Anda di halaman 1dari 106

PEMERINTAH KOTA DEPOK

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS CISALAK PASAR
Jl. Jamrud VI Rt 06 Rw 09 Perum Permata Puri I Kel. Cisalak Pasar
Kec. Cimanggis - Kota Depok, Kode Pos: 16452, Telp. (021) 22851350, Email: pkmcipas@gmail.com

KEPUTUSAN
KEPALA UPTD PUSKESMAS CISALAK PASAR
NOMOR: 440/030/KPTS/CIPAS/II/2023

TENTANG
PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN,
LABORATORIUM, DAN KEFARMASIAN
DI UPTD PUSKESMAS CISALAK PASAR

KEPALA UPTD PUSKESMAS CISALAK PASAR,

Menimbang : a. bahwa Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari proses


penerimaan pasien sampai dengan pemulangan dilaksanakan
dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan mutu
pelayanan.
b. bahwa proses penerimaan sampai dengan pemulangan
pasien, dilaksanakan dengan memenuhi kebutuhan pasien
dan mutu pelayanan yang didukung oleh sarana, prasarana
dan lingkungan.
c. bahwa Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan
klinis harus memahami tanggung jawab mereka dan bekerja
sama secara efektif dan efisien untuk melindungi pasien dan
mengedepankan hak pasien;
d. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud pada
butir a, b dan c, maka ditetapkan Surat Keputusan tentang
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan,
Laboratorium, dan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Cisalak
Pasar;

Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehatan
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 tahun 2008
tentang Rekam medis
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290 Tahun 2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat
Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 1118)
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13
tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Lingkungan Di Puskesmas
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 89
tahun 2015 tentang Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 tahun 2016 tentang
Pedoman Manajemen Puskesmas
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74
tahun 2016 Tentang Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 tahun 2017
tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 47 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2019
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2014.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan masa
Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi Dan Pelayanan
Kesehatan Seksual.
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama.
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1306/Menkes/SK/XII/2001 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Nutrisionis 2019.
19. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan
kriteria hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
20. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan, Edisi
2, Cetakan 2011, Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KESATU : Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Klinis di UPTD
Puskesmas Cisalak Pasar sebagaimana tercantum dalam
lampiran I merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat
keputusan ini dan digunakan sebagai pedoman
pelaksanaannya.
KEDUA : Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari penerimaan
pasien dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan pasien, serta mempertimbangkan hak dan
kewajiban pasien.
KETIGA : Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan.
Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan
dilaksanakan secara paripurna. Kajian pasien dilakukan
secara paripurna untuk mendukung rencana dan
pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan profesional
dan/atau tim kesehatan antarprofesi yang digunakan untuk
menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan
dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur,
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
KEEMPAT : Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar
panduan praktik klinis untuk penanganan pasien gawat
darurat dengan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
KELIMA : Pelayanan anastesi lokal dan tindakan di Puskesmas
dilaksanakan dengan sesuai standar.
KEENAM : Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan
prosedur yang tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana pelayanan
lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
KETUJUH : Pelayanan rujukan dilakukan sesuai dengan ketentuan
kebijakan dan prosedur. Pelayanan rujukan dilaksanakan
apabila pasien memerlukan penanganan yang bukan
merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
KEDELAPAN : Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang
berisi data dan informasi asuhan pasien yang dibutuhkan
untuk pelayanan pasien dan rekam medis itu dapat diakses
oleh petugas kesehatan pemberian asuhan, manajemen, dan
pihak di luar organisasi yang diberi hak akses terhadap
rekam medis untuk kepentingan pasien, asuransi, dan
kepentingan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-
KESEMBILAN : undangan.
Penyelenggaraan pelayanan laboratorium dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan laboratorium dilaksanakan sesuai dengan
KESEPULUH : kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas. Oleh
karena itu, jenis dan jumlah obat serta bahan medis habis
pakai (BMHP) harus tersedia sesuai dengan kebutuhan
KESEBELAS : pelayanan.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan
apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapannya, maka akan dilakukan pembetulan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Depok
Pada tanggal 15 Februari 2023
KEPALA UPTD PUSKESMAS
CISALAK PASAR,

drg. NUNUNG BAITANINGSIH


Penata Tk I
NIP. 198405172010012014
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS CISALAK
PASAR NOMOR : 440/028/KPTS/CIPAS/II/2023
TANGGAL : 15 FEBRUARI 2023

PEDOMAN
PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN,
LABORATORIUM, DAN KEFARMASIAN
DI UPTD PUSKESMAS CISALAK PASAR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang
diselenggarakan oleh pemerintah adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat).
Puskesmas mempunyai peran dan tanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang menyeluruh
yaitu meliputi pelayanan promotif (peningkatan kesehatan), preventif (upaya pencegahan),
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut diberikan
kepada semua penduduk tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur sejak
pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
Puskesmas dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalitas karyawannya serta
meningkatkan fasilitas atau sarana kesehatannya untuk memberikan kepuasan kepada
masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan
Semakin ketatnya persaingan serta pelanggan yang semakin selektif dan
berpengetahuan mengharuskan Puskesmas selaku salah satu penyedia jasa pelayanan
kesehatan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Untuk dapat meningkatkan
kualitas pelayanannya, Puskesmas terlebih dahulu harus mengetahui apakah pelayanan
yang telah diberikan kepada pasien atau pelanggan selama ini telah sesuai dengan
harapan dan kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya atau belum.
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 43 tahun 2019, Puskesmas menyelenggarakan fungsi
penyelenggaraan UKM tingkat pertama dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di
wilayah kerjanya.
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) merupakan palayanan kesehatan yang
diberikan kepada individu dalam bentuk pelayana promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Upaya ini biasanya diselenggarakan di dalam gedung Puskesmas. Di UPTD
Puskesmas Cisalak Pasar, kegiatan dalam upaya kesehatan perorangan ini dilaksanakan
dalam bentuk pelayanan kesehatan rawat jalan.

B. Tujuan
Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan klinis di UPTD Puskesmas Cisalak
Pasar agar menghasilkan pelayanan yang bermutu.

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
pelayanan klinis. UPTD Puskesmas Cisalak Pasar terdiri dari beberapa unit layanan yaitu:
1. Unit Layanan Pendaftaran dan Rekam Medis
2. Unit Layanan Asuhan Keperawatan
3. Unit Layanan Gawat Darurat
4. Unit Layanan Umum dan Lansia
5. Unit Layanan MTBS
6. Unit Layanan Kesehatan Gigi Dan Mulut
7. Unit Layanan KIA/KB
8. Unit Layanan Imunisasi
9. Unit Layanan TB
10. Unit Layanan Konseling
11. Unit Layanan Laboratorim
12. Unit Layanan Farmasi

D. Ruang Lingkup
Sesuai dengan Permenkes nomor 43 tahun 2019 Pasal 5 huruf b menyatakan
bahwa Puskesmas dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKP tingkat pertama di
wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, bermutu, dan holistikmyang mengintegrasikan faktor biologis,
psikologi, sosial, dan budaya dengan membina hubungan dokter – pasien yang erat
dan setara.
2. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif.
3. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berpusat pada individu, berfokus
pada keluarga, dan berorientasi pada kelompok dan masyarakat.
4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan kesehatan,
keamanan, keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan lingkungan kerja.
5. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama
inter dan antar profesi.
6. Melaksanakan penyelenggaraan rekam medis
7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
Pelayanan Kesehatan
8. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi sumber daya
manusia Puskesmas\melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis
dan Sistem Rujukan
9. Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
wilayah kerjanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Batasan Operasional
1. Unit Layanan Pendaftaran dan Rekam Medis adalah unit yang melayani pendaftaran
pasien baru dan pasien lama yang akan mendapatkan pelayanan rawat jalan beserta
rekam medisnya.
2. Unit Layanan Asuhan Keperawatan adalah unit yang melakukan kajian awal pasien
dan memberikan asuhan keperawatan secara individual dan atau keluarga sebagai
bagian dari terapi pasien.
3. Unit Layanan Gawat Darurat adalah unit yang menyelenggarakan pelayanan terhadap
kasus yang mengancam nyawa atau menimbulkan kecacatan permanen kepada
pasien, sehingga diberikan pelayanan prioritas.
4. Unit Layanan Umum dan Lansia adalah unit yang melayani pemeriksaan kesehatan
umum anak diatas usia 5 tahun, dewasa dana di atas usia 60 tahun.
5. Unit Layanan MTBS unit pelayanan yang melayani manajemen terpadu balita sakit
dan deteksi dini tumbuh kembang anak pada pasien bayi balita umur 0-59 bulan.
6. Unit Layanan Kesehatan Gigi dan Mulut adalah unit pelayanan yang melayani
pemeriksaan Kesehatan gigi dan mulut.
7. Unit Layanan KIA/ KB adalah unit pelayanan yang melayani kesehatan ibu anak dan
KB yang meliputi pemeriksaaan ibu hamil, pemeriksaan IVA, imunisasi, pelayanan KB
(pil, suntik, implant, IUD).
8. Unit Layanan Imunisasi adalah unit yang memberikan pelayanan imunisasi kepada
bayi/ balita sehat, anak usia sekolah, calon pengantin, ibu hamil dan vaksin Covid-19.
9. Unit Layanan TB unit yang melayani konsultasi dan pemberian obat pada penderita TB.
10. Unit Layanan Konseling adalah unit yang melayani konseling gizi, sanitasi dan
promosi Kesehatan.
11. Unit Layanan Laboratorim adalah unit yang melayani pemeriksaan penunjang untuk
diagnosis dan penapisan penyakit melalui darah, urine, dahak, swab saluran nafas,
swab duh tubuh dan lain-lain.
12. Unit Layanan Farmasi adalah unit yang melayani pemberian obat melalui resep dokter
atau dokter gigi dan paramedis (bidan/ perawat) yang telah diberikan pendelegasian
wewenang dari dokter/dokter gigi.

F. Landasan Hukum
1. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran
4. Undang- undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam medis
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Rujukan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1118)
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang
Upaya Perbaikan Gizi
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2015 tentang
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2016 Tentang
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
16. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
18. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan
19. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014.
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat.
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan dan masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi Dan Pelayanan
Kesehatan Seksual.
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama.
23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1306/Menkes/SK/XII/2001 tentang Petunjuk
Teknis Jabatan Fungsional Nutrisionis
24. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan kriteria hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
25. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan, Edisi 2, Cetakan 2011,
Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta
BAB II
STRANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Semua karyawan UPTD Puskesmas Cisalak Pasar wajib berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang
dimiliki.
NO BATAN KUALIFIKASI
1 Dokter Umum Pendidikan Dokter Umum
2 Dokter Gigi Pendidikan Dokter Gigi
3 Perawat DIII Keperawatan
4 Terapis Gigi Mulut DIII Keperawatan Gigi
5 Bidan DIII Kebidanan
6 Apoteker Pendidikan Profesi Apoteker
7 Tenaga Teknis Kefarmasian DIII Farmasi
8 Ahli Teknik Laboratorum Medik DIII Analis Kesehatan
9 Nutrisionis DIII Gizi
10 Sanitarian DIII/ DIV Kesehatan Lingkungan
11 Penyuluh Kesehatan S1 Kesehatan Masyarakat
12 Surveilans S1 Kesehatan Masyarakat (Epidemiolog
Kesehatan)
13 Petugas Rekam Medik DIII RMIK
11 Petugas Pendaftaran SMA
12 Sopir puskesmas keliling SMA

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan pelaksanaan kegiatan/ pelayanan sesuai dengan hasil
kesepakatan bersama dengan Kepala Puskesmas dan penanggung jawab program.

C. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan layanan klinis di UPTD Puskesmas Cisalak Pasar adalah sesuai
dengan jam kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Depok, yaitu:
 Hari Senin – Kamis: 07.30 – 14.30 WIB
 Hari Jumat: 07.30 – 11.30 WIB
 Hari Sabtu: 07.30 – 13.00 WIB
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Pelayanan klinis UKPP di UPTD Puskesmas Cisalak Pasar dilaksanakan di dalam
gedung Puskesmas lantai satu dan dua. Adapun denah pelayanan dalam ruang/gedung
adalah sebagai berikut :

B. Standar Fasilitas
I. Fasilitas dan sarana
Ruang pelayanan kepada pasien pada umumnya berlokasi di lantai bawah gedung
puskesmas sehingga memudahkan bagi pasien untuk mengakses layanan. Ruang
pemeriksaan umum (MTBS, umum dan lansia) dibagi menjadi pemeriksaan pasien
infeksius dan non infeksius. Setiap ruangan dilengkapi dengan 1 meja pemeriksaan dokter
dengan 1 bed periksa, 1 kursi dokter dan 1 kursi pasien, serta 1 lemari penyimpanan. Di
bagian depan ruangan infeksius dan non infeksius masuk terdapat meja dan 1 kursi
perawat dan 1 kursi pasien. Ruangan ini memiliki wastafel sebagai sarana cuci tangan bagi
petugas.
Ruang pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut memiliki 1 unit dental beserta
peralatannya, 1 meja periksa dokter, 1 lemari peralatan dan wastafel. Ruangan ini juga
dilengkapi komputer sebagai sarana sistem informasi puskesmas. Ruang KIA terhubung
langsung dengan ruang KB/ Imunisasi, sehingga memudahkan pemberian pelayanan KIA
berupa pemeriksaan ibu hamil, pelayanan KB, pemeriksaan calon pengantin serta
pemberian immunisasi pada balita. Ruangan KIA memiliki meja administrasi, bed
pemeriksaan, bed ginekologi, wastafel, lemari peralatan dan perangkat komputer
pendukung sistem informasi puskesmas beserta printer.
Ruang laboratorium mempunyai meja administrasi, meja kerja sekaligus meja
peralatan, lemari reagen, kulkas, tempat cuci peralatan. Ruang farmasi memiliki sarana
meja kerja, meja tempat menyiapkan resep, lemari obat, kulkas, wastafel dan printer.
Bagian pendaftaran terletak di bagian depan gedung, berdekatan dengan pintu
masuk pengunjung, sehingga mudah untuk diakses. Di ruangan ini terdapat meja
resepsionis sekaligus meja kerja, lemari status, perangkat komputer dan mesin cetak
nomor antrian pasien.

II. Peralatan
Umum Gigi KIA Laboratorium Farmasi Pendaftaran
tensimeter tensimeter tensimeter Centrifuge darah Timbangan obat alat tulis
stetoskop stetoskop stetoskop Centrifuge urine Blender buku register
termometer tang rahangstetoskop Box fiksasi Laminator rak status
hammer dewasa laennec Lampu spiritus Kalkulator komputer
senter tang rahang termometer Objek glass Plastik obat mesin antrian
anak
diagnostik set bor gigi doppler Deck galass Mesin puyer nomor antrian
timbangan scaling set KB set Tabung Kertas puyer
pengukur tinggi spuit Partus set Mikroskop Label obat
badan Kulkas vaksin Spuit Sendok obat
pita pengukur Spuit
Pita pengukur

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Upaya Kesehatan Perorangan dan Penunjang di UPTD Puskesmas Cisalak Pasar
terdiri dari beberapa unit, yaitu:
1. Unit Layanan Pendaftaran dan Rekam Medis
2. Unit Layanan Asuhan Keperawatan
3. Unit Layanan Gawat Darurat
4. Unit Layanan Umum dan Lansia
5. Unit Layanan MTBS
6. Unit Layanan Kesehatan Gigi Dan Mulut
7. Unit Layanan KIA/KB
8. Unit Layanan Imunisasi
9. Unit Layanan TB
10. Unit Layanan Konseling
11. Unit Layanan Laboratorim
12. Unit Layanan Farmasi

B. Metode Pelayanan
1. Pelayanan dalam gedung
Meliputi pelayanan pasien rawat jalan umum, laboratorium, KIA/ KB, kesehatan gigi dan
mulut, imunisasi serta konseling.
2. Pelayanan di luar gedung.
Meliputi pelayanan posyandu, PKD,penjaringan anak sekolah, penyuluhan kesehatan,
dan lain -lain.

C. Langkah Kegiatan
1. Unit Layanan Pendaftaran dan Rekam Medis
A. Pendaftaran
Ruang lingkup dari panduan ini adalah semua kegiatan dan pelayanan yang ada di
unit pendaftaran dan rekam medis UPTD Puskesmas Cisalak Pasar, yaitu meliputi:
1. Penapisan
2. Identifikasi pasien yang tepat
3. Pendataan pasien
4. Penyampaian informasi hak dan kewajiban pasien
5. Penyampaian informasi lainnya seperti alur pelayanan, alur pendaftraran dan alur
rujukan
6. General consent (persetujuan umum)
7. Simpus dan p-care
8. Identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan risiko, kendala dan
kebutuhan khusus.

Puskesmas wajib meminta persetuiuan urnum (general consent) kepada


pengguna layanan atau keluarganya yang berisi panggilan yang diinginkan, persetujuan
terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik, pengobatan medis lainnya,
batas-batas yang telah ditetapkan, dan persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata
tertib dan penjelasan tentang hak dan kewajiban pengguna layanan. Persetujuan umum
tersebut diminta pada saat pengguna layanan datang pertama kali untuk rawat jalan dan
setiap rawat inap.
Pasien dan masyarakat mendapat informasi tentang sarana pelayanan, antara
lain tarif, jenis pelayanan, alur dan proses pendaftaran, alur dan proses pelayanan,
rujukan. Informasi tersebut tersedia di tempat pendaftaran maupun menggunakan cara
komunikasi massa lainnya dengan jelas, mudah diakses, dan dipahami oleh pasien dan
masyarakat.
Keselamatan pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak pertama
pasien mendaftarkan diri ke puskesmas kontak dengan Puskesmas, terutama dalam hal
identifikasi pasien minimal dengan 2 identitas yang relatif tidak berubah yaitu nama
lengkap, tanggal Iahir, atau nama KK. Pertanyaan diajukan dalam bentuk pertanyaan
terbuka.
Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang
pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informed consent
(persetujuan tindakan). Dalam keadaan pasian adalah anak di bawah umur atau individu
yang tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan yang tepat maka yang memberi
persetujuan mengacu pada peraturan perundangan. Persetujuan tindakan dapat
diperoleh pada berbagai titik waktu dalam proses pelayanan. Misalnya, sebelum suatu
tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko. Informasi dan penjelasan di berikan
oleh dokter yang bertanggung jawab akan melakukan tindakan atau dokter Iain apabila
dokter yang bersangkutan berhalangan namun tetap dengan sepengetahuan dokter
yang beratanggung jawab tersebut.
Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup:
a) Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan.
b) Tentang tatacara tindak medis yang akan dilakukan.
c) Tentang risiko
d) Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
e) Tentang alternative tindakan medis Iain yang tersedia dan semua risikonya.
f) Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan.
g) Diagnosis
Pasien dan keluarga dijelaskan oleh petugas yang berwenang memberikan
penjelasan tentang tes/ tindakan, prosedur, dan pengobatan mana yang memerlukan
persetujuan dan bagaimana mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan
secara lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan cara Iain).
Pasien dan keluarga memahami isi penjelasan dan siapa yang berhak untuk
memberikan persetujuan selain pasien. Pasien atau yang membuat keputusan atas
nama pasien, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan
yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau pengobatan setceah kegiatan
dimulai, termasuk menolak untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya tentang hak
mereka untuk mernbuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung
jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut. Jika pasien atau keluarga
menolak, maka pasien atau keluarga diberitahu tentang alternatif pelayanan dan
pengobatan, yaitu alternatif tindakan pelayanan atau pengobatan, misalnya pasien diare
menolak diinfus maka pasien diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh
pasien.
Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk diantaranya
pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus, antara Iain: balita, ibu hamil,
disabilitas, Ianjut usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala Iain yang dapat berakibat
terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asessmen maupun pemberian asuhan
klinis. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi pasien dengan risiko, kendala dan kebutuhan
khusus serta diupayakan kebutuhannya.
Untuk mencegah terjadinya transmisi infeksi diterapkan protokol kesehatan
yang meliputi penggunaan masker, menjaga jarak antara orang yang satu dan yang Iain,
dan pengaturan agar tidak terjadi kerumuan orang, mulai dari pendaftaran dan di semua
area pelayanan.

B. Rekam Medis
Rekam medis merupakan sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan
perkernbangan pasien, sehingga menjadi media komunikasi yang penting. Agar informasi
ini berguna dan mendukung asuhan pasien secara berkelanjutan, maka rekam medis harus
tersedia selama asuhan pasien dan setiap saar dibutuhkan, serta dijaga untuk selalu
mencatat perkembangan terkini dari kondisi pasien. Rekam medis dapat berbentuk manual
maupun elektronik.
Dalam pengolahan data rekam medis, perlu dilakukan standarisasi kode diagnosis,
kode prosedur/ tindakan, simbol dan singkatan yang digunakan dan tidak boleh digunakan.
Pelaksanaannya harus dimonitor untuk mencegah kesalahan komunikasi dan pemberian
asuhan pasien serta dapat mendukung pengumpulan dan analisis data. Standarisasi
tersebut harus konsisten dan sesuai dengan standar lokal dan nasional.
Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama-sama
menyepakati isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan inforrnasi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan asuhan pasien. Penyelenggaraan rekam medis dilakukan secara berurutan
dari sejak pasien masuk sarnpai pasien pulang, dirujuk atau meninggal, yaitu meliputi
kegiatan:
a. Registrasi pasien
b. Pendistribusian rekam medis
c. Isi rekam medis dan pengisian informasi klinis
d. Pengolahan data dan pengkodean
e. Klaim pembiayaan
f. Penyimpanan rekarn medis
g. Penjarninan mutu
h. Pelepasan informasi kesehatan
i. Pemusnahan rekam medis
Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi didokumentasikan dalam rekam
medis. Jika dijumpai adanya riwayat alergi obat, maka riwayat alergi tersebut harus
didokumentasikan sebagai inforrnasi klinis dalam rekam medis. Rekam medis diisi oleh
setiap dokter, dokter gigi, dan/ atau tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan
kesehatan perseorangan. Apabila terdapat lebih dari satu tenaga dokter, dokter gigi dan/
atau tenaga kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis dibuat secara
terintegrasi.
Setiap catatan dalam rekam medis harus lengkap dan jelas mencantumkan nama,
waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan secara berurutan sesuai waktu pelayanan. Dalam hal terjadi kesalahan dalam
pencatatan rekam medis, dokter, dokter gigi, dan/ atau tenaga kesehatan iain dapat
melakukan koreksi dengan cara mencoret dengan satu garis tanpa menghilangkan catatan
yang dibetulkan, diparaf dan diberi tanggal. Dalam hal diperlukan penambahan kata atau
kalimat diperlukan paraf dan tanggal
Isi rekam medis rawat jalan paling sedikit meliputi:
 Identitas pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
 penyakit.
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
 Diagnosis rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan/ atau tindakan
 Pelayanan Iain yang telah diberikan kepada pasien.
 Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan.
 Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.

Rekam medis untuk pasien gawat darurat, ditambahkan:


 Identitas pasien
 Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan.
 Identitas pengantar pasien.
 Tanggal dan waktu.
 Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit.
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis Diagnosis.
 Rencana penatalaksanaan pengobatan dan/ atau tindakan.
 Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan di unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut.
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
 Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain.
 Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Puskesmas menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyimpanan berkas rekam
medis dan data serta informasi lainnya. Jangka waktu penyimpanan rekam medis, data dan
informasi lainnya terkait pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku guna
mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, pendidikan
dan penelitian. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) rekam medis konsisten dengan
kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Berkas rekam medís, data dan informasi
dapat dimusnahkan setelah melampui periode waktu penyimpanan sesuai peraturan
perundangan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medis.

I. Penapisan Pasien
1. Petugas penapisan memberikan kartu antrian berwarna putih kepada pasien non
infeksius dan diarahkan untuk menunggu di dalam ruangan.
2. Petugas penapisan menerima pasien dan mengarahkan pasien/ pengunjung untuk
cuci tangan.
3. Petugas penapisan melakukan wawancara singkat dan pemeriksaan suhu pasien/
pengunjung.
4. Petugas penapisan mengidentifikasi pasien/ pengunjung sebagai infeksius, non
infeksius atau gawat darurat.
5. Petugas penapisan memberikan kartu antrian warna merah kepada pasien infeksius
dan diarahkan untuk menunggu di luar ruangan.
II. Pendaftaran Pasien
1. Petugas penapisan menerima kedatangan pasien.
2. Petugas penapisan melakukan skrining di awal pasien mendaftar dan petugas
penapisan memberikan kartu bewarna merah untuk pasien infeksius dan kartu yang
berwarna biru untuk pasien non infeksius
3. Petugas pendaftaran meminta kartu identitas pasien baru dan kartu berobat untuk
pasien lama
a. Petugas pendaftaran menanyakan identitas pasien seperti : Nama, Alamat
domisili, dan riwayat penyakit pasien
b. Petugas pendaftaran menyakan kartu jaminan kesehatan kepada pasien seperti:
BPJS PBI atau Non PBI
4. Petugas pendaftaran mendahulukan pasien pemegang kartu berwarna merah
dkarenakan pasien tersebut berada di area infeksius
5. Petugas pendaftaran mendahulukan bagi pasien yang mendaftarkan ke unit IGD
Puskesmas
6. Petugas pendaftaran mempersilahkan pasien untuk menunggu antrian pemeriksaan
oleh perawat dan dokter diruang tunggu
7. Petugas pendaftaran membuatkan kartu pendaftaran dan rekam medis untuk pasien
baru :
 Nama Lengkap pasien
 Nama Kepala Keluarga
 Tempat Tanggal Lahir
 Alamat tempat tinggal
8. Petugas pendaftaran membuatkan kartu tanda berobat bagi pasien baru yang
meliputi:
 Nama Lengkap pasien
 Tempat Tanggal Lahir
 Alamat Tinggal
9. Jika pasien lama sudah berkunjung, maka petugas pendaftaran mencari dan
mengambil map rekam medis pasien disesuaiikan dengan nomor simpus, adapun
proses saat mendaftarakan :
 Membuka aplikasi simpus sebelum melakukan pencarian data pasien
 Pencarian nomor register rekam medis berdasarkan nama lengkap pasien, atau nama
kepala keluarga, dan tanggal lahir
 Petugas mengambil map rekam medis apabila nomor registrasi berhasil
10. Petugas pendaftaran mencatat nomor regitrasi map rekam medis yang akan
didistribusikan oleh petugas rekam medis
11. Petugas pendaftaran mengembalikan kartu identitas pasien dan juga kartu jaminan
kesehatan apabila sudah diperlukan, dan meminta keterangan pembayaran tarif
kepada pasien bagi yang tidak menggunakan jaminan kesehatan
12. Petugas pendafataran menginformasikan kepada pasien agar menunggu panggilan
dari poli yang mereka tuju
13. Petugas rekam medis mendistribusika rekam medis ke poli yang dituju

III. Penyampaian Informasi Hak dan Kewajiban Pasien


1. Petugas Pendaftaran memperkenalkan diri kepada pasien
2. Petugas Pendaftaran mengutarakan maksud dan tujuan kegiatan
3. Petugas Pendaftaran membagikan leaflet tentang hak dan kewajiban kepada pasien
4. Petugas Pendaftaran menjelaskan tentang isi leaflet
5. Petugas Pendaftaran memberi waktu dan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
apabila ada yang kurang jelas atau kurang dimengerti
6. Petugas Pendaftaran menjelaskan atas pertanyaan pasien tentang hak dan kewajiban
sebagai pasien
7. Petugas Pendaftaran menutup kegiatan
Hak-Hak Pasien
a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Puskesmas
b. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
c. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar
profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi .
d. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi keperawatan -
Pasien tidak diperkenankan memilih dokter dan paramedis sesuai dengan keinginannya
karena keterbatasan tenaga medis yang ada di Puskesmas.
e. Pasien berhak atas “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya
f. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
 penyakit yang diderita tindakan medis apa yang hendak dilakukan
 kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tsb sebut dan tindakan untuk
mengatasinya
 alternatif terapi lainnya
 prognosanya
 perkiraan biaya pengobatan
g. Pasien berhak menyetujui/ memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh
dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
h. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri setelah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
i. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan dan
pengobatan di Puskesmas
j. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan dan keluhan atas perlakuan pihak
Puskesmas terhadap dirinya.

Kewajiban Pasien
a. Pasien berkewajiban membawa KTP atau kartu berobat pasien, kartu kepesertaan
BPJS, serta menyerahkan foto kopi kartu keluarga bagi pasien yang melakukan
pendaftaran untuk pertama kalinya.
b. Pasien dan keluarga pasien berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata
tertib yang ada di Puskesmas.
c. Pasien berkewajiban mengikuti alur pendaftaran serta alur pelayanan yang berlaku di
Puskesmas
d. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, perawat,dan bidan dalam
menjalani pengobatan.
e. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang
penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
f. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi biaya retribusi dan
semua biaya tindakan yang diterimanya sesuai dengan peraturan yang berlaku, kecuali
peserta BPJS yang terdaftar di faskes UPTD Puskesmas Cisalak Pasar.

IV. Penyampaian Informasi Lainnya Proses Penyampaian Informasi Lainnya


1. Petugas Pendaftaran menemui pasien yang datang ke Puskesmas.
2. Petugas Pendaftaran menanyakan maksud dan tujuan pasien datang ke Puskesmas.
3. Petugas Pendaftaran menayakan/ mendengarkan keluhan atau kesulitan pasien
4. Petugas menyampaikan informasi secara lengkap dan runtut sesuai dengan apa yang
dibutuhkan pasien dengan menggunakan bahasa sesederhana mungkin dan kalimat
yang efektif, sehingga mudah diterima dan dipahami pasien.

V. Persetujuan Umum
1. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang hak dan kewajiban pasien.
2. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang persetujuan pelepasan informasi.
3. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang identifikasi privasi.
4. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang persetujuan untuk pengobatan.
5. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang informasi biaya/ asuransi
kesehatan.
6. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang pendidikan dan pelatihan.
7. Petugas memberikan informasi kepada pasien tentang adanya persetujuan khusus dan
barang berharga milik pribadi
8. Petugas menanyakan kepada pasien memahami informasi yang diberikan atau tidak.
9. Petugas meminta persetujuan umum dengan menandatangani lembar persetujuan umum.
10. Petugas menyimpan lembar persetujuan umum ke dalam rekam medis pasien.

VI. Pasien dengan Kebutuhan Khusus


Pasien dengan kebutuhan khusus adalah pasien yang mempunyai keadaan khusus
sehingga mungkin mengalani hambatan terkait keadaannya. Pasien ini membutuhkan
perlakuan khusus dalam mendapatkan pelayanan. Keadaan khusus yang dimaksud
misalnya pasien dengan hambatan bahasa, gangguan pendengaran, disabilitas, lansia ibu
hamil atau ibu dengan balita atau keadaan khusus lainnya.
Dalam memberikan pelayanan, petugas harus dapat memberikan bantuan kepada
pasien dengan kebutuhan khusus ini untuk mengatasi hambatan mereka. Sehingga mereka
dapat menerima pelayanan yang nyaman dan sesuai dengan kebutuhannya.

Berikut langkah-langkahnya:
1. Petugas mengenali secara visual hambatan yang dimiliki oleh pasien, seperti
disabilitas, lansia, ibu hamil atau ibu dengan balita atau keadaan khusus lainnya.
2. Petugas membantu mengatasi hambatan pasien, dengan memanggil petugas yang
bertanggung.
3. Petugas melakukan proses pendaftaran pasien dan memberikan pelayanan sesuai
kebutuhan.

VII. Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan yang bukan
merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jika kebutuhan pasien
akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, maka pasien harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien,
baik ke FKTRL puskesmas lain, home care dan paliatif. Untuk memastikan kontinuitas
pelayanan, informasi tentang kondisi pasien dituangkan dalam surat rujukan.
Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk alternatif
rujukan sehingga pasien dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan
pada saat yang tepat. Pasien/ keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh
informasi tentang rencana rujukan, meliputi alasan rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju,
terrnasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya sehingga pasien/ keluarga dapat memutuskan
fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan harus dilakukan.
Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, pasien yang dirujuk balik dari FKRTL
dilaksanakan tindak lanjut sesuai dengan umpan balik rujukan dan dicatat dalam rekam
medis. Jika puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, maka tindak lanjut dilakukan sesuai
prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan memperhatikan rekomendasi umpan
balik rujukan
Adapun kriteria rujukan pasien sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan fisik tidak mampu teratasi
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis tidak mampu di atasi
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap
4. Apabila telah di obati ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
di sarana Kesehatan yang lebih mampu
5. Memerlukan penanganan rawat inap

Adapun langkah-langkah rujukan pasien adalah sebagai berikut:


Rujukan baru:
1. Petugas melakukan kajian terhadap pasien sesuai standar profesi dan sesuai dengan SOP
pengkajian awal klinis.
2. Petugas melakukan pemeriksaan dan menegakkan diagnosis utama, diagnosis banding
serta penanganan yang dapat diberikan, sesuai SOP pelayanan medis.
3. Petugas memastikan pasien yang dirujuk sesuai dengan kriteria pasien yang perlu/ harus
dirujuk.
4. Petugas memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai alasan pasien
dirujuk.
5. Petugas memberikan informasi tentang pilihan tempat rujukan.
6. Petugas meminta pasien/ keluarga memilih fasilitas rujukan.
7. Petugas meminta pasien/ keluarga pasien wajib mengisi dan menandatangani surat
penolakan tindakan medis jika menolak dirujuk.
8. Petugas memberikan informasi tentang alternatif pengobatan,resiko alternatif
pengobatan,dan resiko tentang keputusan yang diambil jika pasien memerlukan rujukan
tetapi tidak mungkin dilakukan.
9. Petugas membuatkan surat rujukan jika pasien setuju uuntuk dirujuk.
10. Petugas memberikan surat rujukan kepada pasien/ keluarga pasien.
11. Petugas mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
12. Petugas melengkapi rekam medis pasien.
Rujukan Lama/ Perpanjangan:
1. Petugas meminta surat rujuk balik atau perintah kontrol dari dokter penanggung jawab
(DPJP) di fasilitas kesehatan rujukan lanjut (FKTRL) kepada pasien/ keluarga pasien.
2. Petugas memberikan surat rujukan kepada pasien/ keluarga pasien.
3. Petugas mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
4. Petugas melengkapi rekam medis pasien.

VIII. Registrasi Pasien


Pasien infeksius baru:
1. Petugas penapisan memberikan nomor antrian pendaftaran kepada pasien/ pengunjung
infeksius.
2. Petugas penapisan meminta KK/ KIA/ KTP dan atau kartu BPJS pasien.
3. Petugas penapisan mengisi lembar identitas yang berada di dalam rekam medis.
4. Petugas penapisan menerima pembayaran retribusi pasien umum.
5. Petugas pendaftaran melakukan input Simpus (pasien umum), Simpus dan Pcare
(pasien BPJS).
6. Petugas rekam medis melengkapi data, berkas dan map rekam medis baru.
7. Petugas rekam medis mencatat pada buku register/ ekspedisi rekam medis.
8. Petugas rekam medis melakukan distribusi rekam medis kepada perawat infeksius.
Pasien infeksius lama:
1. Petugas penapisan memberikan nomor antrian pendaftaran kepada pasien/ pengunjung
infeksius.
2. Petugas penapisan meminta KK/ KIA/ KTP dan atau kartu BPJS pasien.
3. Petugas penapisan berkoordinasi dengan petugas pendaftaran untuk melakukan input
Simpus (pasien umum), Simpus dan Pcare (pasien BPJS).
4. Petugas penapisan menerima pembayaran retribusi pasien umum.
5. Petugas penapisan menyerahkan pembayaran retribusi pasien umum kepada petugas
pendaftaran.
6. Petugas pendaftaran memberikan kartu permintaan rekam medis kepada petugas rekam
medis.
7. Petugas rekam medis mencari rekam medis pasien lama
8. Petugas rekam medis mencatat pada buku register/ ekspedisi rekam medis.
9. Petugas rekam medis melakukan distribusi rekam medis kepada perawat infeksius.
Pasien non infeksius baru:
1. Petugas penapisan memberikan nomor antrian pendaftaran kepada pasien/ pengunjung
non infeksius.
2. Petugas pendaftaran meminta KK /KIA/KTP dan atau kartu BPJS pasien.
3. Petugas pendaftaran melakukan input Simpus (pasien umum), Simpus dan Pcare
(pasien BPJS).
4. Petugas pendaftaran menerima pembayaran retribusi pasien umum.
5. Petugas pendaftaran megisi lembar identitas pasien, melengkapi data, berkas dan map
rekam medis baru.
6. Petugas rekam medis mencatat pada buku register/ ekspedisi rekam medis.
7. Petugas rekam medis melakukan distribusi rekam medis sesuai tujuan pasien/
pengunjung.
Pasien non infeksius lama:
1. Petugas penapisan memberikan nomor antrian pendaftaran kepada pasien/ pengunjung
non infeksius.
2. Petugas pendaftaran meminta KK /KIA/KTP dan atau kartu BPJS pasien.
3. Petugas pendaftaran melakukan input Simpus (pasien umum), Simpus dan Pcare
(pasien BPJS).
4. Petugas pendaftaran menerima pembayaran retribusi pasien umum.
5. Petugas pendaftaran memberikan kartu permintaan rekam medis kepada petugas rekam
medis.
6. Petugas rekam medis mencari rekam medis pasien lama.
7. Petugas rekam medis mencatat pada buku register/ ekspedisi rekam medis.
8. Petugas rekam medis melakukan distribusi rekam medis sesuai tujuan pasien/
pengunjung.

IX. Pengambilan Berkas Rekam Medis


1. Petugas melihat data pasien yang berkunjung di SIMPUS dan menyesuaikan kembali
dengan kartu identitas pasien.
2. Petugas mencatat nomor rekam medis dan nama pasien yang berkunjung sesuai
dengan SIMPUS.
3. Petugas mencatat nomor rekam medis pasien dan pelayanan yang dituju pada buku
ekspedisi.
4. Petugas mengambil rekam medis sesuai data pasien yang berobat.
5. Petugas memasukan lembar tracer pada tempat rekam medis yang di ambil.
6. Petugas melakukan cek kembali data pasien dengan berkas rekam medis yang diambil.
7. Petugas mendistribusikan berkas rekam medis unit layanan yang dituju.

X. Pendistribusian Berkas Rekam Medis


Pendistribusian berkas rekam medis adalah kegiatan dan proses menyalurkan
berkas rekam dari unit layanan pendaftaran dan rekam medis kepada unit layanan lain di
Puskesmas sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pasien. Langkah-langkahnya sebagai
berikut:
1. Petugas mengambil rekam medis pasien yang sudah disiapkan.
2. Petugas mencatat pada buku ekspedisi rekam medis nomor rekam medis dan unit
layanan tujuan pasien.
3. Petugas mengantarkan rekam medis ke unit layanan tujuan pasien.
4. Petugas melakukan serah terima berkas rekam medis.

XI. Isi Rekam Medis dan Pengisian Informasi Klinis


1. Petugas menerima berkas rekam medis
2. Petugas memanggil pasien ke dalam unit pelayanan sesuai urutan
3. Petugas melakukan identifikasi pasien dengan pertanyaan terbuka.
4. Pasien mengecek kesesuaian nama pasien dengan kartu rekam medis.
5. Petugas mengisi lembar identitas pasien dengan lengkap.
6. Petugas mengisi lembar pemeriksaan dengan menuliskan tanggal, hari dan waktu
pelayanan
7. Petugas mengisi lembar pemeriksaan sesuai SOAP tindakan rencana atau KIE pada
tempat yang tersedia.
8. Petugas mencatat semua informasi yang diperoleh saat pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
9. Petugas memberikan tanda tangan dan nama petugas pada rekam medis.
10. Petugas melampirkan dokumen penunjang pada rekam medis jika ada.

XII. Pengolahan Data dan Pengkodean


Pemberian Nomor Rekam Medis
1. Petugas menerima nomor antrian pasien,
2. Petugas membuatkan rekam medis baru untuk pasien baru.
3. Petugas memasukkan data pasien baru di aplikasi Simpus (Sistim Informasi Puskesmas).
4. Petugas mencatat nomor rekam medis baru menggunakan kombinasi angka sesuai
system penomoran yang dibuat secara otomatis dalam aplikasi.
5. Petugas menuliskan nomor rekam medis pada map berkas rekam medis dengan
menggunak spidol permanen.
6. Petugas menuliskan nomor rekam medis pasien pada kartu berobat atau menempelkan
stiker nomor rekam medis pasien pada kartu identitasnya.
Pengolahan Data dan Pengkodean Rekam Medis
1. Petugas memberi kode penyakit pada diagnosis pasien sesuai dengan ICD 10.
2. Petugas menghubungi dokter yang menangani pasien yang bersangkutan apabila kode
diagnosis pasien tersebut kurang bisa dimengerti atau tidak jelas.
3. Petugas mencatat hasil diagnosis dari dokter yang terdiri dari diagnosis utama, diagnosis
sekunder atau diagnosis lain yang dapat berupa penyakit komplikasi.
4. Petugas melakukan pengkodean untuk pasien yang dilakukan tindakan operasi, sesuai
dengan ICOPIM dan ICD-10-CM (Internasional Classification of Procedure in Medicine).
5. Petugas melakukan klasifikasi dan memberikan indeks penyakit.
6. Petugas memberikan pelayanan kepada dokter atau peneliti lain yang akan melakukan
penelitian yang sesuai indeks penyakit pasien.

XIII. Klaim Pembiayaan


Klaim pembiayaan adalah pengajuan tagihan yang dikirimkan kepada pihak
penanggung jawab untuk membayar berdasarkan hasil grouping dari diagnosis pasien dan
tindakan selama 1 periode perawatan yang disertai bukti-bukti atau dokumen pendukung
(rincian biaya).
1. Petugas mencatat semua pasien BPJS
2. Petugas membuatkan keabsahan peserta (SKP)
3. Petugas verifikasi membuat billing dan rincian tindakan, dan berkas rekam medis
beserta berkas klaim di setor ke bagian rekam medis.
4. Petugas menyerahkan SJP ke petugas penerimaan dan penataan berkas ke bagian
administrasi keuangan pasien terpisah sesuai dengan skp nya.
5. Petugas penerimaan dan penataan berkas menenerima rincian biaya rawat pasien dan
diverifikasi kemudian disetorkan ke petugas kelengkapan dan verifikasi final.
6. Petugas menerima bukti-bukti transaksi pasien yang diterima dari bagian verifikasi.
7. Berkas bukti-bukti transaksi di hitung dan di cocokkan dengan tanda terima dari bagian
kelengkapan dan verifikasi final, setelah berkas diterima, bagian costing akan
mengentrykan dalam program.
8. Setelah selesai dibagian costing, petugas kelengkapan dan verifikasi final membuat
rekapan dan mengirim ke bagian klaim BPJS.
9. Petugas klaim askes mengentrykan ke dalam software klaim BPJS
10. Petugas mengirim berkas klaim pembiayaan kepada BPJS.

XIV. Penyimpanan Rekam Medis


1. Petugas memastikan rekam medis sudah terkumpul dari masing-masing unit terkait.
2. Petugas menyimpan rekam medis sesuai nomor urut rekam medis dengan rapi dan
benar ke dalam rak rekam medis.
3. Petugas memastikan berkas rekam medis lama disimpan kembali pada posisi awal yang
sudah diberi tandai dengan tracer.
4. Petugas menyimpan rekam medis pada rak rekam medis selama 2 tahun sejak
kunjungan terakhir pasien.

XV. Akses Rekam Medis


Akses rekam medis adalah penggunaan dan pemanfaatan rekam medis yang hanya
boleh dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki izin terhadap rekam medis. Dokumen
rekam medis terlihat pada formulirnya terdapat tulisan “RAHASIA” yang menandakan tidak
semua orang dapat melihat rekam medis, dan pada pintu masuk ruang penyimpanan
rekam medis terdapat tulisan “Selain Petugas Rekam Medis Dilarang Masuk”. Terkait
pelepasan informasi apabila terdapat pasien yang membutuhkan informasi untuk keperluan
rujukan, pasien hanya mendapat informasi mengenai diagnosis dan pengobatan/ tindakan
yang telah diperoleh pasien tanpa mendapat hard copy dari berkas rekam medis.

Adapun berikut langkah pelepasan informasi medis , yaitu :


1. Petugas menerima permintaan pelepasan informasi secara tertulis dari pasien/ orang
tua/ wali dan atau atas perintah pengadilan.
2. Petugas memastikan identitas peminta informasi adalah benar pasien sendiri dengan
melihat kartu identitasnya.
3. Petugas meminta surat kuasa bermaterai dari pasien dan fotokopi identitas pasien
apabila permintaan dikuasakan orang lain.
4. Petugas meminta surat kuasa bermaterai yang cukup dari pasien dan fotokopi identitas
pasien apabila permintaan pelepasan informasi berasal dari pihak lain/ pihak ketiga
(misal; perusahaan, asuransi, dan lain-lain).
5. Petugas meminta surat kuasa bermaterai yang cukup dari pasien dan fotokopi identitas
pasien disertai identitas pemilik data apabila permintaan informasi untuk kepentingan
penelitian.
6. Petugas menyampaikan informasi untuk kepentingan asuransi kesehatan, pemberi kerja
dan lain-lain dengan memegang prinsip need know yaitu minimal tapi mencukupi,
relevan, akurat.
7. Petugas melepas informasi untuk intern dan ekstern dengan berpegang pada peraturan
yang berlaku.

XVII. Pemusnahan Rekam Medis


Penyusutan Rekam Medis
1. Petugas memilah rekam medis in aktif di rak penyimpanan berdasarkan tahun kunjungan.
2. Petugas memindahkan berkas rekam medis in aktif dari rak file aktif ke rak file in aktif
3. Petugas menyimpan rekam medis in aktif selama 2 tahun.
4. Petugas melakukan penilaian rekam medis setelah 2 tahun.
Pemusnahan Rekam Medis
1. Petugas memisahkan rekam medis yang sudah lebih dari 2 tahun terhitung terakhir
pasien berobat.
2. Petugas mencatat nomor rekam medis yang akan di musnahkan.
3. Petugas melaporkan berkas rekam medis yang akan dimusnahkan kepada Kepala
Puskesmas.
4. Petugas memusnahkan rekam medis menggunakan mesin penghancur kertas.
5. Petugas membuat berita acara pemusnahan rekam medis.

