Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................................ 2
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penyebab Konflik Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan ..................... 4
2.2. Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah. ......................... 7
2.3.Perjuangan Diplomasi Indonesia ................................................................... 14
2.4 Faktor yang memaksa Belanda Keluar dari Indonesia................................ 25

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 27
3.2 Saran-Saran .................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum memperoleh kemedekaan, bangsa Indonesia terlebih dahulu
memproklamasikan kemerdekaannya yang dikenal dengan “Proklamasi Kemerdekaan”.
Proses ini berawal dari terdengarnya berita kekalahan Jepang dari pihak sekutu, seketika
juga kelompok pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akan tetapi dengan alasan menunggu janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan Indonesia, Soekarno-Hatta tidak dengan segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal inilah yang mendorong para pemuda
melakukan aksi penculikan terhadap Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok yang akhirnya
dikenal dengan “Peristiwa Rengasdengklok”. Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi
Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Bung Karno didampingi oleh Bung Hatta pada
tanggal 17 Agustus 1945. Satu langkah maju sudah ada pada genggaman bangsa
Indonesia melalui Proklamasi kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang baru
memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di
dunia. Hal ini tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus
1945. Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan
Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan Bung
Hatta sebagai Wakil Presiden. Kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan tanggal 17
Agustus 1945.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
 Mengidentifikasi konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda pasca
kemerdekaan indonesia.
 Untuk mendeskripsikan perjuangan rakyat dan pemerintah di berbagai daerah;
 Untuk mengetahui perjuangan-perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia.

1.3 Manfaat
1. Pembaca dapat memahami penyebab terjadinya konflik antara belanda dan
indonesia setelah kemerdekaan di proklamasikan
2. Untuk mengetahui pertempuran- pertempuran yang terjadi di daerah – daerah
demi mempertahankan kemerdekaan
3. Pembaca dapat mengetahui perjuangan-perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia
demi mempertahankan kemerdekaannya.
4. Pembaca mengetahui faktor yang menyebabkan Belanda keluar dari Indonesia

1.4 Rumusan Masalah


1. Apa yang menyebabkan terjadinya Konflik Indonesia dan Belanda pasca
kemerdekaan?
2. Bagaimana Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah dalam
mempertahankan Kemerdekaan ?
3. Bagaimana Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam mempertahankan
Kemerdekaan?
4. Apakah faktor memaksa Belanda keluar dari Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penyebab Konflik Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan


Sebagaimana kita ketahui kemerdekaan bangsa Indonesia di kumandangkan pada
tanggal 17 Agustus 1845, sehari kemudian setelah itu tepatnya tanggal 18 agustus 1945 di
tetapkan UUD ( UUD 1945 ) sebagai konstitusi negara RI dan di pilihnya Soekarno
sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.Perjuangan bangsa indonesia
selanjutnya semakin berat karena harus mempertahankan kemerdekaannya.
Adapun faktor penyebab konflik Indonesia dan Belanda antara lain :
1. Kedatangan Tentara Sekutu Yang Di Boncengi Oleh NICA.
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus
1945 maka secara hukum jepang tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan
Indonesia berada dalam keadaan Vacum Of Power (tidak ada seorang pemerintah yang
berkuasa) maka pada waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima
Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan
diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September
perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di
Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang
bertugas melucuti tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang
hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi,
setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah
pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi
curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan orang-orang Belanda yang
melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula
didirikan dan berpusat di Australia. Keadaan bertambah buruk karena NICA
mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya
keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-
mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces
Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson. Mereka
memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun tugas AFNEI
di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan
kepada pemerintahan sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan
pengadilan.
Kedatangan pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh
pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland
Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA
adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih
pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda memberikan sambutan tembakan selamat
datang. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA mempersenjatai kembali
tentara KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan
pengakuan sedara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak
saat itu, pasukan AFNEI diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat RI di
daerah-daerah untuk membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden
dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak bersungguh-
sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang merasa kewalahan,
menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga
terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali kekuasaannya
di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi dukungan kepada pihak
Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana Helfrich, memerintahkan
pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan
pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia
berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya. Oleh
karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di Indonesia. Konflik antara Indonesia-
Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.
2. Kedatangan NICA ( Belanda ) Berupaya Untuk Menegakkan Kembali
Kekuasaannya Di Indonesia .
NICA berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands Indisch
Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia). Orang-orang
NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan provokasi sehingga
memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan AFNEI, Christison menyadari bahwa untuk
kelancaran tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintah Republik Indonesia. Oleh
karena itu diadakanlah perundingan dengan pemerintah RI. Christison mengakui
pemerintahan de facto Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. la tidak akan
mencampuri persoalan yang menyangkut status kenegaraaan Indonesia. Dalam
kenyataannya pasukan Sekutu sering membuat hura-hara dan tidak menghormati
kedaulatan bangsa Indonesia. Gerombolan NICA sering melakukan teror terhadap
pemimpin-pemimpin kita. Dengan demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa
kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI adalah untuk menegakkan kembali
kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara
diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah
kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia
intemasional untuk menyelesaikannya.

