Anda di halaman 1dari 2

Nama : Syifa Ekawati

Kelas : Xl - 1

Absen : 35

Sinopsis Novel “Negeri 5 Menara”

Alif Fikri adalah remaja yang baru lulus dari Madrasah Tsanawiyah di kampungnya, Maninjau.
Seperti kawan karibnya Randai, Alif ingin melanjutkan sekolah ke SMA untuk kemudian kuliah di
jurusan penerbangan ITB. Cita-cita remaja asal Maninjau itu ingin seperti Habibie. Sayang sekali,
dia harus kecewa kedua orang tuanya menghendaki melanjutkan ke sekolah agama.

Kedua orang tua Alif merupakan keturunan ulama terkenal di Maninjau. Kakek Alif dari garis ibu,
Buya Sutan Mansyur, adalah murid dari Inyiak Canduang atau Syekh Sulaiman Ar-Rasuly.
Mereka menginginkan anaknya dapat menjadi seorang pemimpin agama dengan pengetahuan
luas seperti Buya Hamka. Jalan terbaik untuk mewujudkan cita-cita itu adalah dengan
bersekolah di sekolah agama.

Alif memutuskan untuk sekolah di Pondok Madani, Jawa Timur. Referensi pondok tersebut ia
peroleh dari Etek Gindo yang tengah belajar di Mesir. Mendengar keinginan Alif, Amak dan
Ayah terkejut. Mereka tidak menyangka jika Alif akan menuntut ilmu di tempat yang jauh.

Alif berangkat ke Pondok Madani diantar ayahnya. Ternyata calon santri yang mendaftar ke
Pondok Mandani jumlahnya banyak. Alif pun harus berjuang keras agar dapat melewati tahap
seleksi.

Di Pondok Madani, Alif mempunyai karib yang sering disebut Sahibul Menara. Nama itu muncul
karena seringnya mereka berkumpul di bawah menara masjid, sekedar berbincang maupun
belajar. Anggota Sahibul Menara terdiri atas Alif dan Raja dari Medan, Atang dari Bandung,
Dulmajid dari Madura, Said dari Surabaya, serta Baso dari Sulawesi. Para Sahibul Menara ini
mempunyai cita-cita dapat mengjinjakan kaki ke negara impian mereka. Alif ingin ke Amerika,
Raja sangat kagum dengan Inggris, Atang ingin pergi ke Mesir, sementara Said dan Dulmajid
lebih memilih mendirikan sekolah di negeri sendiri. Adapun Baso, ia bertekad dapat belajar ke
Mekah, Arab Saudi.

Kegiatan di Pondok Madani membuat Alif harus bekerja keras. Di Pondok Madani tidak
diizinkan bermalas-malasan, termasuk dalam belajar bahasa. Di Pondok Madani bahasa wajib
adalah Bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Pada tahun ketiga, Baso memilih pulang ke Sulawesi karena Baso mendapat kabar kalau neneknya sakit.
Untuk merawat neneknya, Baso memutuskan keluar dari Pondok Madani dan pulang kampung. Di sisi
lain, Alif iri pada Randai yang sudah lulus SMA dalam tiga tahun dan mempertimbangkan untuk
mengundurkan diri dari pondok agar bisa segera mengikutinya ke ITB. Namun, ayah Alif datang untuk
memastikan bahwa Alif akan menyelesaikan pendidikannya di Pondok Madani. Alif pun berjanji akan
memenuhi harapan orang tuanya.

Empat tahun berlalu. Alif dan teman-temannya pun menamatkan pendidikan di Pondok Madani. Mereka
meninggalkan Pondok Madani untuk kembali ke rumah. Sebelas tahun kemudian, Alif berkesempatan
menjadi salah satu panelis pada sebuah acara di London. Ketika itu Alif telah mencapai menara
impiannya. Ia mendapat beasiswa di George Washington University. Setamat dari GWU, Alif bersama
istrinya bekerja di kantor berita American broadcasting Network, Amerika.

Di London, Alif satu meja dengan Atang yang juga menjadi panelis. Alif pun bertemu dengan Raja
beserta istri yang saat itu tinggal di London. Raja mendapat undangan dari komunitas muslim Indonesia
untuk menjadi pembina agama.Raja juga tengah kuliah di Metropolitan University bidang linguistik. Dari
Atang, Alif mendapat kabar, anggota Sahibul Menara lainnya, Said dan Dulmajid, bekerja sama
mendirikan sebuah pondok dengan semangat PM di Surabaya. Sementara itu, Baso telah berhasil
menghafal Al-Qur'an dan mendapatkan beasi5di Mekah.

Atas capaian Sahibul Menara, “mantra” Man Jadda wa Jadda yang diajarkan di Pondok Madani telah
terbukti. Bermula dari impian, dengan usaha yang dilebihkan Sahibul Menara dapat meraih yang
diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai