saat pembubaran perusahaan kecuali oleh kontrak
dimana tanggung jawab ini dialihkan kepada pemegang lain.
2. Pembagian kepada pemegang saham harus disetujui oleh dewan komisaris/direksi (board
of directors),
3. Dividen harus sesuai dengan kontrak saham modal spt hal preferensi, partisipasi dll.
1. Saham disetor atau saham biasa, memperlihatkan nilai pari saham terbitan perseroan.
2. Modal disetor yang melebihi nilai pari atau tambahan modal disetor atau agio saham.
Menunjukkan kelebihan atas nilai pari yang disetor oleh pemegang saham sebagai ganti
saham yang diterbitkan. Kelebihan di atas nilai pari menjadi bagian modal disetor
perusahaan,
3. Diskonto atau Disagio Saham. Menunjukkan bahwa saham diterbitkan di bawah nilai
pari. Pemegang saham yang diterbitkan di bawah nilai pari dapat diminta membayar
jumlah diskonto jika diperlukan untuk melindungi kreditur dari kerugian bila
perusahaan dilikuidasi.
Contoh PT Sekolah Terus menjual 10.000 lembar saham dengan harga Rp100 dengan nilai pari
Rp50 per saham. Pencatatan pembukuannya:
Kas 1.000.000
1. saham preferen atau saham biasa yang diotorisasi. Menunjukkan jumlah total dari
saham modal yang diotorisisi.
2. saham preferen atau saham biasa yang belum diterbitkan. Menunjukkan total saham
otorisasi yang belum diterbitkan. Jika saham yang belum diterbitkan dikurangkan dari
jumlah saham otorisasi, diperoleh jumlah saham yang telah diterbitkan
1. Menghindari kewajiban kontinjen yang mungkin timbul jika saham dengan nilai pari
diterbitkan dengan disagio
2. Jika nilai pari saham tidak tersedia, timbul kerancuan antara nilai pari dan nilai wajar.
Contoh PT Gemar Membaca didirikan dengan 10.000 lembar saham biasa yang diotorisasi
tanpa nilai pari. Tak ada pencatatan selain memo, yang perlu dibuat untuk otorisasi karena tak
ada jumlah uang yang terlibat. Jika 500 lembar saham diterbitkan dengan harga Rp10 per
saham, akuntan akan melakukan pencatatan sebagai berikut:
Kas 5.000
Saham Biasa – tanpa nilai pari 5.000
Jika 500 lembar saham lagi diterbitkan seharga Rp11 per saham, pencatatannya seperti di
bawah ini:
Kas 5.500
Saham Biasa – tanpa nilai pari 5.500
Saham tanpa nilai pari harus dicatat pada harga penerbitannya tanpa tambahan modal disetor
atau disagio.
Nilai tetapan (stated value) adalah batas nilai terendah harga saham.
Contoh 1000 lembar shm, nilai tetapan Rp5 diterbitkan Rp15 per lembar dan pembayaran
tunai, pembukuannya sbb:
Kas 15.000
Saham Biasa 15.000
Atau
Kas 15.000
Saham Biasa 5.000
Tambahan Modal disetor yang melebihi Nilai Tetapan 10.000
1. saham biasa atau preferen yang dipesan, menunjukkan kewajiban perseroan untuk
menerbitkan saham setelah pembayaran akhir saldo pesanan.
Pemesan yang telah menandatangani kontrak pesanan, memiliki hak dan keistimewaan yang
sama sebagai pemegang saham yang mpy saham yang beredar
Contoh Lubradite Tbk. menawarkan saham atas dasar permintaankelompok tertentu dan
berhak membeli 10 lembar saham (nilai pari Rp5) seharga Rp20 per saham. 50 orang menerima
tawaran perusahaan dan akan membayar 50% uang muka dan 50% lagi pada akhir bulan
keenam.
Pada saat penerbitan
Piutang pesanan 10.000
Saham Biasa yang Dipesan 2.500
Tambahan Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari 7.500
(untuk mencatat penerimaan pesanan 500 lembar saham)
Kas 5.000
Piutang Pesanan 5.000
(untuk mencatat penerimaan angsuran I: 50% dr total jumlah tempo saham yang dipesan)
ketika pembayaran akhir diterima dan saham diterbitkan, ayat jurnalnya adalah:
Kas 5.000
Piutang pesanan 5.000
(untuk mencatat penerimaan angsuran akhir saham pesanan)
Saham Biasa yang dipesan 2.500
Saham Biasa 2.500
(untuk mencatat penerbitan 500 lembar saham stlh penerimaan angsuran akhir dr
pemesan)
1. Metoda Proporsional
2. Metoda Inkremental
Metoda Proporsional
Jika nilai pasar atau dasar lain tersedia, maka nilai lump sum dialokasikan atas surat berharga
secara proporsional, yaitu rasio surat berharga terhadap total.
