Anda di halaman 1dari 267

METODOLOGI PENELITIAN

Agus Suradika
Dirgantara Wicaksono
Metodologi Penelitian

Hak cipta dilindungi Undang-undang


Hak Penerbitan pada UM Jakarta Press

Penulis :

Agus Suradika
Dirgantara Wicaksono

Desain sampul dan tata letak :


UM Jakarta Press

ISBN :
978-602-0798-16-5

Diterbitkan oleh :
UM Jakarta Press
University of Muhammadiyah Jakarta Press
Jl. KH. Ahmad Dahlan, Cirendeu, Ciputat
Tangerang Selatan 15419
Telp. : 021-7492862, 7401894

Cetakan Pertama : Agustus 2017


Cetakan Kedua : Februari 2019

ii
PENGANTAR REKTOR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Metodologi dalam penelitian ilmiah adalah suatu cara membangun


keilmuan dengan banyak pilihan. Sebagai cara membangun keilmuan,
harus ada yang konsisten, memilih salah satu yang diminati berkaitan
dengan makna dan ilmu pengetahuan mana yang akan dibangun serta
diteliti untuk bisa mencapai tujuan para peneliti itu. Penelitian adalah
upaya berpikir mendalam yang disusun oleh para peneliti guna
menentukan keterkaitan, kenyataan-kenyataan empiris, kesahihan
teori-teori yang pada akhirnya dapat merekam sebuah gagasan ilmu
pengetahuan secara rasional, logis dan sistematis.
Berpikir logis, argumentatif, dan rasional adalah bagian dari
metode berpikir yang melahirkan aneka sistematika ilmu yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam keilmuan, sehingga mudah ditelusuri
serta mudah difahami oleh para pengguna. Metodologi sebagai cara
membangun keilmuan tidak bisa terlepas dari logika-logika serta
susunan-susunan berpikir konkret. Karena itulah metodologi
penelitian sebagai alat bantu dalam ilmu pendidikan pendidikan, yang
terus berkembang dalam denyut nadi pendidikan di masyarakat dunia
memiliki peran yang strategis dalam bangunan keilmuannya.
Buku ini hasil karya bersama Doktor muda dipandu oleh
Profesornya (Prof. Dr. Agus Suradika) dalam rangka menyempur-
nakan dan mengokohkan nutrisi keilmuan masing-masing dan sebagai
tugas guru besar mengisi enlightening dan empowering (mencerahkan
dan memajukan) khasanah pengembangan metodologi penelitian

iii
pendidikan, khususnya pada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Magister
Teknologi Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Buku ini sebuah apresiasi keilmuan, yang memiliki
kemanfaatan dalam menyebarluaskan gagasan pada ilmu pendidikan
dan membuka ruang dan waktu, bahwa ilmu itu tidak pernah mati.
Ilmu terus mengalir, terurai sebagaimana kodratnya dan selalu
memberikan jawaban pada kegelisahan jiwa-jiwa para pencari ilmu.
Karenanya buku ini sangat penting dan berguna. Selamat membaca.

Jakarta, Februari 2019

Prof. Dr. H. Syaiful Bakhri, S.H, M.H.


Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta

iv
PENGANTAR PENULIS

Buku “Metodologi Penelitian” yang kami tulis bersama


alhamdulillah mendapat respons yang cukup banyak dari khalayak
pembaca. Cetakan pertama yang terbit pada Agustus tahun 2017 telah
habis terjual.
Kami mendapat masukan berharga dari seorang kolega yang
menyarankan agar menambah satu Bab yang menguraikan tentang
“Manusia dan Kebenaran”. Bab tersebut perlu untuk menjelaskan
pentingnya melakukan penelitian sebagai upaya mencari kebenaran.
Dari masukan tersebut disusunlah kembali buku cetakan kedua ini.
Tak ada gading yang tak retak. Demikian juga dengan buku
ini. Tegur sapa dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan kembali buku ini.

Jakarta, Februari 2019

Agus Suradika
Dirgantara Wicaksono

v
DAFTAR ISI

PENGANTAR REKTOR UMJ iii


PENGANTAR PENULIS iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix

BAGIAN PERTAMA : MANUSIA DAN KEBENARAN 1


A. KEINGINTAHUAN MANUSIA………………………………… 1
B. MAKNA KEBENARAN………...………………………………. 3
1. Kebenaran Relatif……………………………………………… 4
2. Kebenaran Tentative……………………………………...……..7
3. Manfaat Adanya Kebenaran Relatif dan Tentatif………………. 8
C. CARA MANUSIA MENCARI KEBENARAN................................8
1. Periode trial and error.................................................................. 9
2. Periode authority and tradition..................................................... 9
3. Periode speculation dan argumentation....................................... 10
4. Periode hyphotesis and experimentation...................................... 11
D. TIGA TEORI KEBENARAN........................................................... 12

BAGIAN KEDUA : PENELITIAN ILMIAH 14


A. KONSEP PENELITIAN 14
B. KRITERIA MASALAH 15
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 19
D. PARADIGMA DAN KARAKTERISTIK PENELITIAN 20
1. Pengertian Paradigma 20
2. Perbedaan Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif 21
a. Paradigma Penelitian Kuantitatif 21

vi
b. Paradigma Penelitian Kualitatif 22
c. Perbedaan Paradigma Kuantitatif-Kualitatif 24
3. Paradigma Kuantitatif 27
4. Paradigma Kualitatif 28

BAGIAN KETIGA:
PENDEKATAN PENELITIAN KUANTITATIF,
DAN GABUNGAN (MIXED METHODE) 30
A. Penelitian Kuantitatif 31
1. Penelitian kuantitatif komparatif 36
2. Penelitian kuantitatif asosiatif 37
a. Teori 38
b. Fungsi Teori 40
c. Kegunaan Teori 40
d. Langkah- langkah dalam menyusun teori 41
B. Hipotesis Penelitian 42
1. Pengertian Hipotesis 42
2. Bentuk-Bentuk Hipotesis 44
3. Kegunaan Hipotesis 45
4. Perumusan Hipotesis 45
5. Pengujian Hipotesis 47
C. Populasi dan Sampel 47
1. Populasi 47
a. Pengertian 47
b. Pembagian Populasi 50
2. Sampel 52

vii
a. Pengertian 52
b. Fungsi Teknik Sampling 53
c. Teknik Menghitung Besarnya Anggota Sampel 75
d. Macam Penyimpangan dan sebabnya 77
D. Penelitian Kualitatif 79
E. Penelitian Gabungan 90
1. Model Sequential (Kombinasi Berurutan) 92
2. Model Concurrent (Kombinasi Campuran) 93

BAGIAN KEEMPAT : PENELITIAN TINDAKAN 100


A. Konsep Penelitian Tindakan 100
B. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas 107
C. Prinsip-Prinsip PTK 110
1. Persyaratan PTK 117
2. Objek PTK 118
3. Tujuan PTK 121
4. Fungsi PTK 122
5. Model dan Prosedur PTK 122

BAGIAN KELIMA :
PANDUAN DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH 131
A. PENELITIAN KUANTITATIF 131
1. Penelitian Komparatif 131
2. Penelitian Asosiatif 133
3. Penjelasan isi sistematika 135

viii
B. PENELITIAN KUALITATIF 150
1. Penjelasan Isi Sistematika 152
C. PENELITIAN EVALUASI PROGRAM/KEBIJAKAN 158
1. Sistematika 158
2. Penjelasan Isi Sistematika 160
D. PENELITIAN PENGEMBANGAN MODEL 165
1. Sistematika 165
2. Penjelasan Isi Sistematika 167

BAGIAN KEENAM :
TEHNIK PENULISAN SUMBER LITERATUR ILMIAH 181
A. Pentingnya Sumber Literatur dalam Penulisan Ilmiah 181
B. Tehnis Penulisan Catatan Kaki 182
C. Penggunaan Ibid, op cit, dan loc citdalam penulisan Ilmiah 185
D. Tehnis Penulisan Daftar Pustaka 186
E. Teknis Kutipan dalam penulisan Ilmiah 187

BAGIAN KETUJUH :
RELEVANSI PENELITIAN DAN EVALUASI PROGRAM 195
A. Pengertian Evaluasi Program 195
B. Manfaat dan Tujuan Evaluasi Program 200
C. Relevansi Antara Penelitian dan Evaluasi Program 202
D. Prosedur Dalam Penelitian Evaluasi Program 208
E. Model-Model Evaluasi 212
1. Goal Oriented Evaluation 212
2. Goal Free Evaluation Model 212
3. CIPP Model 213

ix
4. Model UCLA 215
5. Model Formatif vs Sumatif 215
6. Model Kesesuaian 216
7. Model Pengukuran 216
8. Model Yang berorientasi pada tujuan 216
9. Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy Model) 216
F. Pengolahan dan Analisis Data 220
DAFTAR PUSTAKA 246

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Metode Penelitian Kuantitatif dan


Kualitatif Menurut Fraenkel dan Wallen (1993) .............. 25
Tabel 2.2. Perbedaan karateristik kuantitatif dan kualitatif
menurut Alwasilah (2011) ................................................ 26
Tabel 3.1 Perbedaan Aksioma antara ParadigmaKuantitatif
dan Kualitatif .................................................................... 89
Tabel 3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................... 91

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Gambar Apa ya ? ............................................................ 6
Gambar 1.2: 9 = 1 + 10. Salah ya ? ...................................................... 6
Gambar 1.3: 10 + 1 = 11. Nah ini benar ! ............................................. 7
Gambar 3.1: Ilustrasi Generalisasi Kuantitatif ................................... 35
Gambar 3.2 Ilustrasi Transferability Kualitatif................................. 85
Gambar 7.1 Skema Model Kesenjangan........................................... 217
Gambar 7.2 Proses Analisis Data Kualitatif ..................................... 243

x
BAGIAN PERTAMA
MANUSIA DAN KEBENARAN

A. KEINGINTAHUAN MANUSIA
Perbedaan hakiki antara manusia dan binatang
terletak pada pengetahuannya. Jika pengetahuan manusia
terus berkembang, pengetahuan binatang berada pada apa
yang disebut dengan idle couriosity yakni pengetahuan
yang statis, tidak berubah sepanjang zaman. Tidak akan
pernah ada dalam realitas kehidupan ini seekor burung
jantan yang membuat suatu bangunan untuk betinanya
bertelur. Sejak dahulu sampai sekarang (sejak zaman nabi
Adam sampai Adam Smith atau sejak nabi Yusuf sampai
masa Yusuf Qardawi, gurau seorang dosen filsafat dalam
seuatu kesempatan) yang dibuat oleh seekor burung
tersebut hanyalah sarang dari rerumputan kering agar sang
betina dapat dengan nyaman bertelur dan menetas.
Tidak demikian dengan manusia. Manusia, sebagai
mahluk ciptaan Chaliq yang maha agung telah
mendapatkan sesuatu yang lebih dari binatang yaitu ―akal‖.
Dengan akalnya manusia selalu berfikir untuk mengenali
sesuatu, bertanya tentang dirinya dan alam di luar dirinya,
selanjutnya menemukan sesuatu yang lebih bermakna. Cara
manusia melahirkan seorang anak manusia terus
berkembang. Jika dahulu, konon seorang ibu melahirkan
dengan cara berdiri, kini berdasarkan riset ilmiah
melahirkan dengan cara terlentang lebih mudah dan
nyaman. Bahkan, teknologi operasi sesar telah dapat
dilakukan untuk proses kelahiran yang tidak normal.

1
Perkembangan tersebut terjadi karena adanya rasa ingin
tahu manusia.
Rasa ingin tahu manusia sangat dinamis. Secara
komulatif suatu penemuan akan terus dikembangkan
menjadi temuan terbaru. Dari perkembangan teknologi
elektronika misalnya, dapat dilihat betapa progresifnya
penemuan hasil kreasi manusia. Dimulai dari penemuan
radio yang hanya mengeluarkan suara, selanjutnya film
―bisu‖ yang hanya menampilkan gambar. Kini manusia
telah memasuki suatu era teknologi komputer yang
memiliki banyak fungsi dalam kehidupan manusia, mudah
dalam penggunaannya dan cepat memperoleh hasil yang
lebih akurat dan berkualitas.
Untuk mengetahui dan mengenali diri dan
lingkungan di luar dirinya, biasanya manusia melakukan
tiga langkah. Pertama, perenungan (contemplasi) yaitu
merupakan proyeksi keadaan yang dapat diamati,
selanjutnya diinternalisasikan ke dalam diri, dan diambil
ketetapan secara sederhana. Dari ketetapan itulah manusia
mengenali diri dan lingkungan di luar dirinya. Kedua,
percobaan (experiment). Pada tahap awalnya percobaan
belumlah dapat dikategorikan experiment yang memenuhi
kriteria ilmiah tetapi sekedar usaha coba-coba tanpa suatu
pola yang teratur dan sistimatis sehingga terkadang manusia
merasa berhasil tetapi pada kesempatan lain percobaannya
tersebut terasa gagal (trial and error). Melalui usaha
berkesinambungan, kini metode experiment telah
menemukan bentuknya yang lebih dapat diipertanggung
jawabkan secara ilmiah sebagai salah satu metode dalam
mencari kebenaran. Ketiga, peniruan. Secara alamiah sejak
kecil manusia diajari untuk meniru perbuatan orang tuanya,

2
atau orang di sekelilingnya. Kebiasaan-kebiasaan orang tua
dalam melakukan peribadatan agama, relasi sosial dan
aktifitas lainnya terus terinternalisasi dalam diri anak
sehingga lambat laun ia mengenal diri dan lingkungan di
luar dirinya.

B. MAKNA KEBENARAN
Kebenaran berasal dari kata ‖benar‖. Padanan kata
yang sering digunakan dan punya makna sama adalah
―betul‖. Namun, jika kedua kata tersebut diberi awalan ke
dan akhiran an, maknanya jadi berbeda. ‖Kebenaran‖
bermakna sesuatu yang dianggap benar, sedangkan
‖kebertulan‖ bermakna tidak disengaja,. Jika dua kata itu
berdiri sendiri, makna benar dan betul adalah sama
sehingga dapat dipertukarkan, seperti dalam kalimat
‖jawaban anda benar‖ yang dapat ditukar dan sama
maknanya dengan ‖jawaban anda betul‖. Namun, jika
sudah mendapat imbuhan menjadi ‖kebenaran‖ dan
‖kebetulan‖, maknanya menjadi jauh berbeda dan tidak
dapat dipertukarkan. Kalimat ‖sebagai ilmuan kita harus
terus berusaha mencari kebenaran‖ berbeda maknanya dan
karenanya tidak dapat dipertukarkan dengan kalimat
‖sebagai ilmuan kita harus berusaha mencari kebetulan‖.
Kalimat yang sepadan maknanya adalah ‖sebagai ilmuan
kita harus menghindari penemuan yang diperoleh secara
kebetulan‖. Di dalam kata ‖kebenaran‖ memuat
pemahaman sesuatu yang diperoleh secara ilmiah,
sebaliknya di dalam kata ‖kebetulan‖ memuat suatu
pemahaman non-ilmiah.
Dalam masyarakat ilmiah, dikenal dua jenis
kebenaran, yaitu kebenaran (a) relatif, dan (b) tentatif.

3
Kesadaran akan adanya kelemahan yang ada pada indera
manusia menyebabkan tak ada kebenaran yang pasti
sepanjang masa. Kebenaran ilmiah terikat pada ruang dan
waktu. Perbedaan ruang menghasilkan kebenaran relatif.,
selanjutnya perbedaan waktu menghasilkan kebenaran
tentaif.

1. Kebenaran Relatif
Dahulu orang menganggap bahwa ilmu
pengetahuan alam (IPA) seperti Matematika, Fisika, dan
Kimia, adalah ilmu yang "pasti" kebenarannya. Sebaliknya
ilmu pengetahuan sosial (IPS) seperti Sosiologi, Antropolcgi,
Sejarah, dan sebagainya digolongkan dalam kebenaran yang
"relatif". Kategori tersebut menjadi pudar setelah Albert
Enstein menemukan dan mempublikasikan teori relatifitas.
Anggapan tersebut menjadi dipertanyakan dan sejumlah
ilmuan mulai ramai membicarakan teori tersebut.
Beberapa pertanyaan di bawah ini barangkali akan
memudahkan jalan untuk memahami kebenaran relatif.
a. Mengapa rambut di kepala manusia tumbuh lebih cepat
dari rambut-rambut di tempat yang lain ?
b. Mengapa rambut di kelopak mata (alis) berada pada
kondisi yang statis pertumbuhannya pada titik tertentu
?
c. Dapatkah seseorang menceritakan kejadian-kejadian
yang dialaminya dua jam yang lalu secara berurutan
dan lengkap ?
d. Dapatkah seseorang menghitung jumlah kedipan
matanya selama dua jam yang lalu ?

4
Hampir dapat dipastikan jawabannya ―tidak‖ atau
―tidak tahu". Dengan demikian jelaslah bahwa otak sebagai
instrumen penting bagi manusia untuk mencari kebenaran
terbatas kapasitas dan kemampuannya.
Lanjutkan dengan pertanyaan berikut :
a. Apakah 1 + 1 harus sama dengan 2, bukankah
jawaban sama dengan 0,2 juga benar jika
digunakan ukuran puluhan, atau 0,02 dengan
ukuran ratusan ?
b. Apakah suatu batang yang lurus itu hakekatnya
lurus ? Tidakkah akan tampak bengkok bila
dicelupkan ke dalam cawan kaca berisi air ?
c. Di manakah sebenarnya hakekat rasa manis itu?
pada gula atau pada lidah ?
Jika pada gula, mengapa pada saat lidah sariawan
(sakit, luka) tidak terasa manis ? Jika pada lidah, mengapa
pada saat lidah mencicipi obat terasa pahit ?
a. Benarkah wana merah itu mempunyai hakekat
merali ? Tidakkah akan menjadi hitam pada
suatu ruang yang gelap ?
b. Benarkah berat benda satu kilogram itu
hakekatnya adalah satu kilogram ? Tidakkah
akan berkurang bobotnya bila ditimbang pada
ruang hampa udara ?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapatlah
disimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada hakekat sesuatu
yang dikatakan pasti, semua dapat dibandingkan, semua
relatif. Ruang yang berbeda akan menyebabkan terjadinya
perbedaan pemaknaan kebenaran. Oleh karenanya diyakini
bahwa tidak ada kebenaran tunggal. Kebenaran bersifat
jamak. Perspektif dan fokus dalam memandang suatu

5
realitas menjadi sangat penting untuk memaknai kebenaran.
Perhatikan gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1 : Gambar apa ya ?

Gambar apakah yang tampak pada gambar 1 terbut ?


Jika fokus memandang gambar tersebut pada warna putih,
mungkin sekali akan tampak seperti cawan gelas, buah
catur, atau lainnya. Sebaliknya, jika fokus memandangnya
pada warna hitam, mugkin sekali akan tampak seperti dua
wajah yang sedang berhadap-hadapan.

Selanjutnya, perhatikan juga gambar 1.2 berikut ini.

Gambar 1.2 : 9 = 1 + 10. Salah ya ?

6
Pernyataan dengan angka romawi sebagaimana
tampak pada gambar 1.2 dapat dibaca: ‖sembilan sama
dengan satu ditambah sepuluh‖. Tentu saja pernyataan
tersebut salah. Akan tetapi, jika perspektif memandang
gambar 2 diputar 360 derajat akan tampak sebagaimana
gambar 3 di bawah ini.

Gambar 1.3 : 10 + 1 = 11. Nah ini benar !

Pernyataan sebagaimana gambar 1.3 dapat dibaca:


‖sepuluh ditambah satu sama dengan sebelas‖. Pernyataan
yang awalnya salah (gambar 1.2), setelah diubah perspektif
memandangnya (menjadi gambar 1.3) ternyata menjadi
benar.

2. Kebenaran Tentative
Kebenaran bersifat tentative artinya suatu kebenaran
akan dianggap benar sebelum ada pengetahuan lain yang
dapat "membantah‖ kebenaran tersebut,. Bila di kemudian
hari ditemukan penemuan yang dapat menolak kesimpulan
ilmiah yang lain, maka penemuan ilmiah tersebut akan
menjadi suatu kebenaran baru, demikian seterusnya.
Contoh-contoh di bawah ini mungkin dapat
memudahkan pengertian kita mengenai kebenaran tentative.
a. Dahulu, sebelum ada penemuan phitagoras yang
menyatakan bahwa bumi ini bulat, orang masih
percaya bahwa bumi ini datar.

7
b. Dahulu, orang beranggapan bahwa matahari
mengelilingi bumi, tetapi setelah Nicholas
Copernicus dan Galeli Galileo dengan
teleskopnya mampu membuktikan bahwa bukan
matahari yang mengelilingi bumi tetapi bumilah
yang mengelilingi matahari maka anggapan-
anggapan bahwa matahari mengelilingi bumi
menjadi batal.

3. Manfaat Adanya Kebenaran Relative dan Tentative.


Kendatipun kebenaran ilmiah mempunyai
keterbatasan, tetapi justru keterbatasan tersebut mempunyai
manfaat dalam proses berfikir manusia, manfaat tersebut
antara lain :
a. Menyadari bahwa kebenaran ilmu itu tidak
absolut, maka usaha untuk mencari kebenaran
harus dilakukan terus menerus.
b. Ilmu membimbing manusia untuk tidak berfikir
secara prasangka tetapi berfikir secara obyektif,
terbuka, sistimatis dan toleran.
c. Menyadari bahwa kebenaran bersifat tentative,
maka akan membimbing manusia untuk
bersikap optimis dan berani membuat suatu
pernyataan yang menurut keyakinan ilmiahnya
benar.

C. CARA MANUSIA MENCARI KEBENARAN


F. Rummel (lihat Suradika, 2000 : 10-11)
menggolongkan tahap perkembangan pemikiran manusia
dalam mencari kebenaran menjadi empat periode, yaitu

8
periode: (a) trial and error, (b) authority and tradition, (c)
speculation and argumentation, dan (d) hyphotesis and
experimentation. Berikut ini keempat periode tersebut akan
diuraikan satu persatu.

1. Periode trial and error


Pada periode ini, logika sistematis belum digunakan
untuk memperopeh suatu temuan kebenaran. Kebenaran
diperoleh secara kebetulan. Coba-coba, gagal. Coba lagi,
gagal lagi, demikian seterusnya sampai dijunpai suatu
pemecahan yang memuaskan. Di sini belum ada rencana
yang sistematis. Cara yang dilakukan masih dicari-cari
sambil berjalan.

2. Periode authority and tradition


Periode ini merupakan periode di mana pendapat
pihak yang mempunyai otoritas atau kekuasaan dianggap
sebagai kebenaran. Pencari kebenaran seperti Galileo yang
hidup pada abad 16 yang secara tekun dan sistematis
mencari kebenaran melalui penyelidikan dan penelitian,
terpaksa menghadapi kekuasaan gereja yang dengan kaku
dan tidak ada kompromi berusaha mempertahankan dogma
serta ajaran agama yang tidak boleh dipertanyakan
kebenarannya. Dengan mendukung dan mengembangkan
teori Copernicus tentang gerak bumi dan matahari, Galileo
dianggap telah menyeleweng dari ajaran gereja. Dia
ditangkap dan diperiksa oleh pengadilan Inquisisi yang
sangat terkenal kejamnya. Galileo terpaksa menghabiskan
hidupnya sebagai tahanan rumah. Dia sangat menderita
karena mempertahankan keyakinan akan kebenarannya
(LPP UMJ, 1993: 7). ”The master always says the truth”, itulah

9
yang menjadi semboyan penguasa. Orang yang dikuasai
harus mempercayai kebenaran yang diyakini penguasa. Jika
ada pihak yang berbeda harus dipaksa untuk sama
pandangannya.
Mengikuti tradisi juga merupakan cara manusia
untuk mencari kebenaran. Dalam realitas social, dapat
disaksikan banyak orang berbuat karena melihat atau tahu
bahwa nenek moyangnya juga berbuat seperti yang mereka
lakukan. Dalam masyarakat seperti ini, tradisi masih
dominan menguasai cara berfikir. Kendati tidak semua
tradisi salah, tetapi ada perbedaan kualitatif antara orang
yang melakukan tradisi sebagai suatu tradisi dengan orang
yang melakukan tradisi karena mengetahui bahwa tradisi
tersebut merupakan sesuatu yang memiliki nilai kebenaran.

3. Periode speculation dan argumentation


Pada periode ini pencari kebenaran mulai
mengadakan diskusi dan debat secara logis dalam mencari
kebenaran. Orang berspekulasi melakukan sesuatu karena
keyakinan pada kebenaran logikanya. Pedagang, politisi,
atau pemain sepakbola sering melakukan spekulasi karena
pertimbangan logikanya. Dalam periode ini mulai tampak
sifat kritis terhadap apa yang secara logika dianggap benar.
Siapa yang dapat berargumentasi logis akan dipandang
sebagai pihak yang benar. Cerita berikut ini diharapkan
memudahkan pemahaman temtang argumentasi sebagai
kebenaran.
‖Suatu hari, pengadilan sedang menyidangkan kasus
pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang pemuda
terhadap seorang wanita. Sang pembela sangat cekatan.
Kepada si wanita yang mengaku diperkosa, pembela

10
bertanya: ‘berapa kali kamu diperkosa dik?‘. ‘Enam kali‘,
jawab si wanita tersebut. Jawaban ini dijadikan dasar oleh
pembela untuk berargumentasi membela kliennya. ‘Pak
hakim, secara akal sehat apakah dapat dikategorikan
sebagai pemerkosaan jika seorang wanita berhubungan
badan dengan laki-laki sebanyak enam kali?. Jika satu kali,
mungkin dapat diterima akal sehat kita. Tetapi, sulit untuk
dapat dipahami seorang diperkosa sebanyak enam kali oleh
orang yang sama. Saya mohon tersangka dibebaskan dari
tuduhan karena sangkaannya tidak masuk akal‖.

Kelemahan pola berpikir pada periode ini adalah


begitu didewakannya akal dan ketangkasan lidah dalam
berargumen. Seolah-olah hanya akal dan ucapan yang dapat
membuktikan kebenaran. Kebenaran yang diyakini benar
pada periode ini adalah sesuatu yang dapat dijelaskan oleh
akal melaui ucapan yang argumentatif.

4. Periode hyphotesis and experimentation


Pada periode ini, dugaan-dugaan yang didasarkan
oleh ketajaman fikiran (hipotesis) mulai digunakan orang,
setelah itu mulai dikumpulkan fakta-fakta. Dari fakta-fakta
itu disimpulkan apakah dugaan tersebut sesuai dengan fakta
yang diperolah. Fakta diperoleh diperoleh dari
eksperimentasi, dokumen sejarah, observasi, dan
sebagainya. Biasanya, dalam mencari data tersebut orang
menggunakan alat dan simbol-simbol yang dilakukan secara
sistematis.
Pada periode inilah metode penelitian mulai
menemukan cirinya sebagai metode ilmiah di mana
pemiliran yang logis mulai digunakan dengan diperkuat

11
oleh fakta-fakta berupa data penelitian. Dugaan, baik berupa
hipotesis maupun asumsi digunakan sebagai arah yang akan
membantu di dalam pelaksanaan penelitian, terutama saat
pengumpulan data.

D. TIGA TEORI KEBENARAN


Para teolog, demikian juga mungkin dengan para
ilmuan, percaya bahwa kebenaran yang mutlak hanyalah
ada pada Tuhan. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang
relative dan tentative. Mengenai teori kebenaran sedikitnya
terdapat tiga teori kebenaran yaitu teori (a) koherensi, (b)
korespondensi, dan (c) pragmatis.
Teori koherensi mempunyai kaitan dengan logika
deduktif. Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap
benar apabila mempunyai konsistensi dengan pernyataan
yang sebelumnya telah diakui kebenarannya baik berupa
teori, kaidah maupun hukum. Teori ini banyak
mendapatkan kritik, satu diantaranya dilontarkan oleh
Harold H. Titus (1959) yang menyatakan bahwa kita dapat
saja membangun suatu sistem saling hubungan (koherensi)
yang salah di samping yang benar secara logis, namun
kemudian terbukti sama sekali salah.
Kritik ini memberikan pengertian kepada kita bahwa
kebenaran koherensi baru sampai pada tahap rasional yang
ditarik secara deduktif, oleh karena itu terdapat teori lain
yang dapat memecahkan kemungkinan kesalahan itu yaitu
teori korespondensi.
Teori korespondensi menyebutkan bahwa sesuatu
dianggap benar apabila terdapat kesesuaian dengan suatu
fakta. Dengan demikian dapat difahami bahwa teori
korespondensi bersifat induktif atau berfikir empiris.

12
Teori pragmatis memandang bahwa sesuatu
dianggap benar apabila sesuatu itu mempunyai manfaat
bagi kehidupan manusia . kendatipun secara koherensi dan
korespondensi benar, akan tetapi jika tidak bermanfaat bagi
kemaslahatan manusia dianggap tidak benar Hal ini
berkaitan erat dengan masalah moral.

13
BAGIAN KEDUA
PENELITIAN ILMIAH

A. KONSEP PENELITIAN
Penelitian adalah upaya mencari kebenaran akan
sesuatu. Mencari disini diartikan sebagai proses
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan
menyimpulkan data yang didukung oleh kajian konseptual,
kajian empiris, dan kerangka teoretik dalam rangka
memecahkan masalah untuk tujuan tertentu, apakah itu
untuk mendeskripsikan, mengeksplorasi, menguji,
menemukan atau mengembangkan. Penelitian sebagai salah
satu cara/metode untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah.
Dikatakan metode ilmiah karena dalam prosesnya harus
memenuhi ciri-ciri keilmuan, diantaranya yaitu:
rasional/logis dimana kegiatan penelitian dilakukan dengan
cara-cara yang dapat menjangkau penalaran manusia,
empiris yang berarti berarti cara-cara yang dilakukan dapat
diamati oleh indera, dan sistematisartinya cara-cara yang
dilakukan melalui langkah-langkah bertahap atau hirarkis
(berjenjang atau berurutan) dan antar langkah berhubungan
secara logis. Langkah-langkah tersebut secara tipikal dapat
dirunut, sebagai berikut: (1) mengenali dan menentukan
masalah penelitian/ yang akan diteliti; (2) mengkaji teori
yang sudah ada dan sesuai dengan masalah penelitian; (3)
merumuskan kerangka berpikir atau dugaan penelitian
(hipotesis); (4) membuat disain penelitian sebagai kerangka
penelitian; (5) mengumpulkan data melalui prosedur ilmiah
tertentu sesuai disain penelitian; (6) menganalisis data; (7)

14
menginterpretasi data; dan (8) penarikan kesimpulan, juga
pengajuan saran (jika perlu).
Penelitian dilakukan dalam rangka memecahkan
masalah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007):
masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan
(dipecahkan), soal, persoalan. Sedangkan dalam Kamus
Oxford (2005): problem is a thing that is difficult to deal with or
understand a question to be answered or solved; esp. by reasoning
or calculating.Masalah adalah faktor yang dapat
menyebabkan tidak tercapainya tujuan. Ada permasalahan
berarti; ―ada kesenjangan‖, ada perbedaan antara ―apa yang
seharusnya‖ dan ―apa yang ada dalam kenyataan‖, antara
harapan dan kenyataan, antara ―apa yang diperlukan‖ dan
―apa yang tersedia‖. Berikut beberapa contoh pemilihan
masalah yang dapat kita ambil dalam melakukan penelitian.
Memilih masalah adalah suatu langkah awal dari suatu
kegiatan penelitian. masalah dapat diperoleh dari
pengamatan kegiatan manusia sehari-hari, bacaan, analisa
bidang pengetahuan, perluasan penelitian, cabang studi
yang sedang dikembangkan, pengalaman dan catatan
pribadi, praktek dan keinginan masyarakat, kuliah yang
sedang diikuti dan diskusi-diskusi ilmiah.

