Anda di halaman 1dari 128

Material Teknik

MATERIAL
TEKNIK

CATUR PRAMONO, M.ENG.

ANOM PUSTAKA

i
Material Teknik

Material Teknik
Copyright @ Catur Pramono, M.Eng.

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak


sebagian atau isi seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Tata Letak : Nafisah


Desain Cover : Irfany
Cetakan : September 2020
Tebal : x + 118 Hal; 18 x 25 cm
ISBN :

Diterbitkan oleh :
Anom Pustaka
Perum Guwosari Blok XII No.187 Yogyakarta
Email: anompustaka@gmail.com

ii
Material Teknik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahannya
sehingga penulis mampu menghasilkan buku “Material Teknik”. Buku ini
disusun berdasarkan sumber-sumber yang relevan. Kajian dalam buku ini
meliputi kompetensi dasar, indikator, materi pokok, dan uji kompetensi.
Buku “Material Teknik”ini merupakan garis besar materi kuliah yang berguna
untuk memperluas dan memperdalam khasanah keilmuan baik untuk umum
maupun untuk mahasiswa pada khususnya. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan pada buku ajar ini. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca
senantiasa penulis harapkan.

Magelang, 10 Sepember 2020


Ttd.

Catur Pramono, M.Eng.

iii
Material Teknik

iv
Material Teknik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR | iii


DAFTAR ISI | v
DAFTAR GAMBAR | viii
DAFTAR TABEL | x

BAB 1 KLASIFIKASI MATERIAL TEKNIK | 1


1.1 Pentingnya Material Teknik | 2
1.2 Ilmu dan Rekayasa Material | 2
1.3 Klasifikasi Material Teknik | 3
1.4 Uji Kompetensi | 5

BAB 2 DIAGRAM FASA | 7


2.1 Diagram Fasa dan Paduan |8
2.1.1 Diagram Fasa | 8
2.1.2 Paduan (Alloy) | 8
2.2 Diagram Fasa Biner | 9
2.3 Menentukan Fraksi Fasa dan Skesta Struktur Mikro | 11
2.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C | 12
2.5 Uji Kompetensi | 15

BAB 3 SIFAT–SIFAT MATERIAL TEKNIK | 17


3.1 Klasifikasi Sifat Bahan Teknik | 18
3.2 Sifat-sifat Mekanik Bahan Teknik | 18
3.3 Pengujian Sifat Mekanik | 20
3.3.1 Pengujian tarik (tensile test) | 21
3.3.2 Pengujian kekerasan | 29
3.3.3 Pengujian impak (impact test) | 40
3.3.4 Kelelahan (fatigue) | 43
3.3.5 Creep (merangkak) | 49
3.3.6 Pengujian Keausan | 50
3.4 Contoh Hasil Penelitian Sifat Meknis Material | 52
v
Material Teknik

3.5 Uji Kompetensi | 54

BAB 4 BAJA KARBON DAN BAJA PADUAN | 57


4.1 Klasifikasi Baja | 58
4.1.1 Baja Karbon | 58
4.1.2 Baja Paduan | 60
4.2 Standard penamaan baja | 63
4.3 Hardenability (Mampu Keras) | 64
4.4 Uji Kompetensi | 68

BAB 5 BESI COR | 69


5.1 Definisi Besi Cor | 70
5.2 Besi Cor Putih (White Cast Iron) | 70
5.3 Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) | 71
5.4 Besi Cor Nodular (Nodular Cast Iron) | 72
5.5 Besi Cor Malleable (Cast Iron Malleable) | 73
5.6 Unsur Besi Cor | 75
5.7 Standar Tata Nama Besi Cor | 76
5.8 Uji Kompetensi | 77

BAB 6 PADUAN NON FERROUS | 79


6.1 Aluminium dan Paduannya | 80
6.2 Magnesium dan Paduannya | 82
6.3 Tembaga dan Paduannya | 83
6.4 Titanium dan Paduannya | 88
6.5 Zirconium dan Paduannya | 92
6.6 Nikel dan Paduannya | 92
6.7 Refractory Metals | 93
6.8 Superalloy | 94
6.9 Cobalt dan Paduannya | 94
6.10 Logam Putih | 95
6.11 Noble Metals | 96
6.12 Uji Kompetensi | 97
6.13

vi
Material Teknik

BAB 7 APLIKASI MATERIAL TEKNIK KHUSUS | 99


7.1 Material Temperatur Rendah | 100
7.2 Material Temperatur Tinggi | 100
7.3 Material Pegas | 101
7.4 Material Tahan Aus | 102
7.5 Material Koefisien Gesek Tinggi | 103
7.6 Material Perkakas | 103
7.7 Material untuk Body Engine | 104
7.8 Uji Kompetensi | 104

BAB 8 BAHAN NON LOGAM | 105


8.1 Klasifikasi Bahan Non Logam | 106
8.2 Keramik | 106
8.2.1 Refractory | 107
8.2.2 Glass (kaca) | 108
8.2.3 Abrasives | 110
8.2.4 Cement | 110
8.3 Polimer (Plastik) | 110
8.4 Komposit | 113
8.5 Uji Kompetensi | 114

DAFTAR PUSTAKA | 117

vii
Material Teknik

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Klasifikasi material teknik | 4


Gambar 2.1. Struktur ferit dan perlit | 8
Gambar 2.2 Diagram fasa jenis I | 9
Gambar 2.3 Diagram fasa jenis II | 10
Gambar 2.4 Diagram fasa jenis III | 10
Gambar 2.5 Diagram Fasa Fe-Fe3C | 13
Gambar 3.1 Bentuk batang uji Tarik | 21
Gambar 3.2 Grafik beban terhadap pertambahan panjang | 22
Gambar 3.3 Mekanisme tegangan plastis | 23
Gambar 3.4 Penentuan tegangan plastis setelah patah | 25
Gambar 3.5 Sifat keuletan material logam | 26
Gambar 3.6 Daerah ketangguhan | 28
Gambar 3.7 Diagram tegangan–regangan nominal/teknik dan sebenarnya
| 29
Gambar 3.8 Pengujian kekerasan Brinell | 30
Gambar 3.9 Kedalaman penetrasi ujung indentor (ht) | 31
Gambar 3.10. Metode uji kekerasan Vickers | 33
Gambar 3.11 Uji kekerasan mikro Vickers / Knoop microhardness test | 35
Gambar 3.12. Skema uji impak Izod dan alat uji impak Izod | 40
Gambar 3.13 Skema uji impak Charpy dan alat uji impak Charpy | 41
Gambar 3.14 Bentuk takikan V (V-notched) atau U (U-notched/key hole | 43
Gambar 3.15 Contoh penampang patah lelah pada logam | 45
Gambar 3.16 Bentuk-bentuk permukaan patah lelah | 45
Gambar 3.17 (a) Fluctuating stress cycle, (b) Reversed stress cycle | 46
Gambar 3.18.(a) Mesin uji fatique axial, (b) Mesin uji fatique jenis
rotating bending | 47

viii
Material Teknik

Gambar 3.19 Tegangan-jumlah siklus (S–N curve) | 47


Gambar 3.20 (a) Mesin uji creep, (b) Hubungan tegangan terhadap waktu | 50
Gambar 3.21 Ogoshi high speed universal wear testing machine | 51
Gambar 3.22 Metode Pengujian Ogoshi | 51
Gambar 3.23 Kekuatan tarik komposit berpenguat serat ijuk | 52
Gambar 3.24 Diagram HRC pegas daun | 53
Gambar 3.25 Sifat kekerasan mata bajak singkal | 53
Gambar 3.26 Nilai keausan komposit | 54
Gambar 4.1 Klasifikasi baja | 58
Gambar 4.2 Grafik tegangan(stress)-regangan(strain) baja karbon | 60
Gambar 4.3 Uji Jominy | 65
Gambar 4.4. Digram TTT (Time Temperature Transformation) | 66
Gambar 4.5 Hasil uji Jominy untuk beberapa material baja | 67
Gambar 5.1 Besi cor putih | 70
Gambar 5.2 Besi cor kelabu | 71
Gambar 5.3 Kemampuan meredam getaran besi cor kelabu | 72
Gambar 5.3 Besi cor nodular (nodular cast iron) | 73
Gambar 5.4 Fasa pembuatan besi cor malleable | 74
Gambar 5.4 Besi cor malleable (malleable cast iron) | 75
Gambar 6.1 Diagram fasa paduan Cu-Zn | 85

ix
Material Teknik

TABEL

Tabel 3.1 Skala kekerasan Rockwell, jenis indentor, serta besar beban utama
| 32
Tabel 3.2 Konversi angka kekerasan Brinel, Rockwell, &Vickers untuk Baja
| 36
Tabel 5.1 Kandungan unsur pada besi cor | 75
Tabel 6.1 Komposisi, sifat mekanis, dan aplikasi pengunaan paduan Mg
| 83
Tabel 6.2 Komposisi, sifat mekanis, dan aplikasi pengunaan paduan Cu
| 88
Tabel 6.2 Komposisi, sifat mekanis, dan aplikasi pengunaan paduan Ti
| 91

x
Material Teknik

BAB

1 KLASIFIKASI
MATERIAL TEKNIK

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengenal klasifikasi material teknik
dan aplikasinya

Indikator
Mahasiswa respek pemakaian beberapa bahan teknik di
lingkungan sekitar

Materi Pokok
Klasifikasi material teknik

1
Material Teknik

1.1 Pentingnya Material Teknik


Material teknik di dunia rekayasa (teknik) banyak diterapkan pada
bidang teknik mesin, teknik elektro, teknik sipil ataupun untuk desain yang
melibatkan bahan. Contoh penggunaan material teknik untuk transmisi
rodagigi, body kendaraan, body alat berat, struktur bangunan, komponen
kilang minyak, chip sirkuit terpadu, dll. Material teknik juga dibutuhkan un-
tuk memenuhi kebutuhan manusia diantaranya untuk transportasi, rumah,
pakaian, komunikasi, rekreasi, produk makanan, dan sebagainya. Material-
material yang digunakan oleh manusia juga dapat dipakai untuk mengukur
perkembangan peradaban manusia, contohnya pada saat peradaban awal
manusia (saat jaman batu), manusia hanya mampu menggunakan dan meng-
olah bahan apa adanya yang tersedia di alam (misalnya menggunakan batu,
kayu, kulit, tanah dan sebagainya). Seiring perkembangan peradaban manusia
hingga jaman modern, material alam tersebut kemudian diolah sehingga
menghasilkan kualitas bahan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, hingga saat
ini ini, para ilmuwan telah menemukan puluhan ribu jenis material teknik
dengan sifat-sifat yang berbeda..

1.2 Ilmu dan Rekayasa Material


1. Material science (ilmu material) merupakan disiplin ilmu yang mem-
pelajari hubungan antara struktur material dengan sifat–sifat material.
2. Material engineering (rekayasa material) merupakan rekayasa material
dengan cara mendesain struktur bahan sehingga mendapatkan sifat–sifat
yang diinginkan dengan dasar hubungan struktur dan sifat bahan.
3. Struktur bahan merupakan susunan elemen–elemen di dalam bahan.

Tinjauan struktur bahan dibedakan atas :


1. Struktur subatonik : ditinjau dari susunan elektron dengan inti.
2. Level atom : ditinjau dari pengaturan atom atau molekul satu sama lain
3. Mikroskopik : ditinjau dari kumpulan group–group atom
4. Makroskopik : ditinjau dari struktur yang bisa dilihat dengan mata
telanjang.

2
Material Teknik

5. Sifat bahan : dilihat dari kemampuan bahan menerima perlakuan dari


luar.

Sifat–sifat bahan padat di kelompokkan menjadi 6 kategori :


1. Sifat mekanik
2. Sifat listrik
3. Sifat termal/panas
4. Sifat magnet
5. Sifat optik
6. Sifat deterioratif (penurunan kualitas)

Beberapa alasan mengapa belajar tentang bahan :


1. Banyak masalah bahan yang ditemui oleh kalangan teknik di lapangan,
seperti permasalah bahan untuk engine, bahan untuk body kendaraan,
dsb.
2. Berguna untuk memilih bahan sesuai dengan spesifikasi aplikasi.

1.3 Klasifikasi Material Teknik


Klasifikasi material teknik secara umum dibagi menjadi 4 kelompok
sesuai gambar 1.1 dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Logam
Logam besi (ferrous) yaitu logam dan paduan yang mengandung besi (Fe)
sebagai unsur utama, seperti besi dan baja. Logam non-besi (non-ferrous)
yaitu logam yang mengandung sedikit atau sama sekali tanpa kadar besi,
contoh : Al, Cu, Zn, Ni, dan lain-lain. Logam terutama logam ferrous
merupakan bahan yang paling banyak dipakai dalam dunia teknik mesin,
karena pada umumnya kuat, ulet, dan mudah dibuat dalam berbagai
bentuk praktis, konduktor yang baik, dan tidak transparan
2. Keramik
Keramik adalah bahan yang terbentuk dari hasil senyawa (compound)
antara satu atau lebih unsur-unsur logam dengan satu atau lebih unsur-
unsur bukan logam. Contoh keramik seperti silikon oksida (SiO2),
3
Material Teknik

aluminium oksida (Al2O3), kalsium oksida (CaO), magnesium


oksida(MgO), kalium oksida (K2O) dan natrium oksida(Na2O).
3. Polimer
Polimer termasuk bahan plastik atau karet. Polimer merupakan senyawa
organik yang secara kimiawi didasarkan pada unsur karbon, hidrogen, dan
unsur bukan logam lainnya (seperti : O, N, dan Si). Selain itu, polymer
memiliki struktur molekul yang sangat panjang, seringkali seperti rantai
yang memiliki tulang punggung atom karbon. Polimer biasanya memiliki
kepadatan rendah. Sifat polimer yang dapat dibentuk kembali dengan
pemanasan disebut termoplastik, sedangkan polimer yang tidak dapat
dibentuk kembali disebut thermoset. Beberapa polimer yang umum dan
dikenal antara lain polietilen (PE), nilon, poli vinil klorida (PVC),
polikarbonat (PC), polystirene (PS), dan karet silikon.
4. Komposit
Komposit merupakan campuran bahan yang tersusun dari dua/lebih bahan
dasar dalam skala makroskopis yang sifatnya sangat berbeda dengan sifat
masing-masing bahan pembentuknya. Sifat mekanis komposit umumnya
di tengah-tengah antara sifat mekanis bahan-bahan penyusunnya, dan
mengikuti hokum ROM (Rule of Mixture). Contoh komposit seperti GFRP
(Glass Fiber Reinforced Plastic), CFRP (Carbon Fiber Reinforced Plastic),
tripleks, concrete (semen-pasir), dan lain-lain. Bahan komposit alam seperti
kayu yang terdiri dari serat selulose yang berada dalam matriks lignin.

Gambar 1.1 Klasifikasi material teknik


4
Material Teknik

Advanced materials:
1. Semi konduktor :
Semikonduktor merupakan material yang memiliki sifat perantara antara
konduktor listrik (yaitu logam dan paduan logam) dan isolator (yaitu
keramik dan polimer). Contoh material semi konduktor seperti IC,
transistor.
2. Biomaterial
Biomaterial merupakan bahan yang digunakan dalam komponen yang
ditanamkan ke dalam tubuh manusia untuk penggantian bagian tubuh
yang sakit atau rusak. Bahan ini tidak boleh menghasilkan zat beracun
dan harus kompatibel dengan jaringan tubuh (misal tidak boleh
menyebabkan reaksi biologis yang merugikan). Semua bahan seperti
logam, keramik, polimer, komposit, dan semikonduktor dapat digunakan
sebagai biomaterial.
3. Smart material (material cerdas)
Smart material/ bahan pintar/ bahan cerdas adalah sekelompok bahan
baru dan canggih yang sampai saat ini sedang dikembangkan yang
memiliki pengaruh signifikan pada kebanyakan teknologi. Kata sifat
“pintar” menyiratkan bahwa bahan-bahan ini mampu merasakan
perubahan di lingkungan bahan ini dan kemudian merespons perubahan
ini dalam perilaku yang telah ditentukan sebelumnya. Sifat-sifat smart
material juga ditemukan pada organisme hidup. Selain itu, konsep
"pintar" ini diperluas ke sistem yang canggih.
4. Nanoengineered material
Nanoengineered material merupakan material dengan ukuran nano (10-
9 m), contohnya carbon nanotube.

1.4 Uji Kompetensi


1. Jelaskan pentingnya mempelajari material teknik !
2. Jelaskan klasifikasi material teknik kemudian berikanlah contoh
aplikasi/ penggunaannya!
3. Jelaskan advanced materials kemudian berikanlah contoh aplikasinya !

5
Material Teknik

6
Material Teknik

BAB

2 DIAGRAM FASA

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami dan mengkaji diagram
fasa

Indikator
Mahasiswa mampu membaca, menjelaskan, dan
menganalisis diagram fasa

Materi Pokok
Diagram Fasa

7
Material Teknik

2.1 Diagram Fasa dan Paduan


2.1.1 Diagram Fasa
Diagram fasa secara umum didefinisikan sebagai diagram yang menghubung-
kan antara komposisi, temperatur, dan fasa. Keuntungan diagram fasa yaitu :
a. Dapat diketahui fasa
b. Dapat diramalkan sifat paduan
c. Dapat diramalkan struktur mikro paduan
Contoh struktur mikro fasa ferit dan perlit sesuai gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur ferit dan perlit


2.1.2 Paduan (Alloy)
Paduan (alloy) merupakan campuran dari dua unsur atau lebih sehingga di-
peroleh sifat yang lebih baik. Parameter paduan meliputi :
a. Komposisi, dapat berupa % berat & % jumlah atom (nA = bilangan
Avogadro)
b. Temperatur (T)
c. Fasa tertentu, pada saat fasa cair (L) & solid (S)

8
Material Teknik

2.2 Diagram Fasa Biner


Daigra, fasa biner merupakan diagram fasa yang terbentuk oleh dua unsur
yang dipadukan. Daigram fasa biner digolongkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Diagram fasa jenis I yaitu diagram fasa yang menunjukkan kelarutan
yang sempurna dalam keadaan cair (L) maupun padat (S).
Diagram ini menunjukkan larut sempurna, misal : A + B  C
Contoh diagram fasa jenis I ditunjukkan gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram fasa jenis I


2. Diagram fasa jenis II yaitu diagram fasa yang menunjukkan kelarutan
yang sempurna dalam keadaan cair (L) tetapi larut sebagian (terbatas)
dalam keadaan padat (S)
Diagram ini menunjukkan larut sebagian, misal : A + B  A’ (α) + B’
(β)
Contoh diagram fasa jenis II ditunjukkan gambar 2.3.

