id
TESIS
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso
S011302004
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
SURAKARTA
2015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso
S011302004
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
SURAKARTA
2015
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso
S011302004
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Oleh
Emmanuel Putro Prakoso
S011302004
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD ....................... 25
NIP. 19500709 198003 1003 Februari
2015
Porf. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. commit to user Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD
NIP. 19610717 198061 1001 NIP. 19500709 198003 1003
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Sistiawan dan Ibunda Trining Indriyati YS
dan Kakaku terkasih Pribadi Setyawam Andrianto;
Seluruh Staf Pengajar Program Magister Seni Rupa UNS yang setia
membimbingku dan sahabat-sahabat mahasiswa Pogram Magister Seni Rupa;
Sahabat-sahabat mahasiswa seni murni FSRD UNS angkatan 2011, 2012, dan
2013 yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu;
Mas Sri Maryanto ORABER, Mas Bayu Widodo SURVIVE!garage dan Mas
Muhamad Yusuf Taring Padi yang telah berkenan menjadi narasumber utamaku;
Mas Deni Rahman dan Alexander Nawangseto M dari Grafis Minggiran
yang telah berkenan memberikan pandangan tentang perkembangan seni grafis di
Indonesia dan Yogyakarta khususnya;
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas kasih dan damai sukacitaNyalah penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik
dan sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan.
Sesuai dengan minat dan bidang keahlian, maka penulis mengangkat
sebuah kajian dalam bidang seni grafis di Yogyakarta sebagai dasar penelitian
tesis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master dalam
bidang seni rupa di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berdasarkan hal tersebut, penulis memilih sebuah penelitian yang berjudul
“KOMODIFIKASI KARYA SENI GRAFIS SRI MARYANTO, BAYU
WIDODO DAN MUHAMAD YUSUF DI YOGYAKARTA” untuk dikaji dan
dianalisis dalam bentuk sebuah tesis.
Tidak sedikit pula hambatan dan kendala yang penulis alami dalam proses
penyelesaian penelitian ini, namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai
pihak akhirnya dapat meminimalisir segala hambatan dan kendala yang penulis
alami sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan alokasi waktu yang
telah ditentukan.
Banyak perjuangan berharga yang penulis rasakan selama mengerjakan
proyek penelitian ini dimana dalam prosesnya tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD selaku Ketua Program Studi Seni
Rupa, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Dr. Nooryan Bahari, M.Sn., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengetahuan, ide, gagasan, pengalaman, dan pengarahan
selama proses pengerjaan tesis ini.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Ibu Dr. Sarah Rum Handayani, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan pengetahuan, ide, gagasan, pengalaman, dan pengarahan
selama proses pengerjaan tesis ini.
5. Bapak Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn., selaku rekomendator S2 dan
Ketua Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas FSRD Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
6. Bapak Drs. Arfial Arsad Hakim, selaku rekomendator S2 dan Dosen
Jurusan Seni Murni Fakultas FSRD Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Progam Magister Seni Rupa dan Jurusan
Seni Rupa Murni Fakultas FSRD Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmunya, sehingga dapat menjadi bekal
dikemudian hari.
8. Bapak Sri Maryanto, Bayu Widodo, Muhamad Yusuf selaku nara sumber
utama dalam penelitian ini serta Bapak Deni Rahman dan Alexander
Nawangseto selaku nara sumber penguat dalam penelitian ini.
9. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan
Pusat ISI Yogyakarta, Perpustakaan Pascasarjana UNS, IVVA Indonesian
Visual Art Archive Yogyakarta, Indonesian Art News, Cemeti Art House.
10. Kedua Orang tuaku tercinta, Ayahanda Sistiawan, Ibunda Trining
Indriyati YS. dan Kakaku tercinta Pribadi Setyawan A yang telah
memberikanku semangat dan doa di setiap waktu.
11. Sahabat-sahabat terbaikku, Rais Zakaria, Galih Reza, Wahyu Eko P, Agus
Susanto dan Nugrahaningdyah Martina S.P. yang dengan segala
kemurahannya telah bersedia membantu dan mendukungku secara nyata
maupun doa.
12. Seluruh teman-teman di Prodi S1 Seni Murni angkatan 2008, 2009, 2010,
2011, 2012, 2013. Heri, Faqih, Efendi, Ratna, Izmi, Aditya, Anggy, Oki,
Rezky, Kodi, Algo, Amalia P, Tri Andriani L, M Thata Gilang, A Ovan,
Dewi H, Anis K, Aninda DR, Retno W, Nurina S, Sindi M, Latifah H,
Stera LR, Luki AR dan sahabat ISI Surakarta serta teman-teman dari
Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS atas semua dukungan, doa, saran dan
kritiknya. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari bahwa apa yang telah penulis buat ini tidaklah
mencapai kata sempurna namun hanya dengan niat baik yang melandasi penulis
menyelesaikan tesis ini agar dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan salam budaya.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL .............................................................................................................. i
PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ......................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS .................................................................iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
ABSTRAK..................................................................................................... xvi
ABSTRACT ................................................................................................. xvii
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Seni grafis di Yogyakarta merupakan salah satu media ekspresi diri yang
memiliki karakter visual yang khas dan unik. Karya seni grafis di Yogyakarta
dalam penelitian ini diposisikan sebagai sebuah objek yang dapat dianalisa untuk
dijadikan tolok ukur keberadaan praktik komodifikasi di kota tersebut. Fenomena
komodifikasi seni grafis harus dipahami dan dipandang sebagai sebuah proses
perubahan nilai guna suatu barang menjadi nilai tukar (jual) dimana perubahan ini
ditentukan melalui sebuah mekanisme harga.
Penelitian ini dilakukan dalam ranah ilmu Seni Rupa dengan metode
kualitiatif dan teknis analisis data secara deskriptif yang menggunakan strategi
studi kasus agar dapat menangkap fenomena di lapangan yang kemudian dikaji
lebih mendalam, detail, intensif dan komperehensif melalui pendekatan
hermeneutik. Di dalam penelitian ini teori Komodifikasi dari Walter Benjamin
diposisikan sebagai teori utama untuk menjawab ketiga rumusan masalah
penelitian yang dalam penggunaannya dibantu dengan teori Psikologi Kepribadian
dan Ekonomi Mikro yang digunakan secara elektik.
Berdasarkan penelitian komodifikasi karya seni grafis, diperoleh hasil
penelitian bahwa telah terjadi komodifikasi seni grafis di Yogyakarta yang
ditandai perubahan fisik dan non fisik dari karya grafis yang dilatarbelakangi oleh
faktor dorongan psikologis dan kebutuhan ekonomi yang dalam proses terjadinya
meliputi aspek ide penciptaan produk, penentuan teknis produksi, penentuan jenis
produk yang dicetak, penentuan jumlah barang yang diproduksi, proses produksi,
penentuan harga produk, mpenentuan strategi pemasaran dan strategi penjualan
produk. Penelitian ini mempunyai implikasi teoritis dan praktis. Hasil studi ini
akan memperkaya teori komodifikasi, teori psikologi kepribadian dan teori
ekonomi mikro secara umum serta praktik komodifikasi pada karya seni grafis
dapat dimungkinkan terjadi atas dasar tujuan komersil.
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
dalam seni grafis yang mengalami perubahan dalam aspek media. Kedua teknik
tersebut adalah teknik cetak tinggi dan cetak saring. Hal ini diperkuat oleh Tris
Neddy Santo dkk, yang menyatakan bahwa karya grafis yang lazimnya disajikan
pada media kertas, kemudian berubah dengan media lainnya seperti kain, kayu,
fiberglass dan lain-lainnya (Santo dkk, 2012: 104).
Secara singkat teknis dalam proses pembuatan karya cetak tinggi dapat
dijabarkan sebagai berikut, langkah pertama yang dilakukan adalah
mencukil/mentatah lembaran plat kayu sesuai dengan bentuk rancangan visual
yang diinginkan, kemudian permukaan kayu yang telah dicukil dibubuhi dengan
tinta cetak dengan cara dirol pada bagian permukaan yang tidak tercukil,
kemudian ditransfer/dipindah pada media cetak seperti kertas, kain ataupun
kanvas dengan cara menekan media cetak tersebut di atas lembaran plat kayu
yang telah dicukil/ditatah. Cetak saring dalam seni grafis memiliki perbedaan
teknis dibandingan dengan cetak tinggi. Bentuk visual yang hadir dalam cetak
saring disebabkan oleh tembusnya cat pada bidang screen yang berlubang sesuai
dengan rancangan visual yang telah dibuat (Marianto, 1988: 17). Cetak tinggi dan
cetak saring, merupakan sebuah teknik dalam seni grafis yang berkembang sangat
pesat di Indonesia khususnya Yogyakarta.
Karya-karya seni grafis di Yogyakarta memiliki keunikan yang khas jika
dibandingkan dengan karya seni grafis di kota lainnya. Hal ini terlihat pada karya
cetak tingginya yang memiliki karakter visual rumit dan detail serta pada karya
cetak saring yang memiliki karakter khas berupa penggabungan berbagai macam
unsur warna dalam satu karya. Yogyakarta sebagai salah satu kota bagi para
seniman memiliki tantangan yang besar untuk terus melakukan inovasi dalam
rangka memasyarakatkan seni grafis kepada khalayak umum dan turut menjaga
keberadaan seni grafis dari kepunahan. Tantangan tersebut dijawab dengan
diselenggarakannya berbagai pameran seni grafis baik yang dilakukan secara
tunggal, kelompok maupun secara bersama di wilayah Yogyakarta. Beberapa
pameran seni grafis tersebut diantaranya adalah Trienal Seni Grafis Indonesia,
Festival Seni Grafis Jogjakarta Hi Grapher, dan yang terbaru adalah JMB (Jogja
Mini print Bienale) yang diadakan di Bank Indonesia Yogyakarta pada tahun
2014. Beberapa penyelenggaraancommit to user
pameran seni grafis tersebut pada akhirnya
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id
membawa karya cetak tinggi dalam hal ini cukil kayu semakin dikenal oleh
masyarakat di wilayah Yogyakarta. Hal ini selaras dengan pernyataan Aminudin
TH Siregar dalam pengantar kuratorial pameran tunggal Irwanto Lentho yang
berjudul “Sang Pencukil: Catatan-catatan dan Pemaknaan” di dalam
pernyataannya Aminudin TH Siregar mengatakan bahwa cetak tinggi merupakan
salah satu teknik yang paling populer di Indonesia dan paling mendominasi
dibeberapa pameran seni grafis (Siregar, 2011: 7). Kepopuleran teknik cetak
tinggi kemudian diikuti pula dengan berkembangnya teknik cetak saring yang
telah diakui sebagai “kerja seni” sejak dekade 1970-an (Siregar, 2011: 11).
Kepopuleran seni grafis khususnya teknik cetak tinggi dan cetak saring
berdampak dengan semakin banyaknya penggunaan teknik tersebut oleh seniman-
seniman di Yogyakarta sebagai sebuah media ekspresi seni yang sifatnya sangat
personal. Terlihat dalam dekade tahun 2000an banyak sekali seniman-seniman di
Yogyakarta yang melakukan porses inovasi dengan cara memodifikasi karya-
karya grafis konvensional atas dasar ekspresi personal dan kepentingan untuk
lebih memasyarakatkan seni grafis secara umum. Sebut saja diantaranya adalah
seniman grafis AT. Sitompul yang pada tahun 2008 melakukan pameran tunggal
karya cukil kayu dengan visual berbentuk garis-garis geometrik dengan teknik
scraperboard yang telah dimodifikasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Mikke
Susanto dalam pengantar kuratorial pameran tunggal AT. Sitompul yang berjudul
“Abstrak” yang menyatakan bahwa hasil karya cukil kayu AT. Sitompul
diciptakan menggunakan teknik monoprint dimana karya grafis yang dicetak
hanya satu kali dengan pencampuran berbagai macam teknis (Susanto, 2008: 07).
Inovasi ini kemudian muncul kembali pada tahun 2010 yang dilakukan
oleh seniman grafis yang bernama AC. Andre Tanama. AC Andre Tanama pada
pameran tunggalnya yang bertajuk “The Tales of Gwen Silent” menampilkan
berbagai jenis karya seni grafis yang telah dimodifikasi dengan penggabungan
berbagai macam teknik seperti relief print, woodcut, drawing, dan painting dalam
satu karya. Jejak modifikasi karya seni grafis ini kemudian diikuti oleh seniman
grafis Ariswan Adhitama yang pada tahun 2010 melakukan pameran tunggalnya
dengan menampilkan karya cukil bervisual robot yang juga menggambungkan
commit
berbagai macam teknis dalam satu karya.toHal
user
ini selaras dengan pernyataan Fery
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka inti permasalahan dalam
penelitian ini adalah menganalisa munculnya gejala praktik komodifikasi pada
karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di
Yogyakarta.
