Laporan Pengembangan Penyusunan Standar Geometrik Jalan Antar Kota
Laporan Pengembangan Penyusunan Standar Geometrik Jalan Antar Kota
Laporan Pengembangan Penyusunan Standar Geometrik Jalan Antar Kota
LAPORANPENGEMBANGAN
No. Kode Proyek: 16.2.01.482115.21.11.02
PENYUSUNAN STANDAR
GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA
T AHUN 1996-1997
1 ll
..,~
-:il•.·-:;..
.
~- ~
u- .... \. ·-· ·-· J
(f}J_b E! \'i7J.U.3. ? J .
P =
I ......,,~tH ·-·JA."
'J
l
JUDUL LITBANG:
PENGEMBANGAN PENYUSUNAN
STANDAR GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA
Team Litbang:
Kepala Proyek Ir. Eddy Sulistyo
Pembimbing Internal Dr.Ir. I.F. Poernomosidhi PHK., MSc
Pembimbing External Prof. Ir. Trisno Sugondo, MSc (ITB)
Penanggunag Jawab 1 Dr.Ir. Hikmat Iskandar, MSc
Penanggunag Jawab 2 Ir. Effendi Radia.
Penanggunag Jawab 3 Lili Rochaeli, BE
Penguji Ir. Achmad Poerwadi, MSc
Teknisi 1. Imam Santoso, BE
2. Ir. Kuntadi
3. Ir. Erwin Kusnandar, BE
4. Bahruddin Achmad
5. Ade Rahayu
6. Drs. Supriyadi
7. Taufik
PEMBIMBING INTERNAL:
rwadi MSc
NIP . 110020684
..
II
KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan bagian /aporan rangkaian aktivitas dalam pengembangan Tata
Cara Perencanaan Geometrik Ja/an Antar Kota yang telah dimulai sejak tahun 1994.
Secara garis besar, aktivitas-aktivitasnya terdiri dari
1) penyusunan kerangka dasar yang dilakukan dari kajian literatur dan diskusi-diskusi,
2) pemutahiran parameter perencanaan,
3) editing konsep sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan
4) penyebar luasan.
Aktivitas pertama, berupa konsep Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota,
telah terbentuk, sekalipun masih banyak kekurangan-kekurangan baik dari segi material
maupun penampilan terutama gambar tekniknya. Tahap kedua, yang telah menjadi target
pemutahiran, me lip uti kecepatan rencana, faktor Volume Jam Perencanaan yang dikenal
dengan istilah faktor K, potongan melintang jalan (Iebar lajur /alu-lintas dan bahu),
jarak pendangan, radius tikungan, dan superelevasi. Diharapkan, setelah akhir tahun
anggaran 1996-199 7, dapat diterbitkan interim Tata Cara ini, yang saat ini masih dalam
proses editing.
Team pene/itian Geometrik Ja/an yang tergabung dalam Kelompok Bidang Keah/ian
(KBK) Teknik Lalu-lintas dan Transportasi Puslitbang Ja/an berterima kasih atas
bantuan semua fihak yang telah bekerja sama sehingga dapat terbentuknya /aporan ini.
Kritik dan saran untuk penyempurnaan baik laporan ini maupun konsep Tata Cara
Perencanaan Geometrik Ja/an antar Kota ini, sangat terbuka, dan sebelumnya kami
ucapkan terima kasih.
Hikmat Iskandar
Penyusun
...
Ill
DAFTAR lSI
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
JUDUL LITBANG: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . n
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . m
DAFTAR lSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1v
DAFTAR T ABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Vl
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii
BAB3.METODOLOGY 13
3.1. Metodology . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
3.2. Pengukuran Kecepatan Perjalanan Kendaraan 14
3.3. Pengukuran Lebar Lajur Jalan perlu. 14
3.4. Teknik kompilasi data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
IV
4.1.1. Lokasi Penguk.uran Kecepatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
4.1.2. Detail data yang dikumpulkan dan sifat-sifatnya . . . . . . . . . 16
4.1.3. Kompilasi data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
4.1.4. Distribusi Kecepatan pada Jalan 1urus di Terrain Datar . . . . . 18
4.1.5. Distribusi Kecepatan pada Jalan di Terrain Buk.it . . . . . . . . . 20
4.1.6. Distribusi Kecepatan pada Jalan di Terrain Pegunungan . . . . 22
4.2. Data Lebar Kendaraan dan Penggunaan ruang jalan oleh aliran
kendaraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
4.2.1. Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
4.2.2. Data Lebar Phisik Kendaraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
4.2.3. Distribusi Lintasan Kendaraan pada jalan 2-lajur-1-arah tanpa
marka pembagi lajur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
4.2.4. Distribusi Lintasan Kendaraan Jalan 2-lajur-1-arah dengan
marka pemisah lajur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
4.2.5. Dlstribusi Lintasan Kendaraan pada jalan 2-lajur-2-arah tanpa
marka pemisah lajur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
4.2.6. Distribusi Lintasan Kendaraan pada jalan 2-lajur-2-arah dengan
marka pemisah lajur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
4.2.7. Lebar Lajur Jalan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
DAFTAR LITERATUR 32
LAMPIRAN 1:
Konsep Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
LAMPIRAN 2:
Kumpulan potret-potret perekaman Pemanfaatan Ruang Jalan oleh · kendaraan-
kendaraan dalam aliran lalu-lintas.
v
DAFTAR TABEL
VI
DAFTAR GAMBAR
..
VII
BABl.PENDAHULUAN
Dalam era pembangunan dewasa ini dan menghadapi era globalisasi, standar perencanaan
geometrikjalan baik untukjaringanjalan antar kota maupunjaringanjalan di dalam kota
sesuai dengan karakteristik kendaraan, pengemudi, dan jalan-jalan di Indonesia sudah
sangat dibutuhkan. Standar ini akan menyeragamkan produk pembangunan jalan yang
berwawasan efisiensi.
Selama ini perencanaan cenderung mengacu kepada standar-standar luar negeri yang
dipandang belum tentu sesuai terutama terhadap tipe dan karakteristik kendaraan yang
beroperasi dewasa ini di Indonesia. Ketidak sesuaian ini diperkirakan akan menurunkan
efisiensi karena bel urn memenuhi tuntutan 4 hal: 1) pembuat perjalanan dapat mencapai
tujuan dengan cepat, 2) keamanan perjalanan terjamin, 3) perjalanan tidak mahal, dan
4) perjalanan dapat dilakukan dengan kenyamanan yang memadai.
Penyusunan konsep standar perencanaan geometri jalan sudah diawali sejak tahun
anggaran (T A) 1994-1995 yang mana pada tahun tersebut telah disusun kerangka Tata
cara perencanaan berdasarkan kajian literatur dan kesepakatan-kesepakatan diantara para
ahli jalan dari Puslitbang Jalan, Perguruan Tinggi (ITB), dan Ditjen. Bina Marga dalam
forum diskusi-diskusi.
Parameter dasar yang dipakai untuk menetapkan perencanaan geometrik jalan adalah
Kecepatan Rencana. Parameter Kecepatan Rencana, dalam proses perencanaan, akan
menentukan elemen geometri yang lainnya: a) potongan melintang jalan, b) jarak
pandang, c) lengkung vertikal, dan d) lengkung horizontal. Mempertimbangkan hal
tersebut, parameter Kecepatan Rencana ini menjadi objek utama penelitian dan
pengembangan ini.
Kecepatan Rencana tergantung dari karakteritik pengemudi, kendaraan. dan jalan serta
lingkungannya, sehingga revisi Kecepatan Rencana terse but dikembangkan secara empiris
melalui evaluasi karakteristik aliran lalu-lintasnya.
Pada T A 1996-1997 telah selesai dilakukan pengukuran sample kecepatan arus lalu-lintas
di ruas-ruas jalan arteri antar kota berkatagori terrain datar, perbukitan, dan pegunungan.
1
1.3. Tujuan dan kegunaan penelitian
Tujuan dari penyusunan standar perencanaan geometri jalan antar kota adalah membuat
standar untuk menyeragamkan geometrik jalan baik dari tahap perencanaan, pembangun-
an, pemeliharaan, maupun peningkatan jalan sehingga dapat terwujudnya jaringan jalan
yang efisen yaitu jalan yang mampu menampung arus lalu-lintas secara cepat, aman,
murah, dan nyaman.
Sasaran yang dicapai pada TA 1996-1997 dan dilaporkan dalam laporan ini meliputi:
a) revisi angka Kecepatan Rencana untuk jalan arteri antar kota secara empiris.
Konsep (interim) penyusunan tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota
(Puslitbang Jalan, 1995) mengklasifikasikan jalan seperti ditunjukkan dalam
Table I. Kecepatan Rencana yang telah ditetapkan dalam interim tersebut, sesuai
dengan klasifikasi pada Table I, ditunjukan dalam Table II. Terrain di mana jalan
berada, diklasifikasikan menjadi 3: 1) Datar, 2) Bukit, dan 3) Pegunungan.
Arteri I > 10
II 10
IliA 8
Kolektor III A 8
III B
Lokal III C 8
Dalam Table II, angka Kecepatan Rencana tersebut adalah adalah 80-120 km/jam
untuk jalan arteri pada terrain Datar dan 70-80 km/jam untuk jalan arteri pada
terrain Bukit, dan 60-70 Krnljam pada terrain pegunungan.
Table II. Kecepatan Rencana Menurut klasifikasi Fungsi dan Medan jalan.
b) Merevisi angka Lebar Lajur Jalan untuk jalan arteri antar kota secara empiris.
2
Konsep tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota (Puslitbang Jalan, 1995)
mengusulkan Iebar lajur jalan seperti ditunjukkan dalam Table Ill. Angka ini
mengacu kepada AASHTO (1990, 1994). Revisi ini akan didasarkan kepada
sample data pemanfaatan ruang lajur jalan oleh kendaraan-kendaraan untuk
mengevaluasi Iebar lajur jalan perlu.
Arteri I 3,75
II, III.A 3,50
Kolektor III.A, III.B 3,00
Lokal III.C 3,00
Penyempurnaan konsep terse but pada butir 4, tidak dibahas lebih jauh dalam laporan ini,
tetapi hasil editing keseluruhan dilampirkan dalam Lampiran 1.
