Anda di halaman 1dari 31

REVOLUSI MILITER

Diperuntukkan untuk memenuhi tugas pada mata pelajaran sejarah indonesia

Kelompok 05 :

Dwi Ananda Friska (18)

Farras Shidqi (19)

Chisylia Nur Ayu Sholikhin (15)

Rina Puji Astutik Nur Aini (29)

Aryan Farrel Zarhary (11)

Meilandri Frezzy Aditya (24)

Bintang Rinjani (14)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 JEMBER

TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta kemudahan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
tentang Sejarah “Revolusi Militer”. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal
dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari segala hal tersebut,
Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini
bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Jember, 18 Januari 2023

ii
Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

REVOLUSI MILITER.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan......................................................................................................................................1
1.1 Latar belakang.........................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................................................2
1.3 Tujuan & manfaat....................................................................................................................2
Bab 2 Isi........................................................................................................................................................4
2.1 Pertempuran Bojong Kokosan................................................................................................4
2.2 Pertempuran 5 hari Semarang................................................................................................6
2.3 Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya...............................................................7
2.4 Pertempuran Medan Area.....................................................................................................10
2.5 Pertempuran Ambarawa.......................................................................................................11
2.6 Peristiwa Bandung Lautan Api.............................................................................................12
2.7 Peristiwa Pertempuran Selat Bali.........................................................................................14
2.8 Pertempuran Puputan Margarana.......................................................................................16
2.9 Agresi Militer 1 & 2................................................................................................................17
2.9.1 Agresi Militer 1....................................................................................................................17
2.9.2 Agresi Militer 2....................................................................................................................18
2.10 Serangan Umum 1 Maret 1949..............................................................................................19
2.11 Peristiwa Yogya Kembali.......................................................................................................20
2.12 Serangan Umum Surakarta...................................................................................................21
Bab 3............................................................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................24
3.2 Kritik & saran........................................................................................................................24
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................25

iv
Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar belakang


Kedatangan NICA atau pemerintahan sipil Hindia Belanda dan Sekutu ke Indonesia
berawal dari kekalahan Jepang pada 15 Agustus 1945. Kekalahan ini membuat sekutu
memiliki hak khusus atas kekuasaan Jepang di berbagai wilayah termasuk Indonesia.
Kekalahan Jepang ini sangat berarti bagi Sekutu karena Sekutu memiliki hak katas
kekuasaan di berbagai wilayah bekas jajahan Jepang termasuk Indonesia.

Untuk itu sekutu datang ke Indonesia dengan tujuan untuk melucuti tentara Jepang
yang kalah dalam Perang Dunia II. Selain itu sekutu juga ingin mengembalikan
pemerintahan sipil yang telah dijajah Jepang. Tetapi sebelum sekutu datang ke Indonesia
pihak Belanda terlebih dahulu menandatangani Civil Affairs Agreement dengan Inggris.

Perjanjian ini mengatur pemindahan kekuasaan di Indonesia dari British Mililtary


Administration kepada Netherland Indies Civil Administration (NICA) pada 24 Agustus
1945. Oleh sebab itu, terbentuklah NICA yang membonceng tentara sekutu untuk
mengembalikan Indonesia kepada Belanda. Pada 20 Oktober 1945, Sekutu yang
dipimpin Brigadir Bethel datang ke Indonesia. Maksud mereka adalah untuk menerima
penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan para tawanan perang Jepang di
Indonesia, dan melucuti senjata para tawanan.

Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah sekutu melakukan aksi
serangan dua bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki
(9 Agustus 1945). Peristiwa menyerahnya Jepang ini juga secara resmi ditandatangani di
kapal perang USS Missouri di Teluk Tokyo yang ditandatangani oleh Menteri Luar
Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu sebagai wakil pemerintah sipil dan Jenderal Umezu
sebagai wakil militer di geladak kapal perang USS Missouri. Kemudian Kolonel
Douglas MacArthur selaku perwakilan PBB pada 2 September 1945.

1
Kekalahan Jepang ini juga disembunyikan oleh pasukan Jepang dari Indonesia
tetapi, berita tersebut terdengar dari salah satu tokoh tanah air yaitu Sutan Syahrir. Sutan
Syahrir yang mendengar berita tersebut dengan segera menindak lanjutinya dengan
mengajak para pejuang golongan muda untuk mendesak Soekarno agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Jepang yang kalah dalam perang harus menyerahkan kekuasaan di Indonesia kepada
Sekutu, pasukan Jepang yang ada di Indonesia diwajibkan menjaga Indonesia karena
kekosongan kekuasaan di Indonesia.

1.2 Rumusan masalah


1) Bagaimana terjadinya peristiwa pertempuran Bojong Kokosan ?
2) Bagaimana terjadinya peristiwa 5 hari Semarang ?
3) Bagaimana terjadinya peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya?
4) Bagaimana terjadinya pertempuran Medan Area ?
5) Bagaimana terjadinya pertempuran Ambarawa ?
6) Bagaimana terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api ?
7) Bagaimana terjadinya peristiwa pertempuran Selat Bali ?
8) Bagaimana terjadinya peristiwa pertempuran Puputan Margarana ?
9) Bagaimana terjadinya Agresi Militer 1 & 2 ?
10) Bagaimana terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949 ?
11) Bagaimana terjadinya peristiwa Yogya Kembali ?
12) Bagaimana terjadinya Serangan Umum Surakarta ?
1.3 Tujuan & manfaat
1) Bagi guru
Bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap siswa-siswi mengenai pendalaman
materi yang ada dimakalah
2) Bagi siswa dan siswi
Bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari revolusi militer setelah
kemerdekaan Indonesia

2
Bab 2 Isi

2.1 Pertempuran Bojong Kokosan


Desa Bojong Kokosan merupakan tempat terjadinya peristiwa Perang Konvoi atau
lebih dikenal dengan Pertempuran Bojong Kokosan melawan tentara Inggris dan NICA
pada tahun 1945 sampai 1946. Pertempuran Bojong Kokosan ini merupakan perang
konvoi pertama (The First Convoy Battle) dan menjadi cikal bakal dari peristiwa Bandung
Lautan Api.

Terjadinya Pertempuran Bojong Kokosan dimulai ketika pasukan tentara Inggris,


Gurkha, dan NICA sebanyak satu batalyon berusaha masuk ke Sukabumi. Kedatangan
tentara sekutu ke Sukabumi dilatar belakangi oleh tiga tujuan utama yaitu, mengambil
tawanan Jepang di daerah Sukabumi dan sekitarnya, memberikan bantuan ke Bandung
yang pada saat itu sedang terjadi pergolakan antara pihak pemuda dengan tentara sekutu
dan menjaga kelancaran hubungan jalan darat antara Bogor - Sukabumi - Cianjur.
Peristiwa di Bojong Kokosan merupakan salah satu faktor penyebab dari peristiwa
Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946.

Hal ini disebabkan karena daerah jalur Jakarta – Bogor – Sukabumi - Bandung
merupakan urat nadi kekuatan sekutu untuk menguasai daerah yang dilalui jalur tersebut.
Pertempuran Bojong Kokosan atau perang konvoi ini terjadi dalam dua periode. Pertama
terjadi pada tanggal 9 sampai 12 Desember 1945, kedua terjadi dari tanggal 10 sampai 14
Maret 1946.

