MAKALAH
ANGGOTA KELOMPOK :
Alviansyah N.Y ( 06 )
Clarisa Najwah Zulvania ( 11 )
Devi Ayu Anitatrisna ( 15 )
Faiz Raisya Wirawan ( 16 )
Novrell Bahriar Adi.P ( 24 )
Rummana Firdausiah ( 27 )
Raditya Raka Mustafa ( 25 )
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................2
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat................................................................................................3
BAB 2. PEMBAHASAN................................................................................................4
2.1. Pengambilalihan Kekuasaan Jepang di Yogyakarta.............................................4
2.2. Peristiwa 5 Hari Semarang...................................................................................6
2.3. Perisiwa Medan Area............................................................................................7
2.4. Pertempuran Surabaya........................................................................................10
2.5. Pertempuran Ambarawa.....................................................................................15
2.6. Peristiwa Puputan Margarana.............................................................................19
2.7. Peristiwa Bandung Lautan Api...........................................................................22
2.8. Serangan Umum 1 Maret....................................................................................28
2.9. Peristiwa Yogya Kembali...................................................................................37
BAB 3.............................................................................................................................40
PENUTUP.....................................................................................................................40
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................40
3.2 Kritik dan Saran....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................41
2
BAB 1. PENDAHULUAN
3
South East Asia Command (SEAC). Alasan Sekutu dan Belanda datang ke Indonesia
karena Belanda, yang masuk kelompok Sekutu, ingin kembali menjajah Indonesia
Sebagai pemenang Perang Dunia II Sekutu bertanggung jawab atas wilayah-wilayah
jajahan Jepang termasuk Indonesia Belanda merasa bisa kembali berkuasa atas
Indonesia seperti sebelum direbut Jepang. Artinya, Belanda ingin menjajah kembali
Indonesia. Bagi Sekutu, setelah selesai Perang Dunia II, maka wilayah-wilayah bekas
jajahan Jepang adalah tanggung jawab Sekutu. Sekutu memiliki tanggung jawab, yaitu:
Pelucutan senjata tentara Jepang Melakukan normalisasi kondisi bekas jajahan Jepang
Memulangkan tentara Jepang.
4
BAB 2. PEMBAHASAN
5
berlangsung pada 26 September hingga 7 Oktober 1945. Aksi ini juga diiringi dengan
aksi mogok kerja yang dilakukan oleh semua pegawai pemerintahan dan pekerja
perusahaan milik Jepang. Melalui aksi-aksi tersebut, kantor Kepala Daerah Yogyakarta
atau Gedung Cokan Kantai berhasil dikuasai oleh rakyat pada 5 Oktober 1945 dan
dialihkan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia Daerah. Pada masa kini Gedung
tersebut dikenal sebagai Gedung Agung.
6
Kotabaru. Dalam upaya tersebut barisan pemuda berhasil memukul mundur pasukan
Jepang. Bahkan, pasukan Jepang menyatakan menyerah pada 7 Oktober 1945. Rakyat
juga berhasil melucuti senjata Kaigun di Maguwo. Menyerahnya pada pasukan Jepang
di Yogyakarta menandai berakhirnya pertempuran rakyat melawan pasukan Jepang.
7
Rakyat (kini Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang) bernama Kariadi
mencoba memeriksa kandungan dalam sumber air tersebut, tetapi justru dibunuh oleh
pasukan Jepang. Berbagai peristiwa tersebut makin menyulut amarah para pemuda.
Pertempuran Medan Area merupakan peristiwa sejarah pada era revolusi fisik
atau masa perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Perang Medan
Area ini terjadi di Medan, Sumatera Utara (dulu masih bernama Sumatera Timur),
beberapa bulan setelah proklamasi. Pemicu pecahnya Pertempuran Medan Area ini
adalah kedatangan pasukan Sekutu di Sumatera Utara pada 9 Oktober 1945. Tujuan
kehadiran Sekutu selaku pemenang Perang Dunia II adalah mengurus tawanan dan
melucuti senjata tentara Jepang di Indonesia. Ternyata, Sekutu diboncengi oleh pasukan
Belanda yang saat itu memakai nama Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Belanda rupanya ingin kembali menguasai wilayah Indonesia yang dulu beratus-ratus
tahun mereka duduki. Rakyat dan kaum pejuang di Sumatera Utara, khususnya di
Medan, tentu tidak tinggal diam melihat gelagat buruk tersebut. Maka, terjadilah konflik
bersenjata yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Medan Area.
8
Sukarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia telah menyatakan
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Kabar gembira tersebut
baru sampai ke rakyat Medan 10 hari berselang atau pada 27 Agustus 1945. Namun,
kedatangan pasukan Sekutu yang disertai oleh NICA atau balatentara Belanda membuat
rakyat dan kaum pejuang di Sumatera Utara merasa terusik. Ahmad Tahir dalam Bunga
Rampai Perjuangan dan Pengorbanan (1995:90) mengisahkan, di Medan, Belanda mulai
menunjukkan pergerakan yang mencurigakan. NICA mengumpulkan para mantan
serdadu Belanda di Medan untuk membentuk kembali kekuatan militer mereka. Para
pemuda di Medan pun segera mengambil sikap. Dimotori oleh Ahmad Tahir yang
pernah bergabung dengan tentara sukarela (gyugun) pada masa pendudukan Jepang,
dibentuklah Barisan Pemuda sebagai tindakan antisipasi. Barisan Pemuda di Medan
punya ciri khas, yakni mengenakan lencana merah-putih. Tanggal 13 Oktober 1945,
tentara Belanda menginjak-injak lencana kebanggaan tersebut. Insiden inilah yang
memicu pecahnya perang di Medan. Dalam peristiwa yang disebut Pertempuran Medan
Area itu, pihak republik berhasil melumpuhkan hampir 100 orang serdadu Belanda. Hal
ini membuat militer Belanda murka dan menetapkan sejumlah aturan. Ditegaskan oleh
Belanda bahwa rakyat Indonesia di Medan tidak boleh membawa senjata. Mereka yang
masih membawa senjata diwajibkan menyerahkannya kepada pihak Belanda atau
Sekutu. Tentu saja, rakyat Medan tidak mematuhi aturan tersebut. Petrik Matanasi
dalam “Sejarah
Pertempuran Medan Area” menuliskan, tanggal 1 Desember 1945, Sekutu menetapkan
beberapa garis batas di beberapa titik kota Medan. Simbol pembatas ini adalah
papanpapan yang di dalamnya terdapat tulisan Fixed Boundaries Medan Area.
Penyebutan ‘Medan Area’ sebagai nama pertempuran ini diklaim berawal dari papan
tersebut. Konflik kian membara. Terjadilah peperangan lagi pada 10 Desember 1945.
Pasukan RI di bawah komando Abdul Karim meladeni tentara Sekutu atau Belanda di
Deli Tua. Di Kota Medan, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran.
Tercatat dalam Sejarah Nasional Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened
Poesponegoro dan kawan-kawan, kaum rakyat pejuang di Medan meladeni serbuan
tersebut. Perang yang terjadi membuat jatuhnya banyak korban dari kedua belah pihak.
9
Buku Republik Indonesia: Sumatera Utara (1953), mencatat, kala itu Kota Medan
digempur peperangan, situasi kacau-balau, para prajurit Sekutu melakukan berbagai
tindakan keji yang membuat rakyat Medan kian murka. “Selanjutnya seorang perwira
Inggris diculik oleh pemuda, beberapa truk berhasil dihancurkan. Dengan peristiwa ini
TED Kelly kembali mengancam para pemuda
[Republik] agar menyerahkan senjata mereka,” tulis penyusun buku Sejarah Nasional
Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro. Aksi-aksi bersenjata itu lalu
dikenal sebagai Pertempuran Medan Area. Setelah itu, Medan terbagi dua. Sisi timur
yang dekat laut dikuasai Sekutu, sementara sisi bimur yang ke arah pedalaman Sumatra
Utara dikuasai Republik. Jalan kereta api dari Pulo Brayan ke Medan jadi pembatasnya.
Pada bulan April 1946, pemerintah RI di dalam kota Medan terus didesak militer-militer
asing itu hingga akhirnya Gubernur Sumatra, Walikota Medan, dan petinggi TKR
menyingkir ke Pematang Siantar. Setelah itu, Medan menjadi salah satu kota penting
bagi NICA dan menjadi ibu kota Negara Sumatra Timur.
Sekutu dan NICA akhirnya berhasil menduduki Kota Medan pada April 1946.
Pusat perjuangan rakyat Medan pun terpaksa digeser ke Pematang Siantar. Kendati
begitu, masih terjadi perlawanan, termasuk pada 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi. Para
komandan pasukan RI yang berjuang di Medan kemudian bertemu dan membentuk
satuan komando bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Tanggal 19
Agustus 1946, dibentuk Barisan Pemuda Indonesia (BPI) di Kabanjahe. Dikutip dari
artikel "Terbentuknya TKR di Tanah Karo" dalam laman Pemerintah Kabupaten Karo,
BPI menjadi salah satu unsur pembentuk Badan Keselamatan Rakyat (BKR) yang
merupakan cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Laskar-laskar rakyat di
berbagai daerah di Sumatera Utara terus melancarkan perlawanan terhadap Sekutu dan
NICA meskipun Kota Medan telah diduduki. Tak hanya di Sumatera Utara, gelora
perlawanan juga terjadi di berbagai daerah lain di Sumatera, seperti Padang, Bukittinggi,
Aceh, dan lainnya.
Insiden Pertempuran Medan Area yang terjadi sejak 13 Oktober 1945 hingga
April 1946 ini telah memakan beberapa korban jiwa. Diketahui bahwa terdapat tujuh
10
orang pemuda gugur, tujuh orang NICA tewas, dan 96 orang NICA lainnya mengalami
luka-luka. Selain itu, beberapa daerah Kota Medan juga hancur karena menjadi area
pertempuran antara pihak Indonesia dengan Sekutu dan NICA.
Hal ini ditandai dengan adanya pertempuran pertama antara pejuang rakyat
Indonesia dengan pasukan negara asing setelah deklarasi kemerdekaan yang terjadi
tepatnya di Surabaya yang lebih dikenal dengan sebutan pertempuran Surabaya.
Pertempuran ini merupakan salah satu kejadian terbesar yang ada dalam sejarah
Revolusi Nasional Indonesia serta menjadi lambang atau simbol nasional yang menjadi
bukti akan perlawanan Indonesia terhadap adanya kolonialisme.
Kejadian ini juga dibahas dalam komentar Ricklefs pada bukunya yang berjudul
A History of Modern Indonesia Since C.1200 yang menyatakan bahwa Pertempuran
Surabaya yang terjadi merupakan pertempuran paling sering sepanjang masa revolusi.
11
Walaupun pada akhirnya Surabaya secara keseluruhan tetap jatuh ke tangan
Bangsa Inggris, dengan adanya kejadian Pertempuran Surabaya tersebut mengubah cara
pandang atau perspektif Bangsa Inggris dan juga Belanda terhadap Indonesia.
Karena ada kejadian ini, Bangsa Inggris menjadi lebih mempertegas posisi serta
kedudukannya sebagai pihak yang netral dan tidak perlu untuk mendukung Belanda.
Selain itu, Belanda yang pada awalnya meremehkan semangat Indonesia mulai
menyadari dan melihat perjuangan para pejuang yang ada dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Namun, terjadi sebuah insiden dimana kedua belah pihak yaitu pasukan sekutu
dan masyarakat Surabaya terlibat dalam perseteruan perobekan bendera yang berada di
Hotel Yamato, Tunjangan Surabaya. Hal ini yang memicu terjadinya pertempuran
antara kedua belah pihak.
Kronologi awal dari insiden ini, dimana sekelompok orang Belanda yang
dipimpin oleh Mr.W.V.Ch. Ploegman mengibarkan bendera negara Belanda yang
berwarna merah, putih, dan biru tanpa adanya persetujuan dari Pemerintah Republik
Indonesia di kota Surabaya.
Para masyarakat Surabaya yang melihat hal tersebut menjadi kesal dan marah.
Hal ini yang membuat seorang perwakilan Indonesia yaitu Residen Soedirman
mendatangi Hotel Yamato tempat mereka mengibarkan bendera tersebut untuk
12
berdiskusi dengan pimpinan sekutu yaitu Ploegman agar bendera tersebut dapat
diturunkan dan tidak terjadinya keributan. Namun, diskusi yang ada tidak berjalan
lancar dan pimpinan mereka yaitu Ploegman menolak untuk menurunkan benderanya.