2.2. Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah.


Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29
September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin
memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari
tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini
karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan.
Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan
bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di
beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai
berikut.
1. Pertempuran 10 November di Surabaya
Pertempuran di Surabaya diawali dengan pendaratan pasukan Sekutu dibawah
pimpinan Brigjen A.W.S. Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Pada tanggal 27
Oktober, mereka menyerbu penjara dan membebaskan perwira-perwira Sekutu yang
sebelumnya ditawan oleh pejuang-pejuang republik. Pembebasan tanpa izin pemerintah
RI telah menimbulkan kemarahan rakyat setempat, sehingga mereka secara serentak
mengadakan serangan terhadap Sekutu.
Dalam suatu pertempuran, Mallaby terbunuh. Hal ini menimbulkan kemarahan
Sekutu, sehingga komandan pasukan Sekutu di Jawa Timur, Mayjend R. Mansergh
mengeluarkan ultimatum. Ultimatum tersebut berisi :
a. semua pemimpin Indonesia termasuk pemimpin pergerakan, pemuda, polisi, dan
petugas radio harus melapor kepada Inggris dalam batas waktu sampai pukul 18.00
pada tanggal 9 November 1945;
b. mereka harus berbaris satu-persatu dengan membawa senjata yang dimilikinya;
c. setelah meletakkan senjata, mereka harus berjalan dengan tangan di atas kepala
menuju pos yang telah ditentukan;
d. jika ultimatum ini tidak ditaati, Inggris akan menghancurkan seluruh kota Surabaya.
Ultimatum tersebut tidak digubris oleh rakyat Surabaya yang didukung juga oleh gubernurnya
R. Soerjo. Semangat untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan telah mendorong rakyat
rela berkorban. Bung Tomo salah seorang pimpinan para pejuang selalu membangkitkan semangat
perjuangan melalui radio agar rakyat Surabaya tidak menghiraukan ultimatum Inggris. Akhirnya,
pasukan Inggris dan Belanda menggempur Surabaya dari segala jurusan dengan persenjatan berat
dan lengkap pada tanggal 10 November 1945. Penduduk Surabaya bertempur mati-matian sehingga
banyak korban yang tewas. Pertempuran di Surabaya bagi pasukan Inggris sendiri merupakan
perang terbesar yang dialaminya setelah Perang Dunia II, sehingga mereka menyebutnya “neraka”.
Peristiwa tanggal 10 November tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
2. Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat sedang
berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada saat itu, pasukan
AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut pasukan Indonesia untuk
menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan kotra Bandung bagian utara paling
lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung. Dipimpin oleh
Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI.
Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946. Pada tanggal 23 maret 1946, AFNEI
kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI meninggalkan kota Bandung. Ultimatum itu
diperkuat dengan adanya perintah dari pemerintah pusat Jakarta supaya TRI meninggalkan
Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI di
Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara
membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi
pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung. Tindakan
membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api.
3. Peristiwa Palagan Ambarawa (21 November – 15 Desember 1945)
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 21 November 1945 dan berakhir tanggal 15
Desember 1945, antara pasukan TKR dan laskar pemuda melawan pasukan Inggris. Peristiwa
tersebut dilatar-belakangi sebuah insiden di Magelang sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari
Divisi India ke-23 di Semarang. Pihak RI memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan
perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Tetapi kedatangan pasukan Inggris
ternyata diikuti oleh pasukan NICA yang kemudian mempersenjati para bekas tawanan perang
Jepang tersebut. Maka pecahlah pertempuran di Ambarawa-Magelang
Pada waktu itu, TKR dibawah pimpinan Panglima Divisi V Banyumas, Kolonel
Soedirman dan berhasil memukul mundur Sekutu sampai ke Semarang pada tanggal 15
Desember 1945. Kemenangan di Ambarawa itu mempunyai arti yang sangat penting
karena letaknya yang strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa, mereka bisa
mengancam tiga kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta (Solo), Magelang, dan
terutama Yogyakarta yang merupakan tempat kedudukan markas tertinggi TKR.
Pertempuran di Ambarawa tersebut terkenal dengan sebutan “Palagan Ambarawa”, dan
sampai sekarang selalu diperingati sebagai “Hari Infanteri” oleh TNI-AD.
4. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27
Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara
Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi
Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan
Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di
wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut
membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan
Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para
bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di
beberapa tempat. Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori
terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di
Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal
18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda
Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan
NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan
Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap
para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak
Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan
serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur.
Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan.
Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun
belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan
membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat
terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran
berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh
terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan
pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah
pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di
sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin
langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil
mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah
membela dan mempertahankan kemerdekaan.
5. Peristiwa Merah Putih di Manado (14 Februari 1946)
Peristiwa Merah Putih di Manado terjadi tanggal 14 Pebruari 1946. Para pemuda
tergabung dalam pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger). Kompeni VII
bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan pemerintahan
di Manado, Tomohon dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda
berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Pebruari 1946 mereka mengeluarkan surat selebaran
yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado telah berada di tangan bangsa
Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan
pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang
dipimpin oleh Mayor Wuisan.
Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan,
yaitu sejak tanggal 14 Pebruari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur
Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi. Ia
memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam
Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi.
Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari
Republik Indonesia. Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946, Dr. Sam Ratulangi
ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang Papua)
6. Perang Puputan Margarana di Bali (18 November 1946)
Salah satu isi perundingan Linggajati pada tanggal l0 November 1946 adalah
bahwa Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan
yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda harus sudah
meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3
Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali, ikut pula
tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai
Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan
konsultasi dengan Markas tertinggi TRI. Sementara itu perkembangan politik di pusat
Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan Linggajati
di mana Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Rakyat Bali merasa
kecewa terhadap isi perundingan ini. Lebih-lebih ketika Belanda membujuk Letnan
Kolonel I Gusti Ngurah Rai diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Ajakan tersebut
ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan
bersenjata Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai memperoleh kemenangan
dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Kemudian Belanda mengerahkan seluruh
kekuatan di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan rakyat Bali ini. Pertempuran
hebat terjadi pada tanggal 29 November 1946 di Margarana, sebelah utara Tabanan.
Karena kalah dalam persenjataan maka pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan. I Gusti
Ngurai Rai mengobarkan perang “Puputan” atau habis-habisan demi membela Nusa dan
Bangsa. Akhirnya I Gusti Ngurai Rai bersama anak buahnya gugur sebagai kusuma
bangsa.
7. Peristiwa Westerling di Makassar
Sebagai Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J.
Ratulangie melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda Nasional Indonesia
(PPNI). Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi pemuda ini pernah
dipimpin oleh Manai Sophian. Sementara itu pada bulan Desember 1946 Belanda
mengirimkan pasukan ke Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Raymond Westerling.
Kedatangan pasukan ini untuk “membersihkan” daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-
pejuang Republik dan menumpas perlawanan rakyat yang menentang terhadap
pembentukan Negara Indonesia Timur. Di daerah ini pula, pasukan Australia yang
diboncengi NICA mendarat kemudian membentuk pemerintahan sipil. di Makassar
karena Belanda melakukan usaha memecah belah rakyat maka tampillah pemuda-pemuda
pelajar seperti A. Rivai, Paersi, dan Robert Wolter Monginsidi melakukan perlawanan
dengan merebut tempat-tempat strategis yang dikuasai NICA. Selanjutnya untuk
menggerakkan perjuangan dibentuklah Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi
(LAPRIS) dengan tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng Daeng Djarung,
dan Robert Wolter Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderalnya. Sejak tanggal 7 – 25
Desember 1946 pasukan Westerling secara keji membunuh beribu-ribu rakyat yang tidak
berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda menyatakan Sulawesi dalam keadaan
perang dan hukum militer. Pada waktu itu Raymond Westerling mengadakan aksi
pembunuhan massal di desa-desa yang mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa
menjadi korban kebiadaban.
8. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pada tanggal 15 — 20 Oktober 1945 di Semarang terjadi pertempuran hebat
antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang. Peristiwa ini diawali dengan adanya
desas-desus bahwa cadangan air minum di Candi, Semarang diracun oleh Jepang. Untuk
membuktikan kebenarannya, Dr. Karyadi, kepala laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat
melakukan pemeriksaan. Pada saat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang
sehingga gugur. Dengan gugurnya Dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda
tidak dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban
jiwa. Untuk mengenang peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu Muda. Untuk
mengenang jasa Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum di
Semarang.
Selain perjuangan perjuangan di atas masih banyak lagi perjuangan yang
dilakukan para pahlawan kita demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia Seperti
pertempuran empat hari di surakarta, Perisiwa Merah Putih di Biak, pertempuran di teluk
cirebon, dll

