Kelompok 05 :
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta kemudahan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
tentang Sejarah “Revolusi Militer”. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal
dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari segala hal tersebut,
Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini
bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
ii
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
REVOLUSI MILITER.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan......................................................................................................................................1
1.1 Latar belakang.........................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................................................2
1.3 Tujuan & manfaat....................................................................................................................2
Bab 2 Isi........................................................................................................................................................4
2.1 Pertempuran Bojong Kokosan................................................................................................4
2.2 Pertempuran 5 hari Semarang................................................................................................6
2.3 Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya...............................................................7
2.4 Pertempuran Medan Area.....................................................................................................10
2.5 Pertempuran Ambarawa.......................................................................................................11
2.6 Peristiwa Bandung Lautan Api.............................................................................................12
2.7 Peristiwa Pertempuran Selat Bali.........................................................................................14
2.8 Pertempuran Puputan Margarana.......................................................................................16
2.9 Agresi Militer 1 & 2................................................................................................................17
2.9.1 Agresi Militer 1....................................................................................................................17
2.9.2 Agresi Militer 2....................................................................................................................18
2.10 Serangan Umum 1 Maret 1949..............................................................................................19
2.11 Peristiwa Yogya Kembali.......................................................................................................20
2.12 Serangan Umum Surakarta...................................................................................................21
Bab 3............................................................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................24
3.2 Kritik & saran........................................................................................................................24
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................25
iv
Bab 1 Pendahuluan
Untuk itu sekutu datang ke Indonesia dengan tujuan untuk melucuti tentara Jepang
yang kalah dalam Perang Dunia II. Selain itu sekutu juga ingin mengembalikan
pemerintahan sipil yang telah dijajah Jepang. Tetapi sebelum sekutu datang ke Indonesia
pihak Belanda terlebih dahulu menandatangani Civil Affairs Agreement dengan Inggris.
Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah sekutu melakukan aksi
serangan dua bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki
(9 Agustus 1945). Peristiwa menyerahnya Jepang ini juga secara resmi ditandatangani di
kapal perang USS Missouri di Teluk Tokyo yang ditandatangani oleh Menteri Luar
Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu sebagai wakil pemerintah sipil dan Jenderal Umezu
sebagai wakil militer di geladak kapal perang USS Missouri. Kemudian Kolonel
Douglas MacArthur selaku perwakilan PBB pada 2 September 1945.
1
Kekalahan Jepang ini juga disembunyikan oleh pasukan Jepang dari Indonesia
tetapi, berita tersebut terdengar dari salah satu tokoh tanah air yaitu Sutan Syahrir. Sutan
Syahrir yang mendengar berita tersebut dengan segera menindak lanjutinya dengan
mengajak para pejuang golongan muda untuk mendesak Soekarno agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Jepang yang kalah dalam perang harus menyerahkan kekuasaan di Indonesia kepada
Sekutu, pasukan Jepang yang ada di Indonesia diwajibkan menjaga Indonesia karena
kekosongan kekuasaan di Indonesia.
2
Bab 2 Isi
Hal ini disebabkan karena daerah jalur Jakarta – Bogor – Sukabumi - Bandung
merupakan urat nadi kekuatan sekutu untuk menguasai daerah yang dilalui jalur tersebut.
Pertempuran Bojong Kokosan atau perang konvoi ini terjadi dalam dua periode. Pertama
terjadi pada tanggal 9 sampai 12 Desember 1945, kedua terjadi dari tanggal 10 sampai 14
Maret 1946.
Dimana pertempuran ini berawal dari berita yang diterima prajurit TKR Sukabumi di
Pos Cigombong tentang kedatangan tentara Inggris, Gurkha, dan NICA yang berusaha
memasuki wilayah Sukabumi. Pimpinan Kompi III saat itu, Kapten Murad dan laskar
rakyat Sukabumi segera menghadang dan menduduki tempat pertahanan di pinggir tebing
utara dan selatan jalan di Bojongkokosan. Penghadangan yang dilakukan oleh rakyat
Sukabumi dan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR ini menyebabkan terjadinya
pertempuran sengit yang dikenal dengan nama Pertempuran Bojong Kokosan. Barisan
3
pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat oleh senjata rampasan
dari tentara Jepang. Selain pasukan TKR, penghadangan terhadap sekutu juga dilakukan
oleh Laskar Rakyat Sukabumi seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hizbullah
pimpinan Haji Akbar dan Pesindo. Penghadangan ini terjadi sepanjang 81 kilometer.
Dimulai dari daerah Cigombong, Bogor sampai dengan Ciranjang, Cianjur.