B. KRITERIA MASALAH
Terdapat tiga kriteria untuk menentukan masalah
Penelitian yang baik, yakni:
1. Masalah yang dipilih harus mempunyai nilai
penelitian
a. Masalah harus mempunyai keaslian
b. Masalah harus menyatakan suatu hubungan
c. Masalah harus merupakan hal yang penting

15
d. Masalah harus dapat di uji
e. Masalah harus mencerminkan suatu pertanyaan

2. Masalah yang dipilih dengan bijak, artinya:


a. Data serta metode untuk memecahkan masalah harus
tersedia
b. Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif
harus dalam batas batas kemampuan
c. Waktu memecahkan masalah harus wajar
d. Biaya dan hasil harus seimbang
e. Administrasi dan sponsor harus kuat
f. Tidak bertentangan dengan hukum dan adat

3. Masalah dipilih dengan kualifikasi peneliti


a. Menarik bagi peneliti
b. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
(Hajar, 1996:43)
Masalah atau judul penelitian juga harus memiliki 4
faktor:
a. Penelitian harus sesuai dengan minat peneliti
b. Penelitian dapat dilaksanakan
c. Tersedia faktor pendukung
d. Hasil penelitian bermanfaat. (Arikunto, 2007:28)
Sedangkan menurut Kerlinger (1992:29) untuk
menentukan permasalahan terdapat tiga hal terpenting
yakni, penentuan masalah menggungkapkan dua variabel
atau lebih, yang kedua di ungkapkan dengan jelas tidak
ambigu, dan yang ketiga masalah dan pernyataan masalah
harus ada pengujian empiris.

16
Jenis-jenis permasalahan atau sering disebut dengan
istilah problema atau prolematik. Secara garis besar, peneliti
mempermasalahkan gejala atas tiga hal:
a. Problema untuk mengetahui status dan mendeskripsikan
fenomena/gejala. Sehubungan dengan jenis
permasalahan ini, terjadilah penelitian deskriptif
(termasuk didalamnya survey), penelitian histories,
filosofis.
b. Problema untuk membandingkan dua fenomena atau
lebih (problema komparasi). Dalam penelitian ini peneliti
berusaha mencari permasalahan dan perbedaan
fenomena, selanjutnya mencari arti atau manfaat dari
adanya persamaan dan perbedaan yang ada.
c. Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena
(prolema korelasi). Ada dua macam korelasi, yakni:
korelasi sejajar dan korelasi sebab akibat.
Adapun beberapa pertimbangan dalam pemilihan
masalah,
a. Pertimbangan ilmiah
b. Pertimbangan non-ilmiah
c. Pertimbangan dari sudut pandang peneliti
Pertimbangan ilmiah:
a. Apakah masalah tersebut dapat diteliti secara ilmiah?
Yaitu masalah yang realitasnya dapat diamati dan
datanya tersedia dan dapat dikumpulkan
b. Apakah masalah tersebut memberikan manfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan?
c. Dengan metode bagaimana masalah dapat diteliti?
Pertimbangan non-ilmiah:
a. Apa manfaat hasil penelitian bagi kepentingan praktis
atau masyarakat?

17
b. Apakah masalah terlalu peka untuk diteliti? Resistensi
sosial, budaya, ideologi
Pertimbangan peneliti:
a. Penguasaan teori dan metodologi
b. Minat peneliti terhadap masalah
c. Kemampuan pengumpulan dan analisis data
d. Ketersediaan waktu, dana dan sumberdaya
Data, berarti segala sesuatu berupa benda, kata dan
atau angka yang dijadikan bahan untuk menyusun
informasi atau fakta. Informasi atau fakta adalah hasil
pengolahan data yang digunakan untuk suatu keperluan.
Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian merupakan
data empiris (teramati), yang memiliki kriteria valid. Valid,
berarti ketepatan atau kesesuaian antara data yang
sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang
dikumpulkan peneliti. Contoh, peneliti melihat ada siswa
sedang menangis dan disimpulkan siswa tersebut sedang
sedih padahal yang sesungguhnya ia sedang gembira, maka
data peneliti tersebut dinyatakan tidak valid.
Di samping mencapai derajat valid, data yang telah
dikumpulkan peneliti perlu juga diuji melalui pengujian
reliabilitas dan objektivitas. Uji reliabilitas berkenaan dengan
derajat konsistensi/keajegan/ ketetapan dalam interval
waktu tertentu. Contoh, pada hari pertama wawancara,
sumber data (misalnya kepala sekolah) menyatakan bahwa
jumlah murid yang tidak lulus UN sebanyak 10 orang, maka
besok atau lusa sumber data tetap menyatakan 10 orang. Uji
objektivitas berkenaan dengan kesepakatan antar banyak
orang (interpersonal agreement). Contoh, banyak orang
menyatakan, bahwa kegagalan bangsa Indonesia

18
mambangun sumber daya manusia karena lemahnya
pendidikan, maka data tersebut dinyatakan objektif.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN


Setiap kegiatan penelitian mempunyai tujuan dan
kegunaan tertentu. Secara umum, tujuan dan kegunaan
penelitian masing-masing ada tiga macam. Tujuan
penelitian adalah untuk penemuan, pembuktian, dan
pengembangan. Sedangkan kegunaan penelitian adalah
memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.
Berikut ini dipaparkan secara singkat tiga tujuan penelitian
tersebut:
a. Tujuan penemuan, maksudnyadata yang diperoleh
sebagai hasil penelitian adalah data yang betul-betul baru
atau yang belum pernah diketahui sebelumnya. Contoh,
penemuan metode atau model pembelajaran yang efektif
dan menyenangkan, media yang efisien, efektif dan
menghibur, sistem evaluasi yang efisien dan efektif, dan
lain-lain.
b. Tujuan pembuktian, maksudnya data yang diperoleh
sebagai hasil penelitian digunakan untuk membuktikan
adanya keragu-raguan terhadap informasi atau
pengetahuan tertentu. Contoh, keragu-raguan terhadap
efektifitas metode ceramah dalam pembelajaran IPS.
c. Tujuan pengembangan, maksudnya data yang
diperoleh sesebagai hasil penelitian dapat memperdalam
dan atau memperluas pengetahuan yang telah ada.
Contoh, mengembangkan metode ceramah bervariasi
dalam pembelajaran IPS sehingga lebih efektif.
Selanjutnya akan dipaparkan 3 kegunaan penelitian,
sebagai berikut:

19
a. Kegunaan memahami masalah, maksudnya data yang
diperoleh sebagai hasil penelitian dapat memperjelas
suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui
menjadi diketahui. Contoh, penelitian tentang sebab-
sebab terjadinya perkelahian pelajar antar sekolah,
padahal pendidikan agama diberikan, baik di sekolah,
di keluarga, maupun di masyarakat.
b. Kegunaan memecahkan masalah, maksudnya data
yang diperoleh sebagai hasil penelitian dapat
meminimalkan atau menghilangkan masalah yang
dihadapi. Contoh, penelitian untuk menemukan model
pembelajaran PAI yang efektif untuk mengembangkan
sikap dan perilaku soleh pada siswa.
c. Kegunaan mengantisipasi masalah, maksudnya data
yang diperoleh sebagai hasil penelitian dapat
mengupayakan agar masalah tidak terjadi. Contoh,
penelitian untuk menemukan strategi agar siswa
memiliki ketenangan pada saat UN.

D. PARADIGMA DAN KARAKTERISTIK PENELITIAN


1. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh
Thomas Kuhn, dan kemudian disebarluaskan oleh Robert
Friedrichs (1970). Menurut Kuhn, paradigma adalah cara
mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of
thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian
menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi
tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu
pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang
apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari (Friedrichs dikutip dalam George Ritzer 2003).

20
Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (2003),
dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang
mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
Norman K. Denzin (2009) membagi paradigma
kepada tiga elemen yang meliputi; epistemologi, ontologi,
dan metodologi. Epistemologi mempertanyakan tentang
bagimana cara kita mengetahui sesuatu, dan apa hubungan
antara peneliti dengan pengetahuan. Ontologi berkaitan
dengan pertanyaan dasar tentang hakikat realitas.
Metodologi memfokuskan pada bagaimana cara kita
memperoleh pengetahuan. Dari definisi dan muatan
paradigma tersebut, Denzin (2009) mengungkapkan tentang
posisi paradigma sebagai alat bantu bagi ilmuwan untuk
merumuskan berbagai hal yang berkaitan dengan; (1) apa
yang harus dipelajari; (2) persoalan-persoalan apa yang
harus dijawab; (3) bagaimana metode untuk menjawabnya;
dan (4) aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterpretasikan informasi yang diperoleh.

2. Perbedaan Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif


a. Paradigma Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif dibangun berlandaskan
paradigma positivisme dari August Comte (1798-1857).
Metode ini lebih menekankan pada aspek pengukuran
secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat
melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial dijabarkan
kedalam beberapa komponen masalah, variabel dan
indikator. Setiap variabel yang di tentukan diukur dengan
memberikan simbol – simbol angka yang berbeda – beda

21
sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan
variabel tersebut. Dengan menggunakan simbol – simbol
angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif
matematik dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan
suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu
parameter.
Tujuan utama dari metodologi ini ialah menjelaskan
suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi
ialah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu
realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan
berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat
dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode
estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif.
Metode estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan
pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas
lingkupnya yang juga sering disebut ―sample‖ dalam
penelitian kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian
sebenarnya ialah bagian kecil dari populasi atau sering
disebut ―data‖. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorasi
lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori
yang timbul (Sumanto, 1995).

b. Paradigma Penelitian Kualitatif


Paradigma kualitatif adalah pendekatan yang lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan
untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih
suka menggunakan teknik analisis mendalam (in-depth
analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus
karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah
satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan

22
dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi
pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.
Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori
substantif dan hipotesis penelitian kualitatif (Sumanto,
1995).
Paradigma kualitatif berpandangan bahwa fenomena
sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup
dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata,
melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam
totalitas konteksnya. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif
diartikan mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena
yang dilihat dan didengar serta dibacanya (melalui
wawancara atau, catatan lapangan, foto, video, tape
recorder, dokumen pribadi, catatan atau memo, dokumen
resmi atau bukan dan lain-lain) dan peneliti harus
membandig-bandingkan, mengkombinasikan,
mengabstaksikan dan menarik kesimpulan (Nawawi, 2001).
Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan
pemahaman dari dalam (verstehen), penalaran, definisi
suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak
meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut,
mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil
akhir. Oleh karena itu prosedur kegiatan dapat berubah-
ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala
yang ditemukan (Sarwono, 2006).
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan
kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi
analitis (analytic induction) dan ekstrapolasi. Induksi analitis
artinya simbol-simbol yang digunakan tidak dalam bentuk
numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi, yang ditempuh

23
dengan cara merubah data ke formulasi. Sedangkan
ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan
yang dilakukan simultan pada saat proses induksi analitis
dan dilakukan secara bertahap dari satu kasus ke kasus
lainnya, kemudian –dari proses analisis itu--dirumuskan
suatu pernyataan teoritis.

c. Perbedaan Paradigma Kuantitatif-Kualitatif


Bertumpu pada penjelasan paradigmatik pendekatan
kualitatif dan kuantitatif sebagaimana sudah dijelaskan di
atas tampak bahwa terdapat perbedaan yang signifikan, baik
pada level konsep maupun pada level praktik atau kegiatan
penelitiannya. Di sini dapat dicatat terdapat berbagai
perbedaan paradigma yang cukup signifikan antara
penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Seperti
dikemukakan sebelumnya, penelitian kuantitatif memiliki
perbedaan paradigmatik dengan penelitian kualitatif. Secara
garis besar, perbedaan dimaksud mencakup beberapa hal
sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Perbedaan Metode Penelitian Kuantitatif dan


Kualitatif Menurut Fraenkel dan Wallen (1993)
Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif
Menekankan hipotesis jadi Menekankan hipotesis yang
yang dirumuskan berkembang dalam
sebelumnya pelaksanaan penelitian.
Menekankan definisi Menekankan definisi dalam
operasional yang konteks atau perkembangan
dirumuskan sebelumnya penelitian
Data diubah menjadi skor Menekankan deskripsi
numeric naratif

24
Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif
Menekankan pengukuran Menekankan pada asumsi
dan penyempurnaan bahwa keajegan inferensi
keajegan skor yang diperoleh cukup kuat.
dari instrument
Pengukuran validitas melalui Pengukuran validitas
rangkaian perhitungan melalui cek silang dari
statistic sumber informasi
Menekankan tekik acak Menekankan informan
untuk mendapatkan sampel ekspert untuk mendapatkan
representatif. sampel purposif
Menekankan prosedur Menekankan prosedur
penelitian yang baku penelitian deskriptif naratif
Menekankan desain untuk Menekankan analisis logis
pengontrolan variable dalam pengontrolan variable
ekstranus ekstranus
Menekankan desain untuk Menekankan kejujuran
pengontrolan khusus untuk peneliti dalam pengontrolan
menjaga bias dalam prosedur prosedur bias
penelitian.
Menekankan rangkuman Menekankan rangkuman
statistik dalam hasil naratif dalam hasil
penelitian penelitian.
Menekankan penguraian Menekankan deskripsi
fenomena holistic

Tabel 2.2. Perbedaan karateristik kuantitatif dan


kualitatif menurut Alwasilah (2011)
Aspek Kuantitatif Kualitatif
Fokus Penelitian Kuantitas (berapa Kualitas (hakikat

25
Aspek Kuantitatif Kualitatif
banyak) dan esensi)
Frase Terkait Eksperimen, Kerja lapangan,
emipiris, statistik etnografi,
naturalistik,
grounded, subjektif
Akar filsafat Positivisme, Fenomonologi,
empirisme logis interaksi simbolik
Tujuan Prediksi, kontrol, Pemahaman,
deskripsi, deskripsi, temuan,
konfirmasi, pemunculan,
pembuktian, hipotesis
hipotesis
Desain Ditentukan, Kenyal, berevolusi,
terstruktur mencuat
Latar Tidak akrab, Akrab, alami
buatan
Sampel Besar, acak, Kecil, tidak acak,
representatif teoritis
Pengumpulan Bukan manusia Peneliti sebagai
data (skala, tes survey, instrument inti,
kuesioner, interview, observasi
computer)
Modus analisis Deduktif (oleh Induktif (oleh
metode statistik) peneliti)
Temuan Persis, sempit, Komprehensif,
reduksionis holistik, ekspansif

Berdasarkan pada penjelasan tabel di atas maka


secara spesifik paradigma penelitian kuantitatif dan

26
paradigma penelitian kualitatif juga dapat dibedakan seperti
berikut ini:

3. Paradigma Kuantitatif
a. Cenderung menggunakan metode kuantitatif, dalam
pengumpulan dan analisa data, termasuk dalam
penarikan sampel.
b. Lebih menenkankan pada proses berpikir
positivisme-logis, yaitu suatu cara berpikir yang
ingin menemukan fakta atau sebab dari sesuatu
kejadian dengan mengesampingkan keadaan
subyektif dari individu di dalamnya.
c. Peneliti cenderung ingin menegakkan obyektifitas
yang tinggi, sehingga dalam pendekatannya
menggunakan pengaturan-pengaturan secara ketat
(obstrusive) dan berusaha mengendalikan stuasi
(controlled).
d. Peneliti berusaha menjaga jarak dari situasi yang
diteliti, sehingga peneliti tetap berposisi sebagai
orang ―luar‖ dari obyek penelitiannya.
e. Bertujuan untuk menguji suatu teori/pendapat
untuk mendapatkan kesimpulan umum
(generasilisasi) dari sampel yang ditetapkan.
f. Berorientasi pada hasil, yang berarti juga kegiatan
pengumpulan data lebih dipercayakan pada
intrumen (termasuk pengumpul data lapangan).
g. Keriteria data/informasi lebih ditekankan pada segi
realibilitas dan biasanya cenderung mengambil data
konkrit.

27
h. Walaupun data diambil dari wakil populasi (sampel),
namun selalu ditekankan pada pembuatan
generalisasi.
i. Fokus yang diteliti sangat spesifik (partikularistik)
berupa variabel-variabel tertentu saja. Jadi tidak
bersifat holistik.

4. Paradigma Kualitatif
a. Cenderung menggunakan metode kualitatif, baik
dalam pengumpulan maupun dalam proses
analisisnya.
b. Lebih mementingkan penghayat-an dan pengertian
dalam menangkap gejala (fenomenologis).
c. Pendekatannya wajar, dengan menggunakan
pengamatan yang bebas (tanpa pengaturan yang
ketat).
d. Lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi
yang ada pada sumber data, dengan berusaha
menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang
―orang dalam‖.
e. Bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan
secara deskriptif dengan menggunakan metode
berpikir induktif. Jadi bukan untuk menguji teori
atau hipotesis.
f. Berorientasi pada proses, dengan mengandalkan diri
peneliti sebagai instrumen utama. Hal ini dinilai
cukup penting karena dalam proses itu sendiri dapat
sekaligus terjadi kegiatan analisis, dan pengambilan
keputusan.

28
g. Keriteria data/informasi lebih menekankan pada segi
validitasnya, yang tidak saja mencakup fakta konkrit
saja melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.
h. Ruang lingkup penelitian lebih dibatasi pada kasus-
kasus singular, sehingga tekannya bukan pada segi
generalisasinya melainkan pada segi otensitasnya.
i. Fokus penelitian bersifat holistik,meliputi aspek yang
cukup luas (tidak dibatasi pada variabel tertentu).

29
BAGIAN KETIGA
PENDEKATAN PENELITIAN
KUANTITATIF, KUALITATIF DAN
GABUNGAN (MIXED METHODE)

Dalam penelitian, dapat menggunakan 2 jenis


penalaran (logika berpikir), yaitu: penalaran deduktif
(sifatnya rasional) dalam rangka mencari kebenaran
koherensi, dan penalaran induktif induktif (sifatnya
faktual/empirik) dalam rangka mencari kebenaran
korespondensi. Penalaran deduktif dimulai dengan: 1)
mengkaji teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, 2)
menyusun hipotesis penelitian, 3) mengumpulkan,
mengolah dan menganalisis data empiris, 4) menarik
kesimpulan berdasarkan hasil analisis data untuk menerima
atau menolak hipotesis penelitian. Hipotesis yaitu
pernyataan sementara tentang karakteristik populasi yang
harus diuji dengan data empiris. Hipotesis didapat
berdasarkan kerangka teoretik yang memiliki tiga unsur,
yaitu: unsur teori, hasil-hasil penelitian terdahulu, dan
kerangka berpikir/argumentasi logis peneliti. Penalaran ini
diasosiasikan dengan pendekatan kuantitatif, dengan ciri
utama analisis data menggunakan statistik, serta
pengambilan kesimpulan yang berlaku untuk populasi dan
diuji dengan data sampel.
Adapun penalaran induktif dilakukan dengan
melakukan pengamatan secara teliti terhadap suatu objek
untuk dapat melihat fenomena yang diteliti. Penelitian ini
meliputi tiga tahap, yaitu: 1) melakukan pengamatan
terhadap fenomena sosial yang diteliti, 2) mencari pola-pola

30
untuk mengelompokkan data hasil pengamatan, 3)
menyusun generalisasi berupa konsep, prinsip, preposisi
berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh melalui
pengamatan empiris. Penalaran induktif diasosiasikan
dengan pendekatan kualitatif, yakni penelitian yang
menyajikan data empirik hasil pengamatan melalui paparan
naratif berbentuk kalimat verbal. Hipotesis penelitian
dirumuskan setelah peneliti turun ke lapangan melalui
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Peneliti
menggunakan teori setelah pengumpulan data untuk
mendukung deskripsi pola-pola yang diamati.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar
ada dua pendekatan penelitian, yaitu pendekatan
kuantitatif,dan pendekatan kualitatif. Namun, dalam
pelaksanaannya sangat dimungkinkan untuk
menggabungkan kedua pendekatan penelitian tersebut.
Dalam konteks ini pendekatan yang menggabungkan dua
pendekatan (yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif)
disebut dengan pendekatan penelitian gabungan atau sering
dikenal dengan pendekatan mixed Methode. Berikut
penjelasan lebih rinci mengenai masing—masing
pendekatan:

A. PENELITIAN KUANTITATIF
Paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan
penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme.
Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur
metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena
penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis,
positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian

31
dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan
dengan Idealisme).
Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-
satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu
pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan
didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap
lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar
(reason). Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif
diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan
paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan
lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera
(exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus
mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi
penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-
hubungan umum antara fenomena-fenomena (general
relations between phenomena). Yang dimaksud dengan
fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory
experience yang terbatas pada external appearance given in
sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber
dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu
pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi
dan observasi.
Bagaimana pandangan penganut kuantitatif tentang
fakta? Dalam penelitian kuantitatif diyakini sejumlah asumsi
sebagai dasar otologisnya dalam melihat fakta atau gejala.
Asumsi-asumsi dimaksud adalah; (1) obyek-obyek tertentu
mempunyai keserupaan satu sama lain, baik bentuk,
struktur, sifat maupun dimensi lainnya; (2) suatu benda atau
keadaan tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu; dan (3) suatu gejala bukan merupakan suatu
kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan

32
akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jadi
diyakini adanya determinisme atau proses sebab-akibat
(causalitas). Dalam kaitannya dengan poin terakhir, lebih
jauh Russel Keat & John Urry, seperti dikutip oleh
Tomagola, mengemukakan bahwa setiap individual
event/case tidak mempunyai eksistensi sendiri yang lepas
terpisah dari kendali empirical regularities. Tiap individual
event/case hanyalah manifestasi atau contoh dari adanya
suatu empirical regularities.
Sejalan dengan penjelasan di atas, secara
epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa
sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional
data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada
koherensi dan korespondensi. Koheren besarti sesuai
dengan teori-teori terdahulu, serta korespondens berarti
sesuai dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan
ilmu itu dimulai dari proses perumusan hipotesis yang
deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui
verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju
perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis,
pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus; logico,
hypothetico, verifikatif.
Dalam metode kuantitatif, dianut suatu paradigma
bahwa dalam setiap event/peristiwa sosial mengandung
elemen-elemen tertentu yang berbeda-beda dan dapat
berubah. Elemen-elemen dimaksud disebut dengan variabel.
Variabel dari setiap even/case, baik yang melekat padanya
maupun yang mempengaruhi/dipengaruhinya, cukup
banyak, karena itu tidak mungkin menangkap seluruh
variabel itu secara keseluruhan. Atas dasar itu, dalam
penelitian kuantitatif ditekankan agar obyek penelitian

33
diarahkan pada variabel-variabel tertentu saja yang dinilai
paling relevan. Jadi, di sini paradigma kuantitatif cenderung
pada pendekatan partikularistis.
Lebih khusus mengenai metode analisis dan prinsip
pengambilan kesimpulan, Julia Brannen, ketika menjelaskan
paradigma kuantitatif dan kualitatif, mengungkap
paradigma penelitian kuantitaif dari dua aspek penting,
yaitu: bahwa penelitian kuantitatif menggunakan
enumerative induction dan cenderung membuat generalisasi
(generalization). Penekanan analisis data dari pendekatan
enumerative induction adalah perhitungan secara
kuantitatif, mulai dari frekuensi sampai analisa statistik.
Selanjutnya pada dasarnya generalisasi adalah
pemberlakuan hasil temuan dari sampel terhadap semua
populasi, tetapi karena dalam paradigma kuantitatif
terdapat asumsi mengenai adanya ―keserupaan‖ antara
obyek-obyek tertentu, maka generalisasi juga dapat
didefinisikan sebagai universalisasi.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa Penelitian
kuantitatif yang berbasis pada pandang positivisme
menekankan bahwa realita/gejala/fenomena itu dapat
diklasifikasikan, relatif tetap, kongkrit, teramati, terukur,
dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Penelitian pada
umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu
yang refresentatif. Dalam paradigma kuantitatif kebenaran
itu diluar peneliti, sehingga hubungan antara peneliti
dengan yang diteliti harus dijaga jaraknya atau bersifat
independen. Oleh karena itu alat pengumpul data dalam
paradigma kuantitatif menggunakan instrumen kuesioner.
Akibatnya dalam penelitian kuantitatif, peneliti hampir
tidak mengenal dekat bahkan tidak tahu sama sekali

34
responden penelitiannya. Proses penelitian kuantitatif
bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan
masalah digunakan konsep atau teori, sehingga dapat
dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut selanjutnya diuji
melalui pengumpulan data lapangan. Data yang telah
terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan statistik deskriptif atau inferensial sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang dirumuskan
terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif pada umumnya
dilakukan pada sampel yang diambil secara random,
sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada populasi dimana sampel tersebut
diambil. Di bawah ini disajikan gambar ilustrasi generalisasi
kuantitatif.

Hasil penelitian sampel dapat diberlakukan ke


populasi
Gambar 3.1: Ilustrasi Generalisasi Kuantitatif

Penelitian kuantitatif dicirikan dengan adanya


variabel. Variabel adalah atribut, sifat, atau nilai dari orang,
objek, atau kegiatan yang mempunyai karakteristik tertentu
yang bervariasi untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti telah

35
menentukan terlebih dahulu variabel yang akan diteliti.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
instrumen yang disusun berdasarkan indikator dari variabel
yang diteliti, kemudian menghasilkan data kuantitatif.
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur variabel penelitian. Dalam pendekatan
kuantitatif, terdapat beberapa metode yang dapat dipilih,
yaitu:
1. Penelitian kuantitatif komparatif
Penelitian kualitatif komparatif yang terdiri atas
penelitian eksperimen dan penelitian ex post facto. Penelitian
eksperimen adalah penelitian yang sangat kuat dalam
menguji hubungan sebab akibat. Suatu sebab dari gejala
akan diuji untuk mengetahui apakah sebab tersebut (variabel
independen) menyebabkan gejala yang diteliti (variabel
dependent). Maka semua variabel lain yang diduga
mengganggu hubungan tersebut harus secara ketat
dikontrol. Variabel independen/bebas adalah variabel yang
mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel
dependen/terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain. Berdasarkan tempatnya, eksperimen
mencakup eksperimen di laboratorium dan eksperimen di
lapangan. Terdapat beberapa bentuk disain eksperimen,
yaitu: pra eksperimen, true eksperimen, dan quasi
eksperimen. Dikatakan Pra eksperimen karena disain ini
belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena
masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh
terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil
eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan
semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini
terjadi karena tidak adaya variabel control dan sampel tidak

36
dipilih secara random. Dikatakan true eksperimen
(eksperimen yang sungguh-sungguh) karena dalam disain
ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian,
validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan
penelitian) dapat menjadi tinggi. ciri utama dari disain ini
adanya kelompok control dan sampel dipilih secara
acak/random. Berikutnya quasi eksperimen merupakan
pengembangan dari true eksperimen. Disain ini mempunyai
kelompok control, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen. Quasi eksperimen digunakan
karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok
control yang digunakan untuk penelitian. Penelitian ex post
facto adalah penelitian yang mempelajari fakta yang sudah
ada/sudah terjadi dengan menggunakan disain eksperimen.

2. Penelitian kuantitatif asosiatif


Penelitian kuantitatif asosiatif Yang terdiri atas
penelitian asosiasi korelasional dan penelitian asosiasi
kausal. Penelitian asosiasi korelasional menggunakan model
analisis korelasi multiple karena secara teoretik, variabel-
variabel bebas diyakini independen atau tidak ada variabel
intervening diantara variabel-variabel bebasnya. Sedangkan
penelitian asosiasi kausal menggunakan model analisis jalur
karena secara teoretik, variabel-variabel bebas tidak
independen (satu atau lebih variabel bebas merupakan
variabel intervening). Variabel intervening merupakan
variabel penyela/antara yang terletak diantara variabel
bebas dan variabel terikat.

37
a. Teori
Teori adalah sebuah penjelasan rasional tentang
keterkaitan antar gejala yang mempunyai fungsi
mengungkapkan, menjelaskan, dan
meramalkan/memprediksi suatu gejala. Berikut ini
beberapa pengertian teori yang dikemukakan oleh beberapa
tokoh:
1) Kerlinger (1978) mengemukakan bahwa Theory is
a set of interrelated construct (concepts), definitions,
and proposition that present asystematic view of
phenomena by specifying relations among variables,
with purpose of explaining and predicting the
phenomena.Teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi
untuk melihat fenomena secara sistematik,
melalui spesifikasi hubungan antar variabel,
sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
2) Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa A
theory is a generalization or series of generalization by
which we attempt to explain some phenomena in a
sytematic manner. Teori adalah generalisasi atau
kumpulan generalisasi yang dapat digunakan
untuk menjelaskan berbagai fenomena secara
sitematik.
3) Cooper and Schindler (2003), mengemukakan
bahwa, A theory is a set of systematically interrelated
concept, definition, and proposition that are advanced
to exlain and predict phenomena (fact). Teori adalah
seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang
tersusun secara sistematis sehingga dapat

38
digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena.
4) Siti Haditono (1999), menyatakan bahwa suatu
teori akan memperoleh arti yang penting, bila ia
banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan
meramalkan gejala yang ada.
5) Prof.Dr. Sugiono dalam bukunya Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D
menyatakan bahwa teori :
a) Teori menunjuk pada sekelompok hukum
yang tersusun secara logis.
b) Suatu teori juga dapat merupakan suatu
rangkuman tertulis mengenai suatu
kelompok hukum yang diperoleh secara
empiris dalam suatu bidang tertentu.
c) Suatu teori dapat juga dapat menunjuk
pada suatu cara menerangkan yang
menggeneralisasi.
6) Kountur (2007), menyatakan bahwa, teori adalah
sistem dari proposisi. Dengan kata lain, teori
merupakan kumpulan dari proposisi yang saling
berkaitan. Proposisi merupakan pernyataan
tentang realitas yang dapat dievaluasi apakah
benar atau salah. Apabila kita mengatakan,
‖banyaknya uang menentukan kebahagiaan
seseorang‖, ini merupakan suatu proposisi.
7) Widayat dan Amirullah (2002) menyatakan
bahwa teori adalah alur logika atau penalaran,
yang merupakan seperangkap konsep, definisi,
dan proposisi yang disusun secara sistematis.

