Anda di halaman 1dari 17

PERGOLAKAN DIAWAL REVOLUSI

MAKALAH KELOMPOK II

ANGGOTA:

1. Aditya Warman
2. Hasya Sabila Zahra
3. Muhammad Ridho
4. Muhammad Tyo Al Qhy Fahri
5. Riza Ramadhani
6. Rosi Alvyani Roza
7. Zahwa Dwi Syakira

SMA NEGERI 3 KOTA PADANG


Jalan Gajah Mada Dalam No.11, Gn. Pangilun, Kec. Padang Utara, Kota Padang,
Sumatera Barat 25137 Telepon: (0751) 7055655
KATA PENGANTAR

Puji-puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami memuji dan
hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta salam kami
haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang
bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan.

Dengan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pergolakan Diawal


Revolusi”. Pada isi makalah akan diuraikan pada masa awal kemerdekaan, dimana situasi sangat
kacau dan terjadi pergolakan diberbagai daerah di Indonesia. Perselisihan dan pertempuran
tersebut memakan banyak korban di antara rakyat Indonesia sendiri.

Makalah “Pergolakan di awal Revolusi” disusun guna memenuhi tugas Sejarah. Kami
menantikan kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat
dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 7 Agustus 2023

Penyusun,

Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KataPengantar……………………………………………………………………… i

Daftar Isi…………………………………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 1

BAB II. KAJIAN TEORI

2.1 Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)………………………… 2

BAB III. ISI

3.1 Latar belakang Perebutan Senjata Jepang…………………………………… 3

3.2 Proses Perebutan Senjata Jepang…………………………………………….. 4

3.3 Pengambilalihan kekuasaan dari pihak Jepang………………………………… 5

BAB IV. PENUTUP

4.1 Simpulan……………………………………………………………………….. 6

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pergolakan di Awal Revolusi

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, terjadi pergolakan yang menyebabkan situasi keamanan
sangat kacau. Pergolakan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu revolusi sosial dan
pertempuran melawan tentara asing.

Revolusi sosial, seperti yang dijelaskan oleh sejarawan Michael Wood, terjadi pada tahun 1945
—1946. Pada masa ini, banyak pemimpin lokal, bangsawan, pemilik perkebunan, dan orang-
orang yang dianggap berkolaborasi dengan Jepang dan Belanda menjadi sasaran kemarahan
massa. Mereka menjadi korban amukan massa karena dianggap terlibat dalam penindasan dan
ketidakadilan yang terjadi sebelumnya. Situasi yang belum stabil pada masa itu memungkinkan
kelompok-kelompok tertentu untuk mengambil alih kekuasaan dari tatanan lama yang dianggap
tidak sesuai lagi dengan semangat kemerdekaan Indonesia. Sayangnya, revolusi sosial ini sering
kali melibatkan kekerasan dan menyebabkan tragedi kemanusiaan.

Selain revolusi sosial, pergolakan juga terjadi dalam bentuk pertempuran melawan tentara asing,
seperti Jepang, Sekutu, dan NICA. Beberapa contoh pertempuran ini dapat ditemukan dalam
sejarah Indonesia. Namun, peristiwa-peristiwa ini dapat bervariasi di setiap daerah, tergantung
pada kondisi dan peristiwa sejarah lokal.

Periode awal kemerdekaan ditandai oleh pergolakan yang kompleks dan menuntut, baik dalam
bentuk revolusi sosial yang melibatkan tindakan keras maupun pertempuran melawan kehadiran
tentara asing. Saat ini, penting bagi kita untuk belajar dari sejarah tersebut dan berusaha
mencegah terulangnya situasi kacau dan kekerasan di masa kini dan masa depan. Selain itu,
memahami peristiwa-peristiwa sejarah di daerah masing-masing juga merupakan langkah
penting dalam menghargai dan melestarikan warisan sejarah bangsa.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, pasukan Jepang yang telah menyerah masih berada di
negara ini dan diperintahkan untuk menjaga status quo oleh Sekutu. Keberadaan tentara Jepang
ini menjadi sumber kekhawatiran bagi kelompok nasionalis dan pejuang Indonesia. Mereka
khawatir bahwa Sekutu akan menyerahkan Indonesia kepada Belanda, sehingga terjadi berbagai
peristiwa perebutan senjata dan pengambilalihan kekuasaan dari Jepang sebelum kedatangan
Sekutu.