Sementara, pertahanan pasukan sekutu diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon,
dan truk berisi ribuan pasukan Gurkha. Konvoi yang dilakukan pasukan sekutu berhasil
masuk ke garis pertahanan TKR. Saat mendekati tebing Bojong Kokosan, pasukan TKR
segera melepaskan tembakan dan melakukan serangan. Pasukan tentara sekutu yang
bersenjatakan peralatan perang modern segera membombadir pertahanan pejuang dengan
tank baja, mortir, dan senapan mesin. Namun, tentara TKR berhasil meloloskan diri dari
serangan sekutu setelah terjadinya hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan Bojong
Kokosan.
Sebagian nama pejuang yang gugur dalam Pertempuran Bojong Kokosan tercatat di
tugu Palagan Bojong Kokosan. Tidak hanya gugur, Peristiwa Bojong Kokosan juga
4
menewaskan dan melukai ratusan rakyat sipil. Ratusan rumah hancur setelah Angkatan
Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan. Sekutu mengebom
beberapa desa di Kompa, Parung Kuda, dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.
Perang ini terjadi di empat titik di Semarang, yakni daerah Kintelan, Pandanaran,
Jombang, dan di depan Lawang Sewu (Simpang Lima). Lokasi konflik yang disebut
banyak menelan korban dan berdurasi paling lama adalah di Simpang Lima atau yang kini
disebut daerah Tugu Muda. Agar pertikaian tidak berlarut-larut, maka digelar perundingan
untuk mengupayakan gencatan senjata. Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono mewakili
Indonesia, sedangkan dari Jepang hadir Letnan Kolonel Nomura, Komandan Tentara Dai
Nippon. Selain itu, ada pula perwakilan dari pihak Sekutu yakni Brigadir Jenderal Bethel.
Perdamaian antara kedua belah pihak pun terjadi pada 20 Oktober 1945, pihak Sekutu
melucuti seluruh persenjataaan para tentara Jepang. Peristiwa Pertempuran Lima Hari
kemudian dikenang dengan pembangunan Tugu Muda di Simpang Lima, Kota Semarang.
Dikutip dari Monumen Perjuangan: Volume 2 (2008), pembangunan Tugu Muda dimulai
pada 1952 dan diresmikan oleh Presiden Sukarno tanggal 20 Mei 1953. dr. Kariadi, dokter
5
sekaligus Kepala Laboratorium Dinas Pusat yang dikabarkan diracuni oleh tentara
Jepang. Nama dr. Kariadi kemudian diabadikan untuk nama rumah sakit di Semarang.
6
termasuk yang paling awal dikuasai oleh mereka. Respons laskar- laskar pemuda di
Surabaya pun tak menunggu lama. Pada hari yang sama dengan penebaran pamflet dari
Hawthorn, sekitar jam 2 siang, pelor pertama pertempuran Surabaya 1945 meletup.
Kontak senjata itu berlarut hingga 3 hari. Bentrok besar mulai terjadi di tanggal 28
Oktober 1945, saat pasukan sekutu dikepung 2000 tentara Indonesia dan 140-an ribu
massa pemuda.
Sejumlah pertempuran terjadi di Benteng Miring, jalan Sikatan, penjara Koblen,
Kaliasin, sampai di sekitar BPM Wonokromo, dan banyak titik lainnya. Adu senjata
sempat mereda setelah rombongan pimpinan RI, Soekarno, Mohammad Hatta, serta Amir
Sjarifuddin mendatangi Surabaya pada 29 Oktober 1945. Perundingan yang melibatkan
tiga pimpinan Republik, juga tokoh pemuda seperti Sumarsono dan Bung Tomo, bersama
Mallaby itu menyepakati gencatan senjata. Catatan Basis Susilo dalam jurnal Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik (Vol. 30, 2017) memberi penjelasan, bahwa sejak awal Mallaby
menduga kekuatan Sekutu di Surabaya belum cukup andal untuk mengatasi amukan para
pemuda. Sebab demikian, ia bersedia berunding dengan Gubernur Soerjo sehari usai
pasukannya mendarat di Tanjung Perak. Namun sikap itu justru ditentang atasan Mallaby,
Douglas Hawthorn. Komandan Divisi India Inggris ke-23 tersebut menilai gerakan
Mallaby terlalu lamban. Maka, dia segera menginstruksikan kepada Mallaby agar
menduduki Surabaya secepatnya. Itulah kenapa perundingan Mallaby dan Gubernur
Soerjo pada 26 Oktober 1945 tidak ada artinya. Penebaran pamflet Hawthorn sebenarnya
juga ditolak Mallaby. Semula, Hawthorn memerintahkan penebaran pamflet ke beberapa
kota di Jawa. Isi pesannya jelas provokatif: "all Indonesians must surrender their weapons
within 48 hours." Begitu tahu ada penebaran pamflet, Mallaby menelegram Hawthorn
guna mencegah penebarannya di Surabaya. Namun, Hawthorn tidak menanggapi. Tanpa
sepengetahuan Mallaby, pamflet- pamflet mendarat di Surabaya pada Kamis pagi, 27
Oktober.
Kekhawatiran Mallaby kenyataannya terbukti, pasukannya kewalahan menghadapi
serbuan massa pemuda dan tentara Republik di Surabaya pada 27-29 Oktober. Dalam
Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949)
(2014), dijelaskan bahwa arek-arek Suroboyo sebenarnya telah mendesak posisi tentara
Sekutu. Pos-pos tentara Sekutu, seperti Benteng Miring dan Gedung Internatio, sudah
7
nyaris direbut. Hawthorn tidak mengira Surabaya sulit dikendalikan. Soehario
Padmodiwirio dalam Memoar Hario Kecik: Autobiografi Seorang Mahasiswa Prajurit
(1995) menulis Hawthorn terpaksa memohon pada Presiden dan Wakil Presiden RI,
Soekarno-Hatta untuk meredakan amukan massa di Surabaya. Kesepakatan antara
Soekarno, Hatta, dan Amir Sjarifuddin dengan Mallaby pada 29 Oktober 1945 memang
terwujud. Namun, gencatan senjata tidak benar-benar terjadi sebab banyak bentrok kecil
tetap berlangsung. Para pendukung Republik pun masih bersiap menumpas pasukan
Sekutu. Pada 30 Oktober 1945, Hawthorn akhirnya datang ke Surabaya. Dia menghadiri
perundingan yang menyepakati pembatalan pamflet 27 Oktober. Kemudian, ia segera
balik ke Jakarta pada hari yang sama, demikian pula Soekarno-Hatta.
Setelah perundingan yang dihadiri oleh Hawthorn usai, Mallaby dan petinggi Surabaya
melakukan pawai mobil guna menyampaikan kesepakatan damai agar pertempuran
mereda. Mallaby bersama ketua KNI Karasidenan Surabaya, Doel Arnowo sempat duduk
berdua di kap mesin sebuah mobil. Setelah melintasi Gedung Lindeteves, mobil Mallaby
menuju ke Jembatan Merah. Namun, mobil Mallaby terhenti di depan Gedung Internatio
karena kerumunan massa. Pasukan Inggris pada waktu yang sama masih bertahan di
Gedung Internatio, tetapi terpojok oleh kepungan massa pemuda. Berdasarkan sejumlah
kesaksian, Mallaby terjebak di tengah kerumunan massa itu. Baku tembak lantas terjadi
antara massa pemuda dan tentara Inggris. Selepas senja 30 Oktober 1945, Mallaby tewas
tertembak disertai granat yang meremukkan mobilnya. Kematian Mallaby membikin kubu
Sekutu marah besar. Sehari berselang, panglima AFNEI, Letnan Jenderal Philip Christison
mengancam mengerahkan semua kekuatan militernya di Indonesia untuk menggempur
Surabaya jika pembunuh Mallaby tidak diserahkan. Ancaman ini tidak digubris.
Sepeninggal Mallaby, tugasnya diambil langsung oleh Panglima Divisi Infantri 5, Mayor
Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Secara tidak mencolok, Mansergh mengerahkan
24 ribu tentara ke Surabaya selama 4-9 November 1945. Puluhan tank dan pesawat
tempur juga ia datangkan. Mansergh memanggil Gubernur Soerjo menghadap ke
kantornya di Batavia Weg, tepat pada Jumat 9 November. Ia menyerahkan ultimatum
yang ditujukan pada All Indonesians of Soerabaya. Isinya berupa ejekan sarkas, seperti
ditulis oleh Soehario Padmodiwirio (1995), sebagai berikut: “Mereka harus datang dengan
berbaris satu per satu serta membawa segala macam senjata yang ada pada mereka.
8
Segala senjata tersebut diletakkan (ditaruhkan) di tanah pada suatu tempat yang jauhnya
seratus meter dari tempat pertemuan itu. Dan kemudian mereka itu harus datang ke muka
dengan kedua belah tangannya diangkat ke atas kepalanya masing-masing dan mereka
akan ditahan, serta harus menandatangani penyerahan dengan tidak pakai perjanjian apa
pun.” Ultimatum itu memicu kemarahan arek- arek Suroboyo. Perang tidak terelakkan
keesokan harinya, 10 November 1945. Hari itu, hujan mortir dari udara dan laut menyerbu
Surabaya. Pertempuran sengit kemudian berlangsung hingga 3 pekan lamanya. Merle
Calvin Ricklefs, dalam A History of Modern Indonesia Since c. 1300, mencatat ada 6
ribuan korban dari pihak Indonesia dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945.