39
b. Fungsi Teori
Menurut Prof. Dr. Sugiono teori memiliki fungsi
atara lain :
1) Menjelaskan (explanation).
Memperjelas dan mempertajam ruang lingkup,
atau konstruk variabel yang akan diteliti.
2) Menerangkan (predictioan)
Merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen
penelitian, karena pada dasarnya hipotesis merupakan
pernyataan prediktif.
3) Pengendalian (control)
Mencandra dan membahas hasil penelitian
sehingga selanjutnya untuk memberikan saran dalam upaya
pemecahan masalah.
Hoy & Miskel (2001) mengemukakan bahwa :
1) Teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi, dan
generalisasi yang logis.
2) Berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan,
dan memprediksi perilaku yang memiliki
keteraturan.
3) Sebagai stimulus dan panduan untuk
mengembangkan pengetahuan.

c. Kegunaan Teori
Menurut Kountur (2007), menfaat teori yaitu sebagai
berikut :
1) Memperdalam pengetahuan tentang bidang
yang diteliti.
2) Mengetahui hasil penelitian yang sudah pernah
dilaksanakan.

40
3) Memperjelas masalah penelitian

d. Langkah- langkah dalam menyusun teori


Menurut Kountur (2007), langkah-langkah yang
perlu dilakukan dalam menyusun teori yaitu sebagai
berikut:
1) Mencari berbagai buku maupun laporan hasil
penelitian dari jurnal ilmiah, tesis atau disertasi
yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian.
2) Membaca tulisan-tulisan tersebut dan pahami
dengan baik.
3) Mengambil catatan atas apa yang dibaca.
Menggunakan beberapa cara pengambilan
catatan seperti kutipan, paraphrase, ringkasan,
dan evaluasi. Kutipan (quotation) adalah catatan
yang kata-katanya diambil persis sama dengan
apa yang dituliskan. Kutipan dinyatakan dengan
menggunakan tanda kutip buka dan tanda kutip
tutup. Paraphrase adalah cara pengambilan
catatan dengan menyusun kembali pemikiran si
pengarang tentang apa yang dia baca kemudian
mengungkapkannya dengan menggunakan kata-
kata sendiri. Ringkasan (summary) merupakan
sari dari suatu artikel atau uraian yang dibaca.
Uraian yang begitu rinci diringkas menjadi satu
konsep yang hanya terdiri dari beberapa kalimat.
Evaluasi yaitu cara pengambilan catatan dengan
menginterpretasikan apa yang dibaca dengan
memberikan komentar. Komentar yang
diberikan dapat berarti setuju atau tidak setuju

41
berdasarkan sudut pandangnya dengan
menyatakan alasan.
4) Mengatur susunan tinjauan pustaka dengan cara
yang baik.
5) Dari landasan teori tersebut harus dapat
menghasilkan suatu kerangka konsep yang
diperlukan dalam meninjau kembali pertanyaan-
pertanyaan penelitian dan dalam merumuskan
hipotesis.

B. HIPOTESIS PENELITIAN
1. Pengertian Hipotesis
a. Menurut Sugiyono (2007), hipotesis dapat
diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Hipotesis berasal dari dua penggalan kata, yaitu
―hypo” yang artinya di bawah dan ‖thesa” yang
artinya kebenaran. Jadi, hipotesis yang
kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan
ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan
berkembang menjadi hipotesis.
b. Menurut G.E.R. Brurrough sebagaimana yang
dikutip oleh Suharsimi Arikunto bahwa
penelitian berhipotestis penting dilakukan bagi:
1) penelitian menghitung banyaknya sesuatu
(magnitude)
2) penelitian tentang perbedaan (differencies)
3) penelitian hubungan (relationship)

42
Menurut seorang ahli yang bernama Borg yang
dibantu oleh temannya Gall (1979:61) mengajukan adanya
persyaratan untuk hipotesis sebagai berikut:
A. hipotesis harus dirumuskan denmgan singkat tetapi
jelas
B. hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya
hubungan antara dua atau lebih variabel.
C. hipotesis harus didukung oleh teori-teori yang
dikemukakan olah para ahli atau hasil Hasil penelitian
yang relevan.
D. Menurut Margono (2007), hipotesis berasal dari kata
Hipo (Hypo) yang memiliki arti kurang dari sedangkan
Tesis (Thesis) berarti pendapat. Dengan begitu hipotesis
diartikan sebagai sebuah pendapat atau kesimpulan
yang sifatnya masih sementara sehingga belum benar-
benar berstatus sebagai suatu status. Sehingga hipotesis
dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan jawaban
dari masalah yang diajukan. Kemungkinan-
kemungkinan tersebut timbul sebagai dugaan yang
bijaksana dari peneliti atau diturunkan dari teori yang
telah ada.
E. Menurut Kountur (2007), hipotesis adalah dugaan
sementara atau jawaban sementara atas permasalahan
penelitian yang memerlukan data untuk menguji
kebenaran dugaan tersebut. Dugaan ini harus
didasarkan atas suatu dasar pemikrian. Dasar pemikiran
tersebut diperoleh dari teori. Hipotesis tidak dapat
dibuat tanpa dasar teori yang kuat. Hipotesis
merupakan pernyataan hubungan yang mungkin terjadi
antara dua atau lebih variabel dengan kemungkinan
yang berdasar teori.

43
2. Bentuk-Bentuk Hipotesis
a. Menurut Sugiyono (2007), ada dua bentuk hipotesis
yang digunakan yaitu:
1) Hipotesis kerja, atau disebut dengan hipotesis
alternatif, disingfkat Ha. Hipotesis kerja
menyatakan adanya hubungan antara variabel X
dan Y, atau adanya perbedaan antara dua
kelompok. Contoh: jika orang banyak, maka
berat badannya akan naik.
2) Hipotesis noll (null hypotheses) disingkat Ho,
hipotesis nol sering disebut hipotesis statistik,
yaitu diuji dengan perhitungan statitik.
b. Menurut Kountur (2007), hipotesis terdiri atas dua
bentuk yaitu:
1) Hipotesis alternatif, pernyataan dari apa yang
diharapkan akan terjadi.
2) Hipotesis nul, pernyataan yang menunjukan
tidak ada perubahan. Misalnya, ‖tidak ada
hubungan....‖, ‖tidak ada perbedaan....‖, ‖tidak
ada pengaruh....‖
3) Menurut Wardoyo (2009), hipotesis terbagi ke
dalam dua jenis yaitu:
a) Hipotesis nol, adalah hipotesis yang dicoba
untuk ditolak (rejected atau refuted).
Hipotesis nol merupakan dugaaan yang
menyatakan dua buah variabel adalah jelas
dan tidak terdapat perbedaan diantaranya.
b) Hipotesis alternatif, adalah hipotesis yang
dicoba untuk diterima (accepted) atau
didukung (supported). Hipotesis alternatif
berlawanan dengan hipotesis nol.

44
Hipotesis alternatif merupakan dugaan
yangmenunjukkan terdapat perbedaan
diantara dua buah variabel.

3. Kegunaan Hipotesis
Kegunaan Hipotesis dalam setiap penelitian
kuantitatif terutama penelitian yang bersifat korelasi,
menguji pengaruh, menguji konstribusi, menguji perbedaan,
maka hipotesis perlu dinyatakan secara eksplisit dan hasil
serta proses pengujiannya dinyatakan secara eksplisit dan
hasil serta proses pengujiannya dinyatakan secara jelas dan
rinci. Adapun kegunaan Hipotesis bagi suatu penelitian
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Menunjukan arah penelitian
b. Lebih memfokuskan masalah yang perlu dipecahkan
dalam suatu penelitian
c. Memberi petunjuk kepada data yang diperlukan
d. Menjadi pedoman dalam membuat kesimpulan
e. Menjadi dorongan bagi penelitian selanjutnya
f. Dapat menunjukan kekuasaan ilmu peneliti tentang
masalah yang sedang diteliti

4. Perumusan Hipotesis
Suatu hipotesis perlu dibuat secara spesifik agar
mudah dilakukan pengujian secara statistik. Oleh sebab itu
untuk sebuah perumusan hipotesis yang baik maka perlu
diperhatikan beberapa kriteria antara lain:
a. Hipotesis sebaiknya bersifat sepesifik sehingga mudah
dilakukan pengujian
b. Hipotesis mampu menunjukkan adanya hubungan antara
variabel

45
c. Hipotesis menunjukkan adanya berkaitan dengan teori
yang sudah ada dan tertentu
d. Hipotesis dapat diuji secara empiris
e. Hipotesis sedapat mungkin dapat dikaitkan dengan
teknik-teknik pengujian tertentu
f. Hipotesis harus sesuai dengan fakta
Selain itu, menurut Nazir (1988:53) mengemukakan
kriteria hipotesis yang baik itu sebagai berikut:
a. Jelas secara konseptual
b. Mempunyai rujukan empiris
c. Bersifat spesifik
d. Dapat dihubungkan dengan teknik-teknik penelitian
yang ada
e. Berkaitan dengan teori
Berdasarkan sudut tingkat eksplanasi hipotesis akan
diuji atau dilihat dari jenis masalahnya, maka hipotesis
dapat digolongkan menjadi tiga jenis antara lain:
a. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif merupakan sebuah hipotesis
yang tidak membandingkan, menghubungkan atau
mengukur pengaruh suatu variabel kepada variabel lain,
tetapi hanya ingin memberikan taksiran terhadap suatu
permasalahan.
b. Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif merupakan hipotesis yang
dirumuskan untuk memberikan jawaban pada
permasalahan yang sifatnya membedakan
c. Hipotesis Asosiatif
Hipotesis asosiatif ialah hipotesis yang
dirumuskan untuk memberikan jawaban pada
permasalahan yang bersifat hubungan. Hipotesis asosiatif

46
dapat dibedakan kepada tiga bentuk yaitu hipotesis yang
menggambarkan hubungan simetris, menggambarkan
hubungan sebab akibat, dan hubungan yang
menggambarkan hubungan interaktif.

5. Pengujian Hipotesis
Suatu hipotesis yang telah diajukan dalam sebuah
penelitian harus melalui proses pengujian dalam proses
tersebut harus dapat dipastikan apakah suatu hipotesis
dapat diterima atau ditolak. Namun, pada proses pengujian
tersebut peneliti harus bersikap objektif serta tidak boleh
mempengaruhi agar hipotesis tersebut terbukti atau
diterima. Sebab sebuah hasil yang diperoleh dari pengujian
hipotesis akan berpengaruh terhadap mutu atau kualitas
hasil sebuah penelitian.
Pada umumnya sebuah hipotesis didasarkan pada
pandangan suatu teori yang relevan. Apabila pada
pengujian hipotesis diperoleh penolakan kerja hipotesis
maka berarti ada kemungkinan teori yang ada perlu
diperbaharui atau dikembangkan sesuai dengan perubahan
gejala-gejala sosial yang terus menerus. Tetapi apabila
hipotesis kerja diterima maka berarti hasil penelitian yang
dimaksud dapat memperkuat pandangan teori yang ada.

C. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi
a. Pengertian
Populasi dapat dipahami sebagai semua nilai, baik
hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif
maupun kualitatif, daripada karekateristik tertentu
mengenai sekelompok objek yang jelas dan lengkap (Usman,

47
2009:4). Populasi dalam setiap penelitian harus disebutkan
secara tersurat, yaitu yang berkenaan dengan besarnya
anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup.
Tujuan diadakannya populasi ialah agar peneliti dapat
menentukan besarnya anggota sampel yang diambil dari
anggota populasi dan membatasi berlakunya daerah
generalisasi.
Dengan mengarahkan perhatian pada wilayah
penelitian, Sugiyono (2007:80) mendefinisikan populasi
sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Menurut Sugiyono, populasi bukan
hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang
lain. Populasi bukan sekadar jumlah yang ada pada
objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karekateristik/ sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu.
Sebagai contoh, misalnya seseorang melakukan
penelitian di sekolah X, maka sekolah X ini merupakan
populasi. Sekolah X mempunyai sejumlah orang/subjek dan
objek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti
jumlah/kuantitas. Tetapi sekolah X juga mempunyai
karakteristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya,
disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya,
dan sebagainya; juga mempunyai karakteristik objek yang
lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang kelas,
lulusan yang dihasilkan, dsb. Yang terakhir berarti populasi
dalam arti karakteristik.
Sugiyono menegaskan bahwa satu orang pun dapat
digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu
mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya bicaranya,

48
disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya, dsb.
Misalnya akan melakukan penelitian tentang kepemimpinan
presiden Y maka kepemimpinan itu merupakan sampel dari
semua karakteristik yang dimiliki presiden Y.
Sejalan dengan pandangan Sugiyono, Arikunto
(2006:130) memandang populasi sebagai keseluruhan subjek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen
yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Penelitian populasi
dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua hal yang ada
dalam populasi. Oleh karena subjeknya meliputi semua
yang terdapat dalam populasi, maka disebut juga sensus.
Objek pada populasi ditelitii, hasilnya dianalisis,
disimpulkan dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh
populasi.
Populasi yang sering disebut universe, menurut
Susilo (2009:70) merupakan entitas yang diidentifikasikan
sebagai sesuatu yang akan diteliti; ia bisa berupa kelompok
orang, peristiwa, atau objek benda. Misalnya, apabila
peneliti ingin meneliti motivasi kerja guru di sebuah SMA,
maka populasi penelitian adalah semua guru di SMA
tersebut. Jika yang ingin diteliti adalah sikap orang tua siswa
sebuah SD terhadap pengajaran bahasa asing, maka
populasinya adalah seluruh orang tua siswa SD
bersangkutan. Jadi, semua elemen atau unsur dari entitas
tersebut merupakan populasi.
Sependapat dengan pandangan Susilo, Prasetyo dan
Jannah (2008:119) memahami populasi sebagai keseluruhan
gejala/satuan yang ingin diteliti. Kedua penulis tersebut
memberikan tiga kriteria yang harus terpenuhi untuk
membuat sebuah batasan populasi, yakni isi, cakupan, dan

49
waktu. Misalnya, sebuah penelitian tentang kemampuan
bertahan industri kecil di daerah pedalaman, rumusan
populasi yang baik adalah: industri kecil di daerah
pedalaman pada tahun 2009. Industri kecil merupakan
kriteria isi; daerah pedalaman merupakan cakupan serta
tahun 2009 merupakan waktu.
Ida Bagoes Mantra dan Kasto (1989:152) melihat
populasi sebagai jumlah keseluruhan dari unit analisis yang
ciri-cirinya akan diduga. Dalam setiap penelitian, populasi
yang dipilih berkaitan dengan masalah yang ingin dipelajari.
Dalam penelitian tenaga kerja, misalnya, dipilih populasi
penduduk usia kerja.
Djaali dan Kadir (2008:34) melihat populasi sebagai
suatu himpunan dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh
peneliti sedemikian rupa sehingga setiap
individu/variabel/data dapat dinyatakan dengan tepat
apakah individiu tersebut menjadi anggota atau tidak.
Dengan kata lain, populasi adalah himpunan semua
individu yang dapat memberikan data dan informasi untuk
suatu penelitan. Merangkum semua pandangan tersebut di
atas, dapat disintesiskan bahwa populasi merupakan
totalitas subjek penelitian, dengan karakteristik tertentu
sesuai dengan masalah yang akan diteliti, yang terarah pada
penentuan subjek entah menjadi anggota atau tidak.

b. Pembagian Populasi
Bertolak dari banyaknya anggota populasi, Usman
dan Akbar (2009:42) membagai populasi atas populasi
terbatas (terhingga) dan populasi tidak terbatas (tidak
terhingga). Ditinjau dari sudut sifatnya, populasi dapat
bersifat homogen dan heterogen. Penelitian yang

50
menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel
total atau sensus. Penggunaan ini berlaku jika anggota
populasi relatif kecil. Untuk anggota populasi yang relatif
besar, maka diperlukan mengambil sebagian anggota
populasi yang dijadikan sampel. Pengambilan anggota
sampel yang merupakan sebagian dari anggota populasi tadi
harus dilakukan dengan teknik tertentu yang disebut teknik
sampling. Demikian pula untuk menentukan banyaknya
anggota sampel haruslah menggunakan rumus, grafik, dan
tabel tertentu.
Mengutip Donald Ary, dkk, Susilo (2009:70)
mengemukakan bahwa ada dua konsep populasi, yaitu
populasi target (target population) dan populasi terjangkau
(accessible population). Populasi target adalah keseluruhan
entitas yang diidentifikasi sebagai representasi sesuatu yang
akan diselidiki dalam penelitian. Misalnya, jika kita ingin
meneliti tentang sikap anak remaja Indonesia terhadap tren
pakaian, maka populasi target adalah semua laki-laki atau
perempuan Indonesia yang didefinisikan sebagai berusia
remaja, yaitu usia antara 12-21 tahun. Populasi target ini
masih sangat luas untuk dijadikan populasi penelitian. Oleh
karena itu terdapat konsep yang kedua, yakni populasi
terjangkau, yaitu bagian populasi yang dapat dijangkau oleh
peneliti yang diambil sampelnya. Penentuan populasi
terjangkau ini dipengaruhi oleh waktu (time) dan sumber
(resource) yang dimiliki peneliti. Contohnya, karena tidak
mungkin dari segi waktu untuk melibatkan seluruh anak
remaja di Indonesia, maka populasi yang akan diambil
sampelnya hanya beberapa kota besar di Indonesia yang
mewakili karakteristik remaja Indonesia.

51
2. Sampel
a. Pengertian
Secara sederhana, sampel dapat diartikan sebagai
sebagian anggota populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu yang disebut teknik sampel
(Usman, 2009:43). Sepandapat dengan pandangan di atas,
menurut Arikunto (2006:119) sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel
apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian sampel. Yang dimaksud dengan
menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan
penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. Sampel
berkaitan erat dengan populasi karena merupakan bagian
dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, menurut
Bailey dalam Prasetyo (2008:119), sampel harus dilihat
sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan
populasi itu sendiri.
Hal yang sama ditegaskan oleh Susilo yang
mengartikan sampel sebagai ―sebagian kecil (a part of)‖ dari
populasi yang diambil secara metodologis dengan teknik
tertentu. Ideal suatu penelitian yang lebih bisa dipercayai,
yakni seorang peneliti harus memasukkan semua unsur atau
elemen populasi (metode sensus). Namun tidak selamanya
keadaan memungkinkan seseorang meneliti seluruh unsur
dalam populasi. Maka ketika dalam keadaan peneliti tidak
bisa memasukkan seluruh elemen atau unsur populasi
karena sesuatu alasan tertentu, peneliti boleh melakukan
penelitian terhadap wakil dari unsur atau elemen yang ada
dalam populasi tersebut. Wakil tersebut tidak lain adalah
anggota ―sampel‖. Anggota sampel dipilih berdasarkan
karakteristik populasi. (Susilo, 2009:71).

52
Tidak berbeda dengan semua pandangan di atas,
Sugiyono (2007:81) menegaskan bahwa sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi.
Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
sungguh-sungguh representatif.

b. Fungsi Teknik Sampling


Ada beberapa fungsi yang diperoleh peneliti ketika
melakukan penelitian dengan menggunakan teknik
sampling, yakni:
1) Mereduksi anggota populasi menjadi anggota
sampel yang mewakili populasinya
(representatif), sehingga kesimpulan terhadap
populasi dapat dipertanggungjawabkan.
2) Dengan teknik sampling yang baik, mungkin
akan diperoleh hasil yang lebih baik/tepat
daripada penelitian terhadap populasi karena:
(1.) adanya tenaga-tenaga ahli, (2) penyelidikan
dijalankan lebih teliti, (3) kesalahan yang
mungkin diperbuat lebih sedikit. Jadi hasil
sampling diharapkan lebih tepat dan lebih up to
date. (Marzuki, 1982:43)
3) Lebih teliti menghitung yang sedikit daripada
yang banyak.
4) Menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

53
Kriteria Pengambilan Sampel:
Ada beberapa kriteria pengambilan sampel, yakni:
a. Tentukan daerah generalisasi.
b. Tentukan batas-batas yang tegas tentang sifat-
sifat populasi.
c. Tentukan sumber-sumber informasi tentang
populasi.
d. Pilihlah teknik sampling dan hitunglah besar
anggota sampel yang sesuai dengan tujuan
penelitian (Usman, 2009:43).
Sifat-Sifat Sampel Yang Ideal:
Sampel yang ideal, paling tidak memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
a. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat
dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.
b. Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil
penelitian dengan menentukan penyimpangan
baku (standar) dari taksiran yang diperoleh.
Presisi dalam hal ini dipahami sebagai tingkat
ketetapan yang ditentukan oleh peredaan hasil
yang diperoleh dari sampel dibandingkan hasil
yang diperoleh dari catatan lengkap, dengan
syarat bahwa keadaan-keadaan di mana kedua
metode dilakukan, seperti daftar pertanyaan,
teknik wawancara, kualitas pencacah dan
sebagainya, adalah sama. Secara kuantitatif,
presisi disebut Kesalahan Baku (standard error).
Misalnya, nilai rata-rata suatu populasi diberi
simbol U dan nilai rata-rata sampel diberi simbol
X, maka perbedaan U-X disebut presisi.
c. Sederhana, hingga mudah dilaksanakan.

54
d. Dapat memberikan keterangan sebanyak
mungkin dengan biaya yang serendah mungkin.

Teknik Pengambilan Sampel:


Ada dua jenis teknik penarikan sampel, yakni:
random sampling dan non-random sampling. Random Sampling
/Probabilitia (probability sampling)
Random Sampling adalah pengambilan contoh secara
acak (random) yang dilakukan dengan cara undian, ordinal,
tabel bilangan random, atau dengan komputer. Di dalam
teknik ini, setiap anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Dengan
kesempatan yang sama ini, hasil suatu penelitian dapat
digunakan untuk memprediksi populasi. (Usman, 2009:43).
Ada beberapa teknik penarikan sampel random, yakni:
a. Teknik Random Sampling sederhana (simple random
sampling):
1) Menurut Sugiyono (2007:82), dikatakan simple
karena pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi
itu. Cara demikian dilakukan bila anggota
populasi dianggap homogen.
2) Ciri: setiap unsur dari keseluruhan populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk
dipilih
3) Caranya: menggunakan undian, ordinal, tabel
bilangan random, atau komputer.
4) Menurut Ida Bagoes Mantra dan Kastro
(1989:124) ada dua metode Random Sampling
sederhana, yaitu:

55
a) Dengan pengundi unsur-unsur penelitian
atau satuan-satuan elementer dalam
populasi. Unit elementer disebut juga unit
penelitian, yaitu unit yang akan diteliti
atau dianalisis. Misalnya populasi seluruh
petani di daerah penelitian merupakan unit
elementer. Dalam cara ini, terlebih dahulu
semua unit elementer (unit penelitian)
disusun dalam daftar kerangka sampling,
kemudian dari kerangka sampling ditarik
sebagai sampel beberapa unsur atau satuan
yang akan diteliti. Dalam hal ini,
pengambilannya harus dengan cara undian
sehingga setiap unit punya peluang yang
sama untuk dapat dipilh. Meski demikian,
penggunaan cara ini tidak praktis apabila
populasinya besar, karena (i). hampir tidak
mungkin untuk mengundi semua populasi,
dan (ii). manusia selalu cenderung memilih
angka-angka tertentu.
b) Dengan mengundi tabel angka acak. Cara
ini dipilih karena selain meringankan
pekerjaan, juga memberikan jaminan yang
jauh lebih besar, bahwa setiap unit
elementer mempunyai probabilitas yang
sama untuk terpilih. Cara penggunaan
tabel ini sebagai berikut: misalnya, dari
satuan-satuan elementer dalam populasi
(N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih
50 satuan elementer sebagai sampel (n).
Bilangan 500 ini terdiri atas tiga dijit.

56
Untuk pemilihan sampel ini terlebih
dahulu disediakan kerangka sampling.
Setiap satuan elementer pertama diberi
nomor 001 sampai 500. Kemudian kita lihat
tabel angka random terlampir. Karena
angka-angka dalam tabel itu disusun
secara kebetulan, maka pemakai tabel
tersebut dapat mulai melihatnya dari baris
dan kolom mana saja. Di samping itu, ia
dapat juga mengikutinya ke arah mana
saja. Setelah memilih angka yang pertama,
maka dalam pemilihan angka selanjutnya
kita dapat berjalan ke atas mengikuti
kolom yang sama, ke samping mengikuti
baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara
apa saja yang dianggap mudah.
Menurut Susilo (2009:73), teknik random
sederhana sangat tepat digunakan apabila
karakteristik populasi dikategorikan homogen
berdasarkan masalah yang akan diteliti.
Misalnya Anda akan meneliti kemampuan siswa,
maka seluruh siswa pada satu pendidikan
tertentu (SMA, misalnya) tidak bisa dikatakan
sebagai homogen karena terdapat pembagian
kelas. Akan tetapi jika Anda ingin meneliti sikap
siswa terhadap tren rambut, maka seluruh siswa
SMA bisa dikategorikan homogen karena
mereka secara sosial sama, yaitu usia remaja.
Keuntungannya: anggota sampel mudah dan
cepat diperoleh. Kelemahannya: kadang tidak

57
mendapatkan data yang lengkap dari
populasinya.
b. Teknik sampling bertingkat (stratified random
sampling)
1) Disebut juga teknik sampling berlapis,
berjenjang, dan petala
2) Menurut Usman dan Akbar (2009:44), teknik ini
dipakai bila populasinya heterogen atau terdiri
atas kelompok-kelompok bertingkat. Penentuan
tingkat dilakukan berdasarkan karakteristik
tertentu. Sependapat dengan hal ini, Susilo
(2009:73) menyatakan bahwa teknik ini biasa
digunakan ketika di dalam populasi terdapat
strata yang melekat pada anggotanya. Strata
yang melekat pada setiap strata harus terwakili
dalam sampel. Karena itu teknik ini akan cocok
untuk mengambil sampel pada populasi
semacam ini.
3) Menurut Susilo, cara menyeleksi sampel dari
populasi seperti ini adalah dengan membuat
persentase dari strata yang ada di populasi dan
kemudiain menarik sampel dengan komposisi
menurut persentase yang ada di dalam populasi
itu. Contoh:
Komposisi populasi diketahui sebagai berikut:
1000 populasi siswa SMA, terdiri atas:
- 250 orang kelas 1 (25% dari seluruh
populasi)
- 500 orang kelas 2 (50% dari seluruh
populasi)

58
- 250 orang kelas 3 (25% dari seluruh
populasi)
Dengan mengetahui komposisi itu, peneliti bisa
menentukan jumlah sampel, misalnya, 100 siswa,
maka dari 100 orang jumlah sampel tersebut
harus mewakili persentase setiap komposisi
yang tergambar dalam populasi. Dengan
demikian, komposisi sampel bisa dirinci sebagai
berikut:
- 25 orang dari kelas 1
- 50 orang dari kelas 2
- 25 orang dari kelas 3
Prasetyo dan Jannah melihat bahwa ada dua teknik
yang dapat digunakan dalam teknik sampling bertingkat,
yakni (a) proporsional – di mana sampel sebanding dengan
jumlah populasi, dan (b) nonproporsional – di mana sampel
tidak sebanding dengan jumlah populasi. Rumus yang dapat
digunakan untuk menentukan sampel dalam kedua teknik
tersebut adalah:
Sampel1 = x Total sampel
Contoh cara proporsional:
Kita akan menarik sampel sebanyak 50 orang dari
suatu populasi penduduk dengan karakteristik:
Lulusan SD : 20 orang
Lulusan SMP : 40 orang
Lulusan SMA : 55 orang
Lulusan PT : 15 orang
Jawaban:
Populasi seluruh = 130 orang
Sampel lulusan SD = 20/130 x 50 = 7,69 = 8

59
Sampel lulusan SMP = 40/130 x 50 = 15,38 = 15
Sampel lulusan SMA = 55/130 x 50 = 21,15 = 21
Sampel lulusan PT = 15/130 x 50 = 5,77 = 6
Pembulatan dilakukan mengingat jumlah orang
memiliki ciri variabel diskret.
Tahapan yang harus dibuat dalam cara proporsional,
yakni:
 Tentukan karakteristik/lapisan/ kelompok
populasi
 Tentukan sampel dari setiap lapisan/kelompok
 Pilihlah anggota sampel dari setiap
lapisan/kelompok dengan bantuan teknik
Random Sampling sederhana atau sistematis.
Contoh cara nonproporsional:
Kita akan menarik sampel sebanyak 50 orang dari
suatu populasi penduduk dengan karakteristik:
Lulusan SD : 20 orang
Lulusan SMP : 60 orang
Lulusan SMA : 66 orang
Lulusan PT : 4 orang
Jika digunakan cara proporsional, maka akan
diperoleh sebagai berikut:
Populasi seluruh = 150 orang
Sampel lulusan SD = 20/150 x 15 = 2 = 2
Sampel lulusan SMP = 60/150 x 15 = 6 = 15
Sampel lulusan SMA = 66/150 x 15 = 6,60 = 7
Sampel lulusan PT = 4/130 x 15 = 0,40 = 0
Dengan cara proporsional, kita tidak akan
memperoleh sampel dari lulusan PT sehingga kita dapat
menggunakan cara nonproporsional agar semua

60
lapisan/kelompok dapat terwakili, dengan cara sebagai
berikut:
Sampel lulusan SD =2
Sampel lulusan SMP = 15
Sampel lulusan SMA =7
Sampel lulusan PT =1

 Sugiyono menyebut dua teknik di atas dengan


nama:
(1.) Proportionate Stratified Random Sampling:
teknik ini digunakan bila populasi mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara
proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai
dari latar belakang pendidikan yang berstrata, maka
populasi pegawai itu berstrata. Misalnya: jumlah pegawai
yang lulus S1=45, S2= 30, STM = 800, ST = 900, SMEA= 400,
SD = 300, jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata
pendidikan tersebut.
(2.) Disproportionate Stratified Random Sampling:
teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila
populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Misalnya
pegawai dari unit kerja tertentu mempunyai: 3 lulusan S3, 4
lulusan S2, 90 S1, 800 SMU, 700 SMP, maka 3 orang lulusan
S3, dan 4 orang S2 itu diambil semuanya sebagai sampel.
Karena dua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan
dengan kelompok S1, SMU, dan SMP.
 Keuntungan: anggota sampel yang diambil lebih
representatif.
 Kelemahan: lebih banyak memerlukan usaha
pengenalan terhadap karakteristik populasinya.

61
 Namun, sering ditemukan kesalahan yang lazim
dilakukan oleh banyak peneliti, yang berkaitan dengan
pengterapan tentang tingkatan. Contoh:
(1.) Perbedaan lokasi untuk penduduk, yaitu
penduduk kota dan penduduk desa tidak dapat dipandang
sebagai perbedaan strata dengan menggunakan teknik
berstrata pada waktu menentukan wakil sampel.
(2.) Anggota TNI, pegawai negeri dan swasta, juga
tidak dapat dipandang sebagai strata yang berbeda. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tingkatan menunjuk
pada kelompok, tetapi kelompok belum tentu menunjuk
pada tingkatan.
c. Teknik sampling kluster (cluster random sampling)
 Disebut juga teknik random berkelompok, atau
teknik sampling daerah, conditional sampling atau restricted
sampling.
 Menurut Prasetyo dan Jannah, teknik ini
digunakan bila kita memiliki keterbatasan karena ketiadaan
kerangka sampel (daftar nama seluruh anggota sampel),
namun peneliti memiliki data yang lengkap tentang
kelompok.
 Ada dua jenis teknik ini, yakni:
(a) Teknik penarikan sampel kelompok satu tahap (a
stage cluster random sampling atau lebih dikenal dengan
cluster random sampling). Teknik ini digunakan jika
sifat/karakteristik kelompok adalah homogen.

