Anda di halaman 1dari 5

DUKUNGAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP PROKLAMASI

KEMERDEKAAN INDONESIA

Disusun oleh:
Nur Annisa Almasari Budiman
XI MIPA 3
SMAN 4 Kendari
2019/2020
Dukungan Rakyat Indonesia Terhadap Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia di Berbagai Daerah

Kemerdekaan yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata mendapat sambutan


yang luar biasa di berbagai daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Dukungan terhadap Negara
dan Pemerintah Republik Indonesia datang dari raja-raja di kerajaan Indonesia, juga datang dari
rakyat dan pemuda. Beberapa peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara spontan terhadap
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia antara lain:

1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta

Rapat Raksasa dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) tanggal 19


September 1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Pada peristiwa ini,
kekuatan Jepang, termasuk tank-tank, berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat umum tanggal 19
September 1945.
Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan
sejumlah menteri. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, Presiden Soekarno
menyampaikan pidato:

“ Percayalah rakyat kepada pemerintah Republik Indonesia. Kalau memang


saudara-saudara percaya kepada pemerintah Republik yang akan
mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan
dirobek-robek, kami akan tetap mempertahankan. Maka berilah
kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah
dan tunduk kepada disiplin”

Makna penting yang dapat diambil dari rapat raksasa di lapangan Ikada tanggal 19 September
1945:
  Mempertemukan Pemerintah Republik Indonesia yang baru berusia sebulan dengan rakyat dan
memberikan kepada rakyat kepercayaan kepada potensinya sendiri.
  Perwujudan pertama kewibawaan Pemerintah Republik Indonesia kepada rakyatnya.
2. Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir
dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut
berlangsung sampai datangnya pasukan Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
3. Di Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan kekuasaan secara serentak
dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi
semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang
dikuasai Jepang melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa
agar orang-orang Jepang menyerahkan aset dan kantornya
kepada orang Indonesia. Perbuatan itu diperkuat oleh Komite
Nasional Indonesia daerah Yogyakarta yang memkabarhukan
berdirinya pemerintah RI di Yogyakarta.
Tanggal 27 September 1945 Komite Nasional Indonesia
Daerah Jogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di Daerah tersebut telah di tangan
Pemerintah Republik Indonesia. Pada hari itu juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar
Kedaulatan Rakyat. Pada tanggal 7 Oktober 1945, rakyat dan BKR merebut tangsi Otsukai
Butai.

