Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA


“SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA”

Ditujukan kepada Bapak Bela Nurzaman, S.Pd., M.Pd.


Dosen pengampu Mata Kuliah Bahasa Indonesia

NAMA : BUDI SATRIAWAN


NIM : 2381130031
KELAS : A 1 PJJ PAI
SEMESTER : 1 (Satu)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON


PEMBELAJARAN JARAK JAUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PJJ PAI)
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah ‫ﷻ‬. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah ini tentang “sejarah,
kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan
bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam tugas ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Mataram, 06 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1


B. Rumusan dan Batasan Masalah................................................................................ 3
C. Tujuan dan Manfaat................................................................................................. 3
D. Definisi Operasional ................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 5

A. Kajian Teori ............................................................................................................ 5


1. Sejarah Bahasa Indonesia .................................................................................. 5
2. Kedudukan Bahasa Indonesia ............................................................................ 6
3. Fungsi Bahasa Indonesia ................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 10

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 10
B. Saran ....................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda
dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1)
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia,
dan (3) menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal
dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah
Bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal
18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945
disebutkan bahwa Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain,
menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia
tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan
sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara,
melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti
yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka
tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur
berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi).
Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu
tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga
ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka
tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa
perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai
bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para
pedagang yang datang dari luar Nusantara.

1
2

Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di
Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-
louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun
(Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19),
yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa
perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu
nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16
dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah
Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya
agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat
Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang,
antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin
berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di
daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya
daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa
Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun
dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi
antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para
pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar
mengangkat bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan
untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan Bahasa Indonesia dengan
pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar
dalam memodernkan Bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17
Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia secara
konstitusional sebagai bahasa negara. Kini Bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai
lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
3

B. Rumusan dan Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dikemukakan sebuah masalah yaitu:
“Bagaimana sejarah, kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia?”

C. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan makalah ini adalah Untuk mengetahui
tentang sejarah, kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan istilah-istilah yang ada dalam
makalah ini, maka penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang dianggap penting:
1. Sejarah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian sejarah adalah
kejadian dan peristiwa benar yang terjadi pada masa lampau. Dengan kata lain,
sejarah berkaitan dengan peristiwa dalam kurun waktu tertentu.1
J. Bank berpendapat bahwa Sejarah merupakan semua kejadian atau peristiwa
masa lalu. Sejarah untuk memahami perilaku masa lalu, masa sekarang dan masa
yang akan datang. Robin Winks berpendapat bahwa Sejarah adalah studi tentang
manusia dalam kehidupan masyarakat. Leopold von Ranke berpendapat bahwa
Sejarah adalah peristiwa yang terjadi2
Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah
merupakan peristiwa yang terjadi dimasa lampau yang merupakan menjadi acuan
masa sekarang dan masa yang akan dating dalam kehidupan masyarakat.
2. Kedudukan
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial.
Kedudukan juga dapat diartikan sebagai posisi jabatan seseorang dalam
memiliki sebuah kekuasaan. Dimana orang yang memiliki kekuasaan dapat
mempengaruhi kedudukan atau statusnya di tempat tingglnya tersebut.

1
https://indihome.co.id/blog/apa-pengertian-sejarah-menurut-para-ahli-ini-penjelasannya
2
Abdullah, T. dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Perspektif.
Jakarta: Gramedia
4