C. Pembatasan Masalah
Munculnya sebuah fenomena gejala praktik komodifikasi pada karya seni
grafis di Yogyakarta tersebut dirasakan sangat sulit untuk diungkapkan semua
secara menyeluruh dalam satu penelitian, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan
waktu penelitian, luasnya wilayah penelitian, biaya yang dibutuhkan dan
banyaknya seniman yang melakukan praktik komodifiksi karya seni di Indonesia.
Ruang lingkup penelitian ini kemudian dibatasi pada apsek persoalan
muculnya gejala praktik komodifikasi karya seni grafis yang hanya dilakukan oleh
seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf dengan objek
penelitian berupa karya-karya cetak tinggi dan cetak saring serta beberapa hasil
produk mereka yang telah mengalami proses komodifikasi. Penelitian ini juga
dibatasi di wilayah Kota Yogyakarta dengan rentang antara tahun 1999 hingga
tahun 2014.
Pemilihan ketiga seniman tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa
mereka melakukan bentuk inovasi baru dalam dugaan munculnya gejala praktik
komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta. Gejala praktik komodifikasi yang
telah mereka lakukan adalah dengan menciptakan sebuah produk massal dari
karya seni grafis konvensional yang diaplikasikan dalam bentuk benda pakai yang
sederhana, unik, artistik, orisinal dan bernilai ekonomi serta dapat dirasakan
secara nyata kehadiranya bagi masyarakat umum. Terlihat adanya sisi kreatifitas
dari ketiga seniman tersebut untuk menciptakan sebuah produk massal yang
commit
memiliki nilai ekonomi dengan tetapto mepertahankan
user nilai-nilai keunikan,
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
keindahan dan orisinalitas. Hal inilah yang kemudian dijadikan dasar penulis
untuk lebih memfokuskan dan mengkonsentrasikan penelitian ini pada kasus
munculnya gejala praktik komodifikasi karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu
Widodo dan Muhamad Yusuf.
Guna menganalisa praktik komodifikasi karya cetak tinggi dan cetak
saring yang dilakukan seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf,
maka diperlukan peran serta ketiga seniman tersebut sebagai subjek dari
penelitian ini. Fokus dan konsentrasi penelitian ini diarahkan pada produk
merchandise dari hasil proses komodifikasi karya grafis konvensional yang
dijadikan sebagai objek utama dan beberapa konsumen yang membeli produk
hasil dari komodidikasi karya seni grafis seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo,
dan Muhamad Yusuf. Diperlukan beberapa pendekatan disiplin ilmu untuk
menganalisa praktik komodifikasi seni grafis yang terjadi di Yogyakarta.
Pertama, psikologi kepribadian terkait dengan faktor utama pendorong terjadinya
proses komodifikasi karya dari Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf.
Kedua, teori komodifikasi terkait dugaan perubahaan karya seni grafis pada aspek
ukuran, media, harga dan tujuan dari penciptaan karya Sri Maryanto, Bayu
Widodo dan Muhamad Yusuf. Ketiga, ekonomi mikro terkait dengan adanya
prilaku dari masing-masing pelaku ekonomi akibat munculnya permintaan dan
penawaran pada produk karya seni grafis yang membentuk sebuah mekanisme
harga sehingga menentukan keberlangsungan dari proses komodifikasi karya seni
grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
D. Perumusan Masalah
Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Bentuk komodifikasi apa saja yang terjadi pada objek karya seni grafis di
Yogyakarta?
2. Mengapa terjadi komodifikasi pada objek karya seni grafis di Yogyakarta?
3. Bagaimana terjadinya praktik komodifikasi pada objek karya seni grafis
commit
Sri Maryanto, Bayu Widodo to user Yusuf di Yogyakarta?
dan Muhamad
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan praktik
komodifikasi karya seni grafis seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan
Muhamad Yusuf di Yogyakarta dalam fenomena perubahan bentuk, ukuran,
media, harga dan tujuan penciptaan karya. Secara khusus tujuan penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis bentuk-bentuk komodifikasi yang terjadi pada objek karya
seni grafis yang terjadi di Yogyakarta.
2. Menganalisis faktor penyebab terjadinya komodifikasi pada objek karya
seni grafis di Yogyakarta.
3. Menganalisis proses terjadinya komodifikasi pada objek karya seni grafis
Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
1. Civitas Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan, pengetahuan, dan sebagai literatur ilmiah bagi penelitian
berikutnya yang terkait dengan permasalahan komodifikasi karya seni
khususnya pada seni grafis.
2. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi mengenai bentuk-bentuk komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya komodifikasi
karya grafis, perubahan yang terjadi pada seni grafis di Yogyakarta, dan
proses terjadinya paktik komodifikasi seni grafis di Yogyakarta.
3. Industri Kreatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
kepada pelaku industri kreatif untuk mengembangkan potensi pada karya
seni grafis yang dapat dijadikan sebagai sebuah produk massal yang
memiliki nilai ekonomi serta dapat dijadikan sebagai produk yang
memiliki nilai keunikan dan orisinalitas yang mampu bersaing dengan
commit
produk-produk seni maupuan to user
produk konsumer lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
4. Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi
pemerintah untuk lebih memperhatikan keberadaan seniman dan karya
seni grafis di Yogyakarta agar keberlangsungannya tetap terjaga. Hasil
penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi
pemerintah dalam membuat program-program pengembangan potensi
masyarakat yang berbasis industri kreatif.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terdari dari lima bab. Masing-masing
bab dijelaskan secara singkat seperti berikut.
Bab I adalah “ Pendahuluan”. Bab ini menguraikan latar belakang masalah
penelitian ini dengan mengidentifikasi masalah, membatasi masalah, dan memberi
rumusan dalam masalah. Secara keseluruhan di dalam bab ini terdapat enam
bagian sub bab yaitu latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Melalui penguraian
masalah penelitian ini dapat digambarkan dengan jelas dasar argumentasi yang
berkaitan dengan komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta. Karya seni grafis
diposisikan menjadi objek penelitian di wilayah keilmuan kajian seni rupa sebagai
sebuah teks yang harus dibaca ulang sesuai dengan ruang dan waktu untuk
mengembangkan pengetahuan mengenai komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta.
Bab II adalah “Orientasi Teoritik”. Bab ini menguraikan berbagai
penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan komodifikasi untuk membangun
sebuah konsep. Berdasarkan pada konsep yang telah dibangun dalam penelitian-
penelitian sebelumnya, hal ini dapat digunakan untuk menentukan posisi peneliti
dalam menggunakan teori yang tepat dalam penelitian komodifikasi seni grafis di
Yogyakarta ini. Penelitian ini bersifat holistik oleh karena itu digunakan berbagai
sudut pandang teori guna memecahkan masalah dalam penelitian ini. Landasan
teori penelitian ini terbagi menjadi deskripsi teoritik, penelitian yang relevan dan
kerangka berpikir. Deskripsi teoritik dalam penelitian ini dibagi kembali ke dalam
dua sub bab, yang pertama teoricommit to user
substansi yang terdiri dari teori komodifikasi,
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
teori psikologi kepribadian, teori ekonomi mikro, industri kreatif, fungsi politis
seni, art and craft movement, seni grafis dan nilai orisinalitas dalam seni grafis,
serta sejarah seni grafis dan perubahannya. Sub bab yang kedua terdiri dari teori
fenomenologi dan analisis hermeneutik. Kerangkang berfikir dalam penelitian ini
dijelaskan melalui sebuah bagan alur penelitian, yang memuat inti masalah,
alternatif pendekatan masalah, dan hasil penelitian.
Bab III adalah “Metode Penelitian”. Bab ini menguraikan proses kerja
dalam penelitian ini yang merupakan penelitian bidang ilmu kajian seni rupa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif
deskriptif dengan strategi studi khasus dan teknik analisis data model interaktif
yang menggunakan pendekatan hermeneutik. Proses kerja penelitian ini terdiri
atas lima bagian, yaitu tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, data, sumber
data dan instrumen penelitian, teknik pengambilan/pemilihan informan teknik
pengumpulan data, teknik analisis dan validasi data.
Bab IV adalah “Pembahasan: Gambaran Umum, Sebab dan Proses
Komodifikasi Seni Grafis di Yogyakarta. Bab ini merupakan inti dari penelitian
yang terdiri dari sub bab besar. Pertama hasil penelitian yang menjelaskan tentang
bentuk komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta, Penyebab terjadinya
komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta dan proses terjadinya komodifikasi
karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Mahamad Yusuf di
Yogyakarta. Yogyakarta merupakan lokasi penelitian dan karya seni grafis
merupakan objek material kajian ini yang mengalami dugaan proses komodifikasi.
Ketiga hal tersebut penting untuk dijelaskan guna mendapatkan gambaran secara
umum dan khusus tentang terjadinya komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta. Kedua analisis data dan pembahasan. Dalam sub bab ini penulis
menganalisi dan membahas data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan
dalam proses kajian ini untuk membahasa tiga hal penting sesuai dengan tujuan
dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisa bentuk komodifiksi yang terjadi pada
objek karya seni grafis di Yogyakarta; (2) Menganalisa faktor penyebab terjadinya
komodifikasi pada objek karya seni grafis di Yogyakarta; (3) Menganalisa proses
terjadinya komodifiakasi pada objek karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu
commit to user
Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik
1. Teori Substansi
a. Definisi Komodifikasi
Komodifikasi atau Commodification adalah sebuah istilah
yang awalnya populer pada kisaran tahun 1977. Komodifikasi
merupuakan sebuah konsep fundamental dari pemikiran Marxisme
tentang bagaimana kapitalisme berkembang. Kata komodifikasi
sendiri berasal dari kata komoditi yang artinya barang yang diperjual
belikan atau diperdagangkan. Marxisme melihat komoditas memiliki
nilai guna dan nilai tukar. Nilai guna suatu objek tidak lain merupakan
kegunaannya yang terkait dengan pengertian Marxisme tentang
pemenuhan kebutuhan tertentu, di sisi lain, nikai tukar akan terkait
dengan nilai produk itu di pasar, atau harga objek yang bersangkutan.
Menurut Baudrillard (dalam Barker, 2004: 200) komodifikasi
dalam masyarakat konsumen menjadi objek yang tidak lagi dibeli
sebagai nilai guna, tetapi sebagai komoditas-tanda. Munculnya proses
komodifikasi telah menghadirkan objek tiruan (simulacrum) yang
pada akhirnya membuat masyarakat hanya mengkonsumsi produk-
produk tersebut sebagai sebuah komoditas-tanda (Sutrisno dan
Putranto, 2005: 34). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami
bahwa komodifikasi merupakan sebuah proses perubahan nilai suatu
barang yang menghasilkan produk-produk tiruan sebagai indikasi
munculnya budaya seolah-olah dalam masayarakat konsumen. Hal ini
selaras dengan pandangan Mosco (2009:132), yang mendefinisikan
komodifikasi sebagai proses perubahan nilai pada suatu produk yang
tadinya hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai
jual) dimana nilai kebutuhan atas produk ini ditentukan lewat harga
yang sudah dirancangcommit
oleh to user
produsen. Semakin mahal harga suatu
12
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
komodifikasi pada objek karya seni grafis dari seniman Sri Maryanto,
Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di Yogyakarta.
b. Psikologi Kepribadian
Sigmund Freud menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki
dorongan kreatif dari mekanisme pertahanan (defence mechanisme)
dalam diri. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2009: 25) terdapat reaksi
kompromis (reaction compromise) dalam mekanisme pertahanan
manusia berupa sebuah proses sublimasi yang ditandai dengan
terjadinya kompromi antara tuntutan insting id dengan realitas ego.
Awilsol menjelaskan bahwa sublimasi merupakan sebuah proses
kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi dan
dapat diterima masyarakat sebagai sebuah prestasi kultural kreatif
(Alwisol, 2009: 25). Hal ini dapat terlihat dari sosok Leonardo da
Vinci yang gemar melukis wanita sebagai sebuah sublimasi rasa rindu
terhadap Ibunya yang telah meninggalkan Ia sejak usia muda.
Berdasarkan hal tersebut terlihat kemunculan proses sublimasi
menjadi awal lahirnya imajinasi yang mampu mendorong seseorang
menjadi kreatif.
Hal ini selaras dengan pendapat Carl Gustav Jung (dalam
Alwisol, 2009: 41) yang menyatakan bahwa ketidaksadaran kolektif
telah menjadi pendorong besar bagi manusia untuk memunculkan
kreativitas. Di dalam ketidaksadaran kolektif terdapat sebuah arsetip
atau pola tingkah laku, dan di dalam arsetip ini terbagi kembali
menjadi tiga bagian yaitu persona, shadow dan self. Persona
merupakan sebuah topeng atau wajah yang dipakai manusia untuk
menghadapi publik (Alwisol, 2009:43). Dengan adanya persona
manusia dapat bertahan hidup, membantu mengontrol perasaan,
pikiran dan tingkah laku. Sedangkan shadow merupakan bayangan
arsetip yang mencerminkan insting kebinatangan (Semiun, 2013: 59).
Insting kebinatangan dalam manusia ini digunakan sebagai upaya
untuk bertahan hidup. Insting ini membuat manusia lebih bersemangat
commit to user
dalam menjalani kehidupan. Terakhir adalah self yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Kebutuhan
Harga Diri
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis
Gambar 1. Piramida Hirarki Kebutuhan Manusia Abraham Maslow
(Sumber: Repro gambar dari buku Dariyo, 2008: 125)
komodifikasi dalam hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu media
atau alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia menurut
hirarki kebutuhan Maslow.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling
mendasar dan sangat penting untuk bertahan hidup. Diantaranya
adalah kebutuhan udara, air, makan, tidur, dan lain-lain. Maslow
percaya bahwa kebutuhan fisiologis sangat penting dan naluriah di
dalam hirarki kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi
sekunder sampai kebutuhan ini terpenuhi (Awilsol, 2009: 204).
Kebutuhan ini dinamakan juga basic needs yang jika tidak terpenuhi
dalam keadaan yang sangat ekstrim maka manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas
manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya itu. Praktik komodifikasi pada sebuah produk
yang dihasilkan manusia dimungkinkan terjadi bila sesorang tersebut
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya.
Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan jangka pendek,
sedangkan kebutuhan rasa aman adalah pertahanan jangka panjang
(Alwisol, 2009: 204). Sejak bayi kebutuhan rasa aman telah muncul,
dimana seorang bayi membutuhkan rasa aman seperti ketenangan,
keteraturan, dan kesetabilan. Pada masa dewasa kebutuhan rasa aman
ini kemudian terwujud dalam kebutuhan pekerjaan, gaji, tabungan,
asuransi dan jaminan masa depan (Alwisol, 2009: 205). Kebutuhan-
kebutuhan rasa aman pada masa dewasa ini memungkinkan terjadinya
komodifikasi pada sebuah produk. Terjadinya pertukaran nilai guna
menjadi nilai tukar pada sebuah produk membuat sesorang berfikir
untuk berlomba-lomba mendapatkan tabungan dan jaminan masa
depan yang lebih baik.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menjalin hubungan
dengan orang lain. Individu diberi kesempatan dan kebebasan tanpa
diskriminasi untuk menjalin interaksi sosial dengan siapa saja tanpa
commit
terkecuali (Dariyo, 2008: to user
124). Interaksi sosial sebagai salah satu
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
c. Ekonomi Mikro
Membicarakan persoalan jual beli barang dan jasa dalam
wilayah rumah tangga dan perusahaan tentunya akan membawa kita
masuk ke dalam pembahasan tentang ekonomi mikro. Teori ekonomi
mikro didefinisikan juga sebagai suatu bidang ilmu ekonomi yang
menganalisis bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan ekonomi
(Sukirno, 2006: 21). Kajian cabang ilmu ini dipelopori oleh Adam
Smith (...the Wealth of Nattion. 1776) yang berisi mengenai
bagaimana harga suatu komoditi secara individu terbentuk; mengkaji
bagaimana penentuan harga tanah, tenaga kerja dan modal, serta
meneliti kelemahan dan kekuatan mekanisme pasar, selain sifat-sifat
efesiensi pasar itu sendiri yang sangat mengagumkan dan manfaat
ekonomi yang berasal dari tindakan individual yang bersifat self-
intersted (Samuelson dan Nordhaus, 2001: 5). Dapat disimpulkan
bahwa ekonomi mikro merupakan sebuah cabang ilmu ekonomi yang
berada pada lingkup analisis perilaku dari masing-masing pelaku
ekonomi.
Pokok pembahasan ekonomi mikro terkait dengan transaksi
commit to user
suatu barang adalah adanya permintaan (demand) dan penawaran
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
d. Industri Kreatif
Industri kreatif adalah sebuah industri masa depan yang
bertumpu pada daya kreasi manusia. Istilah industri kreatif pertama
kali dipopulerkan oleh Partai Buruh di Autralia paa awal tahun 1990-
commit
an sebagai upaya dalam to user
mencari format baru untuk memperoleh dana
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
artefak dari hasil tangan manusia akan dapat ditiru oleh manusia
lainnya dan reproduksi mekanis terhadap sebuah karya seni
dikemudian hari akan melahirkan sesuatu yang baru. Gregory Ulmer
(dalam Sutrisno dan Putranto, 2005: 34) berpendapat bahwa
munculnya reproduksi massal merupakan sebuah bentuk upaya
perubahan suatu karya atau penanda yang “dimotivasi ulang” dalam
konteks baru. Walter Benjamin kemudian menerbitkan sebuah esai
yang berjudul “The Work of Art in the Age of Mechanical
Reproduction”. Esai tersebut memaparkan bahwa adanya kemampuan
mereproduksi melalui teknologi berpotensi mengembangkan bentuk
dan praktik kreatif dari seni menjadi produksi yang bersifat massal
(Benjamin,1969: 218).
Munculnya aktivitas reproduksi mekanis ini tentunya memiliki
dampak tersendiri atas karya seni. Hilangnya “aura” dalam karya seni
menjadi konsekuensi atas lahirnya reproduksi mekanis. Konsep “aura”
yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa budaya reproduksi secara
masal dalam masyarakat industri kapitalisme telah menghilangkan
kekuatan “aura” seni dan kedalaman estetis dari hal-hal yang
diproduksi (Sutrisno dan Putranto, 2005: 34). “Aura” ini hilang akibat
kegiatan mereproduksi yang hanya dimaknai sebagai kegiatan teknis
saja untuk mengejar tujuan-tujuan ekonomi. Karya seni dalam hal ini
telah berhenti berperan sebagai objek pemujaan keagamaan,
kehilangan nilai prosesnya, dan menempati posisi baru sebagai sebuah
nilai pertunjukan antara karya dengan penonton (Husnan, 2013: 538).
Posisi baru inilah yang dipahami oleh Walter Benjamin sebagai sebuah
sifat “orisinalitas” karya seni yang telah direproduksi dalam konteks
baru.
Kenyataan ini kemudian membuka ruang bagi “fungsi politis”
dari karya seni. Fungsi politis ini terlihat dengan munculnya praktik-
praktik komodifikasi pada karya seni. Pemahaman fungsi politis seni
dalam konteks penelitian ini digunakan untuk menganalisa proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
melalui proses cetak (Bahari, 2008: 83). Seni grafis merupakan sebuah
media ekspresi seni yang memiliki kecendrungan untuk direproduksi
secara masal dengan menggukan prinsip cetak pada pembuatan
karyanya.
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang seni grafis,
tentunya kita harus terlebih dahulu memahami posisi seni grafis dalam
dunia seni rupa moderen. Dalam dunia seni rupa moderen kedudukan
seni grafis sejajar dengan seni-seni lainnya, seperti lukis, patung
maupun keramik dan kesemuanya masuk ke dalam bagian rumpun seni
murni (Santo, 2012: 104).
Seni grafis sebagai sebuah medium ekspresi yang memiliki
beberapa keistimewaan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pilihan
teknis cetak yang memiliki karakter visual berbeda-beda dan
disamping itu seni grafis memiliki sifat dasar dilipatgandakan atau
direproduksi secara masif dengan tetap tidak mengurangi nilai
orisinalitas dalam karyannya. Teknis cetak yang terdapat pada proses
kerja seni grafis meliputi cetak tinggi, cetak dalam, cetak datar, dan
cetak saring (Bahari, 2008: 83). Nilai orisinalitas dalam karya seni
grafis tetap terjaga walaupun karya tersebut dicetak puluhan maupun
ratusan kali oleh senimannya, hal ini telah jelas disepakati secara
internasional dalam Third International Congress of Plastic 1960 yang
diadakan di Wina. Dalam kongres tersebut dengan jelas dipaparkan
bahwa karya seni grafis pada prinsipnya adalah karya orisinal dengan
pertimbangan kerja tangan seniman berlaku di atas plat cetak dan hasil
cetakannya disetujui oleh seniman. Dalam seni grafis, setiap edisi
memiliki nilai orisinal yang ditandai melalui pembubuhan tanda tangan
seniman pada setiap hasil cetakan serta nomor urut cetakan (Siregar,
2009: 8).
Teori seni grafis dan nilai orisinalitas karya seni grafis dalam
penelitian ini digunakan untuk melihat apakah karya seni yang
diciptatakan oleh Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di
commit
Yogyakarta merupakan karya toseni
user
yang termasuk dalam rumpun seni
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
antara dunia yang dikenal dalam sains dan dunia tempat kita hidup.
Selanjutnya ia juga mendiskusikan tentang kesadaran dan perhatian
terhadap dunia di mana kita hidup. Kata fenomenologi berasal dari
bahasa Yunani, phainomenon, dari phainesthai / phainomai / phainein
yang artinya menampakkan, memperlihatkan (Dagun, 1990: 37).
Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala yang diartikan
sebagai suatu hal yang tidak nyata atau semu, kebalikan kenyataan,
serta dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati
melalui panca indera. Fenomenologi juga berarti ilmu pengetahuan
(logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Jadi, fenomenologi
itu mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri
atau yang disebut sebagai fenomena (Bertens, 1981: 100).
Dewasa ini, fenomenologi dikenal sebagai sebuah aliran dalam
filsafat sekaligus sebagai metode berpikir yang mempelajari fenomena
manusiawi tanpa harus mempertanyakan penyebab dari fenomena
tersebut, realitas objektif dan penampakannya. Konsep fenomenologi
dalam pemikiran Edmund Husserl itu berpusat pada persoalan tentang
kebenaran. Baginya fenomenologi bukan hanya sebagai filsafat tetapi
juga sebagai metode, karena dalam fenomenologi kita memperoleh
langkah-langkah dalam menuju suatu fenomena yang murni (Bertens,
1981: 43). Fenomenologi digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar
filosofis untuk melihat fenomena baru tentang praktik komodifikasi
yang terjadi di Yogyakarta.
b. Defenisi Hermeneutik
Metode merupakan pondasi dan dasar penalaran bagi manusia.
Setiap manusia berfikir selalu menggunakan sebuah metode walaupun
dengan tingkatan kadar yang berbeda-beda. Salah satunya adalah
metode hermeneutik, yaitu metode yang ditawarkan oleh beberapa
ilmuan, untuk mencari kebenaran melalui penafsiran simbol berupa
teks atau benda konkret guna mencari arti dan maknanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
media massa. Hasil penelitian ini menemukan adanya motivasi menjual nilai-nilai
seksualitas dan pornografi untuk mempengaruhi daya beli masyarakat dan
memaksimalkan promosi produk yang dihasilkan. Sehinga iklan pada media
massa hanya memunculkan citra estetika yang terjadi akibat dorongan seksual
penikmatnya tanpa melihat etika pada iklan yang dipromosikan tersebut.
Keenam, penelitian Agata Maccarrone-Eaglen (2009: 1-11) yang berjudul
“An Analysis Of Culture As A Tourism Commodity”. Agata Maccarrone-Eglen
dalam penelitian ini membahas tentang peran penting budaya dalam fungsi
pariwisata sebagai sebuah komoditas yang dipasarkan secara internasional.
Namun proses komodifikasi budaya sebagai nilai jual pariwisata menimbulkan
kontroversi dikarenakan budaya akan berubah dan kehilangan nilai-nilai
intrinsiknya dan berganti pada sebuah pemahaman yang relatif bergantung pada
pemahaman pribadi individu, wisatawan dan pemasarnya. Komodifikasi dalam
penelitian ini digambarkan sebagai sebuah strategi pariwisata budaya yang
memiliki dampak negatif bagi budaya itu sendiri.
Ketujuh, penelitian yang berjudul “Komodifikasi Budaya Lokal Dalam
Televisi: Studi Wacana Kritis Komodifikasi Pangkur Jenggleng TVRI
Yogyakarta”, oleh Sumantri Raharjo (2011: 63-139). Penelititan ini mengambil
analisis wacana kritis komodifikasi Pangkur Jenggleng di TVRI Yogyakarta,
karena TVRI merupakan lembaga penyiaran publik dimana berdasarkan UU
Penyiaran No. 32 Tahun 2002 merupakan lembaga yang independen, netral dan
tidak komersial sedangkan komodifikasi biasanya hanya terjadi pada televisi
swasta. Hasil penelitian ini menunjukan terjadinya komodifikasi isi dalam
tayangan Pangkur Jenggleng di TVRI Yogyakarta, komodifikasi isi terjadi melalui
proses penyesuaian isi tanyangan dan genre acara, ideologi dibalik proses
komodifikasi adalah kapitalisme, kekuasan dibalik komodifikasi adalah kekuatan
pasar, dan ideologi kapitalis telah masuk dalam TVRI yang notabene lembaga
pemerintahan yang independen, netral dan tidak komersial. Penelitian ini
mempunyai implikasi secara teoritis dan praktis.
Kedelapan, penelitian yang berjudul “Sociocultural Analysis of the
Commodification of Ethnic Media and Asian Consumers in Canada”, oleh Dal
commit
Yong Jin dan Soochul Kim (2011: to user
551-565). Penelitian ini menggunakan analisa
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
sosial budaya untuk mengungkap komodifikasi yang terjadi pada media etnis dan
konsumen Asia di Kanada. Pendekatan teori ekonomi politik dan studi budaya
menjadi pisau bedah dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
komodifikasi media etnis dan pemasaran etnis pada perusahaan iklan di Kanada
dapat meningkatkan daya beli orang Asia dan jumlah imigran Asia di Kanada.
Komodifikasi media etnis dan pemasaran etnis telah menciptakan pasar baru yang
dimana para media dan biro iklan di Kanada mengalihkan perhatian mereka ke
penonton Asia yang berkembang dan telah melakukan upaya bervariasi untuk
menjangkau khalayak Asia di Kanada. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan
Kanada dan pengiklan bersama Media etnis sengaja membangun strategi
pemasaran etnis individu berdasarkan bahasa dan budaya yang berbeda. Penelitian
ini memberikan pemahaman bahwa komodifikasi adalah sebuah strategi dalam
memodifikasi iklan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Kesembilan, penelitian Ni Made Rai Sukmawati (2012: 216-219) yang
berjudul “Komodofikasi Kerajinan Seni Patung Kayu di Desa Mas, Kecamatan
Ubud, Kabupaten Gianyar”. Ni Made Rai Sukmawati dengan pendekatan teori
komodifikasi mencoba menelusuri praktik komodifikasi dalam kerajinan seni
patung di desa Mas. Hasil penelitian ini mengungkapakan dampak adanya proses
komodifikasi akan menciptakan produk seni kerajinan patung kayu yang baru.
Dalam proses produksi massal ini akan terjadi pemanfaatan sumber daya manusia
yang kreatif agar mampu menciptakan produk-produk yang inovatif dalam artian
produk tersebut bisa diterima oleh pasar. Selain itu departemen produksi tidak
hanya mengelola manusia tetapi juga mengelola peralatan yang nantinya bisa
menunjang proses produksi itu agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan,
sebagai akibat dari adanya perubahan pola konsumsi. Penelitian ini memberikan
pemahaman bahwa komodifikasi adalah suatu proses memodifikasi suatu produk
dengan mengalami perubahan-perubahan baik dari segi ukuran, bentuk, dan
penyederhanaan bentuk bahan yang lebih mudah karena faktor permintaan pasar.
Kesepuluh, penelitian Oki Rahadianto Sutopo (2012: 65-84) yang berjudul
“Transformasi Jazz Yogyakarta: Dari Hibriditas menjadi komoditas”, penelitian
dengan pendekatan sejarah sosial ini menguraikan tentang transformasi yang
commit
terjadi dalam ranah jazz Yogyakarta to user
dengan menggunakan cerita baik dari musisi,
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
ekonomi semata pada kota Abu Dhabi dan New York. Hasil penelitian ini
menujukan bahwa pandangan para arsitek di Abu Dhabi dan New York tidak
sesuai dengan motivasi yang sebenarnya dalam pengambilan keputusan, namun
hal ini tetap saja dilakukan dan dijadikan sebagai sarana untuk memberikan
keyakinan dalam menciptakan desain aritektur yang unik dan spektakuler atas
dasar mendapatkan keuntungan ekonomi. Komodifikasi dalam penelitian ini
digunakan sebagai alat untuk menambah nilai ekonomi sebuah desain arsitektur
kota.
Berdasarkan uraian penelitian diatas menunjukan kajian tentang
komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta yang memusatkan pada karya seni
grafis di wilayah Yogyakarta sebagai objek penelitian, ternyata belum pernah
dilakukan sebelumnya. Hal ini juga diperkuat dengan penggunaan tiga pendeketan
teori secara bersamaan seperti; teori komodifikasi, teori psikologi dan teori
ekonomi mikro yang belum pernah dilakukan sebagai pisau bedah dalam
mengungkapkan dugaan terjadinya komodifikasi pada karya seni dalam penelitian
sejenis. Hal ini yang pada akhirnya dijadikan penulis sebagai salah satu dasar
perlunya dilakukan penelitian tentang komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta dengan penggunaan tiga pendeketan teori secara bersamaan seperti;
teori komodifikasi, teori psikologi dan teori ekonomi mikro.
C. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir adalah sintesis atau abstraksi yang dirumuskan
berdasarkan teori-teori terpilih yang dikorelasikan dengan masalah dalam
penelitian. Kerangka berpikir dalam penelitian komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta ini dibuat dalam bentuk alur bagan pemikiran yang merupakan sebuah
kerangka berpikir sekaligus memuat arah penelitian yang jelas sesuai dengan tema
atau objek yang dibahas. Gambaran dan penjelasan penelitian ini disajikan dalam
bentuk bagan kerangka berfikir dengan tujuan dapat digunakan sebagai panduan
dalam melihat dasar pemikiran peneliti terhadap munculnya praktik komodifikasi
pada objek karya seni grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf di
Yogyakarta. Secara skematis bagan kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
Keterangan:
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
Penulis dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Bentuk
penelitian kualitatif memungkinkan penulis dapat menggambarkan objek
penelitian secara holistik berdasarkan realitas sosial yang ada di lapangan. Bogdan
dan Taylor (1957: 5) mendefenisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendapat ini diperkuat oleh
pernyataan Sutopo (2002: 89) dalam bukunya yang berjudul “Metodologi
Penelitian Kualitatif” penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan untuk menjawab
berbagai pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa (proses dan makna) dalam
pernyataan nyatanya meliputi sejauh mana.
Karakterisitik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut. (1) Sumber data
dalam penelitian kualitatif adalah situasi yang wajar atau ”natural setting” dan
peneliti merupakan instrumen kunci, (2) riset kualitatif bersifat deskriptif, (3) riset
commitketimbang
kualitatif lebih memperhatikan proses to user hasil atau produk semata, (4)
47
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
Cyber-shot DSC W320, kamera DSLR Canon EOS 550D dan buku catatan yang
digunakan pada saat proses pengumpulan data di lapangan.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain.
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Teknis analisis data yang dirasakan tepat digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis data model interaktif menurut Miles dan Hubberman (dalam
Tjetjep Rohendi Rohidi, 2011: 233), seperti pada (Gambar 2) berikut.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan
Kesimpulan
1. Pengumpulan Data
Guna mendapatkan sejumlah data yang diperlukan, maka penulis
melakukan pengumpulan data sesuai dengan pedoman teknis
pengumpulan data yang telah dipersiapkan. Data-data yang diambil
meliputi segala bentuk informasi dari nara sumber terkait dengan dugaan
praktik komodifikasi pada karya seni grafis khususnya pada teknik cetak
tinggi dan cetak saring, dokumentasi bentuk karya konvensional asli dan
produk karya yang telah mengalami proses komodifikasi pada berbagai
media seperti kaos, tas, kartu pos, dan emblem.
2. Reduksi Data
Data lapangan yang diperoleh dari lokasi penelitian direduksi
dengan cara melakukan penggabungan dan pengelompokkan data-data
sejenis menjadi satu dan dituangkan dalam uraian laporan tertulis yang
lengkap dan terperinci. Reduksi data dilakukan terus menerus selama
proses penelitian berlangsung. Pada tahap ini setelah data dipilah
kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar
memberikan kemudahan dalam penampilan, dan penyajian.
3. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan guna mempermudah bagi penulis dalam
melihat gambaran secara menyeluruh atau bagian-bagian tertentu dari data
penelitian. Penyajian data pada prinsipnya merupakan pengolahan data-
data setengah jadi yang sudah dikelompokkan dan menjadi alur tema yang
jelas.
4. Penarikan Kesimpulan
Tahap akhir dari seluruh kegiatan analisis data kualitatif model
Miles dan Huberman adalah kesimpulan. Kesimpulan yang disajikan harus
merujuk pada pertanyaan penelitian yang mengungkapkan “apa”,
“mengapa” dan “bagaimana”. Penarikan kesimpulan dilakukan secara
terus menerus sepanjang proses analisa sehingga mendapatkan hasil yang
paling benar. Peneliti dalam penarikan kesimpulan berusaha menganalisis
dan mencari makna dari data yang telah dianalisa dan selanjutnya
commit
dituangkan ke dalam bentuk to userakhir.
kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
Validitas data adalah sebuah kegiatan yang dilakukan agar hasil penelitian
dapat dipertangungjawabkan dari segala sisi. Berdasarkan hal tersebut maka
penelitian ini menggunakan Trustworthiness dan Persetujuan Intersubjektivitas.
Trustworthiness yaitu menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam
mengungkap realitas menurut apa yang dialami, dirasakan atau dibayangkan
(Wibowo, 2013: 38). Trustworthiness ini mencakup dua hal yaitu sebagai berikut.
1. Autentikasi, disini peneliti memberi kesempatan subjek untuk bercerita
panjang lebar tentang apa yang dialamainya dalam konteks wawancara
yang informal dan santai.
2. Triangulasi, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti
kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang tersedia.
Disini jawaban subjek di cross-check dengan dokumen yang ada
(Kriyantono, 2006: 71). Analisis triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan
dengan membandingkan derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh. Menurut Moleong (Moleong, 2006: 78) cara yang dilakukan
adalah sebagi berikut.
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi
penelitian dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
pandangan dan data dari seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad
dengan pendapat, pandangan dan data dari akademisi dan praktisi seni yang
bernama Deni Rahman dan Alexander Nawangseto M untuk menghasilkan sebuah
titik temu antar data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Bentuk Komodifikasi pada Objek Karya Seni Grafis di Yogyakarta
Yogyakarta sebagai sebuah kota yang menjadi barometer kesenian
dan rumah bagi para seniman rupa Indonesia telah banyak mengalami
perubahan dinamika kehidupan sosial yang sangat kompleks. Berbagai
ilmu pengetahuan umum, seni dan teknologi telah membaur menjadi satu
yang khas dan unik di Yogyakarta, dinamika ini pada akhirnya menjadi
daya tarik tersendiri bagi para turis internasional dan domestik untuk
sekedar menikmati keindahan kota Yogyakarta sebagai daerah tujuan
wisata dunia. Di tengah membaurnya berbagai ilmu pengetahuan umum,
seni dan teknologi ternyata muncul sebuah kecendrungan baru dalam
dunia seni rupa Yogyakarta khususnya pada bidang seni grafis. Kehadiran
seni grafis di Indonesia pada awal mulanya hanya digunakan para
seniman dan tokoh-tokoh pejuang sebagai alat propaganda politik dalam
bentuk poster-poster perjuangan. Sejalan dengan perkembangan dinamika
sosial di Yogyakarta seni grafis mengalami perubahan yang sangat
signifikan yang ditandai dengan berdirinya institusi seni seperti Akademi
Seni Rupa Indonesia Yogyakarta (saat ini dikenal dengan nama Institut
Seni Indonesia Yogyakarta) yang telah membawa seni grafis masuk
dalam wilayah keilmuan seni rupa dengan paham seni moderen. Seni
grafis kemudian menjadi sebuah medium berekspresi para seniman-
seniman akademisi di Yogyakarta. Perubahan seni grafis dari media
propaganda menjadi media ekpresi pribadi dengan pertimbangan artistik
ini menandakan munculnya proses komodifikasi pertama pada karya seni
grafis konvensional di Yogyakarta. Terlihat adanya perubahan aspek
tujuan pembuatan dan pesan yang ingin disampaikan seniman grafis dari
karya-karyanya. Praktik commit to user karya seni grafis ini kemudian
komodifikasi
56
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
muncul kembali sekitar tahun 2008 yang dipelopori oleh seniman grafis
AT. Sitompul, AC. Andre Tanama, Ariswan Adhitama dan Irwanto
Lentho yang menciptakan sebuah karya monoprint. Keempat seniman
tersebut melakukan proses komodifikasi pada karya seni grafis dalam
aspek teknis cetak. Setiap karya yang diciptakan mengalami perubahan
jumlah hasil cetakan menjadi satu edisi cetak/tunggal dengan
pencampuran berbagai macam teknis seperti printing, drawing, dan
painting dalam satu karya. Praktik komodifikasi pada karya seni grafis ini
ditandai dengan sebuah fenomena kemunculan karya-karya monoprint di
wilayah Yogyakarta. Munculnya proses komodifikasi ini telah
memperlakukan seni grafis layaknya sebuah karya lukis yang diciptakan
dengan jumlah tunggal dengan tujuan mencapai nilai eksklusifitas
sehingga meningkatkan nilai tawar dari karya grafis tersebut.