Misalnya, di suatu universitas ada 6 fakultas.


Sementara itu, data yang kita miliki tentang daftar nama
mahasiswa tidak tersedia.

62
Berhadapan dengan soal ini, kita perlu membuat alur
pengambilan sampel, misalnya:

Dengan cara yang sama pada teknik Random


Sampling sederhana, kita hanya perlu membuat undian
nama-nama fakultas, kemudian memilihnya secara acak.
Misalnya, yang terpilih adalah Fakultas Hukum dan
Fakultas Teknik, seluruh mahasiswa dari fakultas tersebut
akan dijadikan sampel.
(b) Banyak tahap (multistage cluster random sampling).
Teknik ini digunakan jika sifat/karakteristik kelompok pada
populasi cenderung heterogen.
Misalnya, di suatu universitas terdiri atas 6 fakultas.
Sementara itu, data yang kita miliki tentang daftar nama
mahasiswa tidak tersedia. Kita memiliki asumsi bahwa ada
fakultas yang tergolong dalam karakteristik ilmu pasi dan
ilmu social/Humaniora.
Dari kelompok ilmu pasti dipilih secara acak,
misalnya terpilih secara acak Fakultas Kedokteran, dan dari

63
kelompok Ilmu Sosial/Humaniora, misalnya terpilih secara
acak Fakultas ISIP. Tahap selanjutnya dapat kita lakukan
dengan memilih mahasiswa berdasarkan jurusan dengan
cara teknik sampling bertingkat; atau langsung memilih
mahasiswa di fakultas yang terpilih dengancara acak
sederhana atau sistematis.

 Keuntungan: dapat mengambil populasi besar


yang tersebar di pelbagai daerah, serta pelaksanaannya lebih
mudah dan murah dibandingkan teknik lainnya.
 Kelemahan: jumlah individiu dalam setiap pilihan
tidak sama. Karenanya, teknik ini tidak sebaik teknik
lainnya.
d. Teknik sampling sistematis (systematical sampling)
 Teknik sampling sistematis adalah suatu metode
pengambilan sampel, di mana hanya unsur pertama saja
dari sampel dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur

64
selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola
tertentu. Metode ini dapat dijalan pada dua keadaan, yakni:
(1.) Apabila nama atau identifikasi dari satuan-
satuan elementer dalam populasi itu terdapat dalam suatu
daftar (kerangka sampling), sehingga satuan-satuan tersebut
dapat diberi nomor urut.
(2.) Apabila populasi itu mempunyai pola beraturan,
seperti blok-blok dalam kota, atau rumah-rumah pada suatu
jalan. Blok-blok atau rumah-rumah itu dapat diberi nomor
urut.
 Dalam aras pemikiran yang sama, Prasetyo dan
Jannah menyatakan bahwa bila jumlah populasi sangat
banyak dan homogen, dan jumlah sampel yang akan
diambil juga banyak, teknik sampling sederhana akan
menyulitkan karena merepotkan dan lebih lama. Untuk itu,
jika syarat populasi homogen, dapat digunakan cara lain,
yaitu teknik sampling sistematis. Menurutnya, tahapan yang
dilakukan:
(1.) Susunlah kerangka sampel (daftar nama
populasi) dalam kelompok dengan cara membagi jumlah
populasi dengan jumlah responden.
(2.) Pilihlah satu kelompok yang ada dengan cara
acak.
Contoh:
Suatu wilayah memiliki penduduk sebanyak 5000
orang dan akan diambil 100 orang sebagai sampel.
Maka, didapat Kelompok = N/n = 5000/100 = 50.
Setelah itu, susunlah kerangka sampel berdasarkan
kelompok.

65
Kerangka sampel:
Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 50 …
1 2 3 4 5 6 7 50 …
5 5 5 5 5 5 5 100…
1 2 3 4 5 6 7 150…
Nomor 1 1 1 1 1 1 1 200…
Urut 01 02 03 04 05 06 07 250…
Populasi 1 1 1 1 1 1 1 300…
51 52 53 54 55 56 57 … …
2 2 2 2 2 2 2 …
4950
01 02 03 04 05 06 07 …
5000
2 2 2 2 2 2 2
51 52 53 54 55 56 57
… … … … … … …
4 4 4 4 .4 4
901 902 903 904 905 907
4
4 4 4 4 906
4 4
951 952 953 954 955 057
4
956

Dengan menggunakan undian, pilihlah kelompok 1


sampai 50 secara acak. Misalnya, yang terpilih dalam undian
adalah kelompok 5, maka seluruh anggota kelompok 5
adalah sampelnya. Jadi sampel yang kita ambil adalah
nomor urut populasi:
5 55 105 205 255 305 355 …
4905 4955
Atau dapat dikatakan bahwa kita menggunakan
kelipatan angka 50.

66
Namun, bila populasinya memiliki jumlah genap,
maka tidak dapat menggunakan langsung kelipatan,
melainkan menggunakan interval fraksional.

Contoh:
Suatu wilayah memiliki penduduk sebanyak 5543
orang dan akan diambil 100 orang sebagai sampel.
Maka, diperoleh Kelompok = 5543/100 = 55,43
Pilihlah satu nilai antara 1 – 50 secara acak, misalnya
5,7
Maka sampel yang akan kita ambil adalah:
Sampel 1 5,7 = 5,7 = 6
Sampel 2 5,7 + 55,43 = 61,13 = 61
Sampel 3 61,13 + 55,43 = 116,56
= 117
Sampel 4 116,56 + 55,43 = 171,99 = 172
Sampel 5 dan seterusnya
 Keuntungan: lebih cepat dan mudah.
 Kelemahan: kadang kurang mewakili
populasinya.

Sampling Non-random (nonprobability sampling) atau


disebut juga sebagai incidental sampling, yaitu pengambilan
contoh tidak secara acak.
Sampling nonrandom merupakan suatu teknik
penarikan sampel yang mendasarkan pada setiap anggota
populasi tidak memiliki kesempatan yang sama. Anggota
yang satu memiliki kesempatan lebih besar dibandingkan
dengan anggota yang lain sehingga hasil dari suatu
penelitian yang menggunakan teknik ini tidak dapat

67
digunakan untuk memprediksi populasi. (Prasetyo dan
Jannah, 2008:134-135)
Ada beberapa teknik sampling non-random, yakni:
(i.) Teknik Sampling Kebetulan (accidental
sampling)
 Teknik sampling kebetulan dilakukan apabila
pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang
atau benda yang kebetulan ada atau dijumpai. Misalnya, kita
ingin meneliti pendapat masyarakat tentang kenaikan harga,
maka pertanyaan diajukan kepada mereka yang kebetulan
dijumpai di pasar atau di tempat-tempat lainnya. Teknik ini
lebih didasarkan pada kemudahan. Sampel dapat terpilih
karena berada pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat .
 Menurut Marzuki (1989:49), pemilihan anggota
sampel dengan teknik ini dilakukan dengan sesuka hati, dan
sangat subjektif.
 Keuntungan: murah, cepat, dan mudah.
 Kelemahan: kurang representatif.
(ii.) Teknik sampling bertujuan (purposive sampling)
 Teknik sampling bertujuan disebut juga judgmental
sampling. Teknik ini digunakan apabila anggota sampel yang
dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.
Misalnya, untuk meneliti tentang peraturan lalu lintas, maka
hanya mereka yang memiliki SIM atau yang tidak memiliki
SIM saja yang dijadikan anggota sampel.
 Menurut Prasetyo dan Jannah (2008:75), teknik ini
digunakan dengan menentukan kriteria khusus terhadap
sampel, terutama orang-orang yang dipandang ahli
(misalnya: teliti tentang bagaimana membuat iklan yang
baik).

68
 Menurut Marzuki (1989:51), purposive sampling
merupakan teknik di mana pengambilan elemen-elemen
yang dimasukkan dalam sampel dilakukakn dengan sengaja,
dengan catatan bahwa sampel tersebut representatif atau
mewakili populasi.
Dalam sampling ini, pemilihan sekelompok subjek
didasarkan atas ciri atau sifat tetentu yang dipandang
mempunyai hubungan erat dengan ciri atau sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya. Teknik ini digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu. Informasi yang mendahului
tentang keadaan populasi sudah diketahui dan tidak perlu
diragukan lagi (misalnya diketahui dari hasil sensus
ekonomi, pendidikan). peneliti hanya mengambil beberapa
daerah atau kelompok ―kunci‖ (daerah industri dan daerah
agraris; kota besar dan desa terpencil) yang disebut key areas,
key groups, key clusters. Jadi, tidak semua daerah/kelompok
diwakili/diambil sampelnya.
 Keuntungan: murah, cepat, mudah, relevan
dengan tujuan penelitiannya
 Kerugian: tidak representatif untuk mengambil
kesimpulan secara umum (generalisasi)
(iii.) Teknik sampling kuota (quota sampling)
 Menurut Susilo (2009:76), teknik ini merupakan
proses menyeleksi kasus yang berciri khusus (typical) dari
bermacam-macam strata dalam populasi. Caranya
pengambilan sampel ini, yakni dengan menenetukan
segmen dalam populasi yang akan diteliti, lalu menentukan
jumlah setiap segmen dalam populasi, dan kemudian
menetapkan jumlah kuota yang akan diberikan tiap segmen.
Selanjutnya disebutkan bahwa seleksi kasus tipikal untuk

69
setiap segmen dalam populasi adalah bertujuan untuk
mengisi kuota sampel.
 Marzuki menyebut teknik ini dengan judgement
sampling (sama dengan sampling bertujuan) karena
sampling ini berdasarkan pendapat atau pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Tetapi apakah subjek-subjek yang
diambil sebagai sampel itu mewakili populasi atau tidak,
bukan soal.
 Sedangkan menurut Prasetyo dan Jannah, quota
sampling merupakan teknik penarikan sampel yang sejenis
dengan teknik penarikan sampel stratifikasi. Perbedaannya
adalah ketika menarik anggota sampel dari masing-masing
lapisan, kita tidak menggunakan cara acak, tetapi
menggunakan cara kemudahan. Misalnya, untuk
mendapatkan 20 orang yang tinggal di Depok sebagai
sampel, kita cukup meminta seorang mahasiswa yang
tinggal di Depok untuk memilih 20 orang yang tinggal di
depok sebagai sampel.
 Menurut Sugiyono, dalam tekni ini, untuk
mengumpulkan data, peneliti menghubungi subjek yang
memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa
menghiraukan dari mana asal subjek tersebut (asal masih
dalam populasi). Biasanya, yang dihubungi adalah subjek
yang mudah ditemui, sehingga pengumpulan datanya
mudah. Yang penting diperhatikan adalah terpenuhinya
jumlah (quotum) yang telah ditetapkan.
 Keuntungan dan kelemahan sama dengan teknik
sampling bertujuan.
(iv.) Teknik Sampling Bola Salju (snowball sampling)
 Menurut Prasetyo dan Jannah (2008:136), teknik
ini digunakan jika peneliti tidak memiliki informasi tentang

70
anggota populasi. Peneliti hanya punya satu nama populasi.
Dari nama tersebut peneliti akan memperoleh nama-nama
lainnya.
 Teknik ini biasanya digunakan jika kita meneliti
kasus yang sensitif atau rahasia. Misalnya tentang jaringan
peredaran narkoba.
 Sugiyono menambahkan bahwa ibarat bola salju
yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar,
pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena
dengan satu atau dua orang ini belum merasa lengkap
terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data
yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu
seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak.
(v.) Teknik Sampling jenuh:
 Menurut Sugiyono, teknik ini merupakan teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian
yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang
sangat kecil.
 Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, di mana
semua anggota populasi dijadikan sampel.
Penentuan Besarnya Anggota Sampel (sampel size)
Besar anggota sampel harus dihitung berdasarkan
teknik-teknik tertentu agar kesimpulan yang berlaku untuk
populasi dapat dipertanggungjawabkan. Di samping itu,
harus pula memenuhi teknik sampling seperti yang telah
diuraikan sebelumnya.

71
Besarnya anggota sampel yang dipilih berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan, yaitu praktis, ketepatan,
nonrespon, dan analisis data.
(i.) Pertimbangan praktis:
Pertimbangan praktis menyangkut hal-hal berikut:
a. Unsur biaya, waktu, tenaga, kemampuan;
b. Untuk eksplorasi atau penemuan dan penjajakan,
maka anggota sampel tidak perlu terlalu banyak, tetapi
untuk eksplanari atau menerangkan, maka anggota sampel
harus lebih banyak.
c. Jika kita memilih anggota sampel yang banyak,
maka tingkat prediksi relatif tepat, kesalahan mentabulasi
dan menghitung besar, reliabilitas besar, dan kekuatan
meningkat, demikian pun sebaliknya.
(ii.) Ketepatan:
Semakin kecil kita memilih taraf signifikansi (),
semakin banyak anggota sampelnya. Dengan demikian,
semakin tepat atau teliti ramalan kita.
(iii.) Pertimbagan nonrespons:
Pertimbangan nonrespons adalah perkiraan jumlah
anggota sampel yang dapat dijadikan responden setelah
seluruh anggota sampel dikurangi dengan jumlah anggota
sampel yang dijadikan kelompok uji coba Instrumen
penelitian.
(iv.) Analisis data
Analisis data yang digunakan menentukan besarnya
anggota sampel. Untuk teknik statistika parametik
memerlukan data yang relatif besar (minimal 30), sedangkan
untuk data yang dianalisis dengan teknik statistika non-
parametik cukup menggunakan data yang relatif kecil.

72
Sementara itu, Prasetyo dan Jannah (2008:137)
menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi
berapa besar sampel yang harus diambil, yakni:
a. Heterogenitas dari populasi:
Semakin heterogen sebuah populasi, jumlah sampel
yang diambil pun harus semakin besar sehingga seluruh
karakteristik populasi dapat terwakili.
b. Jumlah variabel yang digunakan:
Semakin banyak jumlah variabel yang ada, jumlah
sampel yang diambil pun harus semakin besar.

c. Teknik penarikan sampel yang digunakan:


Jika kita menggunakan teknik Random Sampling
sederhana, otomatis jumlah sampel tidak terlalu besar
berpengaruh dibandingkan dengan penggunaan teknik
sampling bertingkat. Semakin banyak tingkatan, semakin
besar pula sampel yang dibutuhkan.
Secara lebih khusus, Sugiyono (2007:86)
menandaskan bahwa besaran jumlah anggota sampel yang
paling tepat dalam penelitian bergantung pada tingkat
ketelitian atau kesalahan yang dikehendaki. Tingkat
ketelitian/kepercayaan yang dikehendaki sering tergantung
pada sumber dana, waktu dan tenaga yang tersedia. Makin
besar tingkat kesalahan maka akan semakin kecil jumlah
sampel yang diperlukan, dan sebaliknya, makin kecil tingkat
kesalahan, maka akan semakin besar jumlah anggota sampel
yang diperlukan sebagai sumber data.
Sementara itu, Mantra dan Kastro melihat ada empat
faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
besarnya sampel dalam suatu penelitian, yakni:

73
a. Derajat keseragaman dari populasi. Makin
seragam populasi itu, makin kecil sampel yang dapat
diambil. Apabila populasi itu seragam sempurna, maka satu
satuan elementer saja dari seluruh populasi itu sudah cukup
representatif untuk diteliti. Sebaliknya apabila populasi itu
secara sempurna tidak seragam, maka hanya pencacahan
lengkaplah yang dapat memberikan gambaran yang
representatif.
b. Presisi yang dikehendaki dari penelitian. Makin
tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, makin besar jumlah
sampel yang harus diambil. Jadi sampel yang besar
cenderung memberikan penduga yang lebih mendekati nilai
sesungguhnya. Pada sensus lengkap, presisi ini menjadi
mutlak karena nilai taksiran sama dengan nilai parameter.
Atau dengan cara lain dapat pula dikatakan bahwa antara
besarnya sampel yang diambil dengan besarnya kesalahan
(error) terdapat hubungan negatip. Besar sampel yang
diambil, semakin kecil pula kesalahan (penyimpangan
terhadap nilai populasi) yang diperoleh.
c. Rencana analisis. Adakalanya besarnya sampel
sudah mencukupi sesuai dengan presisi yang dikehendaki,
tetapi kalau dikaitkan dengan kebutuhan analisis, maka
jumlah sampel tersebut kurang mencukupi.
d. Tenaga, biaya dan waktu. Kalau menginginkan
presisi yang tinggi maka jumlah sampel harus besar. Tetapi
apabila dana, tenaga dan waktu terbatas, maka tidaklah
mungkin untuk mengambil sampel yang besar, dan ini
berarti presisinya akan menurun.

74
d. Teknik Menghitung Besarnya Anggota Sampel:
Berdasarkan kriteria-kriteria penentuan sampel di
atas, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
menghitung besarnya anggota sampel. Usman dan Akbar
(2009:47) menyatakan bahwa ada dua teknik untuk
menghitung besarnya anggota sampel, yakni proposisi dan
ketelitian estimasi.
(i.) Proporsi:
Rumus-rumus:
 n ≥ pq ;
n = jumlah anggota sampel minimal
p = proporsi kelompok pertama
q = proporsi kelompok kedua = (1– p)
taraf signifikansi
2½ = nilai z tabel untuk
Jika 1 maka rumus tadi akan menjadi:
n p(1 – p)
Dan jika maka rumus tadi akan menjadi
n p(1 – p)
 s=
s = banyaknya anggota sampel
N = banyaknya anggota populasi
P = proporsi dalam populasi
d = derajat ketelitian = 1,96
= harga tabel chi-kuadrat untuk tertentu
 SE = √ √

SE = Standar Estimasi
P = proporsi
N = jumlah anggota populasi

75
n = jumlah anggota sampel
(ii.) Ketelitian estimasi:
 n
n = banyak sampel
s = standar deviasi (diketahui)
SEx = standar error
 Rumus dasar confidensi interval:
w = 2 Z½

w = interval estimasi
Z½ = standar skor untuk tertentu
Б = simpanan baku populasi (diketahui
N = besarnya anggota sampel atau banyak
sampel
Sementara itu, Prasetyo dan Jannah pun, dengan
mengutip dari pendapat G. Sevilla Consuelo, menyatakan
bahwa dari pelbagai rumus yang ada, ada sebuah rumus
yang dapat digunakan untuk menentukan besaran sampel,
yaitu rumus Slovin:
n =
n = besaran sampel
N = besaran populasi
e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan
(persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
penarikan sampel)
Misalnya: populasi dalam suatu penelitian adalah
keluarga yang memiliki Kartu Sehat di wilayah kerja
Puskesmas A yang berjumlah 1.087 keluarga. Dengan
menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis sebesar 10%,
jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 91,57 karena jumlah

76
keluarga merupakan variabel diskret, maka 91,57 menjadi 92
keluarga.
Sebagai catatan, menurut Usman dan Akbar, tidak
ada aturan yang tegas mengenai berapa besarnya anggota
sampel yang diisyaratkan suatu penelitian. Demikian pula
apa batasan bahwa sampel itu besar atau kecil. Yang jelas
ialah jika sampelnya besar maka biaya, tenaga, dan waktu
yang disediakan harus besar pula, demikian pun sebaliknya.
Meskipun demikian, mutu suatu penelitian tidaklah
ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan,
melainkan oleh kuatnya dasar-dasar teori yang mendukung
teknik pengambilan anggota sampel tersebut. Sebenarnya,
tidak ada anggota sampel yang 100% representatif, kecuali
anggota sampelnya sama dengan anggota populasinya (total
sampling).

d. Macam Penyimpangan dan sebabnya


Besar penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam
suatu penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri.
Ada penelitian yang dapat mentoleransikan penyimpangan
yang besar; sebaliknya ada juga penelitian-penelitian yang
menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab
penyimpangan yang besar dapat menimbulkan kesimpulan
yang salah.
Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul
dua macam penyimpangan, yaitu:
1) Penyimpangan karena pemakaian sampel
(sampling error)
Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan,
satuan-satuan ukuran, definisi, pengolahan data dan
sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan oleh

77
pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar
sampel yang diambil, semakin kecil pula terjadinya
penyimpangan. Apabila sampel itu sudah sama besar
dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian
sampel akan hilang.
2) Penyimpangan bukan oleh pemakaian sampel
(non sampling error)
Golongan penyimpangan ini ditimbulkan oleh
pelbagai hal, antara lain:
a) Penyimpangan karena kesalahan perencanaan.
Misalnya tidak tepatnya pemakaian definisi, criteria satuan-
satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan penyimpangan
pada hasil penelitian.
b) Penyimpangan karena penggantian sampel.
Sampel yang diteliti berbeda dengan sampel yang
diterapkan.
c) Penyimpangan karena salah tafsir peneliti
maupun orang yang menjadi sampel.
d) Penyimpangan karena anggota sampel sengaja
salah menjawab pertanyaan peneliti, mungkin diakibatkan
karena rasa curiga anggota sampel terhadap maksud dan
tujuan penelitian.
e) Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data
dan penerbitan.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan
penyimpangan yang mungkin terdapat dalam suatu
penelitian. Si peneliti harus memperkecil kedua
penyimpangan tersebut di atas. Kesalahan pemakaian
sampel dapat diperkecil dengan pemakaian metode
pengambilan sampel yang tepat, sedangkan kesalahan
bukan karena pemakaian sampel dapat diperkecil dengan

78
perencanaan dan pelaksanaan yang diterili dari penelitian
yang bersangkutan.

D. PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian
humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek
utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini
berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund
Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max
Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari
aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi
manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan
gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku
manusia yang tampak merupakan konsekwensi-
konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang
hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah
pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang
hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah
laku yang terkspresi secara eksplisit.
Terdapat sejumlah aliran filsafat yang mendasari
penelitian kualitatif, seperti Fenomenologi, Interaksionisme
simbolik, dan Etnometodologi. Harus diakui bahwa aliran-
aliran tersebut memiliki perbedaan-perbedaan, namun
demikian ada satu benang merah yang mempertemuan
mereka, yaitu pandangan yang sama tentang hakikat
manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan
menentukan pilihan atas dasar sistem makna yang
membudaya dalam diri masing-masing pelaku.
Bertolak dari proposisi di atas, secara ontologis,
paradigma kualitatif berpandangan bahwa fenomena sosial,
budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan

79
merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga
harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas
konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dapat
dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks
yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan
ke dalam hukum-hukum tunggal yang deterministik dan
bebas konteks.
Dalam Interaksionisme simbolis, sebagai salah satu
rujukan penelitian kualitatif, lebih dipertegas lagi tentang
batasan tingkah laku manusia sebagai obyek studi. Di sini
ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang
sasaran utamanya adalah pada individu ‗dengan
kepribadian diri pribadi‘ dan pada interaksi antara pendapat
intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya.
Paradigma kualitatif meyakini bahwa di dalam
masyarakat terdapat keteraturan. Keteraturan itu terbentuk
secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan
keteraturan itu, bukan menciptakan atau membuat sendiri
batasan-batasannya berdasarkan teori yang ada. Atas dasar
itu, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah satu
kegiatan sistematis untuk menemukan teori dari kancah –
bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya, secara
epistemologis, paradigma kualitatif tetap mengakui fakta
empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak
menggunakan teori yang ada sebagai bahan dasar untuk
melakukan verifikasi.
Dalam penelitian kualitatif, ‗proses‘ penelitian
merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan
‗hasil‘ yang diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen
pengumpul data merupakan satu prinsip utama. Hanya

80
dengan keterlibatan peneliti alam proses pengumpulan
datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan
kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi
analitis (analytic induction) dan ekstrapolasi (extrpolation).
Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke
dalam konsep-konsep dan kateori-kategori (bukan
frekuensi). Jadi simbol-simbol yang digunakan tidak dalam
bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi, yang
ditempuh dengan cara merubah data ke formulasi.
Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan
kesimpulan yang dilakukan simultan pada saat proses
induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu
kasus ke kasus lainnya, kemudian –dari proses analisis itu--
dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
Metode penelitian kualitatif merupakan pendekatan
penelitian yang bersifat naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting)
sering juga dinamakan dengan metode etnographi.
Penamaan metode etnographi tidak lepas secara kronologis
pemakaian metode ini banyak digunakan untuk penelitian
bidang antropologi dan budaya. Proses alamiah dibiarkan
terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang
terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Penelitian jenis ini dilakukan pada latar/obyek
yang alamiah. Obyek alamiah adalah obyek yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti
dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi
dinamika pada obyek tersebut.
Penelitian ini cenderung menerapkan filsafat
postpositivism sehingga sering disebut juga sebagai

81
paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang
realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks,
dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat
interaktif (reciprocal). Pendekatan penelitian ini dinamakan
metode kualitatif, karena data yang terkumpul berupa data
kualitatif yang terdiri atas narasi hasil wawancara, deskripisi
hasil observasi, gambar/foto atau lainnya yang bukan data
kuantitatif (angka). Data yang terkumpul kemudian
dianalisis secara kualitatif berupa narasi bukan dengan
menggunakan data statistik.
Peneliti tidak perlu mentransformasi data menjadi
angka untuk menghindari hilangnya informasi yang telah
diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-
konsepnya untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai
suatu temuan atau hasil penelitian tersebut. Misalnya ketika
meneliti guru di sekolah dalam pembinaan murid, peneliti
tidak mengukur frekuensi pembinaan yang dilakukan akan
tetapi mengamati untuk apa pembinaan dilakukan serta
bagaimana cara pembinaan dilaksanakan.
Mendefinisikan penelitian kualitatif memang tidak
mudah, mengingat banyaknya perbedaan pandangan yang
ada. Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang
berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif
dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang
diinterpretasikan oleh setiap individu (Sukmadinata, 2005).
Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah
dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan
terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi
sosial mereka (Danim, 2002). Menurut Sugiono metode
penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, hal ini
disebabkan popularitasnya belum lama, sering juga

82
dinamakan metode postpositivistik karena berlandaskan
pada filsafat postpositivisme. Metode ini juga disebut
metode artistic, karena proses penelitian lebih bersifat seni
(kurang terpola), dan dinamakan juga sebagai metode
interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan
dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif
partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif
dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk
memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci
(Sugiyono, 2005).
Penelitian kualitatif memiliki cara pandang post
positivisme yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu
yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan
hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian
kualitatif berfokus pada kualitas makna (esensi). Ciri-ciri
utama dari penelitian kualitatif, yaitu:
a) Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan
alamiah/ objek yang alamiah sebagai sumber data secara
langsung (naturalistik). Objek yang alamiah adalah objek
yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti dan kehadiran peneliti tidak terlalu mempengaruhi
dinamika pada objek tersebut. Dalam penelitian ini
instrumennya yaitu peneliti sendiri sehingga peneliti sebagai
Instrumen kunci. Peneliti masuk dan menghabiskan waktu
di tempat peristiwa berlangsung untuk mempelajari setiap
aspek yang menjadi fokus penelitian. Untuk dapat menjadi
Instrumen kunci, maka peneliti harus memiliki bekal teori

83
dan wawasan yang luas sehingga mampu bertanya,
menganalisis dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti
menjadi lebih jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi
sosial yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat
triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data secara gabungan/simultan, yang
meliputi: observasi berperan serta (participant observation),
wawancara mendalam (in depth interview), dan dan analisis
dokumen. Oleh karena itu, peneliti harus berinteraksi
dengan sumber data. Peneliti kualitatif harus mengenal betul
orang yang memberikan data. Penentuan sumber data atau
informan dilakukan secara purposive dan snowball.
b) Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik
terhadap data yang dipaparkan dalam bentuk kata-kata atau
gambar daripada angka-angka. Hasil penelitan tertulis berisi
kutipan-kutipan dari data yang bersifat naratif. Data
tersebut mencakup transkrip wawancara, catatan lapangan,
fotografi, videotape, dokumen, memo, dan rekaman-
rekaman resmi lainnya. Data selanjutnya dianalisis sesuai
dengan bentuk rekaman dan transkripnya.
c) Menekankan proses bukan hasil. Peneliti lebih
berkonsentrasi pada jawaban atas pertanyaan apa, mengapa
dan bagaimana.
d) Bersifat induktif yakni dimulai dari data dan fakta
sebagaimana adanya bukan dari teori atau apa yang
semestinya. Peneliti mempelajari suatu proses atau aktivitas
yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan, melaporkan serta menarik kesimpulan dari
proses tersebut. Peneliti tidak melakukan pencarian di luar
data atau bukti untuk menolak atau menerima hipotesis

84
yang mereka ajukan sebelum pelaksanaan penelitian. Teori
yang dikembangkan muncul dari bawah ke atas, dari
banyak bukti yang saling berhubungan. Teori dibangun
berdasarkan data dari partisipan. Peneliti merencanakan dan
mengembangkan: 1) beberapa jenis teori tentang apa yang
telah diteliti, 2) arah yang akan dituju setelah
mengumpulkan data, c) peneliti berinteraksi dengan subjek
penelitian.
e) Penelitian kualitatif mengutamakan makna dari
hasil pengamatan, bukan angka-angka. Makna adalah data
yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu
nilai dibalik yang tampak. Karena itu, dalam penelitian
kualitatif tidak ditekankan pada generalisasi, tetapi lebih
menekankan pada makna. Generalisasi dalam penelitian
kualitatif lebih bersifat transferability, yakni keteralihan.
Maksudnya adalah hasil penelitian kualitatif dapat
diterapkan di tempat lain, manakala kondisinya relatif sama
atau tidak terlalu berbeda. Ilustrasi Transferability Kualitatif
dapat dilihat pada gambar berikut:
Transferability

Transferability

Gambar 3.2 Ilustrasi Transferability Kualitatif


Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah
populasi, tetapi oleh Spradley dalam sugiyono (2007:215)

85
dinamakan ―social situation” atau situasi sosial yang terdiri
atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi
sosial tersebut dapat di rumah berikut keluarga dan
aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang
sedang ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, di desa atau
wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut, dapat
dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahui
―apa yang terjadi‖ di dalamnya. Pada situasi sosial atau
objek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara
mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada
pada tempat (place) tertentu.
Tetapi sebenarnya objek penelitian kualitatif juga
tidak semata-mata pada situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen tersebut, tetapi juga bisa berupa peristiwa alam,
tumbuh-tumbuhan, binatang, kendaraan, dan sejenisnya.
Seorang peneliti yang mengamati secara mendalam tentang
perkembangan tumbuh-tumbuhan tertentu, kinerja mesin,
menelusuri rusaknya alam, adalah merupakan proses
penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif, tidak digunakan
populasi, karena penelitian kualitatif bertolak dari kasus
tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil
kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi
ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang
memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang
dipelajari.
Dalam penelitian kualitatif, penentuan sampel sangat
erat kaitannya dengan factor-faktor kontekstual. Maksud
sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak
mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan

86
bangunannya. Dengan demikian, tujuannya bukanlah
memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang
nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya
adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan
konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah
menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan
dan teori yang mencul. Oleh sebab itu, pada penelitian
kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan
(purposive sample). (Moleong, 2006: 224).
Sampel bertujuan dapat diketahui dari ciri-cirinya
sebagai berikut:
a) Rancangan sampel yang muncul: sampel tidak
dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
b) Pemilihan sampel secara berurutan. Tujuan
memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat
dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika
satuannya sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis. Setiap
satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas
informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga
dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan
informasi yang ditemui. Dari mana atau dari siapa ia mulai
tidak menjadi persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan,
maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan
peneliti. Teknik sampling bola salju bermanfaat dalam hal ini,
yaitu mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak.
c) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel, di mana
sampel dipilih atas dasar fokus penelitian.
d) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi
pengulangan. Jika sudah mulai terjadi pengulangan
informasi, maka penarikan sampel sudah harus dihentikan.