3. Fungsi
Fungsi adalah istilah yang tentunya sudah tidak asing lagi di telinga
kebanyakan orang. Fungsi merupakan istilah yang kerap digunakan
dalam percakapan sehari-hari. Arti dari fungsi sendiri yaitu kegunaan suatu hal.
Fungsi merupakan sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama
berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teori
1. Sejarah Bahasa Indonesia
Pada zaman penjajahan Belanda pada awal abad-20, Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda melihat pegawai pribumi memiliki kemampuan memahami bahasa Belanda yang
sangat rendah. Hal itu yang menyebabkan pemerintah kolonial Belanda ingin
menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi, yakni dengan patokan
bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai kitab-kitab rujukan. Sarjana Belanda
mulai membuat standarisasi bahasa, mereka mulai menyebarkan bahasa Melayu yang
mengadopsi ejaan Van Ophusijen dari Kitab Logat Melayu. Penyebaran bahasa Melayu
secara lebih luas lagi dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur (Komisi
Bacaan Rakyat) pada tahun 1908. Pada 1917 namanya diganti menjadi Balai Poestaka.
Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan,
buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. Pada 16 Juni 1927, saat sidang
Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja Datoek Kajo pertama kalinya menggunakan
Bahasa Indonesia dalam pidatonya. Di sinilah Bahasa Indonesia mulai berkembang. Pada
28 Oktober 1928, Muhammad Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa
nasional dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua. Bahasa Indonesia secara resmi
diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda.
Muhammad Yamin berkata, “Jika mengacu pada masa depan bahasabahasa yang
ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan
menjadi bahasa persatuan, yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Namun, dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan”. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Tiga tahun
kemudian, Sutan Takdir Alisyahbana menyusun “Tata bahasa Baru Bahasa Indonesia”.
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo.
Kongres tersebut menghasilkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan Bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat
itu. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, ditandatanganilah Undang-

5
6

Undang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36, ditetapkan secara sah bahwa Bahasa
Indonesia adalah bahasa negara.
Setelah itu dikembangkan ejaan Bahasa Indonesia sampai saat ini, ejaan
merupakan keseluruhan aturan atau tata cara untuk menulis suatu bahasa, baik yang
menyangkut lambang bunyi, penulisan kata, penulisan kalimat, maupun penggunaan
tanda baca. Ejaan Bahasa Indonesia mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-
perubahan yang terjadi mempunyai tujuan untuk penyempurnaan. Setelah diresmikannya
bahasa Melayu oleh van Ohuijsen, yang kemudian berkembang menjadi Bahasa
Indonesia hingga ditetapkan sebagai bahasa persatuan, muncul ejaan-ejaan baru.
Ejaan Republik merupakan hasil penyederhanaan Ejaan van Ophuysen. Ejaan
Republik mulai berlaku pada 19 Maret 1947. Pada waktu itu yang menjabat Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka
ejaan tersebut dikenal pula atau dinamakan juga Ejaan Suwandi. Ejaan Repulik
merupakan suatu usaha perwujudan dari Kongres Bahasa Indonesia di Surakarta, Jawa
Tengah, tahun 1938 yang menghasilkan suatu keputusan penyusunan kamus istilah.
Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik dengan Ejaan van
Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini:
a. Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam Ejaan
Republik.
b. Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam Ejaan Republik.
c. Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik. d. Huruf e taling
dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
d. Tanda trema (‘) dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan Republik.
Agar perbedaan kedua ejaan itu menjadi lebih jelas, di bawah ini diberikan
beberapa contoh:
Ejaan van Ophusyen Ejaan Republik
oemoer umur
koeboer kubur
ma’loem maklum

2. Kedudukan Bahasa Indonesia


Kedudukan bahasa adalah status relatif bangsa sebagai sistem lambang nilai
budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial yang dikaitkan dengan bahasa yang
7

bersangkutan, sedangkan fungsi bahasa adalah nilai pemakaian atau peranan bahasa yang
bersangkutan dalam masyarakat pemakainya (Halim, 1980; Alwi dan Sugono, 2003)
Status dan nilai selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena bahasa tidak
dipisahkan dengan kehidupan, status dan nilai itu pun selalu melekat padanya. Dengan
demikian, pemakai bahasa akan memperlakukan bahasa sesuai dengan “tabel” (status dan
nilai) yang disandangnya. Kejelasan “tabel” yang diberikan akan mempengaruhi masa
depannya; dan masyarakat dwibahasawan akan memilah-milah sikap dan pemakaian
bahasa-bahasa yang digunakannya, tidak memakai secara sembarangan, tergantung pada
situasi yang dihadapi. Dengan begitu, perkembangan bahasa itu akan terarah. Demikian
juga halnya dengan Bahasa Indonesia.
Mengapa kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia perlu dirumuskan? Rumusan
kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia diperlukan karena perumusan itu memungkinkan
penutur Bahasa Indonesia mengadakan pembedaan antara kedudukan dan fungsi Bahasa
Indonesia pada satu pihak serta kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa lain (bahasa daerah
dan bahasa asing yang digunakan di Indonesia) pada pihak yang lain. Kekaburan
pembedaan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia dengan kedudukan dan fungsi bahasa
di Indonesia) pada pihak yang lain. Kekaburan pembedaan kedudukan dan fungsi Bahasa
Indonesia dengan kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa lain itu tidak saja akan merugikan
bagi pengembangan dan pembakuan Bahasa Indonesia, tetapi juga dapat menyebabkan
terjadinya kekacauan dalam cara berpikir para penutur (terutama penutur pemula) yang
dwibahasawan.
Salah satu akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kekaburan pembedaan
kedudukan dan fungsi itu adalah mengalirnya unsur-unsur bahasa, yang pada dasarnya
tidak diperlukan, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Demikianlah, terjadinya
pembanjiran Bahasa Indonesia oleh unsur-unsur yang tidak diperlukan oleh bahasa-
bahasa lain (baca: asing), terutama bahasa inggris. Dengan mengalirnya unsur-unsur
bahasa dari bahasa-bahasa lain ke dalam Bahasa Indonesia, pembakuan Bahasa Indonesia
menjadi lebih sulit daripada yang semestinya. Pembedaan kedudukan dan fungsi bahasa
memungkinkan mengatur masuknya unsur-unsur baru dari bahasa-bahasa lain itu
sedemikian rupa sehingga hanya unsur-unsur yang benar-benar dibutuhkan bagi
pemerkaya Bahasa Indonesia sajalah yang diterima. Meniadakan sama sekali masuknya
unsur-unsur bahasa lain ke dalam Bahasa Indonesia tentu tidak mungkin dilakukan,
karena adalah suatu kenyataan bahwa apabila dua bahasa atau lebih dipergunakan dalam
8

masyarakat yang sama, terjadilah kontak bahasa, yang mau tidak mau, mengakibatkan
terjadinya hubungan timbal-balik yang saling memengaruhi.
Dengan demikian, yang perlu dilakukan adalah pengaturan hubungan timbal-balik
itu sedemikian rupa sehingga tidak perlu terjadi kepincangan dalam pengembangan
bahasa-bahasa yang bersangkutan, dan setiap bahasa tetap mempertahankan identitasnya
masing-masing. Selain itu, masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam Bahasa Indonesia
tidak perlu dihindarkan sama sekali, asalkan saja pemasukannya sesuai dengan keperluan
dalam upaya mengembangkan dan membakukan Bahasa Indonesia. Dengan kata lain,
Bahasa Indonesia sebagai bahasa modern hendaklah bersifat terbuka, dengan pengertian
memberikan tempat bagi unsur-unsur bahasa lain yang diperlukannya, yang apabila perlu
dipungut dari bahasa-bahasa lain memalui penyerasian dengan sistem Bahasa Indonesia
itu sendiri, dan pada saat yang sama, tetap mempertahankan identitasnya. Untuk hal itu,
perlu dirumuskan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia itu dengan secermat-
cermatnya. Bahasa Indonesia menyandang dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional
dan sebagai bahasa negara. Namun kami hanya menjelaskan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional.
Hasil perumusan seminar bahasa nasional (Jakarta, 25 -28 Februari 1975, yang
kemudian dikukuhkan dalam seminar politik bahasa (Cisarua, Bogor, 08 s/d 12
November 1999), antara lain, menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a. Lambang kebanggaan nasional;
b. Lambang identitas nasional;
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda – beda latar belakang sosial,
budaya dan bahasanya;
d. Alat perhubungan antar budaya dan antar daerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, Bahasa Indonesia mencerminkan
sekaligus memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan
keluhuran nilai sosial budaya yang dicerminkan Bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
harus bangga terhadapnya, bangsa Indonesia harus menjunjungnya, memelihara,
mengembangkan, dan mempertahankannya.
3. Fungsi Bahasa Indonesia
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional
berkaitan erat dengan fungsinya yang ketiga, yaitu sebagai alat yang memungkinkan
terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosial,
9

budaya, dan bahasa daerah yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang
bulat, bersatu dalam cita-cita dan rasa nasib yang sama. Dalam hubungan dengan hal ini,
Bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasianhidup
sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial, budaya, dan latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Malahan lebih daripada itu, dengan bahasa nasional itu, bangsa Indonesia
dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang sosial budaya dan latar belakang bahasa daerah yang berbeda-beda
itu tidak pula menghambat adanya perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Berkat
adanya bahasa nasional, mereka (masyarakat yang berbeda-beda latar belakang etnis,
budaya, dan bahasa daerah) dapat berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga
kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang itu tidak perlu dikhawatirkan.
Setiap orang dapat bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di tanah air ini
dengan hanya memanfaatkan Bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.
Kenyataan ini dan meningkatnya penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia dalam
fungsinya sebagai alat perhubungan antar daerah dan antarbudaya telah dimungkinkan
pula oleh peningkatan sarana perhubungan darat, laut, dan udara; oleh bertambah luasnya
penggunaan sarana komunikasi massa seperti radio, televisi, internet, surat kabar, dan
majalah; oleh peningkatan arus perpindahan penduduk, baik dalam perantauan
perseorangan maupun dalam bentuk transmigrasi yang berencana; oleh peningkatan
jumlah perkawinan antarsuku; serta oleh pemindahan pejabat-pejabat negara, baik sipil
maupun militer, dari satu daerah ke daerah lain.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya,
Bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya sebagai alat pengungkapan
perasaan. Jika pada awalnya, ada yang merasa bahwa seni sastra dan drama baik yang
dituliskan maupun dilisankan serta dunia perfilman dan sinematografi elektronik
(sinetron) telah pula berkembang sedemikian rupa sehingga nuansa perasaan yang betapa
pun halusnya dapat diungkapkan memakai Bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentunya
menambah tebalnya rasa bangga insan Indonesia akan kemampuan bahasa nasionalnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sampai saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang hidup yang terus berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui
penciptaan maupun melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Pada abad
keM5 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena
dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Pada
zaman penjajahan Belanda pada awal abad -20, pemerintah kolonial Belanda ingin
menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi dengan berpatokan pada
bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai kitab -kitab rujukan. Pada 16 Juni 1927
dalam sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja Datoek Kajo pertama kalinya
menggunakan Bahasa Indonesia dalam pidatonya. Di sinilah Bahasa Indonesia mulai
berkembang. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa"
pada saat Sumpah Pemuda. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan,
ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36, ditetapkan
secara sah bahwa Bahasa Indonesia ialah bahasa negara. Selanjutnya, sehubungan dengan
perkembangan ejaan, setelah bahasa Melayu ditetapkan menjadi Bahasa Indonesia, yakni
muncul Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan yang
disempurnakan, dan EBI
B. Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana dan jauh
dari sempurna. Saran, kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi kesempurnaan
tulisan ini. Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana-sini agar tulisan ini menjadi
lebih lengkap dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan pecinta Bahasa Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://indihome.co.id/blog/apa-pengertian-sejarah-menurut-para-ahli-ini-penjelasannya
(Diakses pada tanggal 06 Oktober 2023, Pukul 19:55 WITA.

Abdullah, T. dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan
Perspektif. Jakarta: Gramedia

Hasil perumusan seminar bahasa nasional (Jakarta, 25 -28 Februari 1975)

11

Anda mungkin juga menyukai