Beberapa peristiwa perebutan senjata terjadi karena konflik atau pengepungan terhadap markas
dan gudang senjata Jepang. Di beberapa daerah seperti Surabaya, Yogyakarta, Bireun, dan
daerah lainnya, terjadi konflik bersenjata melawan tentara Jepang. Pemuda dan tokoh nasionalis
Indonesia juga melakukan pengambilalihan kekuasaan sipil dan militer dari tangan Jepang di
berbagai daerah.

Kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia sudah dimulai beberapa bulan sebelum Kaisar Hirohito
mengumumkan penyerahan Jepang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Meskipun demikian,
pihak Sekutu baru secara resmi datang untuk melucuti kekuasaan Jepang di seluruh wilayah
Indonesia pada September 1945. Pihak Inggris pada awalnya tidak menganggap serius
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan menganggap Sukarno dan Hatta
sebagai kolaborator Jepang, karena mereka kesulitan memverifikasi informasi intelijen yang
mereka dapatkan.

Pada akhir Agustus 1945, Sekutu mulai menyebarkan pamflet atas permintaan dari Belanda,
yang berisi informasi dan instruksi beragam. Namun, pamflet ini memicu kemarahan rakyat
Indonesia dan menjadi salah satu pemicu konflik bersenjata dengan pihak Sekutu dan NICA.

Sejak saat itu, terjadi berbagai pertempuran antara pihak Indonesia dengan Sekutu dan NICA.
Beberapa pertempuran tersebut antara lain:

1. Pertempuran Medan Area, yang dimulai dari pengepungan markas tentara Jepang di Surabaya,
Yogyakarta, Bireun, dan daerah lainnya.

2. Bandung Lautan Api, pertempuran di Bandung yang diwarnai oleh peristiwa insiden bendera
di Hotel Yamato dan perlawanan melawan pihak Sekutu dan NICA.

1
3. Palagan Ambarawa, pertempuran yang terjadi di Ambarawa, Jawa Tengah, setelah pihak
Belanda memerintahkan garis demarkasi dan menimbulkan ketegangan di wilayah tersebut.

4. Pertempuran Surabaya, yang merupakan salah satu pertempuran paling sengit dan berakhir
dengan Hari Pahlawan, dimana Brigadir Jenderal Mallaby tewas dalam konflik.

5. Pertempuran Palembang, di mana pasukan Belanda melanggar garis demarkasi, dan terjadi
pertempuran yang melibatkan pasukan Indonesia dengan pihak Sekutu dan NICA.

6. Puputan Margarana, pertempuran besar yang terjadi di Bali, di mana I Gusti Ngurah Rai dan
pasukannya gugur dalam perjuangan melawan Belanda.

7. Pertempuran Makassar, di mana pasukan Indonesia berusaha melawan pasukan Sekutu dan
NICA yang mencoba mengembalikan kekuasaan Belanda di Sulawesi Selatan.

Jumlah korban dan versi sejarah terkadang berbeda, seperti halnya dalam kasus peristiwa
Westerling di Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan pentingnya mendokumentasikan sejarah
dengan akurat dan menghormati semua pihak yang terlibat dalam peristiwa sejarah. Pada tahun
2012, keluarga korban Westerling di Sulawesi Selatan berhasil memenangkan kasusnya dan
pemerintah Belanda meminta maaf serta membayar kompensasi kepada para keluarga korban.

1
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)

Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa peristiwa pergolakan di dalam
negeri. Puncaknya adalah peristiwa Gerakan 30 September atau dikenal dengan G30S.

Sebelum peristiwa G30S, beberapa pemberontakan juga pernah terjadi di Indonesia, di antaranya
:

1. Peristiwa PKI Madiun 1946

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern (2008) karya MC Ricklefs, peristiwa PKI Madiun
1948 merupakan bentuk kekecewaan hasil perundingan Renville. Di mana Indonesia
mendapat kerugian yang sangat besar.

Kekecewaan tersebut mengakibatkan PKI menginginkan kembali kekuasaan di bawah


pemerintahan Amir Syariffudin.

Muso dan Amir mendeklarasikan sebagai pemimpin kelompok tersebut. Muso dan Amir
menggoyahkan kepercayaan masyarakat dengan menghasut dan membuat semua
golongan menjadi bermusuhan dan mencurigai satu sama lain.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah mengirim divisi Siliwangi I dan II di


bawah pemerintahan Kolonel Soengkono dan Kolonel Soebroto.