Dimana pertempuran ini berawal dari berita yang diterima prajurit TKR Sukabumi di
Pos Cigombong tentang kedatangan tentara Inggris, Gurkha, dan NICA yang berusaha
memasuki wilayah Sukabumi. Pimpinan Kompi III saat itu, Kapten Murad dan laskar
rakyat Sukabumi segera menghadang dan menduduki tempat pertahanan di pinggir tebing
utara dan selatan jalan di Bojongkokosan. Penghadangan yang dilakukan oleh rakyat
Sukabumi dan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR ini menyebabkan terjadinya
pertempuran sengit yang dikenal dengan nama Pertempuran Bojong Kokosan. Barisan

3
pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat oleh senjata rampasan
dari tentara Jepang. Selain pasukan TKR, penghadangan terhadap sekutu juga dilakukan
oleh Laskar Rakyat Sukabumi seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hizbullah
pimpinan Haji Akbar dan Pesindo. Penghadangan ini terjadi sepanjang 81 kilometer.
Dimulai dari daerah Cigombong, Bogor sampai dengan Ciranjang, Cianjur.

Sementara, pertahanan pasukan sekutu diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon,
dan truk berisi ribuan pasukan Gurkha. Konvoi yang dilakukan pasukan sekutu berhasil
masuk ke garis pertahanan TKR. Saat mendekati tebing Bojong Kokosan, pasukan TKR
segera melepaskan tembakan dan melakukan serangan. Pasukan tentara sekutu yang
bersenjatakan peralatan perang modern segera membombadir pertahanan pejuang dengan
tank baja, mortir, dan senapan mesin. Namun, tentara TKR berhasil meloloskan diri dari
serangan sekutu setelah terjadinya hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan Bojong
Kokosan.

Pertempuran kembali terjadi di sepanjang jalan Bojong kokosan hingga perbatasan


Cianjur seperti Ungkrak, Selakopi, Cikukulu, Situawi, Ciseureuh hingga Degung. Perang
juga meluas hingga lintasan Ngaweng, Cimahpar, Pasekon, Sukaraja, hingga Gekbrong di
perbatasan Sukabumi-Cianjur. Tentara sekutu yang dalam perjalanan ke Bandung dibuat
gentar oleh terjadinya penyerangan di Bojong Kokosan sehingga mengajak pemimpin
TKR dan pemerintah setempat untuk berunding. Diwakili Komadan Resimen III, Letnan
Kolonel Edi Sukardi, akhirnya usulan gencatan senjata disetujui. Namun, gencatan senjata
yang dirundingkan oleh komandan tentara sekutu ternyata hanya berlangsung sehari,
karena pada tanggal 10 Desember 1945, tentara sekutu kembali membombardir
Kecamatan Cibadak. Pengeboman itu tercatat dalam majalah Belanda Fighting Cocks
karangan Kolonel Doulton. Serangan pesawat-pesawat tempur yang dilakukan tentara
sekutu terhadap tentara TKR di Bojong Kokosan bahkan tercatat sebagai yang terbesar
sepanjang Perang Dunia II. Sekutu melakukan pengeboman udara setelah mengetahui
puluhan tentaranya tewas di tangan pasukan TKR. Pada persitiwa pengeboman itu, 73
pejuang meninggal dunia.

Sebagian nama pejuang yang gugur dalam Pertempuran Bojong Kokosan tercatat di
tugu Palagan Bojong Kokosan. Tidak hanya gugur, Peristiwa Bojong Kokosan juga

4
menewaskan dan melukai ratusan rakyat sipil. Ratusan rumah hancur setelah Angkatan
Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan. Sekutu mengebom
beberapa desa di Kompa, Parung Kuda, dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.

2.2 Pertempuran 5 hari Semarang


Pertempuran 5 Hari di Semarang terjadi pada tanggal 15 sampai dengan 19 Oktober
1945. Pertempuran Lima Hari atau yang juga disebut Palagan 5 Dina ini termasuk dalam
rangkaian sejarah kemerdekaan Indonesia seiring kalahnya Jepang dari Sekutu di Perang
Dunia II. Peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang melibatkan sisa-sisa pasukan
Jepang di Indonesia dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) atau angkatan perang
Indonesia saat itu sebelum menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejarah
Pertempuran Lima Hari di Semarang kemudian dikenang dengan dibangunnya sebuah
monumen yakni Tugu Muda di Simpang Lima di ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini.
Upaya penentangan dari para mantan prajurit Jepang mulai terlihat di Semarang.
Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan alasan mencari dan menyelamatkan
orang-orang Jepang yang ditawan. Menurut catatan Ahmad Muslih dan kawan-kawan
dalam buku ajar Ilmu Pengetahuan Sosial (2015:189), Pertempuran Lima Hari di
Semarang dimulai sejak 15 hingga 20 Oktober 1945. Pada dini hari tanggal 15 Oktober,
kurang lebih 2.000 orang dari Kidobutai mendatangi Kota Semarang.

Perang ini terjadi di empat titik di Semarang, yakni daerah Kintelan, Pandanaran,
Jombang, dan di depan Lawang Sewu (Simpang Lima). Lokasi konflik yang disebut
banyak menelan korban dan berdurasi paling lama adalah di Simpang Lima atau yang kini
disebut daerah Tugu Muda. Agar pertikaian tidak berlarut-larut, maka digelar perundingan
untuk mengupayakan gencatan senjata. Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono mewakili
Indonesia, sedangkan dari Jepang hadir Letnan Kolonel Nomura, Komandan Tentara Dai
Nippon. Selain itu, ada pula perwakilan dari pihak Sekutu yakni Brigadir Jenderal Bethel.

Perdamaian antara kedua belah pihak pun terjadi pada 20 Oktober 1945, pihak Sekutu
melucuti seluruh persenjataaan para tentara Jepang. Peristiwa Pertempuran Lima Hari
kemudian dikenang dengan pembangunan Tugu Muda di Simpang Lima, Kota Semarang.
Dikutip dari Monumen Perjuangan: Volume 2 (2008), pembangunan Tugu Muda dimulai
pada 1952 dan diresmikan oleh Presiden Sukarno tanggal 20 Mei 1953. dr. Kariadi, dokter

5
sekaligus Kepala Laboratorium Dinas Pusat yang dikabarkan diracuni oleh tentara
Jepang. Nama dr. Kariadi kemudian diabadikan untuk nama rumah sakit di Semarang.

2.3 Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya


Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya merupakan pertempuran paling besar dan
heroik selama masa revolusi kemerdekaan. Perang akbar antara tentara dan massa
pendukung Republik melawan pasukan Sekutu ini menegaskan pada dunia, rakyat
Indonesia serius dengan urusan kemerdekaan.
Pasukan Sekutu dengan kekuatan 4000-an tentara mendarat di Tanjung Perak,
Surabaya, pada 25 Oktober 1945. Rombongan itu terdiri atas batalyon Mahratta dan
Rajput dari Brigade India Inggris ke-49 pimpinan Brigadir (Jenderal) Aubertin Walter
Sothern (A.W.S.) Mallaby. Para tentara Sekutu kemudian membangun pos pertahanan di
Benteng Miring (kini masuk wilayah Semampir, Surabaya). Kehadiran mereka
meningkatkan kewaspadaan para pendukung Republik. Menukil dari buku Pasak Sejarah
Indonesia Kekinian: Surabaya 10 November 1945 (2018).
Sehari usai kedatangan pasukan Mallaby, beberapa pemuda bersama Gubernur Soerjo
sempat berunding dengan sang komandan. Kesepakatan muncul, bahwa tentara Sekutu
hanya akan melucuti senjata Jepang dan setelah itu segera keluar dari Surabaya lewat laut.
Namun, hanya beberapa jam usai perundingan kelar, tentara Sekutu dari Batalyon
Mahratta sudah merangsek jauh hingga Wonokromo. Di sana, mereka mendirikan sarang
senapan mesin. Tak hanya itu, pada 27 Oktober 1945, satu pesawat militer dari Jakarta
mendadak terbang di langit Surabaya sembari menebarkan pamflet yang diteken oleh
Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn. Nama terakhir merupakan Panglima Pasukan
Inggris Divisi 23, satu dari 3 divisi militer AFNEI dan membawahkan Brigade 49
pimpinan Mallaby. Isi pamflet-pamflet tersebut membikin darah arek-arek Suroboyo
mendidih. Hawthorn menyatakan maklumat bahwa pasukan Sekutu akan menguasai
semua kota besar di Jawa. Melalui pamflet yang sama, Hawthorn menegaskan hanya
tentara Sekutu yang boleh membawa senjata. Seluruh pihak selain tentara Sekutu,
termasuk warga Indonesia, diwajibkan menyerahkan senjata dalam kurun 48 jam. Pamflet
itu bahkan menyebut, pelanggar perintah Hawthorn akan ditembak di tempat. Penebaran
pamflet Hawthorn diikuti langkah pasukan Sekutu menduduki banyak tempat strategis
di Surabaya. Pangkalan Udara Perak, kamp tahanan Darmo, dan Rumah Sakit Simpang

6
termasuk yang paling awal dikuasai oleh mereka. Respons laskar- laskar pemuda di
Surabaya pun tak menunggu lama. Pada hari yang sama dengan penebaran pamflet dari
Hawthorn, sekitar jam 2 siang, pelor pertama pertempuran Surabaya 1945 meletup.
Kontak senjata itu berlarut hingga 3 hari. Bentrok besar mulai terjadi di tanggal 28
Oktober 1945, saat pasukan sekutu dikepung 2000 tentara Indonesia dan 140-an ribu
massa pemuda.
Sejumlah pertempuran terjadi di Benteng Miring, jalan Sikatan, penjara Koblen,
Kaliasin, sampai di sekitar BPM Wonokromo, dan banyak titik lainnya. Adu senjata
sempat mereda setelah rombongan pimpinan RI, Soekarno, Mohammad Hatta, serta Amir
Sjarifuddin mendatangi Surabaya pada 29 Oktober 1945. Perundingan yang melibatkan
tiga pimpinan Republik, juga tokoh pemuda seperti Sumarsono dan Bung Tomo, bersama
Mallaby itu menyepakati gencatan senjata. Catatan Basis Susilo dalam jurnal Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik (Vol. 30, 2017) memberi penjelasan, bahwa sejak awal Mallaby
menduga kekuatan Sekutu di Surabaya belum cukup andal untuk mengatasi amukan para
pemuda. Sebab demikian, ia bersedia berunding dengan Gubernur Soerjo sehari usai
pasukannya mendarat di Tanjung Perak. Namun sikap itu justru ditentang atasan Mallaby,
Douglas Hawthorn. Komandan Divisi India Inggris ke-23 tersebut menilai gerakan
Mallaby terlalu lamban. Maka, dia segera menginstruksikan kepada Mallaby agar
menduduki Surabaya secepatnya. Itulah kenapa perundingan Mallaby dan Gubernur
Soerjo pada 26 Oktober 1945 tidak ada artinya. Penebaran pamflet Hawthorn sebenarnya
juga ditolak Mallaby. Semula, Hawthorn memerintahkan penebaran pamflet ke beberapa
kota di Jawa. Isi pesannya jelas provokatif: "all Indonesians must surrender their weapons
within 48 hours." Begitu tahu ada penebaran pamflet, Mallaby menelegram Hawthorn
guna mencegah penebarannya di Surabaya. Namun, Hawthorn tidak menanggapi. Tanpa
sepengetahuan Mallaby, pamflet- pamflet mendarat di Surabaya pada Kamis pagi, 27
Oktober.
Kekhawatiran Mallaby kenyataannya terbukti, pasukannya kewalahan menghadapi
serbuan massa pemuda dan tentara Republik di Surabaya pada 27-29 Oktober. Dalam
Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949)
(2014), dijelaskan bahwa arek-arek Suroboyo sebenarnya telah mendesak posisi tentara
Sekutu. Pos-pos tentara Sekutu, seperti Benteng Miring dan Gedung Internatio, sudah

7
nyaris direbut. Hawthorn tidak mengira Surabaya sulit dikendalikan. Soehario
Padmodiwirio dalam Memoar Hario Kecik: Autobiografi Seorang Mahasiswa Prajurit
(1995) menulis Hawthorn terpaksa memohon pada Presiden dan Wakil Presiden RI,
Soekarno-Hatta untuk meredakan amukan massa di Surabaya. Kesepakatan antara
Soekarno, Hatta, dan Amir Sjarifuddin dengan Mallaby pada 29 Oktober 1945 memang
terwujud. Namun, gencatan senjata tidak benar-benar terjadi sebab banyak bentrok kecil
tetap berlangsung. Para pendukung Republik pun masih bersiap menumpas pasukan
Sekutu. Pada 30 Oktober 1945, Hawthorn akhirnya datang ke Surabaya. Dia menghadiri
perundingan yang menyepakati pembatalan pamflet 27 Oktober. Kemudian, ia segera
balik ke Jakarta pada hari yang sama, demikian pula Soekarno-Hatta.
Setelah perundingan yang dihadiri oleh Hawthorn usai, Mallaby dan petinggi Surabaya
melakukan pawai mobil guna menyampaikan kesepakatan damai agar pertempuran
mereda. Mallaby bersama ketua KNI Karasidenan Surabaya, Doel Arnowo sempat duduk
berdua di kap mesin sebuah mobil. Setelah melintasi Gedung Lindeteves, mobil Mallaby
menuju ke Jembatan Merah. Namun, mobil Mallaby terhenti di depan Gedung Internatio
karena kerumunan massa. Pasukan Inggris pada waktu yang sama masih bertahan di
Gedung Internatio, tetapi terpojok oleh kepungan massa pemuda. Berdasarkan sejumlah
kesaksian, Mallaby terjebak di tengah kerumunan massa itu. Baku tembak lantas terjadi
antara massa pemuda dan tentara Inggris. Selepas senja 30 Oktober 1945, Mallaby tewas
tertembak disertai granat yang meremukkan mobilnya. Kematian Mallaby membikin kubu
Sekutu marah besar. Sehari berselang, panglima AFNEI, Letnan Jenderal Philip Christison
mengancam mengerahkan semua kekuatan militernya di Indonesia untuk menggempur
Surabaya jika pembunuh Mallaby tidak diserahkan. Ancaman ini tidak digubris.
Sepeninggal Mallaby, tugasnya diambil langsung oleh Panglima Divisi Infantri 5, Mayor
Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Secara tidak mencolok, Mansergh mengerahkan
24 ribu tentara ke Surabaya selama 4-9 November 1945. Puluhan tank dan pesawat
tempur juga ia datangkan. Mansergh memanggil Gubernur Soerjo menghadap ke
kantornya di Batavia Weg, tepat pada Jumat 9 November. Ia menyerahkan ultimatum
yang ditujukan pada All Indonesians of Soerabaya. Isinya berupa ejekan sarkas, seperti
ditulis oleh Soehario Padmodiwirio (1995), sebagai berikut: “Mereka harus datang dengan
berbaris satu per satu serta membawa segala macam senjata yang ada pada mereka.

8
Segala senjata tersebut diletakkan (ditaruhkan) di tanah pada suatu tempat yang jauhnya
seratus meter dari tempat pertemuan itu. Dan kemudian mereka itu harus datang ke muka
dengan kedua belah tangannya diangkat ke atas kepalanya masing-masing dan mereka
akan ditahan, serta harus menandatangani penyerahan dengan tidak pakai perjanjian apa
pun.” Ultimatum itu memicu kemarahan arek- arek Suroboyo. Perang tidak terelakkan
keesokan harinya, 10 November 1945. Hari itu, hujan mortir dari udara dan laut menyerbu
Surabaya. Pertempuran sengit kemudian berlangsung hingga 3 pekan lamanya. Merle
Calvin Ricklefs, dalam A History of Modern Indonesia Since c. 1300, mencatat ada 6
ribuan korban dari pihak Indonesia dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945.
Sebaliknya, kubu Sekutu kehilangan sekitar 600 prajurit. Keunggulan persenjataan
memang membuat 30.000 tentara Sekutu (mayoritas prajurit Inggris-India) berhasil
mendesak kekuatan Republik yang berjumlah empat kali lipat. Namun, mental para
pejuang Indonesia tidak lantas rontok. Tewasnya Mallaby, disusul kematian Brigadir
Jenderal Robert Guy Loder-Symonds yang pesawatnya jatuh ditembak pada pagi 10
November, melanggengkan moral bertempur arek-arek Suroboyo. Meskipun harus
mundur ke luar kota, mereka tetap bertahan. Perang 10 November 1945 juga membuat
kubu Sekutu tidak lagi menyepelekan kekuatan Republik Indonesia. Inggris bahkan
menyokong perundingan Belanda-Indonesia untuk penyelesaian konflik pada tahun 1946.
Meski tidak melahirkan kesepakatan, adanya perundingan menunjukkan Inggris maupun
Belanda secara politik mengakui eksistensi Republik Indonesia.

2.4 Pertempuran Medan Area


Pertempuran Medan Area merupakan tragedi rakyat Indonesia yang berada di
Sumatera Utara melawan Sekutu dan Nederlandsch Indische Civiele
Administratie (NICA). Pertempuran berawal saat pendaratan Sekutu di kota Medan pada 9
Oktober 1945 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal TED Kelly.

Pendaratan tentara Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan sekutu dan NICA yang
disediakan untuk mengambil alih pemerintahan. Awalnya, rakyat Medan, Sumatera Utara
menyambut kedatangan dengan baik. Karena, mereka datang ke Indonesia untuk
mengurus tawanan perang yang ditahan oleh Jepang. Sehingga, mereka diperbolehkan
tinggal di beberapa hotel yang ada di Medan. Namun rupanya, mereka diam-diam

9
mempersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan Indonesia. Hingga suatu ketika,
terjadi keributan di hotel yang ditinggali. Keributan berawal dari pemuda Indonesia yang
memakai lencana merah putih direbut oleh Sekutu dan NICA. Tidak hanya itu, mereka
juga menginjak-injak. Hal itu, sontak memancing kemarahan pemuda Indonesa, terutama
yang berada di Medan. Insiden inilah yang menjadi penyebab terjadinya Pertempuran
Medan Area.

Pertempuran Medan Area terjadi pada 13 Oktober 1945 antara pemuda dan Tentara
Keamanan Rakyat bertempur melawan Sekutu dan NICA. Pertempuran juga dalam upaya
merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang. Inggris
mengeluarkan ultimatum untuk bangsa Indonesia supaya menyerahkan senjata untuk
sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Karena belum berhasil, pada 1 Desember
1945, Sekutu memasang papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area (batas
resmi wilayah Medan) di beragam pinggiran kota Medan. Perilaku Sekutu makin
menggelorakan perlawanan pemuda Indonesia. Pada 10 Desember 1945, Sekutu dan
NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini
menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak.

Pada April 1946, Sekutu sukses menguasai kota Medan. Pusat perjuangan rakyat
Medan dipindahkan ke Pematangsiantar. Kemudian, diadakan pertemuan di antara para
komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Hasilnya adalah membentuk satu
komando bernama Komando Resimen Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di
kota Medan. Maka pada Agustus 1946, Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area
berhasil dibentuk. Komando ini terus menyerang Sekutu di wilayah Medan. Sampai
akhirnya, pemberontakan melawan Sekutu di Medan terus berlanjut hingga berakhir
kekuasaan Belanda di Indonesia pada 1949.

2.5 Pertempuran Ambarawa


Pertempuran Ambarawa adalah pertempuran yang terjadi antara Tentara Indonesia
dengan Tentara Inggris. Peristiwa ini terjadi antara 20 Oktober sampai 15 Desember
1945 di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pertempuran Ambarawa dimulai
saat pasukan Sekutu dan NICA atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda mulai
mempersenjatai tawanan perang Belanda di Ambarawa dan Magelang. Hal ini kemudian

10
memicu kemarahan pada penduduk setempat. Hubungan pun semakin runyam saat Sekutu
mulai melucuti senjata anggota Angkatan Darat Indonesia.

Peristiwa Pertempuran Ambarawa dimulai saat terjadi insiden di Magelang. Pada 20


Oktober 1945, Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 atau militer Inggris mendarat di
Semarang yang dipimpin oleh Brigadir Bethell. Oleh pihak Republik Indonesia, Bethell
diperkenankan untuk mengurus pelucutan pasukan Jepang. Ia juga diperbolehkan untuk
melakukan evakuasi 19.000 interniran Sekutu (APW) yang berada di Kamp Banyu Biru
Ambarawa dan Magelang. Tetapi, ternyata mereka diboncengi oleh orang-orang NICA
(Netherland Indies Civil Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.

Mereka kemudian mempersenjatai para tawanan Jepang. Pada 26 Oktober 1945,


insiden ini pecah di Magelang. Pertempuran pun berlanjut antara Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris. Pertempuran sempat berhenti setelah kedatangan
Presiden Soekarno dan Brigadir Bethell di Magelang pada 2 November 1945.

Mereka pun mengadakan perundingan untuk melakukan gencatan senjata. Melalui


perundingan tersebut tercapai sebuah kesepakatan, antara lain pihak Inggris akan tetap
menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan
mengurus evakuasi APW, jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas
Indonesia dan Inggris, inggris tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan
yang berada di bawah kekuasaannya. Sayangnya, pihak Inggris mengingkari perjanjian
tersebut Kesempatan dan kelemahan yang ada dalam pasal tersebut dipergunakan Inggris
untuk menambah jumlah pasukannya yang berada di Magelang.

2.6 Peristiwa Bandung Lautan Api


Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi tanggal 23 Maret 1946. Salah satu titik penting
dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini ditandai dengan pengosongan dan pembakaran
Bandung oleh rakyat dan tentara agar tidak dijadikan markas pasukan Sekutu dan NICA
(Belanda). Aksi bumi hangus di Bandung dipandang sebagai taktik yang dirasa paling
ideal dalam situasi saat itu karena kekuatan pasukan Republik Indonesia tidak sebanding
dengan kekuatan Sekutu dan NICA.

11
peristiwa Bandung Lautan Api diawali dengan datangnya pasukan Sekutu/Inggris pada
12 Oktober 1945. Beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pasukan Sekutu
yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke
Indonesia usai memenangkan Perang Dunia II melawan Jepang. Mohamad Ully
Purwasatria dalam penelitian bertajuk "Peranan Sukanda Bratamanggala dan Sewaka di
Bandung Utara dalam Mempertahankan Kemerdekaan Tahun 1945-1948" (2014),
menyampaikan, awalnya kedatangan mereka hanya untuk membebaskan tentara Sekutu
dari tahanan Jepang. Namun, ternyata Belanda atau NICA membonceng pasukan Sekutu
dan ingin menguasai Indonesia lagi. Bergolaklah perlawanan dari prajurit dan rakyat
Indonesia atas kehadiran Belanda.