13
Bentrokan antara rakyat Surabaya dan pasukan Sekutu terus berlangsung hingga
awal November 1945. Bahkan, dalam sebuah pertempuran A. WS. Mallaby terbunuh
setelah terkena tembakan dari pejuang Surabaya. Terbunuhnva A.WS. Mallaby
menyulut kemarahan Inggris. Selanjutnya, pada 9 November Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar para pejuang dan rakyat Surabaya menyerah kepada Sekutu. Apabila
ultimatum tersebut diabaikan, seluruh kekuatan pasukan Sekutu akan menggempur Kota
Surabaya. Meskipun demikian, ultimatum tersebut diabaikan rakyat Surabaya.
Akibatnya, pertempuran tidak dapat dihindari. Pertempuran besar teriadi pada 10
November 1945 pukul 10.00 pagi dan berlangsung selama tiga minggu.
Perang yang terjadi antara kedua belah pihak yaitu masyarakat Surabaya dan
pasukan sekutu Inggris pertama kali terjadi tepatnya pada tanggal 27 Oktober hingga 30
Oktober tahun 1945. Hal ini yang membuat Jenderal D.C.Hawthorn meminta bantuan
dari Soekarno untuk mencari solusi dan meredakan situasi pada saat itu. Namun, dengan
terjadinya bentrok terus menerus antara kedua belah pihak membuat pemimpin sekutu
Inggris yaitu Brigadir Jenderal Mallaby meninggal dunia.
Pemimpin dari pasukan sekutu Inggris yaitu Jenderal Mallaby meninggal dunia
di tanggal 30 Oktober 1945, yang kemudian posisi tersebut digantikan dengan Jenderal
Robert Mansergh. Kemudian, Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan sebuah
ultimatum yang ditujukan kepada masyarakat Surabaya pada tanggal 9 November 1945.
Ultimatum tersebut berisikan sebagai berikut.
14
a. Pemimpin Indonesia yang ada di Surabaya harus melaporkan diri
b. Seluruh senjata yang dimiliki oleh pihak Indonesia yang ada di Surabaya
harus diserahkan kepada pihak Inggris
c. Pemimpin Indonesia yang ada di Surabaya harus menandatangani sebuah
pernyataan bahwa mereka menyerah tanpa adanya syarat.
Ultimatum yang diajukan tersebut kemudian ditolak oleh pihak Indonesia, sehingga
para pasukan Inggris mulai melancarkan serangan mereka pada tanggal 10 November di
pagi hari yang menjadi awal dari pertempuran kedua belah pihak tersebut.
Pada pertempuran ini sendiri, terdapat setidaknya 20.000 tentara serta 100.000
sukarelawan di pihak Indonesia, sementara pada pihak Inggris terdapat setidaknya
30000 tentara yang juga dibantu dengan berbagai peralatan perang mereka, yaitu tank,
kapal perang, serta pesawat tempur.
Pertempuran yang terjadi tersebut menghasilkan banyak korban jiwa pada kedua belah
pihak. Namun, khususnya untuk masyarakat Surabaya yang kehilangan 20.000 korban
jiwa akibat pertempuran tersebut, dimana pada pihak sekutu kehilangan kurang lebih
1.500 korban jiwa.
15
Setelah satu tahun terjadinya pertempuran tersebut, Presiden Soekarno yang
menjabat menjadi Presiden Negara Indonesia saat itu menetapkan bahwa setiap tanggal
10 November, masyarakat Indonesia akan memperingati hari tersebut sebagai Hari
Pahlawan. Oleh sebab itu, hingga kini masyarakat Indonesia masih memperingati
perjuangan para pahlawan dengan mengingat jasa para pejuang setiap tanggal 10
November.
Akibat pertempuran yang terjadi sendiri, dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu,
pertempuran pendahuluan, pertempuran puncak yang terjadi pada tanggal 10 November,
dan pertempuran akhir. Jika diperkirakan pejuang yang ikut terlibat akibat serangkaian
pertempuran tersebut adalah 20.000 pasukan TKR yang datang dari berbagai penjuru
Jawa Timur serta para rakyat pejuang yang mencapai 140.000 orang.
16
Bethell diperkenankan untuk mengurus pelucutan pasukan Jepang. Ia juga
diperbolehkan untuk melakukan evakuasi 19.000 interniran Sekutu (APW) yang berada
di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang. Tetapi, ternyata mereka diboncengi
oleh orang-orang NICA (Netherland Indies Civil Administration) atau Pemerintahan
Sipil Hindia Belanda.
Pasukan TKR bersama pasukan pemuda lain yang berasal dari Boyolali, Salatiga, dan
Kartasura membentuk garis pertahanan sepanjang rel kereta api dan membelah Kota
Ambarawa. Dari arah Magelang, pasukan TKR dari Divisi V/Purwokerto di bawah
17
pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar. Serangan ini bertujuan untuk
memukul pasukan Inggris yang berkedudukan di Desa Pingit. Pasukan Imam pun
berhasil menduduki Pingit. Sementara itu, kekuatan di Ambarawa semakin bertambah
dengan datangnya tiga batalion yang berasal dari Yogyakarta. Mereka adalah Batalio
10 Divisi X di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor
Sardjono, dan Batalion Sugeng. Meskipun tentara Inggris sudah dikepung, mereka tetap
mencoba menghancurkan kepungan tersebut. Kota Ambarawa dihujani dengan
tembakan meriam. Untuk mencegah jatuhnya korban, TKR diperintahkan untuk
mundur ke Bedono oleh masing-masing komandannya. Bala bantuan dari Resimen 2
dipimpin M. Sarbini dan Batalion Polisi Istimewa dipimpin Onie Sastoatmodjo serta
Batalion dari Yogyakarta berhasil menahan gerakan musuh di Desa Jambu.
Desa Jambu terjadi rapat koordinasi dipimpin oleh Kolonel Holand Iskandar.
Rapat ini menghasilkan terbentuknya suatu komando yang disebut Markas Pimpinan
Pertempuran bertempat di Magelang. Pada 26 November 1945, salah satu pimpinan
pasukan harus gugur. Ia adalah Letnan Kolonel Isdiman, pemimpin pasukan asal
Purwokerto. Posisinya pun digantikan oleh Kolonel Soedirman. Sejak saat itu, situasi
pertempuran berubah semakin menguntungkan pihak TKR. Pada 5 Desember 1945,
musuh berhasil terusir dari Desa Banyubiru.
18
Desember 1945, pasukan Inggris meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke
Semarang.