Akibatnya beberapa tokoh PKI melarikan diri ke Tiongkok dan Vietnam, Muso terbunuh,
dan Amir ditangkap kemudian dihukum mati pada 20 Desember 1948.

2. Pemberontakan DI/TII

Awal pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terjadi di Jawa Barat
pada 7 Agustus 1949. Pemberontakan tidak hanya berhenti di situ saja, tetapi
meluas hingga Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

2
Kartosuwirjo yang merupakan pemimpin DI/TII tidak mau mengakui pemerintah RI di
Jawa Barat akibat penghapusan kesepakatan Perjanjian Renville

Pemerintah kemudian mengerahkan TNI untuk menumpas pemberontakan DI/TII dalam


operasi Bratayudha dan Pagar Betis. AKibatnya, Sekarmadji Madijan Kartosoewirjo
dijatuhi hukuman mati

3. Pemberontakan APRA

Latar belakang pemberontakan APRA karena adanya friksi dalam tubuh Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Raymond Wasterling yang saat itu
menjabat sebagai pimpinan AngkatanPerang Ratu Adil (APRA) menyatakan bahwa
Indonesia telah mengalami penjajahan Belanda dan Jepang. Sehingga membutuhkan
kemakmuran seperti yang diramalkan Ramalan Jayabaya. Keganasan APRA yang telah
membunuh 79 anggota APRIS atau Angkatan Perang RIS dan penduduk sipil, membuat
APRIS mengejar segeromblan APRA.

Berkat APRIS, APRA gagal dalam menculik semua menteri dan Menteri Pertahanan
Sultan Hamengkubuwono IX serta Pejabat Staf Angkatan Perang Kolonel TB.
Simatupang. Hingga akhirnya Westerling meninggalkan Indonesia dan usaha APRA
menjadi sia-sia.

4. Peristiwa Andi Aziz

Pemberontakan ini dipelopori oleh Andi Azis pada tahun 1950 yang dianggap sebagai
mantan perwira KNIL. Latar bleakang peristiwa ini karena Andi Azisi ngin
mempertahankan Negara Indonesia Timur. Di samping itu faktor lainnya disebabkan
adanya keinginan Andi Azis untuk menentang campur tangan APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik yang ada di Sulawesi Selatan.

Untuk menanggulangi pemberontakan ini, pemerintah meminta Andi Azis untuk


melaporkan diri ke Jakarta agar dapat mempertanggungjawabkan yang sudah ia lakukan

Setelah didesak oleh Sukawati selaku presiden Negara Indonesia Timur (negara bagian
RIS pada tahun 1946-1950), akhirnya Andi Azis ditangkap. Hingga kemudian tentara
APRIS dan KL-KNIL melakukan baku tembak dan pemberontakan ini berakhir setelah
Andi Azis meninggal dan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) sebagai
tentara Kerajaan Hindia Belanda meninggalkan Makassar.

2
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Latar Belakang Perebutan Senjata Jepang

Kekalahan Jepang oleh Sekutu secara bertahap pada Perang Dunia II


menyababkan Jepang menyerah tanpa syarat setelah kota Hiroshima dan Nagasaki
dibumi hanguskan pasukan Amerika pada tanggal 14 Agustus 1945.Jepang sebagai
negara yang kalah perang harus melepaskan orang-orang Belanda dari tawanannya.
Orang-orang Belanda dan Indo kembali ke Surabaya setelah dari kamp-kamp
pengasingan. Pada akhir Agustus 1945 jumlah bekas orang-orang meningkat secara
signifikan mendiami Kota Surabaya serta mengalami kesulitan menyasuaikan dengan
perubahan kota yang dibentuk oleh Pemerintah Surabaya bahkan kesulitan mencari
tempat tinggal.

Kedatangan kembali Orang-orang Belanda, menjadikan Belanda kembali


menunjukkan sikap yang cokak dan kurang memberikan perhatian terhadap peraturan-
peraturan kota praja. Sikap yang ditunjukkan Belanda menyebabkan ketidak sepakatan
dan ketegangan antara penduduk Indonesia dengan orang Belanda dan Indonesia.