XVIII. Pencatatan dan Pelaporan


1. Petugas dari unit layanan klinis mengembalikan kartu rekam medis
2. Petugas pendaftaran pendaftaran melakukan pemeriksaan kelengkapan isi dari rekam
medis
3. Petugas pendaftaran pendaftaran melakukan perhitungan jumlah kartu rekam medis
yang keluar harus sama kartu rekam medis yang kembali
4. Petugas pendaftaran pendaftaran melakukan pencatatan kunjungan pasien
berdasarkan jenis kunjungan dan jenis pasien pada buku regester kunjungan pada hari
yang sama

2. Unit Layanan Asuhan Keperawatan


Ruang lingkup unit layanan asuhan keperawatan difokuskan pada promotif dan
preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Upaya preventif meliputi pencegahan
tingkat pertama (primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
maupun pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention). Asuhan pasien dilaksanakan
berdasarkan rencana asuhan medis, keperawatan, dan asuhan klinis yang Iain dengan
memperhatikan kebutuhan pasien, dan berpedoman pada panduan praktik klinis. Proses
kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pasien
rawat jalan maupun pasien rawat inap. Proses kajian pasien menentukan efektivitas
asuhan yang akan dilakukan.
Kajian pasien meliputi:
1. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik, psikologis, status sosial, dan
riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut dilakukan anamnesis
(data Subjektif S), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (data Objektif O).
2. Analisis data dan informasi Yang diperoleh Yang menghasilkan masalah, kondisi, dan
diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien (asesmen atau analisis A)
3. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan P), yaitu menyusun solusi untuk
mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pasien.
Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk selanjutnya
dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik kepada pasien rawat jalan sesuai
dengan perkembangan kondisi kesehatannya. Kajian awal dilakukan oleh tenaga medis,
keperawatan/ kebidanan, dan disiplin yang Iain meliputi status fisik, neurologis, mental,
psikososiospiritual, ekonomi, riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen
risiko jatuh, asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, kebutuhan
edukasi, dan rencana pemulangan.
Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pasien mengalami kesakitan
atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung
akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan
jaringan. Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga
profesional yang kompeten. Tenaga profesional yang kompeten adalah tenaga yang dalam
melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh standar dan kode etik profesi dan mempunyai
kompetensi sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan
dengan adanya sertifikat kompetensi.
Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh
tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan pemberi asuhan yang Iain sesuai dengan kebutuhan pasien. Jika dalam
pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus dilakukan koordinasi dalam
penyusunan rencana asuhan terpadu.
Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan
diperoleh. Pasien/ keluarga diberi peluang untuk bekerjasama dalam menyusun rencana
asuhan klinis yang akan dilakukan. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang
dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan yang akan diberikan, dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual serta memperhatikan nilai-
nilai budaya yang dimiliki oleh pasien, dan mencakup komunikasi, informasi dan edukasi
pada pasien dan keluarga. Perubahan rencana asuhan ditentukan berdasarkan hasil kajian
lanjut sesuai dengan perubahan kebutuhan pasien.
Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit TB dengan malnutrisi maka perlu
penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis dan penanggung jawab program TB.
Karena pasien memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan
keperawatan, asuhan gizi dan asuhan kesehatan yang Iain, sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama antara petugas
kesehatan dan pasien/ keluarga. Pasien/ keluarga perlu mendapatkan penyuluhan
kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien.
Komunikasi dilakukan dengan pendekatan interpersonal antara pasien dan petugas
kesehatan, menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Pasien diharapkan dapat
berperan aktif dalam proses asuhan dan memahami konsekuensi asuhan yang diberikan.
Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk melakukan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat, bidan atau tenaga
kesehatan pemberi asuhan yang Iain secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut
hanya dapat dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat, dan atau
karena keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut dilakukan
dengan ketentuan:
1. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah
dimiliki oleh penerima pelimpahan.
2. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan.
3. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan.
4. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar
pelaksanaan tindakan.
5. Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
6. Asuhan pasien diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi lulusan dengan kejelasan
rincian wewenang menurut peraturan perundangan-undangan.
Ada 10 kewenangan dokter dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-undang Praktik
Kedokteran, yaitu:
1. Mewawancarai pasien
2. Memeriksa fisik dan mental pasien
3. Menentukan pemeriksaan penunjang
4. Menegakkan diagnosis
5. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
6. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
7. Menulis resep obat dan alat kesehatan
8. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi
9. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan
10. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil
yang tidak ada apotek.
Dalam menjalankan praktik kedokteran adakalanya dokter tidak bisa
melakukannya, karena keterbatasan tenaga dan waktu sehingga tindakan tersebut perlu
dilimpahkan kepada perawat. Dasar hukum pelimpahan wewenang tindakan kedokteran,
yaitu:
1. Pasal 65 Ayat (1) Undang-undang Tenaga Kesehatan: “Dalam melakukan pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga
medis”
2. Pasal 29 Ayat (1) huruf e Undang-undang Keperawatan: “Dalam menyelenggarakan
praktik keperawatan perawat bertugas sebagai pelaksana tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang”
3. Pasal 16 Permenkes 26/2019: “Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan,
perawat bertugas sebagai pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang”
Ada dua bentuk pelimpahan wewenang dari tenaga medis ke tenaga perawat, yaitu:
1. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh dokter kepada perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis dibawah pengawasan dokter.
2. Pelimpahan wewenang secara delegatif diberikan oleh dokter kepada perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
Delegasi hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih.
Pelimpahan wewenang dari dokter keperawat harus dilakukan secara tertulis,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tindakan yang dilimpahkan oleh dokter termasuk dalam kemampuan dan keterampilan
yang telah dimiliki oleh perawat.
2. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan dokter tetap di bawah pengawasan dokter.
3. Pemberi pelimpahan (dokter) tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan.
4. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar
pelaksanaan tindakan.
Jenis tindakan medis dalam pelimpahan wewenang secara mandat meliputi tindakan:
1. Memberikan terapi parenteral
2. Menjahit luka
3. Tindakan medis lainnya sesuai dengan kompetensi perawat.
Jenis tindakan medis dalam pelimpahan wewenang secara delegatif meliputi tindakan:
1. Memasang infus
2. Menyuntik
3. Imunisasi dasar
4. Tindakan medis lainnya yang dilakukan sesuai dengan kompetensi perawat
Kegiatan di Unit Layanan Asuhan Keperawatan, tugas perawat meliputi:
1. Melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik
2. Menetapkan diagnosis Keperawatan
3. Merencanakan tindakan Keperawatan
4. Melaksanakan tindakan Keperawatan
5. Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan
6. Melakukan rujukan
7. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi
8. Memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter
9. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
10. Menciptakan lingkungan terapeutik dalam pelayanan kesehatan di gedung
11. Pemeriksaan kelengkapan peralatan yang akan digunakan, buku register
12. Dokumentasi keperawatan.
Berikut langkah-langkah dalam melakukan kajian awal:
1. Petugas melakukan penimbangan berat badan.
2. Petugas mencatat hasil anamnesa dan pemeriksaan ke dalam rekam medis.
3. Petugas menetapkan diagnosis keperawatan individu.
4. Petugas memberikan intervensi keperawatan individu.
5. Petugas menanyakan hal- hal yang berhubungan dengan jenis penyakit atau keluhan
pasien seperti pola makan dan aktivitas.
6. Petugas menanyakan riwayat alergi obat.
7. Petugas melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital.
8. Petugas melakukan penimbangan berat badan.
9. Petugas melakukan penimbangan berat badan.
10. Petugas mencatat hasil anamnesa dan pemeriksaan ke dalam rekam medis.
11. Petugas menetapkan diagnosis keperawatan individu.
12. Petugas memberikan intervensi keperawatan individu.
13. Petugas melakukan evaluasi intervensi keperawatan yang diberikan.
14. Petugas menuliskan nama dan tanda tangan pada rekam medis
15. Petugas menyerahkan rekam medis kepada dokter.
Pelimpahan wewenang klinis adalah proses pengalihan tugas kepada orang lain
yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam organisasi) dalam
melakukan berbagai aktivitas klinis sesuai dengan kompetensi penerima pelimpahan
wewenang klinis. Berikut adalah langkah-langkah pelimpahan wewenang klinis:
1. Petugas pemberi wewenang menghubungi kasubag tata usaha untuk melihat kompetensi
calon petugas yang sesuai yang akan diberi pelimpahan wewenang klinis.
2. Petugas pemberi wewenang klinis membuat surat pelimpahan wewenang klinis.
3. Petugas pemberi wewenang klinis menghubungi calon petugas yang diberi pelimpahan
wewenang klinis untuk menerima persetujuan.
4. Petugas pemberi wewenang klinis menyerahkan surat pelimpahan wewenang klinis yang
telah di setujui dan ditandatangani oleh petugas pemberi wewenang klinis dan calon
petugas penerima wewenang klinis.
5. Petugas yang diberikan wewenang klinis melaksanakan tindakan sesuai dengan
wewenang yang dilimpahkan.
3. Unit Layanan Gawat Darurat
Pasien gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen dan pelayanan sesegera
mungkin sebagai bentuk pelaksanaan penapisan. Pasien gawat darurat diidentifikasi
dengan proses triase atau penapisan mengacu pada pedoman tata laksana triase sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip penapisan dałam memberlakukan
sistem prioritas dengan penentuan atau penyeleksian pasien
Keadaan yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dałam hitungan menit
2. Keadaan yang dapat meninggal dalam hitungan jam
3. Trauma ringan
4. Sudah meninggal
Pasien gawat tersebut didahulukan diperiksa oleh dokter sebelum pasien keadaan
lain untuk mendapatkan pelayanan. Sehingga tindakan diagnostik dapat dilakukan
sesegera mungkin dan diberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan.Jika pasien tidak
bisa ditolong di Puskesmas, pasien akan dirujuk ke rumah sakit terdekat dengan syarat
pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk.
Pasien gawat tersebut didahulukan diperiksa oleh dokter sebelum pasien keadaan
lain untuk mendapatkan pelayanan. Sehingga tindakan diagnostik dapat dilakukan
sesegera mungkin dan diberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan.Jika pasien tidak
bisa ditolong di Puskesmas, pasien akan dirujuk ke rumah sakit terdekat dengan syarat
pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk.
Dałam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak atau segera,
termasuk melakukan deteksi dini tanda tanda dan gejala penyakit menular misalnya infeksi
melalui udara/ airborne, pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses penapisan,
mengacu pada panduan tata laksana penapisan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pelayanan kegawatdaruratan dibagi dalam dua macam kegiatan, yaitu:
1. Kegiatan di dalam gedung Puskesmas meliputi pelayanan di ruang tindakan.
a. Petugas menerima pasien di UGD
b. Petugas melakukan triase
c. Petugas melakukan anamnesa .
d. Petugas melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital.
e. Petugas mencatat hasil pemeriksaan dan anamnesa pada rekam medik.
f. Petugas melaporkan dokter jaga untuk pemeriksaan lebih lanjut ( jika tidak ada dokter
jaga yang melaksanakan pemeriksaan fisik lebih lanjut adalah perawat PNS yang
menjadi ketua tim jaga dan sudah diberi SK pelimpahan wewenang klinis).
g. Petugas/ dokter mendokumentasikan hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis.
h. Dokter menuliskan terapi yang akan diberikan pada pasien pada lember resep dan status.
i. Perawat melakukan tindakan sesuai dengan saran dokter.
j. Jika tidak ada dokter petugas mengkonsultasikan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik
pada dokter melalui telepon untuk mendapatkan terapi pasien,
k. Jika terjadi kejadian sulit dihubungi atau tidak dapat dihubungi maka petugas
memberikan obat simptomatik sementara pada pasien sesuai dengan SK pendelegasian
wewenang.
l. Setelah pasien mendapatkan tindakan medis sesuai dengan kebutuhan pasien, petugas
melakukan evaluasi dari tindakan yang sudah dilakukan.
m.Jika pasien sudah diperbolehkan pulang beri penjelasan perawatan rumah dan diberikan
resep obat dari Puskesmas.
Kriteria pulang pasien meliputi :
1. Pasien dengan kondisi stabil Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) E4V5M6
2. Tidak didapatkan tanda gawat darurat yang mengancam jiwa
3. Prognosis pasien baik
4. Mampu meminum obat dan mematuhi petunjuk dokter pemeriksa
5. Apabila terjadi tanda-tanda penurunan kondisi memeriksakan
6. Mampu kontrol apabila obat habis

Kriteria pemulangan pasien dengan persalinan dan bayi


1. Pasien sudah dinyatakan boleh pulang oleh dokter
2. Pasien sudah dapat menolong dirinya sendiri dan bayinya
3. Pasien dan keluarga mengetahui tanda-tanda bahaya
4. Administrasi sudah diselesaikan
5. Pasien sudah dijemput oleh keluarga
6. Pasien sudah mendapatkan edukasi dari petugas
n. Pada pasien yang gawat darurat petugas langsung memberikan tindakan life saving atau
bantuan hidup dasar kepada pasien dan melaporkan pada dokter jaga sehingga
diperbolehkan melakukan tindakan bantuan hidup dasar kepada pasien tanpa konsultasi
pada dokter terlebih dahulu (pada saat dokter tidak di tempat).

2. Kegiatan di luar gedung :


a. Membantu pasien mengatasi kegawatan sirkulasi pembuluh darah dan kesadaran,
pernafasan serta jalan nafas.
b. Melaksanakan simulasi evakuasi bencana
c. Pelayanan gawat darurat pada situasi bencana
Rujukan kegawatdaruratan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
pada keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis yang bersifat segera untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dari Puskesmas kepada
fasilitas Kesehatan yang lebih berkompeten. Berikut langkah-langkahnya:
1. Petugas menentukan kasus kegawatdaruratan yang perlu dirujuk.
2. Petugas melakukan stabilisasi keadaan umum sesuai kasus sebelum melakukan
rujukan:
a. Tanda-tanda vital stabil
b. Terpasang oksigen atau infus jika diperlukan
c. Tidak terdapat kejang (kejang terkendali)
3. Petugas menjelaskan kondisi pasien dan alasan dirujuk kepada pasien dan atau
keluarga pasien.
4. Petugas meminta keluarga pasien untuk menandatangani persetujuan/ penolakan
rujukan
5. Petugas menghubungi rumah sakit yang akan dituju dengan menggunakan sarana
komunikasi, menjelaskan kondisi pasien dan memastikan unit pelayanan tujuan dapat
menerima pasien.
6. Petugas menyiapkan sarana transportasi ke tempat rujukan.
7. Petugas membuat surat rujukan.
8. Petugas memberikan surat rujukan kepada keluarga pasien atau yang mengantar
pasien.
9. Petugas mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
10. Petugas melengkapi rekam medis pasien.
11. Petugas mengantar pasien dengan kendaraan ambulans ke fasilitas kesehatan dan
melakukan serah terima kepada petugas tempat rujukan.

4. Unit Layanan Umum dan Lansia


Unit layanan umum dan lansia adalah unit layanan UKP di UPTD Puskesmas
Cisalak Pasar yang melayani pasien usia diatas 5 tahun sampai 59 tahun dan usia di atas
60 tahun. Pelayanan kesehatan yang ddiselenggarakan meliputi pelayanan kesehatan
dasar yaitu mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pemberian
terapi/ obat, konseling dan rujukan. Pelayanan juga termasuk pemeriksaan kesehatan dan
memberikan surat keterangan sehat untuk calon pengantin dan masyarakat umum sesuai
keperluannya. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter umum.
1. Pendaftaran pasien
Sebelum mendapatkan pelayanan pemeriksaan atau konsultasi kesehatan, pasien
terlebih dahulu mendaftarkan diri di bagian pendafaran untuk dicatatkan data sosialnya
dan dibuatkan rekam mediknya. Selanjutnya pasien akan diarahkan ke poli yang dituju.
2. Pemeriksaan pasien
Pemeriksaan pasien dilakukan oleh dokter yang sesuai dengan keluhan dan kondisi
pasien.
3. Pemeriksaan penunjang
Apabila dianggap perlu maka dokter yang memeriksa kondisi pasien dapat merujuk
pasien ke unit penunjang (laboratorium, radiologi) untuk mendapatkan pemeriksaan
penunjang yang sesuai demi mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai kondisi
pasien.
4. Konsultasi pasien
Pasien yang membutuhkan penjelasan mengenai kondisi kesehatannya yang lebih rinci
akan dirujuk ke unit terkait, misal Gizi, Psikologi, Kesehatan Lingkungan
5. Pelayanan obat
Apabila pasien sudah selesai diperiksa dan membutuhkan obat, maka pasien
akan diberi resep yang akan dibawa ke bagian farmasi untuk mendapatkan obat sesuai
dengan yang tertera pada resep.
Petugas Penanggung jawab: dokter dan perawat. Perangkat kerja antara lain
tensimeter, stetoskop, termometer. Adapun langkah-langkahnya adalah:
1. Petugas memanggil pasien sesuai nomor antrian.
2. Petugas melakukan identifikasi pasien dengan pertanyaan terbuka.
3. Petugas melakukan anamnesis.
4. Petugas melakukan pemeriksaan fisik.
5. Petugas memberikan pengantar utuk pemeriksaan penujnang jika perlu
6. Petugas melakukan tindakan jika perlu.
7. Petugas menerima laporaan hasil pemeriksaan penunjang jika ada
8. Petugas menegakkan diagnosis pasien.
9. Petugas memberikan resep obat sesuai indikasi
10. Petugas melakukan tindakan jika perlu.
11. Petugas merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi jika perlu.
12. Petugas melakukan rujukan internal ke unit layanan lain jika perlu.
13. Petugas mengisi rekam medis pasien dengan lengkap dan menandatanganinya
sebagai bukti dokumentasi semua yang sudah dilakukan.

5. Unit Layanan MTBS


Manajaemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Interied Management of Childhood
lllness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tata
lakasana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita). Secara
menyeluruh .MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan
atau cara penatalakasanaan balita sakit.
Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh organisasi
kesehatan dunia WHO (World Health Organizations) adalah suatu bentuk strategis upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan
kecacatan bayi dan balita di negara-negara berkembang. Hal ini karena salah satu poin
penting dari MTBS adalah mengenali adanya tanda bahaya pada balita. Sehingga jika
ditemukan adanya tanda bahaya umum pada balita, dapat segera dilakukan Tindakan
penanganan lebih cepat dan sesuai.
Program MTBS perlu persiapan untuk menerapkannya meliputi :
1. Informasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas
2. Persiapan penilaian,obat2 dan alat yang digunakan untuk pelayanan
3. Persiapan pengadaan formulir
4. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan
5. Penerapan MTBS dilaksanakan secara bertahap
 Penilaian,klasifikasi dan pengobatan bayi muda umur 1 hari- 2 bulan
 Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan- 5 tahun
 Pengobatan yang telah ditetapkan dalam bagan penilaian dan klasifikasi
 Konseling bagi ibu
 Tindakan dan pengobatan
 Masalah dan pemecahan dan pelayanan tindak lanjut
6. Langkah-langkah kegiatan
a. Langkah-langkah kegiatan
a. Pendaftaran bayi/balita menuju ruang KIA/ MTBS
b. Petugas menulis identitas pasien pada kartu rawat jalan
c. Petugas melaksanakan anamnesa
d. Petugas melakukan pemeriksaan.
e. Petugas menulis hasil anamnesis dan pemeriksaan sesuai panduan form MTBS
f. Petugas mengklasifikan kondisi bayi/ balita.
g. Petugas memberikan edukasi
h. Petugas memberikan pengobatan sesuai buku pedoman MTBS bila perlu dirujuk ke
ruang pengobatan untuk konsultasi ke dokter.
Adapun jam buka pelayanan MTBS didalam gedung UPTD Puskesmas Cisalak
Pasar adalah sebagai berikut:
 Hari Senin– Kamis : 08.00- 11 00
 Hari jumat : 08.00-10.00
 Hari Sabtu : 08.00-11.00
Seorang balita sakit dapat diatangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan
yang telah dilatih. Petugas memakai panduan pedoman MTBS untuk melakukan penilaian/
pemeriksaan dengan cara menanyakan kepada oarang tua/ wali apa saja keluhan-
keluhan/ masalah anak. Kemudian petugas melakukan pemeriksaan dengan cara dilihat
dan dengar atau lihat dan raba. Setelah itu petugas akan mengklarifikasikan semua gejala
berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik balita. Berdasarkan hasil klasifikasi
penyakit, petugas akan menentukan tindakan/ pengobatan, misalnya anak dengan
klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke rumah sakit.
Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS adalah ketika anak
sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/ wali secara
berurutan mulai dengan memeriksa tanda–tanda bahaya umum seperti :
1. Apakah anak bisa munum/ menyusui ……?
2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya…?
3. Apakanh anak menderita kejang..?
Kemudian petugas akan melihat/ memeriksakan apakah anak tampak letargis/
tidak sadar? Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain dan
melakukan pemeriksaan:
1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
2. Apakah anak menderita diare
3. Apakah anak demam?
4. Apakah anak mempunyai masalah telinga?
5. Memeriksa status gizi
6. Memeriksa anemia
7. Memeriksa status imunisasi
8. Memeriksa status pemberian Vitamin A
9. Menilai masalah /keluhan-keluhan lain
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut diatas, petugas akan mengkasifikasi
keluahan/ penyakit anak, setelah itu petugas melakukan klasifikasi tindakan/ pengobatan
yang telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi. Tindakan yang dilakukan berupa:
1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit dirumah misalnya
aturan penanganaan diare di rumah
4. Memberikan konseling bagi ibu ,misal :anjuran pembnerian makanan selama anak sakit
maupun dalam keadaan sehat
5. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan dan lain-lain.
Perlu diketahui,untuk bayi berusia 0 sampai 2 bulan, dipakai penilaian dan
klasifikasi bagi bayi muda (0-2 bulan) memakai Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
yang merupakan bagian dari MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi. Pemeriksasan dan
tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini karena terlalu panjang.
Sebagai gambaran untuk penialian dan tindakan/ pengobatan bagi setiap balita
sakit.pendekatan MTBS memakai 1 set.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan MTBS adalah
persiapan obat ,alat formulir MTBS. Persiapan logistik ini perlu direncanakan karena bila
tidak disiapkan dengan baik akan menganggu kelancaran penerapan MTBS.
Sebelum memulai penerapan MTBS hatus dilakukan penilaian dan pengamatan terhadap
persendian obat di Puskesmas. Secara umum obat-obat yang digunakan dalam MTBS
telah masuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan pemakaian dan
Lembur Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.
Obat-obat yang diperlukan adalah:
1. Syrup Kotrimoksazol
2. Syrup Amoksilin
3. Tablet amoksilin
4. Tablet Paracetamol
5. Tablet klafeniramin Maleat
6. Tablet dexsametason
7. Tablet salbutamol
8. Tablet B6
9. Tablet Antasid
10. Tablet Gliceri Guaiakolat
11. Tetrasikin atau kloramfekol salep mata
12. Oxy Tetarasiklin salep kulit
13. Hidrokortisan salep kulit
14. Tablet predinson
15. Tablet Vitamin B komplek
16. Bedak salisi;
17. Vitamin A 200.000 IU
18. Vitamin A 100.000 IU
19. Tablet zink
20. Oralit 200 cc
Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah:
1. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik
2. Gelas sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan dipojok oralit)
3. Timbangan bayi
4. Termometer
5. Alat penumbuk obat
6. Alat pengukur panjang badan
7. Alat pengukur tinggi badan
6. Unit Layanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah segala upaya pencegahan dan
pengobatan penyakit, serta pemulihan dan peningkatan kesehatan gigi dan mulut yang
dilaksanakan atas dasar hubungan antara dokter gigi dan atau tenaga kesehatan gigi
lainnya dengan individu/masyarakat yang membutuhkan.
Pelayanan kesehatan gigi perorangan adalah pelayanan kesehatan gigi yang
bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
gigi perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
kesehatan gigi masyarakat adalah pelayanan kesehatan gigi yang bersifat umum dengan
tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan gigi tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan gigi.
Penilaian diri (self assesment) adalah penilaian sendiri oleh penanggung jawab
sarana kesehatan mengenai kinerja pelayanan kesehatan gigi. Rekam Medik adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien di sarana kesehatan. Informed
Consent adalah persetujuan tindakan.
Prinsip pelayanan adalah:
a. Kontak pertama
b. Layanan bersifat pribadi
c. Pelayanan paripurna
d. Paradigma sehat
e. Pelayanan berkesinambungan
f. Berorientasi pada keluarga dan masyarakat, memperhatikan hak dan kewajiban pasien,
pendidikan pasien dan keluarga sehingga pasien dan keluarga dan berperan aktif dalam
pengambilan keputusan tindakan keperawatan gigi berdasarkan pengetahuan yang
benar dan ilmiah.
g. Pelayanan memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan pasien.
Jenis pelayanan medis dasar gigi di puskesmas adalah:
a. Konsultasi
b. Premedikasi
c. Pencabutan gigi sulung
d. Pencabutan Gigi Tetap
e. Penambalan sementara
f. Perawatan syaraf gigi
g. Obat pasca ekstraksi
Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan melalui rekam medis yang disusun sedemikian rupa sehingga
memudahkan perawat gigi mendapat informasi penting yang perlu diketahui setiap pasien
datang.
Petugas Penanggung jawab Dokter gigi dan perawat gigi. Berikut langkah-langkah
dalam pelayanan kesehatan di unit layanan kesehatan gigi dan mulut:
1. Petugas memanggil pasien sesuai nomor urutnya.
2. Petugas melakukan anamnesis
3. Petugas melakukan pemeriksaan tanda vital.
4. Petugas menyiapkan dental unit dan dental set.
5. Petugas melakukan pemeriksaan kesehatan mulut pasien.
6. Petugas melakukan tindakan perawatan gigi jika perlu.
7. Petugas menuliskan resep obat sesuai indikasi pasien.
8. Petugas merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi jika perlu.
9. Petugas mengisi rekam medis pasien dengan lengkap dan menandatanganinya sebagai
bukti dokumentasi semua yang sudah dilakukan.

