Anda di halaman 1dari 5

Jatma Belingsatan

(Pupuh Sinom, usahakan dinyanyikan pelakon)


Tri Kaya Parisudha
Tetelu tingkahé sujati
Wetu saking budi sattwa
Wesanané ngawé becik
Kayika laksana luwih
Wacika bebawos sadu
Manacika kanirmalan
Kahyun suci jati ening
Nyandang tuju,
Anggén ngembang Sang Hyang Atma

(Diam sejenak setelah berpupuh, terdengar suara napas)


Setidaknya, begitulah yang sering dikatakan oleh para
arif budiman. Manusia hendaknya menyucikan apa yang
dipikirkan, apa yang akan dikatakan dan diperbuat. Namun,
orang-orang yang diakui bijak, mereka hanyalah kumpulan
manusia tak acuh. Mengutamakan suci, abaikan hakikat jika di
dunia ini masih ada aku dan lima saudaraku. Kami selalu ada di
dalam diri manusia.
Asmaku Moha dan aku tengah menunggu kedatangan Tuhan.
Orang-orang jarang mengenal namaku, tapi tanpa mereka sadari,
aku selalu mengikuti setiap langkah kehidupan manusia. Lima
saudaraku lainnya adalah Kama yang penuh hawa nafsu, Lobha
yang angkara, Krodha si emosional, Mada si pecandu alkohol,
dan Matsarya yang tak pernah puas dan penuh timburu. Kami
berkumpul di satu keluarga yang berjenama Sad Ripu. Sejak
dulu, aku sudah lahir dengan nama ini. Aku sudah ada di
keluarga ini. Dan aku sudah memiliki takdir yang seperti ini,
menebar dan membuat manusia bingung. Tapi, entah kenapa aku
menjadi bingung karena diriku, Saat aku mencoba bertanya, aku
akan menerima jawaban, “ya, itu sudah takdirmu, nak.” Saat aku
mencoba bertanya kembali tentang hal yang berbeda, mereka akan
berkata, “ya, itu takdirmu.” Dan Saat aku mencoba bertanya
lagi akan makna yang tidak sama seperti sebelumnya, “tu
takdirmu.” PERSETAN DENGAN TAKDIR! (Menaikkan intonasi )

Maka sama seperti aku yang memiliki takdir, manusia di


seluruh muka bumi inipun demikian. Mereka memiliki takdir
untuk lahir, hidup, dan mati. Tapi, kalian tau lucunya? Tidak
ada yang bersedia untuk mati (sambil tertawa) Aku sendiri, aku
juga tidak ingin mati, utamanya mati dalam kebingungan. Aku
ingin jawaban! Aku ingin tahu jati diriku! Dan untuk itu, aku
membuktikan betapa saktinya aku kepada Tuhan. Aku adalah apa
yang manusia mustahil hindari. Aku adalah titik hitam yang
selalu ada di setiap keputusan yang akan dibuat oleh manusia.
Dan kini, akan kubuat seluruh manusia musnah dengan
kemampuanku!

Akan aku ceritakan perjalananku sebagai Moha, yang sudah


hidup sejak berabad-abad yang lalu.

Mulai dari Ramayana Kanda. Rama yang titisan Dewa Wisnu, ia dapat ak

Ah? Kalian masih belum percaya? Masih perlu bukti? Baiklah.

Ingatkah kalian dengan Mahabharata Parwa? Tentang


bagaimana orang yang dikatakan paling bijaksana dan tidak
pernah berbohong, yakni Yudistira, belingsatan di medan dadu.
Yudistira yang diagungkan, ternyata sangat mudah kupengaruhi.
Yudistira bingung, harus mengorbankan harga diri atau
dinastinya. Tidak kusangka, Sang Permaisuri, Dewi Drupadi,
bahkan Panca Pandawa, tak luput jadi taruhan demi memenangkan
harga diri. Apakah hanya sampai di sana? Tidak. Segala hancur,
perang dan tumpah darah, dimulai dari permainan dadu itu.
Sekali lagi, aku berjaya membuat nirmala menjadi hina dalam
sekejap.
Ah, kalian tidak percaya dengan wiracarita kuno? Baik,
pastu kalian tak dapat menolak fakta yang satu ini. Aku, Moha,
berhasil membingungkan arah pemimpin yang kalian percaya
sehingga ia korupsi bantuan yang seharusnya kalian terima saat
ini. (sambil tertawa terbahak bahak)