3
Bah 2. KAJIAN LITERATUR
Lingkup utama studi literatur ini adalah mempelajari konsep penetapan Kecepatan
Rencana, Iebar lajur jalan, dan Satelitte image yang diperlukan oleh perangkat lunak
ALIGN-3D.
Definisi Kecepatan Rencana untuk setiap negara berbeda-beda, tetapi pada dasarnya
geometrik suatu jalan direncanakan dengan tujuan agar semua kendaraan dapat berjalan
melalui ruas jalan dengan aman. Atas dasar pertimbangan ini beberapa literatur
menyarankan, misalnya UK Departement of Transport (1981), Kerman (1980), Austroads
( 1989) agar Kecepatan Rencana ditetapkan sebesar 85%-tile dari sample yang mewakili
populasi untuk kecepatan kendaraan-kendaraan yang melalui suatu ruas jalan. Ada juga
yang menyarankan angka ini sebesar 90-95%-tile dari distribusi Spot Speed (Kecepatan
Kendaraan Setempat). Ada juga yang menetapkan Kecepatan_ Rencana sesuai dengan
85%-tile dari distribusi kumulatif kecepatan yang dikehendaki oleh para pemakai jalan
(Desired Speed). Desired speed didefinisikan sebagai kecepatan yang dipilih oleh
pengemudi pada suatu ruas jalan dengan hambatan yang minimum, yaitu jalan-jalan
dengan alignment yang praktis lurus, beradius horizontal yang besar, memiliki potongan
melintang jalan yang praktis uniform, dan kondisi lalu-lintas yang tidak memberikan
hambatan yang berarti, misalnya pada saat volume lalu-lintas yang rendah.
Alasan pengambilan angka-angka 85%-tile dari distribusi desired speed adalah bahwa
letak 85%-tile dalam distribusi kumulatif kecepatan kendaraan yang pada umumnya
berbentuk kurva S adalah pada titik balik kurva, sehingga diatas 85%-tile, peningkatan
tingkat kecepatan pada setiap kenaikan 1% akan besar, misal perbedaan kecepatan pada
persentile 85% ke 86% ( 1% kenaikan) akan berkaitan dengan perbedaan kecepatan
sebesar 10km/jam, sedangkan kenaikan kecepatan pada %-tile 60% ke 70% (10%) akan
berkaitan dengan kenaikan tingkat kecepatan yang kecil misalnya 5km/jam. Dengan
menetapkan titik balik curve terse but sebagai Kecepatan Rencana, maka jumlah populasi
kendaraan yang berkecepatan dibawah angka 85%-tile tersebut akan optimum.
Peningkatan prosentase kendaraan dengan kecepatan diatas titik balik tersebut cenderung
akan meningkatkan angka Kecepatan Rencana yang besar.
Perencanaan suatu jalan, tidak cukup hanya mempertimbangkan keamanan pemakai jalan
saja, tetapi juga dituntut untuk mempertimbangkan faktor efisiensi yang lain, yaitu agar
pemakai jalan harus: a) sampai ke tujuan secepat mungkin, b) dengan biaya semurah
mungkin, dan c) perjalanannya senyaman mungkin. Selain itu, perencana jalan pun
dituntut untuk merencanakan jalan dengan biaya pembangunan dan pemeliharaan
serendah mungkin.
4
Untuk tujuan pelayanan jalan dengan pencapaian tujuan yang secepat mungkin, maka
Kecepatan Rencana dituntut untuk cenderung tinggi.
Untuk tujuan biaya perjalanan semurah mungkin, maka Kecepatan Rencana perlu dite-
tapkan berdasarkan biaya operasi kendaraan yang optimum, yaitu biaya pengoperasian
kendaraan dengan jarak capaian terpanjang.
Untuk tujuan kenyamanan, kriteria Kecepatan Rencana tidak mudah ditentukan karena
sifat "nyaman" terlalu subjektif. Salah satu terjemahan "kenyamanan" adalah
meminimumkan usaha (dalam hal ini energi) mengemudi untuk mengendarai suatu
kendaraan sehingga jalan perlu rata, lurus, banyaknya tikungan sedikit, memiliki turunan
dan tanjakan yang sedikit, rambu-rambu yang sedikit, dan memiliki gangguan dari phisik
jalan sesedikit mungkin. Kondisi ini dapat diakomodasikan oleh Tingkat Pelayanan (lihat
misalnya TRB, 1994) sebagai salah satu kondisi ideal Kapasitas Jalan.
Atas dasar hal tersebut diatas, definisi Kecepatan Rencana menjadi lebih luas dan dapat
berbeda antara satu negara dengan negara lain, tergantung dari tujuannya.
Secara prinsip, Kecepatan Rencana harus meminimumkan 3 komponen dasar biaya, yaitu
biaya pembangunan jalan, biaya pemeliharaan jalan, dan biaya operasi kendaraan.
Element geometrik seperti jarak pandangan henti, jarak pandangan menyusul, panjang
lengkung vertikal, dan radius minimum pada tikungan horizontal semua besarannya
tergantung kepada Kecepatan Rencana. Penggunaan Kecepatan Rencana yang tinggi
menuntut radius tikungan dan lengkung vertikal yang besar sehingga pemilihan trace
jalan pada proses perencanaan dipandang kurang fleksibel. Hal ini akan meningkatkan
biaya pembangunan jalan dan pemeliharaannya.
5
Terrain di mana jalan berada, pada umumnya bervariasi dari terrain datar sampai ke
terrain pegunungan. Agar pekerjaan tanah dalam pembangunan jalan diminimumkan
kwantitasnya, maka alinemen jalan harus dibuat mengikuti permukaan terrain yang ada.
Untuk terrain yang berbukit-bukit atau pegunungan, alinemen yang mengikuti bentuk
permukaan terrain dapat menyebabkan radius tikungan yang tajam, grade yang tajam dan
alinemen yang berkelok-kelok. Akibatnya, jika biaya dijadikan kandala perencanaan,
untuk suatu satuan dana yang sama, panjang jalan yang sama akan diperoleh dengan
standar geometri yang berbeda tergantung bentuk terrainnya. Pada daerah datar, akan
diperolehjalan lurus dan datar, di mana dapat diterapkan radius tikungan yang besar dan
grade yang kecil. Untuk daerah berbukit-bukit, akan diperoleh radius tikungan yang kecil
dan grade yang lebih besar sehingga Kecepatan Rencananya pun akan lebih rendah.
Untuk daerah pegunungan, akan diperoleh radius tikungan yang lebih kecil dan grade
yang lebih besar sehingga Kecepatan Rencananya pun akan lebih kecil lagi. Dengan
demikian, untuk alasan mengoptimasikan biaya pembangunanjalan, maka perlu beberapa
pembatasan geometrikjalan berupa pembatasan Kecepatan Rencana yang menggolongkan
jalan berdasarkan kriteria terrain. Penggolongan yang umum mengelompokkan terrain
menjadi 3, yaitu Terrain Datar, Bukit, dan Pegunungan (lihat misalnya TRB, 1994,
AASHTO, 1994, dst).
Jalan-jalan berkecepatan tinggi akan berkaitan dengan tingkat fatalitas kecelakaan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jalan-jalan dengan kecepatan rendah karena benturan
pada kecelakaan dengan kecepatan tinggi lebih besar dari kecelakaan pada kecepatan
rendah, sehingga nilai moneter kecelakaannya pun cenderung tinggi. Hal ini menuntut
agar kelengkapan keamanan bagi jalan berkecepatan tinggi lebih baik dari jalan dengan
Kecepatan rendah.
6
Karena hal ini perlu optimasi antara Kecepatan Rencana yang ditetapkan dan porsi
kendaraan yang akan dilayaninya. Optimasi yang paling umum dipakai adalah, seperti
dijelaskan pada 2.1, bahwa Kecepatan Rencana ditetapkan berdasarkan pada titik balik
pada kurva-S dari distribusi Kecepatan Bebas Kendaraan (terjemahan dari istilah "desired
speed"). Berdasarkan prinsip ini muncul angka 85%-tile. Austroads (1989) menetapkan
bahwa Kecepatan Rencana paling tidak 85%-tile dari distribusi Kecepatan Bebas pada
jalan yang diperkirakan sama dengan yang akan dibuat.
Sifat-sifat jalan dan sifat-sifat kendaraan merupakan dua hal yang akan mempengaruhi
pengemudi dalam memilih kecepatan kendaraan selama berjalan pada suatu ruas jalan
tertentu. Kecepatan yang dipilih ini sangat dipengaruhi oleh:
a) kecepatan maximum yang dapat dilakukan oleh seorang pengemudi untuk
mencapai tujuannya dan
b) risiko (terhadap kecelakaan) yang akan diterima oleh pengemudi sebagai akibat
dari sifat-sifat jalan tersebut, di mana risiko ini diperkirakan akan meningkat
selaras dengan bertambahnya kecepatan kendaraan (Austroads, 1989).
Sifat-sifat jalan yang dilihat pengemudi di sepanjang jalan di mana segala bentuk
jalannya merupakan kontributor terhadap risiko kecelakaan tersebut, akan membatasi
kecepatan kendaraan yang dipilihnya. Pembatasan kecepatan tersebut pada dasamya
ditimbulkan oleh suatu geometrik jalan sepanjang ruas tersebut.
".... the speed chosen for design should not be that used by driver under
unfavorable conditions, such as inclement weather, because the highway then
would be unsafe for drivers under favourable conditions, and would not satisfy
reasonable demands . .... ".
7
2.1.5. Faktor volume lalu-lintas
Setiap segmenjalan yang berbatasan yang berbeda karena memiliki perbedaan Kecepatan
rencana, perlu memiliki standard geometri yang seragam agar pengemudi yang
melaluinya dapat berjalan dengan aman tanpa harus merubah gaya mengemudi untuk
mengantisipasi perubahan geometriknya. Sekalipun terpaksa harus merubah standar
geometrik antara dua segmen yang berbatasan tersebut, maka perubahan tersebut
sebaiknya perlahan-lahan (gradually). Austroads (1989) menyarankan perubahan
Kecepatan Rencana dari dua ruas jalan yang berbatasan tidak lebih dari 1Olan/jam.
AASHTO (1990) menyarankan perubahan terse but tidak boleh lebih dari 10 Mile/jam.
Konsep Tata Cara Perencanaan Geometrik antar kota menetapkan 20Km/J.
