Makalah
Kelompok :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang hingga saat ini
masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi
kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas
penulisan makalah tentang “Revolusi Militer Indonesia”. Sekaligus pula kami
menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk Bapak Priangga
yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh
supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan
pengetahuan tentang sejarah, definisi, jenis-jenis, dan info-info lainnya terkait
makalah kami, yaitu “Revolusi Militer Indonesia”.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif. Di akhir kami
berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................01
KATA PENGANTAR..........................................................................................02
DAFTAR ISI........................................................................................................03
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................04
1.1 Latar Belakang.................................................................................................05
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................05
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................06
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................06
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................07
2.1 Peristiwa 5 Hari Semarang..............................................................................07
2.2 Peristiwa Pertempuran Medan Area................................................................09
2.3 Peristiwa Pertempuran Ambarawa..................................................................12
2.4 Peristiwa Bandung Lautan Api.......................................................................14
2.5 Peristiwa 10 November 1945 Surabaya..........................................................17
2.6 Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.......................................................23
2.7 Peristiwa Yogya Kembali...............................................................................25
BAB 3 PENUTUPAN...........................................................................................27
3.1 Kesimpulan................................................................................................27
3.2 Kritik dan Saran.........................................................................................28
DAFTAR PUSAKA…..........................................................................................29
3
BAB 1. PENDAHULUAN
4
menyampaikan langsung keputusan menyerahnya Jepang tanpa syarat terhadap
Sekutu melalui radio nasional. Pasukan Jepang sendiri berusaha menyembunyikan
berita ini, supaya tidak terdengar oleh para pemuda Indonesia. Akan tetapi, berita
tersebut terdengar oleh salah satu tokoh Tanah Air pada masa itu. Tokoh yang
mendengar berita Jepang menyerah kepada Sekutu adalah Sutan Syahrir. Begitu
Syahrir mendengar berita tersebut, ia segera menindaklanjutinya dengan mengajak
para pejuang golongan muda untuk mendesak Soekarno agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sambil menunggu penyerahan
kekuasaan di Indonesia kepada Sekutu, Jepang diwajibkan menjaga status quo,
yang artinya Jepang wajib menjaga Indonesia dari penguasaan Belanda.
5
6. Untuk mengetahui terjadinya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
7. Untuk mengetahui terjadinya peristiwa Yogya Kembali.
6
BAB 2. PEMBAHASAN
7
mata air tersebut. Akibatnya, rakyat Semarang semakin marah dan melakukan
serangan balasan kepada tentara Jepang.
2.1.2 Kronologi
8
2.2 Peristiwa Pertempuran Medan Area
9
2.2.2 Kronologi
10
karya Marwati Djoened Poesponegoro dan kawan-kawan, kaum rakyat pejuang di
Medan meladeni serbuan tersebut. Perang yang terjadi membuat jatuhnya banyak
korban dari kedua belah pihak. Buku Republik Indonesia: Sumatera Utara (1953),
mencatat, kala itu Kota Medan digempur peperangan, situasi kacau-balau, para
prajurit Sekutu melakukan berbagai tindakan keji yang membuat rakyat Medan
kian murka. “Selanjutnya seorang perwira Inggris diculik oleh pemuda, beberapa
truk berhasil dihancurkan. Dengan peristiwa ini TED Kelly kembali mengancam
para pemuda [Republik] agar menyerahkan senjata mereka,” tulis penyusun buku
Sejarah Nasional Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro.