Sebaliknya, kubu Sekutu kehilangan sekitar 600 prajurit. Keunggulan persenjataan
memang membuat 30.000 tentara Sekutu (mayoritas prajurit Inggris-India) berhasil
mendesak kekuatan Republik yang berjumlah empat kali lipat. Namun, mental para
pejuang Indonesia tidak lantas rontok. Tewasnya Mallaby, disusul kematian Brigadir
Jenderal Robert Guy Loder-Symonds yang pesawatnya jatuh ditembak pada pagi 10
November, melanggengkan moral bertempur arek-arek Suroboyo. Meskipun harus
mundur ke luar kota, mereka tetap bertahan. Perang 10 November 1945 juga membuat
kubu Sekutu tidak lagi menyepelekan kekuatan Republik Indonesia. Inggris bahkan
menyokong perundingan Belanda-Indonesia untuk penyelesaian konflik pada tahun 1946.
Meski tidak melahirkan kesepakatan, adanya perundingan menunjukkan Inggris maupun
Belanda secara politik mengakui eksistensi Republik Indonesia.
Pendaratan tentara Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan sekutu dan NICA yang
disediakan untuk mengambil alih pemerintahan. Awalnya, rakyat Medan, Sumatera Utara
menyambut kedatangan dengan baik. Karena, mereka datang ke Indonesia untuk
mengurus tawanan perang yang ditahan oleh Jepang. Sehingga, mereka diperbolehkan
tinggal di beberapa hotel yang ada di Medan. Namun rupanya, mereka diam-diam
9
mempersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan Indonesia. Hingga suatu ketika,
terjadi keributan di hotel yang ditinggali. Keributan berawal dari pemuda Indonesia yang
memakai lencana merah putih direbut oleh Sekutu dan NICA. Tidak hanya itu, mereka
juga menginjak-injak. Hal itu, sontak memancing kemarahan pemuda Indonesa, terutama
yang berada di Medan. Insiden inilah yang menjadi penyebab terjadinya Pertempuran
Medan Area.
Pertempuran Medan Area terjadi pada 13 Oktober 1945 antara pemuda dan Tentara
Keamanan Rakyat bertempur melawan Sekutu dan NICA. Pertempuran juga dalam upaya
merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang. Inggris
mengeluarkan ultimatum untuk bangsa Indonesia supaya menyerahkan senjata untuk
sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Karena belum berhasil, pada 1 Desember
1945, Sekutu memasang papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area (batas
resmi wilayah Medan) di beragam pinggiran kota Medan. Perilaku Sekutu makin
menggelorakan perlawanan pemuda Indonesia. Pada 10 Desember 1945, Sekutu dan
NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini
menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak.
Pada April 1946, Sekutu sukses menguasai kota Medan. Pusat perjuangan rakyat
Medan dipindahkan ke Pematangsiantar. Kemudian, diadakan pertemuan di antara para
komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Hasilnya adalah membentuk satu
komando bernama Komando Resimen Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di
kota Medan. Maka pada Agustus 1946, Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area
berhasil dibentuk. Komando ini terus menyerang Sekutu di wilayah Medan. Sampai
akhirnya, pemberontakan melawan Sekutu di Medan terus berlanjut hingga berakhir
kekuasaan Belanda di Indonesia pada 1949.
10
memicu kemarahan pada penduduk setempat. Hubungan pun semakin runyam saat Sekutu
mulai melucuti senjata anggota Angkatan Darat Indonesia.
11
peristiwa Bandung Lautan Api diawali dengan datangnya pasukan Sekutu/Inggris pada
12 Oktober 1945. Beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pasukan Sekutu
yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke
Indonesia usai memenangkan Perang Dunia II melawan Jepang. Mohamad Ully
Purwasatria dalam penelitian bertajuk "Peranan Sukanda Bratamanggala dan Sewaka di
Bandung Utara dalam Mempertahankan Kemerdekaan Tahun 1945-1948" (2014),
menyampaikan, awalnya kedatangan mereka hanya untuk membebaskan tentara Sekutu
dari tahanan Jepang. Namun, ternyata Belanda atau NICA membonceng pasukan Sekutu
dan ingin menguasai Indonesia lagi. Bergolaklah perlawanan dari prajurit dan rakyat
Indonesia atas kehadiran Belanda.
12
selatan rel kereta api ke arah selatan sejauh 11 kilometer. Gelombang pengungsian
semakin membesar setelah matahari tenggelam.