2.3.Perjuangan Diplomasi Indonesia


Selaian berjuang mempertahankan Indonesia melalui perjuangan fisik, Indonesia juga
berusaha tetap mempertahankan kemerdekaanya melalui perjuangan Diplomasi.
Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk disepakati. Para pejuang
diplomasi Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat perjanjian yang akan
dilaksanakan.
Berikut adalah berbagai perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia:
1. Perundingan Hooge Veluwe
Sebelum Perjanjian Linggajati didahului oleh perundingan di HogeVoluwe di Negeri
Belanda yang dilaksanakan pada tanggal 14-25 April 1946, berdasarkan suatu rancangan
yang disusun oleh Sjahrir, Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir II.
Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat Perdana Mentri dalam
Kabinet Sjahrir I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda yang
berisi pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan kesatuan
yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakmuran menjadi bagian
dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu
peserta dalam kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan
berdasarkan kerjasama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pemerintah Inggris mengangkat seseorang Diplomat tinggi Sir Archibald
Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua
dalam perundingan Indonesia – Belanda.
Segera setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usulan-usulan tandingan.
Yang penting dalam usul itu ialah bahwa : (A) RI diakui sebagai negara berdaulat yang
meliputi daerah bekas Hindia Belanda, dan (B) antara negeri Belanda dan RI dibentuk
Federasi. Jelaslah behwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook. Setelah diadakan
perundingan antara Van Mook dan Sjahrir dicapai kesepakatan :
 Rancangan perstujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Internasional
dengan “Preambule”.
 Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de Facto Republik atas Pulau Jawa dan
Sumatra.
Pada rapat Pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa
rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh pemerintahnya .
Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke Negeri Belanda, dan cabinet mengirim
satu delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi, Soedarsono dan
Pringgodigdo. Perundingan diadakan tanggal 14-25 April 1946. Pada hari pertama
perundingan sudah mencapai Deadlock, karena bentuk perjanjian Internasional (treaty)
tidak dapat diterima oleh kabinet Belanda. Perjanjian Internasional akan berarti bahwa RI
mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda didunia Internasional. Padahal
Belanda tetap menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedaulatan atas Indonesia.
Perundingan di Hoge Voluwe merupakan kegagalan, akan tetapi pengalaman yang
diperoleh dari perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam perjanjian Linggajati.
Perundingan yang berlangsung di Hooge Voluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda
menolak konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta Pihak Belanda
tidak tersedia memberikan pengakuan de’facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatera
tetapi hanya jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Pasukan
Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia-Belanda terputus,
akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi pemerintahannya kepada
pihak RI.
2. Perundingan Linggajati
Dalam rangka kelanjutan dari perundingan-perundingan sebelumnya, pada tanggal 10
November 1946 diselenggarakan perundingan yang bertempat di Linggarjati (perbatasan Cirebon-
Kuningan). Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda
dipimpin oleh H.J. Van Mook. Meskipun perundingan berjalan sangat alot, pada tanggal 15
November 1946 dicapailah suatu persetujuan yang terdiri 17 pasal, isinya antara lain :
a) Belanda mengakui secara de facto wilayah RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera Belanda
harus sudah meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1947.
b) Indonesia dan Belanda akan membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS) yang salah
satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c) Pembentukan Uni Indonesia – Belanda (Commonwealth).
Bila dianalisa, hasil Persetujuan Linggarjati jelas sangat merugikan bagi bangsa
Indonesia, sebab : Poin pertama, jelas merupakan kemunduran bagi RI karena
kemerdekaan yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk seluruh