Pagi hari tanggal 19 September 1945, beberapa kelompok kecil bekas berkumpul
didekat hotel Oranje dan markas besar Palang Merah di seberang jalan. Pemuda Belanda
dan Indonesia bersenjatakan rantai besi, pompa sepeda, dan senjata semacam itu yang
menghendaki pertikaian.Interniran V.W.Ch Ploegman dan pengikutnya yang membentuk
Committee van Onvangst (komite penerimaan) pada tanggal 19 September 1945
mengibarkan bendera di puncak Hotel Oranje di Jalan Tunjungan Surabaya. Pengibaran
bendera di puncak Hotel Oranje memicu kemarahan rakyat Surabaya karena merasa
Indonesia sudah merdeka dan masih bergembira menyabut kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran anatara pihak Indonesia dengan pihak Belanda pun tidak terelakan yang
menyebabkan pertumpahan darah.

Insiden Bendera yang mengakibatkan pertumpahan darah, membuat rakyat


berfikir bahwa akan terjadi pertempuran yang lebih besar jika Sekutu mendarat di
Surabaya. Insiden Bendera membuka mata rakyat bahwa musuh yang akan mereka
hadapi kembali nantinya adalah Belanda, oleh sebab itu rakyat ingin mempersiapkan diri
dengan memperkuat sistem kemiliterannya. Satusatunya cara yang dilakukan untuk
memperkuat pertahanan rakyat, diperlukan senjata. Rakyat menganggap bahwa senjata
hanya bisa diperoleh dengan merebut senjata Jepang.

3
Rakyat Surabaya dalam persepsinya bahwa harus mempersiapkan diri untuk
melawan Penjajahan, maka diperlukan persenjataan yang lengkap. Di Surabaya
persenjataan Jepang cukuplah banyak karena gudang-gudang senjata dan markas-markas
Jepang menyimpan banyak senjata bahkan lengkap. Gudang senjata dan markas Jepang
di Surabaya menjadi sasaran penyerbuan pemuda dengan beberapa alasan, yakni:

a. Penyerbuan di gedung Don Bosco dilakukan karena pada gedung tersebut menyimpan
banyak senjata Jepang dan merupakan tempat penyimpanan senjata terbesar di Asia
Tenggara, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menyerbu gedung Don Bosco,
rakyat mendapatkan persenjataan yang cukup.

b. Penyerbuan di markas Polisi Istimewa dilakukan karena anggota Polisi Istimewa yang
masih memiliki senjata memilih segera melucuti senjata Jepang sebelum mereka yang
dilucuti Jepang. Anggota Polisi Istimewa yang belum dipulangkan seperti halnya PETA,
dengan mudah mengamankan senjata di digudang senjatanya.

c. Penyerbuan di Kedung Coek dilakukan karena tempat pesisir menyimpan meriam-


meriam yang tdak didapat rakyat Surabaya pada penyerbuan gudang senjata lainnya.

d. Penyerbuan di Gunungsari dilakukan karena merupakan satu satu tempat pemusatan


kekuatan militer di Surabaya.

e. Penyerbuan di kompleks Lindeteves dilakukan karena menyimpan tank dan kendaraan


berlapis baja.

f. Penyerbuan di Markas Kempetai dilakukan kerana merupakan kekuatan terbesar Jepang


di Surabaya dan juga menyimpan senjata yang banyak.

g. Penyerbuan di Markas Kaigun Jepang dilakukan karena tempat seluruh persenjataan


Angkatan laut Jepang dari pelabuhan, kapal hingga isinya.

3
3.2 Proses Perebutan Senjata Jepang

A. Penyerbuan di berbagai titik.

Beberapa kesaksian dari pelaku dan saksi-s aksi sejarah juga mengakui adanya
perebutan sejata Jepang dengan proses penyerbuan. Menurut pengakuan Pak
Ismoenandar bahwa senjata Jepang direbut oleh rakyat melalui penyitaan-penyitaan
dengan melakukan pemberontakan dari kelompok-kelompok kecil yang dikoordinir
menjadi besar. Penyerbuan yang dilakukan untuk mendapat senjata Jepang dengan
mengerahkan banyak masa dari beberbagai elemen masyarakat, mulai dari KNID selaku
pejabat pemerintahan Surabaya, Badan Keamanan Rakyat (BKR), Polisi Istimewa,
hingga organisasi kerakyatan Pemuda Republik Indonesia (PRI).

Perebutan yang dilakukan oleh arek-arek Surabaya dengan menyerbu ke


beberapa gedung senjata dan markas-markas Jepang. Gudang senjata Jepang meliputi
Don Bosco, Kedung Cowek. Markas Jepang yang menjadi sasaran penyerbuan yakni
Markas Kaigun, Markas Polisi Istimewa, Markas Kempetai, Markas Kohara Butai
di Gunungsari dan Kompleks Lindeteves.