Pasukan Sekutu mulai melancarkan propaganda. Rakyat Indonesia diperingatkan agar


meletakkan senjata dan menyerahkannya kepada Sekutu. Pihak Indonesia tidak
menggubris ultimatum tersebut. Angkatan perang RI merespons dengan melakukan
penyerangan terhadap markas–markas Sekutu di Bandung bagian utara, termasuk Hotel
Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar Sekutu, pada malam tanggal 24
November 1945. Pada 27 November 1945, Kolonel MacDonald selaku panglima perang
Sekutu sekali lagi menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Mr. Datuk
Djamin, agar rakyat dan tentara segera mengosongkan wilayah Bandung Utara. Peringatan
yang berlaku sampai tanggal 29 November 1945 pukul 12.00 harus dipenuhi. Jika tidak,
maka Sekutu akan bertindak keras. Ultimatum kedua itu pun tidak digubris sama sekali.
Beberapa pertempuran terjadi di Bandung Utara. Pos-pos Sekutu di Bandung menjadi
sasaran penyerbuan.

Tanggal 17 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal


Montagu Stopford, memperingatkan kepada Soetan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI
agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer
dari pusat kota. Hanya pemerintah sipil, polisi, dan penduduk sipil yang diperbolehkan
tinggal. Menindaklanjuti ultimatum tersebut, pada 24 Maret 1946 pukul 10.00, Tentara
Republik Indonesia (TRI) di bawah pimpinan Kolonel A.H. Nasution memutuskan untuk
membumihanguskan Bandung. Rakyat mulai diungsikan. Sebagian besar bergerak dari

12
selatan rel kereta api ke arah selatan sejauh 11 kilometer. Gelombang pengungsian
semakin membesar setelah matahari tenggelam.

Pembumi hangusan Bandung pun dimulai. Warga yang hendak meninggalkan rumah
membakarnya terlebih dahulu. Pasukan TRI punya rencana yang lebih besar lagi. TRI
merencanakan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00, namun rencana ini tidak
berjalan mulus karena pada pukul 20.00 dinamit pertama telah meledak di Gedung
Indische Restaurant. Lantaran tidak sesuai rencana, pasukan TRI melanjutkan aksinya
dengan meledakkan gedung-gedung dan membakar rumah-rumah warga di Bandung
Utara. Malam itu, Bandung terbakar dan peristiwa itu kemudian dikenal dengan sebutan
Bandung Lautan Api.

2.7 Peristiwa Pertempuran Selat Bali


Peristiwa ini adalah pertempuran laut antara pejuang Republik Indonesia pimpinan
Kapten Markadi, melawan pasukan Belanda yang terjadi pada 5 April 1946. Pertempuran
tersebut berawal pada bulan Oktober 1945, saat pasukan Belanda (NICA) mendarat di
Singaraja, Bali, dengan membonceng Sekutu. Gelombang kedatangan tentara NICA itu
terus berlangsung selama beberapa tahap. Hingga 2 Maret 1946 terdapat sekitar 2.000
tentara Belanda yang mendarat.

Selama gelombang pendaratan ini, telah terjadi pergesekan antara pasukan Belanda
dengan para penduduk lokal. Salah satunya, sebagaimana dicatat Tirtoprojo dalam Sejarah
Revolusi Nasional Indonesia (1963), ketika pendaratan kapal Abraham Gryns pada
tanggal 25 Oktober 1945, para awak yang membawa senjata merampok beberapa karung
beras dan tepung milik penduduk. Bahkan, di hari kedua dan ketiga, awak kapal tersebut
merampas bendera merah putih yang ada di depan kantor Bea Cukai Pelabuhan Buleleng,
dan selanjutnya mengganti dengan mengibarkan bendera Belanda. Ketegangan pun terus
meningkat dan menyebar ke seluruh Bali.

Komandan Resimen Sunda Kecil, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang
mengetahui informasi itu kemudian tersebut, kemudian langsung berkonsultasi ke Markas
Besar Umum Tentara Republik Indonesia (TRI) di Yogyakarta. Atas seizin mabes,
Resimen Sunda Kecil menyiapkan serangan ke Bali. Awalnya, Ngurah Rai hanya meminta

13
pengiriman senjata untuk penyerangan ke Bali yang sudah diduduki Belanda dan NICA.
Namun, Resimen Sunda Kecil juga meminta pasukan tambahan.

Melansir laman Forum Kajian Pertahanan Maritim (FKPM), tercatat ada 3 rombongan
yang datang ke Bali. Pertama, yakni rombongan Waroka yang mendarat di Celukan, Bali
pada 4 April 1946. Lalu disusul dua rombongan lagi sehari setelahnya; pasukan I Gusti
Ngurah Rai di Yeh Kuning, dan rombongan Kapten Markadi yang bergerak dari
Banyuwangi ke Candi Kusuma. Dengan pasukan pimpinan Kapten Markadi inilah, tentara
Belanda melakukan kontak senjata, yang berujung pada peristiwa Pertempuran Selat Bali
5 April 1946.

Kapten Markadi, bersama “Pasukan M” bentukannya, bahkan belum sempat mendarat.


Dalam buku berjudul Pasukan-M (2012), pengamat militer Iwan Santoso mencatat,
menjelang dini hari tanggal 5 April 1946, 2 perahu Madura yang ditumpangi Pasukan M
nyaris merapat ke Pantai Penginuman. Namun, dari kejauhan sudah terlihat dua kapal
Angkatan Laut Belanda jenis LCM (Landing Craft Mechanized) yang tengah berpatroli
bergerak mendekat. Kapten Markadi dan Pasukan M berusaha menghindar, meski langkah
itu sia-sia karena gerak dua kapal patroli Belanda itu lebih cepat. Kapten Markadi lantas
memerintahkan pasukannya untuk melepaskan seragam hitam-hitam yang dikenakan dan
menyembunyikan senjata. Mereka berpura-pura mencari ikan agar dikira nelayan. Kendati
demikian, ia tetap meminta seluruh pasukannya dalam posisi siap menembak. Saat jarak
perahu Kapten Markadi dan Kapal Belanda hanya 5 meter, terlihat dua tentara Belanda
yang berada di LCM terdepan mengarahkan mitraliur watermantel. Dalam bahasa
Belanda, mereka memberi perintah berhenti dan meminta awak di perahu untuk melempar
tali.

Markadi yang mengerti bahasa Belanda langsung melemparkan tali seraya


memberikan perintah menembak dan langsung menceburkan diri ke laut selat Bali.
Pertempuran laut pertama dalam sejarah angkatan perang Indonesia pun kemudian terjadi.
Tentara Belanda membalas serangan Pasukan M. Beruntung, karena terlalu dekat dan
posisi LCM lebih tinggi dari perahu Madura, senapan mesin berada dalam sudut mati dan
tembakan prajurit Belanda hanya mengenai tiang layar. Kapten Markadi dan pasukannya
berada dalam posisi menyelam. Sementara pasukan Belanda terus mengalami kegagalan

14
menembak target. Dalam proses kontak senjata itu, Kapten Markadi memerintahkan
Pasukan M serempak melemparkan granat ke arah dua LCM Belanda. Granat-granat pun
meledak di atas kapal Belanda dan diperkirakan menewaskan empat awaknya. LCM lain
langsung melarikan diri dengan keadaan terbakar di bagian dek dan lambung kapal.

Sambil mundur ke arah Gilimanuk, LCM itu terus menembak, tetapi tidak ada yang
kena sasaran. Pada akhirnya diketahui, berdasarkan laporan Angkatan Laut Belanda, LCM
tersebut dikabarkan kembali beroperasi setelah diperbaiki. Pertempuran yang berlangsung
kira-kira 15 menit itu adalah perang laut pertama yang dimenangi angkatan perang
Indonesia setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pertempuran itu, korban dari
Pasukan M yang gugur atas nama Sumeh Darsono dan Tamali yang mengalami luka
tembak.

2.8 Pertempuran Puputan Margarana


Puputan Margarana merupakan salah satu perang terdahsyat yang terjadi di Bali pada
masa Revolusi Fisik. Perang ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Inf. I Gusti Ngurah Rai.
Puputan Margarana menjadi medan perjuangan rakyat Bali yang tidak ingin dijajah lagi
oleh Belanda.

Pertempuran puputan margarana dimulai pada saat dua batalyon pasukan NICA
mendarat di Bali. Semula, kedatangan mereka bertujuan untuk melucuti senjata tentara
Jepang pada tanggal 2 Maret 1946. Hadirnya pasukan Belanda di Pulau Dewata tentu saja
ditentang oleh kaum pejuang republik dan rakyat Bali. Mulai terjadilah pertempuran-
pertempuran kecil antara para pejuang Bali dengan Belanda. NICA mengajak berundingan
melalui surat melalui surat dari Letnan Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai
selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (Bali
dan Nusa Tenggara) dan sekitarnya. I Gusti Ngurah Rai dengan tegas menolak
perundingan tersebut. Ia menegaskan, selama Belanda masih menginjakkan kaki di Bali,
perlawanan pejuang dan rakyat akan terus dilakukan.

Sudarmanto dalam buku Jejak-jejak Pahlawan (2007) menyebutkan, I Ngurah Rai


membentuk Batalyon Ciung Wanara untuk menghadapi Belanda di Bali. Tak hanya itu,
dibentuk pula basis-basis perjuangan di banyak desa di Bali. Perjuangan pasukan Ciung
Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai mendapatkan dukungan penuh dari rakyat. Tanggal

15
19 November 1946 malam hari, senjata prajurit NICA yang sedang berada di Tabanan
direbut oleh tentara rakyat pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Aksi ini membuat Belanda
murka.

Tanggal 20 November 1946, Belanda mengerahkan pasukan dan mengepung desa


yang menjadi pertahanan tentara rakyat Bali. Terjadilah aksi tembak-menembak yang
membuat Belanda agak terdesak. Belanda terpaksa mengerahkan seluruh kekuatan
militernya yang ada di Bali ditambah mendatangkan pesawat pengebom dari Makassar.
Meskipun dikepung dan kalah jumlah prajurit maupun persenjataan, I Gusti Ngurah Rai
dan pasukannya serta rakyat Bali pantang menyerah. Mereka bertekad tidak akan mundur
sampai tetes darah terakhir.

Komando puputan pun diserukan. Perang habis-habisan dilancarkan demi tegaknya


kemerdekaan Indonesia sekaligus demi harga diri rakyat Bali. Terjadilah pertempuran
besar yang sejatinya tidak seimbang. Pasukan Bali yang berjumlah kurang dari 100 orang
seluruhnya gugur di medan laga, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Namun, Belanda juga
mengalami kerugian besar. Sebanyak 400 orang tentaranya tewas.

2.9 Agresi Militer 1 & 2


2.9.1 Agresi Militer 1
Latar belakang agresi militer Belanda I ialah adanya penolakan pihak Republik
Indonesia terhadap tuntutan Belanda yang berisi tentang keharusan RI untuk mengirim
beras dan penyelenggaraan gendarmie (keamanan dan ketertiban bersama). Serangan
ini dilakukan pada 21 Juli 1947 dengan sasaran kota besar di Jawa, daerah perkebunan
dan pertambangan. Tujuan Belanda melakukan serangan atas RI ialah penghancuran
RI. Untuk melakukan itu Belanda tidak dapat melakukan sekaligus, oleh karena itu
pada fase pertama Belanda harus mencapai sasaran. Pada 30 Juli 1947, pemerintah
India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera
dimasukkan dalam daftar agenda Dewan Keamanan PBB. Itu diterima dan
dimasukkan sebagai agenda dalam pembicaraan sidang Dewan Keamanan PBB.

Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan


bahwa 30 Juli 1947 sampai 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih melakukan

16
gerakan militer. Setelah beberapa minggu tidak ada keputusan, akhirnya pada 25
Agustus 1947 usul AS diterima sebagai keputusan DK PBB. Usul AS adalah
pembentukan Committee of Good Officer (Komisi Jasa-Jasa Baik) untuk membantu
kedua belah pihak menyelesaikan pertikaian. Atas dasar putusan DK PBB tersebut,
pada 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, RI memilih Australia, dan kedua
negara memilih negara ketiga yaitu AS. Komisi jasa-jasa baik, selanjutnya disebut
KTN (Komisi Tiga Negara), yang beranggotakan Dr. Frank Graham (AS), Paul Van
Zeelan (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).

2.9.2 Agresi Militer 2


Agresi militer Belanda II dimulai pada 19 Desember 1948, yakni Belanda
melancarkan serangan keduanya terhadap Indonesia. Latar belakangnya adalah adanya
pengingkaran Belanda atas hasil perjanjian Renville di mana Belanda tidak mau lagi
terikat dengan perjanjian Renville. Serangan diawali penerjunan pasukan payung di
pangkalan udara Maguwo dan menduduki ibu kota Yogyakarta.

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memutuskan tetap


tinggal di Ibukota. Namun Soekarno Hatta beserta sejumlah menteri dan S.
Suryadarma ditawan Belanda. Sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Soekarno
telah mengirim radiogram yang berisi perintah kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara
yang sedang berkunjung ke Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI).

Dalam satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan
melakukan pukulan-pukulan secara teratur kepada musuh. Serangan umum yang
dilaksanakan terhadap kota-kota yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh
pasukan TNI dan yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota
Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Suharto.

Dalam masa perjuangan itu para pelajar membentuk tentara-tentara pelajar. Para
pelajar di Jawa Timur membentuk Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI) dan
Tentara Genie Pelajar (TGP) yang terdiri dari pelajar sekolah teknik.

17
2.10 Serangan Umum 1 Maret 1949
Peristiwa ini berawal ketika Belanda melakukan pendudukan terhadap Yogyakarta,
yang berstatus sebagai ibu kota Republik Indonesia. Ibu kota negara saat itu dipindahkan
dari Jakarta ke Yogyakarta karena situasi yang tidak aman setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia.

Menjelang terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949, kondisi Yogyakarta sebagai ibu
kota sangat tidak kondusif. Hal ini dikarenakan Belanda mengeluarkan propaganda ke
dunia internasional bahwa Republik Indonesia (RI) sudah hancur dan tentara Indonesia
sudah tidak ada.

Letkol Wiliater Hutagalung yang menjabat sebagai penasihat Gubernur Militer III
kemudian mengemukakan gagasan, yang telah disetujui oleh Panglima Besar Soedirman
dan kemudian dibahas bersama-sama. Setelah dilakukan perundingan, gagasan yang
diajukan oleh Hutagalung akhirnya disetujui, yaitu melakukan “serangan besar” terhadap
satu kota besar. Namun, Kolonel Bambang Sugeng yang berstatus sebagai Panglima
Divisi III/GM III bersikukuh bahwa yang harus diserang adalah Yogyakarta.

Sri Sultan Hamengkubuwana IX yang berstatus sebagai Raja Kesultanan Ngayogyakarta


Hadiningrat kemudian mengirimkan surat kepada Panglima Besar TNI, Jenderal
Soedirman, untuk memberikan izin diadakannya serangan. Permintaan itu disetujui oleh
Jenderal Soedirman. Dia lantas meminta kepada Hamengkubuwana IX untuk melakukan
koordinasi dengan Letkol Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade
10/Wehrkreise III agar melakukan serangan.

Serangan ini bertujuan menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik


Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah
diduduki oleh Belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh pasukan TNI dari
Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, setelah terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta). Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan
TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota.