wilayah dan rakyat Indonesia, akhirnya hanya meliputi sebagian saja (Jawa, Madura, dan
Sumatera). Poin kedua : apa yang dulu diidam-idamkan sebagai negara kesatuan, ternyata
hanya merupakan negara federasi. Poin ketiga : status Indonesia tidak merdeka penuh
sebab masih terikat dari Kerajaan Belanda.
Hasil perundingan tersebut akhirnya mempunyai dampak yang sangat kuat dengan
munculnya pro dan kontra. Meskipun pemerintah menganggap bahwa perundingan itu
merupakan alat diplomasi untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur dari kekuasaan
Belanda. Mereka yang pro kemudian tergabung dalam golongan Sayap Kiri, sedangkan
yang kontra tergabung dalam golongan Banteng Republik. Golongan Banteng Republik
tidak percaya lagi terhadap kepemimpinan Kabinet Syahrir dan menganggap bertanggung
jawab terhadap hasil perundingan Linggarjati. Akhirnya Kabinet Syahrir jatuh dan
menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno tanggal 27 Juni 1947. Presiden
Soekarno kemudian membentuk kabinet baru yang dipimpin oleh Amir Syarifudin pada
tanggal 3 Juli 1947.
Kekacauan politik di Indonesia tersebut dimanfaatkan oleh Belanda ketika jatuhnya
Kabinet Syahrir. Belanda membentuk Negara Pasundan dengan Soerja Kartalegawa
sebagai wali negara pada tanggal 4 Mei 1947. Kemudian Negara Kalimantan Barat
dengan Kepala Negaranya Sultan Hamid II, disusul kemudian dengan negara-negara
lainnya di wilayah Indonesia. Dengan demikian, pecahlah negara kesatuan RI.
3. Agresi Militer Belanda I, Terbentuknya KTN, dan Perundingan Renville
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan yang besar-
besaran terhadap daerah-daerah RI. Agresi Belanda tersebut menyebebkan jatuhnya
beberapa kota penting RI. Bagi Belanda, tindakan agresinya itu dianggap sebagai aksi
polisional, yang menganggap perjuangan bangsa Indonesia menghadapi Belanda sebagai
tindakan kaum ekstrimis yang memberontak terhadap pemerintah Belanda yang sah.
Agresi Militer Belanda I, mendapat reaksi dan kecaman yang keras dari negara-negara di
kawasan Asia dan negara-negara anggota PBB, termasuk Amerika Serikat. Bagi Amerika
Serikat, Belanda dianggap telah menyelewengkan dana bantuan program Marshall Plan
untuk menyerang Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK-PBB menyerukan kepada
Belanda dan Indonesia agar mengadakan gencatan senjata dan segera mengadakan
perundingan. Pada tanggal 4 Agustus 1947, DK-PBB mengumumkan penghentian
tembak-menembak, yang mengakhiri Agresi Militer Belanda I.
Upaya selanjutnya dari DK-PBB adalah membentuk Komisi Jasa Baik (Goodwill
Commission)yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Australia
(diwakili Richard Kirby), Belgia (diwakili Paul van Zeeland) dan Amerika Serikat (diwakili oleh
Dr. Frank B. Graham). Setelah tiba di Jakarta, wakil-wakil KTN mengadakan penelitian tentang
keadaan di Indonesia dengan pendekatan kepada kedua belah pihak yang bertikai. Kemudian
KTN mengusulkan agar perundingan diselenggarakan di atas kapal milik AS, yaitu kapal AL
USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan dilaksanakan pada tanggal 8
Desember 1947.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Amir Syarifudin, sedangkan delegasi
Belanda dipimpin oleh R. Abdoel Kadir Widjojoatmodjo (seorang Indonesia yang pro
Belanda).
Meskipun perundingan berjalan alot, KTN berhasil mengusulkan usul politik untuk
dipilih kedua belah pihak yaitu :
a) kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
b) kerja sama Indonesia-Belanda
c) dibentuknya suatu negara federasi
d) dibentuknya suatu Uni Indonesia-Serikat dan bagian lain
Akhirnya perundingan di kapal Renville berhasil ditandatangani oleh semua pihak
pada tanggal 17 Januari 1948. Persetujuan tersebut antara lain berisi :
a) Persetujuan gencatan senjata
b) 5 pokok prinsip tambahan untuk perundingan guna memperlancar penyelesaian
politik, antara lain :
1) Belanda tetap memegang kedaulatan atas seluruh wilayah Indonesia, sampai
kedaulatan diserahkan kepada RIS yang segera akan dibentuk.
2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat mengerahkan sebagian dari kekuasaannya
pada suatu pemerintahan federal sementara.
3) RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat, sederajat dengan Kerajaan Belanda
dalam Uni Indonesia-Belanda. Namun Raja Belanda bertindak sebagai Kepala Uni.
4) RI merupakan bagian dari RIS.
5) Akan diadakan plebisit di wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera untuk menentukan
masuk RI atau RIS (di daerah-daerah RI yang diduduki Belanda hasil Agresi I).