Mekanisme rujukan dilakukan ke:


1. Rujukan fasyankes terdekat sesuai dengan sistem rujukan
2. Rujukan berdasarkan indikasi medis
Jenis Penyakit Gigi dan Mulut pada Pelayanan Primer
Penyakit Gigi
Diagnosis ICD 10
Terbanyak
Karies dini/karies email tanpa
1 K.02.0
kavitas
Karies email/Karies dentin/Karies
2 K.02.1,K 02.2
sementum/Akar
3 Karies terhenti/Arrested caries K.02.3
Penyakit jaringan Demineralisasi Permukaan Halus
4 K.02.0
keras gigi/karies /Aproksimal
gigi Fraktur Mahkota Gigi Yang tidak
5 S02.51,S02.52
merusak Pulpa
6 Dentin hipersensitif K.03.80
7 Atrisi,Abrasi,Erosi K03.K03.1,K03.2,K02.3
Karies mencapai pulpa vital gigi
8 K.02.8
sulung
Periodontitis Kronis dengan
9 kehilangan jaringan periodontal K.05.3
ringan-sedang
Penyakit 10 Gingivitis akibat Plak Mikrobial K.05.1
Periodontal 11 Primary Herpetic Gingivostomatitis B00.2
12 Oral Hygiene Buruk K.03.66
13 Stomatitis aftosa K.12.0
14 Angular cheilitis K.13.01
15 Pulpitis reversibel K.04.00
Nekrosis pulpa/Gangren pulpa
(Akar tunggal, akar jamak yang
16 K.04.1
lurus dengan sudut pandang kerja
pada orifice tidak terhalang )
Nekrosis pulpa/Gangren pulpa gigi
tinggal akar( gigi sisa sudah tidak
17 K.04.1
Penyakit pulpa mendukung untuk dilakukan
dan periapikal tumpatan)
Pulpitis irreversibel (Akar tunggal,
akar jamak yang lurus dengan
18 K.044.01
sudut pandang kerja pada orifice
tidak terhalang)
19 Iritasi Pulpa Gigi tetap muda K.04.0
20 Hyperemia Pulpa Gigi Tetap Muda K.04.0
21 Nyeri Orofasial K049
22 Persistensi Gigi Sulung K.00.63
Lain-lain Akar gigi Tertinggal/Facial
23 K.08.3
Fenestrasi/Ulcus Decubitus
24 Lesi Traumatik K12.04 K14.01K13.1
Kegawatdaruratan 25 Abses Periapikal K.04.7
Gigi 26 Abses Periodontal K.05.2

Rekam Medis Poli Gigi


Dalam rekam medik gigi data-data penting yang perlu dicatat,dirangkum dalam blangko
rekam medik gigi adalah;
A. Data pasien
a. Nomor file
b. Nama
c. Tempat dan tanggal lahir
d. Jenis Kelamin
e. Pekerjaan
f. Alamat rumah /nomor telepon
g. Alamat kantor,nomor telepon

B. Data medik
a. Golongan darah
b. Tekanan darah
c. Ada/tidak penyakit jantung
d. Ada/tidak penyakit diabetes
e. Ada /tidak kelainana haemofilia
f. Ada /tidak kelainan hepatitis
g. Ada /tidak penyakit lainnya
h. Ada/tidak alergi terhadap obat tertentu
i. Ada/tidak alergi terhadap makanan tertentu

C. Odontogram
Pemeriksaan terhadap seluruh keadaan gigi dan mulut pasien di catatkan pada
kunjungan pertama atau kesempatan pertama,sehingga memberikan gambaran keadaan
secara keseluruhan.Odontogram selalu ditempatkan pada lembar pertama rekam
medik,setelah data identitas ,keadaan umum. Selanjutnya baru diikuti oleh lembar data
perawatankedokteran gigi yang dilakukan.
Pada odontogram berisi data:
a. Nama
b. Alamat lengkap
c. Telepon
d. Gambar denah gigi (odontogram)
e. Hubungan oklusi
f. Ada atau tidaknya torus palatinus,torus mandibularis
g. Type langit-langit mulut (palatum);Dalam ,sedang ,rendah
h. Ada atau tidaknya supernumerary teeth
i. Ada atau tidaknya diastema
j. Adakah anomali atau ciri-ciri lain
k. Tanggal pencatatan data
l. Tanda tangan

D. Data Perawatan Kedokteran gigi


Data perawatan kedokteran gigi yang dilakukan dicatat pada setiap kunjungan secara teliti.
Data perawatan kedokteran gigi berisi:
a. Tanggal kunjungan
b. Gigi yang dirawat
c. Keluhanan dan diagnosis
d. perawatan
e. Paraf dokter gigi dan perawat gigi (penting)
f. Nama pasien
Pelayanan anestesi lokal adalah pemberian obat anestesi untuk menghilangkan
rasa sakit terbatas pada daerah yang akan dilakukan tindakan operasi.
Anestesi lokal biasanya dipakai untuk tindakan medis minor atau operasi kecil. Obat bius
dapat membuat area kecil dari tubuh mati rasa namun pasien tetap sadarkan diri. Contoh
obat-obatan anestesi lokal lidocaine, mepivacaine, bupivacaine, etodocaine, poropitocaine,
procaine, tetracaine, choloroprocaine, piperocaine dan dibucaine. Obat anestesi lokal yang
tersedia di Puskesmas Cisalak Pasar yang banyak digunakan adalah lidocaine.
Kebijakan dan prosedur anestesi lokal memuat:
1. Penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri dan anak
atau pertimbangan khusus.
2. Dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi efektif.
3. Persyaratan persetujuan khusus.
4. Kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana.
Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
Persiapan Petugas menjelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Petugas meminta tandatangan pasien pada lembar Inform
consent kepada pasien/ keluarga.
Petugas mengusahakan pasien untuk relaks.
Pelaksanaan Petugas melakukan anastesi pada lokasi yang akan dilakukan
tindakan.
Petugas menentukan jenis, dosis dan teknik anestesi akan yang
digunakan sesuai kebutuhan.
Monitoring Petugas melakukan pemantauan/ monitoring keadaan pasien
selama pemberian anestesi lokal.
Petugas mengisi form monitoring.
Petugas mendokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam
rekam medis.
Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas sesuai lokasi/ bagian tubuh pasien yang akan
dilakukan tindakan.
Teknik Pemberian Anestesi Lokal :
1. Anestesi Permukaan yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput
mukosa seperti mata, hidung atau faring.
2. Anestesi Infiltrasi yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar
tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar
dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.
3. Anestesi Blok yaitu penyuntikan obat anaestesi lokal langsung ke saraf utama atau
pleksus saraf.
4. Anestesi Spinal yaitu anaestesi blok yang luas.
Pemakaian obat anestesi lokal tidak boleh melebihi dosis yang dapat ditolerir oleh
tubuh. Toksisitas obat dapat terjadi pada pemakaian larutan anestesi lokal yang melebihi
dosis maksimal.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi toksisitas obat anestesi lokal yaitu :
1. Jenis obat anestesi lokal; baik sifat toksik inheren obat anestesi lokal maupun efek
vasodilatasinya.
2. Konsentrasi obat anestesi lokal. Semakin tinggi konsentrasinya semakin banyak jumlah
obat yang masuk ke dalam sirkulasi darah.
3. Injeksi intravaskuler.
4. Kecepatan injeksi. Semakin cepat pemberian semakin mudah cairan anestesi masuk ke
dalam sirkulasi darah.
5. Vaskularisasi jaringan. Injeksi pada jaringan dengan vaskularisasi yang tinggi, dan pada
daerah keradangan dan infeksi, akan meningkatkan toksistas sistemik.
6. Berat badan penderita; semakin gemuk seseorang semakin tinggi ambang toksistasnya
7. Kecepatan metabolisme dan ekskresi obat.
Mengingat sangat bervariasinya keadaan tiap-tiap individu maka sangat sukar untuk
menentukan dengan pasti besarnya dosis toksik obat anestesi lokal.
Dosis toksik obat akan tergantung sekali pada apakah digunakan dengan vasokontriktor atau
tidak.
1. Tanpa vasokontriktor: dosis toksis lodicaine adalah 3 – 4 mg/kg, yang kira-kira sebesar
200 mg atau 10 ml larutan lidocaine 2%.
2. Dengan vasokonstriktor: dosis toksik lidocaine adalah 7 mg/kg, yang kira-kira sama
dengan 400 mg – 500 mg atau 20 ml – 25 ml larutan lidocain.
Kegiatan pelayanan anestesi lokal didokumentasikan pada form pemantauan pemberian
anestesi lokal, dan mendokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

7. Unit Layanan Kesehatan Ibu dan Anak


Pengertian program Kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya dibidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi,
pasangan usia subur dan anak balita serta anak prasekolah. Upaya pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat
Kesehatan Ibu dan Anak untuk menurunkan AKI dan AKB.
Kesehatan ibu dimulai sejak periode masa usia subur, kehamilan, persalinan, nifas,
meneteki. Untuk kesehatan anak ditandai dengan anak yang memiliki kebugaran jasmani,
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual melalui upaya pemenuhan, peningkatan
dan perlindungan hak-hak anak, mulai dari bayi baru lahir sehat, mempertahankan hidup,
tumbuh dan berkembang secara optimal sejak usia dini, usia sekolah, masa pubertas
sampai usia dewasa.
Upaya kesehatan remaja adalah upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan remaja melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang
kesehatan remaja. Upaya kesehatan remaja dilaksanakan dengan prinsip kemitraan dan
harus mampu membangkitkan, mendorong keterlibatan dan kemandirian remaja.
Pelaksanaan pembinaan kesehatan remaja dilaksanakan terpadu lintas program dan lintas
sektor, pemerintah dan sektor swasta, serta LSM, sesuai dengan peran dan kompetensi
masing-masing sektor secara efektif dan efisien sehingga mencapai hasil yang optimal.
Upaya pelayanan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya Pemerintah dalam
mengendalikan laju pertambahan penduduk dengan menjarangkan atau merencanakan
jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi dan akselerasi penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) melalui pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)
dengan menggunakan kontrasepsi, termasuk penanganan komplikasi, efek samping dan
kegagalan.
Kesehatan Ibu dan Anak yang diintegrasikan melalui pelayanan di Ruang KIA.
Ruang KIA adalah tempat mendapatkan pelayanan kesehatan terkait dengan ibu dan anak.
Ruang KIA adalah bentuk pelayanan Puskesmas dalam gedung yang pelayananannya
sebatas pelayanan dasar.Ruang KIA sering diintegrasikan dengan Ruang KB, sehingga
pelayanan yang ada dalam Ruang KIA nantinya akan ada duajenis, yaitu pelayanan KIA
yang mencakup pemeriksaan kehamilan, nifas, bayi baru lahir dan imunisasi, serta
pelayanan KB.
Diharapkan dengan adanya pelayanan diruang KIA dapat memberikan pelayanan
kesehatan terpadu kepada Ibu dan Anak di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cisalak Pasar.
Sehingga dapat membantu mewujudkan target RPJMN 2024, yaitu AKI (angka kematian
ibu) 183 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB (angka kematian bayi) 10 per kelahiran
hidup.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dibagi dalam dua macam kegiatan, yaitu
pelayanan dalam gedung dan pelayanan di luar gedung.
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Anak
a. Pelayanan dalam gedung
1) ANC pada ibu hamil normal dan ibu hamil resiko tinggi
2) Penatalaksanaan ibu hamil resiko tinggi
3) ANC pada ibu hamil normal dan ibu hamil resiko tinggi
4) Penatalaksanaan ibu hamil resiko tinggi
5) Nifas
6) Melaksanakan perawatan nifas normal
7) Penanganan perdarahan post partum
8) Penanganan infeksi nifas
9) Pre-eklamsi / eklamsi nifas
10) Melakukan rujukan kasus resiko tinggi ke fasilitas kesehatan yanglebih tinggi
secara tepat, cepat, benar.
b. Pelayanan luar gedung
1) Pendataan ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir
2) Kelas Ibu hamil dan kelas ibu balita
3) Pemantauan stiker P4K
4) Penyuluhan ANC
5) Pelacakan Kesakitan dan Kematian Ibu (OV)
6) Kunjungan rumah ibu hamil risiko tinggi, ibu nifas risiko tinggi dan bayi baru lahir
risiko tinggi
7) Pelatihan kader

2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)


a. Pelayanan dalam gedung
1) Konseling pranikah
2) Konseling metode KB
3) Pelayanan KB kondom, pil injeksi, implant, IUD
4) Penatalaksanaan efek samping KB baik hormonal maupun non hormonal
5) Pelayanan IVA
6) Konseling pra menopause
7) Melakukan rujukan kasus KB ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi secara tepat, cepat
dan benar.
b. Pelayanan luar gedung
1) Pendataan sasaran KB
2) Konseling dan penyuluhan (Posyandu, kunjungan rumah)
3) Pelayanan KB dengan Tim KB Keliling (TKBK)
4) Pelayanan dengan momen khusus (contoh: Safari TNI KB Kes)
5) Pelacakan Kegagalan KB
3. Pelayanan Remaja
a. Pelayanan dalam gedung
1) Konseling / KIE remaja
2) Konseling calon pengantin (catin)
3) Pelayanan medis sesuai indikasi
4) Melakukan rujukan kasus ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi secara tepat, cepat dan
benar
b. Pelayanan luar gedung
1) Skrining remaja yang sekolah dan tidak sekolah
2) Konseling/KIE remaja
Keberhasilan program pelayanan kesehatan tergantung berbagai faktor baik sosial,
lingkungan, maupun penyediaan kelengkapan pelayanan kesehatan ibu anak yang memiliki
peran penting dalam program pelayanan kesehatan baik di tingkat dasar maupun rujukan
Kegiatan Pelayanan KIA KB
1. Pemeriksaan ANC
2. Pemeriksaan ibu nifas
3. Perawatan masa nifas
4. Pemeriksaan bayi baru lahir
5. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
6. Konseling/KIE
7. Melaksanakan deteksi dini kanker leher rahim (IVA)
8. Pelayanan keluarga berencana (KB) hormonal dan non hormonal
9. Pelayanan dan konseling KB
10. Pelayanan efek samping dan komplikasi KB
11. Kunjungan rumah ibu hamil risiko tinggi, ibu nifas risiko tinggi dan bayi baru lahir risiko
tinggi
12. Pembinaan kader
13. Penyuluhan kesehatan
14. Pelayanan dan konseling calon pengantin
15. Pelayanan PPIA
16. Rujukan sesuai indikasi ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi
Langkah Kegiatan
Petugas melakukan:
1. Menerima pasien dari ruang pendaftaran atau pasien yang dirujuk dari ruangan
pemeriksaan Umum, Rawat Inap ataupun Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut.
2. Mencocokkan identitas pasien dan jenis pemeriksaan yang diminta.
3. Melakukan pemeriksaan sesuai SOP
4. Mencatat hasil pemeriksaan dan dimasukkan dalam buku registrasi ruangan KIA-KB.
5. Menyerahkan hasil pemeriksaan kepada pasien sesuai surat kesehatan yangdiperlukan
(surat keterangan sehat CPW, surat keterangan sehat CPP, Kartu TT, Kartu KB, dan
Buku KIA).
6. Membersihkan ruangan dan dekontaminasi alat yang telah digunakan untuk pelayanan
KIA KB.
7. Mematikan peralatan setelah tidak digunakan.

Urutan langkah pelayanan:


1. Petugas memanggil pasien sesuai nomor urutnya.
2. Petugas akan melakukan anamnese dan pemeriksaan tanda vital serta
mencatatakannya di rekam medis.
3. Pasien ibu hamil yang akan memeriksakan kehamilannya akan dipersilakan naik ke bed
periksa untuk dilakukan pemeriksaan kondisi kehamilannya. Hasil pemeriksaan akan
dicatat di rekam medis.
4. Bila memerlukan pemeriksaan penunjang yang lain, ibu hamil akan dirujuk internal. Bila
memerlukan imunisasi akan diberi imunisasi.
5. Bila sudah selesai ibu hamil diberi resep untuk pengambilan vitamin atau obat lainnya.
6. Pasien bayi yang akan immunisasi akan diperiksa dulu apakah cukup sehat untuk
mendapatkan imunisasi hari ini.
7. Bila kondisi bayi sehat, maka bayi akan diberi jenis immunisasi sesuai jadwalnya. Untuk
jenis imunisasi yang dapat menimbulkan demam, kepada orang tua bayi akan diberi
resep pengambilan obat penurun panas.
8. Pasien calon pengantin akan dilakukan pemeriksaan dan konsultasi. Bila memerlukan
imunisasi, maka calon pengantin akan diberi imunisasi.

8. Unit Layanan Imunisasi


Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
menderita penyakit tersebut. Upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai
tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga PD31 (penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi) dapat dibasmi, dieliminasi atau dikendalikan.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dapat semakin efektif,
bermutu, dan efisien.
Imunisasi terbagi atas :
A. Imunisasi Program
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian
dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi .

Imunisasi Program terdiri dari :


1. Imunisasi rutin
Imunisasi rutin adalah Imunisasi yang dilaksanakan dilaksanakan secara terus menerus
dan berkesinambungan, terbagi menjadi yaitu imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
2. Imunisasi tambahan
 Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok
umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis
pada periode waktu tertentu.
 Pemberian Imunisasi tambahan dilakukan untuk melengkapi Imunisasi dasar
dan/atau lanjutan pada target sasaran yang belum tercapai.
 Pemberian Imunisasi tambahan tidak menghapuskan kewajiban pemberian
Imunisasi rutin
3. Imunisasi khusus
 Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat
terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.
 Situasi tertentu berupa persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh,
persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan
kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu.
 Imunisasi khusus berupa Imunisasi meningitis meningokokus, yellow fever
(demam kuning), rabies, dan poliomyelitis.

B. Imunisasi Pilihan
Imunisasi Pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu.
Ruang lingkup panduan Imunisasi meliputi jenis Imunisasi, penyelenggaraan imunisasi
program, penyelenggaraan imunisasi pilihan, pemantauan dan penanggulangan KIPI,
pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan, ruang lingkup
penyelenggaraan imunisasi meliputi :
1. Pelayanan Imunisasi Dasar kepada bayi (Hepatitis B, BCG, Polio, DPT-HB-Hib, IPV dan
MR).
2. Pelayanan Imunisasi tambahan pada balita backlog fighting/crash program campak
(DPT- HB-Hib, MR).
3. Pelayanan Imunisasi lanjutan anak sekolah (DT, Td, dan MR) dan wanita usia subur (Td).
4. Kegiatan PIN atau Sub PIN.
Penyelenggaraan Imunisasi Program diberikan pada bayi yang usia kurang dari 1
tahun, meliputi imunisasi:
a. Imunisasi dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit:
1. Hepatitis B,
2. Poliomyelitis,
3. Tuberculosis,
4. Difteri,
5. Pertussis
6. Tetanus ,
7. Pneumonia
8. Meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib),
9. Campak
Jenis, usia pemberian, jumlah pemberian serta interval mimimal imunisasi pada bayi adalah
:
Usia Jumlah
Jenis Imunisasi Interval min
pemberian pemberian
Hepatitis B 0 – 24 jam 1(satu) -
BCG 1 bulan 1(satu) -
Polio(bopv) 1,2,3,4 bulan 4(empat) 4 minggu
Polio inj (ipv) 4 bulan 1 (satu) -
DPT/Hb/Hib 2,3,4 bulan 3 (tiga ) 4 minggu
MR 9 bulan 1 (satu) 4 minggu
Catatan:
Semua jenis vaksin kecuali Hbo dapat diberikan sampai dengan usia 11 bulan.

b. Imunisasi lanjutan
1. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan Imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat
kekebalan dan untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah
mendapatkan Imunisasi dasar.
2. Imunisasi lanjutan diberikan kepada:
a. Anak usia bawah dua tahun (Baduta)
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit:
1. Difteri,
2. Pertusis,
3. Tetanus,
4. Hepatitis B,
5. Pneumonia
6. Meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib),
7. Campak.
b. Anak usia sekolah dasar
1. Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud
pada terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difter
2. Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada bulan
imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah
c. Wanita usia subur (WUS), terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri.

Imunisasi lanjutan terdiri :


1. Anak balita ( anak diatas umur 1 tahun )
Jenis imunisasi Usia pemberian Jumlah pemberian
DPT/HB/Hib 18 bulan 1 kali
MR 18 bulan 1 kali

2. Anak kelas 1 SD
Pemberian imunisasi pada anak kelas 1 adalah :
Jenis imunisasi Waktu pelaksanaan Keterangan
MR Bulan Agustus BIAS
DT Bulan November BIAS

3. Anak kelas 2 dan 3 SD


Imunisasi pada anak kelas 2 dan 3 SD adalah :
Jenis imunisasi Waktu pelaksanaan Keterangan
Td Bulan November BIAS

4. Wanita Usia Subur (WUS)


Yang dimaksud WUS adalah wanita usia 15-39 tahun baik yang hamil maupun tidak hamil
.Pemberian TT pada WUS sesuaikan dengan hasil screening terhadap status TT.
Tabel berikut menjelaskan internal minimal serta masa imunisasi TT :
Struktur
Internal pemberian Masa perlindungan
imunisasi
TT 1 - -
TT 2 1 bulan setelah TT1 3 tahun
TT 3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 tahun
TT 5 12 bulan setelah TT4 25 tahun

Imunisasi diberikan pada sasaran yang sehat. Untuk itu sebelum pemberian imunisasi
diperlukan penapisan untuk menilai kondisi sasaran.
Prosedur skrining sasaran meliputi:
1. Kondisi sasaran;
2. Jenis dan manfaat vaksin yg diberikan
3. Akibat bila tidak diImunisasi
4. Kemungkinan KIPI dan upaya yang harus dilakukan
5. Jadwal imunisasi berikutnya.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan pada pelaksanaan imunisasi:
1. Tempat suntik yang dianjurkan
a. Pada bayi: di bagian paha sebelah luar
b. Pada anak/dewasa/lansia: di lengan atas
2. Pasca imunisasi dilakukan observasi keadaan penerima vaksin selama minimal 30 menit.
Tata laksana pemberian imunisasi mempunyai jadwal atau waktu pemberian, yaitu;
1. BCG (Bacillus Calmette-Guérin)
BCG diberikan1 kali pada bayi usia 0 – 2 bulan.
Dengan pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas dengan menggunakan ADS 0,05 ml. Vaksin yang sudah dilarutkan harus
digunakan sebelum lewat 3 jam.
2. DPT/HB/Hib (Difteria Pertusis Tetanus, haemophilus influenza tipe B dan hepatitis B (HB).
Vaksin ini harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen, disuntikkan
secara IM dengan dosis 0,5ml sebanyak 3 kali.
3. Polio tetes/BOPV (Oral Polio vaccine)
Polio tetes diberikan 4 kali mulai usia 1bln dengan jarak interval 4 minggu. Polio tetes
diberikan peroral dengan dosis 2 tetes.
4. Polio IPV (Inactivated Polio Vaccine).
Polio injeksi diberikan satu kali padausia 4 bulan. Vaksin diberikan secara IM dengan dosis
0.5 ml di paha kanan bagian luar.
5. MR (Measles and Rubella)
MR diberikan 3 kali pada usia 9 bulan , 18 bulan, saat kelas 1 SD
Sebelum disuntikkan maka harus dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut steril yang
tersedia 5 ml cairan pelarut, dan diberikan dengan dosis 0,5ml.di lengan kiri
6. HepatitisS B uniject.
Vaksin ini diberikan pada bayi umur 2 jam setelah lahir.setelah diberikan suntikan vitamin K
NEO.dipaha bagian kanan.
7. Td (Tetanus diphteria)
Vaksin ini di berikan pada Wanita usia subur hamil/tidak hamil ( dengan ketentuan selama
siklus hidup sebanyak 5 kali /T5),anak sekolah kelas 3 dan 5 di berikan secara IM pada
lengan atas sebelah kiri.
8. DT (Diphteria Tetanus)
Vaksin ini diberikan pada anak sekolah kelas 1 SD dan di berikan secara IM pada lengan
atas sebelah kiri.
9. Sinovac
Vaksin ini diberikan pada anak usia 6-11 tahun di suntikan pada lengan kiri bagian atas
secara IM, diberikan 2 kali dengan interval 28 hari.dan booster dengan interval 3 bulan
diberikan dengan dosis 0.5 ml.
10. Astra Zeneka
Vaksin ini diberikan pada usia 18 tahu ke atas , di suntikkan secara IM pada lengan kiri
bagian atas, di berikan senyak 2 kali dengan interval 12 minggu dan di berikan juga
untuk booster dengan interval 3 bulan setelah suntik kedua, dosis pemberian 0.5 ml
untuk dosis primer , 0.25ml untuk dosis booster
11. Pfizer
Vaksin ini diberikan pada usia 12 tahun atau lebih dari 12 tahun , disuntikkan secara IM
pada lengan atas sebelah kiri sebanyak 2 kali dengan interval 21 hari dosis pemberian
0.3ml, dan booster dengan interval 3 bulan dari dosis primer ke 2 dengan dosis
pemberian 0.15 ml. Sebelumnya dioplos dulu dengan Nacl 1,8 ml dan di putar pelan.
Jadwal Kegiatan Program Imunisasi
No Kegiatan BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pendataan bayi √
2 Pendataan anak √
sekolah
3 Penberian imunisasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
rutin dan lanjutan
4 Pemberian imunisasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Td rutin
5 Pemberian imunisasi √
BIAS MR
6 Pemberian imunisasi √
BIAS Td,DT
7 Pemantauan KIPI √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
8 Pemeliharaan Rantai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dingin vaksin
9 Perencanaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kebutuhan vaccine
10 Pengambilan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vaccine
10 Pendistribusian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
vaccine
11 Pencatatan dan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pelaporan

