DASAR-DASAR
PENDIDIKAN ISLAM
1
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoretis dan Praktis
(Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 34.
2
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN-Malang Press,
2008), hlm. 37.
hidup suatu negara, melainkan falsafah hidup umat Muslim. Hal ini
disebabkan oleh sistem pendidikan Islam dapat dilaksanakan di mana
saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.3
Sa‘id Isma‘il ‘Ali membagi dasar-dasar pendidikan Islam menjadi
6 (enam) macam: Al-Qur’an, al-Sunnah, Pendapat Sahabat (Aqwal al-
Sahabat), Peradaban Islami (al-Tsaqafah), Maslahat Publik (Mashalihal-
Ijtima‘iyyah) dan Pemikiran Islami (al-Fikr al-Islami). Semuanya
merupakan sumber atau dasar yang menjadi pijakan pendidikan Islam.4
Sa‘id Isma‘il ‘Ali menjelaskan bahwa term “Islam” dalam
terminologi dasar-dasar pendidikan Islam, tidak hanya terbatas pada
dasar-dasar yang bersifat Islam an sich, melainkan juga meliputi teks
dan dokumen bersejarah; fakta-fakta; warisan pemikiran masa lalu dan
peradaban lain;5 pengalaman historis umat Muslim masa silam yang
terlibat interaksi dengan umat dan bangsa yang beragam, termasuk
para ulama, filsuf, sufi, masyarakat awam; serta kebiasaan dan taklid
lainnya.6 Bagi Sa‘id Isma‘il ‘Ali, semua ini relevan dijadikan dasar
pendidikan Islam sehingga dasar pendidikan Islam itu bersifat inklusif.
Pemahaman Sa‘id Isma‘il ‘Ali selaras dengan al-Syaibani yang
menyatakan bahwa seruan “kembali kepada Islam”, bukan sekadar
ajakan kepada sejarah masa lampau, melainkan juga ajakan ke arah
sumber yang hidup, dinamis, berkembang dan menerima perubahan
sepanjang zaman.7
3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 121.
4
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, al-Ushul al-Islamiyyah li al-Tarbiyyah (Kairo: Dar al-Fikr al-
’Arabi, 1992), hlm. 3.
5
Peradaban “non-Islam” yang dapat dijadikan sebagai bagian dari dasar-dasar
pendidikan Islam, antara lain: Pertama, peradaban pra-sejarah. Kedua, peradaban
kuno di Asia, seperti Irak (Mesopotamia dan Tigris), Persia, India, China dan Bani
Isra’il. Ketiga, peradaban kuno di Afrika, seperti Mesir. Keempat, peradaban kuno
di Eropa, seperti Yunani; termasuk mengkaji pemikiran Sokrates, Plato, Aristoteles,
dan lainnya. Sa‘id Isma‘il ‘Ali, al-Tarbiyyah wa al-Hadharah fi Bilad al-Syarq al-Qadim
(Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1995), hlm. v. Sa‘id Isma‘il ‘Ali, al-Tarbiyyah fi Hadharah
al-Syarq al-Qadim (Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1999), hlm. 5-6. Sa‘id Isma‘il ‘Ali, al-
Tarbiyyah fi al-Hadharat al-Mishriyyah al-Qadimah (Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1996),
hlm. ii-iii. Sa‘id Isma‘il ‘Ali, al-Tarbiyyah fi al-Hadharah al-Yunaniyyah (Kairo: ‘Alam
al-Kutub, 1995), hlm. 1.
6
Loc. Cit., hlm. 4.
7
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, hlm. 39.
8
Majid Zaki al-Jallad, Tadris al-Tarbiyyah al-Islamiyyah: al-Asas al-Nazhariyyah wa
al-Asalib al-‘Amaliyyah (Beirut: Dar al-Masirah, 2004), hlm. 33.
9
Abdul Kadir (dkk.), Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.
94-97.
10
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 293.
ğ َ َ َ ُْْ ğ ََ َ Ġ َ ْ َ ََْْ ْ ُ
ِّŷžȼَŵ Ĺَ Ŷğ Ŏُ ِ َوĬا ُ ȡْ ŋَ َĻ
ِِ بĵļِŬ ĵųŹِ ِ ķ űļŭŏųȩ ĵŲ اźŰŘ
ِ Ļ Ŵů Ŵِ ɆŋɊ أűȲžِȯ ĺ
Aku meninggalkan dua hal di tengah kalian; kalian tidak akan tersesat selama
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah
nabi-Nya (Hadis) (HR Malik).
11
Moh Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2005), hlm. 65.
12
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 122.
13
Abdur Rahman Saleh Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-
Qur’an, Penyunting Dahlan (Bandung: CV Diponegoro, 1991), hlm. 42-44.
14
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, hlm. 102-105.
15
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Al-Qur’an al-Karim: Ru’yah Tarbawiyyah (Kairo: Dar al-Fikr
al-’Arabi, 2000), hlm. 148-159.
16
Loc. Cit., hlm. 109-118. Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Al-Qur’an al-Karim: Ru’yah
Tarbawiyyah, hlm. 159-180.
17
Loc. Cit., hlm. 189-190.
َ ğ نğ إĬا ْ َ ُْ َ ْ ُ ََ ََ ُ ُ ُ َ ُ ُ ğ ُ ُ َ ََ
َ ğ اźŪُ ȩاğ ا َوźŹُ ļَ ȫĵ
Ĭا ِ Ŧ ŷŶȭ űȱĵŹȫ ĵŲوه وŊňŦ لźŎŋɉ اűȱĵĻَ آĵŲو
َ ْ ُ َ
بĵ
ِ šِ ůاʼnŽِʼnő
Ū
Apa yang diberikan Rasul (Nabi Muhammad Saw.) kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya (QS Al-Hasyr [59]:
7).
18
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, hlm. 153-154. Sa‘id Isma‘il
‘Ali, al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ru’yah Tarbawiyyah (Kairo: Dar al-Fikr al-’Arabi, 2002),
hlm. 101-105.
19
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 124.
20
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, hlm. 153-155. Menurut
Wahbah al-Zuhaili, fungsi al-Sunnah terhadap Al-Qur’an ada empat. Pertama,
penetap dan pengukuh (ٌةƾَ كّ َؤǷَُرةٌ َوǂّ َقǷُ ). Kedua, penjelas (ٌƨَǼّثȈَ�ثǷُ ) yang meliputi penjelasan
mujmal, takhsis hingga taqyid. Ketiga, menunjukkan ayat-ayat yang nasikh-mansukh.
ِ ǼْǷ). Wahbah al-Zuhailli, Ushul al-Fiqh al-
Keempat, menetapkan hukum baru (ٌƨَشئ ُ
Islami [Juz 1], hlm. 461-463.
21
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ru’yah Tarbawiyyah, hlm. 138-140.
22
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, hlm. 153-180. Sa‘id Isma‘il
‘Ali, al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ru’yah Tarbawiyyah, hlm. 100-117.
23
Sa‘id Isma‘il ‘Ali, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, hlm. 104-113.
24
Ibid., hlm. 105.
25
Ibid., hlm. 106-110. Dalam sebuah hadis riwayat Ibn ‘Abbas ra. disebutkan
bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya para sahabatku itu bagai bintang-
bintang; maka dengan siapa pun di antara mereka, kalian mematuhinya, niscaya
kalian mendapatkan petunjuk” (HR Ibn al-Baththah).
26
Ibid., hlm. 112.
27
Ibid., hlm. 113-162.
28
Ibid., hlm. 199.
29
Ibid., hlm. 203-204.
Al-Qur’an sering kali menyeru umat Muslim agar belajar dari sejarah
umat masa lalu, seperti kisah para rasul yang sarat dengan nilai-nilai
pendidikan yang dapat dijadikan petunjuk bagi umat Muslim (QS
Yusuf [12]: 111). Rasulullah Saw. juga sering menjadikan pengalaman
generasi masa lalu sebagai materi pendidikan, semisal kisah tiga
orang yang terjebak dalam gua, lalu berhasil selamat atas izin Allah
Swt., setelah berdoa yang disertai penyebutan amal saleh mereka (HR
Muttafaq ‘Alaih).
30
Ibid., hlm. 214-215.
31
Ibid., hlm. 216-238.
32
Ibid., hlm. 267.
33
Ibid., hlm. 268-273.
34
Ibid., hlm. 199-204.
35
Ibid., hlm. 281-282.
36
Ibid., hlm. 328.
37
Ibid., hlm. 329.
38
Ibid., hlm. 328-351.
39
Ibid., hlm. 328-352.
Menurut Sa’id Isma’il ’Ali, kendati ulama fikih tidak secara langsung
membicarakan pendidikan, kontribusi utama yang diberikan adalah
metode penelitian dan pemikiran (ijtihad; istinbath).43 Metode istinbath
(penggalian) hukum fikih merupakan kontribusi nyata ulama fikih
dan ushul fikih bagi pendidikan Islam teoretis maupun praktis. Belum
lagi sumber-sumber hukum fikih dan ushul fikih yang dapat diadopsi
sebagai dasar pendidikan Islam, baik sumber hukum yang disepakati,
40
Ibid., hlm. 356.
41
Ibid., hlm. 372.
42
Ibid., hlm. 372-383.
43
Ibid., hlm. 388-397.
Pertama, hidup manusia ada dua jalur: jalur kebenaran (haq) dan
jalur kesalahan (bathil). Memberi manfaat, contoh jalur kebenaran;
mendatangkan mudarat, contoh jalur kesalahan. Simbolisasi kedua jalur
ini terlihat dalam fenomena sehari-hari, seperti hujan dan pembuatan
perhiasan.
Kedua, nilai kebenaran (terutama Islam, Al-Qur’an, Hadis)
diilustrasikan seperti air hujan dari langit yang mengalirkan air melalui
lembah-lembah sesuai ukurannya masing-masing.
Ketiga, dalam konteks Al-Qur’an, setidaknya ada lima ukuran
“lembah”: (a) lembah ukuran paling kecil. Orang yang mendengar
bacaan Al-Qur’an (QS Al-A’raf [7]: 204); (b) lembah ukuran kecil.
Orang yang membaca Al-Qur’an secara perlahan dan fasih melalui tartil
(QS Al-Muzzammil [73]: 4) dan qira’ah (QS Al-Muzzammil [73]: 20);
(c) lembah ukuran sedang. Orang yang memahami Al-Qur’an melalui
ingatan (dzikr) berupa tulisan maupun hafalan (QS Al-Hijr [15]: 9),
merenungkan maknanya melalui tadabbur (QS Muhammad [47]: 24),
mempelajari kandungannya melalui tadarus (QS Al-Qalam [68]: 37),
memahaminya sesuai kemampuan melalui tafsir atau ta’wil (QS Ali
‘Imran [3]: 7); (d) lembah ukuran besar. Orang yang mengamalkan
Al-Qur’an melalui pembacaan di hadapan orang lain atau tilawah (QS
Al-Naml [27]: 92), mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain atau
ta’lim (QS Al-Baqarah [2]: 151), dan menjadikan Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup atau hidayah (QS Al-Isra’ [17]: 9); (e) lembah ukuran
paling besar. Orang yang membiasakan pengamalan Al-Qur’an secara
utuh (komprehensif), sehingga menjadi akhlak atau karakter pribadi