Kemunculan-kemunculan praktik komodifikasi ini masih terus berjalan
dengan berbagai aspek bentuk perubahan yang berbeda-beda.
Sejalan dengan masuknya pengaruh-pengaruh informasi baru di
Yogyakarta membuat keberadaan seni grafis mengalami metamorfosa
baru, dimana para seniman grafis melakukan inovasi-inovasi yang bersifat
ekperimental dari karya-karya grafis konvensional yang telah mereka
ciptakan sendiri. Inovasi-inovasi ini memunculkan sebuah ide baru untuk
memodifikasi ulang karya-karya seni grafis konvensional mereka
keadalam sebuah medium baru seperti kaos, tas, emblem, kartu pos serta
kalender yang dicetak secara masif. Bentuk-bentuk modifikasi yang
dilakukan para seniman meliputi wilayah fisik dan non fisik dari karya
grafis konvensionalnya. Secara fisik terjadi perubahan atau
penyederhanaan dari aspek bentuk, warna dan ukuran sedangkan dari
aspek non fisik terjadi perubahan tujuan penciptaan dan pesan dari karya
seni grafis tersebut. Perubahan yang terjadi akibat adanya proses
komodifikasi dari karya seni grafis di Yogyakarta dapat diamati secara
detail dalam studi kasus beberapa karya-karya cetak tinggi dan cetak
saring yang telah diciptakan oleh seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo
dan Muhamad Yusuf ke commit to userbenda pakai. Karya-karya ketiga
dalam media
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
Judul: Kissboy
Judul: Kissboy Teknik: Hardboard Cut (Cetak Tinggi)
Teknik: Hardboard Cut (Cetak Tinggi) Media: Kaos
Media: Kertas Ukuran: 30cm x 20cm
Ukuran: 30cm x 20cm Tahun: 2008
Tahun: 2008 Harga: Rp 120.000 – Rp 150.000
Harga: Rp 1.000.000 – Rp 2. 000.000 Tujuan Pembuatan:
Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan hidup dari karya
Media berekspresi seni, media komunikasi sendiri, memperluas jangkauan publik
untuk menyampaikan pesan idealisme Sri terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan
Maryanto, sebagai media untuk menjaga memenuhi rasa keinginan publik terhadap
eksistensi dalam berkarya dan pameran. karya Sri Maryanto dengan harga yang relatif
lebih murah dari karya aslinya.
2
Berdasarkan tabel diatas pada poin nomor satu dan dua terlihat
adanya perubahan fisik karya berupa media cetak, serta perubahan non
fisik karya yang meliputi harga dan tujuan dari penciptaan karya seni
grafis dari Sri Maryanto. Media cetak yang digunakan pada awalnya
sebuah kertas berubah menjadi media kaos, sedangkan harga satu karya
grafis yang awalnya sebesar Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 menjadi berubah
sebesar Rp.120.000-Rp.150.000. Perubahan harga ini mengacu pada
sumber pernyataan Sri Maryanto (dalam wawancara 11/12/2014) di media
sosial yang menyatakan sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id
Judul: “Less Hotel More Park” Judul: “Less Hotel More Park”
Teknik: Silk screen (Cetak Saring) Teknik: Silk screen (Cetak Saring)
Media: Kertas Media: Kaos
Ukuran: 40cm x 55cm Ukuran: 33cm x 16cm
Tahun: 2014 Tahun: 2014
Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Harga: Rp 120.000
Tujuan Pembuatan: commit to Tujuan
user Pembuatan:
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
Karya Bayu Widodo dalam tabel 2 yang terlihat pada poin ke dua
dan empat mengalami proses perubahan bentuk dari aspek fisik yang
meliputi media dan ukuran sedangkan pada aspek non fisik terjadi
perubahan pada tujuan penciptaan karya. Media awal yang digunakan
Bayu Widodo berupa kertas kemudian berubah menjadi kaos dan emblem,
sedangkan ukuran awal karya mengalami perubahan dari 40cm x 55cm
menjadi 33cm x 16cm dan 12,5cm x 17cm. Harga awal karya berubah dari
Rp.1.000.000-Rp.5.000.000 per buah berubah menjadi Rp.120.000 per
buah untuk kaos dan Rp.20.000 per buah untuk emblem, sedangkan tujuan
penciptaan karya yang pada awalnya sebagai media berekspresi seni,
media kritik dan komunikasi pesan terhadap kondisi lingungan sekitar,
pembangunan hotel, mall dan gedung-gedung di Yogyakarta berubah
menjadi alat pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas,
memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Bayu
Widodo, memperkenalkan produk kaos SURVIVE!garage di Australia dan
memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo.
Berdasarkan uraian pada tabel 2 diatas dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk perubahan yang terjadi pada poin satu, dua, tiga, empat,
lima dan enam yang meliputi aspek fisik dan non fisik merupakan sebuah
indikasi terjadinya gejala praktik komodifikasi pada objek karya seni
grafis konvensional Bayu Widodo di Yogyakarta.
Tabel 3. Perubahan Karya Grafis Muhamad Yusuf
Sebelum dan Sesudah Proses Komodifikasi.
No Sebelum Proses Komdifikasi Sesudah Proses Komodifikasi
1
Gambar 4. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “KissBoy” dan Sisi Kanan Hasil
Produk Kaos dari Sri Maryanto yang Dicetak Langung pada Kaos dengan Teknik
Cetak Tinggi , Tahun Pembuatan 2008
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2008)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id
Gambar 5. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “Malaikat Maut” dan Sisi Kanan
Produk Kaos dari Sri Maryanto yang Dicetak Langung pada Kaos dengan Teknik
Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2008
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2008)
Gambar 6. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “Tan Malaka” dan Sisi
Kanan Hasil Produk Kaos Sri Maryanto, Dicetak Pada Kaos dengan Teknik
Cetak Saring, Tahun Pembuatan 2008
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2008)
Gambar 7. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “Tirto Suryo Adi” dan
Sisi Kanan Hasil Produk Tas Sri Maryanto, Dicetak pada Tas dengan
Teknik Cetak Saring, Tahun Pembuatan 2008
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2008)
keagungan dan kesucian pada sosok Tirto Suryo Adi yang merupakan
seorang pahlawan bangsa.
Kedua karya ini kemudian dicetak ulang dalam bentuk produk
kaos dan tas, namun dalam proses komodifikasinya sedikit berbeda
dengan produk sebelumnya. Ia melakukan proses pengolahan kembali
pada karya grafis konvensionalnya untuk menyesuaikan proses cetak
yang tepat pada bidang media kaos dan tas. Proses pengolah ulang ini
dilakukan secara digital untuk menciptakan master film yang nantinya
akan digunakan dalam proses cetak saring. Proses pengolahan tersebut
tidak hanya berhenti pada pembuatan master film untuk cetak saring,
namun sebelum itu telah dilakukan terlebih dahulu penyesuaian
ukuran visual dengan luas bidang produk pakai yang akan dicetak
secara masif. Teknis cetak yang dilakukan oleh Sri Maryanto dalam
produk ini (lihat gambar 6 dan 7) adalah dengan menggunakan teknik
cetak saring karena dianggap paling efektif dan efisien dalam proses
pengaplikasiannya pada media kaos dan tas.
Sedangkan pada produk kalender (lihat gambar 8) yang dibuat,
master plat telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan ukuran media cetak yang akan diproduksi. Dalam hal ini
master plat cukil yang telah dicukil langsung dicetak pada media
kertas tanpa proses pengolahan ulang.
Gambar 8. Sisi Kiri Proses Produksi Kalender dan Sisi Kanan Hasil Produk
Kalender dari Sri Maryanto yang Dicetak Langsung Pada Kertas dengan
Teknik Cetak Tinggi dan Dibuat pada Tahun 2010
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id
Gambar 9. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “The Last Tree” dan Sisi
Kanan Produk Kaos dari Bayu Widodo yang Dicetak dengan Teknik Cetak
Saring, Tahun Pembuatan 2012
(Sumber: Dokumentasi Bayu Widodo, 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id
Gambar 10. Sisi Kiri Karya Cetak Saring Berjudul “Less Hotel More Park”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Bayu Widodo yang Dicetak dengan
Teknik Cetak Saring, Tahun Pembuatan 2014
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar 11. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “Owl” dan Sisi Kanan
Hasil Produk Emblem dari Bayu Widodo, Dicetak dengan Teknik Cetak
Saring, Tahun Pembuatan 2012
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar 12. Sisi Kiri Karya Cetak Saring Berjudul “Less Hotel More Park”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Emblem dari Bayu Widodo
Dicetak dengan Teknik Cetak Saring, Tahun Pembuatan 2014
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
dilihat dari aspek judul-judul yang diciptakan oleh Bayu Widodo dari
kedelapan karya grafisnya tersebut.
Gambar 13. Sisi Kiri Karya Cetak Saring dan Sisi Kanan Hasil Produk
Kartu Pos dari Bayu Widodo yang Dicetak dengan Teknik Cetak Digital,
Tahun Pembuatan 2009
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
garis yang muncul dalam karya ini adalah garis lurus dang lengkung
dengan perpaduan warna hijau, oranye, coklat, biru, merah, dan hitam
pada objek. Sedangkan latar belakang karya ini berwarna putih.
Pencampuran berbagai warna dalam satu bidang karya ini
memberikan kesan yang membingungkan. Hal ini kemudian diperkuat
oleh gestur dari sosok manusia mengangkat tangan yang memiliki
asosiasi menyerah dan pasrah. Jika kedua hal ini dikaitkan dengan
judul yang diangkat maka akan bertemu satu benang merah berupa
sebuah kebingunan terhadap kondisi lingkungan yang telah berubah.
Karya ini telah berhasil dengan baik menyampaikan pesan itu dengan
senderhana dan jelas. Kesan dan pesan ini pun sama terlihat pada
karya yang berjudul “Way of Living #1”, hanya saja ekspresi wajah
manusia pada karya ini lebih kuat dan diposisikan pada bagian sisi kiri
karya sedangkan pada sisi kanan terlihat objek rumah kecil yang
berwarna hijau. Kritik terhadap berubahnya kondisi lingkungan dalam
karya ini menjadi pesan yang utama untuk disampaikan kepada publik
secara luas.
Karya berikutnya berjudul “Human Building” yang dicetak
pada tahun 2009 ini memvisualkan sebuah sosok manusia bertubuh
gedung besar berwarna hitam yang berdiri diantara objek-objek
gedung lainnya yang berukuran kecil. Latar belakang karya ini
berwarna kuning tua dengan permukaan pada bagaian bawah
berwarna oranye. Unsur garis-garis lurus vertikal berwarna hitam pada
karya ini sangat dominan. Warna hitam secara qualisign menyiratkan
kekokohan, kekuatan dan ketegasan. Sedangkan warna kuning pada
latar belakang karya memberikan kesan sakit, penakut, iri dan luka.
Hal ini kemudian diperkuat dengan ekspresi raut wajah yang
meberikan kesan termenung, sedih dan kecewa. Secara keseluruhan
karya ini telah berhasil menyampaikan pesan kekecewan dari
senimannya.