Jadwal Pelaksanaan Vaksinasi Di Puskesmas Cisalak Pasar


No Kegiatan Kegiatan Hari
1 Imunisasi rutin Imunisasi dalam gedung Setiap Senin dan Rabu
2 Imunisasi rutin Imunisasi luar gedung Mengikuti jadwal posyandu
3 Vaksinasi C-19 Imunisasi dalam gedung Setiap selasa dan Rabu
setelah pelayanan jam 11-
12
4 Vaksinasi C-19 Imunisasi luar gedung Tergantung kebutuhan di
lapangan

Dokumentasi
A. Pencatatan dan pelaporan Imunisasi di Puskesmas
1. Hasil kegiatan Imunisasi di lapangan dicatat di kohort dan direkap di buku pencatatan
Imunisasi puskesmas .
2. Hasil Imunisasi anak sekolah di rekap di buku hasil Imunisasi anak sekolah
3. Laporan hasil Imunisasi di pelayanan swasta menggunakan lembar formatyang telah di
berikan sebelumnya
4. Semua kegiatan di catat pada kohort bayi
5. Dalam menghitung persentase cakupan, yang dihitung hanya pemberian Imunisasi
pada kelompok sasaran dan dilaporkan setiap bulan mulai dari 1Januari sampai dengan
31 Desember pada tahun tersebut , dan dilaporkan kepada dinas kesehatan setiap
bulan sebelum tanggal 10.
B. Tahapan pelaporan imunisasi ;
1. Buku Pencatatan Imunisasi- buku kohort bayi dan kohort ibu
Pencatatan pelaporan di kerjakan setiap hari setelah pelayanan., kemudian akan
direkap setiap bulannya dan dilaporkan Kepala Puskesmas dan kedinas kesehatan
setiap sebelum tanggal 5 setiap bulannya melalui aplikasi PWS Imunisasi dan di email
ke Survim/Imunisasi
Selain itu petugas juga mengisi E Kohort bayi setiap selesai pelayanan.
2. Kartu Imunisasi (Buku KIA,KMS,Kartu TT) kartu ini di isi pada saat pelayanan imunisasi
dilakukan dan di bawa pulang kembali.
3. Buku Stok Vaksin untuk stok vaksin di kerjakan oleh Farmasi dan di koordinasikan
dengan Koordinator program Imunisasi.
4. Buku Grafik Pencatatan Suhu di isi 2 kali dalam sehari pagi dan siang hari sebelum
pulag dikerjakan di Farmasi .
5. Format Pelaporan berupa aplikasi PWS Imunisasi dan Manual konsultasi imunisasi
sebagai data yang di simpan oleh koordinator program.
6. Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Vaksin dikerjakan oleh Farmasi
7. Notulen
8. Foto-foto hasil kegiatan

9. Unit Layanan Tuberculosis (TB)


Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam.
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB
sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun bakteri ini
juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura,
kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.
Ruang lingkup unit layanan TB adalah:
1. Pelaksanaan Program TB dalam gedung :
a. Pemberian OAT pada pasien TB
b. Penjaringan suspect TB per poli
2. Pelaksanaan Program TB luar gedung
a. Pendataan sasaran (kontak serumah dengan penderita TB BTA positif).
b. Penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan TB
c. Penjaringan suspect TB ke masyarakat
d. Kunjungan Ke Rumah pasien TB putus obat (DO)
e. Pelacakan TB Mangkir
Tata laksana TB meliputi penemuan TB dan diagnosi pasien serta pengobatan
yang dikelola dengan penerapan ISTC dan strategi DOTS. Tujuan utama penanggulangan
TB adalah penurunan angka kematian dan kesakitan dengan memutus rantai penularan
melalui penemuan kasus TB sebanyak mungkin dan pengobatan sampai sembuh. Tata
laksana TB merupakan bagian dari surveilans penyakit.
Pengobatan TB tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan
sembuh, tetapi juga berkaitan negan pengobatan logistik OAT dan non OAT (formulir
pencatatan pelaporan, bahan-bahan labolatorium), petugas yang terkait,kegiatan
pencatatan pelaporan, evaluasi dan rencana tindak lanjutnya.
A. Penemuan Suspek TB
Kegiatan penemuan pasien TB terdiri dari penjaringan suspek, diagnose, penentuan
kalsifikasi penyakit dan tipe pasien
a. Strategi penemuan
1. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif
2. Pemeriksaan dengan kontak TB, teruama pasien TB BTA positif.kontak yang rentan
penderita TB apabila terinfeksi yaitu anak-anakusia balita dan dewasa dengan imunitas
rendah(antara lain gizi buruk, DM, gagal ginjal, HIV-AIDS, mengunakan obat
imunosupresi yang lama)
3. Sebaliknya pasa pasien TB anak di cari sumber penularannya
b. Suspek TB
Suspek pasien TB adalah pasien dengan gejala utama adalah batuk berdahak selam 2-3
minggu atau lebih (ISTC standar 1), dengan atau tanpa diikuti dengan gejala tambahan
yaitu gejala lokal pernapasan (nyeri dada, batuk darah, sesak nafas) dan gejala sistemik
(badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam yang hilang timbul). Gejala tersebut tidak spesifik/ khas untuk TB
karena dapat pula dijumpai pada penyakit paru lainnya seperti bronkiektasis, bronkitis
kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain. Setiap orang yang datang ke Puskesmas
dengan gejala tersebut dianggap sebagai suspek TB karena prevalensi TB yang tinggi di
Indonesia. Semua suspek TB harus menjalani pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung.
B. Diagnosis Pasien TB
a. Diagnosis TB paru berdasarkan temuan klinis,pemeriksaan mikrobiologi dan
pemeriksaan radiologi sebagai penunjang
1. Klinis
2. Data didapat dari anamsesis dan pemeriksaan fisik dan temuan fisis bervariasi
tergantung kepada berat dan luas penyakit
3. Pemeriksaan mikrobiologis
4. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk penegakan diagnosis,menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan, dilakukan dengan 3 spesimen dahak
,diantaaranya harus dahak pagi. Pada pasien yang sulit mengeluarkan dahak perlu
diberikan pengarahan sebagai berikut :
 Diajarkan cara batuk efektif dengan inspirasi dalam kemudian dibatukkan
 Batuk pagi hari setelah bangun tidur.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan thorak perlu dilakukan dengan keadaan sebagai berikut:
1. Hanya 1 da 3 spesimen dahak hasilnya positip
2. Pemeriksaan dahak ulang ketiganya tetap negatip dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian anti biotik
3. Pasien di duga komplikasi/kondisi khusus/sesak nafas
c. Diagnosis TB ekstra Paru
1. Gajala dan keluahan tergantung organ yang terkena,misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB,nyeri dada,pembesaran kelenjar getah bening dan deformita pada tulang
belakang.
2. Diagnose pasti(definitive) berdasarkan gejala klinis yang jelas
3. Specimen pada bagian tubuh yang sakitharus diambil untuk pemeriksaan biakan
dan histopatologi.

C. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Penyakit Tb


Menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TBmeliputi 4 hal , yaitu:
a. Klasifikasi berdasrkan lokasi atau organ tubuh yang sakit
 TB paru
 TB ekstra Paru
b. Klasifikasi berdasarkan bakteriologis
 TB Paru BTA Positif
 TB Paru BTA Negatif
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
 TB ekstra paru ringan
 TB ekstra paru berat
d. Tipe pasien berdasarkan Riwayat pengobatan
 Kasus baru
 Kasus kambuh
 Kasus putus berobat
 Kasus gagal
 Kasus pindahan
Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB adalah:
1. Daftar suspek pasien yang diperiksa dahak SPS (TB.06)
2. Formular permohonan labolatorium untuk pemeriksaan dahak(TB.05)
3. Kartu pengobatan pasien TB(TB.01)
4. Kartu identitas pasien TB(TB.02)
5. Register TB UPK(TB.03 UPK)
6. Formular rujukan/pasien pindahan(TB.09)
7. Formular hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan(TB.10)
8. Register labolatorium TB(TB.04)

10. Unit Layanan Konseling


A. Kesehatan Lingkungan
Upaya kesehatan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi kesehatan lingkungan pada obyek atau sasaran yang diawasi,agar
terwujud kualitas lingkungan yang lebih sehat sehingga dapat melindungi masyarakat dari
segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya
kesehatan menuju derajat kesehatan lingkungan dan masyarakat yang lebih baik.
Penyehatan lingkungan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
pencegahan terhadap penurunan kualitas lingkungan melalui upaya promotif, preventif,
penyelidikan, pemantauan,terhadap tempat-tempat umum, lingkungan pemukiman,
lingkungan kerja, angkutan umum,dan lingkungan lainnya.terhadap subtansi yaitu air,
udara, tanah, limbah padat, cair, kebisingan/getaran pencahayaan, kelembaban, suhu
ruangan, vektor penyakit, makanan/ minuman, dan bahan - bahan berbahaya.
Kondisi atau keadaan lingkungan merupakan faktor penentu utama derajat
kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah, melalui upaya pengawasan dampak kualitas
lingkungan yang merupakan proses pengamatan, pencatatan, pengukuran,
pendokumentasian secara verbal dan visual menurut prosedur standar tertentu terhadap
satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan satu atau beberapa
parameter sebagai tolok ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali
dalam satu siklus waktu tertentu, yang menekankan kegiatannya pada sumber, ambient
(lingkungan), pemaparan, dan dampak pada manusia.
Ruang lingkup pelayanan Kesehatan Lingkungan di UPTD Puskesmas Cisalak
Pasar meliputi
1. Kegiatan dalam Gedung
Yaitu kegiatan pelayanan Kesehatan Lingkungan yang dilakukan di dalam dan atau
sekitar area gedung Puskesmas. Adapun kegiatan dalam gedung adalah
a. Konseling kesehatan lingkungan;
b. Penyuluhan kesehatan lingkungan;
c. Pengelolaan limbah medis dan non medis;
d. Pengelolaan IPAL;
e. Pengawasan kesehatan lingkungan Puskesmas, termasuk pengujian secara
laboratorium mengenai baku mutu lingkungan Puskesmas (air bersih, air limbah,
makanan, penjamah, alat medis, pencahayaan, dll).
2. Kegiatan Luar Gedung
Yaitu kegiatan pelayanan Kesehatan Lingkungan yang dilakukan di luar area gedung
Puskesmas. Adapun kegiatan luar gedung adalah :
a. Konseling luar gedung; dapat dilakukan dengan cara kunjungan langsung atau melalui
sistem informasi dan telekomunikasi dengan tetap memperhatikan prinsip PPI,
Penggunaan APD sesuai pedoman serta Physical distancing.
b. Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM), meliputi : jasaboga, rumah
makan/restoran, depot air minum, industri pangan rumah tangga, sentra makanan
jajanan dan jajajanan anak sekolah;
c. Pengawasan Tempat Tempat Umum (TTU), meliputi : sekolah, masjid, kolam renang,
hotel, pasar, pest control dan Fasyankes (Klinik, Rumah Sakit);
d. Penyehatan Lingkungan Permukiman, meliputi : pemeriksaan jentik berkala,
pelaksanaan fogging, pengendalian lalat di TPS, pemicuan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM), rumah sehat, dan air bersih masyarakat.
Lingkup Kegiatan Luar Gedung
1. Konseling Luar Gedung
a. Petugas pelaksana
Petugas yang bertanggung jawab dalam kegiatan konseling luar gedung adalah Sanitarian.
b. Perangkat kerja
Perangkat kerja yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan konseling luar gedung ini adalah :
1. Unit layanan Umum
2. Unit layanan Lansia
3. Unit layanan TB
c. Standar Oprasional prosedur (SOP) konseling luar gedung:
1. Mempelajari hasil wawancara atau konseling di dalam gedung Puskesmas.
2. Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan lapangan yang di
perlukan.
3. Membantu atau menginformasikan kedatangan kepada perangkat kelurahan, ketua
RT/RW.
4. Melakukan pemeriksaan dan pengamatan lingkungan dan perilaku klien sesuai dengan
penyakit/ masalah yang ada.
5. Membantu menyimpulkan hasil kunjungan lapangan
6. Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga penderita dan keluarga sekitar

2. Tata laksana Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)


1. Petugas pelaksana
Petugas yang melaksanakan kegiatan pengawasan tempat pengelolaan makanan adalah
sanitarian.
2. Perangkat kerja
Yang berkaitan dengan Tempat pengelolaan makanan adalah:
a. Promosi kesehatan
b. Standar Oprasional prosedur ( SOP ) TPM
1. Petugas menyiapkan alat dan bahan pemeriksaan termasuk surat tugas
2. Petusa mendatangi tempat pengelolaan makanan dan meminta ijin kepada pemilik
/pengelola
3. Petugas melakukan wawancara pada pemilik / pengelola
4. Petugas melaksanakan pelaksanaan sanitasi sesuai dengan isi formulir pemeriksaan.
5. Petugas memaparkan hasil pemeriksaan kepada pemilik /pengelola
6. Petugas memberikan penyuluhan kepada pemilik /pengelola
7. Petugas mencatat dan melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan.

3. Tata Laksana Pengawasan Tempat – Tempat Umum (TTU)


1. Petugas Pelaksanaan
Petugas yang melaksanakan kegiatan pengawasan tempat-tempat umum adalah
sanitarian.
2. Perangkat kerja
Yang berkaitan dengan tempat pengelolaan makanan adalah ;
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan kerja
3. Standar Oprasional Prosedur (SOP) TTU
a. Petugas menyiapkan alat dan bahan pemeriksaan termasuk surat tugas
b. Petugas mendatangi TTU dan meminta ijin kepada pemilik/ pengelola
c. Petugas melakukan wawancara kepada pemilik dan / pengelola
d. Petugas melaksanakan pemeriksaan sanitasi sesuai dengan isi pemeriksaan
e. Petugas memaparkan hasil pemeriksaan kepada pemilik/pengelola
f. Petugas memberikan penyuluhan kepada pemilik/pengelola
g. Petugas mencatat dan melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan.

Konseling Dalam Gedung


a. Petugas yang melaksanakan kegiatan konseling kesehatan lingkungan ini adalah sanitarian.
b. Perangkat Kerja
1. Loket pendaftaran;
2. Unit layanan KIA
3. Laboratorium;
4. Unit layanan umum;
5. Unit layanan TB Paru;
6. Surveilen
c. SOP
1. Pasien penderita penyakit berbasis lingkungan, dirujuk ke ruang konseling kesehatan lingkungan
2. Di ruang konseling kesehatan lingkungan, petugas konseling kesehatan lingkungan
mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan dengan lingkungan
3. Hasil wawancara dicatat dalam kartu status kesehatan lingkungan;
4. Petugas konseling kesehatan lingkungan melakukan konseling tentang penyakit yang diderita
pasien dalam hubungannya dengan lingkungan;
5. Selanjutnya petugas konseling kesehatan lingkungan membuat janji kunjungan rumah dengan
pasien dan keluarganya apabila diperlukan
6. Setelah konseling di ruang konseling kesehatan lingkungan, pasien dapat mengambil obat di
apotik puskesmas, kemudian pasien diperbolehkan pulang.

3. Tata Laksana Penyuluhan Kesehatan Lingkungan


Petugas yang melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan ini adalah
sanitarian. Perangkat kerja yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan
lingkungan ini adalah : Promosi Kesehatan, KIA, Gizi, Petugas medis /paramedis, Surveilen.
a. Mempersiapkan bahan penyuluhan kesehatan lingkungan
b. Mempersiapkan lokasi dan perlengkapan untuk penyuluhan kesehatan lingkungan
c. Mengundang masyarakat/pasien/pengunjung untuk mengikuti penyuluhan kesehatan lingkungan
d. Melaksanakan penyuluhan kesehatan lingkungan
e. Membuat dokumentasi dan meminta tanggapan dari masyarakat/ pasien/ pengunjung
f. Setelah penyuluhan kesehatan lingkungan kemudian masyarakat/ pasien/ pengunjung
diperbolehkan melanjutkan kegiatan
g. Mengevaluasi kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan.
B. Gizi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada
balita di Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, diantaranya 5,7% gizi buruk; gizi lebih 11,9%,
stunting (pendek) 37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok umur, terdapat angka tertinggi
baik pada balita perempuan dan laki-laki pada periode umur 0-5 bulan dan 6-11 bulan
dibandingkan kelompok umur lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini masih
banyak masyarakat khususnya ibu balita yang mempunyai persepsi tidak benar terhadap
balita gemuk. Data masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) berdasarkan
hasil survei nasional tahun 2003 sebesar 11,1% dan menurut hasil Riskesdas 2013,
anemia pada ibu hamil sebesar 37,1%.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan
perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Mutu gizi
akan tercapai antara lain melalui penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
profesional di semua institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang
penting adalah pelayanan gizi di Puskesmas, baik pada Puskesmas Rawat Inap maupun
pada Puskesmas Non Rawat Inap. Pendekatan pelayanan gizi dilakukan melalui kegiatan
spesifik dan sensitif, sehingga peran program dan sector terkait harus berjalan sinergis.
Pembinaan tenaga kesehatan/tenaga gizi puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat
menjadi hal sangat penting.
Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan tingkat
pertama. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Upaya Kesehatanan Berbasis Masyarakat
(UKBM) yang disebut sebagai Puskesmas dan jejaringnya. Puskesmas dan jejaringnya
harus membina Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung
dan di luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat
berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung
juga meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang akan dilakukan di luar gedung.
Sedangkan pelayanan gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan
masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di
Puskesmas, diperlukan pelayanan yang bermutu, sehingga dapat menghasilkan status gizi
yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan pasien. Pelayanan gizi yang bermutu
dapat diwujudkan apabila tersedia acuan untuk melaksanakan pelayanan gizi yang
bermutu sesuai dengan 4 pilar dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS).

1. Pelayanan Gizi di Dalam Gedung


Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari upaya promotif, preventif, dan
kuratif serta rehabilitatif baik rawat jalan maupun rawat inap yang dilakukan di dalam
puskesmas. Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu
pelayanan gizi rawat jalan dan pelayanan gizi rawat inap.

2. Kegiatan Pelayanan Gizi di Luar Gedung


Secara utuh kegiatan pelayanan gizi di luar gedung tidak sepenuhnya dilakukan
hanya di luar gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan di dalam gedung.
Kegiatan pelayanan gizi di luar gedung ditekankan ke arah promotif dan preventif serta
sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Beberapa kegiatan pelayanan
gizi di luar gedung dalam rangka upaya perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas
antara lain:
a. Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi
1) Tujuan edukasi gizi adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat mengacu pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan sesuai dengan
risiko/masalah gizi.
2) Sasarannya adalah kelompok dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
3) Lokasi edukasi gizi antara lain: Posyandu, Pusling, Institusi Pendidikan, Kegiatan
Keagamaan, Kelas Ibu, Kelas Balita, Upaya Kesehatan Kerja (UKK), dll.
4) Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam edukasi gizi disesuaikan dengan situasi dan
kondisi serta berkoordinasi dengan tim penyuluh di Puskesmas misalnya tenaga
promosi kesehatan, antara lain:
- Merencanakan kegiatan edukasi di wilayah kerja Puskesmas.
- Merencanakan materi edukasi yang akan disampaikan kepada masyarakat.
- Memberikan pembinaan kepada kader agar mampu melakukan pendidikan gizi di
Posyandu dan masyarakat luas.
- Memberikan pendidikan gizi secara langsung di UKBM, institusi pendidikan, pertemuan
keagamaan, dan pertemuan-pertemuan lainnya.
- Menyusun laporan pelaksanaan pendidikan gizi di wilayah kerja Puskesmas.
Jenis konseling gizi yang dapat dilaksanakan di Puskesmas antara lain konseling gizi
terkait penyakit dan faktor risikonya, konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi
dan Anak (PMBA), konseling faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM)
1. Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur untuk identifikasi
kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Dietetik adalah integrasi, aplikasi, dan komunikasi dari prinsip-prinsip keilmuan makanan,
gizi, sosial, bisnis, dan keilmuan dasar untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi yang optimal secara individual melalui pengembangan, penyediaan dan
pengelolaan pelayanan gizi dan makanan di berbagai area/lingkungan/latar belakang
praktek pelayanan.
3. Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan
gizi dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan lingkungannya
terhadap upaya perbaikan gizi dan kesehatan.Penyuluhan gizi ditujukan untuk
kelompok atau golongan masyarakat masal dan target yang diharapkan adalah
pemahaman perilaku aspek kesehatan dalam kehidupan sehari-hari
4. Food model adalah bahan makanan atau makanan contoh yang terbuat dari bahan
sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan
kebutuhan yang digunakan untuk konseling gizi kepada pasien rawat inap maupun
pengunjung rawat jalan.
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehata
6. Gizi Klinik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara makanan dan
kesehatan tubuh manusia termasuk mempelajari zat-zat gizi dan bagaimana dicerna,
diserap, digunakan, dimetabolisme, disimpan dan dikeluarkan dari tubuh
7. Kegiatan Spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan
khusus untuk kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).Kegiatan ini pada
umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti imunisasi,PMT Ibu Hamil dan balita,
monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen Tablet Tambah Darah (TTD),
promosi ASI Ekslusif, MP-ASI, dsb.Kegiatan spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya
dapat dicatat dalam waktu relatif pendek (Pedoman Perencanaan Program Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 HPK).
8. Kegiatan Sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan.
Sasarannya dalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila
direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik dampaknya sensitif
terhadap proses keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000 HPK
9. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah yang
dilaksanakan oleh tenaga gizi puskesmas untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi
sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya.
10. Mutu Pelayanan Gizi adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
pelayanan gizi sesuai dengan standar dan memuaskan, baik kualitas dari petugas
maupun sarana serta prasarana untuk kepentingan pasien/klien
11. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara
penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang
pelayanan gizi, makanan dan dietetik, baik di masyarakat maupun Puskesmas dan unit
pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar Akademi Gizi/Diploma III Gizi
12. Nutrisionist Registered (NR) adalah tenaga gizi Sarjana Terapan Gizi dan Sarjana
Gizi yang telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
13. Pasien/Klien, adalah pengunjung Puskesmas/tenaga kesehatan, baik rawat
inap/rawat jalan yang memerlukan pelayanan baik pelayanan kesehatan dan atau
gizi..
14. Pasien Berisiko Malnutrisi adalah pasien dengan status gizi gizi buruk, gizi kurang,
atau gizi lebih, mengalami penurunan asupan makan, penurunan berat badan, dll.
15. Pasien Kondisi Khusus adalah pasien ibu hamil, ibu menyusui, lansia, pasien
dengan Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes mellitus, hipertensi,
hiperlipidemia, penyakit ginjal, dll
16. Pelayanan Gizi adalah upaya memperbaiki gizi, makanan, dietetik pada
masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran,
implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai
status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit diselenggarakan baik di
dalam dan di luar gedung
17. Pelayanan Gizi Di Puskesmas adalah kegiatan pelayanan gizi mulai dari upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas.
Pelayanan Gizi di Dalam Gedung
Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari upaya promotif, preventif, dan
kuratif serta rehabilitatif baik rawat jalan maupun rawat inap yang dilakukan di dalam
puskesmas. Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu
pelayanan gizi rawat jalan dan pelayanan gizi rawat inap.
Kegiatan Pelayanan Gizi di Luar Gedung
Secara utuh kegiatan pelayanan gizi di luar gedung tidak sepenuhnya dilakukan
hanya di luar gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan di dalam gedung. Kegiatan
pelayanan gizi di luar gedung ditekankan ke arah promotif dan preventif serta sasarannya
adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Beberapa kegiatan pelayanan gizi di luar
gedung dalam rangka upaya perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas antara lain:
b. Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi
Tujuan edukasi gizi adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat mengacu pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan sesuai dengan
risiko/masalah gizi. Sasarannya adalah kelompok dan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas. Lokasi edukasi gizi antara lain: Posyandu, Pusling, Institusi Pendidikan,
Kegiatan Keagamaan, Kelas Ibu, Kelas Balita, Upaya Kesehatan Kerja (UKK), dll.
Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam edukasi gizi disesuaikan dengan situasi dan
kondisi serta berkoordinasi dengan tim penyuluh di Puskesmas misalnya tenaga promosi
kesehatan, antara lain:
- Merencanakan kegiatan edukasi di wilayah kerja Puskesmas.
- Merencanakan materi edukasi yang akan disampaikan kepada masyarakat.
- Memberikan pembinaan kepada kader agar mampu melakukan pendidikan gizi di
Posyandu dan masyarakat luas.
- Memberikan pendidikan gizi secara langsung di UKBM, institusi pendidikan, pertemuan
keagamaan, dan pertemuan-pertemuan lainnya.
- Menyusun laporan pelaksanaan pendidikan gizi di wilayah kerja Puskesmas.
c. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu
1) Tujuan kegiatan ini adalah untuk memantau status gizi Balita menggunakan KMS
(Kartu Menuju Sehat) atau Buku KIA.
2) Sasaran kegiatan ini adalah kader Posyandu
3) Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Posyandu
4) Fungsi tenaga gizi puskesmas antara lain :
- Merencanakan kegiatan pemantauan pertumbuhan di wilayah kerja Puskesmas
- Memberikan pembinaan kepada kader posyandu agar mampu melakukan
pemantauan pertumbuhan di Posyandu.
- Melakukan penimbangan
- Membina kader dalam menyiapkan SKDN dan pelaporan
- Menyusun laporan pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di wilayah kerja Puskesmas
- Memberikan konfirmasi terhadap hasil pemantauan pertumbuhan.

d. Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A


1) Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan pemberian vitamin
A melalui pembinaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
sehingga kegiatan pencegahan kekurangan vitamin A dapat berjalan dengan baik
2) Sasaran: kegiatan ini antara lain bayi, balita, dan ibu nifas
3) Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Posyandu
4) Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen pemberian vitamin A
antara lain :
- Merencanakan kebutuhan vitamin A untuk bayi 6-11bulan, anak usia 12-59 bulan, dan
ibu nifas setiap tahun.
- Memantau kegiatan pemberian vitamin A di wilayah kerja Puskesmas yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan lain.
- Menyusun laporan pelaksanaan distribusi vitamin A di wilayah kerja Puskesmas. Berikut
ketentuan dalam pemberian vitamin A :
 Bayi 6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 SI warna biru, diberikan dua kali setahun
yaitu pada bulan Februari dan Agustus
 Balita 12-59 bulan diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah, diberikan dua kali
setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus
 Bayi usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan yang sedang menderita campak, diare,
gizi buruk, xeroftalmia, diberikan vitamin A dengan dosis sesuai umur
 Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul merah dosis 200.000 SI, 1 kapsul segera setelah
melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam berikutnya.

e. Pengelolaan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu Hamil dan Ibu
Nifas
1) Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan pemberian TTD untuk kelompok
masyarakat yang rawan menderita anemia gizi besi yaitu Ibu Hamil melalui pembinaan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan sehingga kegiatan pencegahan
anemia gizi besi.
2) Sasaran kegiatan ini adalah Ibu hamil dan ibu nifas
3) Lokasi: di tempat praktek bidan, Posyandu.
4) Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen pemberian TTD antara
lain:
- Merencanakan kebutuhan TTD untuk kelompok sasaran selama satu tahun.
- Memantau kegiatan pemberian TTD oleh bidan di wilayah kerja puskesmas.
- Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayah kerja Puskesmas.
- Ketentuan dalam pemberian TTD untuk Ibu hamil dan ibu nifas :
 Pencegahan : 1 tablet/hari sejak awal kehamilan dan dilanjutkan sampai masa nifas
 Pengobatan : 2 tablet/hari sampai kadar Hb Normal

f. Edukasi Dalam Rangka Pencegahan Anemia pada Remaja Putri dan WUS
1) Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan program pencegahan anemia
gizi besi pada kelompok sasaran
2) Sasaran kegiatan ini adalah Remaja putri, WUS
3) Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
4) Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen pemberian TTD antara
lain:
- Memberikan pendidikan gizi agar remaja putri dan WUS mengonsumsi TTD secara mandiri.
- Apabila di suatu daerah prevalensi anemia ibu hamil >20% maka tenaga gizi puskesmas
merecncanakan kebutuhan TTD untuk remaja putri dan WUS dan melakukan pemberian
TTD kepada kelompok sasaran.
- Memantau kegiatan pemberian TTD oleh bidan di wilayah kerja Puskesmas.
- Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayah kerja Puskesmas.
- Ketentuan dalam pemberian TTD untuk Remaja Putri dan WUS a) Pencegahan: 1
tablet/hari selama haid dan 1 tablet/minggu b) Pengobatan: 1 tablet/hari sampai kadar
Hb Normal

g. Pengelolaan Pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan


1) MP-ASI
MP-ASI Bufferstock adalah MP-ASI pabrikan yang disiapkan oleh Kementerian Kesehatan RI
dalam rangka pencegahan dan penanggulangan gizi terutama di daerah rawan gizi/keadaan
darurat/bencana. MP-ASI Bufferstock didistribusikan secara bertingkat. Tenaga gizi
puskesmas akan mendistribusikan kepada masyarakat. Sasaran MP-ASI Buffer Stok: balita
6-24 bulan yang terkena bencana.
MP-ASI Lokal adalah MP-ASI yang dibuat dari makanan lokal setempat dalam rangka untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan tenaga kesehatan. MP- ASI lokal dapat
dialokasikan dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dana Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) atau dana lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sasaran MP-
ASI lokal: balita gizi kurang 6-24 bulan. Tugas tenaga gizi puskesmas dalam hal ini adalah :
- Merencanakan menu MP-ASI lokal
- Mengadakan bahan MP-ASI lokal
- Mengolah MP-ASI lokal dibantu oleh kader
- Mendistribusikan kepada sasaran dibantu oleh kader

2) PMT Pemulihan
- Sasaran: balita gizi kurang, balita pasca perawatan gizi buruk, ibu hamil KEK (Kurang Energi
Kronik).
- PMT Pemulihan untuk balita gizi kurang adalah makanan ringan padat gizi dengan
kandungan 350--400 kalori energi dan 10--15 gram protein.
- PMT bumil KEK Bufferstock diberikan dalam bentuk makanan padat gizi dengan kandungan
500 kalori energi dan 15 gram protein.
- Lama pemberian PMT Pemulihan untuk balita dan Ibu Hamil KEK adalah 90 hari makan
anak (HMA) dan 90 hari makan bumil (HMB).
- Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam manajemen pemberian MP-ASI dan PMT-Bumil
KEK antara lain :
 Merencanakan kebutuhan MP-ASI dan PMT Bumil KEK untuk sasaran selama satu tahun.
 Memantau kegiatan pemberian MP-ASI dan PMT Bumil KEK, di wilayah kerja Puskesmas.
 Menyusun laporan pelaksanaan distribusi MP-ASI dan PMT Bumil KEK wilayah kerja
Puskesmas.

h. Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data yang
dilakukan secara terus menenus, penyajian serta diseminasi informasi bagi Kepala
Puskesmas serta Lintas Program dan Lintas Sektor terkait di tingkat kecamatan. Informasi
dari kegiatan surveilans gizi dimanfaatkan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk
perencanaan program jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sebagai acuan
bagi petugas gizi puskesmas dalam melakukan surveilans gizi bisa menggunakan buku
Surveilans Gizi, Kementerian Kesehatan RI, 2014. Tujuan :
1) Tersedianya informasi berkala dan terus menerus tentang besaran masalah gizi dan
perkembangan di masyarakat.
2) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab masalah
gizi dan faktor-faktor terkait
3) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu daerah
4) Menyediakan informasi intervensi yang paling tepat untuk dilakukan (bentuk, sasaran,
dan tempat) Lingkup data surveilans gizi antara lain:
- Data status gizi
- Data konsumsi makanan
- Data cakupan program gizi
- Sasaran: bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui,
pekerja serta lansia.
5) Dalam pelaksanaan surveilans gizi, tenaga gizi puskesmas berkoordinasi dengan tenaga
surveilans di Puskesmas dengan fungsi antara lain :
- Merencanakan surveilans mulai dari lokasi, metode/cara melakukan, dan penggunanaan
data
- Melakukan surveilans gizi meliputi mengumpulkan data, mengolah data, menganalisa
data, melaksanakan diseminasi informasi
- Membina kader posyandu dalam pencatatan dan pelaporan kegiatan gizi di posyandu
- Melaksanakan intervensi gizi yang tepat
- Membuat laporan surveilans gizi

Contoh Kegiatan dalam Surveilans Gizi antara lain:


1) Pemantauan Status Gizi (PSG)/Bulan Penimbangan Balita
a) Tujuan : mengetahui status gizi masyarakat sebagai bahan perencanaan
b) Sasaran : disesuaikan dengan kebutuhan setempat (bayi, balita, anak usia sekolah,,
remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui, pekerja serta lansia).
2) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
a) Tujuan : Tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat dan akurat
sebagai dasar penentuan tindakan dalam upaya untuk pencegahan dan
penanggulangan masalah gizi dan memantau situasi pangan dan gizi antar
desa/kelurahan dalam 1 kecamatan
b) Sasaran: Lintas program dan lintas sektor di tingkat kecamatan di wilayah
kerja Puskesmas.
3) Sistem Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa/SKD-KLB Gizi Buruk
a) Tujuan: mengantisipasi kejadian luar biasa gizi bburuk di suatu wilayah pada kurun
waktu tertentu
b) Sasaran: balita dan keluarganya, posyandu
4) Pemantauan Konsumsi Garam beriodium di rumah tangga
a) Tujuan : memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam beriodium
yang memenuhi syarat di masyarakat. Dilaksananakan setiap satu tahun sekali.
b) Sasaran : rumah tangga
A. Metode
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan Pelayanan Gizi. Ada tiga
strategi yaitu :
1. Strategi Advokasi
Merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau mendukung
pelaksanaan program. Advokasi adalah pendekatan kepada pengambil keputusan dari
berbagai tingkat dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan bahwa program
kesehatan yang akan dilaksanakan sangat penting oleh sebab itu perlu dukungan
kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut. Dukungan dari pejabat pembuat
keputusan dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-
undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dana atau fasilitas lain.
2. Strategi Kemitraan
Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dapat tercapai apabila ada dukungan
dari berbagai elemen yang ada di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat berasal
dari unsur informal (tokoh agama dan tokoh adat) yang mempunyai pengaruh
dimasyarakat. Tujuannnya adalah agar para tokoh masyarakat menjadi jembatan antara
sektor kesehatan sebagai pelaksana program dengan masyarakat sebagai penerima
program kesehatan. Strategi ini dapat dikatanan sebagai upaya membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dapat berupa pelatihan tokoh masyarakat,
seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.
3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Adalah strategi yang ditujukan kepada masyarakat
secara langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Bentuk
kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan antara lain
penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk
usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan meningkatkan kemampuan
ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam pemeliharaan
kesehatan. Misalnya terbentuk dana sehat, terbentuk pos obat desa, dan sebagainya.

B. Langkah Kegiatan
1) Pelayanan Gizi Rawat Jalan
Pelayanan gizi rawat jalan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi :
a. Pengkajian gizi
b. Penentuan diagnosis gizi
c. Intervensi gizi
d. Monitoring dan evaluasi asuhan gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat jalan diawali dengan skrining/penapisan gizi oleh tenaga
kesehatan di Puskesmas untuk menetapkan pasien berisiko masalah gizi. Apabila
tenaga
kesehatan menemukan pasien berisiko masalah gizi maka pasien akan dirujuk untuk
memperoleh asuhan gizi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Pengkajian Gizi
Tujuan: mengidentifikasi masalah gizi dan faktor penyebab melalui pengumpulan, verifikasi
dan interpretasi data secara sistematis. Kategori data pengkajian gizi meliputi :
a) Data Antropometri
Pengukuran Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara meliputi pengukuran Tinggi
Badan (TB)/Panjang Badan (PB) dan Berat Badan (BB), Lingkar Lengan Atas (LiLA),
Lingkar Kepala, Lingkar Perut, Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP), dll
b) Data Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan
dengan gangguan gizi. Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda klinis kekurangan gizi
atau kelebihan gizi seperti rambut, otot, kulit, baggy pants, penumpukan lemak dibagian
tubuh tertentu, dll.
c) Data Riwayat Gizi
Ada dua macam pengkajian data riwayat gizi pasien yang umum digunakan yaitu secara
pengkajian riwayat gizi kualitatif dan kuantitatif :
- Pengkajian riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi konsumsi makanan.
- Pengkajian gizi secara kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat
gizi sehari, dengan cara recall 24 jam, yang dapat diukur dengan menggunakan bantuan
food model.
- Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Data hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia
darah terkait gizi dalam rangka mendukung diagnosis penyakit serta menegakkan
diagnosis gizi pasien/klien. Hasil pemeriksaan laboratorium ini dilakukan juga untuk
menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Contoh data hasil
pemeriksaan laboratorium terkait gizi yang dapat digunakan misalnya kadar gula darah,
kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, ureum, kreatinin, dll.

2) Penentuan Diagnosis Gizi


Diagnosis gizi spesifik untuk masalah gizi yang bersifat sementara sesuai dengan respon
pasien. Dalam melaksanakan asuhan gizi, tenaga gizi puskesmas seharusnya bisa
menegakkan diagnosis gizi secara mandiri tanpa meninggalkan komunikasi dengan
profesi lain di puskesmas dalam memberikan layanan.
Tujuan diagnosis gizi adalah mengidentifikasi adanya masalah gizi, factor
penyebab, serta tanda dan gejala yang ditimbulkan. Untuk mengetahui ruang lingkup
diagnosis gizi dapat merujuk pada Buku Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar,
Kementerian Kesehatan RI, 2014 atau di Buku Pedoman Asuhan Gizi di Puskesmas,
WHO dan
Kementerian Kesehatan RI, 2011.
3) Pelaksanaan Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk
mengubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan individu.
Intervensi gizi dalam rangka pelayanan gizi rawat jalan meliputi:
- Penentuan jenis diet sesuai dengan kebutuhan gizi individual.
- Jenis diet disesuaikan dengan keadaan/penyakit serta kemampuan pasien/ klien untuk
menerima makanan dengan memperhatikan pedoman gizi seimbang (energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan serat), faktor aktifitas, faktor stres serta
kebiasaan makan/pola makan. Kebutuhan gizi pasien ditentukan berdasarkan status gizi,
pemeriksaan klinis, dan data laboratorium.
- Edukasi Gizi
Edukasi gizi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terkait
perbaikan gizi dan kesehatan.
- Konseling Gizi
Konseling yang diberikan sesuai kondisi pasien/klien meliputi konseling gizi terkait
penyakit, konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), konseling
aktivitas fisik, dan konseling faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Tujuan
konseling adalah untuk mengubah perilaku dengan cara meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai masalah gizi yang dihadapi.
4) Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi Rawat Jalan
Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kemajuan, keberhasilan
pelaksanaan intervensi gizi pada pasien/klien dengan cara :
- Menilai pemahaman dan kepatuhan pasien/klien terhadap intervensi gizi
- Menentukan apakah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana diet yang
telah ditetapkan
- Mengindektifikasi hasil asuhan gizi yang positif maupun negative
- Menginformasikan yang menyebabkan tujuan intervensi gizi tidak tercapai
- Menetapkan kesimpulan yang berbasis fakta

11. Unit Layanan Laboratorium


Unit layanan laboratorium merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang
ada di UPTD Puskesmas Cisalak Pasar. Laboratorium dibutuhkan dalam menunjang
diagnosis dokter yang berkaitan dengan kondisi pasien, penanganan pasien, pemberian
obat dan tindakan yang akan dilakukan kedepannya.
Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil pemeriksaan
yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan laboratorium mulai
dari permintaan, penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan
reagen
pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang
membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang meliputi
kebijakan dan pedoman, sefta prosedur-prosedur pelayanan laboratorium yang mengatur
tentang:
1. Jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan kemampuan puskesmas
2. Waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
3. Pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
4. Proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen, pengambilan, dan
penyimpanan spesimen
5. Pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada puskesmas rawat inap atau puskesmas
yang menyediakan
6. Pelayanan di luar jam kerja dan proses pemeriksaan laboratorium
7. Kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
8. Penggunaan alat pelindung diri
9. Pengelolaan reagen
Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan upaya
pemantapan mutu internal maupun ekstemal di Puskesmas. Pemantapan mutu dilakukan
sesuai dengan jenis dan ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Puskesmas wajib mengikuti
Pemantapan Mutu Eskternal (PME) secara periodik yang diselcnggarakan Oleh institusi
yang ditetapkan oleh pemerintah.
Petugas Penanggung jawab analis laboratorium, perangkat kerja alat pelindung diri
mikroskop, centrifuge, accucheck.
A. Petugas Laboratorium
Sebuah laboratorium mempunyai persyaratan sumber daya manusia yang harus dimiliki
sebelum beroperasi, yaitu:
1. Koordinator Laboratorium
2. Validator
3. Pranata laboratorium
4. Administrasi laboratorium
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh stiap petugas laboratorium untuk
dapat melakukan praktik laboratorium adalah :
1. Koordinator
a. Pendidikan minimal D3 Analis kesehatan dan memiliki STR
b. Sudah memiliki pengalaman kerja di laboratorium kesehatan minimal 10 tahun
c. Sudah pernah mengikuti pelatihan / seminar validasi hasil
d. Mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan kualitas hasil laboratorium
e. Bekerja sesuai dengan protap / SOP yang berlaku
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi mutu internal dan eksternal secara rutin
g. Mampu merencanakan kebutuhan alat dan reagen pertahun
h. Mampu merencanakan kalibrasi dan perbaikan alat - alat kesehatan
i. Pelatihan-pelatihan :
 Pelatihan khusus untuk ditempatkan di laboratorium puskesmas
 Pelatihan sosialisasi prosedur pemeriksaan laboratorium puskesmas
j. Memiliki keterampilan komputer dasar
2. Validator
a. Pendidikan minimal D3 Analis kesehatan dan memiliki STR
b. Sudah memiliki pengalaman kerja di laboratorium kesehatan minimal 3 tahun
c. Sudah pernah mengikuti pelatihan / seminar validasi hasil
d. Mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan kualitas hasil laboratorium
e. Bekerja sesuai dengan Standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi mutu internal dan eksternal secara rutin
g. Pelatihan – pelatihan :
 Pelatihan khusus untuk ditempatkan di laboratorium puskesmas
 Pelatihan sosialisasi prosedur pemeriksaan laboratorium puskesmas
h. Memiliki keterampilan komputer dasar.
3. Pranata Laboratorium
a. Pendidikan minimal D3 Analis kesehatan dan memiliki STR
b. Sudah memiliki pengalaman kerja di laboratorium kesehatan minimal 1 tahun
c. Mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pemeriksaan laboratorium
d. Bekerja sesuai dengan Standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku
e. Melaksanakan mutu internal dan eksternal secara rutin
f. Pelatihan – pelatihan :
 Pelatihan khusus untuk ditempatkan di laboratorium puskesmas
 Pelatihan sosialisasi prosedur pemeriksaan laboratorium puskesmas
g. Memiliki keterampilan komputer dasar
4. Administrasi Laboratorium
a. Pendidikan minimal SMA
b. Sudah memiliki pengalaman kerja di laboratorium kesehatan minimal 1 tahun
c. Memiliki kemampuan administrasi dan dokumentasi
d. Memiliki keterampilan komputer dasar
B. Jenis-jenis Pemeriksaan
Unit layanan laboratorium UPTD Puskesmas Cisalak Pasar yang melayani
pemeriksaan laboratorium klinik sesuai dengan peraturan yang berlaku.

C. Permintaan Pemeriksaan
1. Petugas laboratorium menerima formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dari unit
layanan lain.
2. Petugas laboratorium melakukan identifikasi pasien dan mencatat data pasien serta jenis
pemeriksaan di buku register laboratorium lalu.
3. Petugas laboratorium menjelaskan prosedur pengambilan spesimen dan pemeriksaan
kepada pasien setelah itu.
4. Petugas laboratorium mempersiapkan peralatan yang diperlukan dan memberikan label
berupa nomor register, nama, umur, jenis pemeriksaan pada tabung sesuai dengan
identitas pasien.
5. Petugas laboratorium mengambil spesimen dan melakukan pemeriksaan laboratorium
sesuai permintaan pemeriksaan.

D. Pengambilan Sampel
1. Pengambilan spesimen pemeriksaan darah
 Pengambilan spesimen darah vena:
1. Petugas memposisikan pasien duduk dengan posisi tangan harus lurus setelah itu.
2. Petugas mempersiapkan alat dan bahan.
3. Petugas meminta pasien untuk mengepalkan tangan dan memasang tourniquet 10cm
diatas siku pasien.
4. Petugas memilih bagian vena mediana cubiti.
5. Petugas membersihkan bagian yang akan diambil darah menggunakan kapas alkohol
70% tunggu hingga kering, dan tidak dipegang lagi.
6. Petugas menusuk bagian vena dengan jarum dan hisap darah ke spuit lalu meminta
pasien membuka kepalan tangannya, dan melepaskan tourniquet.
7. Petugas mencabut spuit jika telah terisi oleh darah dan tutup bekas pengambilan darah
dengan kapas dan mikropor.
8. Petugas memasukan sampel/ spesimen pada tabung sesuai kebutuhan pemeriksaan.
 Pengambilan spesimen darah kapiler
1. Petugas membersihkan bagian jari yang akan ditusuk dengan alkohol 70% dan biarkan
hingga kering.
2. Petugas memegang bagian jari supaya tidak bergerak dan tekan sedikit untuk
mengurangi rasa nyeri.
3. Petugas menusuk dengan menggunakan lanset steril dengan posisi tegak lurus dengan
garis-garis sidik jari.
4. Petugas mengusap darah pertama yang keluar, darah kedua yang keluar yang
digunakan untuk pemeriksaan.
2. Pengambilan spesimen urinee
1. Petugas laboratorium menerima formulir permintaan pemeriksaan laboratorium.
2. Petugas laboratorium memeriksa kelengkapan dengan menanyakan kesesuaian
identitas pasien yang tertera di formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan
verifikasi kesesuaian jenis pemeriksaan pada formulir pemintaan laboratorium.
3. Petugas laboratorium memberikan label pada bagian badan pot urinee dengan
menuliskan nomor register, nama, umur dan jenis pemeriksaan yang diminta.
4. Petugas memberi botol urinee yang telah diberi label kepada pasien dan menyuruh
pasien untuk menampung urinee.
5. Petugas menerima urinee dari pasien dan menyampaikan perkiraan waktu
pengambilan hasil pemeriksaan.