Dampak pertempuran Ambarawa dibagi menjadi dua, positif dan negatif. Pertempuran
Ambarawa merupakan perlawanan pasukan militer Indonesia beserta rakyat terhadap
pihak Sekutu, terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah (dekat dengan Magelang dan
Semarang). Dikenal dengan nama Palagan Ambarawa, peristiwa tembak-menembak
antara pasukan Sekutu dan pejuang Indonesia pertama kali terjadi pada tanggal 23
November 1945, di pagi hari saat matahari mulai terbit.
19
Dampak Positif Pertempuran Ambarawa kekalahan pasukan Sekutu menciutkan nyali
pihak Belanda, kekuatan mereka melemah, kemudian semakin terdesak di Wilayah
Indonesia. Pasukan militer dan pejuang rakyat Indonesia berhasil memukul mundur
pihak Sekutu serta NICA ke Semarang, wilayah kedaulatan Indonesia berhasil direbut
kembali. Keberhasilan pertempuran yang berlangsung di Ambarawa membuat semangat
juang di daerah lain semakin berkobar.
Istilah perang puputan artinya adalah berperang sampai pada titik darah
penghabisan. Dalam ajaran agama Hindu, kata puputan sendiri mengandung makna
moral, karena kematian seorang prajurit dalam kondisi berperang adalah sebuah
kehormatan bagi keluarganya. Salah satu tokoh dalam Puputan Margarana Letkol I
Gusti Ngurah Rai yang turut gugur dalam pertempuran tersebut.
20
menyatukan Bali dengan wilayah Negara Indonesia Timur (NIT) lainnya turut menjadi
alasan munculnya perlawanan.
Pasca Perjanjian Linggarjati ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret
1947, Belanda memulai usahanya untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). I
Gusti Ngurah Rai kemudian berangkat ke Yogyakarta yang kemudian menunjuknya
sebagai Komandan Resimen Sunda Kecil dengan pangkat Letnan Kolonel. Letkol I
Gusti Ngurah Rai yang berangkat ke Yogyakarta untuk melakukan konsultasi dengan
markas besar TRI menolak untuk bekerja sama membentuk NIT. Diketahui selepas
proklamasi kemerdekaan, Letkol I Gusti Ngurah Rai dan rekan-rekannya membentuk
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil dimana I Gusti Ngurah Rai menjadi
komandannya. Di bawah I Gusti Ngurah Rai, TKR Sunda Kecil memiliki kekuatan 13,5
kompi yang tersebar di seluruh kota di Bali dan dikenal dengan sebutan Ciung Wanara.
I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya kemudian bertekad melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Pada 18 November 1946, markas pertahanan atau militer Belanda di
Tabanan, Bali diserang secara habis-habisan. Hal ini membuat Belanda murka dan
mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengepung Bali, khususnya Tabanan. Belanda
mengirimkan pasukan 'Gajah Merah', 'Anjing Hitam', 'Singa', 'Polisi Negara', 'Polisi
Perintis dan tiga pesawat pemburu miliknya. Pasukan yang dikirim Belanda tersebut
mulai melakukan serangan pada 20 November 1946 pukul 05.30 WITA, dengan
menembaki area pasukan warga Bali. Kekuatan persenjataan yang dimiliki pasukan
tersebut tergolong minim, sehingga mereka belum bisa melakukan aksi serangan
balasan kepada pasukan Belanda. Sekitar pukul 09.00 WITA, pasukan Belanda yang
kira-kira berjumlah 20 orang mulai mendekat dari arah barat laut, dan Beberapa saat
kemudian terdengarlah suara tembakan. Sebanyak 17 orang pasukan Belanda ditembak
mati oleh pasukan Ciung Wanara yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Setelah
mengetahui jika pasukannya mati, Belanda melakukan aksi serangan dari berbagai arah.
Namun, upayanya ini beberapa kali mengalami kegagalan karena pasukan Ciung
Wanara berhasil melakukan aksi serangan balik. Tidak hanya itu, Belanda juga sempat
menghentikan aksi serangannya selama satu jam. Beberapa saat kemudian, Belanda
21
kembali menyerang dengan mengirimkan banyak pasukan serta pesawat terbang
pengintai, kira-kira pukul
11.30 WITA. Serangan ini kembali berhasil dihentikan oleh pasukan Ciung Wanara.
Akhirnya Belanda dan pasukannya mundur sejauh 500 meter ke belakang untuk
menghindari pertempuran. Kesempatan ini digunakan oleh I Gusti Ngurah Rai dan
pasukannya untuk meloloskan diri dari kepungan musuh. Dalam perjalannya
meloloskan diri, tiba-tiba Belanda mengirimkan pesawat terbang untuk memburu I
Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya. Untuk terakhir kalinya I Gusti Ngurah Rai
menyerukan "Puputan!', yang berarti habis-habisan. I Gusti Ngurah Rai bersama
pasukannya bertempur melawan Belanda hingga titik darah penghabisan. Dikutip dari
situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), I Gusti Ngurah Rai dan
1372 pejuang Dewan Perjuangan Republik Indonesia Sunda Kecil gugur dalam Puputan
Margarana.
Akibat kekalahan pasukan I Gusti Ngurah Rai pada Puputan Margarana, Belanda
semakin mudah dalam meaksanakan tugasnya untuk mendirikan Negara Indonesia
Timur (NIT). Dalam peristiwa heroik itu, I Gusti Ngurah Rai dan 69 anggota
pasukannya gugur akibat serangan tentara Belanda. Sedangkan di kubu lawan, sekitar
400 orang tewas dalam peperangan itu. Namun rakyat tidak berhenti berjuang karena
usaha Belanda kembali gagal setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada
1950. Hal ini karena pada 8 Maret 1950 pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan
Senat RIS mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara
Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Dengan undang-undang tersebut, maka negara-
negara bagian atau daerah otonom seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura
bergabung dengan RI di Yogayakarta. Setelah itu semakin banyak negara-negara bagian
atau daerah yang bergabung dengan RI, maka sejak 22 April 1950, negara RIS hanya
tinggal tiga yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia
Timur. Semenjak itu setiap tanggal 20 November, masyarakat Bali akan memperingati
Hari Puputan Margarana dan mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah gugur membela
bangsa dan negaranya.
22
2.7. Peristiwa Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Ketika itu
kondisi pertahanan dan keamanan setelah Indonesia merdeka belum Kembali stabil.
