Bab 2
Bab 2
id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Migrain
1.1. Definisi
Migrain adalah suatu penyakit yang ditandai dengan episode nyeri
kepala berulang, seringkali unilateral, namun dapat juga bilateral, dan
dalam beberapa kasus disertai dengan gangguan visual atau sensorik yang
dikenal sebagai aura. Aura seringkali timbul sebelum nyeri kepala
muncul, namun dapat terjadi selama atau setelah nyeri kepala (Burstein,
2015).
Menurut WHO Kata "migrain" berasal dari bahasa Yunani yaitu
hemikrania, hemi berarti setengah, kranion yang berarti tengkorak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa migrain diartikan sebagai rasa sakit di
satu sisi kepala. Migrain merupakan salah satu nyeri kepala primer yang
ditandai dengan nyeri kepala berulang dengan intensitas nyeri sedang
hingga parah. Biasanya, nyeri kepala mempengaruhi satu sisi kepala,
nyerinya berdenyut, dan berlangsung dari dua sampai 72 jam. Rasa nyeri
umumnya diperburuk dengan aktivitas fisik, sepertiga penderita migrain
memiliki aura, suatu periode gangguan visual singkat yang menandakan
bahwa nyeri kepala akan segera terjadi. Kadang-kadang, aura dapat
terjadi dengan sedikit atau tanpa nyeri kepala setelahnya (WHO, 2016).
1.2. Prevalensi
Migrain merupakan gangguan neurologis yang umum namun
cukup memberatkan. Secara global, sekitar 15% orang terkena migrain
(Vos et al., 2012). Di Amerika serikat, diperkirakan 18% dari populasi
wanita dan 6% laki-laki mengalami migrain (Smitherman, 2013). Migrain
dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migrain lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum
usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas,
5
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
6
yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Pada beberapa
wanita serangan migrain menjadi lebih jarang setelah menopause.
(NINDS, 2015).
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi
migrain di seluruh dunia mencapai 10-14%. Prevalensi tertinggi migrain
didapatkan pada daerah Amerika utara, diikuti dengan Amerika Tengah
dan Selatan, Eropa, Asia dan Afrika. Sekitar 3000 serangan migrain
terjadi pada setiap 1 juta orang di seluruh dunia setiap hari. Menurut
WHO migrain merupakan penyebab ke-19 dari disabilitas kehidupan.
1.3. Etiologi
Migrain diduga disebabkan oleh campuran faktor lingkungan dan
genetik (Piane et al., 2007). Sekitar dua pertiga kasus migrain memiliki
riwayat keluarga dengan migrain (Bartleson dan Cutrer, 2010). Perubahan
kadar hormon juga berperan terhadap migrain dimana migrain sedikit
lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan pada anak
perempuan sebelum pubertas, namun setelah pubertas terjadi 2-3 kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Resiko migrain biasanya
menurun selama kehamilan (Lay dan Broner, 2009).
Migrain dengan atau tanpa aura pada umumnya menunjukkan pola
pewarisan yang bersifat multifaktorial, namun sifat spesifik dari pengaruh
genetik belum sepenuhnya dipahami. Studi asosiasi genom terbaru
menunjukkan terdapat 4 regio di mana polimorfisme nukleotida tunggal
mempengaruhi risiko menderita migrain (Chasman et al., 2011; Antilla et
al., 2010; Ligthart et al., 2011).
Migrain memiliki peranan komponen genetik yang kuat. Sekitar
70% pasien migrain memiliki keluarga tingkat pertama yang juga
memiliki riwayat migrain. Penelitian oleh Kors et al (1999) menyebutkan
bahwa risiko migrain meningkat 4 kali lipat pada keluarga penderita
migrain dengan aura. Berbagai faktor pencetus serangan migrain telah
diidentifikasi,sebagai berikut:
a. Perubahan hormonal, seperti menstruasi, kehamilan, dan ovulasi
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
7
b. Stres
c. Kurang tidur, atau tidur berlebih
d. Obat-obatan (misalnya, vasodilator dan kontrasepsi oral)
e. Merokok
f. Paparan pencahayaan terang
g. Bau kuat (misalnya parfum)
h. Trauma kepala
i. Perubahan cuaca
j. Mabuk perjalanan
k. Stimulus dingin
l. Kurang olahraga
m. Puasa atau melewatkan makanan
n. Konsumsi anggur merah
Beberapa bahan makanan dan bahan tambahan juga telah diduga menjadi
pencetus migrain seperti :
a. Kafein
b. Pemanis buatan (misalnya aspartam, sakarin)
c. Monosodium glutamat (MSG)
d. Buah sitrus
e. Makanan yang mengandung tyramine (misal, keju)
f. Daging dengan nitrit
Namun begitu, penelitian epidemiologi yang besar belum dapat
membuktikan sebagian besar hal diatas sebagai pemicu sebenarnya, dan
tidak ada diet yang terbukti membantu migrain. Kendati demikian pasien
yang mengidentifikasi makanan tertentu sebagai pemicu sebaiknya
menghindari makanan tersebut (Wober et al., 2007; Allais et al., 2009).