Pembumi hangusan Bandung pun dimulai. Warga yang hendak meninggalkan rumah
membakarnya terlebih dahulu. Pasukan TRI punya rencana yang lebih besar lagi. TRI
merencanakan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00, namun rencana ini tidak
berjalan mulus karena pada pukul 20.00 dinamit pertama telah meledak di Gedung
Indische Restaurant. Lantaran tidak sesuai rencana, pasukan TRI melanjutkan aksinya
dengan meledakkan gedung-gedung dan membakar rumah-rumah warga di Bandung
Utara. Malam itu, Bandung terbakar dan peristiwa itu kemudian dikenal dengan sebutan
Bandung Lautan Api.
Selama gelombang pendaratan ini, telah terjadi pergesekan antara pasukan Belanda
dengan para penduduk lokal. Salah satunya, sebagaimana dicatat Tirtoprojo dalam Sejarah
Revolusi Nasional Indonesia (1963), ketika pendaratan kapal Abraham Gryns pada
tanggal 25 Oktober 1945, para awak yang membawa senjata merampok beberapa karung
beras dan tepung milik penduduk. Bahkan, di hari kedua dan ketiga, awak kapal tersebut
merampas bendera merah putih yang ada di depan kantor Bea Cukai Pelabuhan Buleleng,
dan selanjutnya mengganti dengan mengibarkan bendera Belanda. Ketegangan pun terus
meningkat dan menyebar ke seluruh Bali.
Komandan Resimen Sunda Kecil, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang
mengetahui informasi itu kemudian tersebut, kemudian langsung berkonsultasi ke Markas
Besar Umum Tentara Republik Indonesia (TRI) di Yogyakarta. Atas seizin mabes,
Resimen Sunda Kecil menyiapkan serangan ke Bali. Awalnya, Ngurah Rai hanya meminta
13
pengiriman senjata untuk penyerangan ke Bali yang sudah diduduki Belanda dan NICA.
Namun, Resimen Sunda Kecil juga meminta pasukan tambahan.
Melansir laman Forum Kajian Pertahanan Maritim (FKPM), tercatat ada 3 rombongan
yang datang ke Bali. Pertama, yakni rombongan Waroka yang mendarat di Celukan, Bali
pada 4 April 1946. Lalu disusul dua rombongan lagi sehari setelahnya; pasukan I Gusti
Ngurah Rai di Yeh Kuning, dan rombongan Kapten Markadi yang bergerak dari
Banyuwangi ke Candi Kusuma. Dengan pasukan pimpinan Kapten Markadi inilah, tentara
Belanda melakukan kontak senjata, yang berujung pada peristiwa Pertempuran Selat Bali
5 April 1946.
14
menembak target. Dalam proses kontak senjata itu, Kapten Markadi memerintahkan
Pasukan M serempak melemparkan granat ke arah dua LCM Belanda. Granat-granat pun
meledak di atas kapal Belanda dan diperkirakan menewaskan empat awaknya. LCM lain
langsung melarikan diri dengan keadaan terbakar di bagian dek dan lambung kapal.
Sambil mundur ke arah Gilimanuk, LCM itu terus menembak, tetapi tidak ada yang
kena sasaran. Pada akhirnya diketahui, berdasarkan laporan Angkatan Laut Belanda, LCM
tersebut dikabarkan kembali beroperasi setelah diperbaiki. Pertempuran yang berlangsung
kira-kira 15 menit itu adalah perang laut pertama yang dimenangi angkatan perang
Indonesia setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pertempuran itu, korban dari
Pasukan M yang gugur atas nama Sumeh Darsono dan Tamali yang mengalami luka
tembak.
Pertempuran puputan margarana dimulai pada saat dua batalyon pasukan NICA
mendarat di Bali. Semula, kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara
Jepang pada tanggal 2 Maret 1946. Hadirnya pasukan Belanda di Pulau Dewata tentu saja
ditentang oleh kaum pejuang republik dan rakyat Bali. Mulai terjadilah pertempuran-
pertempuran kecil antara para pejuang Bali dengan Belanda. NICA mengajak berundingan
melalui surat melalui surat dari Letnan Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai
selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (Bali
dan Nusa Tenggara) dan sekitarnya. I Gusti Ngurah Rai dengan tegas menolak
perundingan tersebut. Ia menegaskan, selama Belanda masih menginjakkan kaki di Bali,
perlawanan pejuang dan rakyat akan terus dilakukan.
15
19 November 1946 malam hari, senjata prajurit NICA yang sedang berada di Tabanan
direbut oleh tentara rakyat pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Aksi ini membuat Belanda
murka.
16
gerakan militer. Setelah beberapa minggu tidak ada keputusan, akhirnya pada 25
Agustus 1947 usul AS diterima sebagai keputusan DK PBB. Usul AS adalah
pembentukan Committee of Good Officer (Komisi Jasa-Jasa Baik) untuk membantu
kedua belah pihak menyelesaikan pertikaian. Atas dasar putusan DK PBB tersebut,
pada 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, RI memilih Australia, dan kedua
negara memilih negara ketiga yaitu AS. Komisi jasa-jasa baik, selanjutnya disebut
KTN (Komisi Tiga Negara), yang beranggotakan Dr. Frank Graham (AS), Paul Van
Zeelan (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).