18
Pasukan yang terdiri atas TNI dan berbagai kalangan rakyat menyusun rencana
serangan balik terhadap tentara Belanda. Setelah perencanaan yang matang, tepat pukul
06.00 WIB tanggal 1 Maret 1949 sirine dibunyikan, tanda serangan dimulai. Serangan
umum dilancarkan dari segala penjuru kota. Pasukan Belanda tidak menduga akan ada
serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI
berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta. Dalam Serangan Umum
TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil
mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah
tidak ada lagi. Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 mendatangkan dukungan
internasional terhadap bangsa Indonesia.

Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap pemerintah Amerika Serikat


terhadap Belanda. Pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda,
berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan dengan pihak RI. Oleh karena
desakan itu, serta kedudukannya yang makin terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda
akhirnya bersedia berunding dengan RI.

2.11 Peristiwa Yogya Kembali


Peristiwa Yogya Kembali adalah sebuah peristiwa sejarah ditariknya tentara
pendudukan Belanda dari Ibu Kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Adanya
peristiwa ini menjadi titik awal bebasnya Bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda
setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Bahkan karena pentingnya peristiwa ini, dibangun
pula Monumen Yogya Kembali atau Monjali. Monumen ini didirikan pada tanggal 29 Juni
1985 atas gagasan Wali Kota Yogyakarta Kolonel Soegiarto dan diresmikan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 6 Juli 1989.

Peristiwa ini berawal dari Serangan Umum 1 Maret 1949 yang membuka mata dunia
bahwa Republik Indonesia masih ada. Setelahnya terjadi Perjanjian Roem Royen yang
dimulai sejak 14 April 1949 hingga disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949 di
Hotel Des Indes, Jakarta. Salah satu isi Perjanjian Roem Royen yaitu Belanda akan
mengembalikan kegiatan pemerintahan Republik Indonesia ke Kota Yogyakarta sebagai
ibu kota negara sementara. Selain itu, Belanda juga mengundang Indonesia untuk
menghadiri Konferensi Meja Bundar yang akan digelar pada akhir tahun 1949.

19
Dalam rangka penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta yang akan digantikan oleh
TNI, Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda telah disepakati persetujuan
“Suspension of Arm”. Pada tanggal 10 Mei 1949 Komandan Brigade T Kolonel van
Langen, memerintahkan kepada pasukannya yang berada di Yogyakarta untuk
menghindarkan pertempuran-pertempuran dengan pasukan Republik Indonesia.
Selanjutnya Menteri Negara Republik Indonesia/Koordinator Keamanan, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX memerintahkan kepada Komandan TNI di Yogyakarta untuk
menghindarkan pertempuran dengan Belanda yang diulang lagi dengan perintah baru
tanggal 23 Juni 1949. Pada hari yang sama diterima berita dari pihak Belanda yang
memberitahukan bahwa tentara mereka akan ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 24 Juni
1949 mulai pukul 12.00 dari Pos Wonosari. Penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta
kemudian baru dilangsungkan pada 29 Juni 1949 secara serentak mulai dari selatan ke
utara dan keluar dari kota ke jurusan Magelang. Pada hari itu pula secara resmi kedudukan
Yogyakarta kembali berfungsi sebagai ibu kota negara sementara.

2.12 Serangan Umum Surakarta


Serangan Umum Surakarta atau yang juga disebut Serangan Umum Empat Hari terjadi
sejak 7 hingga 10 Agustus 1949. Pertempuran ini dilakukan secara gerilya oleh para
pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Serangan yang berlangsung selama empat hari ini
berakhir dengan pihak Indonesia yang setuju menarik pasukan mereka. Belanda juga
berjanji tidak akan melakukan teror dan serangan terhadap masyarakat sipil.

Serangan Umum Surakarta ini telah memakan kurang lebih 190 penduduk sipil
Indonesia. Akan tetapi, di balik dampak tersebut, terdapat dampak positif yang juga dapat
diambil. Serangan yang dilakukan Tentara Pelajar berhasil memperkuat posisi tawar
politik di Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), Den Haag. Hasilnya, kedaulatan
Republik Indonesia diakui pada 27 Desember 1949.

Kejadian ini bermula pada awal Agustus 1949, Panglima Divisi II Surakarta, Kolonel
Gatot Subroto jatuh sakit. Kejadian ini turut membuat tentara Surakarta merasakan pilu.
Kondisi di Surakarta juga semakin menegangkan setelah diketahui markas Kolonel Gatot
Subroto diserang oleh Belanda hingga hancur. Serangan itu dipimpin oleh Letnan van
Heek. Ia menggelar operasi militer dengan kode "steenwijk". Fokus utama dari operasi ini

20
adalah pusat gerilya di Desa Balong, tempat persembunyian pemancar radio republik.
Beruntungnya, Gatot Subroto bersama pasukannya telah lebih dulu berhasil meninggalkan
markas sebelum serangan terjadi.

Kehancuran markas Subroto ini kemudian menyulut kemarahan anak buahnya. Mayor
Achmadi, komandan Detasemen Tentara Pelajar Brigade XVII dan Sub Wehrkreise
(SWK) 106 Ardjuna, ingin balas dendam. Rencananya, serangan akan dilakukan pada 7
Agustus 1949. Target utamanya adalah merebut posisi strategis sebelum Jenderal
Soedirman memerintah untuk memberhentikan baku tembak. Selain untuk balas dendam,
Serangan Umum Surakarta juga terjadi dengan didasari keinginan para pejuang
kemerdekaan untuk menunjukkan bahwa Indonesia masih ada dan kuat.

Serangan Umum Surakarta dimulai pukul 06.00 pagi tanggal 7 Agustus 1949. Pada
hari itu, pasukan SWK 106 Ardjuna menyusup dan menguasai perkampungan di
Surakarta. Kemudian, sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan, pasukan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) menyerang Belanda dari semua penjuru. Di hari kedua, 8
Agustus 1949, pertempuran terjadi hingga tengah malam. Kala itu, TNI membantu
serangan dengan memasang berbagai rintangan di jalan sekitas Pasar Kembang. Akan
tetapi, rencana ini telah diketahui oleh Belanda. Akibatnya, terdapat 26 orang yang
ditangkap Belanda, termasuk wanita dan anak-anak. Kemudian, Belanda membunuh 24
dari mereka yang berhasil ditangkap.

Kian hari kondisi Belanda semakin terdesak. Pesawat Dakota milik Belanda juga
ditembaki ketika hendak mendarat di Landasan Udara Panasan (Bandara Adi Soemarmo).
Kemudian, pada 10 Agustus 1949, Slamet Riyadi bersama pasukannya, Brigade V,
melancarkan aksinya. Slamet Riyadi menyebut serangan ini sebagai Afscheidsaanval atau
serangan perpisahan. Pada akhirnya, serangan ini benar-benar sebagai serangan
perpisahan. Pada 11 Agustus 1949, keduanya memutuskan untuk melakukan gencatan
senjata.

Akan tetapi, Belanda tetap melakukan serangan. Pada 11 Agustus 1949, Belanda
menyerang warga di beberapa lokasi. Akibatnya, beberapa penduduk sipil tewas. Siang
harinya, Kolonel van Ohl mewakili Belanda berunding bersama Slamet Riyadi. Dalam
perundingan ini, Belanda meminta Indonesia untuk menarik mundur pasukannya sampai

21
batas kota. Selain itu, barikade juga harus dibersihkan. Setelah mendapatkan keputusan,
urusan keamanan kota kemudian diserahkan kepada Mayor Achmadi selaku Komando
Militer Kota Solo, tanggal 24 Agustus 1949.