E. Pemeriksaan
I. Hematologi dengan Menggunakan Dirui
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri.
2. Petugas menghidupkan alat Hematologi Dirui dan melakukan pengontrolan alat.
3. Petugas menghomogenkan sampel darah pada tabung EDTA.
4. Petugas membuka tutup tabung.
5. Petugas memasukan probe ke dalam tabung.
6. Petugas menekan aspirate.
7. Petugas meununggu hasil keluar.
8. Petugas melakukan pencacatan hasil ke buku lebar kerja hematologi.

II. Pemeriksaan Golongan Darah


1. Petugas Laboratorium menyediakan kartu golongan darah.
2. Petugas Laboratorium mencatat nama, umur, alamat dan tanggal pemeriksaan.
3. Petugas Laboratorium meneteskan anti A dikolom A, anti B dikolom B, anti AB dikolom
AB, anti D dikolom RH.
4. Petugas Laboratorium meneteskan setetes kecil darah ditempat anti A,B,AB dan RH
Setelah itu hemogenkan dengan batang pengaduk lalu menggoyang kartu hingga
didapat hasil yang maksimal dan melihat adanya aglutinasi.
5. Petugas Laboratorium menetapkan golongan darah.

TAKSIRAN HASIL AGLUTINASI DARAH

Anti A Anti B Anti AB Anti D (RH) Golongan Darah

+ - + + A RH +

- + + + B RH +

+ + + + AB RH +

- - - + O RH +
+ - + - A RH -

- + + - B RH -

+ + + - AB RH -

- - - - O RH -

III. Pemeriksaan Gula Darah dengan Alat Glukosa Meter


1. Petugas menggunakan alat pelindung diri.
2. Petugas mengambil strip glukosa dari tabung.
3. Petugas memasukan ujung strip yang bersimbul anak panah ke slot bawah alat glukosa
meter.
4. Petugas memilih jari yang akan ditusuk.
5. Petugas mengusap dengan menggunakan kapas alcohol dan menunggu kering.
6. Petugas memulai melakukan sampling darah kapiler pada pasien.
7. Petugas menyentuhkan tetesan darah ke ujung strip.
8. Petugas membaca hasil pengukuran setelah lima detik.
9. Petugas mencatat hasil pemeriksaan pada buku register dan formulir hasil pemeriksaan
laboratorium.

IV.Pemeriksaan Serologi
 Pemeriksaan HBsAg
1. Petugas menggunakan APD.
2. Petugas membuka kaset dari plastic.
3. Petugas meneteskan darah/ serum/ plasma pada kaset reagen HBsAg rapid tidak
melebihi batas maksimum yang tertera pada reagen.
4. Petugas membaca ada tidaknya garis pada bagian bawah garis control.
 Bila terjadi terdapat garis merah pada zona control dan test, maka hasil dibaca sebagai
reaktif.
 Bila hanya terdapat satu garis merah pada zona kontrol maka hasil dibaca sebagai non
reaktif.
 Bila hanya terdapat satu garis merah pada zona test maka hasil invalid.
 Pemeriksaan Sifilis
1. Petugas membuka kemasan strip yang tersedia.
2. Petugas memasukkan ke dalam pipet 10µ serum atau plasma.
3. Petugas menuangkan serum atau plasma pada lubang sampel.
4. Petugas menambahkan 4 tetes diluent secara vertikal ke dalam lubang sampel.
5. Petugas membaca hasil antara 15 - 20 menit setelah menambahkan diluent.
 Bila hasil positif: terbentuk 2 atau 3 garis warna merah muda, 1 garis pada zona garis tes
SIFILIS dan 1 garis pada zona garis kontrol.
 Bila hasil negatif: terbentuk 1 garis warna merah muda pada zona garis kontrol saja.
 Bila hasil tidak valid: tidak terbentuk garis warna merah muda pada zona garis kontrol.
 Pemeriksaan HIV
a) HIV SD Bioline
1. Petugas membuka kemasan strip yang tersedia.
2. Petugas memasukkan serum atau plasma 10µ ke dalam pipet.
3. Petugas menuangkan serum atau plasma pada lubang sampel.
4. Petugas menambahkan 4 tetes diluent secara vertikal ke dalam lubang sampel.
5. Petugas membaca hasil antara 10 - 20 menit setelah menambahkan diluent.
 Bila hasil positif : terbentuk 2 atau 3 garis warna merah muda , 1 garis pada zona garis
tes HIV 1 atau tes HIV 2 dan 1 garis pada zona garis kontrol.
 Bila hasil negatif : terbentuk 1 garis warna merah muda pada zona garis kontrol saja.
 Bila hasil Tidak Valid : tidak terbentuk garis warna merah muda pada zona garis kontrol.
b) HIV Oncoprobe
1. Petugas membuka kemasan strip yang tersedia.
2. Petugas meneteskan 1 tetes serum atau plasma pada lubang sampel.
3. Petugas menambahkan 1 tetes buffer secara vertikal ke dalam lubang sampel.
4. Petugas membaca hasil antara 5 - 30 menit setelah menambahkan buffer.
 Bila hasil positif : terbentuk 2 atau 3 garis warna merah muda , 1 garis pada zona garis
tes HIV 1 atau tes HIV 2 dan 1 garis pada zona garis kontrol.
 Bila hasil negatif : terbentuk 1 garis warna pada zona garis kontrol saja.
 Bila hasil Tidak Valid : tidak terbentuk garis pada zona garis kontrol.
c) HIV Vikia
1. Petugas membuka kemasan strip yang tersedia.
2. Petugas meneteskan 3 tetes serum atau plasma pada lubang.
3. Petugas membaca hasil dalam 30 menit setelah menambahkan buffer.
 Bila hasil positif : terbentuk 2 garis warna , 1 garis warna biru pada zona garis tes HIV 1 /
HIV 2 dan 1 garis warna merah muda pada zona garis kontrol.
 Bila hasil negatif : terbentuk 1 garis warna merah muda pada zona garis kontrol saja.
 Bila hasil tidak Valid : tidak terbentuk garis pada zona garis kontrol.
d) HIV Intec
1. Petugas membuka kemasan strip yang tersedia.
2. Petugas meneteskan 1 tetes serum atau plasma pada lubang sampel.
3. Petugas menambahkan larutan buffer kedalam lubang sampel.
4. Petugas membaca hasil dalam 30 menit.
 Bila hasil positif : terbentuk 2 atau 3 garis warna merah muda , 1 garis pada zona garis
tes HIV 1 / HIV 2 dan 1 garis pada zona garis kontrol.
 Bila hasil negatif : terbentuk 1 garis warna pada zona garis kontrol saja.
 Bila hasil Tidak Valid : tidak terbentuk garis pada zona garis kontrol.

V. Pemeriksaan Urinalisa
 Kimiawi Urine
1. Petugas menggunakan APD.
2. Petugas menghomogenkan sampel urine yang akan diperiksa.
3. Petugas mengamati urine secara makroskopis meliputi warna dan kekeruhan kemudian
menulis di buku bantu urine dan menuang urine yang akan diperiksa kedalam tabung.
4. Petugas mencelupkan strip tes urine kedalam tabung hingga tercelup semua.
5. Petugas mengangkat strip tersebut kemudian bandingkan perubahan warna yang terjadi
pada strip dengan standar warna yang ada pada botol reagen.
6. Petugas mencatat hasil di buku urine.
 Mikrokopis
1. Petugas menggunakan APD.
2. Petugas mencentrifuge sampel urinee dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit.
3. Petugas menuangkan supernatant sampai tersisa endapan urine.
4. Petugas memasukkan endapan urine ke dalam pipet.
5. Petugas meneteskan endapan urune ke objek glass dan ditutup dengan deck glass.
6. Petugas melakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x.
7. Petugas mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan yang terdiri dar eritrosit, lekosit,
epitel, bakteri, parasit, silinder, jamur dan kristal.
2. Pemeriksaan tes kehamilan/ HCG
a. Petugas menggunakan APD.
b. Petugas memasukan strip tes kehamilan ke dalam urine pasien didalam pot urine hingga
tanda batas yang tertera pada strip.
c. Petugas menunggu hingga 3 – 5 menit.
d. Petugas membaca hasil.
e. Petugas menulis hasil pada formulir hasil laboratorium interpretasi hasil :
 Positif : terdapat 2 garis, satu garis warna merah muda pada zona kontrol dan 1 garis
merah muda pada zons kontrol.
 Bila hasil negatif : terbentuk 1 garis warna pada zona garis kontrol saja.
 Bila hasil Tidak Valid : tidak terbentuk garis pada zona garis kontrol.

VI. Rentang Nilai Rujukan Hasil Pemeriksaan Laboratorium


NO PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN
1 Hemoglobin L : 13.0 – 18.0 g/dL P : 12.0 – 16.0 g/dL
2 Hematokrit L : 40 – 48 % P : 37 – 43 %
3 Leukosit 5.000 – 10.800 / mm3
4 Trombosit 150.000 – 400.000 /mm3
5 LED L : 0 – 10 mm/jam P : 0 – 20 mm/jam
6 Eritrosit L : 4,5 – 5,5 juta/mm3 P : 4,0 – 5,0 juta/mm3
7 Glukosa Puasa 74 – 100 mg/dL
8 Glukosa 2 jam PP < 120 mg/dL
9 Glukosa Sewaktu < 200 mg/dL
10 Cholesterol Total < 200 mg/dL
11 Asam Urat L : 3,5 – 7,2 mg/dL P : 2,6 – 6,0 mg/dL
12 Protein Urin Negatif
13 Reduksi Urin Negatif
14 HIV Non Reaktif
15 HBsAg Non Reaktif
16 Sifilis Non Reaktif

VII. Nilai Kritis Setiap jenis pemeriksaan laboratorium


NILAI AMBANG BATAS
JENIS
NO NILAI BATAS NILAI BATAS KET.
PEMERIKSAAN
BAWAH ATAS
1. Hemoglobin <6.0 gr/dl >20.0 gr/dl
2. Leukosit < 2.000 /µl >30.000 /µl
3. Trombosit <80. 103/pl >500. 103pl
4. Gula Darah <50 mg/dL >500 mg/dL

VIII. Pemantauan Pelaksaan Prosedur Laboratorium


Koordinator laboratorium membuat jadwal, kemudian petugas menentukan
prosedur pemeriksaan laboratorium yang akan dipantau dan menyiapkan lembar daftar tilik
prosedur pemeriksaan. Petugas melihat langsung pelaksanaan pemeriksaan di
laboratorium apakah sesuai dengan SOP atau tidak. Petugas pemantau memberi tanda
centang (√) di kolom daftar tilik yang tersedia jika prosedur pelaksanaan sudah sesuai
dengan daftar tilik kemudian menentukan tingkat kepatuhan petugas dengan menghitung
total jawaban (Ya/Tidak/Tidak berlaku) sesuai proses yang diamati selama pemantauan.
Petugas pemantau membuat laporan tertulis dan menyerahkannya kepada tim mutu.

IX. Penilaian Ketepatan Waktu Penyerahan Hasil Laboratorium


Petugas menyiapkan buku register, formulir pemantauan penyerahan hasil dan
formulir permintaan pemeriksaan labaoratorium kemudian petugas mencatat nomor urut
pendaftaran, nama pasien, jam pasien saat diambil atau jam menyerahkan spesimen, dan
jam hasil pemeriksaan laboratorium yang divalidasi. Setelah itu petugas menilai waktu yang
dibutuhkan dengan menghitung waktu mulai dari jam petugas mengambil/ menerima
spesimen sampai validasi hasil pemeriksaan. Petugas mencatat hasil penilaian di formulir
pemantauan ketepatan hasil pemeriksaan dan melaporkannya kepada tim mutu.

X. Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan


yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh
hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu
pra- analitik, analitik dan pasca analitik. Kegiatan pemantapan mutu internal yang
dilaksanakan berupa :
1. Persiapan pasien sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya
2. Pengambilan dan pengolahan spesimen dengan memperhatikan waktu,
lokasi, volume, cara, peralatan, wadah, pengawet/antikoagulan, sesuai
dengan persyaratan
3. Kalibrasi peralatan
Kalibrasi peralatan dilakukan secara berkala, oleh masing-masing
penanggung jawabperalatan
Dokumentasi semua hasil kontrol kualitas pemeriksaan dari peralatan yang
digunakan termasuk uji ketelitian dan ketepatan.

XI. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)

Pemantapan mutu eksternal yang diikuti oleh Laboratorium Puskesmas Cisalak


Pasar:
1. Pemantapan mutu yang dilaksanakan dari Uji Profisiensi Laboratorium
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, meliputi PME bidang Hematologi

2. Pemantapan mutu eksternal dilaksanakan dalam dua siklus setiap 6 bulan


sekali. Bukti keikut sertaan adalah hasil dan sertifikat yang dikeluarkan oleh
Lembaga yang melakukan PME

XII. Pelayanan Laboratorium di Luar Jam Kerja


Petugas laboratorium menerima instruksi melalui surat tugas tentang adanya
pelayanan laboratorium diluar jam kerja berupa pelayanan pemeriksaan di lapangan di luar
kantor Puskesmas, berkaitan dengan salah satu program di Puskesmas. Petugas
laboratorium menyiapkan perlengkapan untuk melakukan pelayanan pemeriksaan di luar
Puskesmas kemudian melakukan sampling dan pemeriksaan ditempat yang sudah
ditentukan. Petugas mencatat hasil pemeriksaan laboratorium dan melaporkan hasil
kepada koordinator program.
XIII. Pemeriksaan Laboratorium Beresiko Tinggi
Hal pertama yang harus dilakukan oleh petugas adalah menggunakan alat
pelindung diri (APD). Petugas laboratorium melakukan desinfeksi pada meja kerja dengan
menggunakan larutan klorin 0.05% sebelum melakukan pemeriksaan. Setelah itu petugas
melakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan sesuai dengan prosedur. Kemudian
petugas laboratorium membuang limbah padat infeksius ke tempat sampah infeksius yang
mempunyai plastik berwarna kuning dan melakukan desinfeksi mejakerja dengan
menggunakan klorin 0.05% setelah selesai melakukan pemeriksaan. Petugas laboratorium
melepaskan APD yang digunakan dan mencuci tangan. Sebelum pulang petugas
memastikan tidak ada sisa spesimen resiko tinggi yang tercecer.

XIV. Kesehatan Keselamatan Kerja bagi Petugas Laboratorium


Petugas laboratorium menggunakan APD dalam melakukan pemeriksaan dan
mengikuti SOP yang sudah ditetapkan. Petugas melakukan desinfeksi pada meja kerja
dengan menggunakan larutan klorin 0.05% sebelum melakukan pemeriksaan. Setelah itu
petugas melakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan sesuai dengan prosedur.
Kemudian petugas laboratorium membuang limbah padat infeksius ke tempat sampah
infeksius yang mempunyai plastik berwarna kuning dan melakukan desinfeksi mejakerja
dengan menggunakan klorin 0.05% setelah selesai melakukan pemeriksaan. Petugas
laboratorium melepaskan APD yang digunakan dan mencuci tangan. Sebelum pulang
petugas memastikan tidak ada sisa spesimen resiko tinggi yang tercecer.

XV. Pemantauan Alat Pelindung Diri (APD)


Petugas menyiapkan lembar pemantauan alat pelindung diri/ daftar tilik dan
menentukan unit kerja atau petugas yang akan diamati. Setelah mengamati kelengkapan
dan cara penggunaan alat pelindung diri petugas mencocokan dengan lembar daftar tilik
dan memberi tanda centang (√) untuk prosedur yang sesuai. Kemudian petugas
menghitung tingkat kepatuhan petugas yang diamati dan melaporkan hasil pemantauan
kepada tim mutu.

XVI. Penggunaan APD


Hal pertama yang harus petugas siapkan adalah APD yang akan dipakai seperti jas
laboratorium, sarung tangan, masker, sepatu keselamatan laboratorium.
Langkah-langkahnya menggunakan sepatu keselamatan laboratorium
1. Petugas memastikan kaki dalam keadaan bersih, kering
2. Petugas memastikan sepatu tertutup yang akan digunakan dalam keadaan bersih,
kering, dan tidak ada celah/bolong
3. Petugas memasukkan kaki kedalam sepatu tanpa kontak menggunakan tangan
Langkah-langkah memakai masker yang berstandar:
1. Petugas memastikan masker tidak terbalik, dengan melihat besi pada masker bagian atas
dan lipatan masker mengarah ke bawah
2. Petugas memposisikan masker ke wajah, dengan memegang tali/karet dan tidak
menyentuh bagian tengah masker
3. Petugas memasangkan tali/karet masker ke lingkaran kepala
4. Petugas memastikan wajah pada bagian hidung dan mulut tertutup dengan merapatkan
besi di bagian atas masker dan memastikan ujung bawah
Langkah-langkah memakai sarung tangan medis (handscoon):
1. Petugas melepaskan aksesoris, mencuci tangan dan mengambil sepasang handscoon
non-steril.
2. Petugas membentangkan handscoond.
3. Petugas memakai handscoond, dengan memasukkan jari-jari tangan sesuai dengan jari-
jari handscoond .
4. Petugas memastikan handscoond sudah menutupi tangan hingga pergelangan tangan
5. Petugas melepaskan semua APD dengan urutan melepaskan APD yang pertama adalah
melepaskan handscoon, kedua masker dan yang terakhir adalah jas laboratorium.
6. Petugas membuang handscoon dan masker ke tempat sampah infeksius.
7. Petugas melakukan cuci tangan dengan sabun sesuai ketentuan cuci tangan yang benar.

XVII. Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3)


Bahan kimia yang ada di ruang laboratorium harus sesuai dengan kebutuhan dan
petugas membuat kartu stok penggunaan bahan berbahaya dan beracun. Setelah itu
petugas membuat label khusus pada bahan kimia berbahaya dan mudah terbakar. Petugas
menyimpan bahan berbahaya dan beracun yang mudah terbakar dalam ruang yang
terpisah. Petugas tidak menyimpan bahan berbahaya sesuai abjad namun berdasarkan
klasifikasinya serta menjauhkan bahan berbahaya dan beracun dari sinar matahari
langsung dan dari sumber api / panas.

XVIII. Pengelolaan Limbah Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Langkah pertama, petugas harus mencuci tangan dan menggunakan alat pelindung
diri. Kemudian petugas membuang limbah sampah kering non medis ke tempat sampah
non medis berlapis plastik hitam dan membuang limbah padat medis, dengan cara
membuang tabung vaccum yang berisi limbah darah sisa pemeriksaan pada tempat
sampah limbah medis berlapis plastik kuning dan membuang limbah cairseperti sisa
spesimen urine kedalam saluran IPAL.
XIX. Pengelolaan Reagensia
Petugas membuat rencana kebutuhan reagen dan alat laboratorium berdasarkan
data :
1. Pola pemakaian reagen dan alat laboratorium periode tahun sebelumnya.
2. Ketersediaan reagensia dan alat laboratorium di gudang farmasi.
Petugas menghitung kebutuhan reagen dan alat laboratorium menggunakan rumus sebagai
berikut:
A = ( B+C+D) - E
Keterangan :
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok pengaman 10 % – 20 %
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
Kemudian petugas mengajukan rencana usulan kebutuhan reagen kepada bagian
perencanaan dengan menyerahkan Daftar Usulan Perencanaan Reagen dan Alat
Laboratorium untuk disetujui dan disahkan. Setelah itu Petugas mengajukan usulan kepada
tim pengadaan barang dan jasa setiap tiga bulan dan distributor mengirim reagen dan alat
sesuai pesanan yang akan diterima oleh petugas gudang farmasi. Petugas laboratorium
akan mengajukan permintaan reagen kepada petugas gudang farmasi sesuai kebutuhan
dengan mengisi formulir permintaan reagen.

XX. Pemantauan Waktu Penyampaian Hasil Laboratorium Cito


Petugas harus menggunakan APD sebelum mengambil spesimen sesuai dengan
kebutuhan, mencatat waktu pengambilan spesimen dan segera melakukan pemeriksaan.
Kemudian mencatat hasil pemeriksaan pada formulir hasil laboratorium dan melakukan
validasi serta menyiapkan formulir pemantauan hasil cito. Petugas menyerahkan hasil
pemeriksaan kepada pasien dan meminta pasien untuk menandatangani formulir
pemantauan penyerahan hasil cito, kemudian mencatat waktu pengambilan spesimen dan
waktu penyerahan hasil pemeriksaan cito. Petugas menghitung rata-rata waktu yang
dibutuhkan petugas untuk pemeriksaan laboratorium cito dan membandingkan dengan
ketepatan waktu yang sudah ditentukan. Laporan hasil pemantauan diserahkan kepada tim
mutu.

XXI. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium yang Kritis


Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai permintaan dokter. Jika
petugas laboratorium mendapatkan hasil laboratorium yang kritis, petugas harus langsung
memeriksa kondisi alat, reagen dan kondisi spesimen kemudian melakukan pemeriksaan
duplo. Petugas menulis hasil pemeriksaan laboratorium pada formulir hasil laboratorium
dan melaporkannya kepada dokter penanggung jawab laboratorium, serta mencatat waktu
dan tanggal pelaporan ke dalam lembar pelaporan hasil nilai kritis.
Petugas mengantar pasien ke unit layanan yang melakukan permintaan
pemeriksaan dengan membawa hasil pemeriksaan laboratorium. Petugas unit layanan
yang
menerima pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium menandatangani lembar pelaporan
hasil nilai kritis dan menuliskannya pada rekam medis pasien.

XXII. Monitoring Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium yang Kritis


Hal yang harus dilakukan oleh petugas adalah menentukan waktu pelaksaan
pemantauan terhadap pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium yang kritis. Kemudian
menentukan prosedur pemeriksaan laboratorium yang akan dipantau serta menyiapkan
lembar daftar tilik prosedur pemeriksaan.
Petugas pemantau melihat langsung pelaksanaan yang melakukan pemeriksaan di
laboratorium. Setelah itu petugas mencocokan prosedur pemeriksaan yang dilakukan
pelaksana laboratorium dengan daftar tilik yang sesuai dan memberi tanda centang (√) di
kolom daftar tilik yang tersedia jika prosedur pelaksanaan sudah sesuai dengan daftar tilik.
Petugas pemantau harus menentukan tingkat kepatuhan petugas laboratoriium dengan
menghitung total jawaban (Ya/Tidak/Tidak berlaku) sesuai proses yang diamati selama
pemantauan. Petugas pemantau membuat laporan tertulis hasil pemantauan prosedur
laboratorium dan menyerahkannya kepada tim mutu.

XXIII. Pelabelan
Saat petugas menerima reagen dari unit gudang farmasi hal pertama yang harus
dilakukan adalah memeriksa reagen yang didapat dengan melihat tahun kadaluarsa,
kelayakan kondisi fisik reagen. Selanjutnya petugas menuliskan tanggal penerimaan
reagen, jumlah reagen yang diterima dan tanggal kadaluarsa pada kartu stok. Petugas
kemudian menempelkan label berwarna yang disesuaikan dengan tahun kadaluarsa pada
bagian kemasan reagen. Petugas juga menuliskan tanggal pertama kali reagen di buka
pada kemasan atau botol reagen serta memastikan label terpasang dengan benar dan
tidak mudah lepas.

XXIV. Penyimpanan dan Distribusi Reagensia


A. Peyimpanan
1. Petugas mengajukan permintaan ragensia dan alat laboratorium kepada bagian
petugas gudang farmasi
2. Petugas melakukan penerimaan reagensia dan alat laboratorium dari petugas gudang
farmasi.
3. Petugas melakukan pengecekan ulang reagensia dan alat laboratorium termasuk
jumlah dan jenisnya apakah sudah sesuai dengan permintaan.
4. Petugas menuliskan tanggal penerimaan reagen, jumlah reagen, nomor lot reagen dan
masa kadaluarsa pada kartu stok reagen.
5. Petugas mengklasifikasikan reagen dan keadaan reagen yang diterima.
6. Petugas laboratorium melakukan pemberian label warna pada kemasan atau botol
reagen, sesuai lamanya waktu kadaluarsa.
7. Petugas memastikan tempat atau fasilitas penyimpanan reagen (seperti: rak, lemari
khusus) tersedia, bersih, kering dan tidak terpapar oleh sinar matahari langsung.
8. Petugas melakukan penyimpanan reagen berdasarkan suhu, sifat reagen, dan
ketentuan lainnya yang tertera di buku petunjuk masing-masing reagensia.
9. Petugas menempatkan reagensia yang sesuai ke lemari penyimpanan yang sudah di
tempelkan label yang bertuliskan isi nama reagen.
10. Petugas melakukan penyimpan dan pemakaian reagen dengan menggunakan metode
FIFO (First In First Out) dan FEFO (First expire First Out).