4. Pertempuran Lima Hari di Semarang.


Pertempuran Lima Hari di Semarang adalah pertempuran besar yang terjadi seusai
Jepang menyerah terhadap Sekutu. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 – 20 Oktober 1945.
Pertempuran Lima Hari di Semarang diawali dari momen kaburnya para tawanan bekas tentara
Jepang yang bakal dijadikan buruh pabrik di daerah Cepiring. Kaburnya tentara-tentara Jepang
ke wilayah Semarang ini memunculkan ketakutan pada diri rakyat Semarang. Apalagi kemudian
Jepang menguasai pusat persediaan air yang ada di daerah Candi. Kondisi terus meresahkan
rakyat saat tersiar desas-desus bahwa Jepang telah meracuni persediaan air minum di daerah
Candi.
Untuk membuktikan desas-desus itu, Dr. Karyadi memberanikan diri untuk mengecek air
minum tersebut. Ketika sedang meperbuat pemeriksaan, ia ditembak Jepang dan kemudia gugur.
Momen ini memunculkan amarah rakyat jadi berkobarlah pertempuran Lima Hari di Semarang.
Dalam pertempuran tersebut, 2. 000 rakyat Semarang menjadi korban dan 100 orang Jepang
tewas. Pertempuran ini sukses diakhiri seusai ceo TKR berunding dengan pasukan Jepang. Usaha
perdamaian tersebut akhirnya lebih dipercepat setalah pasukan Sekutu (Inggris) mendarat di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Untuk selanjutnya, pasukan Sekutu menawan dan
melucuti senjata Jepang.
5. Terjadinya Insiden Bendera di Hotel Yamato, Surabaya.
Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945, ketika
orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel
Yamato, dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat. Orang-
orang Belanda tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak
Hotel Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para
pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda ditolak
penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa orang pemuda berhasil memanjat
atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna
birunya dan mengibarkan kembali sebagai merah putih. Disebut insiden bendera karena kasusnya
penyobekan bendera, disebut insiden Yamato karena terjadi di hotel Yamato, disebut insiden
Tunjungan karena hotel itu terletak di jalan Tunjungan.
6. Palembang
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatera Selatan pada tanggal 8 Oktober
1945, ketika residen Sumatera Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam
suatu upacara menaikkan bendera Merah Putih. Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke
kantornya masing-masing.
Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan Palembang hanya ada satu
kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung
tanpa insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi.
7. Jambi
Berita kemerdekaan 17 Agustus 1945 didengar pertama kali di Jambi melalui alat morse.
Pesan itu diterima oleh pegawai telegrap. Salah satu tokoh penting dalam menyebarkan berita
kemerdekaan itu adalah Abdulah Kartawirana. Pada saat itu ia adalah salah satu pejabat penting
di Jawatan Penerangan Jepang (Hodohan).
Nama Abdulah Kartawirana saat ini diabadikan sebagai salah satu nama jalan di
Kelurahan Telanaipura, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Meski bekerja di kantor Jepang, Abdulah adalah salah satu tokoh pergerakan. Mendengar
proklamasi sudah dibacakan, jiwa perjuangannya muncul. Pekik kemerdekaan tak ingin
disimpannya sendiri. Ia ingin mengabarkan kepada seluruh khalayak di Jambi.
Dengan sembunyi-sembunyi, pada 20 Agustus 1945, Abdulah kemudian menghubungi
tokoh-tokoh politik dan pemuda di Jambi. Hingga pada 22 Agustus 1945, ia mengumpulkan
perwakilan dari seluruh golongan di rumahnya di Kota Jambi.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk membentuk organisasi atau badan perjuangan.
Usai pertemuan itu, berita akan kemerdekaan benar-benar tak terbendung. Setiap pemuda di
Jambi memakai lambang merah putih di dada. Pekik kemerdekaan sahut menyahut saat sesama
saling menyapa.

8. Pertempuran di Aceh

Di Aceh pada 6 Oktober 1945 para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan
Pemuda Indonesia (API). 6 hari kemudian Jepang melarang berdirinya organisasi tersebut.
Pemuda menolak dan timbulah pertempuran. Para pemuda mengambil alih kantor-kantor
pemerintah Jepang, melucuti senjatanya dan mengibarkan Bendera Merah-Putih.

9. Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul
gerakan yang mendukung proklamasi. Akibatnya tentara
Australia yang sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua
aktivitas politik, seperti demonstrasi dan mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana
merah putih dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis tetap melaksanakannya. Di
Balikpapan tanggal 14 Nopember 1945, sejumlah tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan
komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
10. Sulawesi
1) Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi,
mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di Ujung Pandang, Gubernur segera
membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah.
Tindakan gubernur oleh para pemuda dianggap terlalu berhati-hati, para pemuda mengorganisasi
diri dan merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi polisi.
Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati ( Bo-ei Taishin), bekas
kaigun heiho dan pelajar SMP.
Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat peristiwa
tersebut pasukan Australia yang telah ada, bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa
tersebut gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng.
2) Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawei Utara tidak padam, meskipun tentara NICA
telah menguasai di wilayah tersebut. Pada tanggal 14 Pebruari 1946, para pemuda Indonesia
anggota KNIL tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di
Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Menado. Mereka membebaskan tawanan yang
mendukung Republik Indonesia antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno
Dhanupojo, G.E. Duhan.
Di sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Menado dan semua pasukan
Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut para pemuda
menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang perebutan kekuasaan
tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di Jogyakarta dan mengeluarkan Maklumat
No. 1 yang ditandatangani oleh Ch.Ch. Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Pebruari
1946 dan sebagai residen dipilih B.W. Lapian.
3) Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap markas-
markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan para pemimpin Republik
menolak ajakan untuk berunding dengan pasukan pendudukan Australia.

Anda mungkin juga menyukai