Secara prinsip bahwa Kecepatan Rencana ditetapkan harus didasarkan pada kondisi
phisik jalan yang baik. Kecepatan Rencana harus ditetapkan dengan mempertimbangkan
bentuk topography di mana jalan berada, tata guna lahan di sisi jalan, dan klasifikasi
jalan. Atas dasar pertimbangan tersebut, untuk jalan rural antar kota, AASHTO (1994)
menetapkan Kecepatan Rencana seperti ditunjukkan pada Table IV.
Puslitbang Jalan ( 1995) di dalam interim tata cara perencanaan geometrik jalan antar
kota, mendefinikan Kecepatan Rencana dari beberapa kriteria sebagai berikut:
1) Kecepatan Rencana dinyatakan sebagai kecepatan yang memungkinkan kendaraan
dapat bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu-lintas
lengang, dan tanpa pengaruh yang berarti.
2) Kecepatan Rencana untuk masing-masing kelas disajikan dalam Table II.
8
Table IV. Kecepatan Rencana Menurut Golongan Medan (AASHTO)
3) Untuk kondisi medan yang sulit, Kecepatan Rencana pada segmen jalan tersebut
dapat diturunkan satu tingkat lebih rendah, tetapi penurunan tersebut tak boleh
lebih dari 20 Krn/Jam.
4) Apabila Kecepatan Rencana sering mengalami penurunan dari Kecepatan Rencana
semula, maka Kecepatan Rencana dan kelas jalan semula harus dipertimbangkan
kernbali.
9
15 yang ditetapkan oleh AASHTO. Ketiga Kendaraan Rencana tersebut adalah:
Kendaraan Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Mewakili Bus dan Truk
Berikut ini beberapa pengertian yang diusulkan konsep Tata Cara Perencanaan
Geometrik antar kota yang bersangkutan dengan Lebar Lajur Jalan:
1) Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka jalan,
memiliki Iebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai
Kendaraan Rencana.
2) Lebar lajur tergantung kepada kecepatan dan Kendaraan Rencana yang dalam hal
ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Table VI.
3) Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia
KAJI (Bina Marga, 1996), berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di
mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap
kapasitas dan nilainya tidak lebih dari 0.80.
Dengan mempertimbangkan Iebar Kendaraan Rencana, maka Iebar Kebebasan Melintang
samping kiri-kanan kendaraan berkisar 90-105cm untuk jalan arterial dan 40cm untuk
jalan kolektor dan lokal.
AASHTO (1994) menyarankan bahwa Iebar lajur 3.6m cukup memadai dan cukup
memiliki kebebasan samping kiri dan kanan kendaraan pada jalan 2 lajur 2 arah antar
kota baik untuk kondisi di mana porsi kendaraan besar komersial cukup tinggi maupun
pada kondisi kendaraan yang padat. Lebar lajur yang lebih kecil masih dapat digunakan
untuk jalan dengan kecepatan rendah bahkan lebar lajur 2. 7m masih dapat digunakan
untuk jalan dengan volume rendah. Lebar lajur yang lebih kecil dari 3.6m memiliki
10
Table VI. Lebar Lajur Jalan Ideal.
Arteri I 3,75
II,III.A 3,50
Kolektor III.A, III.B 3,00
Lokal III.C 3,00
Kapasitas yang lebih kecil. Hal penting yang menetapkan Iebar phisik lajur adalah
merka pembagi lajur yang secara hukum menyatakan batas-batas dari lajur ybs.
Perilaku menempatkan kendaraan ini dapat menjadi dasar penentuan kebebasan samping
jalan yang perlu yang mungkin bisa di reduksi sehingga Iebar lajur jalan lebih murah
lagi.
Berdasarkan uraian diatas, Lebar lajur Jalan perlu ditetapkan dari 3 hal:
1) Lebar Kendaraan Rencana ditambah lebar kebebasan samping kendaraan,
2) Lebar Kendaraan yang operasiaonal ditambah Iebar kebebasan samping kendaraan,
3) Perilaku kendaraan-kendaraan dalam melintasi lajur jalan.
Disamping ketiga hal diatas, masukan dimensi kendaraan standar dari pabrik-pabrik
yang memproduksi kendaraan dan atau karoseri kendaraan akan mengkonfirmasikan
dimensi Kendaraan Rencana.
2.3. Citra Satellite untuk penetapan rute jalan menggunakan perangkat lunak
ALIGN3D.
11
kepada peta topography yang umumnya dibuat melalui pengukuran muka tanah secara
manual.
ALIGN-3D adalah perangkat lunak untuk perencanaan rute jalan dengan tujuan yang
sama seperti diatas tetapi dengan mendasarkan kepada Citra Satellite sehingga proses
perencanaannya dapat dilakukan dengan cepat. Alternatif-altertanif rute yang memenuhi
beberapa kandala, misal sifat geologi yang rawan, dapat dengan mudah dicari.
Citra Satellite tersebut dapat diperoleh dari perusahaan yang menawarkan jasa
pemotretan satellite diantaranya SPOT milik Perancis.
Untuk keperluan Litbang ini, telah dilakukan pemesanan pemotretan untuk Citra
Panchromatic Strereoscope dan Citra Multiospectra Sterioscope, yang meliputi 4 kali
pemotretan (4 scenes). Pemotretan tersebut dilakukan pada lokasi:
S 06 deg. 20 monites E 107 deg. 15 minutes
S 06 deg. 20 monites E 107 deg. 40 minutes
S 06 deg. 52 monites E 107 deg. 15 minutes
S 06 deg. 52 monites E 107 deg. 40 minutes
Hasilnya diharapkan akan selesai ±Juni 1997.
12
BAB3.METODOLOGY
3.1. Metodology
Kecepatan Rencana akan dievaluasi dari distribusi Kecepatan Bebas Aliran Kendaraan-
kendaraan. Besamya ditetapkan dari 85 %-tile dari distribusi tersebut. Distribusi
Kecepatan Bebas Kendaraan-kendaraan akan diobservasi di lapangan. Data
kecepatan yang dikumpulkan adalah kecepatan kendaraan pada kondisi hambatan
yang minimum terhadap aliran lalu-lintas. Kondisi ini pada umumnya memiliki
volume lalu-lintas yang rendah dan gangguan dari sisi jalan yang minimum.
Kecepatan yang diobservasi tersebut adalah Kecepatan Perjalanan, didefmisikan
sebagai jarak yang ditempuh oleh kendaraan dalam suatu seksi jalan per satuan
waktu.
Kecepatan Rencana yang diperoleh dari proses diatas akan dibandingkan dengan
yang diusulkan dalam interim pedoman perencanaan geometrik jalan antar kota.
Perbandingan tersebut akan mendapatakan 2 kemungkinan:
1) Kecepatan Rencana yang diobservasi lebih tinggi atau lebih rendah dari
yang diusulkan dalam kelipatan lOkm/Jam, maka Kecepatan Rencana hasil
observasi akan menggantikan angka yang diusulkan.
2) Jika Kecepatan Rencana hasil observasi sama dengan yang diusulkan maka
tidak ada perubahan,
Lebar Lajur Jalan yang efektif akan dievaluasi dari dua hal: 1) distribusi Lebar
Kendaraan yang operasional, dan 2) pemangfaatan Ruang Lajur jalan oleh
kendaraan.
13
tanpa marka pembagi lajur. Evaluasi bertujuan mencari efektifitas batas lajur yang
dalam hal ini berupa marka pembagi lajur.
Dua data dasar pengukuran Kecepatan Perjalanan adalah jarak yang ditempuh oleh
kendaraan pada suatu ruas jalan yang telah ditetapkan dan waktu tempuh yang
diperlukan oleh kendaraan tersebut. Kecepatan Perjalanan adalah jarak yang ditempuh
dibagi oleh waktu tempuhnya. Dari data tersebut dihitung Kecepatan Rata-rata
Arithmatik (Space Mean Speed, disingkat SMS).
Alat untuk pengukuran ini adalah 2 buah Video Camera yang dipasang pada awal ruas
jalan dan akhir ruas jalan, di mana panjang ruas ini telah diketahui.
Untuk mengukur waktu perjalanan, indikator waktu pada kedua video Camera ini,
sampai dengan ketelitian detik, diaktifk:an dan disamakan. Setiap kendaraan yang
melalui awal ruas direkam melalui video pertama dan pada akhir ruas direkam melalui
video kedua. Waktu tempuh akan diperoleh dari mengevaluasi rekaman tadi dengan
memperbandingan waktu (jam, menit, detik) pada saat suatu kendaraan direkam oleh
video pertama dan pada saat kendaraan tersebut direkam oleh video kedua. Beda
waktunya merupakan waktu perjalanan.
Data dasar untuk merevisi Iebar lajur jalan adalah distribusi Iebar kendaraan yang
operasional dan ruang bebas kendaraan. Distribusi Iebar kendaraan.dapat diperoleh dari
pengukuran langsung di lapangan. Ruang bebas kendaraan di sebelah kiri dan kanan
kendaraan ditetapkan masing-masing 50cm.
Pengukuran Lebar Kendaraan pada suatu aliran lalu-lintas dilakukan menggunakan video
camerra yang merekam aliran kendaraan dari arah depan atas. Lebar perkerasan jalan
diskala dengan cara meletakan mistar skala berwarna hitam dan putih yang terbuat dari
karet tipis pada perkerasan jalan. Lebar setiap warna skala tersebut 10 em. Perekaman
aliran kendaraan dilakukan secara menerus dan utamanya merekam kendaraan pada saat
melewati tepat diatas mistar tersebut sehingga sisi terkiri dan sisi terkanan kendaraan
dapat terlihat pada mistar skala tersebut. Dengan demikian, data lebar kendaraan pada
ketelitian lOcm dan posisi lintasannya pada potongan melintang jalan tersebut dapat
diketahui. Pengukuran Iebar dan posisi kendaraan ini dilakukan di laboratorium Balai
Lalu-lintas dengan melihat ulang rekaman tersebut diatas.
14
3.4. Teknik kompilasi data
15
BAB 4. HASIL PENELITIAN
Pengamatan telah dilakukan pada ruas-ruas jalan dengan kategori terrain: a) datar, b)
Bukit, dan Pegunungan. Lokasi pengamatan yang dipilih seluruhnya di Jawa Barat
dengan detail geometri ditabelkan dalam Table VII.