B. Pengambilan atau penggunaan


1. Petugas laboratorium mengambil reagensia dari tempat atau refrigeratormasing-masing
reagen.
2. Petugas laboratorium mencatat reagen yang diambil pada kartu stock atau pada buku
reagensia, meliputi :
a) Tanggal pengambilan
b) Jumlah yang diambil
c) Jumlah sisa stok
d) Paraf dan nama yang mengambil
3. Petugas laboratorium menyimpan kembali sisa reagen beserta kartu stocknya.

C. Pengecekan pemakaian reagen


Petugas melakukan pengecekan reagen secara harian, mingguan dan bulanan
meliputi ;
1. Menghitung jumlah pemeriksaan.
2. Menghitung reagen dan alat laboratorium yang terpakai.
3. Mencocokkan antara jumlah pemakaian dengan pengambilan dan sisa reagen. Bila
cocok berarti sesuai dan bila tidak cocok mencari penyebabnya.
Tata laksana:
a. Petugas memanggil pasien sesuai dengan nomor urutnya dan menerima surat
permintaan laboratorium yang dibawa dari perujuk.
b. Petugas menyiapkan peralatan dan bahan reagen yang sesuai dengan pemeriksaan
yang akan dilakukan.
c. Petugas menerima spesimen yang akan diperiksa, atau petugas sendiri yang melakukan
pengambilan spesimen dari pasien.
d. Petugas mempersilakan pasien menunggu diluar sementara petugas melakukan
pemeriksaan terhadap spesimen.
e. Bila hasil pemeriksaan sudah keluar, petugas memanggil pasien dan menyerahkan hasil
pemeriksaan laboratorium untuk diserahkan ke unit perujuk.

12. Unit Layanan Farmasi


Panduan pelayanan kefarmasian di unit farmasi puskesmas yang meliputi 2 kegiatan
yaitu yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Obat dan bahan Medis habis Pakai dan
Kegiatan Pelayanan Klinis kepada pasien rawat jalan yaitu pasien yang
memiliki/mendapatkan resep dari dokter di setiap unit layanan.
1. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari
perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk
menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian
mutu pelayanan.
a. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan
jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati
kebutuhan, meningkatkan penggunaan Obat secara rasional dan meningkatkan
efisiensi penggunaan Obat. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di
Puskesmas. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya, data
mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang
ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola
program yang berkaitan dengan pengobatan. Proses perencanaan kebutuhan Obat
per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

b. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.


Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi
kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
c. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas.
d. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
e. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan
waktu yang tepat.
f. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di unit
pelayanan kesehatan dasar.
g. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah bukti bahwa
pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan, sebagai sumber
data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian dan sumber data untuk
pembuatan laporan.
h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk mengendalikan dan menghindari
terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan, memperbaiki
secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai, dan
memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

2. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
c. Konseling
d. Ronde/Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
g. Evaluasi Penggunaan Obat
Dua kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya kefarmasian yaitu
sumber daya manusia dan sarana prasarana.
a. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker (Undang-Undang
RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan) sebagai penanggung jawab, yang
dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Semua tenaga
kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk
Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1) Ruang penerimaan
2) Ruang pelayanan resep dan peracikan
3) Ruang penyerahan Obat
4) Ruang konseling
5) Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Ruang
1. Planning
Penyusunan pedoman pengelolaan obat di UPTD Puskesmas Cisalak Pasar.
Penyusunan formularium UPTD Puskesmas Cisalak Pasar yang berkoordinasi antara
unit farmasi, dokter, keperawatan, dan tim mutu UPTD Puskesmas Cisalak Pasar.
2. Action
a. Pemilihan Jenis Obat
b. Pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat
c. Penulisan resep dan instruksi obat
d. Peracikan, penyiapan dan penyerahan obat
e. Monitoring efek samping obat
3. Monitoring
Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di
UPTD Puskesmas Cisalak Pasar, lalu tim mutu akan menetapkan indikator mutu
dan kinerja, baik dalam bentuk angka maupun narasi.
4. Evaluation
Merupakan analisa hasil proses monitoring. Data yang dikumpulkan kemudian
dibandingkan dengan standar yang ada, maupun perbaikan berkesinambungan
dari UPTD Puskesmas Cisalak Pasar sendiri secara terus-menerus.
5. Continuous Improvement
Merupakan proses penyusunan rencana lebih lanjut mengenai upaya perbaikan
yang teridentifikasi dari proses analisis dan evaluasi di atas.
1. PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu proses
yang berkesinambungan yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta
pemantauan dan evaluasi yang didukung oleh kebijakan, SDM, pembiayaan dan
sistem informasi manajemen yang efisien dan efektif.
a. Perencanaan Kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
1) Proses seleksi obat dan BMHP untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam
rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas.
2) Tujuan Perencanaan
Perkiraan jenis dan jumlah obat dan BMHP yang mendekati kebutuhan dan
meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan efisiensi
penggunaan obat.
3) Perencanaan obat dan Alkes maupun BMHP berdasarkan Formularium
Puskesmas dan Formularium Nasional yang dicatat dalam Daftar Kebutuhan Obat
dalam satu tahun, mempertimbangkan pola konsumsi, pola morbilitas dan
perbekalan farmasi yang masih tersedia serta dana yang disetujui dalam
anggaran.
4) Koordinator Unit farmasi berkoordinasi dengan Kepala Bagian Perencanaan
dalam rangka membuat usulan anggaran dan perencanaan kebutuhan satu
tahun.
b. Permintaan Perbekalan Farmasi
1) Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah memenuhi
kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
2) Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan
perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
3) Permintaan obat untuk mendukung pelayanan di puskesmas Tugu di ajukan oleh
Kepala Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kota Depok melalui UPTD
Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan kota Depok dengan menggunakan format
LPLPO.
4) Jika terjadi kekosongan obat pada UPTD Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan
Kota Depok maka dilakukan pembelian obat incidental dengan menggunakan
anggaran di puskesmas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Penerimaan Perbekalan Farmasi
1) Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah kegiatan dalam menerima
obat dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai
dengan permintaan yang di ajukan.
2) Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang di ajukan oleh puskesmas
3) Petugas farmasi di puskesmas menerima perbekalan farmasi yang kemudian
melalukan penilaian atau pengecekan mencakup kemasan, jenis obat, jumlah
obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO) jika barang sesuai
spesifikasi maka akan disimpan di area penyimpanan dan jika tidak sesuai maka
petugas penerima dapat mengajukan keberatan
4) Area/Gudang penyimpanan dibedakan terdiri dari beberapa kelompok sesuai
dengan sifat stabilitas barang
5) Perbekalan farmasi yang diterima/datang harus berasal dari distributor/rekanan
yang resmi.
d. Penyimpanan Perbekalan Farmasi
1) Petugas farmasi di puskesmas menerima perbekalan farmasi, jika barang sesuai
spesifikasi maka akan disimpan di area penyimpanan
2) Tujuan penyimpanan agar mutu obat yang tersedia di Puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
3) Area/Gudang penyimpanan dibedakan terdiri dari beberapa kelompok sesuai
dengan sifat stabilitas barang.
4) Tatacara penyimpanan perbekalan farmasi :
a) Pengelompokkan perbekalan farmasi berdasarkan khasiat, jenis barang, bentuk
sediaan, sifat barang, suhu penyimpanan.
b) Penyusunan letak perbekalan farmasi urut alphabetis atau berdasarkan
farmakologi dan mengatur penyimpanan untuk memudahkan pengambilan
dengan sistem First In First Out (FIFO) dan/atau First Expired First Out (FEFO).
c) Jika obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yg mirip (LASA – Look a like,
Sound a like) letaknya dipisah dan diberi logo lasa.
d) Untuk obat High Alert penyimpanan terlokalisir dan diberi logo penanda high alert.
e) Untuk obat-obat emergensi disimpan dalam kotak emergensi di setiap unit
pelayanan yang membutuhkan dan dilakukan pemantauan secara berkala.
f) Pencatatan dilakukan setiap transaksi (pemasukan dan pengeluaran) pada kartu
stok dan dilakukan juga pada sistem komputer.
g) Peletakkan kartu stock yang masih berlaku di samping barang dan dilakukan
pengarsipan kartu stok yang sudah tidak terpakai.
h) Pelaksanakan stock opname setiap 1 bulan sekali.
i) Pemantauan kondisi suhu dan kelembaban penyimpanan dilakukan secara
periodik.
j) Penyimpanan perbekalan farmasi yang bersifat khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku untuk masing-masing, diantaranya narkotika
dan psikotropika.
e. Distribusi Perbekalan Farmasi
Merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan BMHP secara
merata, teratur, untuk memenuhi kebutuhan sub unit/ satelit farmasi puskesmas
dan jaringannya. Perbekalan farmasi dari gudang farmasi di Puskesmas
didistribusikan untuk pelayanan /kebutuhan pasien. Pendistribusisn perbekalan
farmasi berdasarkan atas permintaan masing-masing unit melalui sitem LPLPO.
f. Pengendalian Perbekalan Farmasi
Pengendalian dimaksudkan menjaga kontinuitas ketersediaan serta mutu
perbekalan farmasi, dan untuk memastikan tercapainya sasaran yang di inginkan
sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehungga tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian obat terdiri dari :
1) Pengendalian penggunaan
2) Pengendalian persediaan
3) Pengendalian obat hilang, rusak, dan kadaluarsa
g. Pencatatan, Pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, Pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka penatalaksana Obat dan Bahan Medis Habis. Tujuan Pencatatan,
Pelaporan , Dan Pengarsipan adalah bukti bahwa Pengelolaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai telah dilakukan, sumber data untuk melakukan pengaturan
dan pengendalian dan, sumber data untuk membuat laporan.
h. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara Periodik dengan tujuan untuk :
1) Mengendalikan dan Menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun
pemerataan pelayanan.
2) Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai, dan
3) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan
i. Monitoring dan Evaluasi
Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
dapat diukur dengan indikator kepuasan dan keselamatan pasien/pelanggan
(stakeholders), dimensi waktu (time delivery), Standar Prosedur Operasional
serta keberhasilan pengendalian perbekalan kesehatan dan sediaan farmasi.

2. PENGELOLAAN OBAT GOLONGAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN


PREKURSOR FARMASI
a. Pengertian
1) Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbukan ketergantungan.
2) Psikotropika
Zat atau bahan baku atau obat baik alamiah maupun sintetis atau narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
3) Prekursor
Zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
baku/ penolong untuk keperluan proses produksi industry farmasi atau produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung ephedrine,
pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine ergotamine, ergometrine
atau potassium permanganat.
4) Obat – obat tertentu
Obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain narkotika dan
psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan
ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Kriteria
obat – obat tertentu ini terdiri atas obat atau bahan mengandung tramadol,
triheksifenidil, klorpormazin, amitriptilin, haloperidol, dan dekstrometorfan.
b. Peredaran
Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika dan PBF atau Instalasi Farmasi
Pemerintah yang menyalurkan Narkotika wajib memiliki izin khusus dari Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peredaran Narkotika
dalam bentuk obat jadi yang digunakan dalam program terapi dan rehabilitasi
medis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penyaluran
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
berdasarkan:
1) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari
Puskesmas.
2) Surat pesanan
a) Surat pesanan sebagaimana dimaksud hanya dapat berlaku untuk masing-masing
Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.
b) Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
c) Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk
1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
d) Surat pesanan harus terpisah dari pesanan barang lain.
d. Penyerahan
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik
hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika kepada pasien
berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh dokter
kepada pasien hanya dapat dilakukan dalam hal:
1) Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika dan
Psikotropika melalui suntikan;
2) Dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat
dengan memberikan Psikotropika; atau
3) Dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada Apotek berdasarkan
surat penugasan dari pejabat yang berwenang.
Penyerahan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan oleh:
1) Apotek
2) Puskesmas
3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
4) Instalasi Farmasi Klinik
5) Dokter
6) Toko Obat.
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik
hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada
pasien berdasarkan resep dokter.

e. Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di
fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus
mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi. Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus. Tempat penyimpanan
Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika. Tempat
penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain
Psikotropika. Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku
dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Prekursor Farmasi dalam
bentuk bahan baku. Lemari penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Terbuat dari bahan yang kuat
2) Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda
3) Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang untuk Instalasi Farmasi
Pemerintah
4) Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum untuk Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan
5) Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyimpan Narkotika atau Psikotropika
harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa ruang
khusus
atau lemari khusus. Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat penyimpanan
Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus. Lemari khusus berada dalam
penguasaan Apoteker Penanggung Jawab.
f. Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya
dilakukan dalam hal:
1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali
2) Telah kadaluarsa
3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan
4) Dibatalkan izin edarnya
5) Berhubungan dengan tindak pidana.
6) Pemusnahan dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi
Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.
7) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang memenuhi kriteria
pemusnahan yang berada di Puskesmas harus dikembalikan kepada Instalasi
Farmasi Pemerintah Daerah setempat.
8) Instalasi Farmasi Pemerintah yang melaksanakan pemusnahan harus melakukan
penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
9) Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang berhubungan
dengan tindak pidana dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus dilakukan
dengan tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan
masyarakat. Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Penanggung jawab fasilitas menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada:
a) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi
Farmasi Pemerintah Pusat.
b) Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi.
c) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko
Obat.
2) Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan di antaranya :
a) Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi
pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.
b) Penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian yang melaksanakan
pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat
Berita Acara Pemusnahan.
3) Berita Acara Pemusnahan paling sedikit memuat:
a) hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b) tempat pemusnahan;
c) nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/dokter praktik perorangan;
d) nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana
tersebut;
e) nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
dimusnahkan;
f) cara pemusnahan; dan
g) tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/ dokter praktik perorangan dan saksi.
Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya
disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai
menggunakan Formulir yang telah ditetapkan.
g. Pelaporan
Pencatatan paling sedikit terdiri atas:
1) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
2) jumlah persediaan;
3) tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
4) jumlah yang diterima;
5) tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
6) jumlah yang disalurkan/diserahkan;
7) nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan; dan
8) paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Pencatatan yang dilakukan harus dibuat sesuai dengan dokumen
penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk dokumen impor, dokumen ekspor
dan/atau dokumen penyerahan. Seluruh dokumen pencatatan, dokumen
penerimaan, dokumen penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat
pesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan secara
terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan dapat menggunakan sistem
pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik.
Laporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi diatur oleh Direktur Jenderal.

3. PELAYANAN FARMASI KLINIK


Farmasi Klinik adalah pelayanan farmasi yang tenaga kefarmasian
berinteraksi langsung dengan pasien yang menggunakan obat untuk tercapainya
tujuan terapi dan terjaminnya keamanan penggunaan obat berdasarkan penerapan
ilmu, teknologi dan fungsi dalam perawatan penderita dengan memperhatikan
preferensi pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, penyerahan obat,
penyiapan obat (dispensing), pelayanan informasi obat, konseling, ronde/ Visite
pasien untuk Puskesmas rawar inap, Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping
Obat (ESO), Pemantauan dan Terapi obat (PTO), evaluasi Penggunaan Obat.
Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk mencapai penggunaan obat yang
rasional (pasien menerima obat yang tepat: indikasi, kondisi pasien, bentuk sediaan,
jumlah, dosis, frekuensi, lama dan cara penggunaan; terhindar dari interaksi obat,
efek samping dan reaksi obat yang tidak diharapkan; harga terjangkau serta
mendapat informasi yang tepat) serta menghargaan atas pilihan pasien dengan
tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup pasien.
a.Pengkajian Resep dan Penyerahan Obat
1) Pengkajian resep dilakukan ketika resep diterima di farmasi
2) Pengkajian resep dilakukan oleh tenaga farmasi yang memiliki
kompetensi/Profesional. Resep dikaji terhadap aspek administrative, aspek
farmasetis dan aspek klinis.
3) Pengkaji resep memiliki kopetensi untuk melakukannya baik atas dasar
pendidikan dan latihan sesuai dengan kewenangan.
4) Pengkajian resep tidak diperlukan pada saat keadaan darurat atau ketika dokter
hadir dalam peresepan, pemberian dan monitoring pasien (Bedah dan IGD) atau
dalam tindakan radiologi.
5) Jika timbul pertanyaan/ permasalahan terhadap resep maka petugas pengkaji
resep menghubungi penulis resep untuk mengkonfirmasi kebenarannya, bila
mana mungkin juga dapat dikonsultasikan dengan petugas pengendali jaminan
(askes/ Jamsostek/ Jamkesmas dan lain lain)
6) Kegiatan penyerahan obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari
tahap menyiapkan / meracik obat, memberi label etiket, menyerahkan sediaan
farmasi dengan informasi yang memadai disertakan dokumentasi. Hal ini
bertujuan agar pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan
b. Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat dilakukan secara aktif dan pasif. Seluruh kegiatan
pelayanan informasi obat didokumentasikan, dan direkapitulasi, diolah datanya
serta dilaporkan.
c. Konseling
Merupakan kegiatan atau proses mengidentifikasikan dan menyelesaikan
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan atau
rawat inap serta keluarga pasien. Tujuan dilakukan konseling adalah memberi
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara
lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat,
efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan
obat.
d. Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fiologis.
Tujuan pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah :
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak di
kenal dan frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau baru saja ditemukan
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat antara lain :
1) Menganalisis laporan efek samping obat
2) Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping obat
3) Mengisi formulir efek samping obat (MESO)
Faktor yang perlu diperhatikan antara lain :
1) Kerja sama dengan tim kesehatan lain
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat
Petugas Penanggung jawab : Apoteker dan Asisten Apoteker
 Perangkat Kerja
a. Alatulis
b. Blender obat
c. Kertas pembungkus obat
d. Plastik pembungkus obat
 Tata laksana
1. Pasien meletakkan lembar resep di kerangjang yang telah disediakan dan
menunggu obat disiapkan.
2. Petugas mengambil lembar resep dan membacanya untuk memastikan resep
dapat dibaca dengan jelas dan obat-obat yang tertulis di dalam lembar resep
tersedia.
3. Apabila ada keraguan atau kekurangjelasan, maka petugas akan menanyakan
kepada si penulis resep.
4. Petugas kemudian menyiapkan obat yang tertera di resep dan memasukkannya
ke dalam bungkus plastik, menuliskan informasi penggunaan obat di bungkusnya
dan kemudian menyerahkannya kepada pasien.
5. Sambil menyerahkan obat, petugas juga menyampaikan informasi yang perlu
diketahui pasien atau keluarganya sehubungan dengan penggunaan obat.
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan logistik untuk pelaksanaan pelayanan klinis berdasarkan


permintaan tiap unit pelayanan. Dimana untuk kebutuhan logistik peralatan kantor
berupa : form informed consent, form rujukan BPJS, form rujukan umum, kertas
resep, permintaan laboratorium, form rujukan klinik konsultasi , form surat
keterangan sakit, ballpoint, kertas A4 dan F4, cartridge print, tinta stempel, buku
register, buku register rujukan, dan buku tindakan, map, type x, peralatan untuk
kebersihan, serta sabun handwash (handscrub) , bayclin, plastik,dan lain-lain.
Untuk kebutuhan logistik bahan habis pakai medis unit layanan meminta
kebutuhan tersebut sesuai dengan keperluan kepada unit layanan farmasi (unit
obat). Logistik bahan habis pakai medis di unit layanan klinis berupa kasa kotak
steril, kasa gulung, jarum ,spuit 3/5/10 cc, benang, povidone iodine (Betadine),
plester, NaCl 0,9%, infus set, iv catheter, obat-obat emergency, dan lain-lain.
Segala sesuatu yang dibutuhkan (dana/ logistik) untuk kegiatan pelayanan
direncanakan dalam mini lintas program/ sektor dan dituangkan dalam POA
puskesmas tahunan/ bulanan.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan harus


diantisipasi faktor keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi resiko
terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi. Sehingga kemungkinan kecil akan
terjadi kecelakaan pada sasaran/ pengguna jasa kesehatan (sesuai SOP).
Perencanaaan pelayanan klinis harus memperhatikan keselamatan pasien
dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat
terjadi pada saat pelaksaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko terhadap pasien
harus dilakukan untuk tiap-tiap unit layanan klinis. Keselamatan pasien puskesmas
adalah suatu sistem dimana puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman.
Didalam pelayanan klinis ada beberapa standar yang harus dilaksanakan dalam
keselamatan pasien.
1. Ketepatan identitas, dalam hal ini target yang harus terpenuhi adalah 100%. Label
identitas tidak tepat salah penulisan nama, salah jenis kelamin dan salah alamat.
2. Bagi perawat atau petugas kesehatan yang memerlukan konsul dengan dokter via
telpon harus menggunakan metode SBAR, target yang harus terpenuhi 100%.
3. Ketepatan penyampaian hasi penunjang harus 100%. Yang dimaksud tidak tepat
apabila salah ketik, salah memasukkan diberkas pasien/ list pasien lain.
4. Ketepatan pemberian obat yang meliputi tepat identias/pasien, tepat obat,tepat
dosis, tepat cara/rute (oral, parental, topical, rektal, inhalasi), tepat waktu dan
tepat dokumentasi.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan pelayanan klinis perlu


diperhatikan keselamatan kerja karyawan Puskesmas dengan melakukan identifikasi
risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
pelayanan klinis. Upaya pencegahan resiko terhadap kemungkinan yang dapat
terjadi harus dilakukan di semua unit layanan klinis.
Keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjanya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan
lingkungannya. Mengacu pada pengertian tersebut maka diharapkan setiap petugas
medis maupun non medis dapat menerapkan sistem keselamatan kerja diantaranya:
1. Tersedianya APD yang memenuhi standar serta dapat menggunakannya dengan
benar baik itu masker, penutup kepala, kaos tangan, skort/apron, kacamata,
pelindung kaki, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan/ pelayanan
kesehatan menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan SOP pelayanan
sebagai pedoman.
2. Tersedianya tempat pembuangan sampah yang dibedakan infeksius dan non
infeksius serta terdapatnya tempat khusus untuk pembuangan jarum ataupun
spuit bekas.
3. Aturan untuk tidak melakukan recuping jarum suntik setelah dipakai ke pasien.
4. Setiap petugas medis menganggap bahwa setiap pasien dapat menularkan
penyakit sehingga unsur keselamatan kerja dapat terus dilaksanakan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu dilaksanakan oleh Tim Mutu yang ditetapkan dengan SK


Kepala Puskesmas Nomor 440/029/KPTS/CIPAS/II/2023 tentang Pedoman
Tatalaksana Mutu Puskesmas.
Kinerja pelaksanaan pelayanan klinis dimonitor dan dievaluasi dengan
indikator sebagai berikut:
1. Ketersediaan jenis-jenis unit-unit layanan klinis yang sesuai dengan standar
pelayanan minimal Puskesmas
2. Ketepatan pelaksanaan pelayanan klinis sesuai dengan jadwal
3. Kesesuaian petugas yang melaksanakan pelayanan klinis
4. Memperhatikan keselamatan pasien (tepat identifikasi pasien)
5. Kepuasan pelanggan
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini maupun pada audit
internal.
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan klinis adalah bagian dari pelayanan kesehatan Puskesmas yang


mengedepankan tanggung jawab, disiplin dan kebersamaan dan mengutamakan
keselamatan pasien. Semoga dengan adanya pedoman pelayanan klinis ini,
pelayanan klinis dapat berjalan dengan baik dan bermutu sehingga memebrikan
kepuasan kepada pengguna layanan.
Demikian Pedoman dibuat untuk dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan perorangan, kefarmasiasn dan laboratorium.

KEPALA UPTD PUSKESMAS


CISALAK PASAR,

drg. NUNUNG BAITANINGSIH


Penata Tk I
NIP. 198405172010012014

Anda mungkin juga menyukai