Aksi-aksi bersenjata itu lalu dikenal sebagai Pertempuran Medan Area. Setelah
itu, Medan terbagi dua. Sisi timur yang dekat laut dikuasai Sekutu, sementara sisi
bimur yang ke arah pedalaman Sumatra Utara dikuasai Republik. Jalan kereta api
dari Pulo Brayan ke Medan jadi pembatasnya. Pada bulan April 1946, pemerintah
RI di dalam kota Medan terus didesak militer-militer asing itu hingga akhirnya
Gubernur Sumatra, Walikota Medan, dan petinggi TKR menyingkir ke Pematang
Siantar. Setelah itu, Medan menjadi salah satu kota penting bagi NICA dan
menjadi ibu kota Negara Sumatra Timur. Sekutu dan NICA akhirnya berhasil
menduduki Kota Medan pada April 1946. Pusat perjuangan rakyat Medan pun
terpaksa digeser ke Pematang Siantar. Kendati begitu, masih terjadi perlawanan,
termasuk pada 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi. Para komandan pasukan RI yang
berjuang di Medan kemudian bertemu dan membentuk satuan komando bernama
Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Tanggal 19 Agustus 1946,
dibentuk Barisan Pemuda Indonesia (BPI) di Kabanjahe. Dikutip dari artikel
"Terbentuknya TKR di Tanah Karo" dalam laman Pemerintah Kabupaten Karo,
BPI menjadi salah satu unsur pembentuk Badan Keselamatan Rakyat (BKR) yang
merupakan cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Laskar-laskar rakyat di
berbagai daerah di Sumatera Utara terus melancarkan perlawanan terhadap Sekutu
dan NICA meskipun Kota Medan telah diduduki. Tak hanya di Sumatera Utara,
gelora perlawanan juga terjadi di berbagai daerah lain di Sumatera, seperti
Padang, Bukittinggi, Aceh, dan lainnya.
11
2.3 Peristiwa Pertempuran Ambarawa
12
Kesempatan dan kelemahan yang ada dalam pasal tersebut dipergunakan Inggris
untuk menambah jumlah pasukannya yang berada di Magelang.
2.3.2 Kronologi
13
tanggal 26 November, pimpinan dari pasukan Purwokerto Letnan Kolonel
Isdiman yang gugur dalam pertempuran. Selanjutnya, pimpinan pasukan diambil
dari alih oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi Purwokerto. Situasi
pertempuran berubah menguntungkan pasukan TKR, dengan terusirnya pasukan
musuh dari Desa Banyubiru, yang merupakan garis pertahanan yang terdepan
pada tanggal 5 Desember 1945. Setelah mempelajari situasi, pada tanggal 11
Desember 1945 Kolonel Soedirman mengumpulkan para sektor. Setelah
mendengarkan laporan dari para komandan sektor, Kolonel Soedirman
menyimpulkan bahwa musuh telah terjepit. Pada tanggal 12 Desember 1945 pada
waktu 04.30, pasukan TKR bergerak secara serentak menuju sasaran masing-
masing melancarkan serangan ke pihak musuh. Dalam waktu setengah jam
pasukan TKR berhasil mengepung musuh di dalam kota. Pertahanan terkuat
musuh diperkirakan berada di benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota
Ambarawa. Kemudian terjadi pengepungan di Kota Ambarawa selama 4 hari 4
malam. Musuh yang terjepit berusaha keras untuk melakukan pertempuran. Lalu
pada tanggal 15 Desember 1945 musuh meninggalkan kota Ambarawa dan
mundur ke Semarang. Pertempuran Ambarawa memiliki arti penting, disebabkan
karena letaknya yang strategis. Jika musuh kembali lagi menguasai Ambarawa,
mereka dapat mengancam 3 kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta,
Magelang, dan Yogyakarta. Dalam pertempuran itu, pasukan TKR meraih
kemenangan yang gemilang dan hal ini sekaligus mengantarkan Sudirman ke
pucuk pimpinan TKR dan menunjukkan bahwa Republik Indonesia masih
memiliki pasukan kuat yaitu TKR Pada setiap tanggal 15 Desember kini
diperingati sebagai hari Juang Kartika, untuk mengenang pertempuran Ambarawa.
Selain itu, di Ambarawa dibangun Monumen Palagan.
14
mengungsi ke arah selatan Bandung. Strategi ini merupakan jalan terakhir yang
ditempuh oleh TRI (Tentara Republik Indonesia) setelah melihat tidak
seimbangnya kekuatan pasukan untuk melawan penjajah.
15
2.4.2 Kronologi
16
tanggal 23 Maret 1946 pukul 21.00 dengan gedung pertama yang diledakkan ialah
Bank Rakyat. Hal itu disusul dengan pembakaran tempat seperti Banceuy,
Cicadas, Braga dan Tegalega, serta asrama TRI. Kejadian ini kemudian diingat
sebagai peristiwa heroik yang diabadikan menjadi lagu, film, bahkan monumen.
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh
hari kemudian pada 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Hindia Belanda menyerah
tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah
penyerahan tanpa syarat tersebut, Pulau Jawa secara resmi diduduki oleh Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah
dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Hiroshima tanggal 6 Agustus
1945 dan Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 14
Agustus 1945 yang menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan. Dalam
kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kekalahan pihak
Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara
Jepang. Inilah yang menyebabkan timbulnya pertempuran-pertempuran yang
memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan
Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di
Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara
Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam Allied Forces Netherlands East
Indies (AFNEI) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk
melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang,
17
serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris
yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi
pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. Netherlands Indies
Civil Administration (NICA) ikut membonceng bersama rombongan tentara
Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan
memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan
tentara AFNEI dan pemerintahan NICA. Setelah munculnya maklumat
pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1
September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di
seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke
segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya
terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru/Hotel Yamato (bernama
Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel
Majapahit) di Jalan Tunjungan No. 65 Surabaya. Sekelompok orang Belanda di
bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam hari tanggal 18 September
1945, tepatnya pukul 21.00 WIB, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-
Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat
teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya, para pemuda
Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda
telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali
di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang
sedang berlangsung di Surabaya. Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel
Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat
sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah
Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya
Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke Hotel Yamato
dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI, dia berunding dengan Mr.
Ploegman beserta kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera
diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini, Ploegman
menolak untuk menurunkan bendera Belanda. Perundingan berlangsung
memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang
18
perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh
tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman,
sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
2.5.2 Kronologi
19
strategis di Surabaya. Pangkalan Udara Perak, kamp tahanan Darmo, dan Rumah
Sakit Simpang termasuk yang paling awal dikuasai oleh mereka. Respons laskar-
laskar pemuda di Surabaya pun tak menunggu lama. Pada hari yang sama dengan
penebaran pamflet dari Hawthorn, sekitar jam 2 siang, pelor pertama pertempuran
Surabaya 1945 meletup. Kontak senjata itu berlarut hingga 3 hari. Bentrok besar
mulai terjadi di tanggal 28 Oktober 1945, saat pasukan sekutu dikepung 2000
tentara Indonesia dan 140-an ribu massa pemuda. Sejumlah pertempuran terjadi di
Benteng Miring, jalan Sikatan, penjara Koblen, Kaliasin, sampai di sekitar BPM
Wonokromo, dan banyak titik lainnya. Adu senjata sempat mereda setelah
rombongan pimpinan RI, Soekarno, Mohammad Hatta, serta Amir Sjarifuddin
mendatangi Surabaya pada 29 Oktober 1945. Perundingan yang melibatkan tiga
pimpinan Republik, juga tokoh pemuda seperti Sumarsono dan Bung Tomo,
bersama Mallaby itu menyepakati gencatan senjata. Catatan Basis Susilo dalam
jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik (Vol. 30, 2017) memberi penjelasan,
bahwa sejak awal Mallaby menduga kekuatan Sekutu di Surabaya belum cukup
andal untuk mengatasi amukan para pemuda. Sebab demikian, ia bersedia
berunding dengan Gubernur Soerjo sehari usai pasukannya mendarat di Tanjung
Perak. Namun sikap itu justru ditentang atasan Mallaby, Douglas Hawthorn.
Komandan Divisi India Inggris ke-23 tersebut menilai gerakan Mallaby terlalu
lamban. Maka, dia segera menginstruksikan kepada Mallaby agar menduduki
Surabaya secepatnya. Itulah kenapa perundingan Mallaby dan Gubernur Soerjo
pada 26 Oktober 1945 tidak ada artinya. Penebaran pamflet Hawthorn sebenarnya
juga ditolak Mallaby. Semula, Hawthorn memerintahkan penebaran pamflet ke
beberapa kota di Jawa. Isi pesannya jelas provokatif: "all Indonesians must
surrender their weapons within 48 hours." Begitu tahu ada penebaran pamflet,
Mallaby menelegram Hawthorn guna mencegah penebarannya di Surabaya.
Namun, Hawthorn tidak menanggapi. Tanpa sepengetahuan Mallaby, pamflet-
pamflet mendarat di Surabaya pada Kamis pagi, 27 Oktober. Kekhawatiran
Mallaby kenyataannya terbukti. Pasukannya kewalahan menghadapi serbuan
massa pemuda dan tentara Republik di Surabaya pada 27-29 Oktober. Dalam
Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia
20
(1945-1949) (2014), dijelaskan bahwa arek-arek Suroboyo sebenarnya telah
mendesak posisi tentara Sekutu. Pos-pos tentara Sekutu, seperti Benteng Miring
dan Gedung Internatio, sudah nyaris direbut. Hawthorn tidak mengira Surabaya
sulit dikendalikan. Soehario Padmodiwirio dalam Memoar Hario Kecik:
Autobiografi Seorang Mahasiswa Prajurit (1995) menulis Hawthorn terpaksa
memohon pada Presiden dan Wakil Presiden RI, Soekarno-Hatta untuk
meredakan amukan massa di Surabaya. Kesepakatan antara Soekarno, Hatta, dan
Amir Sjarifuddin dengan Mallaby pada 29 Oktober 1945 memang terwujud.
Namun, gencatan senjata tidak benar-benar terjadi sebab banyak bentrok kecil
tetap berlangsung. Para pendukung Republik pun masih bersiap menumpas
pasukan Sekutu. Pada 30 Oktober 1945, Hawthorn akhirnya datang ke Surabaya.
Dia menghadiri perundingan yang menyepakati pembatalan pamflet 27 Oktober.
Kemudian, ia segera balik ke Jakarta pada hari yang sama, demikian pula
Soekarno-Hatta. Setelah perundingan yang dihadiri oleh Hawthorn usai, Mallaby
dan petinggi Surabaya melakukan pawai mobil guna menyampaikan kesepakatan
damai agar pertempuran mereda. Mallaby bersama ketua KNI Karasidenan
Surabaya, Doel Arnowo sempat duduk berdua di kap mesin sebuah mobil. Setelah
melintasi Gedung Lindeteves, mobil Mallaby menuju ke Jembatan Merah.
