Kelas : XI IPS 1
Hari, tanggal : Jumat, 11 Maret 2022
8) Sumbawa
Pada Desember 1945, rakyat Sumbawa berusaha merebut pos-pos militer
Jepang di Gempe, Sape, dan Raba. Pada 13 Desember, para pemuda secara
serentak menyerang pos-pos tersebut.
Salah satu hasil sidang kedua PPKI pada 19 Agustus 1945 dan 12 September 1946
adalah dibentuknya kabinet presidensial dengan 12 departemen dan 4 menteri negara. Usia
kabinet presidensial hanya sekitar setahun, yaitu sejak 12 September 1945 sampai 14
November 1945. Alasannya, sejak 14 November 1945-29 Januari 1948, Indonesia
menerapkan sistem parlementer. Latar belakang dan proses lahirnya sistem ini, pada 16 dan
17 Oktober 1945, lembaga pembantu dan penasihat presiden, yaitu Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP), mengadakan sidang pertamanya, yang bertempat di Balai Muslimin,
Jalan Kramat Raya, Jakarta. Sidang dipimpin Kasman Singodimedjo. Dalam sidang ini,
Sukarno diwakili oleh Moh. Hatta.
Pelaksanaan sidang ini dilatarbelakangi adanya petisi yang diajukan Sutan Syahrir,
dkk., yang berisi desakan perubahan sistem pemerintahan. Syahrir lebih memilih sistem
parlementer, bukan presidensial. Menurutnya, selain karena kekuasaan presiden terlalu besar
melalui sistem presidensial, setidaknya dalam praktiknya pada waktu itu, sistem parlementer
diyakini lebih cocok untuk kondisi Indonesia yang memiliki beragam ideologi, paham, serta
pandangan politiknya. Kekuasaan presiden yang terlalu besar itu, misalnya, tampak pada
keputusan Presiden Sukarno mendeklarasikan partai tunggal, yaitu Partai Nasional Indonesia
(PNI) pada 22 Agustus. Pada waktu itu, Sukarno beralasan Indonesia yang baru saja merdeka
masih rawan dengan ancaman, baik pemberontakan dari dalam negeri maupun invasi dari
luar.
Karena itu, dibutuhkan satu partai yang dapat menyatukan seluruh elemen bangsa.
Sementara itu, di kubu yang lain, seperti Sutan Syahrir, sistem partai tunggal dianggap hanya
akan menjadi alat kontrol penguasa terhadap suara-suara kritis dalam masyarakat. Sistem ini
juga dianggap bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 yang menjamin kebebasan
berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat. Lebih daripada itu, sistem
ini juga dianggap mengkhianati nilai-nilai demokrasi. Karena itu, langkah pertama Syahrir
adalah membentuk serta memperkuat lembaga legislatif atau parlemen, pusat kekuasaan yang
sesungguhnya dalam sistem parlementer. Sementara itu, KNIP berfungsi sebagai badan
legislatif. Inilah antara lain isipetisi yang disampaikan Syahrir, dkk., yang melatarbelakangi
sidang pertama KNIP.
Lembaga ini diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar
haluan negara (GBHN) dan bukan lagi sebagai pembantu atau penasihat presiden. Dengan
maklumat tersebut pula, kekuasaan presiden dibatasi, yaitu hanya dalam bidang eksekutif.
Keesokannya, tanggal 17 Oktober 1945 sidang dilanjutkan, dipimpin Latuharhary. Agenda
utama sidang adalah mendengarkan pidato Soekarni.
Usulan tersebut mendapat sambutan positif dari KNIP dan disetujui pemerintah
dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No. 3 Tanggal 3 November 1945 tentang
anjuran pembentukan partai-partai politik, dengan syarat: partai-partai politik itu “hendaknya
memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan
masyarakat”. Maklumat tersebut langsung disambut dengan berdirinya banyak partai politik
sejak November 1945 - Januari 1946. Pada saat yang sama, kondisi sosial-politik Republik
Indonesia masih sangat mencekam. Di Surabaya, misalnya, TKR dan pemuda berjuang
mengusir pasukan Sekutu.
Di tengah-tengah pendirian berbagai partai politik itu, pada 11 November 1945, BP-KNIP
mengusulkan agar para menteri bertanggung jawab kepada Badan perwakilan Rakyat yang
menurut sistem sementara adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Usulan ini disetujui pemerintah pada 14 November 1945. Maklumat ini sekaligus
menandai lahirnya sistem parlementer dan berakhirnya sistem presidensial pada masa-masa
awal kemerdekaan. Pada tanggal yang sama pula, Sutan Syahrir diangkat KNIP sebagai
perdana menteri sementara sambil menunggu pemilihan umum yang direncanakan diadakan
pada Januari 1946. Dengan demikian, kekuasaan eksekutif resmi berada di tangan perdana
menteri. kekuasaan legislatif berada di tangan KNIP.Adapunpresiden berkedudukan sebagai
kepala negara yang bertanggung jawab kepada KNIP.
Selanjutnya, Pemilu yang dijadwalkan pada Januari 1946 tidak jadi diselenggarakan. Ada
dua faktor penyebab kegagalan penyelenggaraan pemilu: (1) pemerintah baru belum siap,
termasuk dalam hal perangkat undang-undang pemilu. (2) kondisi keamanan negara belum
stabil akibat konflik internal antarkekuatan politik serta gangguan dari luar (Sekutu dan
NICA). Para pemimpin negara masih disibukkan urusan konsolidasi.
Meskipun demikian, tanpa melalui proses pemilu, sejarah mencatat Sutan Syahrir tiga
kali diberi mandat oleh Presiden Sukarno untuk membentuk pemerintahan dan menjadi
perdana menterinya. la digantikan oleh Amir Syarifuddin (3 Juli 1947 - 29 Januari 1948).
Setelah itu, Indonesia kembali ke Kabinet Hatta I yang bercorak presidensial (29 Januari
1948 - 4 Agustus 1948). Disusul Kabinet Darurat (PDRI), yang berlangsung dari 19
Desember 1948-13 Juli 1949, dan Kabinet Hatta II yang bercorak presidensial (4 Agustus -
20 Agustus 1949).
Lain di Jakarta, lain lagi di daerah-daerah. Di Jakarta, para tokoh bangsa sibuk mencari
format terbaik negara Republik Indonesia yang baru merdeka, terutama terkait sistem
ketatanegaraannya. Pada saat yang sama, kondisi sosial-politik Indonesia sebetulnya masih
sangat rawan. Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya terancam
diduduki kembali oleh Belanda (NICA) yang datang dengan dibonceng pasukan Sekutu.