9
Material Teknik

Gambar 2.3 Diagram fasa jenis II


3. Diagram fasa jenis III yaitu diagram fasa yang menunjukkan kelarutan
yang tidak larut dalam keadaan cair (L) maupun keadaan padat tidak
larut satu sama lain.
Diagram ini menunjukkan tidak larut, misal : A + B  A + B
Contoh diagram fasa jenis III ditunjukkan gambar 2.4.

Gambar 2.4 Diagram fasa jenis III

10
Material Teknik

2.3 Menentukan Fraksi Fasa dan Skesta Struktur Mikro


Cara menentukan fraksi fasa dan diagram fasa sebagai berikut :

11
Material Teknik

2.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Diagram fasa Fe-Fe3C (terkadang disebut pula diagram fasa FeC) adalah
diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi
perubahan fasa selama proses pendinginan lambat dan pemanasan lambat
dengan kandungan karbon (%C). Diagram fasa besi dan karbida besi (Fe-
Fe3C) ini menjadi landasan penting untuk perlakuan panas dari mayoritas
jenis baja yang kita kenal. Merujuk pada diagram fasa tersebut, maka dapat
diperoleh informasi-informasi penting antara lain :
a. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan
pendinginan lambat.
b. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila
dilakukan pendinginan lambat.
c. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
d. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon fasa
tertentu.
e. Reaksi-reaksi metalurgi yang terjadi.
12
Material Teknik

Gambar 2.5 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Penjelasan diagram Fe-Fe3C :
Pada kandungan karbon mencapai 6,67%C terbentuk struktur mikro dinama-
kan sementit (Fe3C) (dapat dilihat pada garis vertikal paling kanan). Sifat –
sifat sementit yaitu sangat keras dan sangat getas.
Pada sisi kiri diagram, kandungan karbon yang sangat rendah dan pada suhu
kamar terbentuk struktur mikro ferit.
Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah,
akan terbentuk struktur mikro ferit delta lalu menjadi struktur mikro austenit.
Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan
naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi austenit.
Pada diagram fasa Fe-Fe3C terjadi tiga reaksi fasa yaitu :
1. Reaksi fasa periteknik (terjadi pada suhu 14930C) : δ + L  γ (austenit)
2. Reaksi fasa eutektik (terjadi pada suhu 11470C): L  γ + Fe3C
(ledeberit)
3. Reaksi fasa eutektoid (terjadi pada suhu 7270C): γ  α + Fe3C (perlit)

13
Material Teknik

Berdasarkan diagram fasa Fe-Fe3C sesuai gambar 2.5, maka dapat dilihat
bahwa pada proses pendinginan sangat lambat terjadi perubahan – perubah-
an pada struktur kristal dan struktur mikro yang bergantung pada komposisi
kimia. Fasa yang terbentuk pada diagram Fe-Fe3C yaitu:
1. Ferit (α)
Ferit merupakan larutan padat karbon dalam (Fe) BCC dengan kandung-
an karbon maksimum 0,025%C pada temperatur 727°C, dan akan berubah
fasa menjadi austenit pada suhu 912°C, bentuk stabil Fe pada temperatur
kamar, bersifat magnetik di bawah 400°C. Pada temperatur kamar, kan-
dungan karbonnya 0,008%C. Sifat ferit adalah struktur paling lunak pada
diagram Fe-Fe3C(nilai kekerasannya : Fe3C > Perlit > γ > α), keuletan
tinggi dan ketahanan korosi medium, Kekerasan < 90 HRB.
2. Sementit (Fe3C)
Sementit sering disebut dengan istilah karbida besi. Sementit merupakan
senyawa logam yang mempunyai kekerasan tertinggi dibandingkan fasa-
fasanya yang terjadi pada baja. Sementit mengandung kadar karbon
6,67%C dengan struktur kristal orthorhombic (struktur kristal yang dida-
sarkan pada tiga sumbu yang tidak sama semua pada sudut kanan satu
sama lain). Sifat sementit memiliki sifat paling keras (nilai kekerasannya :
Fe3C > Perlit > γ > α), paling getas, metastabil (tetap sebagai senyawa
pada temperatur kamar), dan berubah fasa secara sangat lambat dalam
beberapa tahun menjadi ferit (α) dan C (graphite/ grafit) pada tempe-
rature 650°C - 700 °C.
3. Austenit (γ)
Austenit merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi yang
mempunyai sel satuan BCC (kubus berpusat badan/ body centered cubic)
dengan sifat yang lunak tapi ulet. Sifat austenit antara lain bersifat non
magnetik, tidak stabil dibawah temperatur eutektoid (727°C) kecuali
didinginkan cepat, kelarutan maksimum C dalam Fe FCC 1,7%C , akan
berubah fasa menjadi fasa δ pada 1394°C, ketangguhan baik sekali, keta-
hanan korosi yang paling baik, non hardened heat treatment, mudah
dibentuk, paling banyak dipakai dalam industri.

14
Material Teknik

4. Perlit (α+Fe3C)
Perlit terdiri dari 2 fasa yaitu ferit (α) dan sementit (Fe3C). Kedua fasa ini
tersusun dari bentuk yang halus. Perlit hanya dapat terjadi di bawah
727°C. Sifatnya kuat, tahan terhadap korosi, memiliki kandungan karbon-
nya 0,83%C.
5. Ladeberit (γ + Fe3C )
Ladeberit merupakan campuran antara besi gamma dengan sementit
dengan kandungan karbonnya 4,3%C. Sifatnya halus dan getas karena
sementit yang banyak.
6. Besi delta (δ)
Besi delta merupakan fasa yang berada antara temperatur 1400°C–1538°C
dan mempunyai sel satuan BCC dengan kadar karbon yang larut sampai
0,1%C. Sifat besi delta yaitu stabil hanya pada temperatur tinggi (di atas
1493°C), strukturnya sama seperti ferit (α), dan mencair pada suhu
1538°C.

2.5 Uji Kompetensi


1. Jelaskan yang dimaksud dengan digram fasa !
2. Jelaskan yang dimaksud dengan fasa biner kemudian berikanlah
contoh hasil reaksinya !
3. Jelaskan keuntungan diagram fasa !
4. Paduan 99,2%Fe-0,8%C dengan pendinginan lambat seperti pada
gambar diagram fasa Fe-Fe3C. Tentukanlah :

15
Material Teknik

a). Fraksi tiap fasa dan sketsa struktur mikro untuk tiap-tiap temperatur
(dari T1-T5) !
b). Jika austenit 25 kg yang terbentuk, maka berapakah ferit (α) dan
cementit (Fe3C) yang akan terbentuk?

16
Material Teknik

BAB

3 SIFAT-SIFAT
MATERIAL TEKNIK

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengkaji sifat-sifat material teknik

Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan sifat-sifat material
teknik

Materi Pokok
Sifat-sifat material teknik

17
Material Teknik

3.1 Klasifikasi Sifat Bahan Teknik


Penggunaan bahan teknik dengan tepat, maka harus dikenali dengan
baik sifat-sifat bahan teknik yang mungkin akan dipilih untuk dipergunakan.
Sifat-sifat ini tentunya sangat banyak macamnya, karena sifat ini dapat ditin-
jau dari berbagai segi/bidang keilmuan, misalnya ditinjau dari Ilmu Kimia
akan diperoleh sekelotnpok sifat-sifat kimia, demikian juga bila ditinjau dari
segi fisika dan sebagainya. Tentunya tidak semua sifat tersebut di atas perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan bahan untuk suatu keperluan. Dalam
dunia Teknik Mesin biasanya sifat mekanik memegang peranan sangat pen-
ting, di samping beberapa sifat kimia (terutama sifat tahan korosi), sifat ther-
mal dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam
dunia teknik, dan akan dibahas tersendiri. Berdasarkan kelompok sifat fisik,
density (berat jenis) kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Strukturmikro
biasanya perlu dipelajari secara khusus, karena strukturmikro berkaitan erat
dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat tahan korosi dll. Untuk
komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal menjadi
penting. Panas jenis (specific heat), thermal conductivity dan thermal ex-
pansion sering kali harus diperhitungkan.

3.2 Sifat-sifat Mekanik Bahan Teknik


Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (tentunya juga
komponen yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban/ gaya/
energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tsb. Seringkali
bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada
sifat yang lain maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut
dengan berbagai cara. Misalnya saja baja, baja mempunyai sifat mekanik yang
cukup baik (memenuhi syarat untuk suatu pemakaian) tetapi mempunyai
sifat tahan korosi yang kurang baik, maka seringkali sifat tahan korosinya ini
diperbaiki dengan pengecatan atau galvanising dan lainnya, jadi tidak harus
mencari bahan lain yang selain kuat juga tahan korosi. Beberapa sifat mekanik
yang penting antara lain :
1. Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima te-
gangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada bebe-
rapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan

18
Material Teknik

tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan kekuatan torsi dan kekuatan leng-
kung.
2. Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan un-
tuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau pene-
trasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance). Kekerasan
juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
3. Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen
setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu benda mengalami tegangan maka
akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak
melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi hanya
bersifat sementara, perubahan bentuk itu akan hilang bersama dengan hi-
langnya tegangan, tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui batas
tersebut maka sebagian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun
tegangan telah dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak
perubahan bentuk elastis yang dapat terjadi sebelum perubahan bentuk
yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan ke-
mampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah
menerima beban yang menimbulkan deformasi.
4. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan menerima tegangan
atau beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi)
atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting dari pada
kekuatan.
5. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastik (yang permanen) tanpa mengakibatkan fatah.
Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai
proses pembenlukan seperti forging, rolling, extruding dan lainya. Sifat ini
sering juga disebut sebagai keuletan (ductility). Bahan yang mampu
mengalami deformasi plastik cukup banyak dikatakan sebagai bahan yang
mempunyai keuletan tinggi, bahan yang ulet (ductile). Sedang bahan yang
tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastik dikatakan sebagai bahan
yang mempunyai keuletan rendah atau getas (brittle).
6. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menye-
rap energi tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan

19
Material Teknik

sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan


suatu benda kerja pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, sehingga sifat ini sulit diukur.
7. Kelelahan (fatique) merupakan kecenderungan pada logam untuk patah
bila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya ma-
sih jauh di bawah batas kekuatan elastiknya. Sebagian besar dari kerusakan
yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya
kelelahan merupakan sifat yang sangat penting, tetapi sifat ini juga sulit
diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.
8. Merangkak (creep) merupakan kecenderungan suatu logam untuk meng-
alami deformasi plastik yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat
bahan tadi menerima beban yang besarnya relatif tetap.

Berbagai sifat mekanik di atas juga dapat dibedakan menurut cara pem-
bebanannya, yaitu sifat mekanik statis, sifat terhadap beban statik, yang besar-
nya tetap atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat me-
kanik terhadap beban yang berubah-ubah atau mengejut. Ini perlu dibedakan
karena tingkah laku bahan mungkin berbeda terhadap cara pembebanan yang
berbeda.

3.3 Pengujian Sifat Mekanik


Untuk mengetahui sifat bahan/logam perlu dilakukan pengujian.
Pengujian biasanya dilakukan terhadap sampleuji bahan yang dipersiapkan
menjadi spesimen atau batang uji (test piece) dengan bentuk dan ukuran yang
standar. Demikian juga prosedur pengujian harus dilakukan dengan cara-cara
yang standar (mengikuti suatu standar tertentu), baru kemudian dari hasil
pengukuran pada pengujian diambil kesimpulan mengenai sifat mekanik
yang diuji.
Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan akan
dapat diperoleh bila pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau
keseluruhan konstruksi dengan bentuk dan ukuran sebenarnya (full-scale)
dan pengujian dilakukan dengan pembebanan yang mendekati keadaan yang
sebenarnya. Tetapi cara ini terlalu mahal, tidak praktis dan bahkan kadang-
kadang sulit dianalisis.
20
Material Teknik

Beberapa pengujian mekanik yang banyak diiakukan adalah pengujian


tarik (tensile test), pengujian kekerasan (hardness test), pengujian pukul-takik
(impact test), kadang-kadang juga pengujian kelelahan (fatigue test), creep
test, bending test, compression test dan beberapa fabrication test.

3.3.1 Pengujian tarik (tensile test)


Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen/batang uji yang
standar. Bahan yang akan diuji tarik, mawal dibuat menjadi batang uji
dengan bentuk sesuai dengan suatu standar uji. Salah satu bentuk batang uji
dapat dilihat pada gambar 3.1. Pada bagian tengah dari batang uji (pada
bagian yang paralel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang
uniform, dan pada bagian ini disebut panjang ukur (gauge length), yaitu ba-
gian yang dianggap menerima pembebanan, bagian ini yang selalu diukur
panjangnya selama proses pengujian. Batang uji ini dipasang pada mesin
tarik, dijepit dengan pencekam dan di tarik pada ujung-ujungnya ke arah
memanjang secara perlahan, pada penarikan setiap saat dicatat/tercatat
dengan grafik yang tersedia pada uji tarik, besarnya gaya tarik yang bekerja
dan besarnya pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat dari gaya tarik
tersebut. Penarikan berlangsung sampai batang uji putus.

Gambar 3.1 Bentuk batang uji tarik

21
Material Teknik

Gambar 3.2 Grafik beban (gaya tarik) terhadap pertambahan panjang (grafik
P-ΔL)

Data diperoleh dari mesin tarik biasanya dinyatakan dengan grafik be-
ban dan pertambahan panjang (grafik P-ΔL). Grafik ini masih belum banyak
digunakannya karena hanya menggambarkan kemampuan batang uji (bukan
kemampuan tarik) untuk menerima beban/gaya. Untuk dapat digunakan
menggambarkan sifat ini secara umum, maka grafik P - ΔL harus dijadikan
diagram tegangan - regangan (stress - strain), disebut juga suatu diagram σ -
ε , kadang-kadang juga disebut diagram tarik. Pada saat batang uji menerima
beban sebesar P maka batang uji (yaitu mg uji) akan bertambah panjang
sebesar ΔL mm, saat itu pada batang uji bekerja tegangan yang besarnya
sesuai persamaan 3.1.
σ = P/Ao (3.1)
dimana Ao = luas penampang batang uji mula-mula.
Pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya sesuai persama-
an 3.2.
ε = ΔL/Lo = (L - Lo/Lo) x 100% (3.2)
dimana Lo = panjang "panjang uji" mula-mula L = panjang "panjang uji" saat
menerima beban.

22
Material Teknik

Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm2, kg/cm2, psi (pound square inch)
atau MPa (Mega Pascal = 106 N/m2). Regangan dapat dinyatakan dengan
persentase pertambahan panjang, satuannya adalah persen (%) atau mm/mm.

Gambar 3.3 Mekanisme tegangan plastis


Berdasarkan gambar 3.3 tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik
berupa garis lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai
akibat tegangan yang kecil tersebut berbanding lurus dengan besarnya te-
gangan yang bekerja (Hukum Hooke). Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu
batas kesebandingan atau proportionality limit. Jadi bila pengujian tarik
dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan, mula-mula akan
terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan pertambahan gaya yang
bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P
(proportionality limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai
akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban
yang sama akan menghasiikan pertambahan panjang yang lebih besar. Bah-
kan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada penam-
bahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Dikatakan
batang uji mengalami luluh (yield). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa
saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertam-
bahan panjang (tidak lagi proportional). Kenaikan beban ini akan berlangsung
terus sampai maksimum, dan logam yang ulet (seperti halnya baja karbon
rendah) sesudah itu beban tarik akan menurun lagi (tetapi pertambahan
panjang terus berlangsung) dan akhirnya batang uji putus. Pada saat beban
tercapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang setempat
(local necking), dan pertambahan panjang akan terjadi hanya di sekitar
necking tsb. Peristiwa seperti ini yang terjadi pada logam ulet, sedang pada

23
Material Teknik

logam-logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus
pada saat beban maksimum.

Bila pengujian dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda yaitu beban di-
tambahkan perlahan-Iahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturun-
kan sampai nol, dinaikkan lagi sampai di atas harga tertinggi yang sebelum-
nya, dan diturunkan lagi sampai nol, demikian terus berulang-ulang, maka
akan terjadi bahwa pada beban yang kecil disamping berlaku Hukum Hook
juga logam mangalami elastik, pada saat menerirna beban akan bertambah
panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan hilang,
batang uji kembali ke bentuk ukuran semula. Keadaan ini berlangsung sampai
batas elastis (elastic limit, titik E). Jadi untuk beban rendah, pertambahan
panjang mengikuti garis OP gambar 3.3. Bila beban melebihi batas elastis,
maka bila beban dihilangkan pertambahan panjang tidak seluruhnya hilang,
masih ada terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau pertambahan
panjang yang plastis. Besarnya pertambahan panjang (%) plastis ini dapat
dicari dengan menarik garis sejajar dengan garis pertamabahan panjang elas-
tis garis OP dari titik yang menunjukkan besarnya beban/tegangan yang be-
kerja. Diagram tegangan - regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu
daerah elastis dan daerah plastis. Yang menjadi batas antara kedua daerah
tersebut seharusnya adalah batas elastis, titik E, tetapi ini tidak praktis karena
mencari titik E cukup sulit, maka yang dianggap sebagai batas antara daerah
elastis dan plastis adalah titik luluh (yield point), Y. Diagram seperti contoh di
atas, dimana yield tampak jelas dan patah terjadi tidak pada beban mak-
simum, sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa logam
yang cukup ulet, seperti baja karbon rendah yang ulet. Pada logam yang lebih
getas yield kurang nampak, bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan
terjadi pada beban maksimum. Keuletan (ductility) menggambarkan kemam-
puan untuk berdeformasi secara plastik tanpa menjadi patah dapat diukur
dengan besarnya regangan plastis yang terjadi setelah batang uji putus.
Keuletan biasanya dinyatakan dengan persentase perpanjangan (percentage
elongation) sesuai persamaan 3.3.
ΔL = (Lf - Lo)/Lo x 100 % (3.3)
dengan Lo = panjang awal, Lf = panjang gauge length setelah putus

24
Material Teknik

Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka


panjang gauge length mula-mula juga harus disebutkan. Jadi, misalnya
dituliskan "persentase perpanjangan 25% pada gauge length 50mm”. Secara
grafik persentase perpanjangan dapat diukur pada diagram yaitu dengan
menarik garis dari titik patah B, sejajar dengan garis elastis hingga memotong
absis D Panjang DC adalah regangan elastis, panjang OD adalah daerah
plastis.