Dalam satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan
melakukan pukulan-pukulan secara teratur kepada musuh. Serangan umum yang
dilaksanakan terhadap kota-kota yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh
pasukan TNI dan yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota
Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Suharto.
Dalam masa perjuangan itu para pelajar membentuk tentara-tentara pelajar. Para
pelajar di Jawa Timur membentuk Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI) dan
Tentara Genie Pelajar (TGP) yang terdiri dari pelajar sekolah teknik.
17
2.10 Serangan Umum 1 Maret 1949
Peristiwa ini berawal ketika Belanda melakukan pendudukan terhadap Yogyakarta,
yang berstatus sebagai ibu kota Republik Indonesia. Ibu kota negara saat itu dipindahkan
dari Jakarta ke Yogyakarta karena situasi yang tidak aman setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Menjelang terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949, kondisi Yogyakarta sebagai ibu
kota sangat tidak kondusif. Hal ini dikarenakan Belanda mengeluarkan propaganda ke
dunia internasional bahwa Republik Indonesia (RI) sudah hancur dan tentara Indonesia
sudah tidak ada.
Letkol Wiliater Hutagalung yang menjabat sebagai penasihat Gubernur Militer III
kemudian mengemukakan gagasan, yang telah disetujui oleh Panglima Besar Soedirman
dan kemudian dibahas bersama-sama. Setelah dilakukan perundingan, gagasan yang
diajukan oleh Hutagalung akhirnya disetujui, yaitu melakukan “serangan besar” terhadap
satu kota besar. Namun, Kolonel Bambang Sugeng yang berstatus sebagai Panglima
Divisi III/GM III bersikukuh bahwa yang harus diserang adalah Yogyakarta.
18
Pasukan yang terdiri atas TNI dan berbagai kalangan rakyat menyusun rencana
serangan balik terhadap tentara Belanda. Setelah perencanaan yang matang, tepat pukul
06.00 WIB tanggal 1 Maret 1949 sirine dibunyikan, tanda serangan dimulai. Serangan
umum dilancarkan dari segala penjuru kota. Pasukan Belanda tidak menduga akan ada
serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI
berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta. Dalam Serangan Umum
TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil
mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah
tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 mendatangkan dukungan
internasional terhadap bangsa Indonesia.
Peristiwa ini berawal dari Serangan Umum 1 Maret 1949 yang membuka mata dunia
bahwa Republik Indonesia masih ada. Setelahnya terjadi Perjanjian Roem Royen yang
dimulai sejak 14 April 1949 hingga disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949 di
Hotel Des Indes, Jakarta. Salah satu isi Perjanjian Roem Royen yaitu Belanda akan
mengembalikan kegiatan pemerintahan Republik Indonesia ke Kota Yogyakarta sebagai
ibu kota negara sementara. Selain itu, Belanda juga mengundang Indonesia untuk
menghadiri Konferensi Meja Bundar yang akan digelar pada akhir tahun 1949.
19
Dalam rangka penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta yang akan digantikan oleh
TNI, Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda telah disepakati persetujuan
“Suspension of Arm”. Pada tanggal 10 Mei 1949 Komandan Brigade T Kolonel van
Langen, memerintahkan kepada pasukannya yang berada di Yogyakarta untuk
menghindarkan pertempuran-pertempuran dengan pasukan Republik Indonesia.
Selanjutnya Menteri Negara Republik Indonesia/Koordinator Keamanan, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX memerintahkan kepada Komandan TNI di Yogyakarta untuk
menghindarkan pertempuran dengan Belanda yang diulang lagi dengan perintah baru
tanggal 23 Juni 1949. Pada hari yang sama diterima berita dari pihak Belanda yang
memberitahukan bahwa tentara mereka akan ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 24 Juni
1949 mulai pukul 12.00 dari Pos Wonosari. Penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta
kemudian baru dilangsungkan pada 29 Juni 1949 secara serentak mulai dari selatan ke
utara dan keluar dari kota ke jurusan Magelang. Pada hari itu pula secara resmi kedudukan
Yogyakarta kembali berfungsi sebagai ibu kota negara sementara.
Serangan Umum Surakarta ini telah memakan kurang lebih 190 penduduk sipil
Indonesia. Akan tetapi, di balik dampak tersebut, terdapat dampak positif yang juga dapat
diambil. Serangan yang dilakukan Tentara Pelajar berhasil memperkuat posisi tawar
politik di Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), Den Haag. Hasilnya, kedaulatan
Republik Indonesia diakui pada 27 Desember 1949.