Jumlah Tikungan 3 5 21
Jumlah 0 tikungan 21 21 730
Derajat tikungan °/km 7 7 182.5
Data geometrik meliputi potongan melintang jalan, panjang jalan, sudut tikungan, dan
sudut tanjakanlturunan.
16
4.1.3. Kompilasi data
Hasil proses diuraikan diatas menghasilkan rekaman dalam komputer PC dengan format
AASCI. Melalui spreadsheet Lotus 123, data ini siap dianalisis.
Distribusi kecepatan aliran lalu-lintas akan dianalisis per jenis kendaraan untuk
mengevaluasi apakah ada perbedaan kecepatan diantara jenis-jenis kendaraanya. Untuk
hal ini, kendaraan diklasifikasikan menjadi 7 kelompok (Table VIII) dan hanya jenis
kendaraan 1 s/d 5 yang akan dianalisis.
17
Sampel data kecepatan yang dipilih untuk menetapkan Kecepatan Rencana adalab
Kecepatan Bebas kendaraan. Untuk mendapatkan data ini, pengambilan sample
dilakukan terhadap kendaraan-kendaraan yang berjalan pada siang hari dan berjalan
tidak pada platoon sehingga kecepatan kendaraan praktis hanya dipengaruhi oleh
geometri jalannya. Hasil kompilasi data untuk analisis Kecepatan Rencana ini, disajikan
dalam bentuk distribusi frekwensi kumulatif, disajikan dalam paragraph berikut.
100%
i i
I KE PAM~
j_
t--"
AN I / ~ V1
(I v
80% v
v
~
.
s 60%
I
iii
8
!!!
~
w
z
40% It I ARAH I
20% ~ I
I /.E Cl At.1PEK
0%
)!_v / SEMU KENDAR AN
Sl.e ~G
Gambar 1. Distribusi kecepatan semua jenis kendaraan di terrain datar, siang hari.
18
100%
v-- r-
80%
v I
~ 7
P""
~ /
I '"'
~
<C 60% I I
/ro~ LI
I
5
~
""z
iii
I
~RAH
~ 40% I
!!! I
20%
;'/
v
I
'"''
0%
)/ ./
/ I KENDARA f".N RINGA
Kl NDARAAN BERAT S DANG
DAN
I
10 30 50 70 90 110 130 150 170
KECEPATAN (balas-alas), Km/jam
100%
80% L
I JV
/ ~ P1 I
I
n.:. "f'
I
I
~
.... 60% I J/, I i
5
~
""z
iii
!!!
~ 40%
/~. ARAH I
I
I !
20%
v JLI"I
I
/_ /
0%
10 30 50 ---- 70
KECEPA TAN (bolas-alas),
90 110
Km/jam
130
KENDA AAN
150
BU
170
I
Gambar 3. Distribusi kecepatan Kendaraan Bus (besar) pada terrain datar, siang
hari.
19
Mempertimbangkan karakteristik seperti diuraikan diatas dan atas pnns1p bahwa
Kecepatan Rencana merupakan kecepatan yang pada umumnya tidak dilampaui oleh
seluruh pengemudi, maka Kecepatan Rencana akan dipertimbangkan atas hanya
distribusi kecepatan jenis Kendaraan Ringan + Berat Sedang pada siang hari.
Kecepatan Rencana untuk jalan arteri antar kota pada terrain datar adalah 80-120Km/J
(lihat Table II). Distribusi Kecepatan seperti diuraikan di atas menunjukkan variasi
Kecepatan Rencana yang lebih Iebar yaitu 70-130Km/J.
Disamping itu, sample yang diambil dalam program ini baru satu lokasi pengamatan,
sehingga variabilitas antara lokasi ke lokasi belum terlihat. Diharapkan beberapa lokasi
dengan kriteria jalan yang sejenis dapat melengkapi sample kecepatan ini.
20
100%
80%
I KE LEMB f&.NG
/u/
IL
7 X
.......
i=
<(
_J
::::> 60% /I D~A ARAH
~
:::::IE
::::>
::.:::
Vi
z
w
3:: 40%
:><::
w
0::
....... jv
w
20%
KE SUBA G I SEt.AU KENDAR AN
SIAN
.....,::::.
0~
10 30 50 70 90 110 130 150 170
KECEPATAN (batas atas), KM/ JAM
Gambar 4. Distribusi kecepatan semua jenis kendaraan di terrain Bukit pada siang
hari.
10%Tir-~.,
S :H-----+-----+-----+-- ---r------1----1
6 0.% +-1-----+-----r+/-1--1
~ /~I
Vi 1/I
~ 40%~-+.Hr1;
~ r~[/
20%~r-+
/J i
~ KE SUBA~G I
.,&.
I KEN! ARAAN RI~GAN
KENO RAAN BE AT SEOA~G
0~
0%~-+=*rFP
10 30 50 70 90 110 130 150 170
KECEPA TAN (batas atas), KM/ JAM
21
iv I
100%
v
80%
I I KE LE~
I
f'.NG
II
I
I lcJA
j
LL. I !
i= ARAH
<( :,
II I
.....J
::::> 60% I !
:::::!: i
::::> I
~
I
Vi !
zw 1
40%
II v
3::
:.c::
w '
'
0::
LL.
20% i
I i
I
KE SUBA G j
0%
II 10
..,.::::::.
30 50 70 90 110
I KENDARAAN BUS
Gambar 6. Distribusi Kecepatan Jenis kendaraan Bus di terrain Bukit pada siang
hari.
Dari distribusi kecepatan kendaraan jenis Kendaraan Ringan + Berat Sedang tersebut
diatas, diperoleh 85%-tile kecepatan (dibulatkan) adalah 65Km/J, 70Km/J, dan 75Km/J
masing-masing untuk arah kendaraan ke Lembang, dua arah, dan ke Subang. Untuk
jenis kendaraan Bus, diperoleh angka 45Km/J, 65Km/J, dan 70Km/J. Angka-angka
kecepatan tersebut diatas menyarankan besamya Kecepatan Rencana berkisar antara 65-
75Km/J.
Kecepatan Rencana untuk jalan arteri antar kota di terrain Bukit adalah 70-80Km/J
(Table II). Variasi Kecepatan Kendaraan yang diperoleh dari pengukuran diuraikan
diatas menunjukkan angka yang lebih rendah. Sekalipun demikian, usulan 70-80Km/J
dipandang telah mencakup kecepatan yang diditeksi dalam penyelidikan tersebut diatas.
22
100
... .....
10 r:;.,..s:.r·--.. . . . . . . .. ·+·
Ol_._....
••!' Llllralllr
LlllraM:
M
80
I 1""--1""""-"""""""'" .......
Lljn~a
70 ''1''''''""-"i"'"""""""'''"''''''''
~
i
10
50 ••IA.u
I
.to
30
20
10
0
20 50 .to 50 10 70
I<IDPATAN {balalalal}. I<U/JMI
Gambar 7. Distribusi kecepatan semua jenis kendaraandi terrain Pegunungan pada
siang hari.
. .....
L111algr
·-+··
.....
Lilla Pd:
.....
L111Z llnh
.40 50 10
I<IDPATAN (batal alai}. I<U/JAM
Gambar 8. Distribusi Kecepatan jenis Kendaraan Ringan di Terrain Pegunungan
pada siang hari.
23
100 ........... : .....
u.......
10 ·+·
.-e 80 ....
UDN:
li
70
......
UIIMIIl
·•·
i
10 -M-
. . . N:
50
I
40
30
20
10
0
20 30 .tO 50 10 70
KECEPATAN (lalalat.). I<U/.IAY
Gambar 9. Distribusi Kecepatanjenis kendaraan BUS di Terrain Pegunungan pada
siang hari.
4.2. Data Lebar Kendaraan dan Penggunaan ruang jalan oleh aliran kendaraan
4.2.1. Umum
24
Table IX. Data teknis Lokasi pengamatan.
Seperti diuraikan dalam Baba Methodology, bahwa lebar phisik kendaraan dievaluasi
dari video dan angka lebar yang didapat dibulatkan keatas dalam kelipatan 20cm.
Table X menunjukkan basil ekstrak lebar jalan melalui video yang disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi kumulatif dalam unit %, meliputi seluruh data yang
diperoleh.
Dari data tersebut terlihat bahwa 99% kendaraan yang melintasi lokasi penelitian
memiliki lebar dibawah 2.60m dan seluruh kendaraan yang lewat memiliki lebar tidak
lebih dari 280m.
25
4.2.3. Distribusi Lintasan Kendaraan pada jalan 2-lajur-1-arah tanpa marka
pembagi lajur
·-----------------------------------
--- B
~ark
------ mB
dari sisi
---- MP
kiri
__,._ Tb
perkerasan,
--e- Tk ~ Tg
Cm
Gambar 10. Distribusi penggunaan ruang lajur jalan oleh kendaraan, pada jalan 2
lajur satu arah tanpa marka pemisah lajur.
Mengevaluasi bentuk distribusi pada Gambar 10, dapat dicata hal-hal penting sbb.:
1) kendaraan-kendaraan cenderung tidak menggunakan pola 2 lajur,
2) kendaraan-kendaraan pacta umumnya menggunakan bagian tengah jalan saja,
3) ±60cm dari sebelah sisi kiri dan kanan perkerasan jalan praktis tidak dipakai oleh
kendaraan, kecuali truk gandengan yang ±20% memanfaatkan sisi kanan jalan
sampai ±20cm dari sisi kanan perkerasan.
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa ruang jalan 2 lajur satu arah tanpa marka seperti
tersebut diatas masih kurang dimanfaatkan.
26
4.2.4. Distribusi Lintasan Kendaraan Jalan 2-b\iur-1-arah dengan marka pemisah
lajur
Tipe jalan yang dipilih adalah jalan tol Jagorawi yang pengemudinya diperkirakan lebih
mematuhi pembagian lajur oleh marka pembagi. Jalan tol Jagorawi termasuk jalan 4
lajur 2 jalur terpisah sehingga pengamatan pada satu jalumya dapat mewakili jalan 2
lajur satu arah di mana marka-marka pembatas lajumya lengkap.
Gambar 11 adalah plot frekuensi ruang jalan per interval 20cm dilintasi kendaraan-
kendaraan untuk arab ke Jakarta. Kurva pada gambar tersebut menunjukkan bahwa,
misalnya untuk jenis BUS pada lajur 560-580cm dari sisi kiri batas marka jalan, dari
seluruh bus yang melalui jalur ini, ± 72% melintasi ruang lajur 560-580cm tersebut.
Dari kurva bus tersebut diatas terlihat pula bahwa pada umumnya bus menggunakan
lajur cepat.
i<LI~
8096
I :r .1
~
,..,.. ......
6096
.rr r~
,.
"'096 -
,~
• ~ t'f.tl.
- ~-;
.,~
jl\. ~h
>e~."'
~-
2096 1- .... ,.
~ ~ ..
~-rl: ~ ~-i=
. -- --------------------------------------
096
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa ruang jalan 2 lajur satu arab dengan marka
khususnya pembagi lajur menyebabkan efisiensi pemanfaatan ruang jalan yang baik.
27
4.2.5. Dlstribusi Lintasan Kendaraan pada jalan 2-lajur-2-arah tanpa marka
pemisah lajur
Ruas jalan yang mewakili tipe jalan ini adalah jalur antar kota Bandung-Jakarta lewat
Subang. Lebar Jalan ini 6m. Marka jalan pada ruas ini tidak tampak sama sekali,
sekalipun demikian, dapat diasumsikan bahwa jalan ini adalah 2 lajur 2 arah yang
memiliki garis tengah berjarak 3m dari sisi perkerasannya. ._
I
Ill
J
i II !
·~
c
co ~
II
~ ~-
.
0 8
co i
~
L
co
~
~
"0
c
lr ~
ill
~
Y.
·- 0 6
~
(f)
co
+-'
c
·- ' Ii
·- i f* i I ~ ~
I
"0
I ii
0 4 I;
·- I I I
I
~
(f) I ' I
~
c
ill
::J
Y.
ill
L
0 2
~
I
LL
:/ \ ~ I
~ I~
·-----------------------------------
Q
Gambar 12. Distribusi pemanfaatan ruang lajur jalan untuk tipe jalan 2 lajur 2 arah
tanpa marka pembagi lajur.
Tipe jalan yang mewakili tipe jalan ini adalah jalur utama antar kota Pantura di Serang.
Lebar jalan 2x3. 5m dan dilengkapi marka pembagi lajur. Gambar 13 menunjukkan plor
distribusi pemanfaatan ruang lajur jalan oleh kendaraan-kendaraan. Dari gambar ini
dapat disimpulkan beberapa hal sbb.:
28
1) Kendaraan-kendaraan cenderung beljalan pada lajumya tetapi lebih ketengah
mendekati marka batas pembagi lajur, bahkan ada yang melampaui tengah-tengah
sehingga mengambil ruang untuk lajur yang berlawanan.
2) Bagian tepi sisi kiri lajur yang praktis hampir tidak terlewati kendaraan mencapai
±70cm.
c
IIJ
IIJ
L
IIJ
"D
c
(!)
.:~
·-
(f)
IIJ
+-'
c
·- 40%
"D
·-
(f)
c
(!)
:J 20%
..::./.
(!)
L
l.L
0%
••o•·-------------------------------
~ak da~i sisi kiri perkerasan jalan_ em
Gambar 13. Distribusi pemanfaatan ruang lajur jalan untuk tipe jalan 2 lajur 2 arab
dengan marka pembagi lajur.
Mengevaluasi hasil-hasil pengukuran Iebar kendaraan dan pemanfaatan ruang lajur jalan
oleh kendaraan-kendaraan, dapat diusulkan beberapa hal sbb.:
1) Lebar lajur jalan yang perlu dapat ditentukan 2.60m ditambah kebebasan samping
kiri dan kanan. Kebebasan samping sebesar 50cm diperkirakan diperlukan seperti
kecenderungan kendaraan menjauh dari sisi batas perkerasan sebelah kiri sehingga
Iebar lajur sebesar 3.00m dipandang cukup. Kebebasan samping kanan
diperkirakan sama dengan untuk sebelah kiri sebesar 50cm, sehingga Iebar lajur
yang ideal akan mencapai 3.60m.
2) Jalur jalan dengan Iebar lajur tersebut perlu dilengkapi marka pembagi lajur yang
jelas agar pembagian aliran kendaraan dapat terjadi dengan baik sehingga ruang
lajur jalan terpakai secara efektif.
29
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
A. Kecepatan rencana
30
5.2. Saran
c) Sampel data Lebar Kendaraan yang diperoleh dalam penelitian ini perlu dilengkapi
dengan data dimensi kendaraan dari produsen kendaraan.
31
DAFfAR LITERATUR
Austroads (1989): Rural Road Design: A Guide to the Geometric Design of Rural
Roads. Sydney.
Bina Marga, Direktorat Jenderal (1996): "Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Manual
KAJI)". Laporan Proyek IHCM untuk Bina Marga, Sweroad A/B & PT Bina
Karya, Jakarta.
Boyce AM, McDonald M, Pearce MJ, and Robinson R (1988): A Review of Geometric
Design and Standards for Rural Roads in Developing Countries. Contractor
Report 94, TRRL, Crowthome, Berkshire.
HMSO (Her Majesty Stationary Office) (1968): Layout of roads in rural areas
( +Metrik supplement). HMSO, UK.
Kerman JA ( 1980). A structure system for the Analysis of Geometric Design. P. T.R. C.
Summer Annual Meeting. Warwick.
Puslitbang Jalan (1995): Interim Penyusunan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota. Unpublished report, Puslitbang Jalan, Bandung.
Transport Research Board (1994): "Highway Capacity Manual". Special Report 209,
third edition, TRB, National Research Council, Washington DC.
32
LAMPIRAN 1:
33
Kata Peagantar
a) kajian literatur, dibagi dalam 3 kelompok /iteratur utama yaitu 1) ''A Policy on
Geometrik Design of Highways and Streets" (AASHTO), 2) ''A Guide to the
Geometrik Design of Rural Roads (AUSTROADS), 3) Literatur lain yang
berkaitan dengan geometrik jalan berupa Text Book, Catatan-catatan kuliah, dan
buku-buku perencanaan geometrik yang telah diterbitkan di Indonesia baik oleh
Bina Marga maupun oleh para pengajar di Universitas.
b) diskusi diantara para ahli jalan baik dari universitas maupun para praktisi
perencana yang sudah berlangsung sejak tahun 1995,
Kami sangat berterima kasih kepada konseptor awal yang telah berinisiatif
mengawali penyusunan Tata Cara ini, yaitu kepada Yth.:
dan kepada para ah/i jalan yang telah mencurahkan pikirannya, mengemukakan
pendapat, komentar, kritik, dan saran dalam rangkaian diskusi teknik, yaitu kepada:
serta fihak-fihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya yang telah membantu
sehingga dapat terwujudnya konsep tata-cara ini.
Kami menyadari bahwa konsep ini masih belum sempurna sesuai dengan kebutuhan
para perencana jalan. Untuk hal ini kami membuka pintu dan mengharapkan kritik
dan saran yang bertujuan menyempurnakan.
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . · · · 2
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . m
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
BAB I.
DESKRIPSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ ........ . 1
1.1. MAKSUD DAN TUJUAN . . . . . . . . . . . . . . ........ ........ . 1
1.1.1. Mak.sud . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ ........ . 1
1.1.2. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ ........ . 1
1.2. RUANO LINGKUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ ........ . 1
1.3. PENGERTIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 0 • 0 0 •••• 0 0 0 0. 0 0. 0 1
BAB II.
KETENTUAN-KETENTUAN ·o···········•oo 0 0 ••••• 0 ••• o.o o•. o• 4
1101. KLASIFIKASI JALAN 0 •••••• 0 ••••• 0 • 0 ••••••• 0 0 0 ••• 0 0 • 4
1101.1. Klasifikasi fungsi jalan 4
1101.20 Klasifikasi kelas jalan .. 0 •••••• 0 •••••• 0 •• 0 •• 0 0 0 0 0 • 4
11.103. Klasifikasi medan jalan ....... 0 •• 0 0 0 ••• 0 • 0 0 0 0 0 •• 0 0 5
11.1.4. Klasifikasi sesuai pembinaan jalan 0 • 0 0 0 •••••• 0 0 0 ••• 0 0 0 5
11.2. KRlTERlA PERENCANAAN ... 0 0 ••• 0 • 0 0 0 • 0 • 0 •• 0 • 0 • 0 • • • • 5
11.2.1. Kendaraan Rencana . . . . . . . . . 0 0 • 0 • 0 • • 0 0 • 0 0 0 0 • • 0 0 0 0 5
11.2.2. Satuan Mobil Penumpang . . 0 • • 0 0 • • • 0 0 0 0 • • 0 • 0 • • • • 0 0 10
11.2.3. Volume Lalu lintas Rencana .... 0 •••• 0 0 •••••• 0 •••• 0 10
1102.4. Kecepatan Rencana .... 0 0 ••••• 0 0 0 • 0 0 •••• 0 0 0 0 0 • • • 11
11.30 BAGIAN-BAGIAN JALAN 11
110301. Daerah Manfaat Jalan 11
11.3020 Daerah 0 •• 0 • 0 0 • 0 •••••• 0 •• 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 • 0 0 0 • 12
110303. Daerah Pengawasan Jalan .. 0 • 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 12
11.40 PENAMPANG MELINT ANG 0 • 0 0 ••••••• 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13
11.401. Komposisi Penampang Melintang 0 0 0 0 • 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13
11.4020 Jalur Lalu Lintas 0 0 •• 0 0 0 0 •••• 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14
11.4.3. Lajur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17
11.4.40 Bahu jalan 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 •• 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17
11.4050 M e d i a n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 18
11.4.60 Fasilitas Pejalan Kak.i . 0 0 0 0 0 0 •• 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 19
1105. JARAK PANDANG 0 0 0 0 •• 0 • 0 0 •••• 0 • 0 0 0 • 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 • 0 20
i
11.5.1. Jarak Pandang Henti . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
11.5.2. Jarak Pandang Mendahului . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
11.5.3. Daerah Bebas Samping Di Tikungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
11.6. Alinemen HORISONTAL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
11.6.1. U m u m . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
11.6.2. Panjang Bagian Lurus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
11.6.3. Tikungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
11.6.4. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan . . . . . . . . . . . . . . . 33
11.6.5. Tikungan Gabungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
11.7. ALINEMEN VERTIKAL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
II. 7.1. U m u m . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
11.7.2. Landai Maksimum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
11.7.3. Lengkung Vertikal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
11.7.4. Lajur Pendakian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
11.7.5. Koordinasi alinemen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
BAB III.