Hasil perundingan Renville jelas telah merugikan Indonesia. Hal tersebut menimbulkan pro
dan kontra di kalangan politisi nasional maupun pejuang pergerakan. Dengan ditandatanganinya
perjanjian tersebut, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit, dan kedudukannya semakin
terdesak karena RI harus mengakui daerah RI yang yang diduduki Belanda hasil dari agresinya.
Melaksanakan Perjanjian Renville, berarti harus melaksanakan “garis demarkasi Van Mook”. Ini
berarti, daerah-daerah di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur harus ada daerah-daerah yang “dikosongkan”.Dari
Jawa Barat, pasukan Divisi Siliwangi harus hijrah ke Jawa Tengah, demikian pula tentara
dari Divisi Damarwulan dari Jawa Timur harus ditarik ke wilayah RI. Perintah ini jelas
menimbulkan reaksi yang sangat keras dari kalangan TNI dan para pejuang. Bahkan
Letjen Oerip Soemohardjo mengundurkan diri dari jabatannya karena tidak dapat
menerima keputusan pemerintah untuk meninggalkan kantong-kantong gerilya.
Akhirnya Kabinet Amir Syarifudin jatuh karena tidak mendapat dukungan dari rakyat,
apalagi setelah keluarnya Masyumi dan PNI dari kabinet. Pada tanggal 29 Januari 1948,
Presiden Soekarno membentuk kabinet baru dengan perdana menterinya, Drs. Moh.
Hatta. Kondisi politik di Indonesia semakin rumit. Pemerintah harus menghadapi
berbagai tantangan yang berat. Di satu pihak harus menghadapi kelicikan Belanda, di
pihak lain harus menghadapi perpecahan di kalangan politisi dan pejuang sendiri. Dan
pada waktu bersamaan harus menghadapi pemberontakan yang dilakukan PKI di
Madiun.
4. Agresi Militer Belanda II
Agresi militer II Belanda terjadi pada 19 Desember 1948. Agresi militer itu
diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya
ibu kota negara itu juga menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik
Indonesia di Sumatera, yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranega.Seiring dengan
penyerangan terhadap bandar udara Maguwo Yogyakarta hari itu, Belanda menyatakan
tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville.
Penyerangan terhadap Yogyakarta diawali dengan pemboman atas lapangan terbang
Maguwo. Pada pukul 05.45 pagi itu, lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan
tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di
Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan, dengan persenjataan sangat minim.
Akibatnya, dalam waktu singkat bandara Maguwo jatuh ke tangan pasukan Belanda.
Sebanyak 128 tentara Indonesia tewas, sedangkan di pihak Belanda tidak ada satu pun
korban.
Beriringan dengan agresi ke Yogyakarta, pasukan Belanda juga menyerang
daerah-daerah lain di Jawa. Segera setelah mendengar berita agresi militer yang
dilakukan Belanda tersebut, Panglima Besar Soedirman pun mengeluarkan perintah kilat
yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00, dan perang gerilya
melawan Belanda pun dimulai.
Akibat agresi militer Belanda tersebut, pihak internasional melakukan tekanan terhadap
Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan
bantuannya kepada Belanda. Akhirnya, dengan terpaksa, Belanda bersedia untuk kembali
berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda
menyepakati Perjanjian Roem-Royen
5. PDRI dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Sebenarnya, sebelum para pemimpin RI ditangkap Belanda, para pemimpin TNI
dan Presiden RI sempat mengadakan sidang kilat yang menghasilkan keputusan, di
antaranya yaitu :
a) Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera;
b) Kepada Mr. Maramis, L.N. Palar, dan Dr. Soedarsono yang sedang berada di India
diberi tugas untuk membentuk Pemerintah Pelarian RI di India bila PDRI di
Bukittinggi gagal.
Selanjutnya Presiden Soekarno melalui radiogram segera memberikan mandat
kepada Menteri Kemakmuran Rakyat, Mr. Syafruddin Prawiranegara yang pada waktu itu
sedang berada di Sumatera (Bukittinggi) agar membentuk PDRI. Dengan demikian,
walaupun para pemimpin RI serta ibukota berada di tangan Belanda, pemerintahan RI
terus tetap berjalan.
Terlepas dari polemik tentang siapa sebenarnya yang memiliki ide awal untuk melakukan
serangan umum tanggal 1 Maret 1949 ke Yogyakarta apakah Sri Sultan
Hamengkubuwono IX atau Letkol Soeharto, toh dalam kenyataannya TNI berhasil
menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Keberhasilan serangan ini kemudian disiarkan
melalui radio di Wonogiri ke seluruh penjuru dunia. Serangan Umum 1 Maret 1949
mempunyai arti yang sangat penting bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam
menghadapi Belanda, yaitu :
a. Ke dalam; secara psikologis dapat mendorong semangat perjuangan TNI dan rakyat
Indonesia yang sedang berjuang melakukan perang gerilya.
b. Ke luar; secara politik untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI
dan negara RI masih ada dan sekaligus membantah kebohongan Belanda yang
menyatakan negara RI dan TNI sudah tidak ada lagi.
6. Perundingan Roem-Royen
Berbagai bangsa di Asia, Afrika, dan Australia mengecam tindakan Belanda yang
melakukan agresinya yang kedua ke Indonesia. Atas prakarsa Birma dan India, pada
tanggal 20-23 Januari 1949 diselenggarakan Konferensi Asia di New Delhi, India. Dalam
konferensi itu khusus membahas acara tunggal, yaitu Agresi Militer Belanda II.
Konferensi tersebut menghasilkan suatu resolusi tentang masalah RI-Belanda, yaitu :
a) Belanda harus mengembalikan Pemerintahan RI ke Yogyakarta;
b) Pembentukan Pemerintahan ad-interim yang mempunyai kemerdekaan politik luar
negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c) Tentara Belanda harus ditarik dari seluruh wilayah RI;
d) Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal
1 Januari 1950.
Usaha perundingan kemudian ditempuh kembali dengan diadakannya perundingan awal
di Jakarta tanggal 14 April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem,
sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Roijen. Perundingan tersebut di
bawah pengawasan UNCI yang dipimpin oleh Merle Cochran. Melalui perdebatan yang
sengit, akhirnya dicapai persetujuan pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan
Persetujuan Roem-Roijen (Roem-Roijen Statement). Persetujuan tersebut antara lain
berisi :
a) Pemerintah RI bersedia menghentikan perang gerilyanya;
b) Pemerintah RI bersedia menjalin kerjasama untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban;
c) Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta;
d) Pemerintah Belanda bersedia menghentikan operasi militernya, membebaskan semua tahanan
politik serta berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera dilaksanakan setelah pemerintah
RI kembali ke Yogyakarta
7. Konfrensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara
Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang
tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia berlangsung
di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad
Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia
dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-
Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia.
Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS,
terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
1) Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan
demokrasi dan federalisme (serikat).
2) RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab
kepada Presiden.
3) RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan
Belanda.
4) Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5) Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan
Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-
kesatuan Belanda lainnya.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan
keputusan:
1) Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
2) Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3) Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4) Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan
negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara.
Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
8. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, danperwakilan
badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang
hadir dalam KMB:
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a) Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b) Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c) Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
d) Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda
yang dikepalai Raja Belanda.
e) Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa
korvet akan diserahkan kepada RIS.
f) Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang
TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa
paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa
Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa
Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak
dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum
diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha
untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI

2.4 Faktor yang memaksa Belanda Keluar dari Indonesia


Ketika Belanda melakukan agresi militemya yang kedua, tanggal 19 Desember
1948, Dewan Keamanan PBB merasa tersinggung karena tindakan Belanda tersebut telah
melanggar persetujuan gencatan senjata yang telah diprakasai oleh Komisi Tiga Negara
(KTN). Di dalam negeri Indonesia pun Belanda tidak memperoleh dukungan politik
bahkan para pejuang melakukan gerilya maupun serangan umum. Menghadapi kondisi
yang demikian ini maka Belanda mengubah sikapnya yakni sepakat dilakukan gencatan
senjata. Penghentian tembak menembak akan mulai berlaku di Jawa tanggal 11 Agustus
1949, dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus 1949. Pada masa gencatan senjata itulah
berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949. Dalam
konferensi ini hasil utamanya antara lain bahwa Belanda akan mengakui kedaulatan
Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. dengan demikian hal ini
memaksa Belanda harus keluar dari bumi Indonesia. Sebenarnya faktor-faktor apa saja
yang memaksa Belanda harus keluar dari Indonesia?
Faktor dari Dalam :
1. Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak
cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2. Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-
pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah strateginya.
3. Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika
membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara di
Jawa maka ditolaknya.
4. Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan
umum.

Faktor dari Luar :


PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda.
Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi
tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka
diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia
Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi
Indonesia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia yang diboncengi oleh NICA membawa
ancaman bagi keberlangsungan kemerdekaan bangsa Indonesia. Belanda ternyata
ingin menjajah kembali negara kita yang telah diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945.
 Bukti nyata keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia kembali adalah
dilancarkannya Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer
Belanda II tanggal 19 Desember 1948.
 Untuk mempertahankan kemerdekaan, para pemimpin nasional menggunakan cara
diplomasi dan perjuangan fisik. Langkah diplomasi dilakukan baik melalui forum
internasional, seperti Kegiatan diplomasi (perundingan) dengan Belanda, misalnya
Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen, hingga
KMB
 Perjuangan fisik dalam mempertahankan kemerdekaan ditempuh leh rakyat di
berbagai pelosok Nusantara bersama dengan tentara. Beberapa contoh perjuangan
fisik tersebut antara lain Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, Pertempuran
Margarana, Pertempuran Medan Area, Serangan Umum 1 Maret 1949,dll.
 Setelah perjuangan yang cukup panjang, akhirnya tanggal 27 Desember 1949 Belanda
mengakui kedaulatan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sejajar dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.

3.2 Saran-Saran
Adapun dari penulisan makalah ini saya selaku penulis menyarankan kepada
generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut
berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia, dan mencontoh semangat para
pahlawan terdahulu, betapa sulitnya mereka meraih kemerdekaan dan
mempertahankannya hingga sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

http://fitria97.wordpress.com/tugas-tugas/ips/22-2/
http://perjuangankemerdekaanindonesia.blogspot.com/
http://historimaos.blogspot.com/2010/10/lks-bab
3.htmlhttps://sites.google.com/site/redaksisejarahindonesia/contact
file:///G:/Tugas%20Sekolah/KELAS%209/Sejarah/Internet/Pertempuran%20Melawan%2
0Sekutu%20di%20Berbagai%20Daerah%20-%20Bimbie.com.htm

Anda mungkin juga menyukai