Kejadian ini bermula pada awal Agustus 1949, Panglima Divisi II Surakarta, Kolonel
Gatot Subroto jatuh sakit. Kejadian ini turut membuat tentara Surakarta merasakan pilu.
Kondisi di Surakarta juga semakin menegangkan setelah diketahui markas Kolonel Gatot
Subroto diserang oleh Belanda hingga hancur. Serangan itu dipimpin oleh Letnan van
Heek. Ia menggelar operasi militer dengan kode "steenwijk". Fokus utama dari operasi ini
20
adalah pusat gerilya di Desa Balong, tempat persembunyian pemancar radio republik.
Beruntungnya, Gatot Subroto bersama pasukannya telah lebih dulu berhasil meninggalkan
markas sebelum serangan terjadi.
Kehancuran markas Subroto ini kemudian menyulut kemarahan anak buahnya. Mayor
Achmadi, komandan Detasemen Tentara Pelajar Brigade XVII dan Sub Wehrkreise
(SWK) 106 Ardjuna, ingin balas dendam. Rencananya, serangan akan dilakukan pada 7
Agustus 1949. Target utamanya adalah merebut posisi strategis sebelum Jenderal
Soedirman memerintah untuk memberhentikan baku tembak. Selain untuk balas dendam,
Serangan Umum Surakarta juga terjadi dengan didasari keinginan para pejuang
kemerdekaan untuk menunjukkan bahwa Indonesia masih ada dan kuat.
Serangan Umum Surakarta dimulai pukul 06.00 pagi tanggal 7 Agustus 1949. Pada
hari itu, pasukan SWK 106 Ardjuna menyusup dan menguasai perkampungan di
Surakarta. Kemudian, sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan, pasukan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) menyerang Belanda dari semua penjuru. Di hari kedua, 8
Agustus 1949, pertempuran terjadi hingga tengah malam. Kala itu, TNI membantu
serangan dengan memasang berbagai rintangan di jalan sekitas Pasar Kembang. Akan
tetapi, rencana ini telah diketahui oleh Belanda. Akibatnya, terdapat 26 orang yang
ditangkap Belanda, termasuk wanita dan anak-anak. Kemudian, Belanda membunuh 24
dari mereka yang berhasil ditangkap.
Kian hari kondisi Belanda semakin terdesak. Pesawat Dakota milik Belanda juga
ditembaki ketika hendak mendarat di Landasan Udara Panasan (Bandara Adi Soemarmo).
Kemudian, pada 10 Agustus 1949, Slamet Riyadi bersama pasukannya, Brigade V,
melancarkan aksinya. Slamet Riyadi menyebut serangan ini sebagai Afscheidsaanval atau
serangan perpisahan. Pada akhirnya, serangan ini benar-benar sebagai serangan
perpisahan. Pada 11 Agustus 1949, keduanya memutuskan untuk melakukan gencatan
senjata.
Akan tetapi, Belanda tetap melakukan serangan. Pada 11 Agustus 1949, Belanda
menyerang warga di beberapa lokasi. Akibatnya, beberapa penduduk sipil tewas. Siang
harinya, Kolonel van Ohl mewakili Belanda berunding bersama Slamet Riyadi. Dalam
perundingan ini, Belanda meminta Indonesia untuk menarik mundur pasukannya sampai
21
batas kota. Selain itu, barikade juga harus dibersihkan. Setelah mendapatkan keputusan,
urusan keamanan kota kemudian diserahkan kepada Mayor Achmadi selaku Komando
Militer Kota Solo, tanggal 24 Agustus 1949.
22
Bab 3
3.1 Kesimpulan
Dari peristiwa pertempuran bojong kokosan, pertempuran 5 hari di Semarang sampai
ke serangan umum Surakarta memakan banyak korban jiwa dari pihak Indonesia maupun
pihak sekutu. Pertempuran-pertempuran ini juga bentuk perlawanan Indonesia melawan
sekutu dan kolonial dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia agar tidak jatuh ke
tangan Belanda lagi.