Pada beberapa daerah terjadi pertempuran memperebutkan kembali wilayah kekuasaan
sekutu.
23
Bandung bagian utara. Serangan ini sendiri dilakukan di Hotel Homan dan Hotel
Preanger. Selain di Bandung, aksi serupa juga terjadi di Surabaya, Manado, Sukabumi,
Medan, Ambarawa dan Biak.
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald yang tiba di Bandung pada
tanggal 12 Oktober 1945, dan dari semula sudah bersitegang dengan pemerintah RI.
Mereka kemudian menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk,
kecuali TKR, diserahkan kepadanya.
Orang-orang Belanda yang baru saja dibebaskan dari kamp tawanan kemudian
mulai melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan
bersenjata kemudian di antara Inggris dan TKR.
Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela jika Kota Bandung kemudian
dimanfaatkan oleh pihak Sekutu serta NICA. Keputusan ini sendiri diambil untuk
membumihanguskan Bandung melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan
Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak RI, hingga akhirnya pada
tanggal 23 Maret 1946 Kolonel Abdoel Haris Nasoetion sebagai Komandan Divisi III
TRI mengumumkan hasil musyawarah ini dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.
Pada hari yang sama rombongan besar penduduk Bandung kemudian mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota tersebut segera
berlangsung. Bandung yang pada saat itu sengaja dibakar oleh TRI serta rakyat setempat
24
dengan maksud agar Sekutu tidak menggunakan Bandung sebagai markas strategis
militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi hingga semua listrik
mati.
Dalam pertempuran ini Ramdan dan Muhammad Toha sebagai dua anggota
milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam suatu misi untuk menghancurkan
gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha yang meledakkan gudang tersebut dengan
dinamit.
Gudang ini kemudian terbakar dan meledak bersamaan dengan kedua milisi
tersebut di dalamnya. Staf pemerintah kota Bandung kemudian tetap tinggal di dalam
kota, demi menjaga keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ia turut serta
dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul
24.00 Bandung Selatan telah dikosongkan dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih
membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung ini dianggap sebagai strategi yang tepat dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI serta milisi rakyat tidak sebanding jika
dibandingkan dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar.
Beberapa tahun setelahnya lagu “Halo, Halo Bandung” secara resmi ditulis dan
menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia
alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi
lautan api.
25
Peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) sebagai suatu peristiwa kebakaran besar
yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia yang terjadi pada tanggal
23 Maret 1946 pukul tujuh jam, dimana sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar
rumahnya serta meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan.
Hal ini sendiri dilakukan guna mencegah tentara Sekutu serta tentara NICA
Belanda dalam menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam
rangka Perang Kemerdekaan Indonesia.
Istilah Bandung Lautan Api kemudian digunakan sebagai istilah yang terkenal
setelah peristiwa pembumihangusan ini terjadi. Jenderal A.H Nasution yang berperan
sebagai Jenderal TRI dalam pertemuan di Regentsweg (kini sebagai Jalan Dewi
Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, kemudian
memutuskan strategi terhadap Kota Bandung usai menerima ultimatum dari Inggris
tersebut.
Peristiwa Bandung Lautan Api sendiri menjadi inspirasi Ismail Marzuki untuk
menciptakan lagu Halo-Halo Bandung. Lagu yang menggambarkan bagaimana
semangat perjuangan masyarakat dalam peristiwa tersebut. Berikut di bawah ini adalah
tokoh-tokoh penting peristiwa Bandung Lautan Api.
26
e. Mayor Rukana Mayor Rukana sebagai komandan polisi militer di kota
Bandung. Ialah yang mencetuskan ide membakar kota Bandung untuk
menyelamatkan wilayah dari kekuasaan sekutu.
Peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada 76 tahun silam atau 24 Maret
1946 merupakan momen penting bagi rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Kota
Bandung. Saat-saat tersebut masyarakatnya memilih membumihanguskan rumahnya
dibanding menyerahkannya kepada militer sekutu guna mempertahankan bumi Sunda.
Stilasi ini berada di depan gedung bekas kantor berita Jepang, Domei yang telah
ada sejak tahun 1937. Menurut catatan sejarah, di kantor berita inilah kemudian untuk
pertama kalinya teks proklamasi dibacakan oleh rakyat Bandung. Kali ini bangunan ini
adalah Kantor Bank BTPN.
b. Jalan Braga
Stilasi 2 ini berada persimpangan Jalan Braga serta Jalan Naripan yang terletak
di gedung Bank Jabar dahulunya bernama Gedung Denis. Di gedung ini, pada Oktober
1945, pejuang Bandung Moeljono serta E. Karmas merobek bendera Belanda.
c. Jalan Asia-Afrika
27
Stilasi 3 berada di depan Gedung Asuransi Jiwasraya di Jalan Asia-Afrika atau
tepatnya berada di seberang Masjid Raya Jawa Barat. Dulunya, gedung ini digunakan
sebagai markas resimen 8 yang dibangun pada tahun 1922.
d. Jalan Simpang
Stilasi 4 ini berada pada sebuah rumah yang terletak di Jalan Simpang. Di tempat
inilah dilakukannya perumusan keputusan pembumihangusan kota Bandung. Perintah
meninggalkan kota Bandung sendiri kemudian dikomandoi dari rumah ini. Rumah
tersebut kini dijadikan sebagai tempat tinggal dan masih sama dengan bentuk aslinya.
e. SD Dewi Sartika
Stilasi 5 tidak berada jauh dari Jalan Otto Iskandardinata – Jalan Kautamaan Istri.
Tepatnya berada di depan SD Dewi Sartika.
f. Jalan Ciguriang
i. Jalan Asmi
28
sebagai markas pemuda pejuang, PESINDO dan BBRI sebelum kemudian terjadilah
peristiwa Bandung Lautan Api.
j. Gereja Gloria
Stilasi berikutnya berada di depan sebuah gereja yang terletak di jalan ini. Gereja
ini bernama Gloria, dulunya digunakan sebagai gedung pemancar NIROM yang
berfungsi untuk menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan ke seluruh Indonesia dan
dunia. Di seberang stilasi inilah, di Taman Tegallega, sebuah tugu kokoh bernama tugu
Bandung Lautan Api didirikan.
Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada
Desember 1948, Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai menyusun strategi untuk
melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda. Strategi tersebut antara lain dimulai
dengan memutuskan telepon, merusak jalan Kereta Api, menyerang konvoi Belanda,
serta tindakan lainnya.
29
Keamanan PBB dan penolakan Belanda terhadap resolusi tersebut dan melancarkan
propaganda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Melalui
Radio Rimba Raya, Panglima Besar Sudirman juga telah mendengar berita tersebut.
Panglima Besar Sudirman menginstruksikan untuk memikirkan langkahlangkah yang
harus diambil untuk memutar balikkan propaganda Belanda.
Letkol. dr. Hutagalung masih tinggal beberapa hari untuk membantu merawat
Panglima Besar Sudirman, sebelum kembali ke markasnya di Gunung Sumbing. Sesuai
tugas yang diberikan oleh Panglima Besar Sudirman, dalam rapat Pimpinan Tertinggi
Militer dan Sipil di wilayah Gubernur Militer III, yang dilaksanakan pada tanggal 18
Februari 1949 di markas yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Selain Gubernur
Militer/Panglima Divisi III Kol. Bambang Sugeng dan Letkol Wiliater Hutagalung, juga
hadir Komandan Wehrkreis II, Letkol. Sarbini Martodiharjo, dan pucuk pimpinan
pemerintahan sipil, yaitu Gubernur Sipil, Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro, Residen
Banyumas R. Budiono, Residen Kedu Salamun, Bupati Banjarnegara R. A. Sumitro
Kolopaking, dan Bupati Sangidi.
30
Republik Indonesia kepada dunia internasional, maka anggota UNCI, wartawan asing
serta para pengamat militer harus melihat perwira-perwira yang berseragam Tentara
Nasional Indonesia (TNI).
Setelah dilakukan pembahasan yang mendalam, grand design yang diajukan oleh
Hutagalung disetujui, dan khusus mengenai "serangan spektakuler" terhadap satu
kota besar, Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng bersikukuh, bahwa
yang harus diserang secara spektakuler adalah Yogyakarta.
Tiga alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta
sebagai sasaran utama adalah:
1. Yogyakarta adalah Ibu kota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya
untuk beberapa jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia
melawan Belanda.
2. Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta
masih adanya anggota delegasi UNCI, serta pengamat militer dari PBB.
3. Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tidak perlu
persetujuan Panglima/GM lain dan semua pasukan memahami dan
menguasai situasi/daerah operasi.
Selain itu, sejak dimulainya perang gerilya pimpinan pemerintah sipil dari
mulai Gubernur Wongsonegoro serta para Residen dan Bupati selalu diikutsertakan
dalam rapat dan pengambilan keputusan yang penting dan kerjasama selama ini
sangat baik. Oleh karena itu, dapat dipastikan dukungan terutama untuk logistik dari
seluruh rakyat.
Selanjutnya dibahas, pihak-pihak mana serta siapa saja yang perlu dilibatkan,
akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggi dan tegap, lancar berbahasa Belanda,
Inggris atau Prancis dan akan dilengkapi dengan seragam perwira TNI dari mulai
sepatu sampai topi. Mereka sudah harus siap di dalam kota, dan pada waktu
penyerangan telah dimulai, mereka harus masuk ke Hotel Merdeka guna
menunjukkan diri kepada anggota-anggota UNCI serta wartawan-wartawan asing
31
yang berada di hotel tersebut. Kolonel Wiyono, Pejabat Kepala Bagian PEPOLIT
Kementerian Pertahanan yang juga berada di Gunung Sumbing akan ditugaskan
mencari pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan,
terutama yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris.
Hal penting yang kedua adalah, dunia internasional harus mengetahui adanya
Serangan Tentara Nasional Indonesia terhadap tentara Belanda, terutama terhadap
Yogyakarta, Ibu kota Republik. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia
internasional maka dibantu oleh Kol. T.B. Simatupang yang bermarkas di
Pedukuhan Banaran, desa Banjarsari, untuk menghubungi pemancar radio
Angkatan Udara RI (AURI) di Playen, dekat Wonosari, agar setelah serangan
dilancarkan berita mengenai penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta
segera disiarkan.
32
bagi gerilyawan di front. Beberapa dokter dan staf PMI kemudian banyak yang
ditangkap oleh Belanda dan ada juga yang mati tertembak sewaktu bertugas.
Setelah rapat selesai, Komandan Wehrkreise II dan para pejabat sipil pulang ke
tempat masing-masing guna mempersiapkan segala sesuatu, sesuai dengan tugas
masing-masing. Kurir segera dikirim untuk menyampaikan keputusan rapat di
Gunung Sumbing pada 18 Februari 1949 kepada Panglima Besar Sudirman dan
Komandan Divisi II/Gubernur Militer II Kolonel Gatot Subroto.
33
kediaman mertua Bambang Sugeng dan masih sempat berenang di telaga yang ada
di dekat Pengasih (Keterangan dari Bambang Purnomo, adik kandung alm.
Bambang Sugeng, yang kini tinggal di Temanggung). Pertemuan dengan Letkol.
Suharto berlangsung di Brosot, dekat Wates. Semula pertemuan akan dilakukan di
dalam satu gedung sekolah, namun karena kuatir telah dibocorkan, maka pertemuan
dilakukan di dalam sebuah gubug di tengah sawah. Hadir dalam pertemuan tersebut
lima orang, yaitu Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kol. Bambang Sugeng,
Perwira Teritorial Letkol. dr. Wiliater Hutagalung beserta ajudan Letnan Amron
Tanjung, Komandan Wehrkreise III/Brigade X Letkol. Suharto beserta ajudan.
Kepada Suharto diberikan perintah untuk mengadakan penyerangan antara tanggal
25 Februari dan 1 Maret 1949. Kepastian tanggal baru dapat ditentukan kemudian,
setelah koordinasi serta kesiapan semua pihak terkait, antara lain dengan Kol.
Wiyono dari Pepolit Kementerian Pertahanan.
Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan
umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota & dlm jumlah kecil mulai disusupkan
ke dlm kota. Pagi hari sekitar pukul 06. 00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera
34
dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung
memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin
Ventje Sumual, sektor selatan & timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh
Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono &
Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6
jam. Tepat pukul 12. 00 siang, sebagaimana yg telah ditentukan semula,seluruh
pasukkan TNI mundur
Sebelum menyerang, para pasukan sudah mendapat izin dari Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, yang kala itu menjabat Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berikut kronologinya: Di suatu malam menjelang serangan umum, para pasukan TNI
sudah mulai menyusup ke berbagai sudut kota di seluruh wilayah Yogyakarta. Pada
pukul 06.00 WIB tanggal 1 Maret 1949, sebuah sirene berbunyi sebagai tanda jam
malam berakhir dan serangan umum siap dilancarkan.
Ketika pasukan TNI beraksi, pihak Belanda berhasil dikejutkan oleh serangan umum
mendadak sehingga mereka tidak memiliki banyak waktu untuk menyiapkan serangan
balik. Dalam waktu cukup singkat, pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan
Belanda keluar dari Yogyakarta, karena izin masuk mereka ke wilayah tersebut juga
termasuk ilegal. Keberhasilan TNI setelah membubarkan Belanda ini menjadi berita
baik dan disebarluaskan ke luar negeri melalui Birma, sehingga berita radio itu sampai
ke perwakilan RI di PBB, New York,AmerikaSerikat.
Tak hanya itu, berita keberhasilan serangan umum juga meluas di tanah air melalui
jaringan radio pemerintah.
Berkat serangan umum pada 1 Maret 1949, dukungan internasional mulai berdatangan
bagi Indonesia, termasuk pemerintah Amerika Serikat yang awalnya mendukung
35
Belanda, mulai mengubah sikapnya dan meminta pihak Belanda agar mau berunding
dengan Indonesia.
Akibat dari pertempuran tersebut Dari pihak Belanda, tercatat 6 orang tewas, dan
di antaranya adalah 3 orang anggota polisi; selain itu 14 orang mendapat luka-luka.
Segera setelah pasukan Belanda melumpuhkan serangan terebut, keadaan di dalam kota
menjadi tenteram kembali. Kesibukan lalu-lintas dan pasar kembali seperti biasa, malam
harinya dan hari-hari berikutnya keadaan tetap tenteram.
Pada hari Selasa siang pukul 12.00 Jenderal Meier (Komandan teritorial
merangkap komandan pasukan di Jawa Tengah), Dr. Angent (Teritoriaal
BestuursAdviseur), Kolonel van Langen (komandan pasukan di Yogyakarta) dan
Residen Stock (Bestuurs-Adviseur untuk Yogyakarta) telah mengunjungi kraton guna
membicarakan keadaan dengan Sri Sultan.
Serangan umum pada 1 Maret 1949 ini mempunyai dampak besar terhadap posisi
Indonesia di mata dunia, di antaranya:
Membuktikan bahwa eksistensi TNI masih sangat kuat dan mampu menyerang,
Mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, Indonesia mendapat tawaran
perundingan dari Dewan Keamanan PBB, Memulihkan kepercayaan rakyat terhadap
performa kerja TNI, Bisa mengubah sikap pemerintahan Amerika Serikat terhadap
Belanda, supaya mau berunding dengan RI, Mematahkan propaganda bohong yang
dilakukan Belanda kepada Indonesia di dunia internasional.
Tetapi, Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik
Indonesia, mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah. Tak
lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi
36
salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan kepada
Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi
juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan
dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan komando
yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk
selamanya.
Peristiwa Yogya Kembali adalah peristiwa yang sangat penting pada saat itu,
yaitu pemindahan kekuasaan sipil dan militer dari tangan Belanda ke tangan Republik
Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 24 Juni – 30 Juni 1949. Tidak banyak yang
mengingat peristiwa Yogya Kembali bahkan di Museumnya yang dibangun untuk
memperingati peristiwa tersebut sendiri pun dioramanya hanya menceritakan penarikan
tentara Belanda di kota Yogyakarta pada 29 Juni 1949, Sebagian kecil dari proses
penarikan itu sendiri (Ratmanto, 2020).
Peristiwa Yogya Kembali adalah sebuah diplomasi antara Indonesia dan Belanda
yang tidak terjadi hanya sekali, sejak Resolusi New Delhi, lalu dibawa ke PBB dan
akhirnya menghasilkan suatu perundingan yang dinamakan Roem-Royen pada 14 April
– 7 Mei 1949. dalam perundingan itu, Indonesia dan Belanda sepakat untuk menarik
militer Belanda yang ada di Yogyakarta. Indonesia dan Belanda sepakat menyerahkan
penarikan kepada tim pengawas dari PBB yaitu Military Observers UNCI atau juga
disebut Milobs Team, dan pengawas dari pihak Indonesia yang Bernama Liaison
Officers atau LO yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang juga
bertindak sebagai penanggung jawab proses penarikan. Dan peristiwa tersebut ditutup
oleh pidato proklamasi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 30 Juni
1949 yang menjadi selesainya perebutan kekuasaan UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
5 pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta kembali ke Pemerintah Republik
Indonesia dan penarikan tentara Belanda di tanah Yogyakarta.
37
Sejarah dari Peristiwa Yogya Kembali merupakan peristiwa penting yang tidak
hanya bagi penduduk Yogyakarta saja, namun juga menjadikan tonggak kedaulatan
Republik Indonesia dari intervensi pemerintahan Belanda pada Agresi Militer Belanda
II. hendaknya masyarakat khususnya warga Yogyakarta mengapresiasi usaha-usaha
para pejuang dalam memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia.
Dewan Keamanan PBB dan Amerika Serikat saat itu menuntut pembebasan
kabinet Republik Indonesia. Pihak Belanda dan Indonesia pun menyetujuinya dengan
sepakat mengadakan Perjanjian Roem Royen pada 14 April 1947 - 7 Mei 1949.
Perjanjian Roem Royen berlangsung di Hotel Indes Jakarta, dengan tujuan
menghasilkan kesepakatan atas gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda.
Selain itu, dalam perjanjiannya juga meminta pengembalian kekuasaan Ibu Kota
Yogyakarta kepada Indonesia. Sejarah Peristiwa Jogja Kembali merupakan kejadian
mundurnya militer Belanda sekaligus pengembalian kekuasaan Ibu Kota Yogyakarta
kepada Indonesia. Keputusan dari hasil Perjanjian Roem Royen ini dinilai sangat
lamban, sampai akhirnya menghadirkan Bung Hatta dari pengasingan di Bangka dan Sri
Sultan Hamengku Buwono IX.