1.4. Klasifikasi
Secara umum migrain dibagi menjadi dua :
1. Migrain dengan aura
Migrain dengan aura disebut juga sebagai migrain klasik. Diawali
dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
8
oleh nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini
terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih
dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migrain tanpa aura
Migrain tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit
kepalanya hampir sama dengan migrain dengan aura. Nyerinya pada
salah satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual,
fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam
(Bertleson et al., 2010).
1.5. Patofisiologi
1.5.1 Teori vascular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam
terjadinya migrain dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya
nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah
yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat
aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi
bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga
akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang
untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian,
vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala,
sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit
kepala (Srivasta, 2010).
1.6. Diagnosis
1.6.1 Migrain tanpa
aura Kriteria diagnostik
:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati
atau tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik
berikut:
1. Lokasi unilateral
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
12
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita
menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik
tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain (Bartleson, 2010)
1.6.2 Migrain dengan aura
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi
tidak dijumpai kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang
berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif
(hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and
needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan
/atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi keriteria B-D
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain (Bartleson, 2010).
Gejala diatas ini tidak boleh disebabkan oleh kelainan struktural,
metabolik atau gangguan lainnya.
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
13
1.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana migrain melibatkan terapi akut (abortif) dan
pencegahan (profilaksis). Penatalaksanaan farmakologis untuk migrain
dengan pengobatan anti nyeri sederhana seperti ibuprofen dan parasetamol
(asetaminofen) untuk nyeri kepala, obat anti mual, dan penghindaran
pemicu migrain (Armstrong, 2013). Obat-obatan spesifik seperti triptans
atau ergotamin dapat digunakan ketika obat anti nyeri sederhana tidak
efektif (NINDS, 2015). Sejumlah obat juga digunakan untuk mencegah
serangan seperti metoprolol, valproat, dan topiramat (Armstrong, 2013).
Pasien juga harus menghindari faktor-faktor yang memicu
serangan migrain (misalnya kurang tidur, kelelahan, stres, makanan
tertentu, penggunaan vasodilator). Pasien dianjurkan untuk menggunakan
buku harian untuk mendokumentasikan kejadian nyeri kepala, hal tersebut
merupakan metode yang efektif dan murah untuk mengikuti jalannya
penyakit (NINDS, 2015).
3. Kualitas Hidup
3.1 Definisi
Menurut World Health Organozation Quality of Life (WHOQOL)
merupakan sebagai persepsi individu mengenai posisi dalam hidup dalam
konteks budaya dan system nilai dimana individu hidup dan hubungannya
dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang
(Nimas, 2012). Sedangkan menurut Chipper mengemukakan kualitas
hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan
yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien (Mabsusah,
2016).
Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat
diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial,
emosional, pekerjaan, dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau
bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada,
adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta
kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.
3.2 Kualitas Hidup pada Migrain
Migrain merupakan gangguan neurologis kronis yang ditandai
dengan serangan berulang dan kembali ke kondisi awal antara serangan,
yang mempengaruhi 11% orang dewasa di seluruh dunia. Penderita
migrain menanggung rasa ketakutan akan gangguan kemampuan kerja
mereka, kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab keluarga atau sosial,
dan tekanan psikososial lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
mereka (QOL) dan produktivitas kerja (Sulmaz et al., 2014).
Migrain memiliki pengaruh negatif pada kualitas hidup, termasuk
aspek fisik, emosional dan sosial kehidupan sehari-hari seperti keluarga,
pekerjaan dan hubungan sosial. Lingkungan keluarga dan aspek psikologis
pasien merupakan yang paling terpengaruh menurut pasien dan keluarga.
Para profesional kesehatan menekankan bahwa pasien migrain jika tidak
diobati maka akan mengakibatkan gangguan fungsi pekerjaan berupa
fokus terhadap pekerjaannya (Ruiz, 2003).
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
17
pasien secara online dan real-time dalam bentuk audio, video atau kombinasi
keduanya yang dapat dimengerti oleh pasien. Sebagai contoh, kekuatan sinyal
pada suatu pita frekuensi dapat ditunjukkan dengan grafik batang yang
bervariasi. Selama prosedur ini, pasien menjadi sadar akan perubahan yang
terjadi selama menjalani latihan tersebut dan akan dapat menilai kemajuannya
untuk mencapai kinerja optimal. Misalnya pasien mencoba memperbaiki pola
otak berdasarkan perubahan yang terjadi pada suara atau film (Dempster,
2012).