Secara visual karya yang berjudul “Soft Drink” yang
diciptakan pada tahuncommit to user
2009 ini menggabarkan susunan repetisi gelas
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id
teknis lainnya dalam seni grafis dan hal ini pun aku sadari
sudah menjadi karakter dari produkku yang berbeda dengan
produk-produk orang lain”. “Walapun daya tahan warna pada
produkku tidak sekuat sablon, akan tetapi tidak akan
menghilang keseluruhan gambarku, hanya mungkin
memudar,...itupun tergantung dengan intensitas pemakaian”.
“Terkadang konsumen yang suka dengan gambar kaosku
dipakai terus”,...“Ya tetap saja akan lebih cepat memudar!”.
“Teknik cukil ini bagiku lebih efektif dan efisien secara
pengerjaan, karena master platku masih tetap ada dan masih
bisa produksi kapan saja berbeda dengan sablon, ketika proses
produksi selesai maka master film dalam screen akan
dibersihkan dan tidak bisa untuk memproduksi kembali”.
Gambar 14.Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “Kretek Butuh Korek”
dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Muhamad Yusuf yang Dicetak
Langsung dengan Teknik Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2014
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar 15. Karya Cetak Tinggi Berjudul “Dewi Saraswati” dan Produk
Kaos dari Muhamad Yusuf yang Dicetak Langsung dengan Teknik Cetak
Tinggi, Tahun Pembuatan 2014
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar 16. Sisi Kiri Karya Cetak Tinggi Berjudul “Matinya Seorang
Petani” dan Sisi Kanan Hasil Produk Kaos dari Muhamad Yusuf yang
Dicetak Langsung dengan Teknik Cetak Tinggi, Tahun Pembuatan 2014
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar 17. Sisi Kiri Master Plat Cetak Tinggi dan Produk Embelm Manual
dari Muhamad Yusuf yang Dicetak Langsung dengan Teknik Cetak Tinggi
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar 18. Sisi Kiri Master Plat Cetak Tinggi dan Produk Katu Pos
Manual dari Muhamad Yusuf yang Dicetak Langsung dengan Teknik Cetak
Tinggi
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
bidang cetak yang telah diinginkan seperti emblem dan kartu pos.
Proses pencetakan produk ini dilakukan secara manual dimana
master plat yang telah di cukil kemudian dicetakan secara langsung
tanpa sebuah proses pengolahan ulang dari sisi bentuk, ukuran
maupun warna.
Hal ini pun sama terjadi pada produk kalender yang
diciptakan Muhamad Yusuf pada tahun 2010, dimana kalender ini
diciptakan menggunakan sebuah desain yang meggunakan master plat
hardboard yang telah di cukil sedemikian rupa dan di cetak langsung
pada media kalender tersebut tanpa dilakukan proses pengolahan
ulang dari sisi bentuk, ukuran maupun warna.
Dalam produk kalender Muhamad Yusuf ini master plat
hardboard telah mengalami proses komodifikasi, dimana ukuran plat
cetak telah disesuaikan dengan media cetak kertas yang digunakan.
Karya ini memvisualkan dua sosok wanita dan satu pria dengan latar
belakang kerumulan orang dan sebuah ular seperti naga yang keluar
dari sebuah lubang.
Gambar 19. Produk Kalender Manual dari Muhamad Yusuf yang Dicetak
Langsung dengan Teknik Cetak Tinggi pada Tahun 2010
commit
(Sumber: to user
Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id
fakta-fakta perubahan ini dapat diamati dengan jelas pada tabel analisis perubahan
fisik beberapa karya grafis berikut (lihat tabel 5).
Media cetak yang digunakan berupa Media cetak berubah menjadi kaos dan
kertas dan memiliki identitas konvensi hilangnya identitas konvensi seni grafis.
seni grafis dibagian bawah karya.
2
Objek gedung pada karya berwana Muncul penambahan objek baru berupa
coklat tua dan coklat muda, objek daun tulisan MORE PARK LESS HOTEL
berwarna hijau muda, ukuran 40cm x dibagian bawah karya, Objek gedung
55cm, dicetak pada media kertas, dan dan daun berwarna hijau tua, ukuran
memiliki identitas konvensi seni grafis. 12,5cm x 17cm, dicetak pada media
kertas, dan tidak memiliki identitas
konvensi seni grafis.
5
Objek visual berwarna merah dan di Warna objek visual berubah menjadi
cetak pada media kertas. hitam dan di cetak pada media kaos.
Poin tiga dalam kategori perubahan fisik (lihat tabel 4) dapat diuraikan
bahwa pada karya-karya yang telah mengalami proses komodifikasi telah
kehilangan identitas konvensi seni grafis. Proses modifikasi produk-produk benda
pakai ini sudah tidak lagi mencantumkan edisi cetak dan tandatangan seniman,
sehingga memunculkan sebuah produk baru yang berbeda dari karya aslinya.
Disimpulkan bahwa produk hasil proses komodifikasi pada karya seni grafis Sri
Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf ini adalah sebuah bentuk karya
baru dan bukan merupakan sebuah karya seni grafis konvensional lagi. Hal ini
commit
diperjelas oleh pandangan Aminudin THtoSiregar
user yang menyatakan bahwa seni
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id
Gambar 22. Contoh Produk Benda Pakai Hasil Komodifikasi Karya Seni Grafis
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro P, 2014)
Perubahan pada karya seni grafis tidak hanya terjadi pada aspek fisik
saja, melainkan terjadi pula pada aspek non fisik. Pada poin satu dalam kategori
perubahan non fisik dipaparkan bahwa telah terjadi perubahan jumlah karya yang
semakin masif. Dalam hal ini terlihat bahwa karya seni telah mengalami
reproduksi secara massal. Walter Benjamin dalam pandangannya memaparkan
bahwa adanya kemampuan mereproduksi melalui sebuah teknologi berpotensi
mengembangkan bentuk dan praktik kreatif dari seni menjadi produksi yang
bersifat massal. Hal ini selaras dengan pandangan Karl Marx dan George Simnel,
yang menyatakan bahwa komodifikasi muncul karena adanya proses produksi
massal dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besaarnya sesuai
dengan prinsip dasar ekonomi dalam konteks masyarakat industri (Turner, 1992:
115-132). Artinya, adanya kesempatan untuk melakukan proses reproduksi masal
dalam karya seni grafis telah mendorong munculnya sebuah praktik komodifikasi
pada karya tersebut.
Poin dua dalam kategori perubahan non fisik memaparkan telah
munculnya nilai tambah ekonomi dan nilai fungsi dari karya tanpa menghilangkan
pesan-pesan idealis seniman, nilai keindahan serta nilai keuinikan karya itu
sendiri. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Tina Rou yang merupakan
konsumen pembeli produk dari Bayu Widodo (dalam wawancara 3 Maret 2015)
yang menyatakan sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 106
digilib.uns.ac.id
Pernyataan Tina Rou ini menegaskan bahwa produk yang dihasilkan oleh
Bayu Widodo masih tetap memiliki “aura” yang mampu menarik perhatiannya
sebagai konsumen/penikmat seni. Disimpulkan bahwa pandangan Walter
Benjamin tentang budaya reproduksi massal yang dapat menghilangkan “aura”
dan kedalaman estetis pada sebuah karya, ternyata tidak sepenuhnya berlaku di
semua karya/produk yang mengalami reproduksi massal.
Poin tiga dalam kategori perubahan non fisik terlihat adanya perubahan
nilai harga pada karya yang telah mengalami proses komodifikasi. Hal ini
dilakukan oleh seniman sebagai sebuah politik dagang untuk mendapatkan respon
konsumen sebanyak-banyaknya terhadap produk yang dihasilkan olehnya.
Gagasan Wilson Bangun dalam hal ini menjelaskan jika harga suatu produk
diturunkan, maka semakin banyak jumlah permintaan atas barang tersebut
(Bangun, 2007: 30). Artinya, pelaku komodifikasi karya seni grafis di
Yogyakarta memanfaatkan efek domino dari penurunan harga ini, sehingga
strategi penurunan harga ini mampu meningkatkan jumlah penjualan yang
berdampak pula pada meningkatnya keuntungan seniman atas penjualan
produknya. Fakta inilah yang kemudian disebut sebagai sistem ekonomi pasar
oleh Adam Smith, yang memiliki pemahaman disetiap unit pelaku kegiatan
ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang akan
memberikan keuntungan pada dirinya (produsen), maka pada waktu yang
bersamaan masyarakat (konsumen) akan memperoleh keuntungan juga (Sukirno,
2006: 64). Melalui proses mekanisme pasar pengusaha dan penjual memiliki
kebebasan untuk menentukan produksi barang yang dapat menghasilkan
“keuntungan”, dengan demikian produsen dapat melakukan efesiensi terhadap
fator-faktor produksi yang terbatas dengan cara mengeluarkan biaya serendah-
rendahnya dan meningkatkan produksi pada titik optimal.
Kemudian pada poin empat dalam kategori perubahan non fisik terlihat
bahwa karya semakin mudah didapat, diterima dan dikonsumsi masyarakat secara
luas. Dalam hal ini terlihat bahwa karya-karya seni grafis semakin tersebar secara
masif dan sangat mudah untuk didapatkan dengan harga yang relatif terjangkau.
Pandangan Lessing dalam hal ini menjelaskan bahwa proses komodifikasi tidak
commit
memakan ruang atau tidak mengikat to user
budaya dan menyebar secara lebih luas serta
perpustakaan.uns.ac.id 107
digilib.uns.ac.id
Tabel 6. Identifikasi
Penyebab Terjadinya Komodifikasi Seni Grafis di Yogyakarta.
Nama No Pernyataan dalam Keterangan Interpretasi
Seniman Wawancara Waktu
Wawancara
1 “Awal mulanya membuat Menunjukan adanya
sebuah produk merchandise dorongan untuk
dari karya seni grafis saya, bertahan hidup.
karena keinginan untuk
bertahan hidup dari hasil karya Adanya kenyakinan
Sri Maryanto 8/11/2014
sendiri”. dapat hidup mandiri
dengan kemampuan
sendiri.
2 commit
“Ditambah dengan to user
kenyataan Menunjukan adanya
menjual karya seni, apalagi rasa kekhawatiran
perpustakaan.uns.ac.id 109
digilib.uns.ac.id
Munculnya
pemikiran dalam
diri untuk
bermanfaat bagi
masyarakat luas
2 “Kalau karya grafisku kan Adanya strategi
dijual sekitar satu setengah juta ekonomi dengan
sampai lima juta rupiah per menurunkan harga
Bayu Widodo
edisi tapi kalo kaoskan 6/12/2014 asli karya agar
masyarakat bisa beli dengan perrmintaan
harga antara delapan puluh ribu masyarakat/konsume
sampai seratus duapuluh ribu n terhadap produk
per kaos dan mereka bisa semakin banyak.
memiliki selamanya”.
3 “Lukis itu bagiku sebuah karya Adanya fungsi
yang mengekspresikan politis dalam karya
idealismeku tapi di grafis aku seni grafis yang
merasa bisa dapat dijadikan alat
mengkomunikasikan untuk
idealismeku ditambah dapat mengkomunikasikan
memenuhi kebutuhan hidupku pesan yang lebih
sebagai seorang seniman”. efektif dan dapat
memenuhi
kebutuhan hidup
sebagai seniman.
1 “Semuanya bermulai dari Melihat adanya
sebuah keisengan saja, ketika potensi ekonomi dari
Taring Padi mencetak poster produk yang
Muhamad dan ada kaos nganggur diciptakan dapat
kemudian aku cetak”. “Setalah 22/11/2014 direproduksi ke
Yusuf dilihat ternyata menarik, lalu media baru sehingga
aku produksilah kaos tersebut mendorong produksi
secara masal” barang secara masif.
2 “Konsep awal commit to user
mebuat produk Adanya dorongan
pakai yang pertama adalah menciptakan strategi
perpustakaan.uns.ac.id 110
digilib.uns.ac.id
tersebut dipahami sebagai sebuah proses “Aktualisasi diri”. Sri Maryanto dalam
hal ini memiliki keinginan untuk memperoleh kepuasan dari dirinya sendiri (Self
fullfilment), menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia
dapat lakukan, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi atas
potensi yang dimilikinya. Pernyataan ini diperkuat kembali oleh sudut pandang
Deni Rahman sebagai seoroang seniman grafis dari komunitas Grafis Minggiran
Yogyakarta yang menjelaskan sebagai berikut (wawancara pada 21/11/2014).