Gambar 3.4 Penentuan tegangan plastis setelah patah


Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas
penampang (percentage reduction in area) sesuai persamaan 3.4.
A = (Ao - Af,)/Ao x 100 % (3.4)
Ao = luas penampang batang uji mula-mula, Af = luas penampang batang uji
pada patahan.
Pada baja dan juga logam-logam lain, keuletan banyak ditentukan oleh
struktur mikro, komposisi kimia dan paduan, perlakuan panas, dan tingkat
deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan kadar karbon akan
menaikkan kekuatan dan kekerasan tetapi akan menurunkan keuletan.
Demikian pula dengan tingkat deformasi dingin, makin tinggi tingkat defor-
masi dingin yang dialami makin tinggi kekuatan dan kekerasan tetapi

25
Material Teknik

keuletan akan makin rendah. Oleha karena itu, sifat keuletan material logam
berbanding terbalik dengan kekuatan material yang ditunjukkan pada gam-
bar 3.5.

Gambar 3.5 Sifat keuletan material logam


Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :
a. keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi
tanpa menjadi patah/retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya
deformasi yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging,
drawing dan lain-lain.
b. kerusakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya
didahului oleh adanya deformasi, sehingga bila dijumpai adanya defor-
masi maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya keru-
sakan lebih lanjut.
c. keuletan dapat digunakan sebagai indikator dari perubahan komposisi
kimia dan kondisi proses pengerjaan.
Ketangguhan (toughness) merupakan kemampuan menyerap energi
tanpa mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang di-
perlukan untuk mematahkan. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus
ketangguhan (modulus of toughness atau toughness index number) yang
dapat didefinisikan sebagai aktivitas energi yang diperlukan untuk mema-
tahkan satu satuan volume suatu bahan. Secara grafik, ini dapat diukur
dengan luasan yang berada di bawah kurva tegangan -regangan dari hasil
pengujian tarik. Beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan
untuk mengukur/ menghitung besarnya modulus ketangguhan UT yaitu:
26
Material Teknik

1. untuk bahan yang ulet (ductile) :


UT = σu .ε atau UT = ε . (σu + σy)/2 (3.5)
2. untuk bahan yang getas (brittle) :
UT = 2/3 σu . εf (3.6)
dimana : UT = modulus ketangguhan (toughness index number), σu = ultimate
tensile strength, σy = yield point/strength, dan εf = regangan total pada saat
putus.
Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai, kait
kran dan lain-lain sering kali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga di
atas yield pointnya, untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ke-
tangguhan cukup tinggi.
Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak
dipergunakan, akan tetapi sebenarnya sulit ditetapkan seberapa besar sebe-
narnya ketangguhan yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, juga sulit un-
tuk mengukur seberapa besar sebenarnya ketangguhan suatu barang jadi
yang terbuat dari bahan tertentu, karena banyak hal yang mempengaruhi ke-
tangguhan. Beberapa hal yang mempengaruhi ketangguhan antara lain
adanya cacat, bentuk dan ukuran benda, kondisi pembebanan/strain rate,
temperatur dan parameternlain yang sulit diukur.
Berdasarkan uraian tentang sifat mekanik dapat dianalisis bahwa ke-
tangguhan ditentukan oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini
biasanya berjalan bertentangan, artinya bila kekuatan naik maka keuletan
menurun. Ini dapat dilihat dengan membandingkan baja karbon rendah (yang
kekuatannya rendah tetapi keuletannya tinggi), baja karbon menengah
(dengan kekuatan yang lebih tinggi tetapi keuletannya lebih rendah) dan baja
karbon tinggi (yang kekuatannya sangat tinggi tetapi juga sangat getas). Ber-
dasarkan enjelasn tersebut, maka tampak bahwa ketangguhan paling tinggi
akan diperoleh pada baja karbon menengah sesuai gambar 3.6.

27
Material Teknik

Gambar 3.6 Daerah ketangguhan


Diagram Tegangan - Regangan Nominal dan Sebenarnya
Diagram tegangan - regangan seperti yang dibicarakan di depan disebut
diagram tegangan - regangan nominal karena perhitungan tegangan dan re-
gangan tersebut berdasarkan panjang uji dan luas penampang mula-mula,
padahal setiap saat selalu terjadi perubahan sebagai akibat penarikan yang
sedang berlangsung. Dengan demikian, seharusnya tegangan dan regangan
dihitung berdasarkan luas penampang dan panjang uji pada sesaat itu (bukan
yang mula-mula). Berdasarkan hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram
tegangan - regangan nominal (kadang-kadang disebut juga diagram tegangan
– regangan konvensional) kurang akurat. Namun demikian untuk keperluan
teknik (engineering) pada umumnya dianggap sudah memadai, karenanya
dinamakan juga diagram tegangan - regangan teknik (engineering). Jika digu-
nakan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perhitungan pada proses
pembentukan (rolling, forging, dll.) serta untuk perhitungan yang lebih men-
detail memerlukan ketelitian yang lebih tinggi, maka diperlukan tegangan -
regangan sebenarnya. Kedua hubungan di atas hanya berlaku hingga saat
terjadinya necking, di luar itu maka tegangan dan regangan sebenarnya harus
dihitung berdasarkan pengukuran nyata pada batang uji, beban dan luas pe-
nampang setiap saat. Diagram tegangan-regangan nominal dan sebenarnya
ditunjukkan gambar 3.7.

28
Material Teknik

Gambar 3.7 Diagram tegangan–regangan nominal/teknik dan diagram


tegangan-regangan sebenarnya
3.3.2 Pengujian kekerasan
Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan
secara tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri-
sendiri yang sesuai dengan persepsi dan keperluannya. Oleh karena itu, cara
pengujian kekerasan ada bermacam-macam tergantung konsep yang dianut.
Dalam engineering khususnya yang berkaitan dengan logam, kekerasan
sering dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan indentasi/penetra-
si/abrasi. Beberapa cara pengujian kekerasan yang terstandar yang digunakan
untuk menguji kekerasan logam dengan pengujian Brinell, Rockwell, Vickers
dll.

a. Pengujian Kekerasan Brinell


Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang
paling banyak digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja
yang dikeraskan sebagai indentor. Indentor ini ditusukkan ke permukaan
logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu selama waktu tertentu pula
(antara 10 sampai 30 detik). Akibat penusukan / indentasi ini, maka pada

29
Material Teknik

permukaan logam tsb akan terjadi tapak tekan yang berbentuk tembereng
bola. Kekerasan Brinell dihitung dengan persamaan 3.7.
BHN = gaya tekan/luas tapak tekan
BHN = P/((πD/2).(D- √(D2-d2))) (3.7)
dimana : BHN= Brinell hardness number, P = gaya tekan (kgf, pada nilai
kekerasan seringnya ditulis dengan satuan kg), D = diameter bola indentor
(mm), d = diameter tapak tekan (mm).
Biasanya, pada pengujian kekerasan Brinell yang standar digunakan
bola baja yang dikeraskan berdiameter 10 µm, gaya tekan 3000 kg (untuk
pengujian kekerasan baja), atau 1000 kg atau 500 kg (untuk logam non
ferrous, yang lebih lunak dengan lama penekanan 10 - 15 detik). Pada ka-
sus tertentu, mengingat kekerasan bahan uji dan juga tebal bahan uji (su-
paya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal) boleh
digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan
selalu dipenuhi persyaratan P/D2 = konstan. Dengan memenuhi persyarat-
an tersebut maka hasil pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji
dengan gaya tekan/diameter bola indentor yang berbeda. Harga konstanta
ini untuk baja adalah 30, untuk tembaga/paduan tembaga 10 dan
aluminium/paduan aluminium 5. Pengujian kekerasan Brinell ditunjukkan
oleh gambar 3.8.

Gambar 3.8 Pengujian kekerasan Brinell


Pada kasus tertentu, misalnya untuk pengujian logam yang sangat keras
(di atas 500 BHN) bahan indentor dari bahan yang dikeraskan tidak cukup

30
Material Teknik

baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai terdeformasi, maka


digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur sampai
kekerasan sekitar 650 BHN.

b. Pengujian Kekerasan Rockwell


Pada pengujian kekerasan menggunakan metode Rockwell, pengukuran
langsung dilakukan oleh mesin dan mesin langsung menunjukkan angka
kekerasan dari bahan yang diuji. Metode ini lebih cepat dan akurat. Pada
pengujian Rockwell yang normal, mula-mula permukaan logam yang diuji
ditekan oleh indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal (minor load
Po), sehingga ujung indentor menembus permukaan sedalam ht (lihat gam-
bar 3.9). Setelah itu penekanan diteruskan dengan mernberikan beban uta-
ma (major load P) selama beberapa saat, kemudian beban utama dilepas,
hanya tinggal beban awal, saat ini kedalaman penetrasi ujung indentor
adalah ht :
✓ ht : o – o posisi belum indentasi
✓ ht : 1– 1 posisi pada saat baban awal P'
✓ ht : 2 – 2 penetrasi pada saat beban penuh (P'+P)
✓ ht : 3 – 3 penetrasi setelah baban utama dilapas (P')

Gambar 3.9 Kedalaman penetrasi ujung indentor (ht)


Angka kekerasan Rockwell sesuai persamaan 3.8.
HR= E - e (3.8)
dengan HR : nilai kekerasan Rockwell (HR), E : jarak antara penekan saat
diberi beban minor dengan garis acuan nol (zero reference line) untuk tiap

31
Material Teknik

jenis penekan, e = perbedaan kedalaman penembusan pada permukaan


material uji sebelum dan sesudah penambahan beban utama dan beban
awal.
Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi
ini. Pengukuran kekerasan Rockwell dengan mengukur kedalaman pe-
netrasi, dan juga panjang langkah gerakan indentor. Pengukuran dapat
dilakukan dengan menggunakan dial indikator dengan sedikit modifikasi
yaitu piringan penunjuknya yang menunjukkan skala kekerasan Rockwell.
Metode pengujian Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung
pada kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan.
Skala kekerasan Rockwell dan jenis indentor serta besar beban utama dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Skala kekerasan Rockwell dan jenis indentor serta besar
beban utama

Pengujian kekerasan logam biasanya menggunakan skala B atau skala C


dan angka kekerasanya dinyatakan dengan RB dan Rc. Untuk skala B harus
digunakan indentor berupa bola baja berdiameter 1/16" dan beban utama
100 kg. Kekerasan yang dapat diukur dengan Rockwell B sampai 100 RB,
bila pada suatu pengukuran diperoleh angka di atas 100 maka pengukuran
harus diulangi dengan menggunakan skala lain. Kekerasan yang diukur
32
Material Teknik

dengan skala B ini relatif tidak begitu tinggi, untuk mengukur kekerasan
logam yang keras digunakan Rockwell C (sampai angka kekerasan 70 Rc)
atau Rockwell A (untuk yang sangat keras). Di samping metode Rockwell
yang normal/umum, ada juga pengujian kekerasan yang disebut super-
ficial Rockwell dengan menggunakan beban awal 3 kg, indentor kerucut
intan (diamond cone, brale) dan beban utama 15 kg, 30 kg atau 45 kg.
Superficial Rockwell digunakan untuk specimen yang tipis.

c. Pengujian kekerasan Vickers


Prinsip dasar pengujian Vickers sama dengan pengujian Brinell, hanya
saja disini digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur
sangkar dan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan 136°. Tapak
tekannya tentu akan berbentuk bujur sangkar dan yang diukur adalah
panjang kedua diagonal injakannya lalu diambil rata-ratanya. Metode uji
kekerasan Vickers sesuai gambar 3.10.

Gambar 3.10. Metode uji kekerasan Vickers


Angka kekerasan Vickers dihitung dengan persamaan 3.9.
VHN = {2P.Sin (a/2)}/d2
VHN=1,854 . (P/d2) (3.9)
dimana : VHN= Vickers hardness number, P = gaya tekan (kgf), d =
diagonal injakan rata-rata (mm), a = sudut indentor(136o).
Hasil pengujian kekerasan Vickers tidak tergantung pada besarnya gaya te-
kan (tidak seperti pada Brinell), dengan gaya tekan yang berbeda akan
33
Material Teknik

ditunjukkan hasil yang sama untuk bahan yang sama. Dengan demikian,
metode pengujian kekerasan Vickers dapat untuk mengukur kekerasan
bahan mulai dari yang sangat lunak (5 VHN) sampai yang amat keras
(1500 VHN) tanpa perlu mengganti gaya tekan. Besarnya gaya akan yang
digunakan dapat dipilih antara 1 kg sampai dengan 120 kg, tergantung
dari kekerasan/ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan
(diagonal injakan) yang mudah diukur dan tidak ada anvil effect (pada
benda yang tipis).

c. Kekerasan Meyer
Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti
Brinell, yang menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya
tidak dihitung dengan luas permukaan tapak tekan tetapi dihitung dengan
luas proyeksi tapak tekan. Angka kekerasan Mayer sesuai persamaan 3.10.
MHN = 4P/(πd2) 3.10
dimana : MHN= Meyer hardness number, P = gaya tekan (kgf), d =
diameter tapak tekan (mm)
Dengan cara ini, hasil pengukuran tidak lagi terpengaruh oleh besarnya
beban yang digunakan untuk menekan indentor (tidak seperti Brinell).
Pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Meyer jarang diguna-
kan.

d. Microhardness test
Pengujian tidak hanya untuk benda yang berukuran besar, namun se-
ringkali pengukuran kekerasan pada daerah yang sangat kecil (misalnya
pada salah satu struktur mikro logam) atau pada lapisan yang sangat tipis
(misalnya pada lapisan elektroplating). Oleh karena itu, pengujian dilaku-
kan dengan gaya tekan yang sangat kecil, di bawah 1000 gram, mengguna-
kan mesin yang dikombinasi dengan mikroskop. Metode uji yang biasa
digunakan adalah mikro Vickers atau Knoop.
Metode uji kekerasan mikro Vickers, indentor yang digunakan juga
sama seperti pada Vickers biasa, juga cara perhitungan angka kekerasan-
nya. Gaya tekan uji kekerasan mikro Vickers yang digunakan kecil sekali

34
Material Teknik

yaitu antara 1 gram sampai 1000 gram dan panjang diagonal indentasi
diukur dalam mikron.
Pada metode uji kekerasan mikro Vickers / Knoop microhardness test,
digunakan indentor piramida intan dengan alas berbentuk belah ketupat
dan perbandingan panjang diagonalnya 1 : 7.

Gambar 3.11 Uji kekerasan mikro Vickers / Knoop microhardness test


Angka kekerasan Knoop sesuai persamaan 3.11.
HK = 14,229 P/l2 (3.11)
dimana : HK= Hardness Knoop, P = gaya tekan, l = panjang diagonal tapak
tekan yang panjang (mikron)
Mengingat bentuk indentor Knoop yang akan menghasilkan indentasi
yang sangat dangkal (dibandingkan dengan Vickers), maka metode ini
sangat cocok untuk pengujian kekerasan pada lapisan yang sangat tipis
dan/atau getas.

Konversi Angka Kekerasan


Konversi satuan diperlukan untuk hal praktis. Ternyala hal ini tidak
mudah karena adanya perbedaan pada prinsip kerja dari masing-masing
35
Material Teknik

metode pengujian kekerasan. Oleh karena itu, hubungan konversi ini hanya
bersifat hubungan empiric, dan hubungan konversi inipun hanya berlaku
untuk satu jenis logam tertentu saja, sehingga masing-masing logam memiliki
hubungan konversi sendiri-sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak
dibuat adalah hubungan konversi antara Brinell (BHN), Rockwell dan Vickers
(VHN) untuk baja seperti tertera pada Tabel 3.2 .
Tabel 3.2 Konversi Angka kekerasan Brinel, Rockwell, dan Vickers untuk
Kekerasan Baja

Brinell
Rockwell Rockwell Vickers
Hardness N/mm²
BHN HRC HRB VHN

800 72
780 71

760 70
752 69

745 68

746 67
735 66
711 65

695 64
681 63
658 62

642 61

627 60
613 59

601 58 746

592 57 727
572 56 694

36
Material Teknik

552 55 649

534 54 120 589

513 53 119 567

504 52 118 549

486 51 118 531

469 50 117 505


468 49 117 497
456 48 116 490 1569

445 47 115 474 1520

430 46 115 458 1471

419 45 114 448 1447


415 44 114 438 1422
402 43 114 424 1390
388 42 113 406 1363

375 41 112 393 1314

373 40 111 388 1265

360 39 111 376 1236

348 38 110 361 1187


341 37 109 351 1157
331 36 109 342 1118
322 35 108 332 1089

314 34 108 320 1049

308 33 107 311 1035


300 32 107 303 1020

290 31 106 292 990

277 30 105 285 971


271 29 104 277 941

37
Material Teknik

264 28 103 271 892

262 27 103 262 880

255 26 102 258 870

250 25 101 255 853

245 24 100 252 838

240 23 100 247 824


233 22 99 241 794
229 21 98 235 775

223 20 97 227 755

216 19 96 222 716

212 18 95 218 706


208 17 95 210 696
203 16 94 201 680
199 15 93 199 667

191 14 92 197 657

190 13 92 186 648

186 12 91 184 637

183 11 90 183 617


180 10 89 180 608
175 9 88 178 685
170 7 87 175 559

167 6 86 172 555

166 5 86 168 549


163 4 85 162 539

160 3 84 160 535

156 2 83 158 530


154 1 82 152 515

38
Material Teknik

149 81 149 500

147 80 147 490

143 79 146 482

141 78 144 481

139 77 142 480

137 76 140 475


135 75 137 467
131 74 134 461

127 72 129 451

121 70 127 431

116 68 124 422


114 67 121 412
111 66 118 402
107 64 115 382

105 62 112 378

103 61 108 373

95 56 104

90 52 95
81 41 85
76 37 80
Brinell Rockwell Rockwell Vickers
N/mm²
BHN HRC HRB VHN

Diamond
3000kg 150kg 100kg Tensile
Pyramid
strength
10mm (Approx)
Brale 1/16″ Ball 120kg
Ball

39
Material Teknik

3.3.3 Pengujian impak (impact test)


Selama perang dunia banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (ka-
pal, jembatan, tanki, pipa dan Iain-Iain) yang menampakkan pola patah getas,
padahal konstruksi tersebut terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup
ulet seperti baja lunak. Ternyata ada tiga faktor utama yang menyebabkan
kecenderungan terjadinya patah getas yaitu (1) tegangan yang triaxial, (2)
tempetatur rendah, dan (3) laju peregangan (strain rate) yang tinggi (kecepat-
an pembebanan tinggi). Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada takikan.
Salah satu cara menguji kecenderungan terjadinya patahan getas yang sering
digunakan adalah impact test (pengujian tumbukan). Pada pengujian ini
digunakan batang uji yang bertakik (notch) yang ditumbuk dengan sebuah
bandul. Metode pengujian impak yang dapat digunakan yaitu metode impak
Charpy (dipakai di Amerika dan negara-negara lain) dan metode impak Izod
yang digunakan di Inggris. Pada metode uji impak Izod, batang uji dijepit
pada salah satu ujungnya sehingga takikan berada didekat penjepitnya sesuai
gambar 3.12. Bandul/penumbuk yang diayunkan dari ketinggian tertentu
akan menumbuk ujung yang lainnya.

Gambar 3.12. Skema uji impak Izod dan alat uji impak Izod
Besarnya energi terserap pada pengujian impak izot dapat dihitung
dengan persamaan 3.12 (Manual book of Gotech-Izot Impact).
     
E serap  WR cos   cos    cos  ' cos   
     ' 
(3.12)
40
Material Teknik

Besarnya harga impak/ketangguhan impak/impact toughness Izod dapat


dihitung dengan persamaan 3.13.
HI= Eserap / A
(3.13)
dengan HI = harga impak, A = luas penampang benda uji

Pada metode uji impak Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan
ujung-ujungnya ditahan ke arah mendatar oleh penahan yang berjarak 40
mm. Bandul berayun akan memukul batang uji tepat di belakang takikan.
Untuk pengujian ini batang dapat berayun dengan bebas. Pada ujung batang
dipasang penumbuk yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan di bagian
bawah alat uji impak Charpy dan batang takikan tepat berada pada bidang
lintasan pemukul.
Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian ter-
tentu h. Pada posisi ini, pemukul memiliki energi potensial sebesar Ep =
m.g.h1. Pemukul kemudian dilepaskan dan berayun bebas, memukul batang
uji hingga patah, dan pemukul masih terus berayun sampai ketinggian h2.
Pada posisi ini sisa energi potensial adalah Em = m.g.h2. Selisih antara energi
awal dengan energi akhir adalah energi yang digunakan untuk mematahkan
batang uji. Mekanisme uji impak charpy ditunjukkan gambar 3.13.

Gambar 3.13 Skema uji impak Charpy dan alat uji impak Charpy
Rumusan yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang ter-
serap pada pengujian impak charpy dengan persamaan 3.14.
Eserap = Ep - Em
Eserap = m.g.h1 - m.g.h2
41
Material Teknik

Eserap = m.g.(h1-h2)
Eserap = m.g.(R(1-cos α)-R(1-cos β))
Eserap = m.g.R (Cos β - Cos α)
Eserap = W.R (Cos β - Cos α) (3.14)

dimana Eserap = energi serap (J), Ep= energi potensial (J), Em= energi mekanik (J),
m=Massa pendulum (kg), h1= ketinggian awal pendulum tanpa benda uji (m),
h2=ketinggian pendulum setelah mengenai benda uji (m), W = berat pendulum
(N), R = panjang lengan pendulum (m),  = sudut pantul pendulum (0), dan 
= sudut ayun pendulum(0).

Besarnya harga impak/ ketangguhan impak/ impact toughness Charpy


dapat dihitung dengan persamaan 3.15.
HI= Eserap/ A
(3.15)
dengan HI = harga impak, A = luas penampang benda uji
Energi serap merupakan ketahanan batang uji terhadap pukulan (im-
pact) yang dinyatakan dengan banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan batang uji dengan satuan kg.m atau ft.lb atau joule. Ketangguh-
an impak/impact toughness merupakan besarnya energy serap dibagi luas
penampang pada batang uji yang bertakik, notch toughness. Logam yang
getas akan memperlihatkan ketangguhan impak yang rendah. Hasil peng-
ukuran dengan impact test ini masih tidak dapat digunakan untuk keperluan
perhitungan suatu desain. Hasil uji impak hanya dapat digunakan untuk
membandingkan sifat suatu bahan dengan bahan lain, apakah suatu bahan
mempunyai sifat ketangguhan yang lebih baik daripada bahan lain. Hal ini
disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi ketangguhan impak
yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi pengujian dengan kondisi
pemakaian. Misalnya saja pada pengujian dengan kecepatan pembebanan
konstan, pada pemakaian kecepatan pembebanan dapat bervariasi. Demikian
juga halnya dengan traxial state of stress yang dipengaruhi oleh bentuk dan
ukuran takikan. Bentuk dan ukuran benda kerja, tentunya sernua ini akan
menyebabkan ketangguhan impak yang berbeda. Oleh karena itu, untuk

42
Material Teknik

pengujian impak ini, baik bentuk dan ukuran batang uji maupun bentuk dan
ukuran takikan harus benar-benar sama.
Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10x10 mm
dengan bentuk takikan V (V-notched) atau U (U-notched, atau key hole). V-
notched biasanya digunakan untuk logam yang dianggap ulet sedang U-
notched biasanya digunakan untuk logam yang getas. Bentuk takikan V (V-
notched) atau U (U-notched, atau key hole) sesuai gambar 3.14.

Gambar 3.14 Bentuk takikan V (V-notched) atau U (U-notched, atau key hole)

3.3.4 Kelelahan (fatigue)


Logam yang menerima tegangan secara berulang-ulang akan dapat
rusak/patah pada tingkat tegangan yang jauh lebih rendah daripada tegangan
yang diperlukan untuk mematahkannya dengan sekali pembebanan statik,
bahkan dapat patah pada tegangan di bawah kekuatan elastiknya (di bawah
yield point/strength). Kerusakan semacam itu dikatakan rusak karena
kelelahan (fatigue). Sebagian besar kerusakan yang terjadi pada komponen
43
Material Teknik

mesin disebabkan oleh kelelahan atau setidaknya faktor kelelahan ikut


menyebabkan kerusakan itu. Kerusakan karena kelelahan (fatigue failure)
dapat terjadi karena merambatnya retak/cacat secara perlahan/bertahap.
Retak ini dapat dimulai dari retak/cacat yang sangat kecil kemudian retak
menjalar setiap kali ujung retakan menerima tegangan. Tegangan yang
bekerja pada kegagalan ini rata-rata masih jauh dibawah batas kekuatan
bahan, tetapi pada daerah di sekitar ujung retak/cacat tegangan mungkin
sudah melampaui batas kekuatannya, sehingga retak dapat merambat. Setiap
terjadi tegangan maka retak akan merambat, sehingga bahan tidak mampu
menerima gaya yang bekerja yang mengakibatkan patah. Patahan pada
kegagalan ini seperti tanpa ada tanda-tanda akan patah. Oleh karena itu,
fatigue failure seringkali berbahaya. Permukaan patahan akibat kelelahan
biasanya dapat dibedakan dari patahan akibat overloaded. Pada permukaan
patahan akibat kelelahan biasanya terdiri dari dua daerah, daerah yang me-
nampakkan adanya garis-garis halus yang menunjukan tahapan perambatan
retak (biasanya daerah ini lebih halus, karena di sinilah terjadi retak dan
permukaan ini selalu bergesekan satu sama lain), dan daerah lain yang
tampak lebih kasar (sisa penampang yang patah pada saat terakhir karena
tidak lagi mampu menahan beban). Bentuk permukaan patahan akibat kele-
lahan banyak tergantung pada cara pembebanan yang bekerja dan konsen-
trasi tegangan pada bahan tersebut.

44
Material Teknik

Gambar 3.15 Contoh penampang patah lelah pada logam

Gambar 3.16 Bentuk-bentuk permukaan patah lelah


45
Material Teknik

Jenis pembebanan yang mengakibatkan kelelahan secara teoritik dapat


dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu siklus tegangan bolak-balik (reversed
stress cycle) dan siklus tegangan berfluktuasi (fluctuating stress cycle).
Pada Gambar 3.17 (a) dan (b) dilukiskan kurva tegangan-waktu yang sangat
teratur dalam kenyataan biasanya kurva tersebut tidak beraturan). Reversed
stress cycle lebih mudah menimbulkan kelelahan.

Gambar 3.17 (a) Fluctuating stress cycle, (b) Reversed stress cycle
Cara untuk menguji tingkah laku bahan terhadap beban yang berulang-
ulang (cyclic load) antara lain dengan alternating tensile, reversing flexural
bending, rotating bending dan lain-lain. Sebenarnya pengujian yang hasilnya
akan menunjukkan sifat yang paling mendekati kenyataan adalah pengujian
kelelahan pada benda/komponen bahkan konstruksi sebenarnya dan pembe-
banan diberikan dengan cara yang paling mendekati keadaan kerja dari ben-
da/komponen/konstruksi sebenarnya. Seperti pengujian kelelahan terhadap
rangka pesawat terbang dan beberapa konstruksi lain. Pengujian kelelahan
yang banyak dilakukan adalah pengujian kelelahan dengan rotating bending.
Khusus untuk rotating bending karena juga diputar maka pada setiap tempat
dari batang uji akan mengalami perubahan tegangan dari tegangan tarik ke
tegangan tekan dan sebaliknya, secara berulang-ulang. Pengujian kelelahan
ini menggunakan sejumlah batang uji yang mempunyai bentuk, ukuran, cara
pengerjaan dan surface finish yang sama dan terbuat dari bahan yang sama.
Masing-masing batang uji akan diuji dengan cyclic load yang besarnya
berbeda-beda. Batang uji pertama diberi beban hingga mencapai tegangan
cukup tinggi, dan setelah mengalami sejumlah siklus pembebanan, batang uji
itu patah. Diambil batang uji berikutnya, diberi beban yang lebih rendah,
demikian selanjutnya sampai semua batang uji selesai teruji. Pada saat pengu-
jian, setiap batang uji dicatat besarnya tegangan yang bekerja, dan jumlah
siklus yang dialami sampai saat patah. Berdasarkan data yang dikumpulkan
46
Material Teknik

kemudian dibuat sebuah grafik. Contoh mesin untuk pengujian fatique sesuai
gambar 3.18. Kurva S-N hasil analisis uji fatique sesuai gambar 3.19.

Gambar 3.18. Mesin uji fatique axial, (b) Mesin uji fatique jenis rotating
bending

Gambar 3.19 Tegangan-jumlah siklus atau stress-number of cycle (S–N curve)


Tingkat tegangan yang lebih rendah pada fatigue failure terjadi sesudah
batang uji mengalami cyclic load dengan jumlah siklus yang lebih besar.
Besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya fatigue failure pada suatu
jumlah siklus tertentu dinamakan fatigue strength. Jadi setiap titik pada S-N
curve menunjukkan fatigue strength pada jumlah sikius tertentu. Pada baja
akan dijumpai suatu batas minimum tegangan yang masih dapat mengakibat-
kan terjadinya kelelahan pada tegangan di bawah batas, kelelahan fatigue
failure tidak akan terjadi atau dapat dikatakan kelelahan akan terjadi pada
jumlah siklus tak terhingga. Batas itu dinamakan fatigue limit, yang menyata-
kan besarnya tegangan minimum yang akan mengakibatkan kelelahan atau
47
Material Teknik

dapat juga dikatakan sebagai fatigue strength pada N = tak terhingga. Pada
logam non-ferrous tidak dijumpai fatigue limit. Ada beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap sifat kelelahan, yaitu :
1. Konsentrasi tegangan
Bila pada suatu penampang terdapat distribusi tegangan yang tidak merata
(terjadi konsentrasi tegangan), maka fatigue limit/strength cenderung akan
menurun. Hal ini dikarenakan pada sebagian dari penampang tersebut
akan menerima tegangan yang lebih besar dari harga rata-rata yang
seharusnya terjadi yang mengakibatkan fatigue limit/strength akan turun.
Konsentrasi tegangan dapat terjadi pada komponen mesin dimana terdapat
alur pasak ulir, lubang, fillet, press fit dsb.
2.Ukuran/dimensi
Ukuran benda kerja yang besar cenderung menurunkan fatigue li-
mit/strength.
3. Kondisi permukaan
a. Kekasaran permukaan
Benda kerja yang kasar akan lebih mudah mengalami kelelahan. Hal ini
dapat dipahami dengan mengasumsikan bahwa pada permukaan yang
kasar dianggap sebagai permukaan yang penuh goresan, dan setiap
goresan dianggap konsentrasi tegangan yang berpotensi untuk menjadi
awal keretakan yang akan merambat karena pembebanan berulang. Jadi
untuk memperbaiki ketahanan terhadap kelelahan dapat dilakukan
dengan memperhalus permukaan.
b. Kekuatan permukaan
Pada benda yang menerima beban, maka tegangan yang paling tinggi
akan terjadi di permukaan. Oleh karena itu, retak sering mulai meram-
bat dari permukaan. Benda kerja yang mempunyai kekuatan di permu-
kaan yang lebih tinggi akan memiliki fatigue limit/strength yang lebih
tinggi. Pada permukaan yang memiliki kekuatan tinggi maka terjadinya
retak akan terhambat, sehingga pada tingkat tegangan yang sama umur-
nya akan jauh lebih panjang. Penguatan permukaan dapat dilakukan
dengan proses perlakuan panas, misalnya carburising, cyaniding,
nitriding dan lain-lain.

48
Material Teknik

c. Residual compressive stress


Dengan membiarkan terjadinya tegangan sisa di permukaan (berupa
tegangan tekan) akan menyebabkan naiknya fatigue limit/strength.
Fatigue failure biasanya dimulai dari permukaan yang diakibatkan oleh
tegangan tarik yang bekerja. Bila pada permukaan terdapat tegangan te-
kan maka tegangan tekan akan menyebabkan tegangan tarik yang be-
kerja. Oleh karena itu, perlu dihilangkan terlebih dahulu tegangan tekan
sehingga tegangan tarik yang efektif bekerja akan lebih kecil, dan ke-
mungkinan terjadinya keretakan akan lebih kecil.
d. Korosi
Adanya media yang korosif pada bagian yang menerima cyclic stress
akan menurunkan ketahanan terhadap kelelahan. Terjadinya korosi di
permukaan merupakan crack initiation, yang tentunya akan memper-
mudah terjadinya kelelahan. Di samping itu, perlu diketahui bahwa
adanya tegangan akan mempercepat terjadinya korosi, adanya korosi
akan mempercepat terjadinya kelelahan. Korosi ini sering disebut
corrosion fatigue.

3.3.5 Creep (merangkak)


Pada pembahasan tensile test, telah diketahui bahwa bertambahnya
regangan seiring dengan bertambahnya tegangan, dan regangan plastik akan
terjadi bila tegangan yang bekerja sudah melebihi yield. Pada temperatur
tinggi (temperatur yang lebih tinggi dari setengah titik cair dalam °K), bahan-
bahan seperti logam, keramik, plastik (polimer) akan memperlihatkan plasiti-
sitas yang tergantung pada waktu (time dependant plasticity). Pada tempera-
tur tersebut, regangan akan bertambah dengan bertambahnya waktu (tidak
memerlukan penambahan tegangan) bahkan tidak tergantung apakah te-
gangan itu lebih besar atau lebih kecil dari yield strengthnya. Peristiwa ber-
tambahnya regangan (plastik) dengan bertambahnya waktu dinamakan creep
(merangkak). Creep seringkali harus diperhitungkan dalam proses pemilihan
bahan, terutama untuk material yang bekerja pada temperatur relatif tinggi
dan tegangan tinggi. Tiga tahapan dalam peristiwa creep yaitu : (1). Primary
creep yang terjadi sesaat setelah pembebanan. Pada tahap ini, kenaikan re-
gangan mula-mula cepat, lalu menurun. (2) Pada tahap kedua kenaikan
49
Material Teknik

regangan (laju creep/creep rate) akan konstan, dinamakan steady state creep.
(3) Pada tahap ketiga laju kenaikan regangan berjalan dengan cepat dan
akhirnya bahan tadi akan putus. Dalam peristiwa creep, kondisi tegangan
konstan. Mesin uji creep dan grafik hubungan tegangan terhadap waktu
disajikan pada gambar 3.20.

Gambar 3.20 (a) Mesin uji creep, (b) Grafik hubungan tegangan terhadap
waktu
Sebagian besar dari "masa kerja" atau "umur" suatu benda kerja
mengalami creep. Creep biasa bergantung pada steady state creep. Oleh kare-
na itu, besarnya creep rate pada kondisi steady state creep sangat menen-
tukan.
Creep juga terpengaruh akibat tegangan (stress) dan juga thermally
activated. Oleh karena itu, creep rate akan naik dengan naiknya tegangan
dan/atau temperatur. Pada peristiwa creep, patah akan terjadi bila creep strain
telah mencapai εf (strain pada saat putus). Creep rate akan meningkat dengan
naiknya tegangan dan/atau temperature, sehingga umur bahan sampai patah
akan menurun apabila tegangan dan/atau temperatur dinaikkan.

3.3.6 Pengujian Keausan


Keausan dalam ASTM didefinisikan sebagai kerusakan permukaan ben-
da yang secara umum berhubungan dengan peningkatan hilangnya material

50
Material Teknik

yang disebabkan oleh pergerakan relatif benda dan sebuah subtansi kontak.
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang bertujuan
untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satu cara uji keausan
dengan menggunakan metode ogoshi, dimana benda uji memperoleh beban
gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan
menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhir-
nya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya
jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan
tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka
semakin tinggi volume material yang terkelupas dari benda uji. Alat uji
keausan dapat dilihat pada gambar 3.21. Ilustrasi skematis dari kontak
permukaan antara revolving disc dan benda uji diberikan oleh gambar 3.22.

Gambar 3.21 Ogoshi high speed universal wear testing machine (type OAT-U)

Gambar 3.22 Metode Pengujian Ogoshi


51
Material Teknik

dengan B = tebal revolving disc (mm), r = jari-jari disc (mm), bo = lebar celah
material yang terabrasi (mm), w= adalah kecepatan putaran disc (rpm), P =
adalah beban tekan pada disc (kg), dan h = adalah kedalaman injakan (mm).
Maka dapat diturunkan besarnya volume material yang terabrasi sesuai per-
samaan 3.16.

Ws = (3.16)

dengan catatan :
Ws = Keausan spesifik (mm2/kg)
B = Lebar piringan pengaus (mm)
Bo = Lebar keausan pada benda uji (mm)
r = Jari-jari piringan pengaus (mm)
P0 = Beban tekan (kg)
l0 = Jarak tempuh (m)

3.4 Contoh Hasil Penelitian Sifat Meknis Material


a. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik komposit dengan matrik Unsaturated Polyester Resin
(UPRs) berpenguat serat ijuk dengan variasi fraksi volume serat (Vf) : 35%,
40%, 45% dan 50% sesuai gambar 3.23.

Gambar 3.23 Kekuatan tarik komposit berpenguat serat ijuk (Alfauzi, 2020)

52
Material Teknik

b. Contoh kekerasan bahan


Bahan Logam
Nilai kekerasan pegas daun setelah di heat treatmen dengan suhu 800°C
holding time 20 menit dengan media pendingin air dan oli PDAM sesuai
gambar 3.26.

Gambar 3.24 Diagram HRC pegas daun (Hammid, 2018)

Nilai kekerasan mata bajak singkal setelah perlakuan panas dengan suhu
suhu 830°C dengan variasi waktu tahan (holding time) 30, 45, dan 60 menit
kemudian di quenching menggunakan air dengan lama waktu pencelupan
10 detik sesuai gambar 3.25.

Gambar 3.25 Sifat kekerasan mata bajak singkal (Pramono, dkk., 2020)
53
Material Teknik

c. Sifat Keausan
Nilai keausan rata-rata bahan komposit dari campuran serbuk biji mangga
manalagi (mangifera indica kultivar manalagi, serbuk kuningan, magne-
sium oksida, dan resin epoxy berturut-turur 45%:25%:20%:10%, 35%:35%:
20%:10%, dan 25%: 45%: 20%:10 sesuai gambar 3.26.

Gambar 3.26 Nilai keausan komposit (Pramono, dkk., 2019)

3.5 Uji Kompetensi


1. Jelaskan pengertian sifat mekanis berikut ini :
a. Kekuatan (strength)
b. Kekerasan (hardness)
c. Kekenyalan (elasticity)
d. Kekakuan (stiffness)
e. Plastisitas (plasticity)
f. Ketangguhan (toughness)
g. Kelelahan (fatique)
h. Creep
2. Jelaskan metode pengujian berikut ini :
a. Pengujian tarik (tensile test)
b. Pengujian kekerasan Brinell

54
Material Teknik

c. Pengujian kekerasan Rockwell


d. Pengujian kekerasan Vickers
e. Pengujian kekerasan Meyer
f. Pengujian kekerasan mikroVickers (Knoop microhardness test)
g. Pengujian Impak Izod
h. Pengujian Impak Charpy
i. Pengujian Kelelahan (Fatigue)
j. Pengujian Creep
3. Jelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat kelelahan material !

55
Material Teknik

56
Material Teknik

BAB

4 BAJA KARBON DAN


BAJA PADUAN

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengkaji klasifikasi baja karbon dan
baja paduan

Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi baja karbon
dan dan baja paduan serta penggunaannya

Materi Pokok
Baja Karbon dan Baja Paduan

57
Material Teknik

4.1 Klasifikasi Baja


Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan yang terdiri atas
unsur ferro (Fe) dan karbon (C) dengan kandungan unsur karbon dalam baja
maksimal 1,7%C (di berapa sumber buku lain menyebutkan maksimal
2,14%C). Kandungan karbon dalam baja berfungsi sebagai unsur pengeras
pada struktur baja. Dalam proses pembuatan baja akan ditemukan pula
penambahan kandungan unsur kimia lain seperti sulfur (S), fosfor (P), slikon
(Si), mangan (Mn) dan unsur kimia lainnya sesuai dengan sifat baja yang
diinginkan. Klasifikasi baja secara umum ditunjukkan sesuai gambar 4.1.

Gambar 4.1 Klasifikasi baja


4.1.1 Baja Karbon
Baja karbon sering digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
alat-alat perkakas, komponen mesin, struktur bangunan, dan lain sebagainya.
Menurut pendefenisian ASM handbook vol.1:148 (1993), baja karbon dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi kimia karbon da-
lam baja sebagai berikut:
1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan unsur karbon
dalam sturktur baja kurang dari 0,25%C. Baja karbon rendah ini memiliki
ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan, keta-
hanan aus dan kekuatan yang rendah dibandingkan baja karbon lainnya. Baja

58
Material Teknik

karbon rendah tidak responsive terhadap perlakuan panas yang bertujuan


membentuk martensit, sehingga metode penguatannya dengan cara cold
working. Struktur mikro baja karbon rendah terdiri dari ferit dan perlit. Baja
karbon rendah memiliki sifat mampu mesin dan mampu las yang baik. Pada
umumnya baja jenis ini digunakan pada bodi mobil, bentuk struktur (profil I,
L, C, H), pipa saluran, struktur bangunan, jembatan, dan lain-lainnya.

2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)


Baja karbon sedang merupakan baja karbon dengan persentase kan-
dungan karbon pada besi sebesar 0,25%C – 0,6%C. Baja karbon sedang memi-
liki sifat mekanis yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan, kekuatan yang
lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Baja karbon sedang dapat dinaik-
kan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas austenitizing, quenching, dan
tempering. Baja karbon sedang banyak dipakai dalam kondisi hasil tempering
sehingga struktur mikronya martensit. biasanya digunakan untuk pembuatan
poros, rel kereta api, roda gigi, crankshaft, baut, pegas, dan komponen mesin
lainnya.

3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)


Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon
sebesar 0,6%C-1,7%C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas, kekeras-
an, kekuatan Tarik, dan tahan aus yang sangat tinggi dibandingkan baja kar-
bon lainnya. Baja karbon tinggi memiliki keuletan yang lebih rendah sehingga
baja karbon ini menjadi lebih getas. Baja karbon tinggi sulit diberi perlakuan
panas untuk meningkatkan sifat kekerasannya. Hal ini dikarenakan baja
karbon tinggi memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi sehingga tidak
akan memberikan hasil yang optimal pada saat dilakukan proses pengerasan
panas. Baja karbon tinggi banyak digunakan dalam pembuatan alat-alat
perkakas seperti pegas, pisau cukur, kawat kekuatan tinggi, rel kereta api,
palu, perkakas potong (gergaji, kikir, dsb.), dies dan sebagainya.
Kekuatan baja karbon rendah, baja karbon medium, dan baja karbon
tinggi ditunjukkan oleh gambar 4.1.

59
Material Teknik

Gambar 4.2 Grafik tegangan(stress)-regangan(strain) baja karbon

Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan bahwa baja karbon tinggi memi-


liki kekuatan tarik tertinggi, sedangkan regangannya terendah yang menun-
jukkan sifat getas. Pada baja karbon medium kekuatan tariknya lebih rendah
dibandingkan baja karbon tinggi, sedangkan regangannya lebih besar diban-
dingkan baja karbon tinggi yang menunjukkan bahan tersebut lebih lunak.
Pada baja karbon rendah menunjukkan bahwa kekuatan tariknya lebih ren-
dah dibandingkan baja karbon tinggi maupun baja karbon sedang, sedangkan
regangannya lebih besar dibandingkan baja karbon tinggi maupun baja kar-
bon sedang yang menunjukkan bahan tersebut paling lunak diantara baja
karbon tersebut.

4.1.2 Baja Paduan


Baja paduan merupakan baja yang selain terdiri Fe dan C juga mengan-
dung unsur-unsur paduan lainnya. Penambahan unsur paduan bertujuan
untuk mendapatkan sifat baja sesuai keinginan. Unsur paduan dapat berupa
Mn, Cr, Mo, Ni, dll. Baka paduan diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1. Baja paduan rendah (low alloy steel)
Baja paduan rendah memiliki jumlah unsur paduan kurang dari 10%.
Kandungan baja paduan rendah memiliki kadar karbon sama seperti baja
60
Material Teknik

karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan. Penambahan unsur paduan


bertujuan untuk miningkatkan kekuatan tanpa mengurangi keuletannya,
kekuatan fatik, dan daya tahan terhadap korosi, aus, dan panas lebih baik.
Penggunaan baja paduan rendah (low alloy steel) seperti pada kapal,
jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas, dll. Klasifikasi baja paduan
rendah meliputi :
a. Baja Kuat
Baja kuat memiliki kekuatan tarik 50 – 100 kgf/mm2. Baja kuat mem-
punyai sifat mampu lasnya baik (%C rendah), tangguh, dan sifat
mekaniknya sangat baik. Penggunaan baja kuat seperti pada material
baja pegas.
b. Baja Tahan Suhu Rendah
Baja tahan suhu rendah memiliki sifat ketangguhan impaknya tinggi
dan suhu transisi ketangguhan yang rendah. Penggunaan baja tahan
suhu rendah seperti pada tangki penyimpan gas cair.
c. Baja Tahan Panas
Baja Tahan Panas memiliki karakteristik tahan panas, tahan asam, dan
tahan mulur. Contoh baja tahan panas seperti baja paduan Cr-Mo (tahan
suhu 600°C).
2. Baja Paduan Tinggi
Baja paduan tinggi yaitu baja dengan jumlah unsur paduannya lebih dari
10%. Klasifikasi baja paduan tinggi sebagai berikut :
a. Baja tahan karat (stainless steel)
Baja tahan karat memiliki kandungan unsur Cr lebih dari 11%. Baja
tahan karat terbagi menjadi :
1. Baja tahan karat feritik (ferritic stainless steel)
Baja tahan karat feritik (ferritic stainless steel) mempunyai unsur pa-
duan utama Fe, Cr. Struktur mikronya terdiri fasa ferit (α) BCC. Baja
tahan karat feritik tidak mampu diperlakukan panas(non heat
treatable). Baja ini dapat dapat diperkeras dan diperkuat dengan cold
working. Baja tahan karat feritik bersifat magnetik. Contoh material
baja tahan karat feritik seperti AISI 409 dan AISI 446. Penggunaan

61
Material Teknik

baja tahan karat feritik seperti pada cetakan gelas, valve pada suhu
tinggi, garpu, ruang pembakaran.
2. Baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel)
Baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel) memiliki unsur
paduan utama Fe, Cr, Ni ( Cr>16%, Ni > 3,5%, ada Mn). Struktur
mikronya terdiri fasa austenite. Baja tahan karat austenitic termasuk
bahan non heat treatable (tidak mampu diperlakukan panas). Sifat
mekanisnya dapat diperkeras dan diperkuat dengan cold working.
Baja ini tidak bersifat magnetic dan ketahanan korosinya paling baik.
Baja ini paling banyak diproduksi. Contoh material baja tahan karat
austenitik AISI 304 dan AISI 316L. Penggunaan baja tahan karat
austenitic seperti pada bejana cryogenic, peralatan proses industri
makanan dan kimia.
3. Baja tahan karat martensitik (martensitic stainless steel)
Baja tahan karat martensitik memiliki unsur paduan utama Fe, Cr.
Struktur mikronya terdiri fasa martensi. Baja ini dapat diperkeras
dan diperkuat dengan perlakuan panas. Baja ini juga bersifat mag-
netik. Contoh material baja ini yaitu AISI 410 dan AISI 440A. Peng-
gunaan baja tahan karat martensitic seperti pada bearing, surgical
tools.
4. Baja tahan karat duplex
Baja tahan karat duplex disebut juga precipitation hardenable stain-
less steel. Unsur paduan utamanya terdiri dari Fe, Cr, Ni, Al, Mn.
Struktur mikro baja tahan karat duplex terdiri fasa campuran (ferit +
martensit atau ferit + austenit). Baja ini bertambah keras karena
terjadi transformasi fasa dari austenit menjadi fasa kedua. Contoh
material baja tahan karat duplex seperti AISI 17-7PH. Penggunaan
baja tahan karat duplek seperti pada baja pegas, bejana tekan.
b. Baja Perkakas (tool steel)
Baja perkakas diklasifikasikan menjadi :
1. Tool steel tipe W yaitu baja perkakas yang dikeraskan dengan pence-
lupan dalam air.

62
Material Teknik

2. Tool steel tipe To  baja perkakas yang dikeraskan dengan pence-


lupan dalam oli.
3. Tool steel tipe A  baja perkakas yang dikeraskan dalam pendingin-
an udara bebas
Contoh material baja perkakas (tool steel) seperti pada material High
Speed Steel. Penggunaan baja perkakas seperti pada cutting tool dan
dies.
c. Baja Mangan (Manganese Steel / Hadfield Steel)
Baja mangan (manganese steel/hadfield steel) memiliki kandungan
mangan lebih dari sama dengan 13% Mn dan karbon lebih dari sama
dengan 1% C. Baja mangan pada suhu kamar struktur mikronya
austenit (γ). Sifat baja mangan sangat keras dan jika dideformasi
semakin bertambah keras karena austenit berubah menjadi martensit.
Penggunaan baja mangan seperti pada mangkuk pengeruk pada alat
berat, teralis penjara, frog rel kereta api.

4.2 Standard Penamaan Baja


Standar penamaan baja dapat menggunakan Standar Jerman (DIN),
Standar Jepang (JIS), Standar Amerika (AISI; SAE). Contoh penamaan baja
menggunakan Standar Jerman (DIN):
St-37 : baja dengan kekuatan tarik minimum 37 kgf/mm2
C45 : baja dengan 0,45%C
Contoh penamaan baja menggunakan Standar Jepang (JIS) :
S45C : baja dengan 0,45%C
Contoh penamaan baja menggunakan Standar Amerika :
SAE : Society of Automotive Engineers
AISI : American Iron and Steel Institute

63
Material Teknik

4.3 Hardenability (Mampu Keras)


Hardenability merupakan suatu sifat yang dimiliki oleh suatu material
untuk dapat dikeraskan baik untuk memperoleh kekerasan yang maksimum
ataupun sesuai tujuan tertentu. Hardenability juga merupakan sifat yang me-
nentukan kedalaman dan distribusi kekerasan yang ditimbulkan pada proses
quenching. Hardenability dipengaruhi:
1. persentase unsur-unsur paduan
2. besar butir austenit
3. temperatur austenisasi
4. lama pemanasan
5. struktur mikro baja sebelum quenching
Pengujian hardenability dengan mengquench salah satu ujung dari
batang uji (end-quench test) yang dikembangkan oleh Jominy Boegehold dari
Amerika yang dikenal dengan istilah uji Jominy( Jominy test). Metode uji
Jominy mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. spesimen berbentuk silinder diameter 1 in (25 mm pembulatan dari
25,4mm) dan panjang 4 in (100 mm).
2. salah satu ujungnya diperlebar untuk memudahkan spesimen digantung
pada peralatan quench.
3. ujung lainnya yang akan disemprot air, permukaannya dihaluskan.
4. spesimen dipanaskan pada temperatur austenisasi selama 30-35 menit
pada tungku dengan atmosfer netral.
5. spesimen digantungkan pada peralatan quench dan salah satu ujungnya
disemprot dengan air.

64
Material Teknik

6. setelah dingin, permukaan spesimen dibuat datar untuk diuji kekerasan


sebagai fungsi jarak dari ujung yang diquench.

Gambar 4.3 Uji Jominy


Hasil uji Jominy disajikan dalam diagram TTT (Time Temperature
Transformation) sesuai gambar 4.4. Hasil uji Jominy menunjukkan bahwa :
1. Pada ujung batang yang dikenai pendinginan cepat menunjukkan sifat
yang paling keras, kemudian pada sisi sesudahnya (bagian yang di-
kenai pendinginan lebih lambat) menunjukkan nilai kekerasan yang
lebih rendah dan semakin rendah.
2. Perubahan fasa dari austenite ke fasa martensit ketika waktu pen-
dinginan sangat cepat, namun jika waktu pendinginan lebih lambat
maka fasa yang terjadi campuran perlit dan martensit, dan jika waktu
pendinginan lebih lambat lagi maka fasa yang terjadi berupa perlit
saja.
3. Perubahan fasa pada diagram TTT juga dipengaruhi oleh temperatur,
yaitu semakin rendah temperature media quench (pada gambar me-
nunjukkan 0oC) maka fasa yang terjadi berupa martensit, dan jika
temperatur media quench lebih panas (pada gambar menunjukkan
2000F) maka fasa yang terjadi berupa pearlit.

65
Material Teknik

Gambar 4.4. Digram TTT (Time Temperature Transformation)


Contoh hasil uji Jominy untuk beberapa material baja sesuai gambar 4.5.

66
Material Teknik

Gambar 4.5 Hasil uji Jominy untuk beberapa material baja


Berdasarkan gambar 4.5 menunjukkan bahwa sifat terbaik berupa baja
4340, karena dapat mempertahankan kekerasan pada jarak 2 inchi (50 mm).
Sifat terjelek berupa baja 1040 karena nilai kekerasan turun drastis pada jarak
¾ inchi.
Nilai hardenability juga dipengaruhi oleh besar butir austenite. Semakin
kecil ukuran butir maka sifat mampu keras juga semakin turun, demikian
juga sebaliknya semakin besar ukuran besar butir maka mampu keras sema-
kin naik.
Hardenability juga dapat dilakukan dengan menambahkan unsur
paduan peningkat mampu keras seperti Mn, Cr, Mo, Ni, W.

67
Material Teknik

4.4 Uji Kompetensi


1. Jelaskan batas masksimum kandungan baja karbon berdasarkan di-
agram Fe-Fe3C !
2. Jelalaskan komposisi dan sifat-sifat dari : a. baja karbon rendah, b. baja
karbom medium(sedang), c. baja karbon tinggi !
3. Jelaskan perbedaan antara baja paduan rendah dan baja paduan tinggi !
4. Klasifikasi baja paduan rendah terdiri dari baja kuat, baja tahan suhu
rendah, dan baja tahan suhu tinggi. Jelaskan sifat mekanis baja tersebut
dan aplikasinya !
5. Pada baja paduan tinggi terdapat baja tahan karat feritik, baja tahan
karat austenitik, baja tahan karat martensitik, baja tahan karat duplex.
Jelaskan sifat mekanis baja tersebut dan aplikasinya !
6. Pada baja paduan tinggi yang digunakan untuk perkakas terdapat
beberapa tipe baja yaitu tool steel tipe W, tool steel tipe To, tool steel tipe
A. Jelaskan maksudnya!
7. Jelaskan sifat mekanis dan aplikasi baja mangan !
8. Jelasakan arti dari St-37, C45, S45C !
9. Jelaskan istilah hardenability dan terangkan tata cara pengujiannya !
10. Jelaskan diagram TTT(Times Temperature Transformation) !

68
Material Teknik

BAB

5 BESI COR

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengkaji besi cor (cast iron)

Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi besi cor,
karakteristik besi cor, dan aplikasinya

Materi Pokok
Besi Cor

69
Material Teknik

5.1 Definisi Besi Cor


Besi cor merupakan paduan Fe dengan C dimana jumlah unsur paduan
karbon lebih dari 1,7%C (umumnya 3%C). Besi cor diklasifikasikan menjadi 4
yaitu besi cor putih (white cast iron), besi cor kelabu (gray cast iron), besi cor
nodular (nodular cast iron), dan besi cor malleable (cast iron malleable).

5.2 Besi Cor Putih (White Cast Iron)


Cara pembuatan besi cor putih (white cast iron) yaitu dari diagram fasa
Fe-C pada komposisi 3%C dengan pendinginan cepat. Penampang besi cor
putih sesuai gambar 5.1. Karakteristik besi cor putih (white cast iron) yaitu :
1. Kandungan Si < 1%
2. Struktur mikro terdiri perlit + sementit (Fe3C), matriknya sementit
3. Permukaan patahan berwarna putih
4. Sangat keras dan getas
5. Tidak mampu dimesin
6. Tahan aus
7. Tahan korosi
Contoh penggunaan besi cor putih ayitu untuk :
1. Bahan rol
2. Bahan untuk membuat besi cor malleable

Gambar 5.1 Besi cor putih

70
Material Teknik

5.3 Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)


Cara pembuatan besi cor kelabu (gray cast iron) ada 2 yaitu
1. Cara yang pertama yaitu merujuk pada diagram fasa, besi cor kelabu
diperoleh melalui proses pendinginan yang sangat lambat (super lambat),
sehingga terjadi dekomposisi sementit (cara ini jarang dilakukan).
Fe3C  Fe(α) + C bebas (grafit)
2. Cara yang kedua yaitu dengan menambahkan unsur Si > 2% ke dalam besi
cor putih. Unsur Si mudah larut dalam Fe daripada C dalam Fe, sehingga
terbentuk C bebas/grafit (cara ini yang paling banyak dilakukan).

Gambar 5.2 Besi cor kelabu

Karakteristik besi cor kelabu (gray cast iron) yaitu :


1. Struktur mikro terdiri ferit + perlit + C bebas (grafit, berbentuk “flakes/
serpih”) dengan matriknya ferit atau perlit
2. Permukaan patahan berwarna kelabu
3. Sifat mekanik lemah dan getas ketika menerima beban tarik (grafit serpih
dan tajam pada ujungnya); kuat dan ulet jika menerima beban tekan
4. Fluiditasnya tinggi pada temperatur pengecoran
5. Penyusutan rendah
6. Mampu meredam getaran

71
Material Teknik

Gambar 5.3 Kemampuan meredam getaran besi cor kelabu


7. Mampu menyimpan panas
8. Tidak mudah aus
9. Mampu melumasi diri sendiri

Penggunaan besi cor kelabu antara lain untuk :


1. Struktur dasar dari mesin-mesin
2. Bodi mesin perkakas
3. Blok silinder, tutup silinder, rumah engkol, tromol rem
4. Roda gigi
5. Kopling

5.4 Besi Cor Nodular (Nodular Cast Iron)


Cara pembuatan besi cor nodular (nodular cast iron) yaitu dengan me-
nambahkan unsur Mg atau Ce ke dalam besi cor kelabu pada saat proses
pengecoran. Unsur Mg/Ce berfungsi untuk membulatkan grafit.

72
Material Teknik

Gambar 5.3 Besi cor nodular (nodular cast iron)

Karakteristik besi cor nodular (nodular cast iron) sebagai berikut :


1. Struktur mikro besi cor nodular (nodular cast iron) :
Perlit+grafit  pendinginan moderate
Ferit+grafit  pendinginan lambat
2. Lebih kuat dan ulet daripada besi cor kelabu.
3. Sifat mekaniknya mirip baja.
Penggunaan besi cor nodular antara lain untuk :
1. Valve (katup)
2. Bodi pompa
3. Crankshaft (poros engkol)
4. Roda gigi

5.5. Besi Cor Malleable (Cast Iron Malleable)


Cara pembuatan besi cor malleable (malleable cast iron) dengan 2 cara
yaitu :

73
Material Teknik

1. Pemanasan besi cor putih pada 800-900°C selama waktu yang lama dan di
dalam atmosfir netral.
2. Pemanasan besi cor putih pada 700°C selama 30 jam.

Gambar 5.4 Fasa pembuatan besi cor malleable

74
Material Teknik

Gambar 5.4 Besi cor malleable (malleable cast iron)

Penggunaan besi cor mampu tempa (besi cor malleable) antara lain untuk :
1. Connecting rod
2. Gear
3. Pipe fitting

5.6 Unsur Besi Cor


Secara umum besi cor memiliki unsur-unsur sesuai tabel 5.1.
Tabel 5.1 Kandungan unsur pada besi cor

75
Material Teknik

Unsur paduan penyusun besi cor antara lain terdiri dari :


a. Si (Silikon)
Silikon (Si) berfungsi untuk :
1. Ditambahkan 1-4% untuk menaikkan jumlah under-cooling yang
diperlukan untuk pembentukan sementit dan meningkatkan
pembentukan grafit selama solidifikasi.
2. Meningkatkan fluiditas.
3. Sebagai agen penggrafitan.
4. Mengontrol laju pendinginan untuk dekomposisi sementit.
5. Meningkatkan presipitasi grafit sekunder pada grafit primer selama
transformasi eutektoid yang menghasilkan daerah luas ferit (“free
ferrite”) di sekitar grafit.
b. Mn (Mangan)
Mangan(Mn) berfungsi sebagai Carbide stabilizer.
c. S (Sulfur)
Sulfur (S) berfungsi untuk menurunkan fluiditas.
d. Cr (Krom)
Krom (Cr) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan korosi.

5.7 Standar Tata Nama Besi Cor


Contoh standar tata nama besi cor dengan standar Jepang (JIS) :
FC25: besi cor putih kekuatan tarik 25 kgf/mm2
FCD: besi cor nodular
Contoh standar tata nama besi cor dengan standar Jerman (DIN) :
GG25 = FC25
GGG = FCD

76
Material Teknik

5.8 Uji Kompetensi


1. Jelaskan kandungan minimum karbon dalam besi cor !
2. Jelaskan cara pembuatan, karakteristik, dan aplikasi dari :
a. besi cor putih (white cast iron)
b. besi cor kelabu (gray cast iron)
c. besi cor nodular (nodular cast iron)
d. besi cor malleable (cast iron malleable)
3. Dalam pengecoran tentunya membutuhkan unsur paduan lain, jelaskan
fungsi unsur paduan berikut ini :
a. Si (Silikon)
b. Mn (Mangan)
c. S (Sulfur)
d. Cr (Krom)
4. Jelaskan arti dari kode :
a. FC25
b. FCD
c. GG25
d. GGG

77
Material Teknik

78
Material Teknik

BAB

6 PADUAN NON FERROUS

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengkaji paduan non ferrous
(paduan tanpa mengandung unsur Fe)

Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan paduan logam non
ferrous, karakteristik, dan aplikasinya

Materi Pokok
Paduan Non Ferrous

79
Material Teknik

6.1 Aluminium dan Paduannya


1. Paduan Al - Si
Fungsi Si yaitu memperbaiki mampu cor, karena meningkatkan mampu
alir, mudah dicairkan, dan mudah dicor
Karakteristik paduan Al - Si:
a. Sangat baik kecairannya
b. Mempunyai permukaan bagus
c. Tanpa kegetasan panas
d. Sangat baik untuk paduan coran
e. Ketahanan korosi baik
f. Sangat ringan
g. Koefisien muai kecil
h. Penghantar panas dan listrik baik
i. Ketahanan korosi baik
Penggunaan paduan Al-Si antara lain untuk :
a. Elektroda pengelasan
b. Piston (torak)
2. Paduan Al - Cu (5,7 < Cu < 10%)
Karakteristik paduan Al - Cu (5,7 < Cu < 10%) :
a. Penambahan unsur Cu yang semakin banyak mengakibatkan tempera-
ture cair (Tc) rendah, sehingga mempermudah proses penuangan (good
castability)
b. Mampu mesin baik (good machineability) karena adanya fasa θ sebagai
“chip breaker”
c. Ketahanan korosi relatif rendah
d. Ketahanan korosi turun
3. Paduan Al-Mg
Paduan Al-Mg sering disebut dengan istilah “hidronalium”.
Karakteristik paduan Al-Mg:
a. Ketahanan korosi sangat baik

80
Material Teknik

b. Penambahan Mg mampu menurunkan massa jenis (ringan)


c. Tidak bisa di-aging
d. Paduan 2-3% dapat mudah ditempa, dirol, dan diekstrusi
Contoh penggunaan paduan Al-Mg:
a. Paduan 5083 (Al-4,5% Mg) bersifat kuat dan mudah dilas, paduan ini
digunakan untuk bahan tangki LNG.
b. Paduan Al-Mg juga digunakan untuk rangka-rangka jendela.
4. Paduan Al-Mg-Si
Karakteristik paduan Al-Mg-Si:
a. Mampu bentuk sangat baik (tempa, ekstrusi)
b. Tahan korosi
c. Sangat liat
d. Mampu bentuk sangat baik pada suhu kamar
Aplikasi paduan Al-Mg-Si untuk konstruksi pesawat terbang.
5. Paduan Al - Mg - Zn
Karakteristik paduan Al - Mg – Zn :
a. Kekuatan paling tinggi diantara paduan Al lainnya
b. Peningkatan kekerasan dan kekuatan dapat dilakukan dengan proses
aging (fasa presipitat MgZn2)
c. Sensitif terhadap korosi tegangan
Aplikasi paduan Al-Mg-Zn untuk konstruksi pesawat terbang.
6. Paduan Al-Li
Karakteristik paduan Al-Li :
a. Ringan (ρ = 2,5-2,6 gr/cm3)
b. High specific strength
c. High specific elastic modulus
d. Excellent fatigue
e. Tangguh pada temperatur rendah
f. Metode penguatan dengan cara “precipitation hardening”

81
Material Teknik

g. Paduan ini harganya mahal karena teknik prosesnya spesifik sebagai


akibat reaktifitasnya
Penggunaan paduan Al-Li antara lain untuk peralatan transportasi (aircraft
dan aerospace industries) karena ringan sehingga mampu mengurangi
bahan bakar.

6.2 Magnesium dan Paduannya


Karakteristik magnesium dan paduannya:
a. Paling ringan (ρ = 1,7 gr/cm3)
b. Struktur kristal HCP
c. Lunak
d. Modulus elastis rendah (45 GPa)
e. Afinitas terhadap O2 sangat tinggi
f. Relatif sulit untuk cold working
g. Fabrikasi dengan pengecoran atau hot working (200°C-350°C)
h. Low melting point (651°C)
i. Harganya relatif mahal
j. Paduan Mg relatif tidak stabil dan rentan terhadap korosi di
lingkungan air laut
k. Pada kondisi atmosfer normal, paduan ini mempunyai ketahanan
korosi yang baik
Penggunaan magnesium dan paduannya antara lain untuk :
a. Aircraft component
b. 60% dipakai petasan dan kembang api
c. Lampu blidz

Pada paduan Mg - Mn (Mn maksimum 1,5%), penambahan unsur Mn ber-


fungsi untuk :
a. Sedikit meningkatkan kekuatan
b. Meningkatkan ketahanan korosi
c. Relatif sulit untuk cold worked
82
Material Teknik

d. Memperbaiki mampu mesin


Paduan Mg - Al (Al maksimum 10%) mempunyai karakteristik :
a. Dapat ditingkatkan kekersan dan kekuatan melalui “solid solution”
dan “precipitation hardening” (Al2Mg3)
b. Tahan korosi atmosfer
Contoh penggunaan magnesium dan paduannya sesuai tabel 6.1.
Tabel 6.1 Komposisi, Sifat Mekanis, dan Aplikasi Pengunaan
Paduan Magnesium

6.3 Tembaga dan Paduannya


Tembaga (Cu) merupakan logam nomor dua penghantar listrik yang baik
setelah silver. Bentuk Cu murni berupa:
a. Electrolytic tough-pitch copper
Electrolytic tough-pitch copper mempunyai karakteristik:
 Mengandung > 99% Cu; 0,02-0,05% O

83
Material Teknik

 Mengandung Cu2O, namun tidak memberikan signifikan terhadap


konduktivitas
 Sangat mudah dipenetrasi hidrogen sehingga mudah retak
 Digunakan sebagai radiator mobil, bejana tekan, gasket
b. Deoxidized low-phosphorus copper
Deoxidized low-phosphorus copper mempunyai karakteristik:
 Mengandung unsur 0,01-0,04% P
 Konduktivitas 15% lebih rendah daripada tembaga murni
 Sebagian besar digunakan untuk piping dan tubing
c. Oxygen-free high conductivity (OFHC)
Oxygen-free high conductivity (OFHC) mempunyai karakteristik:
 Mengandung > 99,99%Cu; 0,001%O
 Dapat diproses dengan Cold Working
 Sebagian besar digunakan untuk electrical application
Karakteristik tembaga (Cu) secara umum :
a. Memiliki massa jenis ρ = 8,94 gr/cm3
b. Struktur kristal FCC
c. Terlalu lunak dan ulet sehingga sulit dimesin
d. Mudah cold worked
e. Ketahanan korosi sangat baik (atmosfer, air laut, kimia)
f. Sifat korosi dan mekanik dapat ditingkatkan dengan “alloying”
g. Non heat treatable tetapi cold working dan solid solution alloying

Beberapa contoh Cu dan paduannya :


1. Paduan Cu - Zn
Paduan Cu – Zn sering disebut dengan istilah “brass / messing /
kuningan”. Paduan ini mempunyai karakteristik:
a. Mampu cor baik
b. Mampu bentuk baik
c. Ketahanan korosi atmosfer baik

84
Material Teknik

d. Paduan dengan komposisi Cu lebih dari 50% Cu tidak direkomen-


dasikan karena akan muncul fasa γ yang mengakibatkan sifat paduan
getas.
Diagram fasa paduan Cu-Zn ditunjukkan pada gambar 6.1.

Gambar 6.1 Diagram fasa paduan Cu-Zn

85
Material Teknik

Karakteristik Brass α (low Zn) :


a. Fasa α stabil untuk konsentrasi ≤ 35% Zn
b. Struktur kristal fasa α (fcc)
c. Relatif lunak, ulet, mudah cold worked
Karakteristik Brass (high Zn) :
a. Fasa α + β’
b. Fasa β’ (bcc  lebih keras dan kuat dari α)
c. Hot working
Penggunaan paduan Cu – Zn antara lain untuk :
a. Jewelry
b. Cartridge casing
c. Automotive radiator
d. Musical instrument
e. Electronic packaging
f. Coin

2. Paduan Cu – Sn
Bronze / perunggu merupakan paduan Cu dengan unsur lain Sn, Al, Ni,
Si. Lazimnya logam yang digunakan untuk perunggu adalah paduan Cu-
Sn. Paduan Cu dengan penambahan unsur Al memiliki sifat paling baik
ketahanan korosi dibanding paduan Cu lainnya.
Sifat bronze secara umum:
a. Lebih kuat dari brass
b. Tahan korosi
Sifat beryllium bronze:
a. Precipitation hardenable
b. Kekuatan tarik tinggi (1400 MPa)
c. Sifat listrik dan korosinya baik
d. Tahan aus
e. Dapat dicor, hot worked, cold worked

86
Material Teknik

Khusus paduan yang terdiri dari Cu – Sn (bronze/perunggu), sifat dari


a. α- Bronze (Sn : 8%-10%)
 Sangat baik untuk cold working
 Baik untuk pembuatan kawat
b. δ – Sn (Sn > 10%)
 Sangat getas
 Cocok dibuat dengan cara dicor

Contoh penggunaan Tembaga dan paduannya sesuai tabel 6.2.

87
Material Teknik

Tabel 6.2 Komposisi, Sifat Mekanis, dan Aplikasi Pengunaan Paduan


Tembaga

6.4 Titanium dan Paduannya


Logam Ti murni mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Material teknik baru
b. Massa jenis 4,5 gr/cm3
c. Titik cairnya tinggi (± 1670°C)
d. Modulus elastisitas 107 GPa
e. Ketahanan fatiknya sangat baik
88
Material Teknik

f. Tahan terhadap asam, air laut


g. Sangat reaktif, berikatan dengan O2 membentuk TiO2 pada suhu tinggi
h. Memiliki 2 sel satuan (pollitropik):
 Hexagonal close packed pada fasa α
 Body center cubic pada fasa β
Karakteristik Paduan Ti:
a. Sangat kuat (1400 MPa)
b. Sangat ulet dan mudah diforging dan dimesin
Penggunaan logam paduan Ti antara lain untuk :
a. Struktur pesawat terbang
b. Industri kimia
c. Industri petroleum

Klasifikasi Ti dan paduannya yaitu :


a. Paduan Ti + α
Paduan Ti+ α yaitu paduan yang mengandung penyetabil α (Al, Sn). Pe-
nambahan unsur Al kurang dari 7% akan meningkatkan kekuatan paduan
ini akibat solid solution strengthening, sedangkan penambahan unsur Al
lebih dari 7% akan menurunkan forming ability. Penambahan unsur Sn
maksimum 2,5 % akan meningkatkan kekuatan dan forming ability pada
logam paduan ini.
b. Paduan Ti + β
Paduan Ti + β mengandung penyetabil β (Mo, V, Cr). Paduan ini memilikii
sifat :
a. High hardenability dan forgeability
b. Brittle pada temperatur rendah
c. Age hardenable
c. PaduanTi + (α + β)
Paduan Ti + (α + β) mengandung penyetabil α dan β (selain Al, ada V).
Karakteristik paduan ini yaitu:
a. Massa jenis 6 gr/cm3
89
Material Teknik

b. Mampu bentuk lebih dari paduan Ti-α dan Ti - β


c. Lebih kuat dari 2 paduan Ti sebelumnya
d. Precipitation hardenable
e. Digunakan untuk pesawat kecepatan tinggi (supersonic)
f. Untuk kapal laut perang karena ketahan korosi terhadap air laut
sangat baik
g. Industri petrokimia karena tahan asam
h. Untuk pengganti tulang karena tahan korosi
i. Logam ini digunakan sebagai bahan IUD
Contoh penggunaan Ti dan paduannya sesuai tabel 6.3.

90
Tabel 6.3 Komposisi, Sifat Mekanis, dan Aplikasi Pengunaan Paduan Titanium
Material Teknik

91
Material Teknik

6.5 Zirconium dan Paduannya


Sifat paduan ini yaitu :
a. Kekuatannya sama kuat seperti Ti
b. Mempunyai massa jenis ρ = 6,4 gr/cm3
c. Tahan temperatur tinggi
d. Kekuatan meningkat dengan penambahan Sn yang membentuk
Zircaloy (Zr+Sn)

6.6 Nikel dan Paduannya


Karakteristik Nikel murni (Ni) yaitu :
a. Struktur kristalnya FCC
b. Ulet dan tangguh pada temperatur tinggi dan rendah
c. Ketahanan korosi baik kecuali pada lingkungan yang mengandung
Sulfur (S)
Ni murni biasa digunakan untuk :
a. Industri perminyakan
b. Industri pembuat bejana tekan
c. Sebagai komponen tungku
Klasifikasi Ni dan paduannya sebagai berikut :
1. Paduan Ni – Cu
Paduan Ni – Cu memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Ketahanan korosi lebih baik dari Ni murni atau Cu murni
b. Jika unsur paduan Cu = 1/3 Ni, maka membentuk “Monel” (kom-
posisi monel 65%Ni-28%Cu-7%Fe) dengan sifat kekuatannya sangat
tinggi (very high strength), tahan korosi (corrosion resistant).
Paduan ini digunakan untuk material pompa dan valve
c. Paduan Ni – Cu memiliki sifat mampu mesin (machineability) ren-
dah, sehingga untuk memperbaikinya perlu ditambah unsur sulfur
(S)
2. Paduan Ni – Cr
Paduan Ni (80%) - Cr (20%) memiliki karakteristik sebagai berikut :
92
Material Teknik

a. Sebagai tahanan listrik (misal pada setrika, tungku)


b. Tahan oksidasi
c. Digunakan sebagai sudu turbin
d. Agar dapat dipakai pada suhu tinggi, perlu ditambah Ti dan Al
sehingga mempunyai sifat high creep resistance
Paduan Ni+Cr+Mo sering disebut dengan istilah ”Nimonic” dan diguna-
kan untuk material sudu turbin pesawat terbang.
3. Paduan Ni-Fe
Paduan Ni-Fe memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Sebagai bahan magnet
b. Sebagai peralatan ukur  koefisien muai dipengaruhi kadar Ni.
Paduan Fe – 36% Ni memiliki koefisien muai = 0 yang banyak
digunakan sebagai peralatan ukur dengan presisi tinggi.

6.7 Refractory Metals


Refractory metals merupakan logam yang memiliki temperatur cair (Tcair)
yang sangat tinggi. Contoh refractory metals Nb, Mo, W, dan Ta.
Karakteristik refractory metals:
a. Temperatur cair (T ) seperti pada logam Nb (tempertaur cair
cair

2468°C); W (tempertaur cair 3410°C)


b. Ikatan antar atom sangat kuat karena Tcair sangat tinggi
c. Mempunyai sifat modulus elastisitas tinggi, kekuatan (strength), dan
kekerasan (hardness) tinggi pada temperature ruang maupun kenaik-
an temperature.
Refractory metals digunakan untuk :
a. Ta + Mo dipadukan pada stainless steel untuk meningkatkan ketahan-
an korosi
b. Paduan Mo untuk extrusion dies, x-ray tubes, welding electrodes
c. Ta mempunyai sifat immune pada semua lingkungan pada suhu di
bawah 150°C dan digunakan sebagai peralatan tahan korosi

93
Material Teknik

6.8 Superalloy
Superalloy merupakan paduan logam yang memiliki kombinasi sifat super.
Karakteristik superalloy antara lain :
a. Kuat dan tahan korosi pada Temperatur sangat tinggi.
b. High creep resistance
c. Berbasis Co, Ni, dan Fe dan unsur tambahan seperti Nb, W, Mo, Ta,
Cr, dan Ti
d. Aplikasi: sudu turbin

6.9 Cobalt dan Paduannya


Karakteristik Cobalt dan Paduannya yaitu
a. Pollitropis (lebih dari 2 struktur Kristal: HCP (< 417°C) dan FCC (>
417°C)
b. Temperatur cair (Tcair) = 1495°C
c. Jarang digunakan dalam kondisi murni karena ketahanan oksidasi dan
korosi jelek
d. Dikenal sebagai bahan isotop Co60
Logam Co dan paduannya digunakan untuk material superalloy dan bahan
perkakas.
1. Superalloy
a. Co-based
b. Ni-based
c. Fe-Ni-based
d. Pada temperature sangat tinggi T, bahan ini tetap kuat, tahan korosi,
tahan fatik, dan tahan creep
e. Cr > 20%  tahan korosi
f. + Mo, V, W  tahan creep
g. % C rendah
h. Sebagai bahan sudu turbin

94
Material Teknik

2. Bahan Perkakas
a. Paduan Co – 30%Cr – 4-25% W – 3%C disebut dengan istilah paduan
“Stelliet” yang digunakan untuk material bahan perkakas dengan sifat
tidak mudah dibentuk tapi mudah dicor
b. Digunakan sebagai ujung pahat

6.10 Logam Putih


Logam putih merupakan logam yang temepratur cairnya (Tcair) rendah. Yang
tergolong logam putih seperti timah putih (Sn), timah hitam (Pb), seng (Zn),
cadmium (Cad) dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Timah putih (Sn)
Timah putih (Sn) mempunyait karakteristik:
a. Tcair = 232°C
b. Sebagai bahan pelapis kaleng (pengemas makanan)
c. Tidak beracun
d. Tahan korosi terhadap asam
e. Sebagai unsur paduan pembuatan perunggu
f. Timah putih (Sn) ditambah unsur Pb sebagai bahan solder
g. Sebagai bahan bantalan, biasanya penambahan Sb akan membentuk
senyawa SnXSby yang mempunyai karakteristik lebih ringan dari Sn
dan mengambang di atas Sn cair. Paduan agar tidak mengambang
maka perlu ditambahkan 5%Cu sehingga terbentuk CuSn yang
menghalangi terapungnya SnSb.
2. Timah hitam (Pb)
Timah hitam (Pb) memiliki karakteristik :
a. Paduan 5%Cu-6%Sb+Sn disebut dengan istilah “Babbit”, bahan ini
digunakan untuk bantalan
b. Penambahan unsur Pb sebagai bahan solder karena Tcair rendah,
wettability baik terhadap semua logam, dan kecairan solder
(komposisi bahan 67% Pb-33%Sn) lebih lama sehingga material solder
dapat masuk ke celah-celah yang cukup panjang
c. Tcair = 327°C
95
Material Teknik

d. Tahan korosi terhadap lingkungan atmosfer, asam-asam kuat seperti S,


terhadap sinar X
e. Sebagai bahan peluru karena mempunyai energi kinetik yang besar,
bersifat racun, dan momentumnya besar.
3. Logam seng (Zn)
Karakteristik logam seng (Zn) antara lain:
a. Temperatur cair (Tcair)= 420°C
b. Sebagai bahan paduan untuk membuat kuningan
c. Sebagai bahan pelapis pada permukaan baja untuk meningkatkan
ketahanan korosi
d. Pembungkus baterai
e. Lazimnya paduan terdiri dari Zn + 4%Al + 1%Cuyang mempunyai sifat
keras
f. Paduan Cu-Al-Zn digunakan untuk “Shape Memory”.
g. Paduan Zn+4%Al digunakan untuk bahan karburator, pegangan pintu,
dies
4. Logam Cadmium (Cad)
Cadmium (Cad) memiliki karakteristik:
a. Tcair = 321°C
b. Struktur kristal HCP
c. Tahan korosi atmosfer
d. Lunak dan ulet
e. Rekristalisasi terjadi pada suhu kamar, namun tidak mengalami strain
hardening
f. Lebih mahal daripada Zn
g. Cadmium (Cad) digunakan sebagai bahan pelapis permukaan baut agar
tampak kekuning-kuningan

6.11 Noble Metals


Noble metals memiliki karakteristik:
a. Lunak
96
Material Teknik

b. Tahan panas
c. Mahal
d. Contoh noble metals yaitu silver, gold, platinum, palladium, rhodium,
ruthenium, iridium, osmium

6.12 Uji Kompetensi


1. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari aluminium dan paduannya berikut :
a. Paduan Al – Si
b. Paduan Al – Cu
b. Paduan Al-Mg
c. Paduan Al-Mg-Si
d. Paduan Al - Mg - Zn
e. Paduan Al-Li
2. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari magnesium dan paduannya !
3. Jelaskan bentuk murni dari Cu dan karkterisasinya !
4. Jelaskan perbedaan brass dan bronze !
5. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari titanium dan paduannya !
6. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari zirconium dan paduannya !
7. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari nikel dan paduannya !
8. Jelaskan karakteristik refractory metals dan berikanlah contoh aplikasinya !
9. Jelaskan karakteristik superalloy dan berikanlah contoh aplikasinya !
10. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari cobalt dan paduannya !
11. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari logam putih berikut ini :
a. Timah putih (Sn)
b. Timah hitam (Pb)
c. Zeng (Zn)
d. Cadmium (Cad)
12. Jelaskan karakteristik dan aplikasi dari noble metals !

97
Material Teknik

98
Material Teknik

BAB

7 APLIKASI MATERIAL
TEKNIK KHUSUS

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengkaji aplikasi material teknik
khusus

Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi material
teknik khusus

Materi Pokok
Aplikasi material teknik khusus

99
Material Teknik

7.1 Material Temperatur Rendah


Logam secara umum getas pada temperatur (T) rendah dan lunak pada
temperatur tinggi. Material teknik untuk temperatur rendah ( dibawah 0°C)
sering disebut “Cryogenic material”. Material ini terdiri dari Al dan paduan-
nya, baja tahan karat austenitik. Material ini memiliki struktur kristal FCC dan
tidak memiliki temperatur transisi.

7.2 Material Temperatur Tinggi


Material pada suhu tinggi umumnya besifat lunak dan mengalami
fenomena creep (mulur). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk men-
cegah terjadinya creep. Cara mencegah creep sebagai berikut:
a. Menambah unsur paduan yang dapat larut padat sehingga dapat
menghambat gerakan dislokasi
b. Menambah unsur paduan yang dapat menimbulkan fenomena dis-
persi atau presipitasi
c. Memperbesar ukuran butiran
d. Memilih material dengan struktur kristal susunan rapat, heksago-
nal+kubus

Pemilihan material untuk digunakan pada temperatur tinggi sebagai


berikut :
1. Material untuk temperature 650°C-1100°C
Material untuk digunakan pada temperature 650°C-1100°C seperti :
a. Besi cor yang mengandung Si-Cr (penguat pada dinding tungku)
b. Superalloy (sudu turbin gas) karena tahan creep. Pada superalloy,
penambahan W, V, dan Ti akan membentuk senyawa intermetalik yang
berfungsi untuk menahan gerakan dislokasi dan mencegah
terbentuknya fasa getas (σ)
c. Ni-based alloy + 2%ThO. Material paduan ThO-Nickel mampu meme-
lihara kekuatan pada suhu tinggi.

100
Material Teknik

2. Material untuk temperature 1100°C- 1500°C


Material untuk digunakan pada temperature 650°C - 1100°C seperti logam
W, Mo, Th. Material tersebut memiliki afinitas terhadap O2 yang tinggi
sehingga harus dilapisi dengan material yang tidak mudah teroksidasi
seperti keramik.
3. Material untuk temperature 1500°C- 2000°C
Material untuk digunakan pada temperature 1500°C - 2000°C seperti logam
W, Th.
4. Material untuk temperature diatas 2000°C
Material untuk digunakan pada temperature diatas 2000°C seperti grafit
yang digunakan untuk tungku pengecoran logam.

7.3 Material Pegas


Persyaratan material pegas yaitu :
a. harus mampu menyerap dan melepas energi elastis
b. Tegangan luluh (σy) tinggi dan modulus elastisitas (E) rendah
Material Pegas dapat berupa 100 Cr 6 dan 70 Cr Mn 4.
Penggunaan material pegas untuk :
1. Pegas besar (D = 5 cm)
 Baja 1%C; 1,5%Cr
 Agar σy besar maka kombinasi quenching + tempering bertahan
2. Pegas kecil
 Baja karbon 0,5%C
3. Pegas untuk jangka lama
 Paduan Ni, Co, Cr yang dapat dikeraskan dengan proses
presipitasi
4. Pegas lingkungan korosi
 Paduan Cu-Zn
 Paduan Cu-Zn-Ni (Ni Silver)
5. Pegas konduktivitas tinggi
 Paduan P-Br
101
Material Teknik

 Paduan Cu-Br
6. Pegas dengan E tetap (Timbangan presisi)
 Paduan Fe-36%Ni-12%Cr

7.4 Material Tahan Aus


Material tahan aus yang umum dijumpai seperti bantalan dan poros.
1. Material Bantalan
Syarat material bantalan :
a. Memiliki ketahanan terhadap penekanan yang baik
b. Tahan terhadap beban tiba-tiba/kejut
c. Memiliki ketahanan fatik yang tinggi
d. Tahan terhadap aus
e. Harus memiliki karakteristik plastis yang memadai. Oleh karena itu,
bahan bantalan harus mampu kerut
f. Konduktivitas panas baik
g. Harus memiliki ketahanan korosi yang baik karena ada beberapa
pelumas yang akibat panas terurai menjadi asam (korosif)
h. Relatif rendah titik cairnya karena jika ada “malfunction” dengan
temperatur rendah diharapkan dapat mencegah timbulnya kerusakan
pada komponen lain
i. Memiliki melting ability terhadap jenis pelumas, agar pelumas dapat
dipelihara keberadaannya
Material bantalan antara lain :
a. Babbit
b. Bronze
c. Paduan Al (Al-Zn-Mg)
d. Besi cor kelabu
e. Teflon dan nilon. Bahan ini mempunyai koefisien gesek rendah
sehingga tidak perlu pelumas
2. Material Poros
Syarat material poros :
102
Material Teknik

a. Harus kuat
b. Tahan terhadap fatik
c. Tahan terhadap beban tiba-tiba/kejut dan fluktuasi
d. Tahan aus
Contoh material poros:
a. Baja karbon medium dan tinggi
b. Baja karbon rendah 0,1%C dengan “surface hardening”
Surface hardening dapat dilakukan dengan cara thermochemical treatment
seperti carburizing, nitriding, dll atau melapiskan/menyemprotkan logam
yang keras ke permukaan bahan misalnya stellit ke permukaan poros.

7.5 Material Koefisien Gesek Tinggi


Material koefisien gesek tinggi digunakan untuk peralatan rem dan plat ko-
pling. Syarat material ini yaitu:
a. Harus kuat terutama terhadap geser (shear strength yang tinggi)
b. Tahan aus
c. Konduktivitas panas baik sehingga panas akibat gesekan dapat dilepas
Bahan untuk kampas rem umumnya berupa campuran karet, asbes, dan
silikat. Material rem yang digunakan untuk kereta api berupa besi cor kelabu
matrik ferit. Material rem yang digunakan motor/mobil yaitu paduan Cu-Sn
yang diperkuat dengan SiC, Alumina (Al2O3), SiO2.

7.9 Material Perkakas


Syarat material untuk perkakas (tooling) yaitu :
a. Harus keras
b. Mampu mesin baik
c. Tidak turun kekerasannya dengan naiknya temperatur
Contoh material untuk perkakas :
a. Baja karbon tinggi
b. Baja paduan

103
Material Teknik

7.7 Material untuk Body Engine


Syarat material untuk body engine:
a. Harus rigid/kaku
b. Harus mampu meredam getaran
c. Tidak turun kekerasannya dengan naiknya temperatur
Contoh material untuk body engine : besi cor kelabu (matrik ferit atau perlit)

7.8 Uji Kompetensi


1. Jelaskan istilah crygonic material !
2. Berikanlah contoh dari :
a. Material untuk temperature 650°C-1100°C
b. Material untuk temperature 1100°C- 1500°C
c. Material untuk temperature 1500°C- 2000°C
d. Material untuk temperature diatas 2000°C
3. Jelaskan syarat dan contoh material yang digunakan untuk :
a. Pegas
b. Bantalan
c. Poros
d. Perkakas
e. Body engine
4. Berikanlah contoh material koefisien gesek tinggi dan aplikasinya !

104
Material Teknik

BAB

8 BAHAN NON LOGAM

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengkaji bahan non logam

Indikator
Mahasiswa mampu menjelaskan bahan non logam

Materi Pokok
Bahan Non Logam

105
Material Teknik

8.1 Klasifikasi Bahan Non Logam


Bahan non logam ini terdiri dari :
1. Keramik (Ceramic)
2. Plastik (Polimer)
3. Komposit (Composite)

8.2 Keramik
Keramik tidak hanya meliputi bahan-bahan yang terbuat dari tanah liat
atau sebangsanya. Keramik sebagai bahan tektik terdiri dari berbagai fase
yang masing-masing merupakan senyawa dari logam dan non logam.
Kebanyakan keramik adalah kristalin sebagai mana halnya logam, hanya saja
ikatan antar atom pada keramik adalah ikatan ionik atau kovalen sehingga
dapat stabil. Biasanya keramik terdiri dari berbagai oksida, silika karbida
(SiC), dll. Kegunaan keramik diantaranya untuk :
a. Produk tanah liat, seperti batu bata, pipa tanah liat, ubin, genteng, dll.
b. Keramik tahan panas, keramik ini memiliki ketahanan pada suhu yang
tinggi dan digunakan sebagai cetakan pengecoran logam, tungku
perapian, dapur peleburan, dll.
c. Semen, sebagai bahan baku pembuatan beton untuk jalan maupun
konstruksi.
d. Perabot berwarna putih seperti china, porselin, vas, pottery, stoneware,
dll.
e. Kaca, sebagai bahan pembuatan kacamata, gelas, botol, jendela, bolam
lampu, dll.
f. Abrasif seperti aluminium oxide, silicon carbide, dll.
g. Bahan bakar nuklir.
h. Bio keramik sebagai bahan baku pembuatan tulang dan gigi palsu.

i. Glass fiber untuk penguat plastik atau fiberglass, saluran komunikasi


optik fiber, dll.
j. Isolator keramik yang digunakan pada komponen transmisi listrik.
k. Keramik magnetis, seperti pada memori komputer.

106
Material Teknik

l. Material alat potong, tungsten carbide, cubic boron nitride, aluminium


oxide, dll.

Beberapa bahan keramik yang mempunyai arti penting dalam bahan


teknik :
1. Refractory (batu tanah api)
2. Glass (kaca)
3. Abrasives
4. Cemen (semen)

8.2.1 Refractory (Batu Tahan Api )


Batu tahan api ini sangat diperlukan pada industri-industri yang bekerja pada
temperatur tinggi. Sifat batu tahan api :
a. tahan tahap temperatur tinggi
b. tetap stabil
c. mempunyai konduktifitas panas rendah
d. kuat
e. keras tetapi getas
Berdasarkan sifat kimianya, batu tahan api dapat dibagi :
1. Batu tahan api asam ( acid refractories )
Batu tahan api asam terbuat dari quartz, quartize, mangan.
Banyak silica ( SiO2).
Titik cair antara 1690 ºC– 1730ºC
Mulai melunak pada suhu 1550ºC
Digunakan pada dapur pencair logam dan converter bassemer.
2. Batu tahan api biasa (basic refractories )
Batu tahan api biasa banyak mengandung Magnesia ( MgO).
Dibuat dari : Dolomit atau Magnesit
-Dolomit dapat tahan pada suhu 1800 ºC– 1950ºC
- Magnesit dapat tahan sampai suhu 2000ºC

107
Material Teknik

3. Batu tahan api netral (netral refractories )


Batu tahan api netral banyak mengandung alumina (Al2O3) dan silica
(SiO2). Batu ini terbuat dari koolinit dan tahan pada suhu 1600ºC –
1670ºC.
Nama batu tahan api ini biasanya menurut kandungan senyawa yang paling
dominan.

8.2.2 Glass ( Kaca )


Sifat-sifat kaca yang baik antara lain :
a. Transparan
b. Non toxic
c. Inert ( tidak bereaksi dengan berbagai bahan kimia)
d. Tidak mengakibatkan kontaminasi
e. Cukup kuat / keras

Kaca umumnya dibuat dari berbagai campuran oksida, dan non kristalin/
amorph, atom/molekulnya tidak tersusun menurut suatu pola tertentu seperti
halnya logam, tetapi berupa suatu network tiga dimensi yang acak ( seperti
berikut). Fungsi dari oksida yaitu :
a. glass former yaitu yang membentuk network dari kaca;
b. sebagian sebagai modifier biasanya akan memperlemah ikatan pada
network sehingga menurunkan titik leburnya.
c. Dan ada berfungsi sebagai intermediates.
Bahan dari oksida antara lain :
a. glass former : SiO2 yang paling umum, P2O5, B2O3, Al2O3, Sb2 dan B2O3.
b. sebagai modefier : oksida alkali, alkali tanah oksida timbal.
c. sebagai intermediates : oksida aluminium (alumina), beryllia, zirconia.

Sodalime glass
Sodalime glass merupakan kaca yang paling banyak di produksi karena harga
murah, tahap pada tahap divitrifikasi (partikel pada kaca yang menyebabkan

108
Material Teknik

gelas), relative tahan air. Aplikasi sodalime glass : kaca candela, botol, bola
lampu dan table ware yang tidak perlu tahan tempat tinggi & tahan bahan-
bahan kimia.

Lead glass (flint glass)


Sifat lead glass yaitu titik lebur rendah, mudah di hot-work, indeks bias
tinggi. Kegunaannya lead glass (flint glass) antara lain untuk : high quality
table ware, keperluan optic, tabung lampu ikan, dan untuk pembuatan benda
seni. Kaca lead glass (flint glass) dengan unsur timbal tinggi (s.d. 80%)
digunakan untuk kaca optik yang gelap, untuk jendela pelindung pada tahap
X-ray.

Borosilicate glass (pyrex)


Borosilicate glass (pyrex) mempunyai sifat sangat stabil pada tahap bahan
kimia, tahan pada tahap thermal shoch, tahanan listrik tinggi. Kegunaan
borosilicate glass (pyrex) antara lain di industri untuk pipa, gelas ukur, alat
laboratorium, isolator listrik, dan beberapa keperluan rumah tangga.

High Silica Glass


High silica glass mempunyai sifat tahan thermal shock pada temperatur tinggi
(sampai 900ºC), harganya cukup mahal. Campuran oksida dipanaskan sampai
lebur lalu kaca yang masih kental dibentuk dengan penuangan pada cetakan
(moulding) atau dengan peniupan (blowing).

Fiber glass (serat gelas)


Kaca dapat dibuat dengan berbagai cara, misalnya dengan menarik filamer
kaca yang masih kentak (continouse filament) dikenal dengan fiber glass atau
dengan memasukkan kaca cair ke dalam piringan berpori yang berputar
cepat, maka akan didapat serat gelas yang pendek-pendek, disebut glass
wood. Kekuatan fiber glass(serat gelas) sampai dengan 700 MPa. Fiber glass
dapat digunakan sebagai bahan penguat komposit dan dapat berfungsi
sebagai bahan isolator panas.

109
Material Teknik

8.2.3 Abrasives
Abrasives merupakan bahan yang digunakan untuk menghaluskan
permukaan bahan lain (cara menggosokan). Bahan abrasives dapat digunakan
untuk membuat gerinda, kertas gosok (amplas), serbuk / pasta untuk etsa. Ba-
han-bahan abrasives terbuat dari berbagai oksida dan karbida yang sangat
keras, seperti alumina, silica carbide, tungsten carbide, dll. Bahan-bahan ini
juga dapat dibentuk dengan cara sintering contohnya pada pahat potong
(pahat carbida).

8.2.4 Cement (Semen)


Semen adalah semacam bahan perekat, berupa sebuk, yang umumnya
dicampur dengan air menjadi pasta, dan dibiarkan menjadi keras. Porthand
cement merupakan semen berbentuk serbuk dan apabila dikenai air akan
mengeras. Jenis semen tanpa air antara lain kapur bubuk (Ca (OH)2), dan gips
(CaSO4).

8.3 Polimer (Plastik)


Polimer (plastik) merupakan senyawa organic yang terdiri dari karbon,
hydrogen, oksigen dan nitrogen. Sifat-sifat polimer (plastik) :
a. Ringan : massa jenis polimer berkisar 1,1 gr/cm3 – 1,6 gr/cm3
b. Penyekat panas arus listrik yang baik
c. Surface finish yang baik dapat langsung dari cetakan
d. Dapat diperoleh berbagai warna / transparan
e. Kekuatan polimer lebih rendah dari logam
f. Tidak cocok temperatur tinggi
g. Stabilitas kurang baik, pada kondisi basah.
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh polimer (plastik) maka polimer
cocok digunakan untuk :
a. Bahan yang menerima beban rendah / menengah
b. Bahan dengan konduktivitas panas yang rendah
c. Bahan kotak(wadah) yang cukup ringan
d. bahan dengan warna menarik dan mudah diproduksi, dll.
110
Material Teknik

Plastik mempunyai ikatan polimer yang cukup kuat, tidak mudah terurai.
Secara umum plastik digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Thermosetting
Thermosetting yaitu plastik yang segera mengeras setelah mencapai
temperature pembentukannya dan selanjutnya tidak akan menjadi lu-
nak bila dipanaskan kembali.
2. Thermo plastics
Thermo plastics memiliki ikatan antara rantai-rantai molekul plastic
tidak begitu erat, sehingga apabila terjadi pemanasan kembalai, plastic
bisa mejadi lunak, dan apabila temperaturnya diturunkan plastic bisa
menjadi keras kembali (mudah dibentuk ).

Macam-macam plastik dan karakteristiknya:


1. Phenolic
Phenolic termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. cukup kuat
b. keras
c. tidak transparan
d. mudah diberi warna
e. harga cukup murah
f. mudah dibentuk
2. Melamine
Melamine termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. tahan panas
b. tahan air
c. tidak beraksi dengan bahan kimia
d. isolator listrik
e. aplikasinya untuk table ware, alat-alat listrik, dll.
3. Epoxy
Epoxy termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. ulet / tangguh
111
Material Teknik

b. elastis
c. tidak bereaksi dengan bahan kimia
d. kesetabilan dimensi cukup baik
e. pembuatannya tidak memerlukan temperatur dan tekanan tinggi
f. penggunaan epoxy antara lain untuk bahan komposit.
4. Acrylic
Acrylic termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. transparan
b. cukup kuat
c. tahan impact
d. isolator listrik baik
e. mudah diberi warna
f. tahan pada tahap berbagai bahan kimia
g. acrylic merupakan plastik paling transparan tapi mudah tergores
5. Nylon
Nylon termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. tahan abrasi
b. ulet
c. kestabilan dimensi baik
d. harga cukup mahal
e. bentuk filament : tali, senar, benang, dll.
f. koefisien gesek rendah
6. Polystyrene
Polystyrene termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. stabil
b. dimensi baik
c. menyerap air hanya sedikit
d. isolator listrik baik
e. mudah terbakar
f. mudah bereaksi dengan asam-asam.
112
Material Teknik

7. Vinil
Vinil termasuk thermo plastics dengan sifat :
a. dapat dibuat tipis seperti karet samapi dengan yang kaku
b. ulet dan flexible
c. cukup kuat
d. tidak mudah lapuk
e. stabilitas baik
f. sedikit menyerap air
8. Polyethylene
Polyethylene termasuk thermosetting plastic dengan sifat :
a. ulet/tangguh
b. tahanan listrik yang besar
c. isolasi kabel listrik
d. alat-alat dapur
9. Silicone
Silicone mempunyai sifat:
a. tahan panas
b. sifat dielektrik yang tinggi
c. menyerap kelembaban sangat rendah

Guna memperbaiki sifat dari plastik maka perlu ditambahkan beberapa bahan
lain diantaranya :
a. bahan serat (fiber)
b. plasticuzer (berfungsi untuk mempermudah pencetakan)
c. caloring agent / hibricant

8.4 Komposit
Komposit merupakan jenis material yang merupakan gabungan 2 atau lebih
material yang berbeda sehingga diperoleh material baru dengan sifat yang
lebih baik dan tidak dimiliki oleh komponen penyusunnya. Komponen

113
Material Teknik

penyusun komposit terdiri dari dua yaitu matrix (dominan) dan reinforce-
ment (minoritas). Matrix dapat berupa polimer (resin), logam (Al, Ni),
keramik (Al2O3, SiO2), sedangkan Reinforcement dapat berupa serat karbon,
serat gelas, serat aramid (kevlar), logam (Al, Ti, Ni). Fungsi matrik sebagai
pengikat dan pelindung serat, meneruskan dan membagi beban ke serat. Sifat
umum komposit yaitu :
a. Ringan
b. Kuat
c. Kaku
d. Tahan abrasi dan impak
e. Tidak mudah terkorosi
Contoh aplikasi komposit :
a. Pesawat terbang
b. Otomotif (body kereta api, mobil ringan, dll)
c. Alat olah raga
d. Konstruksi bangunan. dll

8.5 Uji Kompetensi


1. Jelaskan tentang bahan keramik kemudian berikanlah contoh aplikasinya !
2. Jelaskan sifat dari batu tahan api !
3. Jelaskan sifat dan kegunaan dari :
a. Batu tahan api asam (acid refractories)
b. Batu tahan api biasa (basic refractories)
c. Batu tahan api netral (netral refractories)
4. Jelaskan sifat dan aplikasi dari :
a. Sodalime glass
b. Lead glass (flint glass )
c. Borosilicate glass (pyrex)
d. High Silica Glass
e. Fiber glass (serat gelas)

114
Material Teknik

5. Jelaskan sifat bahan abrasives, kemudian berikanlah contoh bahan


abrasives dan penggunaannya !
6. Jelaskan sifat semen, kemudian berikanlah contoh penggunaannya !
7. Jelaskan karekateristik polimer, kemudian berikanlah contoh aplikasinya !
8. Jelaskan yang dimaksud dengan plastik:
a. thermo setting,
b. thermo plastic
9. Jelaskan sifat dari bahan :
a. phenolic,
b. melamine,
c. epoxy,
d. acrylic,
e. nylon,
f. polystyrene,
g. vinil,
h. polyethylene,
i. silicone !
10. Jelaskan sifat komposit secara umum, kemudian berikanlah contoh pema-
kainan bahan komposit !

115
Material Teknik

116
Material Teknik

DAFTAR PUSTAKA

Alfauzi, M.I., 2020, Analisis Variasi Fraksi Volume Serat Ijuk sebagai Bahan
Komposit terhadap Kekuatan Tarik, Jurusan Teknik Mesin FT
Universitas Tidar, Magelang
Avner, S.H., 1986, Introduction to Physical Metallurgy, McGraw Hill, New
York
Brantov, S. K., Yakimov, E. B., 2019, Thermoresistive Semiconductor SiC/Si
Composite Material, Publication : Semiconductors. Feb 2019, Vol. 53
Issue 2, P220-223. 4p
Callister, W.D, Rethwisch, D.G., 2014, Materials Science and Engineering, 9th
ed, John Willey, New York
Stojanovic, B., Bukvic, M., Epler, I., 2018, Application of Aluminum and
Aluminum Alloys in Engineering, Applied Engineering Letters, Vol 2
No X-X(201X)
Haeri, H., 2018 Materials in Environmental Engineering, De Gruiter, Berlin-
Germany
Hammid, M.A., 2018, Analisis Pengaruh Holding Time dan Media Quenching
pada Pegas Daun terhadap Kekerasan Dan Stuktur Mikro, Jurusan
Teknik Mesin FT Universitas Tidar, Magelang
Hosford, W.F., 2011, Materials Science an Intermediate Text, Cambridge
University Press
Gupta, K. M., 2015, Engineering Materials : Research, Applications and
Advances, CRC Press, Boca Raton
Kraner, J., Medved, J., Godec, M., Paulin, I., 2020, Characterization Of Non-
Ferrous Metal Powders, Materials & Technologies Vol. 54 Issue 1, p149-
153, 5p
Lakes, R., 2014, Viscoelastic Materials, Cambridge University Press
Pourhashemi, A., 2015, Engineering Materials : Applied Research and
Evaluation Methods, Apple Academic Press, Toronto [Ontario]

117
Material Teknik

Pramono, C., Salahudin, X., Taufik, I., Bagaskara, A., Irawan, D.M., 2019,
Study of Mechanical Properties of Composite Strengthened Mango Seed
Powder (Mangifera Indica Cultivar Manalagi), Brass, and Magnesium
Oxide for Brake Pads Material, 1st Borobudur International Symposium,
Magelang
Rusianto, T., 2009, Hot Pressing Metalurgi Serbuk Aluminium, Jurnal
Teknologi, Volume 2 Nomor 1 , Juni 2009, 89-95
Shabalin, I.L., 2015, Ceramic, Glasses, Composite Materials Part 1 :Intoduction,
Definition, Classification & Application, The University of Salford
Smallman, Bishop, R.J., 2000, Metalurgi Fisik Modern & Rekayasa Material,
Erlangga, Jakarta
Suarsana, 2017, Diktat Ilmu Material Teknik, Program Studi Teknik Mesin
Fakulatas Teknik Universitas Udayana, Denpasar
Surdia, T., Chijiwa, K., 2000, Teknik Pengecoran Logam, PT Pradnya Paramita,
Jakarta
Suresh, S., 1998, Fatigue of Materials, 2nd Edition, Cambridge University
Press
Susan, T.M., Newnham, 2017, Materials Engineering : Bonding, Structure, and
Structure-Property Relationships, Cambridge University Press
Syngellakis, S., 2016, Composites: Advances in Manufacture and
Characterisation, WIT Press
Van Vlack, L.H., Djaprie, S., 1995, Ilmu dan Teknologi Bahan : Ilmu Logam
dan Bukan Logam, Erlangga, Jakarta
Kusmono, 2009, Material Teknik Lanjut, Program Pasca Sarjana Teknik Mesin
UGM, Yogyakarta
He, F., 2014, Materials Engineering, Trans Tech Publications Ltd, Zurich,
Switzerland
Tindell, H., 2014, Engineering Materials, Crowood, New York

118

Anda mungkin juga menyukai