Kelainan pada aktivitas elektrofisiologis biasanya ditemukan pada otak
penderita migrain, sehingga sangat masuk akal bahwa intervensi yang
melibatkan EEG mungkin dapat memberi manfaat. Pada anak-anak penderita
migrain, baik dengan maupun tanpa aura, didapatkan peningkatan frekuensi
gelombang theta dibandingkan dengan kontrol normal. Siniatchkin et al,
menunjukkan penurunan serangan migrain yang signifikan pada migrain pada
10 penderita migrain muda setelah 10 sesi neurofeedback di area frontal dan
central midline yang mengajarkan pasien untuk mengendalikan aktivitas
potensial kortikal yang lambat yang mewakili sensitivitas dan reaktivitas
kortikal (Pistoia et al., 2013).
4.1 Tipe Neurofeedback
4.1.1 Tipe-tipe Neurofeedback
Terdapat beberapa tipe Neurofeedback yang dapat digunakan untuk
pengobatan berbagai gangguan diantaranya:
a. Neurofeedback yang paling sering digunakan adalah frequency / power
neurofeedback. Teknik ini biasanya mencakup penggunaan 2 sampai 4
elektroda permukaan, sehingga kadang disebut "surface
neurofeedback". Ini digunakan untuk mengubah amplitudo atau
kecepatan gelombang otak spesifik di lokasi otak tertentu untuk
mengobati ADHD, kegelisahan, dan insomnia.
b. Slow cortical potential neurofeedback (SCP-NF) memperbaiki arah
potensial kortikal lambat untuk mengobati ADHD, epilepsi, dan
migrain (Christiansen et al., 2014).
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
20
umpan balik aktivitas dari area subkortikal dalam (Hurt et al., 2014;
Lévesque et al., 2006).
peningkatan habituasi selama perekaman CNV. Oleh karena itu kita juga
berasumsi bahwa pengurangan amplitudo negatif secara volunter dapat
memberikan kemampuan habituasi yang lebih baik (Carmen, 2002).
Harus diakui bahwa kelebihan dari neurofeedback memberikan
keuntungan dalam segi efektivitas dan efisiensi. Neurofeedback tidak
menimbulkan rasa sakit sehingga pasien-pasien dengan gangguan cemas
dapat merasa nyaman tanpa harus mengalami rasa takut akan nyeri.
Neurofeedback membantu pasien agar dapat memantau kondisinya dengan
detail, individu yang pada awalnya tidak menyadari dapat menyadari apa
yang sebenarnya terjadi pada status biologisnya dan mudah
mengkontrolnya sehingga mampu menciptakan mekanisme pertahanan
(coping) yang mature (Barbara, 2011).
5. Operational Research
A. Definisi
Menurut Operation Research Society of America (ORSA),
operation research berkaitan dengan pengambilan keputusan secara ilmiah
dan bagaimana membuat suatu model yang baik dalam merancang dan
menjalankan sistem yang melalui alokasi sumber daya yang terbatas.
Intinya adalah bagaimana proses pengambilan keputusan yang optimal
dengan menggunakan alat analisis yang ada dan adanya keterbatasan
sumber daya. Sedangkan menurut Hamdi A. Taha, operational research
adalah pendekatan dalam pengambilan keputusan yang ditandai dengan
penggunaan pengetahuan ilmiah melalui usaha kelompok antar disiplin
yang bertujuan menentukan penggunaan terbaik sumber daya yang
terbatas (Zacoeb, 2014). Dalam penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui berbagai informasi tentang bagaimana pengaruh
neurofeedback terhadap migrain, cemas, dan kualitas hidup pasien di RS
UNS Surakarta.
library.uns.ac.i digilib.uns.ac.id
27
C. Tahapan Penelitian
a) Tahap orientasi atau deskripsi : mendeskripsikan apa yang dilihat,
didengar, dirasakan, atau ditanyakan.
b) Tahap reduksi/fokus : data yang telah diperoleh pada tahap 1 direduksi
untuk memfokuskan pada masalah tertentu. Pada tahap ini, peneliti
memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Data yang
dirasa tidak berguna disingkirkan.
c) Tahap seleksi : peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi
lebih rinci
menambahkan unit-unit baru dalam penelitiannya dan akan berhenti pada titik
di mana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan informasi baru
dalam analisis. Selain itu, jumlah sampel juga tidak diarahkan pada
keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan pada
kecocokan konteks (Poerwandari, 1998; Willig, 2001; Sugiyono, 2005).
B. Kerangka Berpikir
Terapi
>>Hipotalamus<<
neurofeedback
Aktivasi adrenomedullary
Sekresi norepinefrin
Sensitivitas saraf
simpatis