Namun, mobil Mallaby terhenti di depan Gedung Internatio karena kerumunan
massa. Pasukan Inggris pada waktu yang sama masih bertahan di Gedung
Internatio, tetapi terpojok oleh kepungan massa pemuda. Berdasarkan sejumlah
kesaksikan, Mallaby terjebak di tengah kerumunan massa itu. Baku tembak lantas
terjadi antara massa pemuda dan tentara Inggris. Selepas senja 30 Oktober 1945,
Mallaby tewas tertembak disertai granat yang meremukkan mobilnya. Kematian
Mallaby membikin kubu Sekutu marah besar. Sehari berselang, panglima AFNEI,
Letnan Jenderal Philip Christison mengancam mengerahkan semua kekuatan
militernya di Indonesia untuk menggempur Surabaya jika pembunuh Mallaby
tidak diserahkan. Ancaman ini tidak digubris. Sepeninggal Mallaby, tugasnya
diambil langsung oleh Panglima Divisi Infantri 5, Mayor Jenderal Eric Carden
Robert Mansergh. Secara tidak mencolok, Mansergh mengerahkan 24 ribu tentara
ke Surabaya selama 4-9 November 1945. Puluhan tank dan pesawat tempur juga
21
ia datangkan. Mansergh memanggil Gubernur Soerjo menghadap ke kantornya di
Batavia Weg, tepat pada Jumat 9 November. Ia menyerahkan ultimatum yang
ditujukan pada All Indonesians of Soerabaya. Isinya berupa ejekan sarkas, seperti
ditulis oleh Soehario Padmodiwirio (1995), sebagai berikut: “Mereka harus datang
dengan berbaris satu per satu serta membawa segala macam senjata yang ada pada
mereka. Segala senjata tersebut diletakkan (ditaruhkan) di tanah pada suatu tempat
yang jauhnya seratus meter dari tempat pertemuan itu. Dan kemudian mereka itu
harus datang ke muka dengan kedua belah tangannya diangkat ke atas kepalanya
masing-masing dan mereka akan ditahan, serta harus menandatangani penyerahan
dengan tidak pakai perjanjian apa pun.” Ultimatum itu memicu kemarahan arek-
arek Suroboyo. Perang tidak terelakkan keesokan harinya, 10 November 1945.
Hari itu, hujan mortir dari udara dan laut menyerbu Surabaya. Pertempuran sengit
kemudian berlangsung hingga 3 pekan lamanya. Merle Calvin Ricklefs, dalam A
History of Modern Indonesia Since c. 1300, mencatat ada 6 ribuan korban dari
pihak Indonesia dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945. Sebaliknya,
kubu Sekutu kehilangan sekitar 600 prajurit. Keunggulan persenjataan memang
membuat 30.000 tentara Sekutu (mayoritas prajurit Inggris-India) berhasil
mendesak kekuatan Republik yang berjumlah empat kali lipat. Namun, mental
para pejuang Indonesia tidak lantas rontok. Tewasnya Mallaby, disusul kematian
Brigadir Jenderal Robert Guy Loder-Symonds yang pesawatnya jatuh ditembak
pada pagi 10 November, melanggengkan moral bertempur arek-arek Suroboyo.
Meskipun harus mundur ke luar kota, mereka tetap bertahan. Perang 10
November 1945 juga membuat kubu Sekutu tidak lagi menyepelekan kekuatan
Republik Indonesia. Inggris bahkan menyokong perundingan Belanda-Indonesia
untuk penyelesaian konflik pada tahun 1946. Meski tidak melahirkan
kesepakatan, adanya perundingan menunjukkan Inggris maupun Belanda secara
politik mengakui eksistensi Republik Indonesia.
22
2.6 Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949
2.6.2 Kronologi
23
Hamengku Buwono IX sebagai penggagas muncul karena wawancaranya dengan
Radio BBC London tahun 1986. Dalam rekaman itu, Sultan mengatakan dia
melihat semangat rakyat makin lemah pada akhir Januari 1949. Sedangkan saat itu
dia juga mendengar dari radio bahwa Dewan keamanan PBB pada awal Maret
1949 hendak membahas persengketaan Indonesia-Belanda. Hal tersebut dinilai
menjadi alasannya melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949. Tujuannya adalah
meningkatkan semangat dan harapan rakyat serta menarik perhatian dunia bahwa
RI masih punya kekuatan. Soeharto dalam penyerangan ini memimpin pasukan
dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sementara itu, Ventje Sumual
memimpin sektor timur, Mayor Sardjono memimpin sektor selatan, Mayor Kusno
memimpin sektor utara, serta Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki di sektor