Penyerbuan pertama dilakukan di Markas Polisi Istimewa dilakukan oleh anggota


polisi Istimewa yang berkebangsaan Indonesia. Markas polisi ini terletak di Reinersz
Boulevard, St.Louis Coen Boulevard Surabaya. Penyerbuan pada markas polisi Istimewa
ini dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama anggota Polisi Istimewa bergerak
cepat setelah pertemuan selesai dengan memutus semua jaringan hubungan telepon ke
luar. Jaringan hubungan telepon ke luar diputus, agar tentara Jepang yang mengetahui
penyerbuan ini tidak meminta bantuan tentara Jepang lainnya, karena dapat
menggagalkan mendapat senjata. Langkah kedua anggota Polisi Istimewa menahan para
pemimpin Jepang. Kepala Polisi Cuma San, dua pelatih senior Honda dan Kyoke beserta
polisi Jepang lainnya dipaksa untuk masuk ke ruangan sebagai tawanan. Sebagai
tawanan, Polisi Jepang akhirnya menyerah dan menerima permintaan untuk
menyerahkan senjatanya.

B. Penyerbuan berlanjut ke Gedung Don Bosco.

Pada tanggal 26 September 1945 masa rakyat dan pemuda kampung


menyerbu markas Jepang Don Bosco. Masa rakyat dari kampungkampung sekitar
gedung memenuhi halaman Don Bosco. Pemuda dari kampung-kampung sekitar Don
Bosco ialah pemuda kampung Kedungdoro, Kedung Klinter, Pasar Kembang dan
Sawahan.

4
Pemuda menyerbu dengan membawa bambu runcing dan senjata tradisional
lainnya untuk mempersenjatai diri. Masa pemuda yang menyerbu ke Gedung Don
Bosco hanya dengan mengapung gedung karena pertahanan tentara Jepang di dalam
Gedung menggunakan senapan.

Penyerbuan lain terjadi di Kompleks Lindeteves. Penyerbuan ke kompleks


Lindeteves ini dipimpin oleh Isa Edris pada tanggal 12 September 1945.Penyerbuan
berlanjut oleh Buruh yang bekerja di kompleks Lindeteves bersama pemuda kampung
disekitar kompleks menyerbu Lindeteves pada tanggal 27 September 1945.

Keberhasilan pada penyerbuan kompleks Lindeteves, rakyat kembali melakukan


penyerbuan di Gunungsari. Penyerbuan di Gunungsari untuk merebut senjata Jepang di
markas Kohara Butai pada tanggal 28 September 1945. Rakyat menyerbu Gunungsari
dan mendapatkan banyak senjata setelah adanya negosiasi dengan pimpinan Jepang di
markas tersebut. Komandan Kohara Butai menyerahkan hampir seluruh senjatanya
kepada rakyat secara masal menyerbu.

Penyerbuan berlanjut ke Markas Kempetaioleh pemuda tergabung dalam BKR,


Pemuda Republik Indonesia, Polisi Istimewa dan laskar kerakyatan. Pada tanggal
1 Oktober 1945 mulai pada 07.00 pagi semua masa pemuda serentak menyerbu Markas
Kempetai.Penyerbuan dilakukan pada pagi hari karena mengingat bahwa prajurit
Kempetai diduga ahli perang malam dan pada siang hari musuh tidak dapat
menggunakan kelebihannya. Pukul 12.00 masa pemuda bergerak menuju halaman dan
tanpa disangka-sangka ternyata dari lubang perlindungan menyemburlah peluru mesin
dari prajurit Jepang. Pertempuran tersebut terus terjadi hingga pukul 16.00 utusan
pemerintahan yakni Ketua BKR Kota Sungkono, Residen Sudirman dan Komandan
Polisi Istimewa Moh. Yasin.

4
3.3 Pengambilalihan kekuasaan dari pihak Jepang

Pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945,


bangsa Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari para penjajah. Hal ini menjadi pelecut
semangat bagi masyarakat di berbagai daerah untuk melakukan perlawanan kembali.
Salah satunya masyarakat Yogyakarta yang mengukir sejarah dengan pengambilalihan
kekuasaan Jepang di kotanya.