Namun, tujuan utamaku belum berhasil. Aku selalu ingin


membunuh manusia, bukan satu atau dua, tapi seluruh umat! Aku
ingin membunuh mereka dengan rasa bingung. Biarkan keraguan
merongrong di dalam pikiran manusia, saling menjagal dan
memfitnah, menyakiti satu sama lain. Mereka saling membunuh,
tapi mereka masih belingsatan, apakah yang dilakukannya benar
atau salah.
Kini, kesempatan itu telah hadir. Sad Ripu, tanpa kalian
sadari, merupakan otak dari suara kesakitan yang terjadi saat
ini. Kami, yang bahkan tak mampu untuk manusia lihat, telah
menoreh sakit tanpa luka di tubuh makhluk yang Tuhan katakan
paling sempurna. Kama membuat manusia tak dapat menahan hasrat
untuk saling melecehkan, Lobha menjadikan para pejabat bermain
catur di atas sisa napas rakyatnya, Krodha mencipta api besar
untuk membabi buta di tengah kemelaratan, Mada dengan
alkoholnya mencipta candu dan resah untuk mereka yang mulai
putus asa. Matsarya, dia telah berhasil mengadu domba manusia-
manusia dungu di tengah wabah yang menggetarkan dunia.
Sedangkan aku, Moha, aku adalah dia yang membuat para manusia
belingsatan! Membuat mereka melontarkan racau, mencipta
bancuh, sehingga dunia kacau balau. Segala ragu, segala wacana
buram hulu, itu semua karena AKU! AKU TELAH JAYA
MEMPORAKPORANDAKAN UMAT SEJAGAT!!!

Tapi, aku belum puas! Karena dalam satu warsa ini, masih
ada manusia yang hidup! Aku ingin semua mati, semua, SEMUA!
Tidak ada yang tersisa!
Maka dari itu, kini, aku berdiri di sini, adalah untuk
menemui Tuhan. Kebetulan, aku sudah membuat janji dengan-Nya
sejak aku lahir. Kini, Ia tidak akan dapat pergi, mengelak
untuk tidak menjawab.

(boleh sisipkan musik dengan gerak tubuh sedang berjalan)

Sudah waktunya, tepat di jam ini, aku memiliki janji


dengan Tuhan. Tapi, kenapa Ia tidak kunjung datang? Apa ia
berpikir aku hanyalah kelemahan yang memohon bantuan? Cih! Aku
tidak bisa sabar lebih lama!

TUHAN! Dimana pun Engkau saat ini, aku, Moha, atas nama
keluargaku, Sad Ripu, aku ingin bertanya. KENAPA AKU BELUM
BERHASIL?! Kenapa sampai saat ini, manusia masih terus ada di
Bwah Loka?! Jawab aku, Tuhan. BERIKAN AKU JAWABAN! Tuhan,
kenapa makhluk lemah itu tidak bisa kuhilangkan!? Untuk apa
mereka ada? Mereka hanya sekumpulan daging lemah yang hanya
bisa merusak!? WOY TUHAN, JAWABLAH! INI AKU, MOHA. BERI
JAWABAN PADA DIRIKU, TUHANN!

(dapat masukan suara suara gemuruh, ditambahkan koreo


untuk pelakon saat pupuh dimulai)
(Pupuh Semarandana, tidak dinyanyikan pelakon)
Teges kruna tat twam asi
Tatwa marti kasujatyan
Am i raga tegesnyané
Karingkesan kruna am
A mateges patunggalan
Si idéwa teges ipun
San ée l éenan ring i rage.

(Gerak seolah menyadari sesuatu)


Tat Twam Asi. Tatwa bermakna kebenaran. Am berarti kita.
Sedangkan, dari kata Asi itu sendiri, A itu berarti tunggal,
Si itu berarti engkau, yang lain dari kita.

(suara lain, membuat pelakon melakukan gerakan terkejut)


Jivatam yah svayam hicchetakatham,
So’ nyan praghatayet,
Yadyadatmani hicchet,
Tat parasyapi cintayet.

(pelakon lanjut bermonolog)


Bila orang itu sayang akan hidupnya, apa sebabnya ia
ingin memusnakan hidup makhluk lain; hal itu tidak memakai
ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat
menyenangkan dirinya, mestinya itulah yang dicita-citakannya
terhadap makhluk lain.
(mulai tersadar dengan arti sloka, lalu kebingungan)
Aku, Moha, yang selalu ingin memusnahkan manusia…
nyatanya, jika ku musnahkan mereka, maka aku dan… saudara-
saudaraku… kami Sad Ripu pun akan musnah? Aku adalah kamu dan
kamu adalah aku? Jatma adalah moha, jadi Sang Jatma itu aku?
Semua saudara-saudaraku, mereka adalah jatma? Sad Ripu itu
jatma? Kenapa? Aku jatma? Kenapa? Ini.. sangat..
membingungkan.. (frustasi) aku…jatma?

Anda mungkin juga menyukai