87
Penelitian kualitatif dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis penelitian, yaitu:
a) Etnografi dengan tujuan penemuan tema budaya
b) Studi kasus dengan tujuan pendalaman kasus
c) Fenomenologis dengan tujuan menggali
pengalaman subjektif partisipan
d) Grounded theory dengan tujuan menghasilkan
teori dari data
e) Biografi dengan tujuan menggali pengalaman
individu dan menyusunnya dalam bentuk cerita (biografi
atau autobiografi)
f) Analisis isi dengan tujuan mendeskripsikan
konten dari teks

Untuk lebih menyederhanakan paparan di atas,


maka pada tabel 2.1 berikut disajikan perbedaan aksioma
dasar penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Tabel 2.1 Perbedaan Aksioma antara Paradigma Kuantitatif dan


Kualitatif
Aksio Penelitian Penelitian
ma Dasar Kuantitatif Kualitatif
Sifat realitas Dapat Ganda,
diklasifikasikan, holistik, dinamis, hasil
kongkrit, konstruksi, dan
teramati, dan pemahaman
terukur
Hubungan Independen agar Interaktif
peneliti terbangun dengan sum-ber data
dengan yang objektivitas agar memper-oleh
diteliti makna

88
Aksio Penelitian Penelitian
ma Dasar Kuantitatif Kualitatif
Hubungan Sebab – akibat Timbal
variabel (kausal) balik/interaktif
X Y
X Y

Kemungkina Cenderung Transferability


n generalisasi membuat (Hanya mungkin
generalisasi dalam ikatan konteks
dan waktu)
Peranan nilai Cenderung bebas Terikat nilai-
nilai nilai yang dibawa
peneliti dan sumber
data

E. PENELITIAN GABUNGAN
Penelitian gabungan (Mix Methode) adalah penelitian
yang berorientasi pada tindakan dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam proses
pelaksanaan penelitian. Jenis metode tersebbut sangat baik
diterapkan terutama untuk meneliti masalah humaniora,
yang memerlukan data yang valid dan reliabel untuk
memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi di
masyarakat. Dalam hal ini mencakup bidang pendidikan,
hubungan masyarakat, serta pemerintahan.
Pendekatan penelitiancampuran (Mix Methode)
melibatkan asumsi-asumsi filosofis,aplikasi pendekatan-
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran
kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian.

89
Sebagaimana dikatakan oleh Creswell (2009), yang
menyatakan bahwa ―Mixed Methods Research is an approach to
inquiry that combines or associated both qualitative quantitative
form of research‖. Metode kombinasi adalah merupakan
pendekatan penelitian yang menggabungkan atau
menghubungkan metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif(Sugiyono, 2013: 19). Untuk lebih memudahkan kita
dalam memahami penelitian Mix Methodeberikut akan
dijelaskan karakteristik penelitian gabungan antara lain:
a) Tujuan penelitian untuk menjawab pertanyaan
penelitian secara komprehensif yang tidak mampu dijawab
oleh peneliti dengan hanya menggunakan satu metode
penelitian
b) Tekanan utama pada pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang berorientasi pada proses dan hasil
c) Filosofi penelitian bersifat praktis dan terapan
Adapun jenis-jenis penelitian gabungan terdiri atas:
a) Penelitian pengembangan model dan instrumen
b) Penelitian evaluasi program
c) Penelitian evaluasi kebijakan
d) Penelitian tindakan (penelitian tindakan sekolah
dan penelitian tindakan kelas)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat


diringkas dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan dan Jenis


Penelitian
Pendekatan Jenis Penelitian
penelitian
Pendekatan a) Kuantitatif komparatif

90
Pendekatan Jenis Penelitian
penelitian
kuantitatif (eksperimen dan ex post facto)
b) Kuantitatif asosiatif
(korelasional dan kausal)
Pendekatan a) Etnografi
kualitatif b) Studi kasus
c) Fenomenologis
d) Grounded theory
e) Biografi
f) Analisis isi
Pendekatan a) Penelitian pengembangan
gabungan model dan instrumen
b) Penelitian evaluasi program
c) Penelitian evaluasi kebijakan
d) Penelitian tindakan

Berikutnya Creswell (dalam Sugiyono, 2013: 407)


juga membagi dua model utama dalam metode kombinasi,
yaitu model sequential (kombinasi berurutan), dan model
concurrent (kombinasi campuran). Model sequential
(kombinasi berurutan) ada tiga macam, yaitu sequential
explanatory strategy (model urutan pembuktian), sequential
exploratory strategy (model urutan penemuan), dan
sequential transformative strategy. Sementara itu, model
concurrent (kombinasi campuran) terdapat dua macam,
yaitu concurrent triangulation strategy (campuran kualitatif
dan kuantitatif secara berimbang), concurrent embedded
strategy (campuran penguatan/metode keduanya
memperkuat metode pertama), dan concurrent

91
transformative strategy. Berikut ini penjelasan umum dari
dua model utama dalam penelitian kombinasi:
1. Model Sequential (Kombinasi Berurutan)
Creswell (dalam Sugiyono, 2013: 408) menyatakan
bahwa model kombinasi berurutan merupakanprosedur
penelitian dimana peneliti mengembangkan hasil penelitian
dari satu metode ke metode yang lain. Model kombinasi
berurutan terdapat tiga macam, yaitu:
a. Sequential Explanatory Design (Model Urutan
Pembuktian)
Creswell (dalam Sugiyono, 2013:409) menyatakan
bahwa sequential explanatory strategy dicirikan dengan
pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada tahap
pertama, dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data
kualitatif pada tahap kedua guna memperkuat hasil
penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama.
b. Sequential Exploratory Strategy (Model Urutan
Penemuan)
Sequential Exploratory Strategy sama dengan
Sequential Explanatory Design, hanya saja cara kerjanya
dibalik. Pada model ini, tahap awal menggunakan metode
kualitatif dan tahap kedua menggunakan metode kuantitatif.
Bobot metode lebih berat pada metode kualitatif dan
selanjutnya dilengkapi dengan metode kuantitatif.
Kelemahan dari Sequential Exploratory Strategy adalah
peneitian memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih
besar(Sugiyono, 2013: 410).

92
c. Sequential Transformative Strategy
Model ini dilakukan dengan dua tahap dengan
dipandu oleh teori lensa (gender, ras, ilmu sosial) pada
setiap prosedur penelitiannya. Tahap pertama bisa
menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif dan
dilanjutkan pada tahap berikutnya dengan metode kualitatif
atau kuantitatif. Teori lensa dikemukakan pada bagian
pendahuluan proposal penelitian untuk memandu
dirumuskannya pertanyaan penelitian untuk menggali
masalah (Sugiyono, 2013: 411).

2. Model Concurrent (Kombinasi Campuran)


Creswell (dalam Sugiyono, 2013: 411) menyatakan
bahwa model Concurrent merupakan prosedur penelitian
dimana peneliti menggabungkan data kuantitatif dan
kualitatif agar diperoleh analisis yang komprehensif guna
menjawab masalah penelitian. Model kombinasi campuran
ada tiga macam, yaitu:
a. Concurrent Triangulation Strategy (Campuran
Kualitatif dan Kuantitatif secara Berimbang)
Model ini merupakan model yang paling familiar
diantara enam model dalam mixed methods. Dalam model
concurrent triangulation ini peneliti menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif secara bersam-sama, baik dalam
pengumpulan data maupun analisis data. Kemudian
membandingkan data yang diperoleh, untuk selanjutnya
dapat ditemukan mana data yang dapat digabungkan dan
dibedakan (Sugiyono, 2013: 411).Sugiyono (2013: 412)
menyatakan bahwa dalam model ini penelitian dilakukan
dalam satu tahap tetapi dengan menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif secara bersama-sama. Idealnya

93
bobot antara metode kuantitatif dan kualitatif yang
dilakukan dalam penelian adalah seimbang, namun dalam
prakteknya metode yang satu bobotnya lebih tinggi atau
lebih rendah dari metode yang lain. Penggabungan data
dilakukan pada penyajian data, interpretasi, dan
pembahasan.

b. Concurrent Embedded Strategy (Campuran


Penguatan/Metode Kedua Memperkuat Metode Pertama)
Model Concurrent Embedded merupakan metode
penelitian yang mengkombinasikan penggunaan metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif secara
simultan/bersama-sama (atau sebaliknya), tetapi bobot
metodenya berbeda. Pada model ini ada metode primer dan
metode sekunder. Metode primer digunakan untuk
memperoleh data yang utama, dan metode sekunder
digunakan untuk memperoleh data guna mendukung data
yang diperoleh darimetode primer (Creswell dalam
Sugiyono, 2013: 412).

c. Concurrent Transformative Strategy


Seperti halnya dalam model sequential
transformative, pada model concurrent transformative ini
peneliti juga dipandu dengan menggunakan teori perspektif
baik teori kuantitatif maupun kualitatif. Teori perspektif ini
seperti: critical theory, advocacy, participatory research or a
conceptual or theoretical framework. Model ini merupakan
gabungan antara model triangulation dan embedded. Dua
metode pengumpulan data dilakukan pada satu tahap
penelitian dan pada waktu yang sama. Bobot metode bisa
sama dan bisa tidak sama. Penggabungan data dapat

94
dilakukan dengan merging, connecting atau embedding
(mencampur dengan bobot sama, menyambung, dan
mencampur dengan bobot tidak sama) (Creswell dalam
Sugiyono, 2013: 412-413)
Berikutnya setelah kita memahami klasifikasi model
penelitian gabungan antara kuantitatif dan kualitatif seperti
sudah dijelaskan di atas.Maka ada baiknya kita juga harus
memahami cara pengumpulan data dan analisis data
dengan menggunakan metode tersebut. Adapun cara
pengumpulan data dan analisis data dengan menggunakan
metode penelitian gabungan adalah sebagai berikut:
1) Sequential Explanatory Design (Model Urutan
Pembuktian)
Melalui metode penelitian kombinasi dengan model
Sequential Explanatory Design maka cara pengumpulan data
dan analisis data dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Tahap awal adalah dengan pengumpulan data dan
analisis data kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan pada
populasi atau sampel tertentu menggunakan instrument
yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Selanjutnya
dilakukan analisis data kuantitatif. Analisis diarahkan untuk
menjawab rumusan masalah deskriptif dan menguji
hipotesis yang telah diajukan. Tahap selanjutnya adalah
pengumpulan data dan analisis data kualitatif. Setelah data
dari metode kualitatif sudah terkumpul dan kemudian
dianalisis.
Setelah pengumpulan data dan analisis data pada
metode kuantitatif dan kualitatif selesai, maka tahap
selanjutnya adalah membandingkan data kuantitatif dan
kualitatif, dimana data kuantitatif hasil penelitian kuantitatif
dilakukan pada tahap pertama dan data kualitatif hasil

95
penelitian kualitatif dilakukan pada tahap kedua. Melalui
analisis data ini akan dapat diperoleh informasi apakah
kedua data saling melengkapi, memperluas, memperdalam
atau malah bertentangan (Sugiyono, 2013: 449).

2) Sequential Exploratory Strategy (Model Urutan


Penemuan)
Melalui metode penelitian kombinasi dengan model
Sequential Exploratory Strategy maka cara pengumpulan data
dan analisis data dapat dilakukan dengan beberapa tahapan
berikut ini. Tahap awal adalah dilakukan pengumpulan data
dan analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif,
kegiatan pengumpulan data lebih banyak dilaksanakan
secara bersamaan. Jadi peneliti melakukan pengumpulan
data, analisis data, sekaligus melakukan pengujian
kredibilitas data dengan teknik trianggulasi. Proses
pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian
kualitatif dapat menggunakan model yang dikembangkan
oleh Spradley atau Miles and Huberman. Analisis data yang
dikembangkan Spradley adalah analisis domain, taksonomi,
komponensial, dan tema kulturan. Sedangkan analisis
menurut Miles and Huberman bersifat interaktif yaitu, data
collection, data reduction, data display, conclutions (Sugiyono,
2013: 478).
Pengumpulan data kuantitatif ditujukan untuk
membuktikan hipotesis, maka diperlukan instrumen
penelitian. Instrumen tersebut harus terlebih dahulu diuji
validitas dan reliabilitasnya. Setelah terbukti valid dan
reliable, maka instrumen tersebut selanjutnya digunakan
untuk pengumpulan data. Langkah selanjutnya adalah
analisis data kuantitatif. Analisis tersebut ditujukan untuk

96
membuktikan hipotesis yang ditemukan dari penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2013: 487).
Setelah pengumpulan data dan analisis data pada
metode kualitatif dan kuantitatif selesai, maka tahap
selanjutnya adalah membandingkan data kualitatif dan
kuantitatif, dimana data kualitatif hasil penelitian kualitatif
dilakukan pada tahap pertama dan data kuantitatif hasil
penelitian kuantitatif dilakukan pada tahap kedua. Melalui
analisis data ini akan dapat diperoleh informasi apakah
kedua data saling melengkapi, memperluas, memperdalam
atau malah bertentangan.

3) Sequential Transformative Strategy


Model ini dilakukan dengan dipandu oleh teori lensa
(gender, ras, ilmu sosial) pada setiap prosedur
penelitiannya. Teori lensa dikemukakan pada bagian
pendahuluan proposal penelitian untuk memandu
dirumuskannya pertanyaan penelitian untuk menggali
masalah. Tahap pertama adalah pengumpulan data dan
analisis data metode kuantitatif atau kualitatif dan
dilanjutkan pada tahap berikutnya dengan pengumpulan
data dan analisis data dengan metode kualitatif atau
kuantitatif (Sugiyono, 2013: 411).

4) Concurrent Triangulation Strategy (Campuran


Kualitatif dan Kuantitatif secara Berimbang)
Metode kombinasi model concurrent triangulation
strategy merupakan metode penelitian yang
menggabungkan antara metode penelitian kualitatif dan
kuantitatif secara seimbang. Fokus penggabungan lebih
pada teknik pengumpulan data dan analisis data. Dalam

97
model ini pengumpulan data dan analisisnya dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah dengan menggunakan
dua metode sekaligus. Setelah data terkumpul dan telah
dianalisis menggunakan dua metode tersebut, selanjutnya
dapat dibuat kesimpulan apakah kedua data (kuantitatif dan
kualitatif) saling memperkuat, memperlemah, atau
bertentangan (Sugiyono, 2013: 499).

5) Concurrent Embedded Strategy (Campuran


Penguatan/Metode Kedua Memperkuat Metode Pertama)
Dalam model Concurrent Embedded ini terdapat dua
model penggabungan metode. Pertama, kualitatif dan
kuantitatif, dimana kualitatif menjadi metode primer dan
kuantitatif menjadi metode sekunder. Kedua, kualitatif dan
kuantitatif, dimana yang menjadi metode primer adalah
kuantitatif dan metode sekundernya adalah kualitatif.Pada
medel ini, peneliti dapat mengumpulkan data dua macam
yaitu kuantitatif dan kualitatif, atau sebaliknya.
Pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang
bersamaan, dan bergantian dalam selang waktu yang tidak
terlalu lama. Teknik pengumpulan data kuantitatif
dilakukan dengan cara memberikan instrumen yang telah
teruji validitas dan reliabilitasnya kepada sampel penelitian.
Untuk melengkapi data kuantitatif tersebut, agar lebih luas,
mendalam, dan bermakna, maka peneliti melakukan
pengumpulan data kualitatif (Sugiyono, 2013: 558).Setelah
pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah analisis
data. Analisis data yang digunakan untuk metode kuantitatif
adalah dengan statistik, sedangkan untuk metode kualitatif
adalah analisis kualitatif. Sementara itu untuk data yang

98
dikombinasikan dengan analisis statistik dan analisis
kualitatif.

6) Concurrent Transformative Strategy


Pada model concurrent transformative, peneliti juga
dipandu dengan menggunakan teori atau perspektif atau
konsep yang relevan. Pengumpulan data dan analisis data
dilakukan pada satu tahap penelitian dan pada waktu yang
sama untuk dua metode sekaligus. Penggabungan data
dapat dilakukan dengan mencampur dengan bobot yang
sama, menyambung, dan mencampur dengan bobot yang
tidak sama.

99
BAGIAN KEEMPAT
PENELITIAN TINDAKAN

A. KONSEP PENELITIAN TINDAKAN


Banyak sekali pakar yang mendefinisikan tentang
penelitian tindakan (action research), dari definisi-definisi
tersebut tersirat bahwa pemahaman yang baik dapat
diperoleh dengan memandang penelitian tindakan dari
berbagai sudut. Coghlan (2005:3) mengartikan penelitian
tindakansebagai ―action research is a participatory, democratic
process concerned with developing practical knowing in the
pursuit of worthwhile human purposes, grounded in a
participatory worldview.” Pada dasarnya penelitian tindakan
menekankan pada perubahan kegiatan nyata dalam situasi
rutin dan merupakan upaya untuk mencari tujuan yang
bermanfaat demi kemaslahatan kehidupan di dunia.
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia
nyata yag ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis.
Definisi berikutnya terkait penelitian tindakan
dikemukakan oleh Sagor (2000:3). Menurutnya “action
research is a disciplined process of inquiry conducted by and for
those taking the action. The primary reason for engaging in action
research is to assist the “actor” in improving and/or refining his or
her action.” Menurut Sagor, penelitian tindakan merupakan
proses yang dilakukan melalui suatu tindakan untuk
membantu aktor/pelaku meningkatkan atau memperbaiki
tindakannya. Dari kedua pendapat ahli tersebut,
menegaskan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu
kajian sistemik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik
pendidikan dengan melakukan tindakan-tindakan dalam

100
pembelajaran. Mills (2003:5) mendefinisikan penelitian
tindakan sebagai:
Action research is defined as any systematic inquiry
conducted by teachers, administrators, counselors, or order
stakeholders in the teaching/learning environment to gather
information about how their particular school operate, how they
teach, and how well their tudent learn. Action research is research
done by teacher for themselves, is not imposed on them by someone
else. Action research is engages teachers in a four step process: 1)
identify an area of fokus; 2) collect data; 3) analyze an interpret
data; and 4) develop an action plan.
Pendapat Mills bahwa penelitian tindakan sebagai
penelitian yang sistematis yang dilakukan oleh guru, kepala
sekolah, pembimbing sekolah atau orang yang ikut berperan
dalam proses belajar mengajar dalam lingkungan tersebut
yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kegiatan
belajar mengajar, bagaimana mereka mengajar dan
bagaimana anak mereka belajar dengan baik. Ada empat
langkah yang harus dilakukan guru dalam penelitian
tindakan, yaitu: 1) mengidentifikasi area dari fokus; 2)
mengumpulkan data; 3) menganalisis dan menginterpretasi
data; dan 4) mengembangkan rencana tindakan.
Selanjutnya Koshy (2005:9) mendefinisikan penelitian
tindakan sebagai “action research is about working towards
practical outcomes, and also about creating new forms of
understanding, since action without understanding is blind, just
as theory without action is meaningless.” Menurutnya
penelitian tindakan mengarah pada adanya tindakan, dan
juga terkait membentuk pemahaman, karena tindakan tanpa
pemahaman itu percuma, teori tanpa aksi tidak akan
bermakna/berarti. Sehingga muncul beberapa prinsip dasar

101
yang menjadi ciri penelitian tindakan, yaitu: 1) adanya
partisipasi dari peneliti dalam suatu program kegiatan; 2)
adanya tujuan untuk meningkatkan kualitas suatu program
atau kegiatan melalui tindakan; dan 3) adanya tindakan
(treatment) untuk meningkatkan kualitas suatu program atau
kegiatan. Berdasarkan paparan di atas, penelitian tindakan
bertujuan untuk peningkatan keadaan, dibarengi dengan
temuan sistematis, merupakan proses reflektif dan bersifat
partisipatif. Hal ini dipertegas oleh Kember (2000:28) bahwa
―action research is concerned with social practice; aimed towards
improvement; a cyclical process; pursued by systematic inquiry; a
reflective process; participative; determined by the practitioners.”
Jadi, penelitian tindakan merupakan rangkaian kegiatan
bersama yang berkesinambungan antara pihak yang terkait
dalam merencanakan, bertujuan untuk meningkatkan hasil
kerja; merupakan proses yang bersiklus; dengan pencarian
yang sistematis; adanya proses reflektif; partisipatif; dan
ditentukan oleh praktisi.
Dengan demikian penelitian tindakan memiliki
karakteristik yang unik, (Kindom and Kesby, 2007:14)
diantaranya:
a. Aims to change practices, social structures, and social
media which maintain irrationality, injustice and unsatisfying
forms of existence.
b. Treats participants as competence and reflective agents
capable of participating in all aspects of the research process.
c. Is context-bound and addresses real-life problems.
d. Integrates values and beliefs that are indigenous to the
community into the central core of interventions and outcomes
variables.

102
e. Involves participants and researchers in collaborative
processes for generating knowledge.
f. Treats diverse experiences within a community as an
opportunity to enrich the research process.
g. Leads to the contruction of new meanings through
reflections on action.
h. Measures the credibility/validity of knowledge derived
from the process according to whether the resulting action solves
problems for the people involved and increasing self-determination.

Selanjutnya karakteristik yang dikemukakan


Coghlan dan Brannick (2005:11), antara lain:
Action research take action; action research always
involves two goals; solve a problem and contribute to science; is
interactive; aims at developing holistic understanding; is
fundamentally about change; requires an understanding of the
ethical framework; can include all types of data gathering methods;
requires a breadth of preunderstanding; should be conducted in
real time; paradigm requires its own quality criteria.
Berdasarkan uraian di atas bahwa penelitian
tindakan bersifat praktis dan secara langsung relevan
dengan situasi aktual/realitas permasalahan yang ingin
dipecahkan, subjek yang diteliti adalah orang yang secara
langsung juga terlibat atau berperan serta dalam
memecahkan masalah, mengacu pada upaya menciptakan
kerangka kerja baru dan temuan model pemecahan masalah
yang ideal, bersifat empirik yang memungkinkan
melakukan modifikasi atau perubahan yang diperlukan
dalam disain penelitian, karena penelitian ini mengacu pada
situasi aktual dan bersifat fleksibel dan adaptif.

103
Menurut Grundy dan Kemmis dalam Suwarsih
(2011:25) penelitian tindakan bertujuan untuk mencapai tiga
hal berikut, yaitu: (a) peningkatan praktik, (b) peningkatan
(atau pengembangan professional) pemahaman praktik oleh
praktisinya, (c) peningkatan situasi tempat pelaksanaan
praktik. Dengan kata lain, tujuan utama penelitian jenis ini
adalah untuk mengubah perilaku penelitinya, perilaku
orang lain. Jadi, penelitian tindakan lazimnya dimaksudkan
untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru
dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan
langsung pada ruang kelas atau ajang dunia kerja, atau bisa
diartikan penelitan tindakan bertujuan untuk meningkatkan
praktik tertentu dalam situasi kerja tertentu.
Manion dalam Suwarsih (2011:11) juga
mengemukakan bahwa penelitian tindakan berfungsi
sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan kerja
di sekolah dan ruang kelas. Penelitian tindakan dapat
memiliki lima kategori fungsi sebagai berikut: (a) sebagai
alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis
dalam situasi spesifik, atau untuk meningkatkan keadaan
tertentu dengan cara tertentu, (b) sebagai alat pelatihan
dalam jabatan, membekali guru dengan ketrampilan dan
metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, (c)
sebagai alat untuk memasukkan pendekatan tambahan atau
inovatif terhadap pengajaran dan pembelajaran ke dalam
system yang dalam keadaan normal menghambat inovasi
dan perubahan, (d) sebagai alat untuk meningkatkan
komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti,
(e) sebagai alat untuk menyediakan alternatif bagi
pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap
pemecahan masalah kelas. Maka, penelitian tindakan dapat

104
digunakan untuk meningkatkan kualitas praktik dalam
berbagai situasi kehidupan nyata tertentu.
Dalam mencapai tujuan ini, peneliti melibatkan
semua pihak yang berkepentingan dari proses awal sampai
akhir.
Dalam penelitian tindakan, terdapat empat jenis
penelitian jika ditinjau dari tingkatannya, yaitu:
1) Penelitian guru secara individu atau disebut dengan
individual teacher research.
2) Penelitian tindakan kolaboratif atau collaborative action
research.
3) Penelitian tindakan sekolah atau school-wide action
research.
4) Penelitian tindakan distrik atau district-wide action
research. (Ferrance, 2000:3).

Ada berbagai model penelitian tindakan,


diantaranya:
1) Model Kurt Lewin
Kurt Lewin adalah pioner dalam mengembangkan
model penelitian tindakan. Model lewin adalah model
tindakan berbentuk ‗siklus spiral‘. Konsep pokok
penelitiannya terdiri dari empat komponen, yaitu: (a)
Perencanaan/ planning, (b) Tindakan/acting, (c)
Pengamatan/ observing, dan (d) Refleksi/ reflecting.
Hubungan keempat komponen tersebut merupakan suatu
siklus.
2) Model John Elliott
Model tindakan yang dikembangkan ini adalah revisi
model penelitian tindakan dari Kurt Lewin. Menurut Elliott,

105
model penelitian tindakan berbentuk spiral kegiatan yang
terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
a) Mengidentifikasi dan mengklarifikasi ide umum
b) Meninjau atau memeriksa di lapangan
c) Membangun rencana umum
d) Mengembangkan langkah-langkah tindakan selanjutnya
e) Menerapkan langkah tindakan berikutnya.

3) Model Kemmis dan McTaggart


Model ini merupakan pengembangan dari konsep
dasar yang dikenalkan oleh Kurt Lewin, hanya saja
komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan)
dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua
komponen tersebut disebabkan adanya kenyataan bahwa
antara acting dan observing merupakan dua kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan.
4) Model Dave Ebbutt
Model penelitian tindakan Dave Ebbutt adalah
model penelitian tindakan yang lahir dari kritik terhadap
model yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart
serta Elliott. Kritik Ebbutt terhadap Kemmis dan McTaggart
adalah bentuk spiral yang dikemukakan keduanya bukan
merupakan cara terbaik untuk mengembangkan proses
refleksi-aksi. Kritik Ebbutt terhadap Elliott bahwa ia tidak
setuju dengan beberapa interpretasi Elliott terhadap
pandangan Kemmis.
5) Model Stringer
Model Stringer ditandai denga tiga kata, yaitu: look,
think, dan act. Look artinya mengumpulkan informasi yang
relevan (pengumpulan data), menggambarkan situasi
(mendefinisikan dan mendeskripsikan), think adalah

106
mengeksplorasi, menganalisis, dan menginterpretasi apa
yang sedang terjadi. Sedangkan act artinya
mengimplementasikan serta mengevaluasi.
Berdasarkan lima model penelitian tindakan yang
telah dikemukakan, model yang dipilih dalam penelitian ini
adalah model penelitian tindakan Kurt Lewin. Pertimbangan
menggunakan model tersebut karena tahapan-tahapannya
jelas, terlihat pada siklus dimulai dengan perencanaan
terlebih dahulu kemudian tindakan dilanjutkan dengan
pengamatan lalu merefleksi temuan yang telah dilakukan.

B. PENGERTIAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Sudah lebih dari seperempat abad yang lalu
penelitian tindakan kelas kembali ramai dibicarakan dalam
dunia pendidikan. Dari namanya sudah menunjukan isi
yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan
penelitian yang dilakukan di kelas. Ada tiga kata yang
membentuk sebutan tersebut, maka ada tiga pengertian
yang patut diterangkan, yakni :
(1.) Penelitian, menunujuk pada suatu kegiatan
mencermati suatu objek dengan cara dan aturan metodologi
tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang
menarik minat dan penting bagi peneliti.
(2.) Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak
kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu.
Dalam PTK berbentuk rangkaian siklus untuk siswa.
(3.) Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada
pengertian ruang kelas, tetapi pada pengertian yang lebih
spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang
pendidikan dan pembelajaran, yang dimaksud dengan

107
istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu
yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang
sama pula.
Pada kesempatan ini, perlu dijelaskan mengenai
pengertian kelas yang sesunguhnya. Hal ini dimaksudkan
agar penerapan PTK menjadi tepat sasaran. Memang
menurut pengertian lama tetapi salah, kelas adalah sebuah
ruangan tempat guru mengajar dan untuk siswa yang
sedang belajar. Menurut pengertian baru, kelas bukan wujud
ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang
belajar. Dengan demikian, PTK dapat dilakukan tidak hanya
di ruang kelas, tetapi di mana saja tempatnya, yang penting
ada sekelompok siswa yang sedang belajar. Peristiwanya
dapat terjadi di laboratorium, di perpustakaan, di lapangan
olahraga, di tempat kunjungan, atau di tempat lain, yaitu
tempat di mana siswa sedang berkerumun belajar tentang
hal yang sama. Ciri bahwa siswa sedang dalam keadaan
belajar adalah otaknya aktif berpikir, mencerna bahan yang
sedang dipelajari. Jangan sampai guru terkecoh,
kelihatannya anak duduk manis, tetapi perhatiannya ke lain
tempat. Oleh karena itu, sekali-sekali guru harus
mengadakan pengecekan, apakah siswa melamun ? bermain
? atau berpikir mengikuti pelajaran?
Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga
kata int tersebut, segera dapat disimpulkan bahwa PTK
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan kelas
berupa tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut
diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru dan
dilakukan oleh siswa. Kesalahan umum yang terdapat
dalam PTK adalah penonjolan tindakan yang dilakukannya

108
sendiri oleh guru, misalnya guru memberikan tugas
kelompok kepada siswa. Pengutaraan kalimat seperti itu
kurang pas. Seharusnya guru menonjolkan kegiatan yang
harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa mengamati
proses mencairnya es yang ditempatkan di panci tertutup
dan panci terbuka, atau di dalam gelas. Siswa juga diminta
membandingkan dan mencatat hasilnya. Dengan kata lain,
guru melaporkan berlangsungnya proses belajar yang
dialami pleh siswa, perilakunya, perhatian mereka pada
proses yang terjadi, mengamati hasil dari proses,
mengadakan pencatatan hasil, mendiskusikan dengan teman
kelompoknya, melaporkan di depan kelas, dan sebagainya.
Sekali lagi, yang dikemukakan oleh guru dalam
menuliskan laporan penelitian tindakan adalah hal-hal
yang dilakukan oleh siswa, bukan yang dilakukan oleh
guru.
PTK berbeda dengan penelitian kuantitatif.
Perbedaan tersebut, sebagai berikut:
(1.) Penelitian kuantitatif menekankan pada
sebab-sebab sesuatu terjadi, sedangkan PTK menekankan
pada yang seharusnya dilakukan agar sesuatu terjadi.
(2.) Penelitian kualitatif menggunakan teori
deskriptif karena akan menjelaskan sebab-seebab sesuatu
terjadi, sedangkan PTK menggunakan teori preskriptif, yakni
teori yang berusaha menjelaskan upaya yang harus
dilakukan agar sesuatu terjadi. Misalnya, ketika seorang
guru mencari tahu mengenai sebab-sebab rata-rata nilai PAI
siswa rendah atau tidak mencapai KKM, maka yang
digunakan adalah teori deskriptif-eksplanatif. Jika pada kasus
tersebut, guru melakukan upaya-upaya tindakan
peningkatan rata-rata nilai PAI siswa atau pencapaian KKM,

109
maka guru tersebut menggunakan teori preskriptif. Tentang
penggunaan teori dalam PTK ada yang pro dan kontra. Yang
pro, penekanannya pada kaidah ilmiah penelitian.
Sedangkan yang kontra penekanannya pada tujuan PTK.
Berikutnya yang perlu juga dipahami adalah tentang
pemecahan masalah PTK tidak dibatasi pada keterkaitan
masalah dengan variabel tertentu, melainkan pada siklus
penelitian sampai masalah tersebut betul-betul terpecahkan.
Karena itu, ada yang berpandangan, bahwa pada PTK tidak
perlu ada pembatasan masalah.
Akhirnya yang perlu juga diketahui, bahwa PTK
dapat dilakukan sendiri atau secara bersama-sama dengan
orang lain (collaborative action research (Smulyan, 1989).

C. PRINSIP-PRINSIP PTK
Agar mahasiswa memperoleh informasi atau
kejelasan yang lebih baik tentang PTK, perlu kiranya
dipahami tentang prinsip-prinsip yang harus dipenuhi jika
melakukan PTK. Dengan memahami prinsip-prinsip PTK ini
diharapkan mahasiswa mampu menerapkannya dengan
tepat dan berhasil. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud,
sebagai berikut:
(1.) Berlangsung alamiah, maksudnya PTK
dilakukan tanpa mengubah situasi rutin atau tidak
mengubah jadwal yang sudah ada. Mengapa? Karena bila
PTK dilakukan pada waktu khusus atau di luar rutinitas,
maka hasilnya kemungkinan besar tidak objektif. Dengan
adanya prinsip ini, maka hal yang dilaksanakan guru dalam
PTK harus yang terkait dengan profesinya sebagai guru.
Demikian pula jika penelitian tindakan dilakukan oleh
kepala sekolah dan pengawas.

110
(2.) Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki
kinerja, maksudnya adalah PTK didasarkan atas sebuah
filosofi, bahwa setiap manusia selalu menginginkan sesuatu
yang lebih baik. Upaya untuk menjadi lebih baik ini akan
dilakukan secara terus-menerus sampai tercapai. Dengan
demikian, PTK dilakukan bukan karena ada paksaan atau
permintaan dari pihak lain, tetapi harus atas dasar sukarela,
senang hati, dan kesungguhan. Guru melakukan PTK karena
menyadari adanya kekurangan pada kinerjanya dan segera
ingin melakukan perbaikan. Berdasarkan uraian tersebut,
berarti PTK sifatnya bukan menyangkut hal-hal statis
melainkan dinamis untuk adanya perbaikan. PTK bukan
menyangkut materi atau pokok bahasan, melainkan
menyangkut penyajian pokok bahasan, yaitu strategi,
pendekatan, metode atau cara untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. PTK juga dilakukan berulang-ulang sampai
tujuan tercapai. Pengulangan ini menjadikan PTK mirip
penelitian eksperimen, hanya tidak membuat kelas kontrol.
Dengan sifatnya yang berulang-ulang dan terus-menerus
itulah, maka PTK kerap disebut sebagai penelitian
eksperimen berkesinambung-an.
(3.) SWOT sebagai Dasar Berpijak, maksudnya PTK
harus dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yakni
Strength (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunity
(kesempatan), dan Threat (ancaman). Dalam PTK, empat
aspek tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan
tindakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan
berpijak pada hal tersebut, PTK hanya dapat dilaksanakan
apabila ada kesesuaian antara kondisi yang ada pada guru
dan juga pada siswa. Tentu saja pekerjaan guru sebelum

111
menentukan jenis tindakan yang akan dicobakan
memerlukan pemikiran yang matang.
Kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) yang
ada pada diri peneliti dan subjek tindakan diidentifikasi
secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain. Dua
aspek yang lain, yaitu kesempatan (opportunity) dan
ancaman (threat), diidentifikasi dari yang ada di luar diri
guru atau peneliti dan juga di luar diri siswa atau subjek
yang dikenai tindakan. Dalam memilih sebuah tindakan
yang akan dicoba, peneliti harus mempertimbangkan
keberadaan sesuatu di luar diri dan subjek tindakan yang
kiranya dapat dimanfaatkan. Juga sebaliknya, peneliti
berpikir tentang ―bahaya‖ di luar diri dan subjeknya yang
dapat mendatangkan risiko. Hal ini terkait dengan prinsip
pertama, bahwa PTK tidak boleh mengubah situasi asli atau
rutin.
(4.) Upaya Empiris dan Sistemik, maksudnya
prinsip keempat ini merupakan penerapan dari prinsip
ketiga. Dengan dilakukan analisis SWOT, berarti
pelaksanaan PTK sudah mengikuti prinsip empiris (terkait
dengan pengalaman) dan sistemik. Pembelajaran adalah
sebuah sistem, yang keterlaksanaannya didukung oleh
unsur yang kait-mengait. Jika guru mengupayakan cara
mengajar baru, harus juga memikirkan tentang sarana
pendukung yang berbeda, mengatur jadwal pelajaran yang
ada, dan hal-hal lain yang terkait dengan cara baru yang
diusulkan tersebut.
(5.) SMART dalam Perencanaan, SMART adalah
kata bahasa Inggris yang artinya cerdas. Akan tetapi, dalam
proses perencanaan kegiatan merupakan singkatan dari lima
huruf bermakna. Adapun makna dari masing-masing huruf

112
adalah Specific (khusus, tidak terlalu umum), Managable
(dapat dikelola, dilaksanakan), Acceptable (dapat diterima
lingkungan) atau Achievable (dapat dicapai, dijangkau),
Realistic (operasional, tidak di luar jangkauan), dan Time-
bound (diikat oleh waktu, terencana).
Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus
mengingat hal-hal yang disebutkan dalam SMART.
Tindakan yang dipilih peneliti harus:
(1.) Khusus spesifik, tidak terlalu luas misalnya
melakukan penelitian untuk pelajaran bahasa (Indonesia,
Inggris, atau yang lain), tetapi hanya satu aspek saja,
misalnya aspek berbicara, aspek membaca, aspek
mendengarkan, atau aspek menulis. Dengan demikian,
langkah dan hasilnya dapat jelas karena spesifik.
(2.) Mudah dilakukan, tidak sulit atau berbelit,
misalnya kesulitan dalam mencari lokasi, mengumpilkan
hasil, mengoreksi, dan kesulitan bentuk lain.
(3.) Dapat diterima oleh subjek yang dikenai
tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru
memberi tindakan, dan juga lingkungan tidak terganggu
karenanya.
(4.) Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas
bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai tindakan.
(5.) Tindakan tersebut sudah tertentu jangka
waktunya, yaitu kapan dapat dilihat hasilnya. Batasan
waktu ini penting agar guru mengetahui betul hasil yang
diberikan kepada siswa, dan lain kali kalau akan diulang,
rencana pelaksanaannya sudah jelas.sebagai contoh, sebuah
penelitian tindakan dapat direncanakan dalam waktu satu
bulan, satu semester, atau satu tahun.

113
Di antara aspek dalam SMART, yang sangat penting
karena terkait dengan subjek yang dikenai tindakan adalah
unsur ketiga, yaitu acceptable, dapat diterima oleh subjek
yang akan diminta melakukan sesuatu oleh guru. Oleh
karena itu, sebelum guru menentukan lebih lanjut tentang
tindakan yang akan diberikan, mereka harus diajak bicara.
Tindakan yang akan diberikan oleh guru dan akan mereka
lakukan harus disepakati dengan suka rela. Dengan
demikian, guru dapat mengharapkan tindakan yang
dilakukan oleh siswa dilandasi atas kesadaran dan kemauan
penuh. Dampak dari kemauan penuh itu menghasilkan
semangat atau kegairahan yang tinggi.
Agar guru dan siswa sama-sama puas dengan hasil
dari PTK, maka hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian
hasil PTK adalah bahwa metode pembelajaran yang
dilakukan seperti berikut.
(1.) Bukan seperti biasanya, tetapi harus
cemerlang. Hasil PTK harus dapat menunjukan bahwa
tindakan yang diberikan kepada siswa atau subjek tindakan
lain memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan.
Sesuai dengan prinsip nomor dua, yaitu adanya kesadaran
dan keinginan untuk meningkatkan diri, apa yang sudah
ada, tindakan yang harus dilakukan berbeda dari biasanya,
karena yang biasa sudah jelas menunjukan hasil yang
kurang memuaskan. Oleh karena itu, guru dalam
melakukan PTK harus memilih sedemikian rupa upaya,
sehingga upaya tersebut diperkirakan akan dapat
memberikan hasil yang lebih baik. Jika misalnya guru
menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran, harus
jelas dijelaskan perbedaan metode diskusi yang dilakukan
dalam penelitian tindakan ini dengan metode yang sudah

114
umum dilakukan. Apabila hanya sama saja dengan yang
biasa, berarti tidak ada peningkatan. Sebagai contoh adanya
perbedaan, jika dalam metode diskusi yang biasa, guru
memberikan tugas – siswa diskusi - lalu mempresentasikan
hasil diskusi dan siswa yang lain mendengarkan atau
menyanggah, maka dalam diskusi yang dilakukan dalam
PTK harus ada bedanya, misal topiknya dibuat berbeda
antar kelompok. Perbedaan itu dapat juga dalam wujud
penyajian dengan lomba teka-teki silang, atau penyajian
bentuk lain. Dalam hal ini, yang penting adalah bahwa
dalam diskusi tersebut prosesnya tidak sama dengan yang
biasa, tetapi harus tampak jelas perbedaan atau
penonjolannya. Oleh karena itu dalam rancangan harus ada
uraian tentang keunggulan/kecemerlangan dibanding
dengan yang sebelumnya.
(2.) Terpusat pada proses, bukan semata-mata
hasil. PTK merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
atau guru untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil
dengan mengubah cara, metode, pendekatan, atau strategi
tersebut berupa proses yang harus diamati secara cermat,
dilihat kelancarannya, kesesuaian dengan dan
penyimpangan dari rencana, kesulitan atau hambatan yang
dijumpai, dan aspek lain yang berkaitan dengan proses.
Seberapa jauh proses ini sudah memenuhi harapan, lalu
dikaitkan dengan hasil setelah satu atau dua kali tindakan
berakhir. Dengan kata lain, dalam melaksanakan PTK,
peneliti atau guru tidak harus selalu berpikir dan mengejar
hasil, tetapi mengamati proses yangh terjadi. Hasil yang
diperoleh merupakan dampak dari prosesnya. Untuk
mengetahui proses yang terjadi sudah baik atau belum, guru
menggunakan format pengamatan yang terdiri dari butir-

115
butir yang rinci. Pengamatan bisa langsung dilakukan oleh
guru itu sendiri, bisa juga siswa yang dilatih untuk
mengamati. Keterlibatan siswa dalam pengamatan proses ini
cukup penting karena selain dapat melihat yang terjadi pada
temannya, yaitu yang terjadi di luar dirinya, juga dapat
memikirkan dirinya sendiri apabila sedang dikenai tindakan
seperti itu. Akan tetapi, yang umumnya terjadi adalah guru
hanya meminta siswa lain memerhatikan, tanpa
menggunakan format. Hal terakhir ini sesungguhnya kuran
tepat karena pengamatan yang dilakukan siswa tersebut
menjadi kurang serius dan tidak cermat.
Kesalahan umum yang banyak ditulis oleh peneliti
adalah apabila langsung menyebutkan materi atau topik
yang diteliti. Contoh, guru melakukan PTK dengan topik
pelajaran matematika ―mencari luas segi tiga‖ atau ―mencari
luas segi empat. Topik tersebut sangat sempit sebagai topik
PTK karena dilaksanakan hanya satu tahap. Begitupun
sebaliknya, topik yang dicobakan terlalu luas, misalnya
―metode kelompok dalam menghitung luas dan isi bangun
ruang‖. Dalam hal ini, peneliti atau guru belum
menyebutkan secara spesifik metode kelompok yang
ditetapkannya. Untuk lebih jelasnya bagi penilai, peneliti
perlu menyebutkan model lomba yang dipilih, misalnya
―metode kelompok dalam lomba menghitung luas dan isi
bangun ruang secara Kreatif.‖ Dalam hal ini yang
dilombakan adalah kreativitas kelompok dalam menemukan
cara menghitung isi dengan tepat dan cepat.
Demikianlah prinsip-prinsip PTK yang harus
diperhatikan dan dipahami peneliti jika hasilnya ingin
objektif dan bermanfaat.

116
1. Persyaratan PTK
Tidak sedikit guru yang sudah pernah mengikuti
pelatihan PTK, tetapi ketika mengajukan laporan hasil
kepada tim penilai masih belum dapat diterima.
Kemungkinan ditolaknya laporan tersebut terletak pada
kesalahan substansi atau pada hal-hal lain di luar substansi.
Beberapa hal di bawah ini antara lain merupakan
persyaratan untuk diterimanya laporan PTK oleh Tim
Penilai Angka Kredit kenaikan jabatan guru.
(1). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang
terjadi di dalam pembelajaran (tetapi bukan pembelajaran
biasa) dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
(2). PTK oleh guru menuntut dilakukannya
pencermatan secara terus menerus, objektif, dan sistematis.
Artinya, tindakan harus dicatat atau direkam dengan baik
sehingga diketahui dengan pasti tingkat keberhasilan yang
diperoleh peneliti serta penyimpangan yang terjadi. Hasil
pencermatan tersebut digunakan sebagai bahan untuk
menentukan tindak lanjut yang harus diambil segera oleh
peneliti.
(3). Penelitian tindakan harus dilakukan sekurang-
kurangnya dalam dua siklus tindakan yang berurutan.
Informasi dari siklus yang terdahulu sangat menentukan
bentik siklus berikutnya. Oleh karena tiu, siklus kedua,
ketiga, dan seterusnya tidak dapat di rancang sebelum siklus
pertama terjadi. Hasil refleksi harus digunakan sebagi bahan
masukan untuk perencanaan siklus berikutnya.
(4). PTK dilaksanakan secara wajar, tidak mengubah
aturan yang sudah ditentukan. Artinya PTK, tidak
mengubah jadwal yang berlaku. Tindakan yang dilakukan

117
tidak boleh merugikan siswa, baik yang dikenai atau siswa
lain. Makna dari kalimat ini adalah bahwa tindakan yang
dilakukan guru saat melakukan PTK tidak memilih anak-
anak tertentu, tetapi harus semua siswa dalam kelas.
(5). Pelaksanaan PTK harus betul-betul dihayati,
sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat mengemukakan
kembali yang dilakukan, baik mengenai tindakan, suasana
ketika terjadi, reaksi siswa, urutan peristiwa, hal-hal lain
yang pikir sebagai kelebihan dan kekurangan dibandingkan
dengan rencana yang sudah dibuat sebelumnya
(6). PTK harus benar-benar menunjukan adanya
tindakan yang dilakukn oleh sasaran tindakan, yaitu siswa
yang sedang belajar. Banyak guru yang melakukan PTK,
tetapi hanya mencatat dan melaporkan yang dilakukan oleh
guru itu sendiri.

2. Objek PTK
Pada bagian ini akan dibahas mengenai sasaran atau
objek yang dijadikan pokok pembicaraan dalam PTK. Sesuai
dengan prinsip kedua bahwa PTK harus tertuju atau
mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas, maka marilah
kita mencoba menganalisis sosok sebuah kelas. Seperti telah
dikemukakan terdahulu, pengertian kelas dalam PTK tidak
hanya terbatas pada ruang kelas yang sedang aktif
melangsungkan pembelajaran, tetapi dapat juga ketika anak
sedang tidak aktif belajar di ruang kelas, misalnya ketika
sedang melakukan karyawisata di objek wisata, di
laboratorium, di rumah ketika sedang mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru, dan sebagainya. Begitu juga kelas
dalam PTK, diartikan bukanlah ruangan melainkan
sekelompok siswa yang sedang belajar.

118
Apabila kita berpikir sistematis (memandang sesuatu
selalu dalam keseluruhan dan dalam kaitan dengan unsur
lain), yaitu mengajak alam berpikir kita ke dalam kerangka
sebuah unit atau kesatuan yang terdiri dari beberapa
komponen pembentuk sistem, maka sebuah kelas dapat kita
lihat sebagai satu kesatuan unsur yang bersangkut paut dan
bekerja menuju tujuan tertentu. Komponen-komponen dari
sebuah kelas adalah :
(1). Siswa itu sendiri,
(2). Guru yang sedang mengajar,
(3). Materi pelajaran,
(4). Peralatan yang digunakan,
(5). Hasil pembelajaran,
(6). Lingkungan pembelajaran, dan
(7). Pengelolaan/pengaturan yang dilakukan oleh pimpinan
sekolah.
Sehubungan dengan komponen pembelajaran
tersebut di atas, maka objek PTK harus merupakan sesuatu
yang aktif dan dapat dikenai aktivitas, bukan objek yang
sedang diam dan tanpa gerak. Lebih jelasnya, objek PTK
adalah sebagai berikut:
(1). Unsur siswa, dapat dicermati ketika siswa yang
bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran
di kelas/ lapangan/laboratorium/bengkel, maupun ketika
sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah dengan
serius, atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bakti di
luar sekolah.
(2). Unsur guru, dapat dicermati ketika yang
bersangkutan sedang mengajar di kelas, terutama cara guru
memberi bantuan kepada siswa, ketika sedang membimbing

119
siswa yang sedang berdarmawisata, atau ketika guru sedang
mengadakan kunjungan ke rumah siswa.
(3). Unsur materi pelajaran, dapat dicermati
dalam standar isi yang sudah dikembangkan dalam
Rencana Tahunan, Rencana Semesteran, dan Analisis
Materi Pelajaran. Lebih lanjut dapat dilihat dari materi
yang tertulis dalam Satuan Pelajaran dan terutama ketika
materi tersebut disajikan kepada siswa, meliputi
pengorganisasian, urutannya, cara penyajiannya, atau
pengaturannya.
(4). Unsur peralatan atau sarana pendidikan,
meliputi peralatan, baik yang dimiliki oleh siswa secara
perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah,
ataupun peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas
dan di laboratorium. Pada umumnya guru menganggap
bahwa siswa sudah melakukan praktikum dengan baik asal
sudah menyerahkan laporannya dengan lengkap. Apakah
guru pernah berpikir bahwa laporan yang diserahkan oleh
siswa memang betul-betul merupakan gambaran tentang
kegiatan yang mereka lakukan? Apakah mungkin siswa
hanya menghafal laporan teman yang sudah praktikum
pada waktu yang lalu dan ditulis seolah-olah merupakan
laporan nyata apa yang dilakukan?
(5). Unsur hasil pembelajaran, yang ditinjau dari
tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus dicapai
siswa melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat
pencapaian. Dikarenakan hasil belajar merupakan produk
yang harus ditingkatkan, pasti terkait dengan tindakan
unsur lain.
(6). Unsur lingkungan, baik lingkungan siswa di
kelas, sekolah, maupun yang meling-kungi siswa di
rumahnya. Informasi tentang lingkungan ini dikaji bukan
untuk dilakukan campur tangan, tetapi digunakan sebagai
pertimbangan dan bahan untuk pembahasan.

120
(7). Unsur pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan
gerak kegiatan sehingga mudah diatur dan direkayasa
dalam bentuk tindakan. Hal yang digolongkan sebagai
kegiatan pengelolaan misalnya cara dan waktu
mengelompokkan siswa ketika guru memberikan tugas,
pengaturan urutan jadwal, pengaturan tempat duduk siswa,
penempatan papan tulis, penataan peralatan milik siswa,
pengontrolan peralatan secara rutin, menggunakan model
regu yang dipantau oleh ketua regu, dan sebagainya.

3. Tujuan PTK
Semua kegiatan PTK memiliki dua tujuan utama,
yakni untuk meningkatkan dan melibatkan. PTK bertujuan
untuk meningkatkan tiga hal, yaitu:
(1). Praktik;
(2). Pemahaman praktik oleh praktisinya: dan
(3). Situasi tempat pelaksanaan praktik
Dengan kata lain, tujun utama PTK adalah untuk
mengubah perilaku penelitinya (guru), perilaku orang lain
(siswa) dana tau mengubah kerangka kerja, pengelolaan
pembelajaran, atau komponen pembelajaran lainnya, yang
pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku
peneliti (guru) dana tau perilaku orang lain (siswa). PTK
biasanya bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
atau untuk memecahkan masalah dengan penerapan
langsung pada ruang kelas.

4. Fungsi PTK
PTK memiliki lima fungsi, yakni sebagai alat untuk:
1) Memecahkan masalah pembelajaran.
2) Mempertajam kemampuan analisis.
3) Mempertinggi kesadaran diri untuk berbuat yang
terbaik.
4) Mengenalkan inovasi pembelajaran

121
5) Meningkatkan komunikasi antara guru dengan
akademisi
6) Memperbaiki kegagalan penelitian konvensional
dalam memberikan preskripsi yang jelas
7) Menyediakan alternatif yang lebih baik daripada
pendekatan yang lebih subjektif.
5. Model dan Prosedur PTK
Ada beberapa ahli yang merngemukakan model PTK
dengan bagan yang berbeda. Namun, secara garis besar
terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4)
refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-
masing tahap adalah sebagai berikut.

Perencan
aan

Refkesi
SIKLUS I Pelaksan
aan

Pengamat
an

Perencan
aan

Refkesi SIKLUS II Pelaksan


aan

Pengama
tan

122
Tahap 1 : Menyusun rencana tindakan (planning)
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana
tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal
sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang
melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses
jalannya tindakan. Instilah untuk penelitian ini adalah
tindakan kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena
adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas
pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan.
Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang
diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding
dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang
berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang
berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya.
Apabila pengamatan dilakukan oleh orang lain,
pengamatannya lebih cermat dan hasilnya lebih objektif.
Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada
para guru yang belum pernah atau masih jarang melakukan
penelitian. Meskipun dilakukan bersama, karena kelasnya
berbeda, dan tentu saja peristiwanya berbeda, hasilnya pasti
berbeda. Jika hasilnya dilaporkan sebagai karya tulis ilmiah
bentuk kenaikan pangkat, masing-masing guru akan
mendapat nilai sama, yaitu 4,0. Dalam hal ini guru tidak
perlu ragu, takut nilainya dibagi 2 seperti kalau menulis
bersama atau melakukan penelitian kelompok. Dalam
penelitian tindakan, masing-masinhg berdiri sebagai peneliti
meskipun ketika menyusun rencana dilakukan bersama-
sama. Dengan demikian, penelitian tindakan yang baik
adalah apabila dapat diusahakan sebagai berikut.

123
Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan
tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta
melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses
tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang
melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh
dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati.
Ketika sedang mengajar, dia adalah seorang guru, ketika
sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.
Ungkapan yang dikemukakan dalam kotak tersebut
adalah aturan atau prinsip untuk salah satu bentuk PTK.
Bentuk lainnya adalah peneliti melakukan pengamatan
sendiri terhadap diri sendiri ketika sedang melakukan
tindakan.
Apabila menerapkan bentuk kedua ini, peneliti harus
mampu melakukan apa yang disebut ngrogoh sukmo (bahasa
Jawa), yaitu mengeluarkan jiwa dari badan sementara waktu
untuk mengamati secara objektif apa yang sedang terjadi
pada dirinya ketika itu. (Tentu pengertian ini mudah
terbantah karena mana ada kegiatan ragawi yang tidak
disertai dengan jiwa atau rohani). Penjelasan ini digunakan
sebagai pengibaratan saja, sekedar untuk mempermudah
pemahaman. Maksud penjelasan tersebut adalah meskipun
terjadi pada diri sendiri, peneliti yang sekaligus pengamat
tersebut diharapkan mampu melakukan pengamatan
terhadap diri sendiri secara objektif agar kelemahan yang
terjadi dapat terlihat dengan wajar dan tidak harus ditutup-
tutupi.
Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti
menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk diamati. Kemudian
membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu

124
peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan
berlangsung. Jika yang digunakan dalam penelitian ini
bentuk terpisah, maka peneliti dan pelaksana harus
melakukan kesepakatan antara keduanya. Dikarenakan
pelaksanadan peneliti adalah pihak yang paling
berkepentingan untuk meningkatkan kinerja, maka
pemilihan strategi belajar disesuaikan dengan selera dan
kepentingan guru peneliti, agar pelaksanaan tindakan dapat
terjadi secara wajar, realistis, dan dapat dikelola dengan
mudah.

Tahap 2 : Pelaksanaan tindakan (acting)


Tahap ke-2 dari PTK adalah pelaksanaan yang
merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan,
yaitu melakukan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat
adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksana guru harus
ingat dan berusaha menaati apa yang sudah di rumuskan
dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak
dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan
dengan perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar
sinkron dengan maksud semula.
Ketika mengajukan laporan penelitiannya, peneliti
tidak melaporkan seperti apa perencanaan yang dibuat
karena langsung melaporkan pelaksanaan. Oleh karena itu,
bentuk dan isi laporannya harus sudah lengkap
menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari
persiapan sampai penyelesaian. Banyak diantara karya tulis
yang diajukan oleh guru tidak dapat dinilai atau dterima
oleh tim penilai karena isi laporannya tidak lengkap. Pada
umumnya penulis merasa sudah menjelaskan tahapan
metode yang dilaksanakan dalam tindakan, padahal baru

125
disinggung dalam kajian pustaka saja, dan belum dijelaskan
secara rinci bagaimana keterlaksanaannya ketika tindakan
terjadi.

Tahap 3 : Pengamatan (observing)


Tahap ke-3, yaitu pengamatan kegiatan yang
dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat
kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan
tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada
waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi, keduanya
berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap ke-2
diberikan untuk memberikan peluang kepada guru
pelaksana yang juga berstatus sebagai pengamat. Ketika
guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena hatinya
menyatu dengan kegiatan, tentu tidak sempat menganalisa
peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu, kepada
guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat agar
melakukan ―pengamatan balik‖ terhadap apa yang terjadi
ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan
pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat sedikit demi
sedikit apa yang terjadi agar dapat memperoleh data yang
akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.

Tahap 4: Refleksi (reflecting)


Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk menemukan
kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal
dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini
sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai
melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti
untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.

126
Istilah refleksi di sini sama dengan ―memantul, seperti
halnya memancar dan menatap kena kaca.‖ Dalam hal ini,
guru pelaksanasedang memantulkan pengalamannya pada
peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam
tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika
guru pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti
pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan
baik dan bagian mana yang belum. Dengan kata lain, guru
pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru
pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, yaitu
mengamati apa yang ia lakukan, maka refleksi dilakukan
terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut
melihat dirinya kembali melakukan ―dialog‖ untuk
menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati
karena sudah sesuai dengan rancangan dan secara cermat
mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki.
Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa
siklus, maka dalam refleksi terakhir, penelitian
menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti
lain apabila dia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri
sendiri apabila akan melanjutkan dalam kesempatan lain.
Catatan-catatan penting yang dibuat sebaiknya rinci
sehingga siapa pun yang akan melaksanakan dalam
kesempatan lain tidak akan menjumpai kesulitan.
Ada empat tahapan penting dalam penelitian
tindakan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan, dan (4) refleksi.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut
adalah unsur untuk membuat sebuah siklus, yaitu satu
putaran kegiatan beruntun, yang kembali ke langkah
semula. Jadi, satu siklus adalah dari tahap penyusunan

127
rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah
evaluasi. Apabila dikaitkan dengan ―bentuk tindakan‖
sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang
dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut.
Jadi, bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan
kegiatan tunggal, tetapi harus selalu berupa rangkaian
kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk
siklus. Sebagai contoh, tindakan untuk mengajarkan topik
―Peta Pulau Jawa‖ itu sudah tertentu materinya, jadi hanya
berlangsung satu kali putaran. Lain lagi jika topiknya
―Membaca Peta‖, kegiatannya dapat berlangsung berkali-
kali karena yang akan diajarkan akan ada beberapa sehingga
dapat merupakan siklus berkesinambungan.
Dalam hal ini, sering menimbulkan pertanyaan
adalah berapa lama satu siklus itu berlangsung, dan berapa
kali pertemuankah peneliti diijinkan mengadakan refleksi
agar terjadi satu kali siklus? Jawabannya, jangka waktu
untuk satu siklus tergantung dari materi yang dilaksanakan
dengan cara tertentu. Mungkin materi yang diajarkan hanya
satu pokok bahasan, tetapi cukup luas sehingga
memerlukan waktu beberapa kali pertemuan. Refleksi dapat
dilakukan apabila peneliti merasa sudah mantap
mendapatkan pengalaman, dalam arti sudah memperoleh
informasi yang perlu untuk memperbaiki cara yang telah
dicoba. Mungkin saja peneliti menentukan untuk
mengadakan pertemuan tiga sampai lima kali sehingga
siswa sudah dapat merasakan proses dan hasilnya.
Demikian pula pengamat sudah memperoleh informasi yang
dirasakan cukup dan mantap sebagai masukan untuk
mengadakan perbaikan pada siklus berikutnya.

128
Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan
hambatan dari tindakan yang baru selesai dilaksanakan
dalam satu siklus, guru pelaksana (bersama peneliti
pengamat) menentukan rancangan untuk siklus kedua.
Apakah guru tersebut akan mengulangi kesuksesan untuk
meyakinkan atau menguatkan hasil, atau akan memperbaiki
langkah terhadap hambatan atau kesulitan yang ditemukan
dalam siklus pertama? Hasil keputusan tersebut dijadikan
rancangan untuk tindakan siklus kedua. Setelah menyusun
rancangan untuk siklus kedua, guru dapat melanjutkan ke
tahap 2,3, dan 4, seperti yang terjadi dalam siklus pertama.
Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belum
merasa puas, dapat melanjutkan ke siklus ketiga, yang cara
dan tahapannya sama dengan siklus sebelumnya.
Penelitian Tindakan kolaborasi.
1. Menyusun perencanaan bersama-sama
2. Saling mengamati bergantian mengamati proses waktu
pelaksanaan
3. Saling mengikuti kelas teman waktu refleksi
4. Menyusun laporan sendiri-sendiri
5. Dilaporkan dengan judul yang sama, dijelaskan model
yang dilaksanakan dalam berkolaborasi.

Apabila benar, masing-masing laporan mendapat


nilai 4,0 (jadi nilai 4,0 tidak dibagi 2). Selanjutnya, jika guru
masih belum puas dengan hasil siklus tersebut dan masih
ingin melanjutkan pada siklus ke-4 akan sangat dihargai,
tetapi bila mau berhenti,juga sudah sah karena sudah lebih
dari dua siklus. Hal penting yang harus mendapatkan
perhatian bagi peneliti–karena menjadi fokus penilaian-
adalah bahwa perencanaan siklus sebelumnya.

129
Bagi peneliti pemula, sangat disarankan untuk
melakukan penelitian kolaborasi, yaitu penelitian yang
dilakukan bersama-sama atau berpasangan. Jika guru
menginginkan model seperti ini, dapat menentukan (1)
teman yang sama mata pelajaran, tetapi berbeda kelas; (2)
teman satu sekolah berbeda kelas, tetapi mata pelajarannya
mirip; (3) teman mana saja asal saling memahami metode
satu dengan lainnya.

130
BAGIAN KELIMA
PANDUAN DALAM PENULISAN
KARYA ILMIAH

Berikut ini diberikan contoh sistematika dalam


penulisan karya ilmiah (penelitian)
A. PENELITIAN KUANTITATIF
1. Penelitian Komparatif
Penelitian kuantitatif komparatif meliputi metode
penelitian eksperimen dan metode penelitian ex post facto.
Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Judul
Abstrak/ringkasan
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Kegunaan Penelitian
BAB II Kajian Teoretik
A. Deskripsi konseptual
1. Variabel Terikat (Y)
2. Variabel perlakuan atau variabel bebas pertama (A)
3. Variabel moderator atau variabel bebas kedua (B)
B. Hasil penelitian yang relevan
C. Kerangka Teoretik
D. Hipotesis Penelitian
BAB III Metodologi penelitian
A. Tempat dan waktu penelitian

131
B. Metode penelitian (termasuk rancangan eksperimen)
C. Populasi dan sampel
D. Rancangan perlakuan
E. Kontrol validitas internal dan eksternal
F. Teknik pengumpulan data
1. Instrumen variabel terikat
a. Definisi konseptual
b. Definisi operasional
c. Kisi-kisi Instrumen
d. Jenis Instrumen
e. Pengujian validitas dan penghitungan reliabilitas
2. Instrumen variabel moderator/atribut
a. Definisi konseptual
b. Definisi operasional
c. Kisi-kisi Instrumen
d. Jenis Instrumen
e. Pengujian validitas dan penghitungan reliabilitas
G. Teknik analisis data
H. Hipotesis statistik

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan


A. Deskripsi data
B. Pengujian persyaratan analisis
C. Pengujian hipotesis
D. Pembahasan hasil penelitian

BAB V Kesimpulan, Implikasi, dan Saran


A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA

132
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rancangan perlakuan
Lampiran 2. Instrumen
Lampiran 3. Hasil uji coba
Lampiran 4. Kisi-kisi akhir sesudah uji coba
Lampiran 5. Data hasil penelitian (variabel terikat dan
variabel moderator)
Lampiran 6. Data hasil pengujian persyaratan analisis
Lampiran 7. Data hasil pengujian hipotesis
Riwayat hidup

2. Penelitian Asosiatif
Penelitian kuantitatif asosiatif dapat menggunakan
model analisis korelasi multiple dapat pula menggunakan
model analisis jalur. Peneliti akan menggunakan model
korelasi multipel jika variabel-variabel bebas secara teoretik
diyakini independen atau tidak ada variabel intervening
diantara variabel-variabel bebasnya. Jika variabel-variabel
beas penelitian secara teoretik tidak independen, dalam arti
satu atau lebih dari satu variabel bebas merupakan variabel
intervening, maka peneliti menggunakan model analisis
jalur. Adapun sistematika penelitian sebagai berikut:
Judul
Abstrak/ringkasan
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Kegunaan Penelitian

133
BAB II Kajian Teoretik
A. Deskripsi konseptual
1. Variabel Terikat atau dependent variable (Y)
2. Variabel bebas atau independent variable (X = 1,2,3 dst)
B. Hasil penelitian yang relevan
C. Kerangka Teoretik
D. Hipotesis Penelitian
BAB III Metodologi penelitian
A. Tempat dan waktu penelitian
B. Metode penelitian
C. Populasi dan sampel
D. Teknik pengumpulan data
1. Instrumen variabel terikat
a. Definisi konseptual
b. Definisi operasional
c. Kisi-kisi Instrumen
d. Jenis Instrumen
e. Pengujian validitas dan penghitungan reliabilitas
2. Instrumen variabel bebas
a. Definisi konseptual
b. Definisi operasional
c. Kisi-kisi Instrumen
d. Jenis Instrumen
e. Pengujian validitas dan penghitungan reliabilitas
E. Teknik analisis data
F. Hipotesis statistik
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Deskripsi data
B. Pengujian persyaratan analisis
C. Pengujian hipotesis
D. Pembahasan hasil penelitian

134
BAB V Kesimpulan, Implikasi, dan Saran
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen
Lampiran 2. Hasil uji coba
Lampiran 3. Kisi-kisi akhir sesudah uji coba
Lampiran 4. Data hasil penelitian (variabel terikat dan
variabel bebas)
Lampiran 5. Data hasil pengujian persyaratan analisis
Lampiran 6. Data hasil pengujian hipotesis
Riwayat hidup

3. Penjelasan isi sistematika


Judul
Judul harus menggambarkan obyek, ruang lingkup
dan/atau variabel yang akan diteliti. Contoh judul
penelitian kuantitatif:
1. Pengaruh strategi pembelajaran dan gaya berpikir
terhadap kemampuan bernalar siswa kelas XI SMAN 31
Jakarta
2. Pengaruh kemampuan menyusun rancangan
pembelajaran dan sikap interpersonal terhadap hasil
belajar perencanaan pembelajaran mahasiswa FIP UMJ.

Abstrak
Abstrak adalah intisari dari isi karya ilmiah yang
dituliskan kembali dalam paragraf singkat yang memuat: 1)

135
tujuan utama penelitian, 2) metode penelitian, 3) serta
ringkasan hasil penelitian. abstrak ditulis dalam Bahasa
inggris dan Bahasa Indonesia. Abstrak diketik 1 spasi dalam
satu paragraf, dan khusus abstrak Bahasa inggris diketik
dengan menggunakan huruf miring/italic. Adapun jumlah
kata maksimal 150 kata. Dalam abstrak ada kata kunci, yaitu
istilah yang mencerminkan esensi konsep dalam cakupan
permasalahan.

BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Latar belakang adalah alasan penting pemilihan
judul/masalah penelitian. Dalam membuat latar belakang
sebaiknya peneliti mengemukakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan variabel di dalam judul. Masalah-masalah
yang dikemukakan boleh didukung oleh dokumen yang
didapat dari media massa, hasil pengamatan, referensi buku,
dll.
Latar belakang masalah berisi kesenjangan antara
kondisi ideal (das sollen) dengan apa yang terjadi (das sein).
Oleh karena itu, peneliti harus melakukan analisis terhadap
masalah yang terjadi. Melalui analisis masalah, peneliti
harus menunjukkan adanya kesenjangan yang ditunjukkan
dengan data selanjutnya jelaskan tentang pentingnya judul
yang akan diteliti. Pada akhir alinea, perlu ada penegasan
dari peneliti bahwa penelitian yang akan dilakukan
berdasarkan beberapa alasan yang telah dikemukakan
sebelumnya.
Langkah-langkah menyusun latar belakang masalah:
a. Kemukakan arti penting/peranan penting/
manfaat dari variabel terikat, baik bagi diri sendiri,

136
organisasi atau pihak lain. Dukung dengan referensi dari
buku atau jurnal
b. Kemukakan gejala-gejala masalah yang berkaitan
dengan variabel terikat tersebut, dukung dengan dokumen,
hasil pengamatan, wawancara, atau angket, yang telah
diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan (prariset)
c. Kemukakan faktor-faktor apa saja yang bisa
mempengaruhi variabel terikat tersebut. Dukung dengan
referensi dari buku teks atau jurnal
d. Pilih satu atau beberapa faktor tersebut yang
dianggap paling penting untuk dijadikan variabel terikat
dalam penelitian kita.
e. Kemukakan gejala-gejala masalah dari setiap
faktor yang sudah dipilih tersebut, dukung dengan
dokumen, hasil pengamatan, wawancara, atau angket, yang
telah diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan (prariset)

B. Identifikasi Masalah
Karena tidak semua masalah tersebut dapat diangkat
menjadi masalah penelitian, oleh karena itu perlu dilakukan
identifikasi masalah. Ada beberapa cara yang dapat
ditempuh:
1. Analisis literatur, terutama publikasi hasil-hasil Hasil
penelitian yang relevan, rekomendasi tindak lanjut hasiul
penelitian
2. Kerja dan kontak profesional bidang keilmuan, forum-
forum ilmiah
3. Pernyataan pemegang otoritas, baik ilmuwan maupun
birokrasi
4. Pengamatan sepintas atas suatu kejadian atau peristiwa
tertentu

137
5. Pengalaman pribadi peneliti dalam bidang tertentu yang
menarik untuk diteliti
Peneliti mengidentifikasi hal-hal (banyak variabel
bebas) yang menjadi penyebab munculnya masalah utama
penelitian (variabel terikat). Identifikasi masalah ditulis
dalam bentuk pernyataan. Kemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi variabel terikatnya, Contoh:
Kinerja guru dalam suatu Sekolah umumnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: motivasi, dukungan
kepala sekolah, dan kemampuan guru dalam mengajar
– Kemukakan gejala-gejala masalah dari setiap
variabel/masalah (intisarikan dari latar belakang masalah)
Contoh: Dua dari faktor di atas, yakni motivasi dan
kemampuan guru dalam mengajar diasumsikan merupakan
faktor penting yang mempengaruhi kinerja.

C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah
dimana kita membatasi ruang lingkup masalah yang terlalu
luas / lebar sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk
dilakukan. Dalam pembatasan masalah memililh satu atau
dua masalah dari sejumlah masalah yang telah di
identifikasi disertai penjelasan ruang lingkup masalah baik
keluasaan maupun kedalamannya, baik dari segi tempat
ruang dan waktu. Maka dari itu, dalam pembatasan
masalah, peneliti memberi batasan, dari banyak variabel
bebas yang mempengaruhi variabel terikat, maka ditetapkan
variabel bebas mana saja yang akan diteliti, selanjutnya
tetapkan juga bagaimana hubungan antar variabel dan di
mana akan dilakukan penelitian. Pembatasan masalah
ditulis dalam bentuk pernyataan.

138
D. Rumusan Masalah
Merumuskan masalah berarti mendeskripsikan
dengan jelas masalah yang dihadapi. Rumusan masalah
merupakan proses penyederhanaan masalah yang rumit dan
kompleks, menjadi masalah yang dapat ditelit. Rumusan
masalah adalah merumuskan kaitan-kaitan antara
kesenjangan pengetahuan ilmiah atau teknologi yang akan
diteliti dengan kesenjangan pengetahuan ilmiah yang lebih
luas. Peneliti merumuskan masalah dalam bentuk
pertanyaan yangberkaitan dengan hubungan atau pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat yang disajikan
secara spesifik dan rinci. Di dalam langkah ini peneliti
mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal
yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian.
Rumusan masalah sebagai titik tolak bagi perumusan
hipotesis yang akan menghasilkan topik atau judul
penelitian. Rumusan masalah dilakukan sbb:
a. Dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
b. Rumusan jelas, dan padat.
c. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data
untuk memecahkan masalah.
d. Rumusan masalah menjadi dasar membuat hipotesis.
e. Masalah menjadi dasar bagi judul penelitian.

Contoh rumusan masalah untuk penelitian dengan


disain treatment by level 2 x 2
1. Apakah terdapat perbedaan variabel Y antara perlakuan
A1 dan A2 (main effect)

139
2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara variabel
perlakuan (A) dan variabel moderator (B) terhadap
variabel Y
3. Apakah terdapat perbedaan variabel Y antara A1B1 dan
A2B1 (simple effect A)
4. Apakah terdapat perbedaan variabel Y antara A1B2 dan
A2B2 (simple effect A)

Contoh rumusan masalah untuk penelitian dengan


menggunakan model korelasi multiple
1. Apakah X1 mempunyai hubungan dengan Y?
2. Apakah X2 mempunyai hubungan dengan Y?
3. Apakah X1 dan X2 secara bersama-sama mempunyai
hubungan dengan Y?

E. Tujuan Penelitian
Peneliti mendeskripsikan tujuan penelitian yang
ingin dicapai. Isi tujuan penelitian harus menjawab masalah
penelitian.

F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian merupakan dampak dari
tercapainya tujuan. Kegunaan hasil penelitian ada dua hal,
yaitu: kegunaan teoritis berkenaan dengan keilmuan (untuk
pengembangkan IPTEKS) dan kegunaan praktis (membantu
memecahkan masalah praktis). Kata-kata operasional yang
dapat digunakan antara lain: memberi, menambah,
menyumbangkan, memudahkan, mengembangkan,
meningkatkan, mengaplikasikan, menjadi bahan kajian lebih
lanjut, menjadi sumber inspirasi, dll.

140
BAB II Kajian Teoretik
A. Deskripsi Konseptual
Peneliti membahas secara konseptual masing-masing
variabel penelitian. Kajian konseptual diawali dari variabel
terikat (Y), variabel perlakuan (A) dan variabel moderator
(B) untuk penelitian eksperimen, sedangkan untuk
penelitian korelasional diawali dengan variabel terikat (Y),
lalu dilanjutkan dengan pembahasan variabel bebas (X).
Deskripsi konseptual tidak sekedar mencantumkan konsep-
konsep dari berbagai sumber, tetapi hasil analisis dari
berbagai konsep, kemudian membandingkan hasil analisis
dari berbagai konsep tersebut. Dalam membandingkan hasil
analisis dari berbagai konsep akan ditemukan persamaan
dan perbedaan. Persamaan itulah yang menjadi dasar
sintesis yang akan menjadi konstruk dari variabel yang akan
diteliti.
B. Hasil penelitian yang relevan
Peneliti mendeskripsikan hasil penelitian yang sudah
dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu yang relevan
dengan masalah penelitian. Hasil Hasil penelitian yang
relevan biasanya diperoleh melalui jurnal-jurnal. Hasil Hasil
penelitian yang relevan bertujuan untuk menjelaskan
perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian yang sudah ada, sehingga jelas posisi penelitian
yang akan dilakukan dibandingkan dengan penelitian yang
sudah pernah dilakukan (peneliti tidak mengulang
penelitian yang sudah pernah dilakukan orang lain)
C. Kerangka Teoretik
Peneliti mendeskripsikan kajian berupa penalaran
yang bersifat deduktif dari konsep-konsep setiap variabel,
kemudian membahas keterkaitan antarvariabel yang

141
mengarah kepada hubungan sebab akibat antara variabel
perlakuan/variabel moderator dan variabel terikat. Untuk
penelitian korelasional, peneliti mendeskripsikan keterkaitan
dari setiap variabel yang mengarah pada hubungan sebab
akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Kerangka teoretik berasal dari teori yang ada atau hasil
pemikiran peneliti yang didukung oleh argumentasi logis
untuk menghasilkan hipotesis penelitian. Banyaknya sub
judul kerangka teoretik sama dengan banyaknya butir pada
perumusan masalah penelitian.
Contoh subjudul untuk kerangka teoretik penelitian
dengan disain treatment by level 2 x 2:
Peneliti menjelaskan kerangka teoretik tentang:
1. Perbedaan variabel Y antara perlakuan A1 dan A2
2. Pengaruh interaksi antara variabel perlakuan (A) dan
variabel moderator (B) terhadap variabel Y (interaction
effect)
3. Perbedaan variabel Y antara A1B1 dan A2B1 (simple effect)
4. Perbedaan variabel Y antara A1B2 dan A2B2 (simple effect)

Contoh subjudul untuk kerangka teoretik penelitian


dengan menggunakan model korelasi multipel:
1. Variabel X1 dan Y
2. Variabel X2 dan Y
3. Variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan Y

D. Hipotesis Penelitian
Peneliti merumuskan hipotesis penelitian dalam
bentuk pernyataan/proposisi sebagai jawaban sementara
atas pertanyaan penelitian. Hipotesis penelitian dirumuskan
berdasarkan kerangka teoretik. Banyaknya hipotesis sama

142
dengan banyaknya sub judul pada kerangka teoretik dan
banyaknya butir pada rumusan masalah.
Contoh hipotesis penelitian dengan disain treatment
by level 2 x 2:
1. Nilai variabel Y pada perlakuan A1 lebih tinggi dari nilai
variabel Y pada perlakuan A2.
2. Terdapat pengaruh interaksi antara variabel perlakuan
(A) dan variabel moderator (B) terhadap variabel Y
(interaction effect)
3. Nilai variabel Y pada perlakuan A1B1 lebih tinggi dari
nilai variabel Y pada perlakuan A2B1.
4. Nilai variabel Y pada perlakuan A1B2 lebih rendah dari
nilai variabel Y pada perlakuan A2B2.

Contoh penelitian dengan menggunakan model


korelasi multipel :
1. Terdapat hubungan positif/negatif antara X1 dan Y
2. Terdapat hubungan positif/negatif antara X2 dan Y
3. Terdapat hubungan positif/negatif antara X1 dan X2
secara bersama-sama dengan Y

BAB III Metodologi Penelitian


A. Tempat dan Waktu Penelitian
Peneliti mendeskripsikan lokasi dilakukannya
penelitian dan waktu yang digunakan selama penelitian
mulai dari penyusunan proposal sampai dengan
penyusunan laporan penelitian selesai dilakukan.
B. MetodePenelitian
Peneliti menjelaskan pendekatan dan metode yang
digunakan dalam penelitian. Untuk penelitian kuantitatif
komparatif, peneliti menjelaskan metode penelitian yang

143
digunakan yaitu eksperimen atau ex post facto, variabel
penelitian dan disain penelitian yang dipilih. Disain
eksperimen disajikan dalam bentuk konstelasi penelitian
sehingga dapat memberikan gambaran untuk menguji
efektivitas perlakuan.
Contoh disain treatment by level 2 x 2
B A
A1 A2
B1 A1 B1 A2 B1
B2 A1B1 A2B2

Peneliti memberikan keterangan tentang A,B, A1, A2,


B1, B2.
Contoh penelitian model korelasi multipel
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif,
metode survey dan teknik korelasional. Variabel terikat
adalah Y dan variabel-variabel bebas adalah X1, X2, dst…

Konstelasi penelitiannya adalah:

X1

X2

144
C. Populasi dan Sampel
Peneliti menjelaskan populasi target dan populasi
terjangkau, selanjutnya disajikan teknik pengambilan
sampel dan tahapan pengambilan sampel serta penentuan
ukuran sampel yang akan digunakan secara representatif
mewakili populasi.

D. Teknik Pengumpulan Data:


Peneliti menjelaskan teknik pengumpulan data yaitu
dengan menggunakan Instrumen berbentuk tes, skala,
kuesioner, dan lain-lain.
1. Instrumen variabel terikat
a. Definisi konseptual
Peneliti menjelaskan konsep variabel yang diteliti
berdasarkan sintesis peneliti terhadap konsep-konsep yang
dianalisis dilengkapi dengan indikator.
b. Definisi operasional
Peneliti menjelaskan konsep variabel yang diteliti
secara terukur dilengkapi dengan indikator dan unit analisis
serta responen yang akan mengisi instrumen.
c. Kisi-kisi instrumen.
Peneliti menyajikan kisi-kisi Instrumen sesuai
dengan definisi konseptual. Kisi-kisi Instrumen berisi
indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk tiap indikator
yang akan diukur.
d. Pengujian validitas dan penghitungan
reliabilitas
Peneliti menjabarkan hasil pengujian valiitas yang
dilakukan melalui telaah pakar dan/atau panel. Peneliti
menjelaskan pakar yang menelaah Instrumen, prosedur
telaah dan hasil telaahnya secara kualitatif. Selanjutnya

145
peneliti menjelaskan proseur telaah dan hasil pengujian
validitas oleh panelis secara kuantitatif, kemudian
dilanjutkan dengan menjelaskan pengujian validitas empiri
dan penghitungan reliabilitas. Pengujian validitas empiris
menggunakan korelasi biserial, korelasi point biserial, atau
korelasi product moment tergantung betnuk skor butir
(dikotomi atau politomi). Penghitungan reliabilitas antara
lain menggunakan KR20 atau Alpha Cronbach.
2. Instrumen Variabel Bebas
a. Definisi konseptual
Peneliti menjelaskan konsep variabel yang diteliti
berdasarkan sintesis peneliti terhadap konsep-konsep yang
dianalisis dilengkapi dengan indikator.
b. Definisi operasional
Peneliti menjelaskan konsep variabel yang diteliti
secara terukur dilengkapi dengan indikator dan unit analisis
serta responen yang akan mengisi instrumen.
c. Kisi-kisi instrumen.
Peneliti menyajikan kisi-kisi Instrumen sesuai
dengan definisi konseptual. Kisi-kisi Instrumen berisi
indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk tiap indikator
yang akan diukur.
d. Pengujian validitas dan penghitungan
reliabilitas
Peneliti menjabarkan hasil pengujian valiitas yang
dilakukan melalui telaah pakar dan/atau panel. Peneliti
menjelaskan pakar yang menelaah Instrumen, prosedur
telaah dan hasil telaahnya secara kualitatif. Selanjutnya
peneliti menjelaskan proseur telaah dan hasil pengujian
validitas oleh panelis secara kuantitatif, kemudian
dilanjutkan dengan menjelaskan pengujian validitas empiri

146
dan penghitungan reliabilitas. Pengujian validitas empiris
menggunakan korelasi biserial, korelasi point biserial, atau
korelasi product moment tergantung betnuk skor butir
(dikotomi atau politomi). Penghitungan reliabilitas antara
lain menggunakan KR20 atau Alpha Cronbach.

E. Teknik Analisis Data


Peneliti mendeskripsikan teknik analisis data yang
digunakan meliputi uji persyaratan analisis, analisis data
dengan statistik deskriptif dan analisis data dengan statistik
inferensial. Pengujian persyaratan analisis meliputi tahap uji
normalitas data, uji homogenitas data, uji linieritas dan
signifikansi regresi. Setelah uji persyaratan tersebut
terpenuhi, selanjutnya dilakukan uji hipotesis penelitian
dengan menggunakanstatistik deskriptif dan inferensial.
Analisis data dengan statistik deskriptif digunakan untuk
penyajian data (daftar distribusi dan histogram), nilai rata-
rata (mean, median, dan modus) dan nilai penyebaran
(simpangan baku dan varians). Analisis data dengan statistik
inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

F. Hipotesis Statistik
Peneliti menuliskan hipotesis statistik dengan simbol
atau lambang parameter statistik yang menggambarkan
pernyataan tentang karakteristik populasi yang merupakan
jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Banyaknya
hipotesis statistik sesuai dengan banyaknya hipotesis
penelitian.
Contoh hipotesis penelitian dengan disain treatment
by level 2 x 2:
1. Hipotesis Pertama

147
H0 : μA1 ≤ μA2
H1 : μA1> μA2
2. Hipotesis Kedua
H0 : Interaksi A X B = 0
H1 : Interaksi A X B ≠ 0
3. Hipotesis Ketiga
H0 : μA1B1 ≤ μA2B1
H1 : μA1B1 ˃ μA2B1
4. Hipotesis Keempat
H0 : μA1B2 ≥ μA2B2
H1 : μA1B2 ˂ μA2B2

Contoh penelitian dengan menggunakan model


korelasi multipel :
1. Hipotesis pertama H0 : ρY1 ≤ 0
H1 : ρY1 ˃ 0
2. Hipotesis Kedua H0 : ρY2 ≤ 0
H1 : ρY2 ˃ 0
3. Hipotesis Ketiga H0 : ρY.12 ≤ 0
H1 : ρY.12 ˃ 0

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan


A. Deskripsi data
Peneliti menyajikan hasil analisis deskriptif data
variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi/histogram/diagram
yang dilengkapi dengan interpretasi data. Banyaknya
penyajian data variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X)
sesuai dengan banyaknya variabel penelitian.
B. Pengujian persyaratan analisis

148
Peneliti menjelaskan hasil uji persyaratan analisis
data. Uji persyaratan analisis disesuaikan dengan statistik
inferensial yang digunakan. Untuk uji persyaratan analisis
penelitian komparatif perlu untuk menguji normalitas dan
uji homogenitas varians data variabel terikat (Y) untuk
setiap kelompok yang dibandingkan. Untuk analisis korelasi
dan analisis jalur persyaratan analisis yang harus diuji
meliputi: uji normalitas galat taksiran, uji signifikansi dan
linearitas regresi sederhana antara dua variabel.
C. Pengujian hipotesis
Peneliti menyajikan hasil penghitungan dan
pengujian hipotesis statistik. Setiap hipotesis yang diuji
dinyatakan dalam subjudul tersendiri sehingga banyaknya
subjudul sesuai dengan banyaknya hipotesis penelitian yang
diuji.
D. Pembahasan hasil penelitian
Pembahasan hasil penelitian berisi pembahasan
hipotesis yang teruji dan yang tidak teruji. Hipotesis yang
teruji dibahas berdasarkan teori atau hasil-hasil Hasil
penelitian yang relevan untuk menunjukkan hasil penelitian
mendukung teori/hasil-hasil penelitian terdahulu.
Sedangkan hipotesis yang tidak teruji dibahas dengan
mengemukakan argumentasi logis mengapa hipotesis tidak
teruji termasuk keterbatasan penelitian.

BAB V Kesimpulan, Implikasi, dan Saran


A. Kesimpulan
Peneliti mendeskripsikan kesimpulan sesuai dengan
hipotesis penelitian yang didukung oleh data empiris
Kesimpulan: Penghargaan memiliki hubungan
positif dengan kinerja pegawai. Artinya adanya

149
penghargaan yang sesuai akan mengakibatkan peningkatan
kinerja pegawai.
B. Implikasi
Peneliti menjelaskan konsekuensi logis dari
kesimpulan penelitian yang ditindaklanjuti dengan upaya
perbaikan.

Contoh:
Implikasi: Apabila akan meningkatkan kinerja
pegawai, maka diperlukan perbaikan penghargaan.
Selanjutnya kemukakan upaya-upaya yang perlu dilakuka
untuk memperbaiki penghargaan agar berdampak pada
peningkatan kinerja pegawai.

C. Saran
Peneliti menuliskan saran yang berkaitan dengan
operasionalisasi implikasi penelitian kepada berbagai pihak
terkait dengan masalah penelitian.

B. PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian kualitatif meliputi metode penelitian:
etnografi, studi kasus, fenomenologis, grounded theory,
naratif/historis, dan analisis isi. Adapun contoh sistematika
penelitian sebagai berikut:
Judul
Abstrak/ringkasan
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
B. Fokus Masalah
C. Rumusan masalah
D. Tujuan penelitian

150
E. Kegunaan penelitian
BAB II Kajian Teoretik
A. Deskripsi konseptual fokus dan subfokus penelitian
B. Hasil penelitian yang relevan
BAB III Metodologi penelitian
A. Tempat dan waktu penelitian
B. Latar penelitian
C. Metode dan prosedur penelitian
D. Data dan sumber data
E. Teknik pengumpulan data
F. Teknik analisis data
G. Pemeriksanan keabsahan data
1. Kredibilitas
2. Transferabilitas
3. Dependabilitas
4. konfirmabilitas
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Gambaran umum tentang latar penelitian
B. Temuan penelitian
1. Subfokus 1 (reduksi data, display data, penarikan
kesimpulan)
2. Subfokus 2 (reduksi data, display data, penarikan
kesimpulan), dst
C. Pembahasan temuan penelitian
1. Subfokus 1
2. Subfokus 2, dst
BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

151
Lampiran 1. Pedoman observasi
Lampiran 2. Pedoman wawancara
Lampiran 3. Catatan lapangan hasil observasi
Lampiran 4. Catatan lapangan hasil wawancara
Lampiran 5. Dokumen pendukung (foto dan dokumen)
Lampiran 6. Hasil analisis data
RIWAYAT HIDUP
Penjelasan Isi Sistematika
Judul
Dalam penelitian kualitatif, karena masalah yang
dibawa peneliti bersifat sementara dan holistic maka judul
dalam penelitian kualitatif yang dirumuskan dalam
proposal juga masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah memasuki lapangan.
Contoh:
Penggunaan ICT dalam pembelajaran IPA
Implementasi K-13 di sekolah dasar Negeri 13 Jakarta
Selatan

Abstrak/ringkasan
Abstrak adalah intisari dari isi karya ilmiah yang
dituliskan kembali dalam paragraf singkat yang memuat: 1)
tujuan utama penelitian, 2) metode penelitian, 3) serta
ringkasan hasil penelitian. abstrak ditulis dalam Bahasa
inggris dan Bahasa Indonesia. Abstrak diketik 1 spasi dalam
satu paragraf, dan khusus abstrak Bahasa inggris diketik
dengan menggunakan huruf miring/italic. Adapun jumlah
kata maksimal 150 kata. Dalam abstrak ada kata kunci, yaitu
istilah yang mencerminkan esensi konsep dalam cakupan
permasalahan.

152
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Peneliti menguraikan konteks atau situasi yang
mendasari munculnya permasalahan yang menjadi fokus
penelitian. Konteks permasalahan dapat berupa tinjauan
historis, ekonomi, sosial, dan budaya. Penggambaran
konteks penelitian dapat dilakukan engan menunjukkan
fenomena-fenomena, fakta-fakta empiris atau kejadian
actual dan unik yang terjadi di masyarakat yang sudah
terpublikasikan melalui berbagai sumber. Peneliti dapat
menyertakan data statistik, hasil studi terdahulu (preliminary
study) atas fenomena tertentu. Bagian akhir dari latar
belakang sebaiknya memberikan batasan berkaitan
fenomena, fakta empiris ataupun kejadian aktual yang
sudah dipaparkan sebelumnya.
B. Fokus dan subfokus penelitian
Peneliti menetapkan area spesifik yang akan diteliti
selanjutnya ditetapkan sudut tinjauan dari fokus tersebut
sebagai subfokus penelitian.
C. Rumusan masalah
Peneliti merumuskan masalah penelitian dalam
bentuk kalimat tanya yang bersifat umum (grandtour
question) sebagai pertanyaan payung. Kemudian rumusan
masalah ini dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang lebih spesifik (research question) sesuai dengan sub-sub
fokus penelitian.
D. Tujuan penelitian
Peneliti mendeskripsikan tujuan penelitian yang
ingin dicapai. Isi tujuan penelitian harus menjawab masalah
penelitian

153
E. Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian merupakan dampak dari
tercapainya tujuan. Kegunaan hasil penelitian ada dua hal,
yaitu: kegunaan teoritis berkenaan dengan keilmuan (untuk
pengembangkan IPTEKS) dan kegunaan praktis (membantu
memecahkan masalah praktis dalam kehidupan). Kata-kata
operasional yang dapat digunakan antara lain: memberi,
menambah, menyumbangkan, memudahkan,
mengembangkan, meningkatkan, mengaplikasikan, menjadi
bahan kajian lebih lanjut, menjadi sumber inspirasi, dll.