CARA PENGERJAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
111.1. LINGKUP PENGERJAAN PERENCANAAN . . . . . . . . . . . . . . . . 43
111.2. DATA DASAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
111.3. IDENTIFIKASI LOKASI JALAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
111.4. KRITERIA PERENCANAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
111.5. PENETAPAN ALINEMEN JALAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
111.5.1. ALINEMEN HORIZONTAL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
111.5.2. ALINEMEN VERTIKAL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
111.5.3. POTONGAN MELINTANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
111.5.4. PEMILIHAN ALINEMEN YANG OPTIMUM 45
111.6. PENYAJIAN RENCANA GEOMETRIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
111.7. CONTOH PENYAJIAN RENCANA GEOMETRIK............ 46
LAMPIRAN 1
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
Gambar 11.36. Koordinasi yang harus dihindarkan, di mana pada bagian yang
lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen
vertikal sehingga pengemudi sulit memperkirakan arab
alinemen dibalik puncak tersebut. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
iv
DAFTAR TABEL
v
Konsep
TATACARAPERENCANAAN
Maret 1997
1.1.1. Maksud
Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota ini dimaksudkan sebagai acuan dan
pegangan bagi perencana dalam merencanakan geometrik jalan antar kota.
1.1.2. Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan
geometrik jalan antar kota, guna menghasilkan geometrik jalan yang memberikan
kelancaran, kenyamanan, dan keamanan bagi pemakai jalan.
1.3. PENGERTIAN
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu-lintas, median, dan
bahu jalan.
Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur
lalu-lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan
untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, pondasi atas, dan
permukaan.
Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya
ditinggikan dengan batu tepi jalan.
Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi
jalan dan ambang pengaman.
Daerah Milik Jalan (Damija) adalah, seluruh areal daerah manfaat jalan tersebut
yang ditujukan untuk memenuhi kondisi pengaman bagi pemanfaatan jalan,
1
antara lain untuk maksud pelebaran dikemudian hari.
Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah, lajur lahan yang berada di bawah
pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya
pandangan pengendara motor dan untuk konstruksi jalan, dalam hal ruang
daerah milik jalan tidak mencukupi.
Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang dibangun penuh atau areal pinggiran
kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan akan menjadi
daerah yang dibangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun
mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil berupa pemanfaatan
lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya
kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu-lintas campuran.
Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingan volume lalu-lintas per
jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas
harian rata-rata tahunan.
Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu-lintas per 15 menit dalam satu jam,
ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu-lintas dalam satu
jam dengan 4 kali tingkat volume lalu-lintas per 15 menit tertinggi.
Jalan Antar Kota adalah jalan-jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa
distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi
manapun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat
perkembangan permanen, misal rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
Jarak Pandang (Jp) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata
pengemudi kesuatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat
oleh pengemudi.
Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandangan yang dibutuhkan untuk
dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.
Jarak Pandang Henti (Jh) adalah jarak pandangan kedepan untuk berhenti dengan
aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.
Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk
mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan
penuh.
Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan
bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
Jalur Lalu-Iintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus
untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada
suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang perJam.
Kecepatan Rencana (V R) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat
dipertahankan disepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika
2
kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan
perencanaan jalan.
Lajur adalah bagian pada jalur lalu-lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai
kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan
kecepatan rendah ter-utama kendaraan berat.
Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi
sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6.
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan
tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan
pengawasan yang berlaku.
Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara
yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang
bebas samping pada jalur.
Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak
diperki-rakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang
seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu
yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan,
dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per
Jam.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu-lintas per jam pada jam
sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/Jam, dihitung dari
perkalian VLHR dengan faktor K.
Volume Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi
suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu
tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
Volume Lalu-lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan
volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan
tertentu.
3
BAB II.
KETENTUAN-KETENTUAN
1) K1asifikasi kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban
lalu-lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan Ton.
2) Klasifikasi kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi fungsi
jalan sesuai Tabel 11.1 (Pasal 11, PP. No.43/1993).
Arteri I >10
II 10
IliA 8
Kolektor III A 8
IIIB
Lokal III C 8
4
11.1.3. Klasifikasi medan jalan
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3- 25
3. Pegunungan G > 25
Selain klasifikasi tersebut diatas, masih ada klasifikasi jalan menurut wewenang
pembinaan (PP. No.2611985).
1) Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
2) Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori :
( 1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang,
(2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as,
(3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
3) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan
pada Tabel 11.3. Gambar 11.1 s/d Gambar 11.3 menampilkan sketa dimensi
kendaraan rencana tersebut.
5
Tabel 11.3. Ukuran Kendaraan Rencana
Kendaraan Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
'
'
'--""'_....__ _ _ _ _ _ ___111181111811llllllilllla..·_ ·· ·· .-;
· _· ··__J ~ - -~
- -: ~ -
--- T-
2100
~- - - - - - - - - - - -
6
Gambar 11.4 Jari-jari Manuver Kendaraan Kecil.
7
.
•
~ 4;.•
,..
, ~
I
.:
.4
•
~
......~r
:'
_..
.
l'
••
I'
,l
r
.,, -~
.. .,r·~'-"
,.,1 ,'II ~·
.. ~"' -
1.
~ t _..
...
., .,.-
......... J.-
~-
wt
I
J
' Ill
1
~
:
. ...
..•
.,J""'·
f
............. ._
.~
~
•
.. ' ..
_., , ...
~
L
~·
.. ,.••...,... ..~ . . . . ....
!-C-....... ..,._ .......
. ..... ·-tiJ~ ® -
,..,.. #
~.
~
...
~
.,...r ..... . .......
.........-... -· ....................... .
9 ¥ ....
,..... ~
,, •
~ .... ,
r
•+·····..,................'.""..... ._. . .
~
,/ / ~
.~
,.~
,..... ~. ... .... ~ ..~.
\ ..
\ \ ......... ......... '
i : _.;!.....,...
~, : 6v
.p;
,. ~ ·~. ... ......",. ~ .. ..........
... -... .....'·. ...
·~
..,;.
jt - . \. ·.. ~6.
( ;.
" I ,_, -.... "~
..' ' ~ ~.
w -,
-4
:
•
·~
• ..,
-, .. ..
\..
.. .. "
~_
.,.
~
~
; .l. "\
•
\
f
I ~
..
"..._.
4
'I
,
•
I
I.
:
.
i
•
1o
I ',
1111
jl
.,.
..
'4o
..
..
\~,
•
...
I
•
...
..
;~ i
' I
\.. .:::J . .\
~\ \
4
:
I
:I
•
....
• II
8
L 4....._-••••w--... LIW._... ........... _....,...•
___
,..,.____. •....,...._ ... CIC>
.. W'_ ........
illif' : : JTI)
;tt :-g~
~
J . . . ,_.T~ lilllftlrM .."' '"·""' _........ .. ~ ld(~ ..
9
11.2.2. Satuan Mobil Penumpang
1) Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah angka satuan kendaraan. dalam hal
kapasitas jalan, di mana Mobil Penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
2) SMP untuk jenis-jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya sesuai Tabel 11.4.
Detail nilai SMP dapat dilihat pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).
2. 1,2-2,4 1,9-3,5
3. dan Truck Besar 1,2-5,0 2,2-6,0
1) Volume Lalu-lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas
harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam SMP/Hari.
2) Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu-lintas pada jam sibuk
tahun rencana lalu-lintas, dinyatakan dalam SMP/Jam, dihitung dengan rumus:
K (1)
VJR = VLHR x -.
F
10
Tabel 11.5. Penentuan faktor-K berdasarkan volume Lalu-lintas Harian Rata-rata
dan perkiraan faktor jam sibuknya.
1) Kecepatan rencana, VR• pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah,
lalu-lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
2) V R untuk masing-masing fungsi jalan ditetapkan sesuai Tabel II.6.
3) Untuk kondisi medan yang sulit, V R suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 Km/J.
Tabel 11.6. Kecepatan Rencana, VR• menurut klasifikasi Fungsi dan Medan jalan.
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh:
11
a) lebar antara bat:aS ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
b) tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
c) kedalaman ruang bebas 1,5m di bawah muka jalan (Gambar 11.7).
OAMI~ .
~-
,-oAMit:.rn~ ---- +5 . 00 m
1 I
'I 1 1 I I '
I I
~-+ 1 I I I
:
i ' I I I ' i
~ i l : : : :~ ~
~2 1 i I I I I I:«-
~~ ~~ \
~-c
;eUXA~- ~-L=ut:; 1 ·-.. I ... 1
____ J~aI mQ
J
AMB~'
ll
\
'.
1
•
1
I
I
•
I
II
I i
~ : : I 1 \ \ \ ____ Q.Q m
---"---+--: '------f----==--- ::::::.__=:~. __ .: __.: --=------ -=~ ,."'(vc
I - I i
i I I i
~-tJ,41?SiCEAj· . -1 5 m
I
I
I I I
-k~ _________________________ Q~J 8AI:I _.1:1;!'-!G:SYf. ~?-.,i:S_L!'J _(.?_~ ~_i __ J_l_ ~J- c:D_________________ :-,J _____ _
: '·, l //:
I I
I I
I I
' I
' I
' I
' I
Gam bar D. 7 Damaja, Damija, dan Dawasja di lingkungan jalan antar kota.
Ruang daerah milik jalan (DAMIJA) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar sama dengan DAMAJA ditambah ambang pengaman konstruksi jalan
(Gambar 11.7), dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter, dikuasai oleh
Pembina Jalan .
12
11.4. PENAMPANG MELINTANG
I
I I
I
I
I
;
II_
Pagar
I f
~loka I Jatur Lalu Untas $e1ooJ.
-r--1-Bah,_u+-,- - - - - - - - - - - - - - t - B a - h u4i--+-
~i
I i
I :
s+lokan 1 : Bahu: Jalur Lalu Untas !Bahui
: ;
-.,.---·+--·-·--t·-·-·- --t---------,------·-- ---_._-+-
. Trotoar! ;
13
Jalur Teplan Jalur Teplan
j i i i
-n--+-;--
' I
: ;
l1 :!
! I I I
1 ! i !
i !!
JI
I
I !
Selok&n
1) Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan, secara fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas dapat
berupa:
(1) Median,
(2) Bahu,
(3) Trotoar,
(4) Pulau jalan, dan
(5) Separator.