kota. Serangan umum dilancarkan jam 06.00 pagi seiring bunyi sirine pertanda
jam malam berakhir. Belanda tidak siap dan tentara RI dalam waktu singkat
memukul seluruh pasukan militer Belanda.Serangan secara besar-besaran serentak
dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.Serangan pasukan yang
mendadak itu membuat Belanda terkepung dan pasukan gerilyawan RI berhasil
menguasai kota dalam beberapa jam.Bantuan musuh pada jam 11.00 WIB baru
datang dari Magelang di Yogyakarta, dengan kekuatan satu Batalyon Infanteri
Brigade V, yang terdiri atas pasukan lapis baja, pasukan Netherland Indies Civil
Administration (NICA) atau Sekutu, dan pasukan Gajah Merah pimpinan Kolonel
Van Zaten. Sasaran utama adalah penyerangan utama tempat konsentrasi musuh,
yaitu Benteng Vredeburg, kantor pos, istana kepresidenan, Hotel Tugu, stasiun
kereta api, dan Kotabaru Pada waktu inilah selama enam jam, Yogyakarta berhasil
dikuasai tentara RI. Akhir Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah tepat pukul
12.00 ketika pasukan RI mundur. Saat pasukan bantuan Belanda datang, tentara
RI sudah tidak di tempat. Belanda kemudian hanya bisa menyerang daerah
sepanjang pengunduran pasukan republik. Esok harinya, R. Sumardi
menyampaikan peristiwa ini ke pemerintah PDRI di Bukittinggi via radiogram.
Informasi tersebut kemudian disampaikan ke A. A. Maramis yang merupakan
diplomat RI di New Delhi, India Warta yang sama juga diberikan kepada L. N.
24
Palar, diplomat RI di New York, Amerika Serikat. Serangan Umum pun dilansir
ke luar negeri melalui pemancar radio yang ada di Wonosobo.
2.7.2 Kronologi
25
yang dilaksanakan di Hotel Indes Jakarta ini menghasilkan kesepakatan gencatan
senjata antara Indonesia dan Belanda serta pengembalian kekuasaan Ibu Kota
Yogyakarta kepada Indonesia.Pengembalian Ibu Kota Yogyakarta serta
bersatunya kembali kekuatan-kekuatan pemerintahan dan militer Republik
Indonesia pasca Agresi Militer Belanda II sering disebut sebagai Peristiwa Yogya
Kembali. Pada tanggal 6 Juli 1949, pemerintah Republik Indonesia kembali ke
Yogyakarta yang sudah ditinggalkan oleh pasukan Belanda sejak akhir bulan Juni
1949. Soekarno, Hatta, Agus Salim dan jajaran kabinet lainnya tiba di landasan
udara Maguwo dari pengasingannya di Bangka. Setelah itu, rombongan
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafrudin
Prawiranegara juga tiba di Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Rombongan pasukan
gerilya Jendral Soedirman juga tiba di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Keberhasilan Indonesia untuk kembali menguasai Ibu Kota Yogyakarta tidak
terlepas dari peran Sultan Hamengkubuwono IX. Sultan Hamengkubuwono IX
menolak tawaran dari Belanda yang menjanjikan kekuasaan dalam skala besar
kepada Kasultanan Yogyakarta.Sultan Hamengkubuwono IX juga menegaskan
bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia dan siap membantu
perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 10 Juli 1949 diadakan
upacara penyambutan resmi atas kembalinya para pemimpin-pemimpin RI di Ibu
Kota Yogyakarta. Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai inspektur upacara
dan didampingin oleh Jenderal Soedirman.
26
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
27
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya merupakan pertempuran paling
besar dan heroik selama masa revolusi kemerdekaan. Perang akbar antara tentara
dan massa pendukung Republik melawan pasukan Sekutu ini menegaskan pada
dunia, rakyat Indonesia serius dengan urusan kemerdekaan.
Kritik dan Saran dari makalah ini adalah peneliti menyadari bahwa peneliti
masih jauh dari kata sempurna, kedepannya peneliti akan lebih fokus dan lebih
detail dalam menjelaskan tentang isi penelitian diatas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu kami
sebagai peneliti, membutuhkan saran dan kritik dari pembaca.
28
DAFTAR PUSAKA
29