Dalam sejarahnya, pengambialihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta oleh


masyarakat setempat dimulai pada tanggal 26 september 1945 secara serentak. Pukul 10
pagi merupakan titik dimulainya perebutan kekuasaan, sementara puncak aksi ditandai
dengan aksi mogok kerja oleh pegawai-pegawai yang bekerja di perkantoran Jepang.

Para pegawai di perkantoran Jepang memaksa pihak Jepang agar menyerahkan


semua kantor yang dikuasai kepada pihak Indonesia. Kemudian pada tanggal 27
september 1945, Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Yogyakarta menyatakan
bahwa kekuasaan Jepang di daerah tersebut telah jatuh pada kendali Pemerintah Republik
Indonesia.

Tanggal 5 oktober 1945, gedung Cokan Kantai berhasil direbut dan kemudian
dijadikan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia daerah Yogyakarta. Oleh karena itu,
Kepala Daerah Yogyakarta yang dijabat oleh Jepang Cokan harus meninggalkan
kantornya di jalan Malioboro. Gedung Cokan Kantai saat ini dikenal dengan Gedung
Agung atau Gedung Nasional.

A. Penyerbuan Kotabaru

Tidak hanya sampai di situ, pengambilalihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta


oleh pejuang Yogyakarta juga menyasar kepada perebutan senjata dan markas Osha Butai
di Kotabaru. Rakyat dan para pemuda terus mengepung markas Osha Butai di Kotabaru.

Penyerbuan markas Jepang di Kotabaru Yogyakarta diawali dengan perundingan


antara Jepang dengan pejuang Yogyakarta yang berlangsung pada 6 Oktober 1945.
Perundingan ini tidak mencapai mufakat karena Jepang tidak mau menyerahkan
senjatanya pada pejuang Yogyakarta. Hingga akhirnya pada 7 Oktober 1945 dilakukan
penyerbuan ke markas Jepang oleh para pejuang Yogyakarta.

5
Badan Keamanan Rakyat merupakan pemimpin perundingan dan pertempuran di
Kotabaru. Selain itu, KNID Yogyakarta dan Polisi Istimeqa juga ikut serta dengan
menjadi penyemangat para pejuang lainnya karena Badan Keamanan Rakyat dan Polisi
Istimewa telah memiliki persenjataan yang modern sehingga menjadi pelindung laskar
rakyat yang bersenjata tradisional. Para pemuda di sekitar Kotabaru juga ikut dalam
pertempuran dengan bergabung dan diberi nama laskar rakyat.

Dampak pertempuram Kotabaru ini memberikan kekuatan baru bagi Badan


Keamanan Rakyat. Hal ini dikarenakan persenjataan Jepang yang berhasil direbut
diberikan kepada Badan Keamanan Rakyat sehingga dapat melebur menjadi Tentara
Keamanan Rakyat dan kemenangan di Kotabaru ini memberikan semangat perjuangan
untuk melucuti senjata Jepang yang bermarkas di Pingit dan Maguwo (lokasi bandara
lama Yogyakarta).

Dalam peristiwa penyerbuan Kotabaru ini sebanyak 21 pejuang dan pemuda


Yogyakarta gugur dan di pihak musuh 27 tentara tewas. Nama-nama para pejuang yang
gugur ini kemudian diabadikan menjadi nama jalan di sekitar kawasan Kotabaru.