2) Jalur lalu lintas dapat terdiri dari beberapa lajur.
3) Jalur lalu lintas dapat terdiri dari beberapa tipe (Gambar 11.11 s/d Gambar 11.14)
( 1) 1jalur-2lajur-2arah (2/2 TB)
(2) ljalur-2lajur-1 arah (2/1 TB)
(3) 2jalur-4lajur-2arah (4/2 B)
(4) 2jalur-n lajur-2arah, di mana n=jumlah lajur (n/2 B).
4) Lebar Jalur
( 1) Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan Iebar lajur peruntukkannya.
Tabel 11.6 menunjukkan Iebar jalur dan bahu jalan sesuai VLHR-nya.
(2) Lebar jalur minimum adalah 4.5m, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling
berpapasan. Perpapasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu
dapat menggunakan bahu jalan.
14
! ! ! !
J J I I
'
1
I'IID1aM 1·1
t I'
I
-
1
' ' i
Polongan 1-1 - - - - - - - -
~
';
---,----- -·-·--------------------------- ----.,----
' ; JNI.IIIu l.in18l '
-;-------- --- ------------------ ----- T---
Gambar 11.11. Tipikal jalan ljalur- Gambar 11.12. Tipikal jalan ljalur-
2lajur-2arah. 2lajur-larah.
t t l l
r t t
'--- i
_____ lti - - - - - ·····"···
---·-·-----
! '
----
v v ............
I ·-~
. l..ojura.-.u... , ~
-~!
lAHUl upl.Milk*l
:~
: .....,. : l.if'La~; IWIJ
Gambar 11.13. Tipikal jalan ljalur- Gambar 11.14. Tipikal jalan 2jalur-
4lajur-2arah. 4lajur-2arah.
15
Tabel 11.7. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu jalan.
<3.000 6,0 1,5 4,0 1,0 6,0 1,5 4,0 1,0 6,0 1,0 4,0 1,0
3.000- 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.000
'') ' ')
10.001- 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0
25.000
>25.000 2nx3,5'l 2,5 2,7 2,0 I 2nx3,5'> I 2,0 I ") I ' ')
16
11.4.3. Lajur
1) Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki Iebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai
kendaraan rencana.
2) Lebar lajur tergantung kepada kecepatan dan kendaraan rencana yang dalam hal
ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel II.8.
3) Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKn, berdasarkan tingkat
kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai
rasio antara volume terhadap kapasitas dan nilainya tidak lebih dari 0.80.
4) Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pacta alinemen lurus
memerlukan kemiringan melintang normal sbb. (Gambar 11.15):
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton,
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil
Arteri I 3,75
II,III.A 3,50
Kolektor liLA, III.B 3,00
Lokal III.C 3,00
>2% 2% 2% >2%
i l l~- , ~ i
~ok,
L-+:Bahu='+I_ _ _ _=Jalur Lalu
I
u~ · n=tas- - + 1 Bah=:.u~+ SeJolain
I
l -+ j
1) Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus
17
diperkeras.
2) Fungsi dari bahu jalan adalah sebagai:
(1) lajur lalu-lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir
darurat,
(2) ruang bebas samping bagi lalu-lintas, dan
(3) penyangga kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
3) Kemiringan bahu jalan normal antara 3%-5%.
4) Lebar Bahu Jalan (Gambar 11.16) dan Iebar minimumnya ditetapkan dalam
Tabel 11.7 .
• ) Bahu Jelen
~-!2%3
30/a.s_""
J.li,-~ i
~+-·
tro~e 1 Bahu I Jalur L.alu Untaa
-·-r----- ----·-]-- --------- -·-·----·---·--·---- -----------
11.4.5. M e d i a n
1) Median adalah bagian bangunan jalan yang secara phisik memisahkan dua jalur
lalu lintas yang berlawanan arah.
2) Fungsi Median adalah untuk:
(1) memisahkan dua aliran lalu-lintas yang berlawanan arah,
(2) ruang lapak tunggu penyeberang jalan,
(3) penempatan fasilitas jalan,
(4) tern pat prasarana kerja sementara,
(5) penghijauan,
(6) tempat berhenti darurat (jika cukup luas),
(7) cadangan lajur (jika cukup luas), dan
(8) mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan lawan.
3) Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median.
18
4) Median dapat dibedakan atas (Gambar 11.17):
(1) Median direndahkan terdiri dari jalur tepian dan bangunan pemisah jalur
yang direndahkan.
(2) Median ditinggikan terdiri dari jalur tepian dan bangunan pemisah jalur
yang ditinggikan.
5) Lebar minimum median, terdiri dari jalur tepian selebar 0,25-0,50m dan
bangunan pemisah jalur, ditetapkan sesuai Tabel. 2.10.
6) Perencanaan median yang lebih rinci mengacu pada Tata Cara Perencanaan Jalan
Perkotaan.
a) MEDIAN DIRENDAHKAN
I
__t__ _ __ __ _____ __ Median
_____ ___ ___ __________ _ _ _ _ ___ __ ____ __ • __
.L
! ~
b) MEDIAN DmNGGIKAN
'
i 1 j i
...... T . Trotoar JaiwTed.ian
·-- -·-·-·-·-·-·- ·-·-·-·-·--·-·--- -...J.------.J---·-·--·--·-·-·- -·- ------- ---- ---·-- -·- ·- -·-·- l - -- ·---.L-- - --- ·- ·- ·-·--- ---·--- - -- ---
I I I I
j ; ' I
i :
l Median •
~ - - 1 - - - -- - - -- ------------ ------- -- --- ------ -------------- f-
Gambar 11.17 Tipikal median ditinggikan dan median direndahkan.
1) Fasilitas pejalan kaki berfungsi memisahkan pejalan kaki dari jalur lalu-lintas
kendaraan guna meningkatkan keselamatan pejalan kaki dan kelancaran
19
Lalu-lintas.
2) Jika fasilitas pejalan kaki diperlukan maka perencanaannya mengacu kepada
Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan.
Jarak Pandang (Jp) adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu object yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya ter-
sebut dengan aman. Dibedakan dua JP: 1) Jarak Pandang Henti (Jh), dan 2) Jarak
Pandang Mendahului(Jd).
v
(__!!_)2
3,6 (ll.2)
J h = VR T +
3,6 2gf
di mana:
VR = kecepatan rencana (Km/J)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/def
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.
20
Persamaan (11.2) dapat disederhanakan sbb:
(11.3)
5) Tabel 11.10 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (11.3) dan
dengan pembulatan-pembulatan, untuk berbagai VR.
Tahap pertama
I~
I
I : J~
!
IJ::· · . .JTI:O.:JC£JIJ . .,.
·.. ·· ..
·.
· · · . . : :]~ IJ
!
d1 : 1/3 d2
--+-------- -i----·-------- ------------ -·t:---2/3 d2 •
T ahap Kedua ...,.. -- - ·--------- ------------ -~
, '
.;;'.
21
3)' Jd (m) ditentukan sbb. :
(ll.4)
dimana :
d 1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap, (m),
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur
semula, (m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului setelah proses mendahului selesai
dengan kendaraan yang berlawanan, (m),
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah yang besarnya
diambil sama dengan 2/3 d2 (m).
4) Jd yang sesuai dengan V R ditetapkan pada Tabel II . 11.
90° J (11.5)
E = R { 1 - Cos ( h) }
1t R
22
'
'
Gambar 11.19. Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh<L,.
90° J
E = R { 1 - Cos ( h) } + .!. (J (11.6)
1t R 2 h
23
Tabel 11.12. E (m) untuk Jh:<L,, VR (Km/Jam) dan Jh (m).
SOOOr 1.6
3000• 2,6
2000· 1,9 3,9
ISOO . 2,6 5,2
1200 . 1,5 3,2 6,5
1000 · 1,8 3,8 7,8
800 · 2,2 4,8 9,7
600 · 3,0 6,4 13,0
SOO • 3,6 7,6 15,5
400 ./ 1,8 4,5 9,5 11.,-500
24
Tabel H.l3. E (m) untuk .Jh>L,, V R (Krn/J) dan Jh (m), di mana Jh-L,=25m.
6000 1,6
5000 1.9
3000 1,6 3,1
2000 2,5 4,7
1500 1,5 3,3 6,2
1200 2,1 4,1 7,8
1000 2,5 4,9 9,4
800 1,5 3,2 6,1 11,7
600 2,0 4,2 8,2 15,6
500 2,3 5,1 9,8 18,6
400 1,8 2,9 6,4 12,2 R..-500
3,9 8,5 a_-.lso
300 1,5 2,4
250 1,8 2,9 4,7 10,1
2,2 3,6 5,8 11..• 118
200
175 1,5 2,6 4,1 6,7
150 1,7 3,0 4,8 7,8
130 2,0 3,5 5,5 8,9
120 2,2 3,7 6,0 9,7
110 2,4 4,1 6,5 11..• 115
15 8,4
11..• 15
25
Tabel 11.14. E (m) untuk Jh>L 1, VR (Km/J) dan Jh (m), di mana Jh-L,=50m.
6000 1,8
5000 2,2
3000 2,0 3,6
2000 1,6 3,0 5,5
1500 2,2 4,0 7;3
1200 2,7 5,0 9,1
1000 1,6 3;3 6,0 10,9
800 2,1 4,1 7,5 13,6
600 1,8 2,7 5,5 10,0 18,1
500 2,1 3;3 6,6 12,0 21,7
R_.-500
400 1,7 2,7 4,1 8,2 15,0
10,9 R,.• lSG
300 2;3 3,5 5,5
250 1,7 2,8 4;3 6,5 13,1
200 5;3 8,2 R.-•111
2,1 3,5
175 2,4 4,0 6,1 9;3
150 1,5 2,9 4,7 7,1 10,8
130 1,8 3;3 5,4 8,1 12,5
120 1,9 3,6 5,8 8,8 13,5
110 2,1 3,9 6;3 9,6 R.-• 115
26
·n.6. Alinemen HORISONTAL
11.6.1. U mum
1) Alinemen horisontal terdiri dari bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan).
2) Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi
gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan V R.
3) Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan
hams diperhitungkan.