Contoh 1000 lembar saham dengan stated value Rp10 memiliki harga pasar Rp20 per saham
dan 1000 lembar saham preferen dengan nilai Rp10 dan harga pasar Rp12 per saham
diterbitkan dengan nilai lump sum Rp30.000; alokasi ditunjukan pada perhitungan di bawah
ini
Rp20.000
Alokasi untuk saham biasa = x Rp30.000 = Rp18.750
Rp32.000
Rp12.000
Alokasi untuk saham preferen = x Rp30.000 = Rp11.250
Rp32.000
Total Alokasi Rp30.000
Metoda Inkremental
Jika nilai pasar wajar tidak dapat ditentukan, metoda inkremental digunakan. Nilai pasar surat
berharga digunakan sebagai dasar alokasi nilai saham yang diketahui dan sisanya dialokasikan
pada saham yang nilai pasarnya tidak diketahui.
Contoh 1000 lembar saham biasa dengan nilai tetapan Rp10 dan harga pasar Rp20 per saham
dan 1000 lembar saham preferen dengan nilai pari Rp10 tak memiliki harga pasar yang
diterbitkan dengan nilai lump sum Rp30,000, alokasi sebagai berikut:
Jika tak ada nilai pasar wajar yang dpt ditentukan untuk setiap kelas saham yang terlibat dalam
pertukaran sekaligus, alokasi harus dilakukan secara arbitrer.
Arbitrer digunakan agar dpt dilakukan penyesuaian jika nilai pasar masa depan terbentuk.
Shm yang blm diterbitkan atau saham treasuri (shm diterbitkan yang telah dibeli kembali ttp
blm ditarik) dpt ditukar dengan kekayaan/jasa, dengan memperhatikan:
1. Diket nilai pasar wajar saham treasuri, digunakan untuk menilai kekayaan/jasa
2. Tak diket nilai pasar saham treasuri, digunakan nilai pasar wajar kekayaan/jasa
Contoh prosedur pencatatan penerbitan 10.000 lembar saham biasa dengan nilai pari Rp10
yang diukur dengan suatu paten.
1. Nilai pasar wajar paten blm dpt ditetapkan ttp nilai pasar wajar atas saham diket Rp140.000
Paten Rp140.000
Saham Biasa Rp100.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari Rp40.000
2. Nilai pasar wajar dr saham blm dpt ditentukan, ttp nilai pasar wajar dr paten ditetapkan
Rp150.000
Paten Rp150.000
Saham Biasa Rp100.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari Rp50.000
3. Nilai pasar wajar dr saham maupun dr paten blm dpt ditentukan. Konsultan yang
independen menetapkan nilai paten Rp125.000 dan dewan komisaris setuju.
Paten Rp125.000
Saham Biasa Rp100.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari Rp25.000
1. Biaya pengacara
Perusahaan yang menerbitkan saham harus melakukan hal berikut ini untuk mengakui beban
yang dikeluarkan atas penerbitan saham.
1. Memperlakukan biaya penerbitan sebagai pengurangan atas jumlah yang disetor, krn
tak berkaitan dengan operasi perusahaan
REAKUISISI SAHAM
Perusahaan dapat membeli kembali saham miliknya yang telah beredar dengan alasan sebagai
berikut:
Perusahaan dapat membeli kembali saham treasuri dan harus melakukan hal berikut ini dalam
catatannya untuk transaksi tersebut.
1. Metoda Biaya; mendebet saham treasuri untuk biaya reakuisisi dan dilaporkan sebagai
pengurang modal disetor dan laba ditahan di neraca
2. Metoda Nilai Pari; mencatat transaksi saham treasuri pada nilai pari dan
melaporkannya sebagai pengurang atas saham modal
Pencatatan dengan metoda biaya, harga yang diterima untuk saham pada saat diterbitkan tak
mempengaruhi ayat jurnal untuk mencatat akuisisi dan penerbitan kembali saham treasuri.
Untuk memudahkan pemahaman, mari kita simak rangkaian contoh berikut ini
1. 2000 lembar saham biasa dengan nilai pari Rp200 diterbitkan dengan harga Rp220
Kas Rp440.000
Saham Biasa Rp400.000
Modal disetor yang Melebihi Nilai Pari 40.000
2. 200 lembar saham biasa dibeli kembali pada harga Rp224
Saham Treasuri Rp44.800
Kas Rp44.800
Selain beberapa kelebihan tersebut, seorang pemegang saham pereferen akan memperoleh
keuntungan lain, yaitu:
1. Berhak mendapatkan hak atas dividen yang tidakk dibayar pada tahun sebelumnya pada
periode sekarang sebelum dibagikan kepada pemegang saham biasa.
2. Pemegang saham dapat menukar saham preferen yang dimiliki dengan saham biasa pada
rasio yang telah ditentukan sebelumnya, berdasarkan hak opsinya.
3. Perusahaan penerbit saham dpt menarik atau menebus berdasar hak opsi, saham preferen
yang beredar pada tgl ttt di masa depan dan pada harga yang ditentukan.
Efraim Ferdinan Giri. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah 1, Perspektif IFRS. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN
Hery. 2017. Akuntansi Pengantar “Bank Soal dan Solusi”. Jakarta: Grasindo
http://iqbalparabi.com/cara-menghitung-harga-pokok-penjualan/
Kieso, Donald E. dkk. 2008. Akuntansi Intermediate Jilid 2 Edisi ke-12. Jakarta : Erlangga.
Slamet Sugiri. 2013. Akuntansi Pengantar 2 Berbasis SAK ETAP 2009. Edisi Keenam.
Yogyakarta:UPP STIM YKPN