23
Daftar Pustaka
Lukman Hadi Subroto (2022) “Mengapa Sekutu Datang ke Indonesia Setelah Perang
Dunia II Selesai?
https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/19/130000579/mengapa-sekutu-datang-ke-
indonesia-setelah-perang-dunia-ii-selesai-?page=all
Lukman Hadi Subroto (2022) “Mengapa Sekutu Datang ke Indonesia Setelah Perang
Dunia II Selesai?”
https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/19/130000579/mengapa-sekutu-datang-ke-
indonesia-setelah-perang-dunia-ii-selesai-?page=all#:~:text=Alasan%20Sekutu%20datang
%20ke%20Indonesia,Jepang%20dalam%20Perang%20Dunia%20II.&text=Sehingga%2C
%20tujuan%20awal%20kedatangan%20Sekutu,adalah%20untuk%20melucuti%20tentara
%20Jepang
https://www.gramedia.com/literasi/pertempuran-pasca-kemerdekaan/
https://amp.kontan.co.id/news/5-pertempuran-yang-terjadi-setelah-kemerdekaan-indonesia
Iswara N Raditya (2022) “Kronologi Pertempuran Surabaya: Sejarah, Latar Belakang &
Dampak”
https://tirto.id/kronologi-pertempuran-surabaya-sejarah-latar-belakang-dampak-gaMi
https://tirto.id/sejarah-puputan-margarana-latar-belakang-jalannya-perang-tokoh-gbgq
24
Adit Albertus (2022) “Rangkuman Agresi Militer Belanda I dan II”
https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/09/111334771/rangkuman-agresi-militer-
belanda-i-dan-ii
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-pertempuran-surabaya/
Vanya Karunia Mulia Putri (2021) “Puputan Margarana, Pertempuran Rakyat Bali
Mengusir Belanda"
https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/16/131749269/puputan-margarana-
pertempuran-rakyat-bali-mengusir-belanda
Aisyah Novia (2022) “Serangan Umum 1 Maret 1949: Latar Belakang, Dampak, dan
Akhir Peristiwa”
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5963527/serangan-umum-1-maret-1949-latar-
belakang-dampak-dan-akhir-peristiwa#:~:text=Serangan%20Umum%201%20Maret
%201949%20dilatarbelakangi%20dari%20Agresi%20Militer%20Belanda,dan
%20tentaranya%20sudah%20tidak%20ada.
Fandy (2021) “Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Latar Belakang dan Jalannya
Penyerangan”
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-serangan-umum-1-maret/
https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/26/113000669/serangan-umum-1-maret-
1949?page=all
https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/02/14/230715178/peristiwa-yogya-kembali-
latar-belakang-kronologi-dan-dampak?page=all
25
Prabowo Gama (2020) “Peristiwa Yogya Kembali”
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/09/173350669/peristiwa-yogya-kembali?
page=all
https://regional.kompas.com/read/2023/01/26/223917378/serangan-umum-surakarta-
perang-4-hari-4-malam-akibat-agresi-militer-belanda?page=all
Abdul Hadi (2021) “Sejarah Pertempuran Bojong Kokosan: Penyebab, Kronologi dan
Dampak”
https://tirto.id/sejarah-pertempuran-bojong-kokosan-penyebab-kronologi-dan-dampak-
giPK
https://daerah.sindonews.com/berita/1065441/29/pertempuran-bojong-kokosan-
perlawanan-rakyat-sukabumi-terhadap-sekutu?showpage=all
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/22/161749679/pertempuran-ambarawa-latar-
belakang-tokoh-akibat-dan-akhir?page=all
Silmi Nurul Utami (2022) “Pertempuran Ambarawa: Sejarah Terjadinya dan Tokoh-
tokohnya”
https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/25/203000369/pertempuran-ambarawa--
sejarah-terjadinya-dan-tokoh-tokohnya?page=all
Prabowo Gama (2020) “Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan Kemerdekaan
Indonesia”
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/03/174008969/kekalahan-jepang-dalam-
perang-pasifik-dan-kemerdekaan-indonesia?page=all
26
Mustaqim Aji Negoro (2021) “Kekalahan Jepang, Desakan Para Pemuda, dan
Kemerdekaan Indonesia”
https://tirto.id/kekalahan-jepang-desakan-para-pemuda-dan-kemerdekaan-indonesia-giAy
Ahmad Efendi (2021) “Sejarah Pertempuran Selat Bali: Perang Laut Pertama usai
Proklamasi”
https://tirto.id/sejarah-pertempuran-selat-bali-perang-laut-pertama-usai-proklamasi-giHE
Yuda Prinada (2021) “Pertempuran Medan Area: Sejarah, Kronologi, dan Akhir Perang”
https://tirto.id/pertempuran-medan-area-sejarah-kronologi-dan-akhir-perang-gbnU
https://tirto.id/sejarah-peristiwa-bandung-lautan-api-penyebab-kronologi-tokoh-gajf
Vanya Karunia Mulia Putri (2022) “Bandung Lautan Api: Latar Belakang Peristiwa dan
Tokoh Pentingnya”
https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/26/120000569/bandung-lautan-api--latar-
belakang-peristiwa-dan-tokoh-pentingnya?page=all
https://tirto.id/sejarah-pertempuran-5-hari-di-semarang-kronologi-terjadi-tanggal-ga6i
https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/10/150000179/pertempuran-lima-hari-di-
semarang?page=all
27