11.6.3. Tikungan
27
(2) Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
3) Jari-Jari Tikungan
(1) Jari-jari tikungan minimum (Rmm) ditetapkan sbb.:
y2
R (11.7)
Rwn = 127 ( emax + f )
di mana:
Rnin = Jari-jari tikungan minimum, m,
VR = Kecepatan Rencana, km/j,
emax = Superelevasi maximum, %, dan
f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24
(2) Tabel· 11.16. dapat dipakai untuk menetapkan ~n·
4) Lengkung peralihan.
( 1) Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus
jalan dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R; berfungsi
mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga)
sampai bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R sehingga gaya sentrifugal
yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara
berangsur-angsur baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun
meninggalkan tikungan.
(2) Bentuk lengkung peralihan dapat berupa Parabola atau Spiral (Clothoid) .
Dalam tata cara ini digunakan bentuk Spiral.
(3) Panjang lengkung peralihan (L5) ditetapkan atas pertimbangan bahwa:
a) lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan
3 detik (pada kecepatan VR),
b) gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi ber-
angsur-angsur pada lengkung peralihan dengan aman,
c) tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk
kelandaian normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh
melampaui re--max yang ditetapkan sbb.:
untuk VR:S;70Km/j, re·max=0.035m/m/detik, dan
28
untuk VR~80km/j, r.,_max=0.025m/m/detik.
(4) Ls ditentukan terpanjang dari 3 rumus-rumus dibawah ini:
(1) Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,
VR (11.8)
L = -T
s 3.6
di mana: e = superelevasi,
C = perubahan percepatan, 1-3 m/detl.
R = jari-jari busur lengkaran, m.
(3) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,
(11.10)
29
Tabel 11.17. Panjang Lengkung Peralihan (L5) dan panjang pencapaian superelevasi
(Le)--untuk jalan 1jalur-2lajur-2arah.
20 ,/
30.
40- 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
so. 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60. 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70· 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80· 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 · 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130
100- 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145
110- 40 75 50 85 60 100 90 120
120 · 40 80 55 90 70 110 95 135
(6) I...engkung dengan R lebih besar atau sama dengan dari yang ditunjukkan
pada Tabel 11. 18, tidak memerlukan lengkung peralihan.
(7) Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari
bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam (Gambar 11.21) sebesar p.
Nilai p (m) dihitung berdasarkan rumus berikut:
L2
s (11.11)
p = 24 R
c
30
/
/
/
/
/
/
/
/
/
~t
(8) Apabila nilai p kurang dari 0,25m, maka lengkung peralihan tidak
c!iperlukan sehingga tipe tikungan menjadi fC.
(9) Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan
ditunjukkan pada Tabel 11.19.
Kecepatan rencana R
(Km/j) (m)
60 700
80 1.250
100 2.000
120 5.000
5) Pencapaian superelevasi.
( 1) Supere1evasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)
pada bag ian lengkung.
(2) Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear
(Gambar 11.24), diawali dari bentuk normal (----------) sampai awal
lengkung peralihan (TS) yang berbentuk (-------------) pada bagian lurus
jalan, dilanjutkan sampai superelevasi penuh ( ~) pada akhir
bag ian lengkung peralihan (SC).
(3) Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear
31
-(Gaihoar ll.25), diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan
bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang Ls.
(4) Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada
bagian spiral.
--·--·--·-·-·-·-·-·---r--
~s <______ ?_f-________ e_:==.:.D_%_________________ C 1 ~- __ :;
e no·-,-rn-a-:-!1'--+:-::.--.::·-···--- -·-·--:·-·-·-·-------·-·-·--·-·-·---·-·-·-·-- -·-·-·-·--·-·-·-·-·-:---·-·-·-·__.,..;___......:;:,......____
Ii
0 • 0
i
S!SI OALAM TIKUNGAN
; 0
______-;---_L :~Lt
i (1\CAAAL) .
i
------r------__
0
PO TONGAN MEL 1~.:TANG
j PAOA I!!IAC I At.! _ i!:'Gt::UNG
: PERAL I HAN
POTCII'>GAN WELINTANG
PAOA BAG IAN LENCit:::UN:i
PENUH
-:~
8AGOAN C~S f BAG,AN UNG<ARAN "NUH + ,_GOAN CUM
2/ 3 Ls i S IS I LUAR T I KUNGAN ~
e :213 LS
ax ;
0 0 0
I ! I I
32
ll.6.4. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan
33
Tabel 11.20.(lanjutan). Pelebaran di tikungan per lajur (m).
34
:I
:I
R1 > R2
'
;
;
:;1 R1 > R2
i; ________H_j__________________, '
: _____...8_1.·-·--·-·-·-·--· '
' ' I
\ f': ·-·--., '-l;t...., ,..
' r·. . . . . .
i ....
. .~ I
I ""'""- .', ~
~.,
'
'
'
to
'-,~
~
~
......... /
DJ
1\l
v""'
..~ "' ·-- ',, , lll i .,~ 0 #" AI:
-~
lJ;
...l' ,-.:
I; ~
;
··-·-·-·..::..2.[]m______ _
R1 > R2 R1 > R2
·-·-·-·---R.::L -·-·-·---·-·-·-··
'
i
\'.
J___ - .EL1 __________ i
:!
\\
.
'
8Ah1AN LU~S
!
YAf'IG OISISIPKAN
35
II. 7. ALINEMEN VERTIKAL
II.7.1. U mum
1) A1inemen vertika1 terdiri dari bagian landai vertikal dan bagian 1engkung vertika1.
2) Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertika1 dapat berupa 1andai
positif (tanjakan), atau 1andai negatif (turunan), atau 1andai 1;101 (datar)
3) Bagian 1engkung vertika1 dapat berupa 1engkung cekung atau 1engkung cembung.
4) Panjang kritis yaitu panjang 1andai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak 1ebih dari separuh V R. Lama perja1an tersebut ditetapkan tidak
1ebih dari satu menit.
5) Panjang kritis ditetapkan sesuai Tabel II . 19.
36
D.7.3. Lengkung Vertikal
1) Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan :
( 1) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian, dan
(2) menyediakan jarak pandang henti.
2) Lengkung vertikal untuk tata eara ini ditetapkan berbentuk Parabola sederhana
jika:
(1) jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal yang
eembung yang panjangnya ditetapkan oleh rumus:
L =--
A S2 (ll.14)
405
(2) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung eekung :
L = 2S - 405 (11.15)
A
L=AY (11.16)
sz (ll.17)
L=-
405
di mana:
L = Panjang lengkung vertikal (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pacta tinggi obyek 10 em dan
tinggi mata 120 em.
4) Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan.
Y ditentukan berdasarkan Tabel 11.20.
< 40 1,5
40- 60 3
> 60 8
37
5) Panjang 1englalng·-'9'ertika1 bisa didasarkan 1angsung pada Tabe1 11.21 yang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk je1asnya
lihat Gambar 11.30 dan Gambar 11.31
Tabel 11.24. Panjang Minimum Lengkung Vertikal.
<40 1 20-30
40-60 0,6 40- 80
> 60 0,4 80 - 150
Lengkung Cembung
Tlll(lgi Mata
Lengkung Cekung
L.ampu keodaraa
belalcang
!:
l
I Jarak Pandang Hentl :
+------·-------·- -- ---------+-
38
II. 7 .4. Lajur Pendakian
z -
<
<
""
<
")
..... ;;:..
<
.......... ..... .. . . .. . ........ ···:ra ;!:<: ... .
f- " <:
< ~.
_j
<
~
<(
POTONGAN MEAN~G
'
'
30m ··· ···-r' ' ··················;.:zonm
··45r'1'l ········-:- ·;-····
'
'' '
''
' '
TAMP~K A-:~s
39
: JARAK ANTAR 2 LAJUR PENOAKIAN :
-:.M't!l~],_
' '
'' ''
' '
'
''
'
I
.,_p.t-1 '\:
'
-.; p.I'I.)P. ---1---------------r-
POTONGAN MEMAN0ANG
I I 1 I I I
I t 1 I I I
--·-~
1 1
40
dihindarkan.
Gambar 11.34. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan alinemen
vertikal yang berhimpit.
R1
40
AL INEt.EN H)RIZONTAL
Gambar ll.36. Koordinasi yang hams dihindarkan, di mana pada bagian yang lurus
pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertikal
sehingga pengernudi sulit rnernperkirakan arab alinemen dibalik
puncak tersebut.
41
BAB III.
CARA PENGERJ AAN
Pekerjaan Perencanaan Geometrik jalan antar kota meliputi 5 bagian yang berurutan:
1) Pelengkapan Data dasar,
2) Pengidentiflkasian Lokasi Jalan,
3) Penetapan Kriteria Perencanaan,
4) Penetapan alinemen jalan yang optimum, dan
5) Pengambaran detail teknik perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.
1) Tetapkan:
(1) Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan Klasifikasi FUNGSI
JALAN (Tabel II.1)
(2) Kendaraan rencana (Tabel II.3),
43
(3) VLIIRdan VJR (11.2.3), dan
(4) Kecepatan rencana, VR.
2) Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kecenderungan perkembangan transportasi dimasa yang akan datang sehingga
jalan yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama waktu yang diinginkan.
1) Alinemen jalan yang optimum diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan
alinemen.
(a) Perencanaan alinemen jalan. Menggunakan data dasar, beberapa alternatif
alinemen (lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria
perencanaan dibuat (Ill. 5 .1).
(b) Setiap alternatif alinemen dibuat alinemen vertikal dan potongan
melintangnya (111.5.2 dan 111.5.3).
(c) Semua alternatif alinemen dievaluasi (111.5.4) untuk memilih alternatif yang
paling efisien.
44
(2) Kelandaian jalan maksimum,
(3) Panjang jalan dengan Kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur
pendakian,
(4) Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
2) Dengan memperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar alinemen
vertikal jalan untuk semua alternatif alinemen horizontal. Gambar alinemen
vertikal berskala panjang 1:10,000 dan skala vertikal 1:100.
3) Setiap alinemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai ketentuan
yang diuraikan pada bagian II. 5.
45
111.6. PENYAJIAN RENCANA GEOMETRIK
46
LAMPIRAN 2:
34
TEMPAT PENGAMBILAN GAMBAA
~= =- =- = =~
PENGAMBILAN GAMBAR PERGERAKAN KENDARAAN
PADA JALAN 2 LAJUR 1 ARAH
=~ =il
-~
JALAN 2 LAJUR 1 ARAH
JALAN TOL JAGORAWI (JALUR B)