Anda di halaman 1dari 17

Contoh Resensi Novel ” Negeri 5 Menara”

Standar

Judul                         : Negeri 5 menara

Pengarang                : A.fuadi

Penerbit                    : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit             : Tahun 2009

Jumlah halaman     : Xii + 423 halaman

Kota tempat terbit   : Jakarta

Kategori                   : Novel/Fiksi

Harga                       : Rp 50.000,00,_

Ukuran Novel          : 19,7 x 13,7 cm

2.  KEPENGARANGAN

Ahmad fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972, tidak
jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi merantau ke Jawa, mematuhi perintah ibunya untuk
masuk ke sekolah agama. Di pondok modren Gontor dia bertemu Kiai dan Ustad yang diberi
keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan akhirat. Gontor pula yang mengajarkan kepadanya
”mantra” sederhana yang sangat kuat , mad jadda wajjada, siapa yang bersungguh sunguh
akan sukses. Lulus kuliah Hubungan Iternasional, UNPAD, dia menjadi Wartawan majalah
TEMPO. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportase di bawah
bimbingan para wartawan senior.
Tahun 1999, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di school of Media and
Publicc Affairis, George Washington University,USA. Merantau ke Washington DC bersama
Yayi, istrinya-yang juga wartawanTempo-adalah mimpi masa kecilnya yang menjadi
kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempodan wartawan Voice of
Amerika (VOA). Berita bersejarah sejarah seperti tragedi 11 september dolaporkan mereka
berdua langsung dari Pantagon, white House dab Capitol Hill. Tahun 2004, jendela dunia lain
terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk belajar di Royal
Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter

Seorang Scholarship Hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari
beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapat 8 beasiswa untuk belajar di luar negeri.
Dia telah mendapatkan kesempatan tinggal dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika
Serikat dan Inggris. Penyuka fotografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi The
Nature Conservancy, sebuah NGO konservasi internasional. Kini, Fuadi sibuk menulis, jadi
pembicaraan dan motivator. Ia mulai menggarap film layar lebar Negeri 5 Menara serta
membangun yayasan sosial untuk membantu  pendidikan orang yang tidak mampu-
Komunitas Menara.

Negeri 5 Menara telah mendapat beberapa penghargaan, antara lain Nominasi Khatulistiwa
Award 2010 dan Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca indonesia

Twitter                                    : @fuadi1 (pakai angka 1)

Facebook fanpage                : Negeri 5 Menara

Email                                       : negeri5menara@yahoo.com

Email untuk mengundang   : kontak@negeri5menara.com

3.  SINOPSIS

Judul Novel   : Negeri 5 Menara

Pengarang     : Karya A.Fuadi

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah
Minangkabau. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu
selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMU negeri di Padang
yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun, Amak
menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.

Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Sempat marah tapi
akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu,
alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo
alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur :
PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih
pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum
pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya merestui keinginan
Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-
citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab
yang didengar Alif dihari pertama di PM

(pondok madani )mampu mengubah pandangan alif tentang melanjutkan pendidikan di


Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. ” mantera” sakti yang diberikan kiai Rais
(pimpinan pondok ) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan
Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.

Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep,
Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak
semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-
Qur’an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan
pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan
semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM
pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang
berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama
Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.

Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam
nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental
dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15
hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu
menyempatkan diri untuk berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan
memikirkan cita-cita mereka kedepan.

Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh
pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga
yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan
bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan
paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.

Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk
menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka
menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah
menjadi nyata. Kami berenam telah  berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan
dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa,  sementara Atang di
Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di
Negara kesatuan Indonesia tercinta.  Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan
impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar.

Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil…

4.  BAHASA PENGARANG

Gaya bahasa yang digunakan menggabungkan kejelian observasi seorang reporter dan
kekalisan jelajah imajinasi literer dalam Negeri 5 Menara yang inspiratif. Dengan deskripsi
ruang yang nyaris sempurna, A.Fuandi berhasil memetakan seluk-beluk pesantren modern
yang selama ini hanya menjadi cerita dari mulut ke mulut.  Dinamika kehidupan internal
pesantren berpadu mulus dengan riuhnya suasana global di jantung peradaban modern yang
serba bergegas. Sebuah Novel yang membuktikan bahwa tak ada hal yang tak bisa dicapai
manusia di dalam hidupnya. MAN JADDA WA JADDA. 

5.  KEUNGGULAN

5.1      TEMA

A.Fuandi berhasil membuat banyak orang ingin tahu lebih dalam tentang dunia pesantren
sebagai pusat keunggulan, termasuk kalangan non-muslim. Penelusuran jejak-jejak
pesahabatan dan pencapaian cita-cita diramu dalam kisah yang sekaligus melibatkan
petualangan, religi, dan wawasan yang mengesankan.

Gontor menanamkan berbagai nilai-nilai pendidikan, nilai kejuangan, nilai kebersamaan,


sehingga murid-murid terdidik secara total untuk berkarya penuh totalitas di masyarakat.
Kata “man jadda wa jadda”  akan senantiasa memotivasi setiap anak dan akan melahirkan
kesuksesan dimasa depan mana kala diikuti dengan kreatifitas, ketabahan dan keikhlasan.

5.2      ALUR

Maju – mundur (campuran)

Dimana tokoh utama (Alif Fikri) kilas balik dari ingatannya  akan masa silam ketika
menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa
kini. Sangat bagus dan menarik, sehingga membuat pembaca sulit menebak peristiwa yang
terjadi selanjutnya. Dan juga bisa membuat pembaca penasaran serta mengundang antusias
pembaca untuk membaca novel ini. Dan, berkesinambungan. Tidak terpecah berantakan.
Disini, pengarang menggunakan alur sorot balik. Pembaca tidak akan bosan membaca
kehidupan di pondok karena penulis menggunakan alur campuran. Ia memulai cerita dengan
mengambil setting Alif yang sudah bekerja lalu mulai masuk ke dalam ingatan-ingatan Alif
akan kehidupannya dulu di Pondok Madani. Setelah cukup panjang menceritakan tentang
pondok, ia mulai beralih lagi ke kehidupan Alif masa sekarang.

5.3      LATAR

Waktu       : “Sehabis Isya, murid-murid berbondong-bondong memenuhi aula.”

Tempat    : “Al-Baraq adalah bangunan memanjang dengan koridor berbentuk huruf L.”

Suasana  : “ Dia menyampaikan semua komentar dalam bahasa Arab, larena minggu ini
minggu wajib berbahasa Arab.”

5.4      PENOKOHAN/WATAK

Alif Fikri              : Tabah dan Sabar (“sabar, kita harus menghadapi hukuman ini dengan
sabar”).

Dulmajid             : Ia dari Sumenep, Madura. Seorang pemain bulutangkis, rekan latih tanding
Ustad Torik. Lucu, nekad (“Hah, ayo kita gotong terus masih ada waktu 5 menit” ).
Raja Lubis           : Ia dari  Medan. Ia adalah anggota English Club dan seorang orator yang
hebat. Penghafal keras, gampang bingung (“Aku tidak berani melihat anak perempuan,
karena akan mengganggu hafal Al-qur’an” ).

Baso Salahudin  : Dari Gowa, Sulawesi. Terkenal karena memori fotografis dan Bahasa Arab
yang fasih. Ia meninggalkan Pondok  Madani saat kelas lima untuk menjaga neneknya dan
berusaha menghafal Al-Qur`an di kampung halamannya.  Pintar dan pengertian (“ayo ujian
akan dilaksanakan 3 hari lagi, kita harus belajar keras” ).

Atang Yunus      : Dari Bandung. Seorang yang mencintai seni dan teater  pendiam, tidak
berani aneh – aneh  (“aku sangat tidak bilang kepada ketua jasus itu, karena aku takut di
hukum lagi” ).

Said Jufri          : Dari Surabaya. Ia sangat terobsesi dengan bodybuilding dan mengidolakan
Arnold Schwarznegger.

Ustad Salman  : Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.

Amak                 : Menjunjung tinggi nilai agama, tegas, baik.

Ayah/ Fikri Syafnir / Katik Parpatiah Nan Mudo : Sabar, baik, menjunjung tinggi nilai
agama.

Pak Sikumbang, Pak Etek Muncak , Pak Etek Gindo Marajo, Pak Sutan, Ismail Hamzah ,
Burhan, Ustadz Salman , Kiai Amin Rais , Kak Iskandar Matrufi, Rajab Sujai / Tyson ,
Ustadz Torik , Raymond Jeffry / Randai , Ustadz Surur , Ustadz Faris , Ustadz Jamil , Ustadz
Badil , Ustadz Karim , Kak Jalal , Amir Tsani , Pak Yunus , Kurdi, Ustadz Khalid , Shaliha ,
Sarah, Mbok Warsi , Zamzam.

5.5      AMANAT

Tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua atas izin Allah dan usaha manusia. Buku ini telah
menjadi bukti yang inspiratif. Ditulis dalam bahasa yang ringan. Terkadang serius, lebih
sering kocak. Kesimpulanya “man jadda wa jadda” artinya “yang penting usaha”. Maka
Allah akan membukakan jalan ke jendela dunia.

5.6      SUDUT PANDANG

Pelaku utama Orang pertama (“Aku yang dulunya egois dan cepat marah, sekarang menjadi
Alif yang bijaksana dan selalu berfikir panjang sebelum melakukan sesuatu”)

5.7      GAYA BAHASA

Personifikasi (“Satu persatu kawan pun datang dari negeri 5 menara dan terkenanglah
kembali masa kecil”)

6.  KELEMAHAN

Kelemahan dari Novel Negeri 5 Menara adalah Klimaks cerita kurang menonjol sehingga
para pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca
merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebakan karena penulis
mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya.

7.  KESIMPULAN

Novel ini berjudul Negeri  5  Menara, karya A. Fuadi. Menceritakan tentang kisah 6 orang
sahabat. Novel ini bagus untuk dibaca semua orang. Mengingat isi novel yang bertema
tentang Perjuangan, Pencapaian, dan juga Keikhlasan.

Kelebihan :

Novel ini berkisah tentang generasi muda bangsa yang penuh motivasi, bakat, semangat, dan
optimisme untuk maju dan tidaknkenal menyerah, merupakan pelajaran yang amat berharga
bukan saja sebagai karya seni, tetapi juga tentang psoses pendidikan dan pembudayaan untuk
terciptanya sumberdaya insani yang handal. A. Fuandi mengelola nostalgia menjadi novel
yang menyentuh sekaligus menjadi diskusi kritis yang bersimpatik tentang pendidikan
kehidupan.

Kekurangan :

 Harga buku yang cukup mahal bagi kantong pelajar


 Tidak ada illustrasi atau gambar
 Nama – nama pelaku pada novel ini kurang jelas
 Alur yang di gunakan campuran, sehingga cerita menjadi sedikit rumit

RESENSI NOVEL NEGERI 5 MENARA


KARYA A. FUADI
A.    IDENTITAS BUKU
Judul buku                : Negeri  5 Menara
Pengarang                 : A. Fuadi
Penerbit                    : PT Gramedia Pusat Utama
Kota tempat terbit     : Jakarta
Tahun terbit               : 2009
Tebal                         : xiii +  423 halaman

B.     SINOPSIS
Alif Fikri yang berasal dari Maninjau, Bukittinggi, adalah seorang anak desa yang sangat
pintar. Ia dan teman baiknya, Randai, memiliki mimpi yang sama: masuk ke SMA dan
melanjutkan studi di ITB, universitas bergengsi itu. Selama ini mereka bersekolah di
madrasah atau sekolah agama Islam. Mereka merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan
ingin menikmati masa remaja mereka seperti anak-anak remaja lainnya di SMA. Alif
mendapat nilai tertinggi di sekolahnya yang membuatnya merasa akan lebih terbuka
kesempatan untuk Amak (Ibu) memperbolehkannya masuk sekolah biasa, bukan madrasah
lagi. Namun Amak menghapus mimpinya masuk SMA. “Beberapa orang tua menyekolahkan
anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP atau SMA. Lebih
banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya tidak cukup.
Bagaimana kualitas para buya, ustad, dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana nasib
Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi pemimpin
agama yang mampu membina umatnya,” kata Amak yang membuat harapan anaknya masuk
SMA pupus.

Alif sakit hati dan memutuskan untuk meninggalkan Maninjau untuk bergoro di sebuah
pondok pesantren di daerah Jawa Timur setelah ia membaca surat pamannya dari Mesir.
Setelah perjalanan selama 7 hari 7 malam, ia sampai di sebuah pondok bernama Pondok
Madani, yang dikepalai oleh seorang motivator handal yaitu Kiyai Rais.

Biarpun masuk karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok.
Terlebih lagi, ia sangat menikmati hidup persahabatannya dengan Sahibul Menara sebuah
sebutan penghuni PM terhadap Alif dan 5 teman lainnya yang selalu berkumpul di bawah
menara tertinggi di Pondok Madani. Mereka adalah Said, Baso, Raja, dan Atang.
Persahabatan lekat yang dijalin bersama sangat cukup menjadi penghiburan bagi Alif. Tapi di
satu sisi ada kegelisahan mengetahui teman baiknya Randai yang sudah masuk SMA terbaik
yang pernah mereka idamkan bersama, sudah melewati masa SMA dengan penuh tawa, dan
dengan bahagia berhasil merebut impian mereka tertinggi: masuk universitas di ITB.
Pertanyaan “jadi apa aku nanti?” terus terngiang dalam kepalanya mengingat ijazah PM tidak
diakui walaupun sangat diakui di luar negeri. 

Tetapi, berkat banyaknya pengalaman yang merupakan motivasi di mata Alif, ia berhasil
menyelesaikan perguruannya di PM, walau tanpa seorang teman yaitu Baso harus pulang
karena nenek yang merupakan satu-satunya keluarganya sakit keras.

Setelah lulus dari PM, Alif merantau ke Amerika. Disaat itu, Alif memiliki tugas untuk ke
London yang membuat beberapa anggota sahibul menara bertemu setelah sekian lama
berpisah.

C.     KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN BUKU


Dengan membaca pembuka novel ini, dapat dengan mudah kita menerka nuansa apa yang
akan kita rasakan sampai pada selesainya novel ini. Ya, nuansa Islam. Pembukaan ini
merupakan pembukaan yang baik di mana pembaca dapat berharap banyak dan berimajinasi
akan jadi apa Alif ini. Pemimpin negara? Atau pemimpin besar agama? Sayangnya sampai
akhir, penulis kurang mampu memperlihatkan dinamika dalam cerita. Klimaks cerita kurang
menonjol sehingga pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca,
pembaca akan merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Hal ini mungkin disebabkan
karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya.
Mungkin akan lebih baik jika penulis membuat konflik-konflik yang lebih tegang atau
menuliskan ending yang lebih memukau pembaca.

Kelebihan novel ini adalah mengubah pola pikir kita tentang kehidupan pondok yang hanya
belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain belajar ilmu agama, ternyata juga belajar
ilmu umum seperti bahasa inggris, arab, kesenian dll. Pelajaran yang dapat dipetik adalah
jangan pernah meremehkan sebuah impian setinggi apapun itu, karena Allah Maha
mendengar doa dari umat-Nya.
Satu lagi kelebihan novel ini. Pembaca tidak akan bosan membaca kehidupan di pondok
karena penulis rupaya menggunakan alur campuran. Ia memulai cerita dengan mengambil
setting Alif yang sudah bekerja lalu mulai masuk ke dalam ingatan-ingatan Alif akan
kehidupannya dulu di Pondok Madani. Setelah cukup panjang menceritakan tentang pondok,
ia mulai beralih lagi ke kehidupan Alif masa sekarang.

Adapun unsur intrinsik novel Negeri 5 Menara, yaitu:


1.      Tema
Adapun tema dari novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan. Hal ini dapat
dilihat dari latar tempat yaitu dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari
tokoh utama adalah belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut:
Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak, metode total immersion ini cocok dengan
lingkungan yang sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang menyuruh,
banyak diantra kami yang membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa
buku mufradhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil sehingga lebih tipis dan gampang
dibawah kemana-mana. Murid dengan buku mufradhat ditangan gampang ditemukan sedang
antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.

2.      Alur / plot


Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur. Dimana cerita adalah kilas balik
ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga
membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung
telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang
anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum.
Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam
hatiku.
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang
telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku
termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu
kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami
mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian
kepelukan kami masing-masing.
Alur yang dipakai dalam novel ini adalah alur rapat. Dimana tak terjadi percabangan cerita.
Semua cerita hanya difokuskan pada satu permasalahan.
3.      Tokoh dan penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah
a. Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan
sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan tidak
kenal menyerah.
b. Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak yang
paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
c. Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
d. Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
e. Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
g. Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda
bertubuh kurus bersuara lantang.
h. Tyson dalam novel ini tokoh yang tirtagonis. Merupakan kepala pengamanan di PM. Ia
akan bersifat antagonis apabila mendapati siswa PM yang melanggar.
i. Kyai Rais dalam novel ini tokoh yang protagonis. Ia selalu membakar semangat para siswa
dengan motivasi-motivasinya.

4.      Latar
Adapun latar dari novel ini yaitu di Pondok Madani hal ini didukung oleh tema yang ada
yaitu pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung latar yang ada.
Kutipan Novel:
Pondok Madani diberkati oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan
selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar
menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM.
Suasana yang terasa dalam novel ini adalah kerja keras, dimana novel ini menceritakan 6
orang sahabat yang berusaha keras mewujudkan mimpi mereka masing-masing.
Waktu diceritakan sebagian besar terdapat pada saat masa-masa pembelejaran di PM, dan
saat berlibur
5.      Sudut pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan
tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri.
Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap kosong
kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera
menjadi drakula.

6.      Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi
pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat,
bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.

D.    ARAH DAN SASARAN BUKU


Novel ini bertemakan tentang pendidikan di sebuah pondok, sehingga sasaran utama novel ini
adalah para siswa dan masyarakat.

E.     GAYA BAHASA


Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini adalah bahasa sehari-hari dan sangat
inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita merasakan kekuatan pandangan hidup yang mendasari
bangkitnya semangat untuk mencapai harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku
melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa,
sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat
semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara
kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana
merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan
menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.
Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata.

F.      TUJUAN PENGARANG DAN TUJUAN PRESENTATOR (PEMBEDAH).


Berkiblat dari arah dan sasaran novel ini, pengarang bertujuan untuk mengubah pandangan
mereka tentang kehidupan pondok yang begitu terikat dan mayoritas hanya memperdalam
ilmu agama. Sedangkan tujuan presentator dalam membedah novel ini, selain sebagai bahan
pertimbangan nilai juga ingin memperdalam ilmu pengetahuan dan mencari motivasi hidup di
setiap kata dalam novel yang penuh motivasi ini.

G.    KESIMPULAN DAN SARAN PRESENTATOR


Setelah membaca novel Negeri 5 Menara ini, timbul rasa untuk lebih memperdalam ilmu,
baik agama maupun umum. Dari sini saya menyimpulkan bahwa, apa yang kita fikirkan
belum tentu akan baik di masa yang akan datang, karena Allah telah mengatur takdir kita.
Semangat akan semua hal itu tumbuh dari dalam diri setiap orang sejak ia melewati masa
pubertas. Motivasi bisa datang darimana saja, dan kita harus menanggapinya. Gunakan
waktumu dengan efisien dan efektif untuk hal-hal yang membangun, karena mungkin akan
berguna di masa yang akan datang. Dan percayalah akan pepatah MAN JADDA WAJADDA.

hanya itu....^^

Unsur Intrinsik:
1. Tema
Adapun tema dari novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan. Hal ini dapat
dilihat dari latar tempat yaitu dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari
tokoh utama adalah belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut:
Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak, metode total immersion ini cocok dengan
lingkungan yang sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang menyuruh,
banyak diantra kami yang membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa
buku mufradhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil sehingga lebih tipis dan gampang
dibawah kemana-mana. Murid dengan buku mufradhat ditangan gampang ditemukan sedang
antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.(hal. 133-
135).
2. Plot/Alur
Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur. Dimana cerita adalah kilas balik
ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga
membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung
telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang
anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum.
Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam
hatiku.(hal.1)
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang
telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku
termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.(hal. 5)
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu
kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami
mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian
kepelukan kami masing-masing.(hal. 405)
3. Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah
a. Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan
sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan tidak
kenal menyerah.
b. Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak yang
paling rajin dan paling bersegera disuruh ke masjid.
c. Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
d. Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
e. Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
g. Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda
bertubuh kurus bersuara lantang.
4. Latar Tempat dan Latar Sosial
Adapu latar tempat dari novel ini yaitu di Pondok Madani hal ini didukung oleh tema yang
ada yaitu pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung latar yang ada. Sedangkan, latar
sosialnya adalah keadaan seorang pelajar yang terpaksa menempuh jalan lain untuk
menggapai mimpinya. Namun jalan itu justru membawanya pada hal-hal tak terduga yang
merupakan bonus dari bermimpi.
Kutipan Novel:
Pondok Madani diberkti oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu
ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar
menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM. (hal. 264).
5. Sudut Pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan
tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri.
Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap kosong
kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera
menjadi drakula. (hal. 102-103).
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya
kita merasakan kekuatan pandangan hidup yang mendasari bangktnya semangat untuk
mencapai harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku
melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa,
sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat
semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara
kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana
merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan
menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.
Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. (hal. 405).
7. Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi
pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat,
bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. (hal.405).
***
Unsur Ekstrinsik: 
Nilai Agama.
Novel ini menceritakan tentang kehidupan sekitar pesantren sehingga banyak mengajarkan
nilai agama yang tidak terdapat pada novel-novel lain. Salah satu bukti itu adalah kalimat
“Man Jadda Wa Jadda”, yang berarti siapapun dapat meraih cita-citanya asal ia bersungguh-
sungguh.
Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi kerasnya pendididkan di pesantren
mengajarkan bahwa sebagai penuntut ilmu, kita harus sabar dan tidka pantang menyerah
menuntaskan apa yang telah dimulai.

DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress
Fuadi, A. 2009. Negeri 5 Menara. Jakarta: PT Gramedia
Jauhari, Heri. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Penelitian Sastra (Teori, Metode, dan Teknik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

UNSUR EKSTERINSIK : 1. Nilai Agama Dalam ceritanya, terdapat panggalan yang mengisahkan
tentang segelumit kehidupan di lingkungan Pesantren yang mengajarkan Nilai Agama dan Moral.
Dalam kutipan Man Jadda Wa Jadda yang artinya apabila bersungguh-sungguh maka akan tergapai
cita-cita. Hal ini menunjukkan bahwasannya kalimat Agama juga dapat dijadikan suatu motivasi
terlebih lagi itu adalah kalimat Suci Umat Islam. 2. Nilai Moral Tata cara kehidupan pesantren yang
mengandung nilai moral tersendiri dalam menata tata cara hidup yang disiplin di iringi tuntutan cita-
cita dalam menuntut ilmu pendidikan Islam. http://jefryhariadi.blogspot.com/
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI
Oleh : Wahyu Pradana
 kelas : XI-IPS
A.    Unsur-Unsur Intrinsik
1.      Tema
Tema Novel Negeri 5 Menara adalah Pendidikan, hal ini dapat kita lihat sendiri dari
lembaran-lembaran novel ini yang menceritakan bagaimana tokoh-tokoh utama di dalamnya
mengenyam pendidikan di dunia pesantren, apalagi dalam novel ini dibuka dengan kata
mutiara dari Imam Syafi'i yang berhubungan dengan penuntutan ilmu : (Negeri 5 Menara,
sebelum hal.1/xii)
2.      Penokohan
Tokoh-tokoh dan watak dalam novel Negeri 5 Menara, yaitu:
a)      Amak
         Seorang wanita separuh baya yang ramah : [“Mukanya selalu mengibarkan senyum ke siapa
saja” (Negeri 5 Menara, hal.6)]
         Rela Berkorban : [“Amak terpaksa menjadi guru sukarela yang hanya dibayar dengan beras
selama 7 tahun” (Negeri 5 Menara, hal.6)]
         Peduli akan nasib umat Islam : [“…Bagaimana nasib umat Islam nanti?” (Negeri 5 Menara,
hal.7)]
         Seorang ibu yang konsisten terhadap keputusannya : [“Pokoknya Amak tidak rela waang
masuk SMA!” (Negeri 5 Menara, hal.9)]
         Adil : [“…Keadilan harus dimulai dari diri sendiri, bahkan dari anak sendiri. Aturannya
adalah siapa yang tidak mau menyanyi dapat angka merah” (Negeri 5 Menara, hal.139)]
b)      Ayah
         Seorang pria separuh baya yang membela kebenaran : [“Mungkin naluri kebapakannya
tersengat untuk membela anak dan sekaligus membela dirinya sendiri” (Negeri 5 Menara, hal.
20)]
         Dapat dipercaya : [“Amanat dari jamaah surau kami untuk membeli seekor sapi untuk
kurban idul adha minggu depan telah ditunaikan Ayah” (Negeri 5 Menara, hal.91)]
d)     Alif
         Seorang lelaki yang penurut : [“Selama ini aku anak penurut” (Negeri 5 Menara, hal.11)]
         Ragu-ragu : [“Bahkan sesungguhnya aku sendiri belum yakin betul dengan keputusan ini”
(Negeri 5 Menara, hal.18)]
         Teliti : [“Sejenak, aku cek lagi kalau semuanya telah rapi dan licin, tidak ada gombak dan
kusut” (Negeri 5 Menara, Hal. 84)]
e)      Dulmajid
         Seorang lelaki yang Mandiri : [“Tentu saja saya datang sendiri,” (Negeri 5 Menara, hal.27)]
         Semangat : [“Animo belajarnya memang maut” (Negeri 5 Menara, hal.46)]
         Jujur, tegas serta setia kawan : [“Aku menyadari dia orang paling jujur, paling keras, tapi
juga paling setia kawan yang aku kenal.” (Negeri 5 Menara, hal.46)]
f)       Raja
         Seorang lelaki yang Percaya diri : [“Raja Lubis yang duduk di meja paling depan maju”
(Negeri 5 Menara, hal.44)]
         Ekspresif : [“…Tampak mengayun-ayunkan tinjunya diudara sambil berteriak “Allahu
Akbar!” (Negeri 5 Menara, hal.108)]
         Pantang menyerah : [“Jangan. Kita coba dulu. Aku saja yang maju duluan,” (Negeri 5
Menara, hal.124)]
g)      Atang
         Menepati Janji : [“Sesuai Janji, Atang yang membayari ongkos” (Negeri 5 Menara, hal.221)]
         Baik : [Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman yang baik dan tersebar dibeberapa
kota seperti Atang dan Said.” (Negeri 5 Menara, hal.226)]
h)      Said
         Seorang lelaki yang memberi motivasi : [“…senyum dan cerita yang mengobarkan
semangat” (Negeri 5 menara, hal.45)]
         Berfikir dewasa  : [“Perawakan yang seperti orang tua dan cara berpikirnya yang dewasa
membuat kami menerimanya sebagai yang terdepan” (Negeri 5 menara, hal.156)]
         Seorang lelaki yang mengambil kebaikan dari suatu kejadian : [“Aku sendiri mengagumi
caranya melihat segala sesuatu dengan positif” (Negeri 5 Menara, hal.156)]
         Baik : [Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman yang baik dan tersebar dibeberapa
kota seperti Atang dan Said.” (Negeri 5 Menara, hal.226)]
i)        Baso
         Seorang lelaki yang Disiplin : [“Dia begitu disiplin menyediakan waktu untuk membaca
buku favoritnya” (Negeri 5 Menara, hal.92)]
         Rajin : [“Baso anak paling rajin diantara kami” (Negeri 5 Menara, hal.92)]
         Sunguh-sungguh : [“Hampir setiap waktu kami melihat Baso membaca buku pelajaran dan
Al-Quran dengan sungguh-sungguh” (Negeri 5 Menara, hal.357)]
         Pendiam, Pemalu serta Tertutup : [“Selama ini memang Baso lah kawan kami yang paling
Pendiam, Pemalu dan tertutup” (Negeri 5 Menara, hal.359)]
j)        Ustad Salman
         Seorang lelaki yang Kreatif : [“Itulah gaya unik Ustad Salman, selalu mencari jalan kreatif
untuk terus memantik api potensi dan semangat kami” (Negeri 5 Menara, hal.106)]
k)      Kiai Rais
         Seorang lelaki separuh baya yang menjadi contoh di PM : [“…yang menjadi panutan kita
dan semua orang selama di PM ini” (Negeri 5 Menara, hal.49)]
         Berbakat : [“Kiai Rais adalah sosok yang bisa menjelma menjadi apa saja” (Negeri 5
Menara, hal. 165)]
l)        Tyson
         Seorang lelaki yang Tegas : [“…Terlambat adalah terlamabat. Ini pelanggaran” (Negeri 5
Menara, hal.66)]
m)    Ustad Torik
         Seorang lelaki yang Tegas : [“Kalian sudah tahu aturan adalah aturan. Semua yang ikut ke
Surabaya saya tunggu di kantor. SEKARANG JUGA.” (Negeri 5 Menara, hal.351)]
3.      Latar
a)      Latar tempat
         Kantor Alif (Washington DC)
[“Dari balik kerai tipis di lantai empat ini..” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
         Rumah Alif (Maninjau, Bukittinggi)
[“Sampai sekarang kami masih tinggal di rumah kontrakan beratap seng dengan dinding dan
lantai kayu” (Negeri 5 Menara, hal.7)]
         Trafalgar Square (London)
[“Tidak lama kemudian aku sampai di Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang amat
luas.” (Negeri5 Menara, hal.400)]
           Pondok Madani
[“Tidak terasa, hampir satu jam kami berkeliling PM.” (Negeri 5 Menara, hal.35)]
         Rumah Atang (Bandung)
[“Kaca depan rumahnya menempel sebuah stiker hijau dengan gambar matahari di
tengahnya” (Negeri 5 Menara, hal.218)]
         Rumah Said (Surabaya)
[“...Mengajak kami keliling ke berbagai objek wisata di sekitar Surabaya...” (Negeri 5
Menara, hal.226)]
      Apartemen Raja (London)
[“Malam itu kami menginap di apartemen Raja di dekat Stadion Wembley...” (Negeri 5
Menara, hal.402)]
b)      Latar waktu
         Dini hari
      [“Dalam perjalananku dari Padang ke Jawa Timur, aku sempat sekilas melewati Jakarta jam
tiga dini hari.” (Negeri 5 Menara, hal.47)]
         Pagi hari
[“Sejak dari pagi buta suasana PM sudah heboh.” (Negeri 5 Menara, hal.214)]
         Sore hari
      [“Tidak siap menjawab pertanyaan interogatif di senja bergerimis dalam keadaan kepayahan
ini.” (Negeri 5 Menara, hal.66)]
         Malam hari
[“Malam ini adalah salah satu dari malam-malam inspiratif yang digubah oleh Ustad
Salman.” (Negeri 5 Menara, hal.108)]
c)      Latar Suasana
         Sepi
[“Diam sejenak. Sebuah pesan baru muncul lagi” (Negeri 5 Menara, hal.3)]
         Emosi
[“Sebelum mereka menyahut, aku telah membanting pintu dan menguncinya” (Negeri 5
Menara, hal.10)]
            Takut
[“Aku katupkan mataku rapat-rapat. Apa yang akan dilakukan Tyson ini padaku”
(negeri 5 Menara, hal.66)]
            Gugup
[“Kalimat yang sudah aku bayangkan tadi berantakan di bawah sorot mata Ustad Torik yang
bikin ngilu.” (Negeri 5 Menara, hal.126)]
            Bahagia
[“Dengan penuh kemenangan kami keluar dari gerbang PM” (Negeri 5 Menara,
hal.127)]
            Sedih
[“Di ujung kelopak matanya aku menangkap kilau air yang siap luruh. Suaranya kini
bergetar” (Negeri 5 Menara, hal.360)]
4.      Alur
Alur yang ada dalam novel “Negeri 5 Menara”, yaitu alur maju-mundur. Hal ini
dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut:
         Pengenalan / Awal cerita
Awal cerita dalam novel ini dibuka oleh Alif yang telah tinggal di Washington DC, Amerika
Serikat dengan pekerjaannya sebagai Wartawan VOA, lalu setelah itu ia kembali mengingat
masa lalunya saat konflik dimulai ["Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa
lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku" (Negeri 5 Menara, hal. 4)]
         Timbulnya konflik / Titik awal pertikaian
Awal Pertikaian dimulai saat Amak menyuruh Alif untuk tidak melanjutkan sekolahnya ke
SMA tetapi ke Pesantren dan Alif menolak permintaan Amak pada saat baru diberitahukan.
Tetapi akhirnya, Alif pun bersedia bersekolah di pesantren yang terletak di luar pulau
Sumatera walaupun hanya setengah hati : [“Jadi Amak minta dengan sangat waang tidak
masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyah.”
(Negeri 5 Menara, hal.8)]
         Puncak konflik / Titik puncak cerita
Titik puncak cerita dimulai saat Alif sudah naik kelas 6 di Pondok Madani (PM) dan menjadi
puncak rantai makanan alias kelas tertinggi di Pondok Madani : [“Seketika rasa ini melempar
ingatanku kembali ke PM, ketika kami naik kelas enam, kelas pemuncak di PM.” (Negeri 5
Menara, hal.288)]
         Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini dimulai pada saat Alif serta santri PM lainnya akan mengadakan
ujian akhir yang dilaksanakan oleh siswa tahun terakhir PM. [“Inilah ujian yang paling berat
yang paling berat yang anak-anak temui di PM” (Negeri 5 Menara, hal.378)]
         Penyelesaian masalah
Pada akhirnya, setelah alif menyelesaikan ujian pamungkas di PM serta lulus dari PM, cerita
berbalik ke Alif yang telah sampai di London untuk bertemu dengan Atang dan Raja yang
merupakan anggota Sahibul Menara : (Negeri 5 Menara, hal.400)
5.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang
orang pertama tunggal dengan “Aku” sebagai tokoh utama. Hal ini dibuktikan oleh
pengarang yang selalu menyebut tokoh utama dengan kata “Aku” saat di narasi, di mana
seakan-akan pengarang adalah si tokoh utama : [“Iseng aja, aku mendekat ke jendela kaca
dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
6.      Gaya Bahasa
         Majas Personifikasi
[“Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kananku” (Negeri 5 Menara, hal.1)]
         Majas hiperbola
[“Muka dan kupingku bersemu merah tapi jantungku melonjak-lonjak girang.” (Negeri 5
Menara, hal.5)]
         Majas Metafora
[“Matahari sore menggantung condong ke barat berbentuk piring putih susu” (Negeri 5
Menara, hal.1)]
7.      Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara ini adalah bahwa dalam mengejar
semua cita-cita beserta impian, tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah kita
rencanakan tapi semuanya berjalan seiring bagaimana kita menyelesaikan rintangan yang
datang menghadang dan untuk mendapatkan menggapainya juga, kita harus mengorbankan
sesuatu.
B.     Unsur-Unsur Ekstrinsik
a.       Nilai Ketuhanan
         Sangat banyak nilai ketuhanan yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara, diantaranya
kita sebagai manusia sama di sisi ALLAH.
b.      Nilai Moral
         Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi segala hal dengan kerja sama dan pantang
menyerah
c.       Nilai Sosial
         Di kehidupan pesantren, kita tidak diajarkan untuk egois, tapi saling membantu satu sama
lain, mengutamakan kesolidaritasan.
d.      Nilai Ekonomi
         Para pengajar di Pondok Madani tidak meminta untuk dibyar, mereka ikhlas mendidik santri
karen ALLAH SWT, serta santri di Pondok Madani yang banyak kekurangan secara ekonomi
tetapi masih bisa bersekolah di Pondok Madani.
e.      Nilai Budaya
         Anak laki-laki dan seorang ayah masyarakat Minangkabau tidak pernah berangkulan : [“Di
kampungku memang tidak ada budaya berangkulan anak laki-laki dan seorang ayah” (Negeri
5 Menara, hal.38)]
f.        Nilai Agama
         Novel ini menceritakan tentang kehidupan pesantren yang selalu mengajarkan nilai-nilai
agama, mulai dari keikhlasan, bersikap jujur, disiplin dan lain sebagainya : [“Bacalah Al-
Quran dan hadits dengan mata hati kalian....” (Negeri 5 Menara, hal.113)]
C.      Hasil Temuan
Temuan yang didapatkan dalam Novel “Negeri 5 Menara”
a.       Disini penulis menemukan bahwa, anak-anak yang disekolahkan di pesantren identik dengan
anak-anak yang nakal, kekurangan baik secara ekonomi maupun akademik. [“Akibatnya,
madrasah menjadi tempat murid warga kelas dua, sisa-sisa...” (Negeri 5 Menara, hal.7)].
b.      Hal-hal yang harus kita hadapi dalam kehidupan pesantren yang keras, kita tidak boleh
berleha-leha, harus bisa mengatur waktu.

Anda mungkin juga menyukai