“Zaman berubah, teknologi berubah, tuntutan orang berubah, karya seni
bukan sebuah dogma dan pada akhirnya sah-sah saja ketika setiap orang
merubah cara berkaryannya, dan sekarang tinggal dikembalikan pada
tujuan utama dari senimannya, kalo tujuan berkarya untuk mencari uang...
“ya tidak apa-apa yang penting mereka sadar dengan apa yang mereka
lakukan”.
terwujud dalam jaminan atas pekerjaan, gaji dan masa depan. Sedangkan
pandangan menurut Alfred Alder dalam hal ini adalah manusia terlahir dalam
keadaan tubuh yang lemah dan tidak berdaya sehingga menggerakan persaan
inferioritas pribadi untuk berjuang ke arah keberhasilan atau superioritas (semiun,
2013: 238). Pendapat Alfred Alder ini selaras dengan pernyataan Sri Maryanto
bahwa setiap individu terlahir dengan keadaan yang lemah dan tidak berdaya
sehingga menimbulkan rasa inferioritas dalam diri. Artinya, pernyataan Alwisol
dan Alder ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan kebutuhan
atas rasa aman dan memiliki sikap inferioritas dalam diri yang dapat memicu
munculnya praktik komodifikasi pada karya seni grafis sebagai sebuah kopensasi
terhadap pemuasan kebutuhan dan menutupi sikap inferioritas tersebut.
Pernyataan Sri Maryanto dalam poin tiga menunjukan adanya pola berfikir
yang kreatif dalam menghadapi masalah dan strategi ekonomi dalam menarik
minat konsumen terhadap produknya. Pernyataan ini ditunjukan oleh Sri
Maryanto (dalam wawancara 8/11/2014) sebagai berikut.
“jadi saya pun berfikir terbalik”. “Kalau biasanya produk merchandise di
ciptakan setelah karya aslinya terkenal, justru saya memproduksi
merchandise sebelum karya saya terkenal”.
Gagasan Alfred Alder dalam hal ini yang menjelaskan bahwa daya kreatif
adalah kemampuan manusia dalam mengolah fakta-fakta dunia dan
mentransformasikan fakta-fakta tersebut menjadi kepribadian yang bersifat
subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik (Semiun, 2013: 262). Artinya, Sri
Maryanto memiliki daya kreatif yang memungkinkan Ia untuk mengolah fakta-
fakta yang dihadapinya untuk menjadi pribadi yang dinamik, personal dan unik.
Pandangan Carl Rogers dalam hal ini menjelaskan bahwa Sri Maryanto memiliki
ciri-ciri pribadi yang utuh mampu merealisasi potensi bakatnya menuju
pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh pengalaman yang
dimilikinya. Sedangakan menurut Alwisol setiap orang yang memiliki pribadi
yang berfungsi utuh berkemungkinan besar untuk memunculkan produk kreatif
(idea, project, action) dan hidup kreatif (Alwisol, 2009: 275). Dapat disimpulkan
bahwa pola berfikir terbalik yang dilakukan oleh Sri Maryanto dapat memicu
munculnya praktik komodifikasi pada sebuah karya seni.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 113
digilib.uns.ac.id
Gagasan Wilson Bangun dalam hal ini menjelaskan jika harga suatu
produk diturunkan, maka semakin banyak jumlah permintaan atas barang tersebut
(Bangun, 2007: 30). Artinya, Bayu Widodo memanfaatkan efek domino dari
strategi penurunan harga ini, sehingga mampu meningkatkan jumlah penjualan
commit to user
yang berdampak pula pada meningkatnya keuntungan seniman atas penjualan
perpustakaan.uns.ac.id 114
digilib.uns.ac.id
produknya. Fakta inilah yang kemudian disebut sebagai sistem ekonomi pasar
oleh Adam Smith, yang memiliki pemahaman disetiap unit pelaku kegiatan
ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang akan
memberikan keuntungan pada dirinya (produsen), maka pada waktu yang
bersamaan masyarakat (konsumen) akan memperoleh keuntungan juga (Sukirno,
2006: 64). Melalui proses mekanisme pasar pengusaha dan penjual memiliki
kebebasan untuk menentukan produksi barang yang dapat menghasilkan
“keuntungan”, dengan demikian produsen dapat melakukan efesiensi terhadap
fator-faktor produksi yang terbatas dengan cara mengeluarkan biaya serendah-
rendahnya dan meningkatkan produksi pada titik optimal.
Poin tiga dalam pernyataan Bayu Widodo melihatkan adanya fungsi ganda
dari seni grafis yang dapat dijadikan sebagai media komunikasi pesan idealisme
sekaligus sebagai alat pemenuh kebutuhan hidup. Pernyataan ini diungkapkan
oleh Bayu Widodo (dalam wawancara 8/11/2014) sebagai berikut.
“Lukis itu bagiku sebuah karya yang mengekspresikan idealismeku tapi di
grafis aku merasa bisa mengkomunikasikan idealismeku ditambah dapat
memenuhi kebutuhan hidupku sebagai seorang seniman”.
adanya potensi ekonomis dari barang ciptaan yang dapat direproduksi ke dalam
media baru sehingga menimbulkan pemikiran untuk memproduksi secara masif.
Pernyataan ini diungkapkan secara lisan oleh Muhamad Yusuf (dalam wawancara
22/11/2014) sebagai berikut.
“Semuanya bermulai dari sebuah keisengan saja, ketika Taring Padi
mencetak poster dan ada kaos nganggur kemudian aku cetak”. “Setalah
dilihat ternyata menarik, lalu aku produksilah kaos tersebut secara masal”
Gagasan Walter Benjamin dalam esainya yang berjudul “The Work of Art
in the Age of Mechanical Reproduction” memaparkan bahwa adanya kemampuan
mereproduksi melalui teknologi berpotensi mengembangkan bentuk dan praktik
kreatif dari seni menjadi produksi yang bersifat massal (Benjamin,1969: 218).
Pendapat Walter Benjamin ini memperkuat bahwa adanya kemampuan
mereproduksi sebuah karya seni berpotensi mengembangkan praktik kreatif seni
menjadi sebuah produksi massal. Poin dua adalah munculnya dorongan
menciptakan strategi ekonomi untuk menarik minat pasar dengan menciptakan
produk seni dengan harga murah namun tetap memiliki nilai keindahan tinggi.
Pernyataan ini diungkapkan secara lisan oleh Muhamad Yusuf (dalam wawancara
22/11/2014) sebagai berikut.
“Konsep awal mebuat produk pakai yang pertama adalah membuat kaos
dengan harga murah dan artistik agar semua orang bisa memakai dan
mengkonsumsinya”.
“Kedua, aku membuat kaos itu memiliki konten pesan yang ingin aku
sampaikan kepada masyarakat, karena aku berfikir bahwa kaos itu juga
sebagai media kampanye bagiku untuk mensosialisasan ide-ide dan
gagasanku secara lebih luas, masif, mobile dan dapat menyalurkan
kesenanganku selain sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidupku”.
grafis. Adanya proses komodifikasi pada karya Muhamad Yusuf ternyata tidak
menghilangkan esensi pesan melainkan justru menambah nilai baru dalam
karyanya. Pendapat ini diperkuat oleh Alexander Nawang Seto seorang seniman
grafis dari Yogyakarta dan staf pengajar seni grafis di Institut Seni Indonesia
Surakarta yang menjelaskan (dalam wawancara pada 28/11/2014) sebagai berikut.
“Ketika seniman membuat sebuah produk pasti memiliki pesan dan
gagasan dan tidak hanya semata-mata menjual produk yang memiliki nilai
estetik saja”.
Disimpulkan bahwa budaya reproduksi pada karya seni tidak selamanya
menghilangkan kekuatan “aura” seni dan kedalaman estetis melainkan dapat
menambah nilai baru pada karya seni.
Pernyataaan berikutnya dari Muhamad Yusuf dalam poin yang sama
menunjukan adanya fungsi ganda terhadap sebuah produk seni yang telah
diciptakan. Hal ini selaras dengan pendapat Husnan yang menyatakan bahwa
reproduksi mekanis terhadap sebuah karya seni, dikemudian hari akan melahirkan
sesuatu yang baru (Husnan, 2013: 544). Gagasan Gregory Ulmer dalam hal ini
memberikan pemahaman bahwa munculnya reproduksi massal merupakan sebuah
bentuk upaya perubahan suatu karya atau penanda yang “dimotivasi ulang” dalam
konteks baru. Sesuatu yang baru dalam konteks ini menjelaskan bahwa karya seni
memiliki fungsi sebagai media komunikasi pesan, media berekspresi seni
sekaligus sebagai alat pemenuh kebutuhan hidup dari seniman. Pernyataan
terakhir dalam poin ini adalah adanya motivasi untuk menyalurkan potensi dalam
diri. Pendapat ini selaras dengan pandangan Abraham Maslow dalam hirarki
kebutuhan manusia menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki dorongan untuk
melakukan proses aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk
memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari
semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat lakukan, dan untuk
menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya (Awilsol, 2009:
205). Hal ini memperlihatkan bahwa apa yang dilakukan oleh Muhamad Yusuf
merupakan proses aktualisasi diri seperti apa yang digambarkan oleh Maslow
dalam hirarki kebutuhan manusia.
Poin empat adalah adanya motivasi untuk mendapatkan penghargaan dan
commit todimata
pengakuan sebagai seorang seniman user masyarakat. Pernyataan ini
perpustakaan.uns.ac.id 119
digilib.uns.ac.id
Tabel 7. Identifikasi
Proses Terjadinya Komodifikasi Karya Seni Grafis Sri Maryanto, Bayu Widodo dan
Muhamd Yusuf di Yogyakarta.
Seniman No Urut Proses Terjadinya
Proses
1 Ketika semester V muncul ide untuk membuat produk
merchadise dari karya murni yang telah diciptakan
sebelumnya.
2 Akhir tahun 2003 membuat sebuah brand/merk untuk
Sri Maryanto produknya bernama ORABER Total Produk Grafis. ORABER
merupakan singkatan dalam bahasa Jawa “Ora Bermerek”
yang artinya tidak bermerek sedangkan “Total Produk Grafis”
commit
sebagai tandatobahwa
user produk yang dihasilkan merupakan
produk dari karya seni grafis.
perpustakaan.uns.ac.id 120
digilib.uns.ac.id
Muhamad Yusuf di Yogyakarta. Proses ini diawali dengan beberapa cara seperti
munculnya ide menciptakan produk dari karya seni murni, proses eksperimen
media, sampai dari sebuah ketidak sengajaan. Teknis yang digunakan dalam
proses produksipun beragam dari mulai teknik cetak tinggi, cetak saring hingga
proses cetak digital. Produk yang dihasilkan dari proses komodifikasi ini berupa
kaos, tas, kartu pos, emblem, dan kalender. Sedangkan proses penentuan harga
dilakukan berdasarkan biaya produksi, jumlah barang yang dicetak, proses
produksi, refrensi harga lama dan daya beli konsumen. Strategi promosi yang
dilakukan diantaranya promosi langsung keberbagai event, jumlah poduk yang
dicetak terbatas dan tidak terbatas, melakukan promosi di media online dan
konsumen dapat memilih desain terlebih dahulu sesuai keinginan sebelum
dilakukan proses cetak atau dengan sistem made to order.
Praktik komodifikasi yang dilakukan oleh Sri Maryanto, Bayu Widodo
dan Muhamad Yusuf merupakan bagian dalam proses Industri Kreatif. Hal ini
terlihat dengan adanya pemanfaatan kreativitas individu dalam proses kreasi dan
eksplorasi benda seni untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan
yang merupakan karakteristik dari proses Indutri Kreatif.
Pernyataan ini diperkuat dengan defenisi Industri Kreatif dari Departemen
Perdagangan Republik Indonesia yang menjelaskan sebagai berikut (Departemen
Perdagangan RI, 2008: 4).
“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta
bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan
melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu
tersebut”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
A. Simpulan
123
perpustakaan.uns.ac.id 124
digilib.uns.ac.id
proses komodifikasi tidak hanya terjadi pada aspek nilai guna yang menjadi nilai
jual namun telah berdampak pada terjadinya perubahan struktur bentuk, wujud
dan latarbelakang penciptaan dari karya seni grafis itu sendiri.