22
Bab 3

3.1 Kesimpulan
Dari peristiwa pertempuran bojong kokosan, pertempuran 5 hari di Semarang sampai
ke serangan umum Surakarta memakan banyak korban jiwa dari pihak Indonesia maupun
pihak sekutu. Pertempuran-pertempuran ini juga bentuk perlawanan Indonesia melawan
sekutu dan kolonial dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia agar tidak jatuh ke
tangan Belanda lagi.

3.2 Kritik & saran


Kritik dan Saran dari makalah ini adalah peneliti menyadari bahwa peneliti masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya peneliti akan lebih fokus dan lebih detail dalam
menjelaskan tentang isi penelitian diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu kami sebagai peneliti, membutuhkan
saran dan kritik dari pembaca.

23
Daftar Pustaka
Lukman Hadi Subroto (2022) “Mengapa Sekutu Datang ke Indonesia Setelah Perang
Dunia II Selesai?

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/19/130000579/mengapa-sekutu-datang-ke-
indonesia-setelah-perang-dunia-ii-selesai-?page=all

Adryamarthanino Verelladevanka (2021) “Kedatangan NICA dan Sekutu Setelah


Proklamasi Kemerdekaan”
https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/31/093000879/kedatangan-nica-dan-sekutu-
setelah-proklamasi-kemerdekaan?page=all

Lukman Hadi Subroto (2022) “Mengapa Sekutu Datang ke Indonesia Setelah Perang
Dunia II Selesai?”

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/19/130000579/mengapa-sekutu-datang-ke-
indonesia-setelah-perang-dunia-ii-selesai-?page=all#:~:text=Alasan%20Sekutu%20datang
%20ke%20Indonesia,Jepang%20dalam%20Perang%20Dunia%20II.&text=Sehingga%2C
%20tujuan%20awal%20kedatangan%20Sekutu,adalah%20untuk%20melucuti%20tentara
%20Jepang

Gumilang Akbar Nanda (2021) “5 Pertempuran di Indonesia Pasca Kemerdekaan”

https://www.gramedia.com/literasi/pertempuran-pasca-kemerdekaan/

Septiana Tiyas (2021) “5 Pertempuran yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia”

https://amp.kontan.co.id/news/5-pertempuran-yang-terjadi-setelah-kemerdekaan-indonesia

Iswara N Raditya (2022) “Kronologi Pertempuran Surabaya: Sejarah, Latar Belakang &
Dampak”

https://tirto.id/kronologi-pertempuran-surabaya-sejarah-latar-belakang-dampak-gaMi

Alhidayath Parinduri (2021) “Sejarah Puputan Margarana: Latar Belakang, Jalannya


Perang, Tokoh”

https://tirto.id/sejarah-puputan-margarana-latar-belakang-jalannya-perang-tokoh-gbgq

24
Adit Albertus (2022) “Rangkuman Agresi Militer Belanda I dan II”

https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/09/111334771/rangkuman-agresi-militer-
belanda-i-dan-ii

Andrew (2021) “Sejarah Pertempuran Surabaya (10 November 1945)”

https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-pertempuran-surabaya/

Vanya Karunia Mulia Putri (2021) “Puputan Margarana, Pertempuran Rakyat Bali
Mengusir Belanda"

https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/16/131749269/puputan-margarana-
pertempuran-rakyat-bali-mengusir-belanda

Aisyah Novia (2022) “Serangan Umum 1 Maret 1949: Latar Belakang, Dampak, dan
Akhir Peristiwa”

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5963527/serangan-umum-1-maret-1949-latar-
belakang-dampak-dan-akhir-peristiwa#:~:text=Serangan%20Umum%201%20Maret
%201949%20dilatarbelakangi%20dari%20Agresi%20Militer%20Belanda,dan
%20tentaranya%20sudah%20tidak%20ada.

Fandy (2021) “Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Latar Belakang dan Jalannya
Penyerangan”

https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-serangan-umum-1-maret/

Kastori Rina (2022) “Serangan Umum 1 Maret 1949”

https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/26/113000669/serangan-umum-1-maret-
1949?page=all

Puspasari Setyaningrum (2023) “Peristiwa Yogya Kembali: Latar Belakang, Kronologi,


dan Dampak”

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/02/14/230715178/peristiwa-yogya-kembali-
latar-belakang-kronologi-dan-dampak?page=all

25
Prabowo Gama (2020) “Peristiwa Yogya Kembali”

https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/09/173350669/peristiwa-yogya-kembali?
page=all

Puspasari Setyaningrum (2023) “Serangan Umum Surakarta, Perang 4 Hari 4 Malam


Akibat Agresi Militer Belanda II”

https://regional.kompas.com/read/2023/01/26/223917378/serangan-umum-surakarta-
perang-4-hari-4-malam-akibat-agresi-militer-belanda?page=all

Abdul Hadi (2021) “Sejarah Pertempuran Bojong Kokosan: Penyebab, Kronologi dan
Dampak”

https://tirto.id/sejarah-pertempuran-bojong-kokosan-penyebab-kronologi-dan-dampak-
giPK

Sobirin Nanang (2015) “Pertempuran Bojong Kokosan, Perlawanan Rakyat Sukabumi


terhadap Sekutu”

https://daerah.sindonews.com/berita/1065441/29/pertempuran-bojong-kokosan-
perlawanan-rakyat-sukabumi-terhadap-sekutu?showpage=all

Verelladevanka Adryamarthanino (2021) “Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang,


Tokoh, Akibat, dan Akhir”

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/22/161749679/pertempuran-ambarawa-latar-
belakang-tokoh-akibat-dan-akhir?page=all

Silmi Nurul Utami (2022) “Pertempuran Ambarawa: Sejarah Terjadinya dan Tokoh-
tokohnya”

https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/25/203000369/pertempuran-ambarawa--
sejarah-terjadinya-dan-tokoh-tokohnya?page=all
Prabowo Gama (2020) “Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan Kemerdekaan
Indonesia”

https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/03/174008969/kekalahan-jepang-dalam-
perang-pasifik-dan-kemerdekaan-indonesia?page=all
26
Mustaqim Aji Negoro (2021) “Kekalahan Jepang, Desakan Para Pemuda, dan
Kemerdekaan Indonesia”

https://tirto.id/kekalahan-jepang-desakan-para-pemuda-dan-kemerdekaan-indonesia-giAy

Ahmad Efendi (2021) “Sejarah Pertempuran Selat Bali: Perang Laut Pertama usai
Proklamasi”

https://tirto.id/sejarah-pertempuran-selat-bali-perang-laut-pertama-usai-proklamasi-giHE

Yuda Prinada (2021) “Pertempuran Medan Area: Sejarah, Kronologi, dan Akhir Perang”

https://tirto.id/pertempuran-medan-area-sejarah-kronologi-dan-akhir-perang-gbnU

Alhidayath Parinduri (2022) “Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api: Penyebab,


Kronologi, & Tokoh”

https://tirto.id/sejarah-peristiwa-bandung-lautan-api-penyebab-kronologi-tokoh-gajf

Vanya Karunia Mulia Putri (2022) “Bandung Lautan Api: Latar Belakang Peristiwa dan
Tokoh Pentingnya”

https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/26/120000569/bandung-lautan-api--latar-
belakang-peristiwa-dan-tokoh-pentingnya?page=all

Yuda Prinada (2021) “Sejarah Pertempuran 5 Hari di Semarang: Kronologi Terjadi


Tanggal?”

https://tirto.id/sejarah-pertempuran-5-hari-di-semarang-kronologi-terjadi-tanggal-ga6i

Verelladevanka Adryamarthanino (2021) “Pertempuran Lima Hari di Semarang”

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/10/150000179/pertempuran-lima-hari-di-
semarang?page=all

27

Anda mungkin juga menyukai