Anda di halaman 1dari 3

MONOLOG

TOPENG
TOPENG
(RACHMAN SABUR)
disadur
Dialog 1
Waska! Aku dengar kemiskinanmu di mana-mana. Lapar badan dan lapar jiwa telah
membuatmu angkuh!
Waska! Aku lihat borok-borok di seluruh tubuhmu pagi hari. Dan kau sungguh tak peduli
matahari!
Waska! Kau dengar? Berjuta-juta orang meneriakkan lapar di belakangmu.
Waska! Mereka gelisah di mana-mana! Mereka kini mengembara keseluruh penjuru kota,
mencari-cari kuburnya sendiri, membuat kuburnya sendiri.
Waska! Kini aku melihat kau telah bunuh diri. Kekosongan dan nasibmu, sungguh sempurna.

Dialog 2 – anak panggung


Begitulah. Kegelisahan dramatik pada tokoh yang satu ini. ia telah bertemu dengan salah satu
tokoh yang akan saya perankan nanti. Yah, sebagai seorang anak panggung. Nantinya saya
akan memerankan dua tokoh yang mungkin mempunyai permasalahan yang tidak jauh
berbeda dengan seseorang atau sekelompok orang. Mungkin sama, atau mungkin juga
berbeda. itu tidak jadi masalah. Kita boleh saja memiliki pikiran yang sama dengan perasaan
yang berbeda.

Tapi apakah benar Waska itu telah mati? Apakah benar, Waska sebelumnya pernah bertemu
dengan malaikat pencabut nyawa? Apakah benar Waska itu gila? Sedangkan menurut kabar
burung, katanya sekarang ia lagi memimpin proyek raksasa yang dananya beratus-ratus juta
milyar dollar. Untuk lebih jelasnya, baik. Saya akan mencoba menghubungi dia. Saya permisi
dulu. Waska! Waska! Waska! Waska……!

Dialog 3 – Semar
Sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan sahabat saya, yang profesinya sebagai anak
panggung. Kiranya saya perlu menjelaskan, bahwa nama saya bukan lagi Waska. Nama saya
sekarang adalah Semar. Siapa bilang saya ini sudah mati? He… he… he… Itu kan sebetulnya
hanya trik saja untuk merebut simpati pengikut-pengikut saya.

Jangan percaya, saya tidak mati dan masih belum ingin mati. Lalu, Bohong itu saya tidak
mengatakan bahwa saya bertemu malaikat jibril.

Baik. Sekarang pertanyaan yang mana, yang belum saya jawab? Oh, ya! Tentag proyek
raksasa. Memang benar. Sebetulnya ini adalah proyek kemanusiaan. Saya juga tidak
menganggap itu proyek bisnis semata. Tetapi proyek itu adalah pengabdian saya kepada
bangsa dan negara. terutama rasa syukur saya kepada Tuhan. Kalian tau sendiri bahwa saya
dulu hanyalah seorang anak wayang. Pemain sandiwara. Sekarang memang sudah berhenti.
He he he. Saya rasa sudah cukup. Saya ada pertemuan penting proyek kemanusiaan. Semoga
semua merasa puas atas jawban saya. Maaf, saya harus pergi

Dialog 4 – anak panggung


Sudah jelas bukan? Bahwa Waska itu ternyata masih hidup sehat wal afiat, segar bugar dan
nampak masih muda. Kalaupun skerang ia berganti nama menjadi Semar. Ah, saya yakin itu
hanya kebutuhan administrasi dan formalitas saja. Bagaimanapun ia tetap Waska

Hanya saja saya heran, kenapa dia berhenti menjadi pemain sandiwara. Padahal kita semua
menyaksikan sendiri, dia begitu berbakat, potensial. Betul-betul luar biasa.
Tapi rasanya tidak adil kalau kita hanya membicarakan kesuksesan Waska saja. nampaknya
kita juga hraus memberikan kesempatan kepada semar. Barangkali keanehan dan keajaiban
zaman telah terjadi. Segera akan saya panggil Semar.
Semar! Semar! Semar! Semar……!

Dialog 5 – Waska
Sebelum saya berbicara lebih jauh, terlebih dahulu saya akan meluruskan sebuah kekeliruan.
Saya bukanlah Semar. Saya adalah Waska. Saya Waska yang paling Waska. Dunia saya
adalah dunia Waska. Penderitaan saya adalah penderitaan Waska. Borok saya adalah borok
Waska. Kesunyian saya adalah kesunyian Waska. Mimpi saya adalah mimpi Waska. Sakit
saya adalah sakit Waska. Hati saya adalah hati Waska. Keinginan saya adalah keinginan
Waska. Dendam saya adalah dendam Waska. Kemiskinan saya adalah kemiskinan Waska.
Lapar saya adalah lapar Waska. Sembahyang saya adalah sembahyang Waska. Tuhan saya
adalah Tuhan Waska. Waska!

Bagaimana lagi aku harus menjelaskan? Bagaimana lagi Waska? Percuma saja aku berteriak-
teriak, karena orang-orang sudah tidak punya telinga. Berpikir Waska! Berpikir! Percuma
saja aku berpikir, karena orang-orang sudah tidak mau lagi menerima pikiran orang lain.
Berdoa Waska! Berdoa! Percuma saja aku berdoa, karena Tuhan sudah tidak mau mendengar
lagi keluhanku.

Yah, lebih baik aku diam dalam mimpi-mimpi. Diam bagai batu. Aku memang batu! Batu
hitam yang angkhu! Aku harus menjadi angkuh, karena semua orang telah menjadi musuh.

Istirahatlah Waska! Kau begitu lelah. Tidurlah…

Siapa bilang aku lelah? Aku tidak lelah! Dan aku tidak butuh tidur! Yang kubutuhkan hanya
mimpi yang sunyi, yang membangkitkan gairah hidupku. Ya! Aku harus mendapatkannya.
Belum terlambat. Ya! Belum terlambat. Hari masih malam. Masih banyak yang harus kuraih.
Bangsat!

Bertahanlah Waskah! Bertahan!! Bangkitlah Waska! Ayo Bangkit (BANGKIT).


Yah, aku harus bangkit, aku harus berjalan. Akan aku buktikan bahwa aku adalah seorang
Waskah.

Berdirilah Waskah, berdiri di atas kakimu sendiri! Dukamu adalah duka sumesta, maka
bangkitlah Waska! Buktikan bahwa kau adalah seorang manusia baja! Ayo buktikan!
Bangsat…Ayo…! Kakiku berjalanlah…, berjalanlah kemana kau suka. Ayo, kakiku,
berjalanlah. Tempuhlah segala rintangan…

(dialog 1)

Waska! Bukalah matamu! Bukalah pikiranmu! Bukalah pintu hatimu! Aku sudah tidak tahan
lagi Waska! Aku sudah sangat lelah… dan kini aku sedang sekarat…, sudahlah Waska…
kau… kau memang kalah…, tapi kau tetap seorang Waska… Ya, Tuhan… aku sangat lelah.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai