BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum Teknik Pengujian Logam yaitu:
1. Memahami prinsip pengujian logam;
2. Memahami perbedaan destructive test (DT) dan non-destructive
test (NDT);
3. Memahami standar yang digunakan pada pengujian logam;
4. Menganalisis sifat dan parameter yang ditunjukkan pada
pengujian logam;
5. Mengolah data hasil pengujian logam;
BAB II
PENGUJIAN TARIK
2.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian tarik;
2. Memahami dan menganalisis kurva mesin pengujian tarik;
3. Mendapatkan data-data hasil pengujian tarik;
4. Mengolah data-data hasil pengujian tarik;
5. Memahami sifat-sifat mekanik yang didapatkan dari pengujian tarik;
6. Memahami prinsip kerja Universal Testing Machine (UTM).
Gambar 2.1 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet
Gambar 2.2 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari
bahan getas
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran
kemampuan bahan menahandeformasi permanen bila digunakan
dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan
mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain,
batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam)
dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti
proses rolling, drawing, stretching dan sebagainya. Dapat
dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
- Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in
service)
- Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming
process)
d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai
kekuatan tarik maksimum σ uts ditentukan dari beban maksium.
Fmaks dibagi luas penampang awal Ao. Pada bahan ulet
tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar 2.1)
dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B.
Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda
dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan
(titik B pada Gambar 2.2). Dalam kaitannya dengan penggunaan
struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan
maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh
dilewati.
e. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat
benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao.
Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M
terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B
maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat
Gambar 2.5 Ilustrasi penampang samping bentuk perpatahan benda uji tarik sesuai
dengan tingkat keuletan/kegetasasan
lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan
peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan Pengamatan kedua
tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang
maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil
dimungkinkan
dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).
a. Perpatahan Ulet
Gambar 2.6 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis
terjadinya perpatahan ulet pada suatu spesimen yang diberikan
pembebanan tarik:
Gambar 2.6. Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a)
Penyempitan awal; (b) Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity); (c)
Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan; (d) Perambatan retak;
(e) Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.
Gambar 2.7 Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang
ditandai dengan lubang-lubang dimple sebagai suatu hasil proses penyatuan
rongga-rongga kecil (cavity) selama pembebanan berlangsung
b. Perpatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi
pada material
2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang
kristalin membelah atom-atom material (transgranular).
3. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse-grain)
maka dapat dilihat pola-pola yang dinamakan chevrons or
fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal
kegagalan.
4. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak
memiliki pola-pola yang mudah dibedakan.
5. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan
patahan yang bercahaya dan mulus.
Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat
diberikan oleh Gambar 2.8 di bawah ini
.
Gambar 2.8. Perpatahan getas pada dua sampel logam berpenampang lintang
persegi panjang (pelat)
Gambar 2.9. Foto SEM sampel dengan perpatahan getas. Perhatikan bentuk
perambatan retak yang menjalar (a) memotong butir (transgranular fracture)
dan (b) melalui batas butir material (intergranular fracture)
Mencatat F maksimal
Kesimpulan
2.4.2 Bahan
1. Spesimen uji ST37 sesuai standar ASTM E8M-04;
2. Milimeter blok.
- Kurva Mesin
F (kg)
800
600
400
200
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Δl (mm)
- Kurva Teknis
60
50
40
30
σ (kg/mm2)
20
10
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2
ε (mm)
- Skala
Diketahui : Fmax = 1960 kg
Fmax = 21 kotak
Ditanyakan : skala?
Jawab :
1960 kg
Skala= =93.33 kg /kotak
21 kotak
σ u=629.079 MPa
- Keuletan (ε)
Diketahui : Δl = 9.04 mm
lo = 44 mm
Ditanyakan : ε?
Jawab :
∆l 9.04 mm
ε= x 100 %= x 100 %=20.5454 %
lo 44 mm
2.7 Kesimpulan
- Pengujian tarik adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik yang dimiliki logam yaitu kekuatan tarik (tensile
strength, σu), kekuatan luluh (yield strength, σy), modulus elastisitas
(elasticity modulus, E), elongasi (elongation, ε) dan reduksi
penampang (reduction in area, RA).
- Pengujian tarik mengacu pada standar ASTM E8M – 04.
- Berdasarkan kurva mesin yang diperoleh dari Universal Testing
Machine (UTM) dapt diketahui adanya Fmax, Fy dan Δl.
- Berdasarkan pengolahan data kurva mesin dan pengukuran dimensi
dapat diketahui adanya:
1. σu sebesar 629.079 MPa
2. σy sebesar 509.236 MPa
3. Keuletan terdefinisi melalui reduksi luas penampang dan
elongasi. Elongasi sebesar 20.5454 MPa
4. E sebesar 24.78 MPa
- Berdasarkan spesimen hasil pengujian, patahan merupakan patahan
ulet. Mekanisme patah dapat dikethui sebagai mekanisme perpatahan
“cup and cone fracture mechanism”.
- Spesimen uji dapat dikatakan sebagai spesimen yang ulet karena
mengalami necking dan hasil perpatahan yang berserabut.
- Terjadi perbedaan hasil pengujian dengan hasil yang standar.
Kemudian disebabkan oleh ukuran spesimen yang tidak sesuai
standar.
BAB III
PENGUJIAN KEKERASAN
3.1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar pengujian kekerasan Brinell
dan Rockwell C;
2. Mengetahui kekerasan dari suatu spesimen uji;
3. Membandingkan prosedur dan prinsip pengujian kekerasan Brinell
dan Rockwell C;
a. Benda uji.
b. Operator.
c. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu:
a. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
b. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
c. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell,
yaitu :
a. Tingkat ketelitian rendah.
b. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
c. Penekanan bebannya tidak praktis.
2. Metode Pengujian Brinell
Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola
baja yang terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan
diameter tertentu oleh suatu gaya tekan secara statis ke dalam
permukaan logam yang diuji tanpa sentakan. Permukaan logam
yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan
dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter
paling atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti, yang
Kesimpulan
Membuat kesimpulan
3.4.2 Bahan
1. Material uji Nickel Based;
2. Material uji AISI P420;
3. Material uji Al 7XXX.
HBN Rata-
No. Spesimen Uji
1 2 3 Rata
1 Al 7XXX 131 135 131 132.33
5. Rata-Rata HBN
Diketahui : HBN1 = 131 HBN
HBN2 = 135 HBN
HBN3 = 131 HBN
Ditanyakan : HBN rata-rata?
Jawab :
HBN 1+ HBN 2 + HBN 3 131+ 135+131
HBN = =
3 3
HBN =132.33 HBN
3.7 Kesimpulan
- Pengujian kekerasan adalah pengujian ketahanan material terhadap
deformasi plastis;
- Hasil pengujian material Al 7XXX dengan metode Brinell yaitu
132.33 HBN;
- Hasil pengujian material Nickel Based dengan metode Rockwell C
yaitu 24.7 HRC;
- Hasil pengujian material AISI P420 dengan metode Rockwell C yaitu
25.9 HRC;
- Metode Brinell menggunakan indentor bola baja dengan beban 62.5;
- Metode Rockwell C menggunakan indentor diamond cone dengan
beban minor 10 kg dan beban mayor 150 kg.
BAB IV
PENGUJIAN IMPAK
4.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian impak;
2. Memahami tujuan pengujian impak;
3. Memahami perbedaan pengujian impak metode Charpy dan Izod;
4. Menganalisis bentuk perpatahan (fraktografi) hasil uji impak;
5. Menganalisis hasil uji impak berbagai material dan karakteristik
perpatahan yang dihasilkan;
6. Memahami sifat yang dihasilkan dari pengujian impak.
Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh
pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui
sifat kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan charpy atau
cara izod. Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy,
pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan
pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada
jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus
takik. Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu JIS Z .
Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :
K = W/Ao\
dimana :
K = nilai impact (kg m/mm2)
Melepaskan pendulum
Mengulangi langkah diatas untuk spesimen uji (2) Mika dengan mesin
untuk non-Ferrous
Membuat kesimpulan.
4.4.2 Bahan
1. Spesimen uji ST37;
2. Spesimen uji Mika.
Sudut pantul dari ST37 lebih besar dari sudut pantul mika, karena
energi yang diserap oleh ST37 lebih besar. Pada pengujian impak, melalui
perhitungan dapat diketahui nilai energi impak yaitu energi yang mampu
diserap. Nilai EI pada spesimen ST37 sebesar 179.53 Joule, sedangkan nilai
EI pada spesimen Mika sebesar 12.84 Joule. Selain nilai EI, melalui
perhitungan pun dapat diketahui nilai Harga Impak suatu material. Nilai HI
pada spesimen ST37 sebesar 0.1671 J/mm2 sedangkan nilai HI pada
spesimen mika sebesar 0.0219 J/mm2.
Namun, pada material uji Mika, patahan yang terjadi tidak terbagi
menjadi dua, namun menjadi 4 bagian yang tidak beraturan. Hal ini
disebabkan kemungkinan oleh ketidakpasan penempatan takikan pada mesin
uji impak, sehingga pendulum tidak mengenai takikan dengan pas.
4.7 Kesimpulan
- Pengujian impak adalah pengujian yang mengukur ketahanan material
terhadap beban kejut;
- Metode yang digunakan adalah metode Charpy;
- Energi Impak dan Harga Impak spesimen uji ST37 yaitu 179.53 J dan
0.1671 J/mm2;
- Energi Impak dan Harga Impak spesimen uji Mika yaitu 12.84 J dan
0.0219 J/mm2;
- Perpatahan pada material ST37 adalah perpatahan berserat sedangkan
pada material Mika adalah perpatahan kristalin;
- Penggunaan takik bertujuan untuk membuat konsentrasi tegangan
sehingga perpatahan diharapkan terjadi pada bagian yang bertakik
tersebut.
BAB V
PENGUJIAN BENGKOK
5.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian bengkok;
2. Menganalisis hasil uji bengkok suatu material;
3. Memahami sifat mekanik bahan apabila menerima beban tekan;
4. Memahami hal-hal yang mempengaruhi pengujian bengkok;
5. Menghitung modulus elastisitas, momen inersia, momen bending dan
defleksi bending.
Gambar
5.3 Kurva Hasil
Pengujian Mulur
Maka
diperoleh
gradien y = Ax
+ B. Nilai A
Mengukur jari-jari dan jarak tumpuan dengan jangka sorong dan penggaris
Menahan pembebanan
Mencatat skala akhir dan mengukur sudut awal menggunakan busur derajat
Melepaskan pembebanan
Membuat kesimpulan.
5.4.2 Bahan
1. Spesimen uji ST37.
- Sudut Springback
Diketahui : Sudut awal = 55o
Sudut akhir = 70o
Ditanyakan : Sudut springback?
Jawab :
Sudut springback =sudut akhir−sudut awal
Sudut springback =70o−55 o=15o
( ) ( )
3 3
1 1
2l t 2 x 19.80 x x 3.68
2 2 4
I= = =82.2294 mm
3 3
1 1
M x t 80500 kgmm x x 3.68 mm
2 2
σ= =
I 82.2295m m
4
kg
σ =1801.3022 2
=18013.022 MPa
mm
- Defleksi
Diketahui : P = 2300 kg
L = 140 mm
E = 1127928.741 kg/mm2
I = 82.2294 mm4
Ditanyakan : δ?
Jawab :
P L3 2300 kg x 1403 mm
δ= = =0.1849 mm
48 EI kg
48 x 1127928.741 2
x 82.2294
mm
1. Kekuatan bending
Kekuatan bending adalah parameter mekanik pada uji bending
terutama untuk material yang getas. Kekuatan bending
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material menahan
beban dan mempertahankan bentuknya hingga patah. Saat
mmaterial diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul
tegangan pada penampang melintang sebagai akibat dari momen
lentur. Kekuatan bending dipengaruhi oleh momen bending dan
momen inersia. Semakin besar momen bending maka semakin
besar kekuatan bending. Semakin besar momen inersia suatu
benda maka semakin kecil kekuatan bending. Besar kekuatan
bending material uji yaitu 18013.022 MPa
2. Defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y
akibat adanya pembebanan vertical yang diberikan kepada
balok. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi adalah:
a. Kekakuan batang
Semakin kaku batang, maka semakin kecil defleksi yang
terjadi
b. Gaya
Semakin besar gaya yang diberikan, maka semakin besar
defleksi yang terjadi
c. Jenis tumpuan yang diberikan
d. Jenis beban yang terjadi pada batang
3. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas dipengaruhi oleh kekuatan bending dan
regangan bending. Modulus elastisitas hasil pengujian sebesar
11279,28741 GPa, sedangkan modulus elastisitas dari literature
sebesar 205 GPa. Terdapat perbedaan nilai modulus elastisitas
yang sangat besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kesalahan prosedur praktikum atau ketidak telitian praktikan pada
pengamatan yang dilakukan manual. E berbanding lurus dengan
kekuatan bending, namun berbanding dengan momen inersia.
5.7 Kesimpulan
- Pengujian bending adalah pengujian sifat mekanik material yang
menerima pembebanan bending dalam pembentukan;
- Aspek-aspek kemampuan bending yaitu:
1. Kekuatan bending sebesar 18013.022 MPa
2. Defleksi sebesar 0.1849 µm
3. Modulus Elastisitas sebesar 11279.2871 GPa
- Pengujian yang lebih baik adalah dengan prinsip 4 point bending
karena daerah pengujian yang lebih panjang sehingga lebih mudah
diamati;
- Springback yaitu perubahan sudut tekukan menjadi lebih besar
dikarenakan pada spesimen uji masih terdapat sisa deformasi plastis.
BAB VI
PENGUJIAN MULUR
6.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian mulur;
2. Memahami dan menganalisis kurva pengujian mulur;
3. Mendapatkan data hasil uji mulur;
4. Mengolah data hasil uji mulur.
III merupakan daerah tertier yaitu daerah dimana material mulai mengalami
rupture atau dalam keadaan tidak aman.
Dari creep test didapat kurva creep pada pembebanan dan tegangan
konstan sebagai berikut:
Kurva diatas didapat dari creep test yang memiliki kelemahan dalam
pengerjaannya yaitu waktu yang lama (±10000 jam), beban rendah, sulit
mendapatkan kurvanya karena tiap kali pengecilan penampang perlu
penurunan tegangan. Untuk itu agar creep lebih mudah di amati maka
dilakukan creep rupture test yang menggunakan beban yang besar dan
waktu yang singkat.
H / R = T (C + log t)
Dimana:
R = konstanta gas
C = konstanta Larson-Miller
T = Temperatur
t = rupture life
Gambar 6.4 Contoh kurva Larson Miller untuk paduan Besi S 590
Melakukan pengamatan
Membuat kesimpulan
Waktu
No ∆l Regangan
(t)
1 0 3.62 0.11
2 5 4.60 0.14
3 10 4.16 0.13
4 15 4.19 0.13
5 20 4.20 0.13
6 25 4.17 0.13
7 30 4.20 0.13
8 35 4.21 0.13
9 40 4.23 0.13
10 45 4.25 0.13
11 50 4.25 0.13
12 55 4.25 0.13
13 60 4.24 0.13
14 65 4.25 0.13
15 70 4.28 0.13
16 75 4.29 0.13
17 80 4.29 0.13
18 85 4.29 0.13
19 90 4.29 0.13
20 95 4.31 0.13
21 100 4.33 0.14
22 105 4.34 0.14
23 110 4.34 0.14
24 115 4.34 0.14
25 120 4.35 0.14
26 125 4.40 0.14
27 130 4.40 0.14
28 135 4.40 0.14
29 140 4.39 0.14
30 145 4.30 0.13
31 150 4.42 0.14
32 155 4.43 0.14
33 160 4.44 0.14
34 165 4.44 0.14
35 170 4.45 0.14
36 175 4.46 0.14
37 180 4.48 0.14
38 185 4.49 0.14
39 190 4.49 0.14
40 195 4.49 0.14
41 200 4.51 0.14
42 205 4.52 0.14
43 210 4.54 0.14
44 215 4.55 0.14
45 220 4.55 0.14
46 225 4.56 0.14
47 230 4.59 0.14
48 235 4.60 0.14
49 240 4.61 0.14
50 245 4.60 0.14
51 250 4.61 0.14
52 255 4.65 0.15
53 260 4.67 0.15
54 265 4.68 0.15
∆ l 7.79 mm
ε 5= = =0.2434
lo 23 mm
Ditanyakan : ε?
Jawab :
∆ l 13.34 mm
ε 1= = =0.4168
lo 32 mm
0.25
REGANGAN
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0 360 720 108014401800216025202880
Time (Menit)
6.7 Kesimpulan
- Pengujian mulur adalah pengujian terhadap deformasi permanen dari
material ketika material ketika mengalami beban konstan atau tekanan
konstan pada waktu tertentu
- Terdapat 3 (tiga) daerah pada kurva uji mulur, yaitu daerah primary
(Stage I), daerah secondary (stage II) dan daerah tertiary (stage III).
- Daerah primary terjadi pada: ε= 0.13 – 0.20 t(m)= 0 – 500 m
- Daerah secondary terjadi pada: ε=0.20 – 0.35 t(m)= 500 – 3000 m
- Daerah tertiary terjadi pada: ε= 0.35 – 0.43 t(m)= >3000 m
- Panjang spesimen uji awal yaitu 32 mm dan diameter awal yaitu 5
mm, sedangkan panjang spesimen uji akhir yaitu 41.18 mm dan
diameter akhir yaitu 4.34 mm.
BAB VII
7.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar non-destructive test;
2. Memahami prinsip dasar non-destructive test dye penetrant;
3. Menganalisis cacat dengan menggunakan non-destructive test dye
penetrant.
b. Fluorescent Penetrant
Cairan berwarna hijau muda terang (dengan bantuan
cahaya ultraviolet). Liquid penetrant ini adalah yang dapat
berkilau bila disensivitas fluorescent penetrant bergantung
pada kemampuannya untuk menampilkan diri terhadap
cahaya ultra violet yang lemah pada ruangan yang gelap.
c. Dual Sensitivity Penetrant
Berisi kombinasi cairan visible dan fluorescent. Pada
system ini, specimen yang telah mengalami pengujian,
untuk mengetahui cacat di permukaannya dengan cara
dilihat melalui bantuan cahaya lampu dengan kekuatan
minimal 100 Fc. Tetapi apabila dengan cara itu tidak
ditemukan cacat permukaan maka dilihat di dalam ruang
gelap dengan bantuan sinar ultraviolet.
Melakukan pre-cleaning
Menyemprotkan developer
Membuat kesimpulan
7.4.2 Bahan
1. Thinner;
2. Penetrant;
3. Developer;
4. Material uji hasil las.
1. Pre-cleaning
Pre-cleaning bertujuan untuk membersihkan permukaan benda
uji dari sesuatu yang menutup permukaan benda uji seperti
debu, cat, kerak dan sebagainya. Beberapa bahan dapat
digunakan pada proses ini seperti detergen, solven dan
sebagainya. Pada praktikum ini, bahan yang digunakan adalah
thinner.
2. Penetrasi
Pada tahap ini diberikan cairan penetrant pada permukaan hasil
las yang diperiksa. Kemudian ditunggu beberapa saat (dwell
time), sehingga cairan dapat masuk ke dalam celah retakan. Pada
praktikum ini dwell time yang digunakan yaitu 15 menit.
Terdapat dua jenis zat penetrant yang biasa digunakan yaitu
visible dan fluorescent. Hasil pengujian dengan cairan penetrant
visible dapat dilihat langsung sedangkan fluorescent akan
memancarkan sinar hijau muda apabila disinari dengan sinar
ultraviolet. Pada praktikum ini, cairan yang digunakan adalah
cairan penetrant visible dengan teknik pengaplikasian spray.
3. Removal of excess penetrant
Pembersihan cairan penetrant dapat menggunakan air, pelarut
atau dilap. Pada praktikum ini cairan penetrant dibersihkan
dengan dilap. Pembersihan tidak boleh berlebihan, karena dapat
menyebabkan penetrant yang meresap akan terbilas semua.
4. Development
Developer disemprotkan pada permukaan spesimen uji dengan
tujuan developer akan menyerap cairan penetrant kembali ke
permukaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tegangan
permukaan antara cairan penetrant dan developer. Developer
harus berwarna terang dan kontras dengan penetrant untuk
spesimen uji ini terjadi cacat imperfect shape dalam bentuk undercut yang
ditunjukkan dengan warna merah pada daerah based metal yang terkikis.
Undercut
Transversal
Crack
7.7 Kesimpulan
- Pengujian Non-Destructive Test Liquid Penetrant memiliki prinsip
yaitu pemanfaatan cairan penetrant untuk memasuki celah
discontinuity atau kapilaritas, serta kerja developer untuk mengangkat
cairan kembali yang meresap pada retakan sehingga cacat dapat
terdeteksi;
- Prosedur pemeriksaan yaitu pre-cleaning, penetrasi, removal of excess
penetrant, development dan interpretasi cacat;
- Pre-cleaning bertujuan untuk membersihkan permukaan benda uji;
- Penetrasi bertujuan untuk memasukkan cairan penetran ke celah
retakan;
- Removal of excess penetrant bertujuan untuk membersihkan sisa
penetrant di permukaan;
- Development bertujuan untuk developer menyerap cairan penetrant
kembali ke permukaan;
- Cacat yang terjadi pada spesimen uji hasil las yaitu imperfect shape
dalam bentuk undercut dan cacat retak transversal.
DAFTAR PUSTAKA
Yuwono, Akhmad Herman. 2009. Buku Panduan Praktikum Karakterisasi
Material I Pengujian Merusak (Destructive Testing). Depok: Departemen
Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Yunus, Asyari D. Struktur dan Sifat Material. Jakarta: Universitas Darma Persada
Anonim. Modul Praktikum Metalurgi (Logam). Surakarta: Fakultas Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ramha, Anita. Memeriksa Crack Hasil Las pada Material dengan Metode NDT
Dye Penetrant Testing. [Online] (http://www.api-iws.org/pdf/pemeriksaan-
crack-pada-material-dengan-metode-ndt-dye-penetran-testing.pdf)