Kemudian faktor penyebab yang melatarbelakangi terjadinya proses
komodifikasi seni grafis di Yogyakarta adalah adanya kesadaran seniman untuk
memenuhi segala kebutuhan masyarakat terhadap benda seni yang artistik namu
memiliki harga yang murah. Selain itu faktor psikologi seniman, faktor dorongan
ekonomi dari seniman dan adanya kesempatan untuk melakukan proses
reproduksi massal pada karya seni grafis menjadi penyebab yang kuat untuk
melakukan proses komodifikasi pada karya seni grafis di Yogyakarta. Faktor
dorongan ekonomi menjadi hal pokok penyebab terjadinya praktik komodifikasi
seni grafis di Yogyakarta dan hal ini diperkuat dengan faktor-faktor dasar yang
dimiliki seniman secara psikologis seperti kebutuhan fisologis, kebutuah
aktualisasi diri, kebutuhan rasa aman, adanya potensi kreatif dalam diri, adaya
perasaan inferioritas yang mendorong menuju superioritas dan kebutuhan akan
minat kemasyarakatan ditambah dengan adanya kesempatan untuk mereproduksi
karya seni grafis konvesional secara massal. Hal ini menujukan bahwa faktor yang
mempengaruhi terjadinya komodifikasi tidak hanya disebabkan oleh munculnya
industrialisasi dalam masyarakat melainkan disebabkan dari beberapa faktor
seperti faktor psikologi seniman, faktor dorongan ekonomi dari seniman dan
adanya kesempatan untuk melakukan proses reproduksi massal pada karya seni
grafis.
Proses terjadinya komodifikasi seni grafis di Yogyakarta meliputi
beberapa tahapan seperti awal munculnya ide menciptakan produk, menentukan
teknis yang digunakan dalam proses produksi, menentukan jenis produk yang
akan dicetak, menentukan jumlah produk yang dicetak, melakukan proses
produksi, menentukan harga produk yang dipasarkan, menentukan strategi
pemasaran dan proses penjualan kepada konsumen. Kesimpulan proses
komodifikasi ini menujukan adanya sistem dan runtutan yang panjang untuk
menciptakan bentuk baru dari karya seni grafis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 125
digilib.uns.ac.id
B. Saran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Adityawan S, Arief dan Tim Libang Concept. 2010. Tinjauan Desain Grafis: Dari
Revolusi Industri Hingga Indonesia Kini. Jakarta: PT Concept Media.
Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Bangun, Wilson. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Penerbit Refika Aditama.
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Bogdan, R.C. dan Biklen, S.K. 1992. Qualitative Research for Education. United
States of America: Allyn and Bacon.
Dagun, Save M., 1990, Filsafat Eksistensialisme. Jakarta: Rineka Cipta .Cet. 1.
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.id 127
digilib.uns.ac.id
Husnan, Khudori. 2013. Merosot Aura Kebangkitan Seni Politik: Sketsa Falsafat
Walter Benjamin. Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 1, No. 6.
Piliang, Yasraf Amir. 2006. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas
batas Kebudayaan. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra
Primorac, Jaka. 2006. The position of cultural workers in creative industries: the
south-eastern European perspective. European Cultural Foundation.
Rizali, Nanang S. 2014. Nafas Islami dalam Batik Nusantara. Solo: UNS Press.
Santo, Tris Neddy dkk. 2012. Menjadi Seniman Rupa. Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri.
Simatupang, Togar. 2007. Industri Kreatif Jawa Barat. Bandung: Sekolah Bisnis
dan Manajemen Institut Teknologi Bandung.
Siregar, Aminudin TH. 2009. Menuju Perspektif Baru Seni Grafis Kita. Jakarta:
Bentara Budaya.
Sri Wulandari, Wiwik. 2008. Seni Grafis Yogyakarta dalam Wacana Seni
Kontemporer. Jurnal Visual Art & Desain ITB, Vol. 2, No 1, hal 99-111.
Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa.
Yogyakarta dan Bali: DictiArt Lab & Djagad Art House.
Wibowo, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi- aplikasi praktis bagi peneliti dan
skripsi komunikasi.Jakarta:commit to user Media.
Mitra Wacana
perpustakaan.uns.ac.id 130
digilib.uns.ac.id
Yin, Robert K. 2008. Case Study Research: Design and Methods (Applied Social
Research Methods). Illinois : Sage Publications, Inc.
Yuliman, Sanento. 2001. DUA SENI RUPA, Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman.
Jakarta: Penerbit Yayasan Kalam.
Sumber Lain
Majalah Visual Arts, terbit Juni 2010, halaman 23-26. Jakarta: PT Media Visual
Arts.
Katalog Pameran “Trienal Seni Grafis Indonesia II Tahun” Tahun 2009. Jakarta:
Bentara Budaya.
Katalog Pameran Tunggal Irwanto Lentho “Sang Pencukil” Tahun 2011. Jakarta:
Bentara Budya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
A. Biodata Penulis
commit to user
131
perpustakaan.uns.ac.id 132
digilib.uns.ac.id
1. Sri Maryanto
Sri Maryanto adalah seniman akademisi kelahiran Klaten, 13 Mei
tahun 1976 yang aktif berkesenian di Yogyakarta. Ia merupakan penggiat seni
grafis yang penuh dedikasi, meskipun memiliki dasar disiplin ilmu seni lukis
selama belajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan seni grafis menjadi
pilihannya dalam mengekspresikan segala gagasan dan konsep pemikirannya.
Sri Maryanto aktif berpameran baik secara kelompok maupun tunggal sejak
tahun 1999 hingga 2014 dengan sekala nasional maupun internasional.
Pameran tunggal terakhirnya dilakukan pada bulan Agustus tahun 2014 di
Bentara Budaya Jakarta yang bertajuk Sprechender Stein (Batu yang
Berbicara), dalam pameran tesebut Sri Maryanto memamerkan karya-karya
seni grafis dengan teknis cetak datar/lithography. Beberapa penghargaan
dalam bidang senipun telah beliau dapatkan seperti, pada tahun 2001 Karya
Drawing Terbaik ISI Yogyakarta, kemudian pada tahun 2003 mendapat juara
tiga pada Trienal Seni Grafis Indonesia, dan pada tahun 2009 mendapat juara
dua untuk stand terbaik pada Festival Seni di Yogyakarta. Aktivitas terkahir
Sri Maryanto selain pameran tunggal adalah melanjutkan studi di Akademie
der Bildenden Künsten München-Jerman mengambil jurusan sejarah seni
hingga saat ini.
2. Bayu Widodo
Bayu widodo adalah seorang seniman akademisi kelahiran 7 Januari
1979 yang berasal dari Yogyakarta. Bayu Widodo menyelesaikan pendidikan
seni di Universitas Tamansiswa Yogyakarta pada tahun 1999 dan
melanjutkan jenjang master seninya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Ia
adalah seniman yang memiliki banyak bidang keahlian, diantaranya adalah
lukis, grafis, mural, performer, kurator dan menjadi salah satu pendiri dari
SURVIVE!Garage. Bayu Widodo dalam aktivitas berkeseniannya telah
banyak memiliki pengalaman berpameran baik sekala nasional maupun
internasional, seperti pada pada pameran yang bertajuk “No Hold Barred”, di
galeri Artipoli Amsterdam commit
pada tahun
to user2011, kemudian “KULISA”, di
perpustakaan.uns.ac.id 133
digilib.uns.ac.id
Stankovice, Usti Nad Labem Republik Ceko pada tahun 2011, “TRANS-
FIGURATIONS” Mythologies in Indonesia, di Espace Culturel Louis Vitton,
Paris Perancis pada tahun 2011 dan pameran bertajuk “In Residence” di
Megalo Print Studio, Canberra-Australia pada tahun 2010. Tidak hanya
berpameran sekala internasional namun Bayu Widodo pun aktif melakukan
residensi seni di beberapa negara seperti Perancis, Ceko, Australia dan Timor
leste. Aktivitas terakhir yang dilakukan adalah pameran, diskusi seni,
kolaborasi dan eksperimen studio di Megalo Print Studio Canbera-Australia
pada tanggal 22 November 2014.
3. Muhamad Yusuf
Muhamad Yusuf adalah seorang seniman akademisi kelahiran
Lumajang 6 Agustus 1975 yang aktif berkeseni dan bertempat tinggal di
Yogyakarta. Ia menempuh pendidikan seni di Institut Seni Indonesia
Yogyakarta dengan minat utama seni lukis akan tetapi Muhamad Yusuf
dengan berjalannya waktu justru lebih memperdalam seni grafis sebagai
media berekspresinya. “Ucup” nama sapaan populer Muhamad Yusuf ini
dikenal sebagai salah satu pendiri Lembaga Kerakyatan Taring Padi yang
bergerak untuk menyuarakan rasa keprihatinannya atas ketidakadilan sosial,
ha-hak komunitas minoritas dan termarginalkan melalui medi seni cukil,
poster, street theater, musik, festival seni dan workshop yang melibatkan
berbagai komunitas berbeda. Muhamad Yusuf sebagai seniman sangat
konsisten dalam berkarya dan menggunakan media seni grafis dengan teknik
cetak tinggi. Karya-karya cukil Muhamad Yusuf sudah menjadi karakter kuat
identitas dalam visualnya. Pada tahun 2010 Muhamad yusuf
menyelenggarakan pameran tunggalnya yang bertajuk “Aku dan You” di
Tembi Contemporary Jogja dan “Indonesia and I” di Valentine Wllie Art
Singapore. Selain berpameran sekala nasional maupun internasional
Muhamad Yusuf pernah melakukan residensi seni di Australia pada tahun
2002 dan Amsterdam pada tahun 2004. Aktivitas terakhir yang dilakukan
Muhamad Yusuf adalah mengikuti pameran ARTJOG 14 yang bertajuk
“Legacies of Power pada tahun 2014.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 134
digilib.uns.ac.id
4. Deni Rahman
Tahun 2013 “Print Parade #1”, pameran seni cetak grafis, Studio Grafis
Minggiran, Yogyakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 135
digilib.uns.ac.id
5. Alexander Nawangseto M
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 136
digilib.uns.ac.id
C. Dokumentasi Penelitian
Gambar Lampiran 1. Sri Maryanto yang menjual produknya di Festival Kafe Kunts Jerman.
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2010)
Gambar Lampiran 2. Sri Maryanto yang menjual produknya di Festival Kesenian Yogyakarta.
(Sumber: Dokumentasi Sri Maryanto, 2011)
Gambar Lampiran 3. Wawancara bersama Bayu Widodo seorang seniman yang membuat produk
merchanidise dari karya seni grafis konvensionalnya sekaligus pendiri SURVIVE!garage.
(Sumber: Dokumentasi Wahyu Eko Prasetyo, 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 137
digilib.uns.ac.id
Gambar Lampiran 4. SURVIVE!garage sebuah galeri alternatif yang berfungsi sebagai ruang
pamer dan menjual produk-produk merchandise dari Bayu Widodo.
(Sumber: Dokumentasi Emmanuel Putro Prakoso, 2014)
Gambar Lampiran 5. Wawancara bersama Muhamad Yusuf seorang seniman yang membuat
produk merchanidise dari karya seni grafis konvensionalnya sekaligus pendiri dari Lembangga
Kerakyatan Taring Padi.
(Sumber: Dokumentasi Wahyu Eko Prasetyo, 2014)
Gambar Lampiran 6. Ketika Muhamad Yusuf menunjukan master plat cetak, hasil karya grafis
konvensional dan produk emblemnya.
(Sumber: Dokumentasi Wahyu Eko Prasetyo, 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 138
digilib.uns.ac.id
Gambar Lampiran 7. Wawancara bersama Deni Rahman seorang seniman grafis Yogyakarta, staf
pengajar di ISI Surakarta dan sekaligus anggota dari komunitas Grafis Minggiran.
(Sumber: Dokumentasi Wahyu Eko Prasetyo, 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 139
digilib.uns.ac.id
NO NAMA SENIMAN JENIS JENIS PRODUK BENTUK VISUAL PRODUK HASIL KOMODIFIKASI
KARYA SENI YANG HASIL
DIKOMODIFIKASIKAN KOMODIFIKASI
140
3 AHMAD OKA Drwaing Kaos dan Boneka
141
6 BAYU WIDODO Cukil Kayu, Cetak Saring Kaos dan Kartu Pos
142
9 EKO NUGROHO Mural Kaos, Tas, Top, dan
Toys (Mainan)
143
12 INDIEGUERILLA Lukis Kaos dan Tas
S
144
15 KRISNA Drawing Kaos
WIDIATHMA
145
18 RESTU Lukis Boneka
RATNANINGTIY
AS
146
21 SINTA Drawing Tas, Bantal dan
CAROLINA Tempat Pensil
147
24 UJI HANDOKO Drawing Kaos
EKO S
148