Saat itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan dalam perundingan bahwa
Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia yang siap membantu
mempertahankan kemerdekaan. Hal lain yang memperkuat Yogya bisa kembali ke
Indonesia yaitu dari hasil perundingan tiga pihak antara BFO atau Majelis Konsultatif
Federal, Indonesia-Belanda yang diawasi PBB. Ketiganya menyatakan bahwa Belanda
harus menarik mundur pasukannya sejak Agresi Militer II, 19 Desember 1948.
Kemudian ketika insiden Serangan Oemoem 1 Maret 1949, dunia internasional
meyakini bahwa RI dan TNI masih ada, meskipun pihak Belanda mempropagandakan
sebaliknya. Setelah cukup lama berunding dan sampai pada puncaknya di 29 Juni 1949,
kota Yogyakarta mulai bersih dari kawanan tentara Belanda yang berhasil dipulangkan.
38
Sejarah Peristiwa Jogja Kembali bukan hanya milik warga Yogyakarta melainkan
diklaim bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam rangka penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta yang akan digantikan
oleh TNI, Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda telah disepakati persetujuan
“Suspension of Arm”. Pada tanggal 10 Mei 1949 Komandan Brigade T Kolonel van
Langen, memerintahkan kepada pasukannya yang berada di Yogyakarta untuk
menghindarkan pertempuran-pertempuran dengan pasukan Republik Indonesia.
Selanjutnya Menteri Negara Republik Indonesia/Koordinator Keamanan, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX memerintahkan kepada Komandan TNI di Yogyakarta untuk
menghindarkan pertempuran dengan Belanda yang diulang lagi dengan perintah baru
tanggal 23 Juni 1949. Pada hari yang sama diterima berita dari pihak Belanda yang
memberitahukan bahwa tentara mereka akan ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 24
Juni 1949 mulai pukul 12.00 dari Pos Wonosari. Penarikan tentara Belanda dari
Yogyakarta kemudian baru dilangsungkan pada 29 Juni 1949 secara serentak mulai dari
selatan ke utara dan keluar dari kota ke jurusan Magelang. Pada hari itu pula secara
resmi kedudukan Yogyakarta kembali berfungsi sebagai ibu kota negara sementara.
39
tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6
Juli 1989, bangunan ini selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden
Suharto dengan penandatanganan Prasasti.
BAB 3
PENUTUP
40
3.1 Kesimpulan
Kondisi bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan sangat tidak setabil situasinya,
tetapi mereka bisa berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, meski
b.anyak hal yang mereka lewatkan seperti kedatangan sekutu Belanda hingga mereka
memberikan perlawanan dari berbagai daerah yakni pengambilalihan kekuasaan Jepang
di Yogyakarta, pertempuran lima hari di Semarang, pertempuran Surabaya, pertempuran
Ambarawa, pertempuran medan area, peristiwa bandung lautan api hingga pertempuran
margarana mereka lewatkan demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dan pada
akhirnya mereka berhasil menegakkan kedaulatan NKRI.
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan
dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu
penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Kompas.com.2022.Perjanjian Renville.
https://amp.kompas.com/regional/read/2022/01/23/181239178/perjanjian-renville-
isitokoh-latar-belakang-dan-dampaknya-bagi-kedaulatan. Diakses pada 8 Januari 2023.
41
Nanda Akbar Gumilang.2021.Konferensi Meja Bundar.
https://www.gramedia.com/literasi/konferensi-meja-bundar/. Diakses pada 8 Januari
2023.
Kompas.com.2021.Pertempuran Ambarawa.
https://amp.kompas.com/stori/read/2021/05/22/161749679/pertempuran-ambarawalatar-
belakang-tokoh-akibat-dan-akhir. Diakses pada 8 Januari 2023.
Yuda Prinada 2022.Pertempuran Medan Area. https://tirto.id/pertempuran-medan-
areasejarah-kronologi-dan-akhir-perang-gbnU. Diakses pada 8 Januari 2023.
Alhidayath Parinduri.Sejarah Bandung Lautan Api. https://tirto.id/sejarah-
peristiwabandung-lautan-api-penyebab-kronologi-tokoh-gajf. Diakses pada 8 Januari
2023.
Raden Putri.2021.Isi Perjanjian Roem Royen.
https://www.gramedia.com/literasi/isiperjanjian-roem-royen/. Diakses pada 9 Januari
2023.
Kompas.com.2021.Kedatangan Sekutu dan Belanda pada Awal Kemerdekaan.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/20/130000169/kedatangan-sekutu-
danbelanda-pada-awal-kemerdekaan?page=all. Diakses pada 9 Januari 2023.
Kelas Pintar.2022.Pengambilalihan Kekuasaan Jepang diYogyakarta.
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/kelas-11-tips-pintar/
pengambilalihankekuasaan-jepang-di-yogyakarta-
14604/#:~:text=Dalam%20sejarahnya%2C%20pengambialihan%20kekuasaan%20Jepa
ng,yang%20bekerja%20di%20perkantoran%20Jepang. Diakses pada 10 Januari 2023.
Andrew.2021. Sejarah Pertempuran Surabaya.
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-pertempuran-surabaya/. Diakses pada 10
Januari 2023.
Sumber Sejarah.Dampak Pertempuran Ambarawa.
https://sumbersejarah1.blogspot.com/2018/04/dampak-pertempuran-ambarawa.html.
Diakses pada 10 Januari 2023.
Sofyan.2021. Sejarah Bandung Lautan Api.
https://www.gramedia.com/literasi/bandunglautan-api/. Diakses pada 10 Januari 2023.
Kompas.com.2022.Puputan Margarana.
https://regional.kompas.com/read/2022/07/23/185325878/puputan-margarana-
tokohpenyebab-kronologi-dan-dampak?page=all. Diakses pada 12 Januari 2023.
Mentari Januari.2022.Dampak Agresi Militer II Belanda.
https://www.zenius.net/blog/agresi-militer-belanda-
42
2#Dampak_Agresi_Militer_2_Belanda. Diakses pada 12 Januari 2023.
Ziaggi.2021.Perjanjian Linggarjati.
https://www.gramedia.com/literasi/perjanjianlinggarjati/. Diakses pada 12 Januari 2023.
Lampiran
43
Gedung Agung di Yogyakarta
Sumber : Wikipedia
Sumber : Sindonews.com
Sumber: Kompas.com
44
(sumber: discoveringsurabaya.wordpress.com)
Sumber: Kompas.com
45
Sumber: kly.akamaized.net
Sumber : Kompas.com
46