5
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pergolakan di awal revolusi
A. Perebutan senjata Jepang
Kekalahan Jepang oleh Sekutu terjadi pada perang Dunia ll krn kota hiroshima dan
Nagasaki di bom atom oleh sekutu
Pada tgl 14 Agustus 1945, Jepang kalah dalam perang harus melepaskan orang" Belanda
dari tawanannya. Dan orang " Belanda dan indonesia kembali ke Surabaya setelah dari
pengasingan. Akhir Agustus 1945 , Surabaya mengalami kesulitan menyesuaikan dengan
perubahan kota yg di bentuk oleh pemerintah kota surabaya bahkan kesulitan mencari
tempat tinggal.
Kedatangan orang" Belanda, menjadikan Belanda kembali menunjukkan sikap yg kurang
memberikan perhatian terhadap peraturan-peraturan kota praja. Sikap Belanda yg seperti
ini menyebabkan ketidaksepakatan dan ketegangan antar penduduk Indonesia dgn orang
Belanda dan indonesia.
Pada tgl 19 September 1945,kelompok kecil bekas berkumpul di dekan hotel oranje dan
markas besar palang merah di seberang jalan. Pemuda Belanda dan indonesia bersenjata
rantai besi, pompa sepeda dan semacamnya itu menghendaki pertikaian.
Pada tanggal 19 September mengibarkan bendera di puncak hotel oranje di jalan
tunjungan surabaya . Pengibaran bendera ini memicu kemarahan rakyat surabaya, krn
rakyat Indonesia sudah merdeka tetapi masih bergembira menyambut kemerdekaan.
Pertempuran antara Belanda dan indonesia menyebabkan pertumpahan darah penyerbuan
pemuda dengan beberapa alasan, yakni:
a. Penyerbuan di gedung Don Bosco dilakukan karena pada gedung tersebut
menyimpan banyak senjata Jepang dan merupakan tempat penyimpanan senjata
terbesar di Asia Tenggara, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menyerbu
gedung Don Bosco, rakyat mendapatkan persenjataan yang cukup.
b. Penyerbuan di markas Polisi Istimewa dilakukan karena anggota Polisi Istimewa
yang masih memiliki senjata memilih segera melucuti senjata Jepang sebelum
mereka yang dilucuti Jepang. Anggota Polisi Istimewa yang belum dipulangkan
seperti halnya PETA, dengan mudah mengamankan senjata di digudang senjatanya.

6
c. Penyerbuan di Kedung Coek dilakukan karena tempat pesisir menyimpan meriam-
meriam yang tdak didapat rakyat Surabaya pada penyerbuan gudang senjata
lainnya.
d. Penyerbuan di Gunungsari dilakukan karena merupakan satu satu tempat pemusatan
kekuatan militer di Surabaya.
e. Penyerbuan di kompleks Lindeteves dilakukan karena menyimpan tank dan
kendaraan berlapis baja.
f. Penyerbuan di Markas Kempetai dilakukan kerana merupakan kekuatan terbesar
Jepang di Surabaya dan juga menyimpan senjata yang banyak.
g. Penyerbuan di Markas Kaigun Jepang dilakukan karena tempat seluruh
persenjataan Angkatan laut Jepang dari pelabuhan, kapal hingga isinya.

B. Proses Perebutan Senjata Jepang


1. Proses Penyerbuan Perebutan senjata Jepang
a) Dengan penyerbuan di berbagai titik. Beberapa kesaksian dari pelaku dan saksi - saksi
sejarah juga mengakui adanya perebutan sejata Jepang dengan proses penyerbuan.
b) Penyerbuan berlanjut ke gedung dom bosco pada tanggal 26 September 1945
Penyerbuan markas di kotabaru Yogyakarta diawali dengan perundingan antara Jepang
dengan Yogyakarta yang berlangsung pada tanggal 16 6 Oktober 1945. Perundingan ini
karena Jepang tidak mau menyerahkan senjata pada pejuang Yogyakarta hingga
akhirnya pada 7 Oktober 1945 dilakukan penyerbuan ke markas Jepang oleh pejuang
Yogyakarta. Badan keamanan rakyat adalah merupakan pemimpin perundingan dan
pertempuran di Kota Baru selain knid Yogyakarta dan polisi istimewa juga ikut serta
dengan menjadi penyemangat para pejuang lainnya karena badan keamanan polisi telah
memiliki persenjataan yang modern sehingga menjadi perlindungan Laskar rakyat yang
bersenjata tradisional
Dampak pertempuran Kota Baru ini memberikan kekuatan baru bagi badan keamanan rakyat
karena persenjataan Jepang ini berhasil direbut dan diberikan kepada badan keamanan rakyat
sehingga dapat melebur menjadi tentara keamanan rakyat kemenangan di Kota Baru ini
memberikan semangat perjuangan untuk melecuti senjata Jepang yang bermarkas di pingit dan
maguwo. Dalam peristiwa penyerbuan Kota Baru sebanyak 21 pejuang dan pemuda Yogyakarta
gugur dan pihak musuh 27 orang tentara tewas nama-nama pejuang yang gugur ini diabadikan
menjadi nama jalan di sekitar kawasan Kota Baru
6

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/03/133259869/berbagai-pergolakan-di-dalam-
negeri-1948-1965

https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/20977/19242

https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/kelas-11-tips-pintar/pengambilalihan-kekuasaan-
jepang-di-yogyakarta-14604/

Anda mungkin juga menyukai