BAB II Kajian Teoretik


A. Deskripsi konseptual fokus dan subfokus
penelitian
Peneliti mendeskripsikan konsep-konsep yang dapat
dijadikan landasan penelitian yang berhubungan dengan
focus dan subfokus penelitian. Konsep tersebut didasarkan
pada kajian teoretik dari berbagai buku dan jurnal yang
berkaitan dengan topik penelitian. Deskripsi konseptual ini
diperlukan untuk memberikan gambaran tentang focus
penelitian dan bagaimana focus penelitian dikembangkan
menjadi subfokus penelitian.
B. Hasil penelitian yang relevan
Peneliti mendeskripsikan hasil penelitian yang sudah
dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu yang relevan
dengan masalah penelitian. Hasil Hasil penelitian yang
relevan biasanya diperoleh melalui jurnal-jurnal. Hasil Hasil
penelitian yang relevan bertujuan untuk menjelaskan
perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian yang sudah ada, sehingga jelas posisi penelitian
yang akan dilakukan dibandingkan dengan penelitian yang

154
sudah pernah dilakukan (peneliti tidak mengulang
penelitian yang sudah pernah dilakukan orang lain).
BAB III Metodologi penelitian
A. Tujuan Penelitian
Peneliti mejelaskan tujuan penelitian yaitu untuk
memperoleh pemahaman yang mendalam tentang fokus dan
subfokus penelitian.
B. Tempat dan waktu penelitian
peneliti menjelaskan di mana penelitian dilakukan
dan kapan penelitian itu dilakukan. Waktu penelitian adalah
sejak melakukan observasi awal sebagai persiapan penulisan
proposal sampai pada penulisan laporan penelitian. Khusus
penelitian analisasis isi tidak terkait dengan tempat tertentu.
C. Latar penelitian
Penelitian menjelaskan situasi social dan budaya
yang menjadi latar penelitian, yang menggambarkan
karakteristik subjek penelitian. Untuk menjelaskan latar
penelitian ini peneliti perlu melakukan observasi
pendahuluan. Peneliti sudah mengumpulkan data tentang
gambaran umum konteks penelitian berupa subjek, lokasi,
kegiatan dan waktu yang melatari fenomena yang menjadi
fokus penelitian.
D. Metode dan prosedur penelitian
Penelitian menjelaskan pendekatan dan metode
penelitian yang digunakan serta prosedur pelaksanaannya.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif, sedangkan metode penelitian sesuai dengan jenis
penelitian kualitatif yang digunakan (etnografi, studi kasus,
fenomenologi, grounded theory, naratif, dan analisis isi).
Prosedur penelitian kualitatif pada umumnya bersifat siklus.
E. Data dan sumber data

155
Peneliti menjelaskan informasi atau data yang
dikumpulkan sehubungan dengan fokus dan subfokus
penelitian. Kemudian dijelaskan pula sumber-sumber data
primer maupun sekunder yang digunakan penelitian baik
informan, peristiwa, maupun dokumen.
F. Teknik pengumpulan data
Peneliti menjelaskan teknik dan prosedur yang
digunakan dalam pengumpulan data yang meliputi: (1)
observasi, (2) wawancara, (3) dokumen, (4) focus group
discussion.
G. Teknik analisis data
Peneliti menjelaskan prosedur analisis data, baik
selama proses pengumpulan data maupun setelah data
terkumpul. Prosedur analisis dapat menggunakan satah satu
dari model-model analisis data kualitatif yang sesuai dengan
jenis (metode) penelitian kualitatif yang digunakan (model
Milles & Hubberman, Spradly, Bogdan & Biklen, Strauss &
Corbin, Yin, atau Analisis Isi).
H. Pemeriksanan keabsahan data
Peneliti menjelaskan bagaimana proses dan teknik
yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data.
Keabsahan data antara lain dapat mencakup: derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability), kepastian (confirmability),
dan dapat dengan hanya triangulasi, baik triangulasi sumber
informasi, triangulasi teknik, maupun triangulasi waktu.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Gambaran umum tentang latar penelitian
Peneliti menguraikan tentang latar social, historis,
budaya, ekonomi, demografi, lingkungan, sebagai gambaran
umum penelitian yang melatari temuan penelitian.

156
B. Temuan penelitian
Peneliti mendeskripsikan hasil analisis dan temuan
penelitian sesuai dengan fokus dan subfokus penelitain.
1. Subfokus 1
2. Subfokus 2
3. Subfokus 3
4. Subfokus 4
5. Subfokus 5
6. Subfokus dst.

BAB V Pembahasan Temuan Penelitian


Peneliti membahas temuan penelitian seperti yang
dideskripsikan pada hasil penelitian. Pembahasan temuan
penelitian sesuai dengan fokuus dan subfokus penelitian
merupkana interprestasi atau verifikasi temuan dengan
menghubungkan konsep-konsep dan teori yang ada.
Temuan berupa proposisi.
a. Subfokus 1
b. Subfokus 2
c. Subfokus 3
d. Subfokus 4
e. Subfokus 5
f. Subfokus dst.

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi


1. Kesimpulan
Peneliti menuliskan simpulan penelitian yang berisi
proposisi-proposi atau tema-tema sebagai hasil interpretasi
atau verifikasi temuan dengan konsep-konsep dan teori-teori
yang sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.
2. Rekomendasi

157
Peneliti mengemukakan rekomendasi tentang
perlunya penelitian lanjutan dan implementasi temuan
penelitian tersebut dalam pemecahan masalah praktis.

Lampiran
Lampiran 1 Pedoman Obervasi
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Cattan Lapangan Hasil Observasi
Lampiran 4 Catatan Lapangan Hasil Wawancara
Lampiran 5 Dokumen Pendukung (foto dan dokumen)
Lampiran 6 Hasil Analisis Data

Riwayat Hidup
Peneliti menuliskan identitas dirinya termasuk
riwayat pendidikan, jabatan, pekerjaan dan karya-karya tulis
yang pernah dibuatnya serta hal lain yang dianggap perlu
dan disertakan pula foto terkhir peneliti.

C. PENELITIAN EVALUASI PROGRAM/KEBIJAKAN


1. Sistematika
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Kegunaan Penelitian
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Evaluasi Program/Kebijakan
B. Konsep Program/Kebijakan yang Dievalusi
C. Model Evaluasi Program/Kebijakan yang Dipilih
D. Hasil Penelitian yang Relevan

158
E. Kriteria Evaluasi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian
C. Instrumen Penelitian
1. Kisi-kisi Instrumen
2. Validasi Instrumen
D. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Evaluasi
B. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Obervasi
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Angket
Lampiran 4 Cattan Lapangan Hasil Observasi
Lampiran 5 Catatan Lapangan Hasil Wawancara
Lampiran 6 Dokumen Pendukung (foto, dokumen
program dan kebijakan yang dievaluasi sesuai fokus)
RIWAYAT HIDUP

2. Penjelasan Isi Sistematika


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

159
Peneliti menjelaskan tentang mengapa program atau
kebijakantersebut penting untuk diteliti. Alasannya harus
berdasarkan kepada fakta empiris yang dibandingkan
dengan konsep program atau kebijakan. Dalam menuliskan
latar belakang masalah penliti memulai dengan gambaran
factual secara induktif dibandingkan dengan konsep atau
secara deduktif diawali dengan konsep dilanjutkan dengan
faktul. Uraikan secara singkat gambaran model evaluasi
yang sesuai dengan program atau kebijakan yang akan
dievaluasi. Pada akhir penjelasan latar belakang masalah
perlu ditekankan pentingnya evaluasi program atau
kebijakan tersebut dilakukan.
B. Fokus Penelitian
Peneliti menuliskan fokus penelitian, karena dalam
suatu penelitian tidak mungkin peneliti meneliti semua
permasalahan dalam suatu program atau kebijakan. Oleh
karena itu berdasarkan latar belakang masalah, peneliti
perlu menetapkan fokus permasalahan yang mencakup
komponen-komponen apa yang akan dievaluasi pada suatu
program atau kebijakan. Fokus penelitian dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan.
C. Rumusan Masalah
Peneliti menjabarkan fokus permasalahan penelitian
dalam bentuk pertanyaan penelitian yang menekankan
kepada efektivitas masing-masing komponen pada model
evaluasi yang ditentukan.
D. Kegunaan Penelitian
Peneliti mendeskripsikan kegunaan penelitian yang
berisi penjelasan tentang kegunaan hasil penelitian sebagi
salah satu bahan informasi bagi pengambilan

160
kebijakan/keputusan dalam rangka perbaikan
program/kebijkan.

BAB II KAJIAN TEORETIK


A. Konsep Evaluasi Program/Kebijakan
Peneliti membahas konsep yang berkaitan dengan
evaluasi program/kebijakan. Kajian konseptual tidak
sekedar mencantumkan konsep-konsep secara runtut dari
berbagai sumber tetapi merupakan hasil analisis dari
berbagai konsep. Setelah mengkomparasikan antarkonsep
ditemukan persamaan dan perbedaannya. Persamaan itu
menjadi dasar sintesis dari konsep yang akan menjadi
rujukan dalam evaluasi program/ kebijakan.
B. Konsep Program/Kebijakan yang dievaluasi
Peneliti memberikan gambaran tentang program
atau kebijakan yang akan dievaluasi di antaranya: tujuan,
sasaran, kebutuhan, rumusan kebijakan/program, gambaran
keberadaan program/ kebijakan secara real di lapangan,
termasuk pedoman atau petunjuk pelaksanaan
program/kebijakan, yang dapat diperoleh melalui survey
pendahuluan sebelum menyusun proposal penelitian.
C. Model Evaluasi Program/Kebijakan
Penelitian mendeskripsikan model-model evaluasi
program atau evaluasi kebijakan yang relevan dengan
karakteristik penelitian. Selanjutnya peneliti menentukan
model evaluasi yang relevan dengan karakteristik
program/kebijakan yang akan diteliti. Model evaluasi yang
telah ditentukan dijabarkan ke dalam komponen evaluasi
secara rinci dengan mengaitkan pada program/kebijakan
yang diteliti. Hasil penjabaran model evaluasi yang dipilih

161
akan menjadi acuan dalam menyusun pertayanaan
penelitian.
D. Hasil Penelitian yang Relevan (Jika Ada)
Peneliti mendeksripsikan hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dan relevan dengan fokus penelitian.
Selanjutnya peneliti menjelaskan posisi penelitiannya
dengan cara mendeskripsikan persamaan dan perbedaan
penelitian yang dilakukannya dengan penelitian relevan
yang disajikan.
E. Kriteria Evaluasi
Peneliti membahas konsep yang berkaitan dengan
aspek yang akan dievaluasi pada setiap komponen sehingga
diperoleh kriteria/standar evaluasi setiap aspek yang
dievaluasi. Kajian konseptual tidak sekedar mencantumkan
konsep secara runtut dari berbagai sumber tetapi
merupakan hasil analisis dari berbagai konsep. Sumber yang
digunakan untuk penentuan kriteria dapak dikembangkan
dari standar yang telah ada atau peneliti dapat
mengembangkan berdasarkan teori yang didukung oleh
argumentasi logis dari penelitian. Selanjutnya
kriteria/standar evaluasi yang disajikan dalam bentuk table
yang berisi kolom komponen evaluasi, aspek yang
dievaluasi, dan kriteria/standar evaluasi/keberhasilan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian
Peneliti mendeskripsikan di mana lokasi penelitian
dilakukan dan waktu yang digunakan selama penelitian
mulai dari penyusunan rencana penelitian (proposal) hingga
penyusunan laporan penelitian itu selesai dilakukan.
B. Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian

162
Peneliti menentukan pendekatan, metode penelitian
yang digunakan dan menjelaskannya menurut ahli tertentu.
Selanjutnya peneliti menjelaskan desain evaluasi program
atau kebijakan yang telah ditetapkan. Disain disajikan dalam
bentuk bagan yang dilengkapi dengan penjelasan.
C. Instrument Penelitian
D. Kisi-kisi Instrumen
Peneliti merancang kisi-kisi instrument sesuai
dengan komponen dan aspek yang dievaluasi. Kisi-kisi
instrument disajikan dalam bentuk table yang berisikan
aspek yang dievaluasi, indikator, nomor butir dan jumlah
butir untuk setiap aspek yang dievaluasi.
E. Validasi Instrumen
Validasi teoretik/konstruk dilakukan dengan telaah
pakar dan/atau panel. Proses penellaahan teoretis suatu
konsep dimulai dari komponen evaluasi, aspek yang
dievaluasi, indikator sampai kepada penjabaran dan
penulisan butir instrument. Peneliti menjelaskan pakar yang
menelaah instrument, prosedur telaah dan hasil telaahnya
secara kualitatif. Selanjutnya peneliti menjelaskan prosedur
telaah dan hasil uji validasi panel secara
kualitatif/kuantitatif.
D. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti menjelaskan pengumpulan data yang
meliputi wawancara, observasi, angket, telaah dokumen dan
focus group discussion. Untuk memvalidasi data kualitatif
dilakukan melalui triangulasi data, baik triangulasi sumber
informasi/data, triangulasi teknik, maupun perpanjangan
waktu penelitian. Selanjutkan peneliti menyajikan teknik
pengumpulan data dalam bentuk table atau bagan yang
meliputi komponen evalusi, aspek yang dievaluasi, sumber

163
data, instrument yang digunakan dan sumber data, teknik
pengumpulan data dan jenis instrument yang digunakan.
Peneliti menjelaskan prosedur pengumpulan data yang
disesuaikan dengan komponen-komponen evaluasi.
E. Teknik Analisis Data
Peneliti mendeskripsikan teknik analisis data yang
digunakan meliputi analisis data dengan statistika deskriptif
dan analisis data secara kualitatif. Analisis data dengan
statistika deskriptif disajikan dalam bentuk table atau grafik
tentang aspek yang diukur dalam evaluasi. Analisis secara
kualitatif dilakukan dengan cara analisis selama
pengumpulan data dan analisis setelah data terkumpul.
Analisis selama pengumpulan data meliputi:
mengembangkan catatan lapangan, mengkategorikan data,
memberi kode pada data, memasukkan data ke dalam
format analisis, dan mengembangkan pertanyaan untuk
mengumpulan data selanjutnya, sedangkan analisis setelah
data terkumpul meliputi mengumpulkan dan memberi
nomor secara kronologis sesuai dengan waktu pengumpulan
data, meneliti ulan data dan mengelompokkannya dalam
satu format kategori dan klasifikasi data sesuai dengan
komponen model evaluasi, dan penarikan beberapa
kesimpulan. Penarikan kesimpulan diambil setelah
membandingkan data yang telah dianalisis dengan kriteria
evaluasi.

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Hasil Evaluasi
Peneliti menguraikan hasil evaluasi untuk setiap
komponen yang dievaluasi. Data kuantitatif yang
dijaringkan melalui angket disajikan dalam bentuk table

164
atau grafik, sedangkan data kualitatif yang dijaring melalui
hasil wawancara, observasi dan data dokumentasi
dideskripsikan secara naratif dan dimaknai untuk setiap
komponen evaluasi.
B. Pembahasan
Peneliti membandingkan hasil temuan dengan
kriteria evaluasi sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
Selanjutnya kesimpulan penelitian dibahas kemengapaannya
dengan dukungan data kualitatif yang telah dimaknai dan
mengaitkan dengan antar komponen-komponen model
evaluasi.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Kesimpulan
Peneliti menyajikan kesimpulan hasil evaluasi, baik
kesimpulan setiap komponen maupun kesimpulan umum
yang merupakan intisari dari keseluruhan kesimpulan hasil
evaluasi.
B. Rekomendasi
Peneliti menyusun rekomendasi, baik untuk
memperbaiki konsep dan rumusan program/kebijakan
maupun untuk memperbaiki implementasi
program/kebijakan. Rekomendasi tidak hanya memuat apa
yang harus mempertimbangkan kelayakan sesuai
kemampuan atau sumber-sumber yang dimiliki pembuat
program atau kebijakan yang akan menerima rekomendasi.
Rekomendasi juga mencakup alat dan bahan yang tersedia
bagi kemungkinan implementasi program/kebijakan, waktu
implementasi, dan kondisi lingkungan yang mendukung
kelayakan implementasi program/kebijakan.

165
DAFTAR PUSTAKA
Peneliti menuliskan sejumlah nama pengarang
berikut judul buku yang telah dikutip pada isi tesis dan
disertasi dengan menggunakan kaidah penulisan ilmiah.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Observasi
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Angket
Lampiran 4 Catatan Lapangan Hasil Observasi
Lampiran 5 Catatan Lapangan Hasil Wawancara
Lampiran 6 Dokumen Pendukung (Foto, dokumen
program dan kebijakan yang dievaluasi sesuai fokus).

F. PENELITIAN PENGEMBANGAN MODEL


SISTEMATIKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Kegunaan Hasil Penelitian
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Pengembangan Model
B. Konsep Model yang Digunanakan
C. Rangka Teoretik
D. Rancangan Model
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
C. Karateristik Model yang Digunakan
D. Pendekatan dan Metode Penelitian

166
E. Langkah-langkah Pengembangan Model
1. Penelitian Pendahuluan
2. Perencanaan Pengembangan Model
3. Validasi, Evaluasai, dan Revisi Moel
4. Implementasi Model
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengembangan Model
1. Hasil Analisi Kebutuhan
2. Model Draft 1
3. Model Draft 2 (dst.)
4. Model Final
B. Kelayakan Model (Teoretik dan empiris)
C. Efektivitas Model (melalui uji coba)
D. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN INSTRUMEN
LAMPIRAN HASIL
LAMPIRAN BUKU PENJELASAN
RIWAYAT HIDUP

167
3. Penjelasan Isi Sistematika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peneliti memaparkan latar belakang permasalahan
berupa fakta yang memberikan informasi bahwa model
yang sedang dilaksanakan belum efektif untuk mencapai
tujuan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan.
Permasalahn dapat dimaknai sebagai kesenjangan antara
yang seharusnya atau yang iela dengan apa yang ada
dilapangan. Latar belakang masalah mamuat apa, mengapa,
dan bagaimana serta untuk apa model ikembangkan.
B. Fokus Masalah
Peeliti menetapkan fokus permasalahan berdasarkan
latar belakang masalah yang ada dan dinyatakan dalam
bentuk pernyataan.
C. Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah berkaitan dengan
model yang akan dikembangan, berorientasi paa teori
pengembangan model yag dinyatakan dalam kalimat
pernyataan. Perumusan masalah merupakan usaha untuk
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan penelitian secara
eksplisit yang akan terjawab melalui pengembangan model.
D. Tujuan Penelitian
Peneliti menjelaskan tujuan penelitian yang
dilakukan. Tujuan penelitian harus sesuai dengan rumusan
penelitian.
E. Kegunaan Penelitian
Peneliti memaparkan kegunaan penelitian
pengembangan model untuk memberikan solusi altrnatif

168
bagi pemenuha kebutuhan pengguna dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.

BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Pengembangan Model
Peneliti memberikan secara konseptual teori
pengembangan model yang ada dengan menganalisis
kekuatan dan kelemahan masing-masing teori. Peneliti juga
menjelaskan relevansi model yang dipilih dengan konsep
model yang akan dikembangkan. Selanjutnya, peneliti
menguraikan langkah-langkah model yang akan
dikembangkan.
B. Konsep Model yang Dikembangkan
Peneliti mendeskripsikan konsep yng mendasari
pengembangan model. Setiap model dikembangkan
berlandasan paradigm/teori tertentu.
C. Kerangka Teoretik
Peneliti menuliskan kerangka teoretik diawali
dengan mendeskripsikan beberapa model yang ada dengan
mengungkapkan kelebihan, kelemhan, dan perbedaan
dengan model yang dikembangkan peneliti. kemudian,
peneliti malakukan analisis keefektifan model yang akan
dikembangkan sampai akhirnya peneliti menentukan
pilihan model yang akan dikembangkan atas dasar
dukunagn moral. Apabila model yang digunakan diadaptasi
dari model yang sudah ada, maka perlu dijelaskan alasan
komponen yang disesuaikan, dan kaitan antarkomponen
yang terlibat dalam pengembangan.

169
D. Rancangan Model
Peneliti menyajikan rancangan atau desain model
dalam bentuk bagan (flowchart), disertai penjelasan alur yang
ada pada bagian.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Peneliti mendeskripsikan dimana lokasi penelitian
dan waktu yang digunakan selama penelitian mulai dari
penyusunan rencana penelitian (proposal) hingga
penyusunan laporan penelitian itu selesai dilakukan.
B. Karateristik Model yang Dikembangkan
Peneliti mendekripdikan karateristik sasaran
penelitian yang digunakan sebagai objek dalam
pengembanga model.
C. Pendekatan dan Metode Penelitian
Peneliti mengemukakan pendekatan dan metode
yang digunakan dalam mengembangkan model.
D. Langkah-langah Pengembangan Model
1. Penelitian Pendahuluan
Peneliti memaparkan hasil penelitian penahuluan
berupa analisis kebutuhan (Need Assement). Peneliti juga
menjelaskan bahwa model yang dihasilka benar-benar
model sesuai dengan kebutuhan (basedn on need), sehingga
penjelasan menggambarkan kebutuhan model tersebut
sebagai jawaban atas kesenjangan (gop) antara keadaan yang
seharusnya (ideal) dengan kenyataan yang ada. Dalam
bagian ini peneliti jga menjelaskan metode penelitian yang
digunakan pada studi pendahuluan. Peneliti juga

170
menjelaskan instrument yang digunakan serta validasi
instrument tersebut.
2. Perencanaan Pengembangan Model
Peneliti memaparkan rancangan model yang
dikembangkan berupa sintaks model. Dalam perencanaan
model ini peneliti menentukan kriteris kualitas model yang
mencakup kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan model.
Peneliti juga menjelaskan teknik yang digunkan untuk
mengukur kualitas model tersebut. Bila menggunakan expert
judgment, maka harus dijelaskan sejauhmana keterlibatannya
dalam pengembangan model tersebut. Pada tahp ini sudah
dihasilkan rancangan model yang siap untuk divalidasi.
3. Validasi, Evaluasi, dan Revisi Model
Peneliti menjelaskan
a. Proses dan hasil validasi konsep melalui telaah
pakar dan /atau panel
b. Prosedur dan hasil uji coba model, termasuk
menjeaslkan sasaran uji coba model
c. Prosedur dan hasil evaluasi berdasarkan data uji
coba dengan menjelaskan teknik dan kriteria evaluasi yang
digunakan
d. Bagian-bagian atau komponen yang harus direvisi
e. Produk model yang telah direvisi
Selanjutnya pada bagian ini, peneliti juga harus
menjelaskan tentang telaah, uji coba kepada kelompok kecil,
dan uji coba kepada kelompok besar.
1) Telaah Pakar (Expert Judgement)
Peneliti menjelaskan prosedur dan hasil telaah pakar
yang dilakukan oleh para pakar yaitu untuk mencermati
model yang telah dihasilkan, kemudian mereka diminta
untuk memberikan masukan tentang model tersebut.

171
Berdasarkan masukan dari para pakar, model tersebut
direvisi. Para pakar yang sejak awal sudah terlibat itulah
yang diminta untuk mencermati program/model.
2) Uji Coba kepada kelompok kecil (small Group-
out)
Peneliti menyajikan prosedur dan hasil uji coba pada
kelompok kecil, misalnya kumpulkan sekitar 10 hingga 15
responden (yang dinggap memiliki karateristik yang sama
dengan peserta didik yang akan menjadi target sasara
program atau main audience) untuk mengamati tayangan
program, kemudian mereka diminta memberikan
komentar/masukan tentang program yang dikembangkan.
Berdasarkan masukan-masukan dari small group ini program
tersebut. Sebagai contoh jika yang menjadi sasaran
utamanya anak-anak usia SD, maka uji coba program juga
diberikan kepada siswa SD.
3) Uji coba kepada kelompok besar (Field Try-out)
Peneliti menjelaskan prosedur dan hasil uji coba
lapangan. Ini penjelasan adalah uji coba dilakukan kepada
sejumlah responden yang banyak dengan subjek yang lebih
heterogen. Kalau uji coba kepada para pakar dan kelompok
kecil bisa dilakukan oleh pihak internal yang terlibat dalam
kegiatan penelitian pengembangan, maka uji coba lapangan
sebaiknya dilakukan oleh para pihak luar. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga obejktivitas dari kesimpulan
yang dihasilkan. Masukan dari hasil uji coba lpangan inilah
yang menjadi dasar terakhir bagi perbaikan dan
penyempurnaan produk. Setelah diperbaiki sesuai masukan
dan harapan, maka produk dianggap final dan siap utnuk
diimplementasikan.

172
3. Implementasi Model
Peneliti menjelaskan bagaimana mengimplemen-
tasikan model yang dianggap final (final product) untuk
mengetahui keberhasilan implementasi model, maka perlu
dilakukan evaluasi, baik evaluasi formatif maupun evaluasi
sumatif. Pada bagian ini peneliti harus menjelaskan metode
dan instrument yang digunakan untuk menguji kelayakan
dan keefektifan model dengan menyertakan teknik
pengujian validitas instrument serta dimungkinkan
melakukan pengujian hipotesis, maka uji statistic yang
digunakan untuk menguji model tersebut dijelaskan pada
bagian ini.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengembangan Model
Peneliti menjelaskan secara mendalam, analisis
tentang proses model yang telah dikembangkan secara
naratif. Hasil penelitian dideskripsikan dalam subjudul yang
memuat hal-hal yang tercantum pada tujuan penelitian,
untuk menggambarkan bahwa hasil penelitian ini dapat
menguji efektivitas model.
Penyajian hasil penelitian dan pembahasan diawali
dengan pemberian gambaran lokasi penelitian dan
karateristik responden. Dilanjutkan dengan model yang
dihasilkan dan hal-hal yang sesuai untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Peneliti menyajikan hasil penelitian
pengembangan dengan menjelaskan proses pengembangan
dari draft pertama sampai model final. Hasil penelitian
dilengkapi dengan manual atau petunjuk model yang
dihasilkan.

173
B. Efektivitas Model
Peneliti menjelaskan proses dan hasil evaluasi
keefektifan model berdasarkan data pada saat implementasi
model dengan menggunakan kriteria evaluasi. Pada bagian
ini dimungkinkan adanya uji hipotesis, terutama jika kriteria
yang digunakan adalah norma dengan menggunakan desain
eksperimen, maka hasil pengujian persyaratan analisis
statistic dan hasil pengujian hipoteisi untuk menguji
efektivitas model dijelaskan pada bagian ini.
C. Pembahasan
Peneliti membahas mengenai faktor pendukung dan
penghambat, baik dalam pengembangan model maupun
dalam implementasi dan diseminasi model. Kekeuatan dan
kelemahan model yang dihasilkan, dibahas dan disajikan
secara rinci pada bagian ini.

BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Peneliti mengemukakan kesimpulan penelitian yang
mencakup model yang dihasilkan, serta kelayakan dan
keefektifan penggunaan model tersebut.
B. Implikasi
Peneliti menyajikan implikasi peneleitianyaitu
konsekuensi logis penggunaan model yang dihasilkan bagi
peningkatan mutu pendidikan.
C. Saran
Peneliti menyampaikan saran dalam mengembangan
model-model pendiidkan dan pembelajaran apa yang dapat
ditemuh melalui pendekatan Penelitian Pengembangan.

174
DAFTAR PUSTAKA
Peneliti menuliskan sejumlah nama pengarang
berikut judul buku yang telah dikutip pada isi tesis dan
disertai dengan menggunakan kaidah penulisan ilmiah.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen
Lampiran 2. Model
Lampiran 3. Buku Penjelasan.
RIWAYAT HIDUP
Peneliti menuliskan identitas dirinya termasuk
riwayat pendidikan, jabatan, pekerjaan dan karya-karya tulis
yang pernah dibuatnya serta hal lain yang dianggap perlu
dan disertakan pula foto terakhir peneliti.

VII. ACTION RESEARCH


1. SISTEMATIKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Penelitian
C. Perumusan Masalah
D. Kegunaan Hasil Penelitian
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Penelitian Tindakan
B. Konsep Model Tindakan yang Dilakukan
C. Penelitian yang Relevan
D. Kerangka Teoretis
BAB III METEDOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Prosedur Penelitian Tindakan

175
E. Sumber Data
F. Teknik Pengumpulan Data
G. Validasi Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
B. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1. Model Tindakan
Lampiran 2. Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran 3. Catatan Lapangan Kolaborator
Lampiran 4. Hasil Validasi Data
Lampiran 5. Hasil Tindakan
Lampiran 6. Dokumen dan
Foto Pelaksanaan Tindakan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan
Peneliti menjelaskan tujuan penelitian yang
dilakukan. Tujuan penelitian harus sesuai dengan rumusan
penelitian. Rumusan tujuan harus mengarah kepada upaya
perbaikan untuk mengatasi permasalahan yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian menjelaskan setting penelitian mencakup
karateristik objek yang diteliti serta kondisi lokasi penelitian

176
dan waktu yang digunakan selama penelitian mulai dari
penyusunan rencana penelitian (proposal) hingga
penyusunan laporan penelitian itu selesai dilakukan.
C. Metode Penelitian
Peneliti menjelaskan metode penelitian tindakan
yang digunakan dalam pemecahan masalah
D. Prosedur Penelitian Tindakan
Peneliti menjelaskan siklus yang dirancang dalam
penelitian sesuai dengan model tindakan yang dipilih.
Setiap siklus dijelaskan bagaimana tindakan tersebut
dilakukan secara rinci sesuai dengan tahapan model
tindakan yang akan dipilih. Setiap tahapan dijelaskan apa
yag dilaksankan dan bagaimana pelaksanannya.
E. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Peneliti memberikan indicator keberhasilan sesuai
dengan teori yang diacu dari model tindakan. Indicator
keberhasilan dijelaskan secara operasional untuk
mengetahuikeberhasilan setiap siklus.
F. Sumber Data
Peneliti menjelaska sumber data yang mancakup
kolaborator, objek penelitian dan sumber data lain.
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Kisi-kisi Instrumen
Peneliti menjelaskan kisi-kisi instrument yang
digunakan dalam pengumulan data penelitian tinfakan.
Kisi-kisi memuat aspek tang akan diukur dalam model
tindakan.
2. Jenis Instrumen
Peneliti menjelaskan jenis instrument yang
digunakan sebagi alat pengambilan data dalam tindakan
penelitian.

177
3. Validasi Instrumen
Peneliti menjelaskan teknik yang digunakan untuk
pengujian validitas instrument.
H. Validasi Data
Peneliti menjelaskan teknik yang digunakan untuk
menelaah model tindakan. Dalam penjelasan memuat
prosedur dan pakar yang menelaah model tindakan. Untuk
menvalidasi dala kualitatif dilakukan melalui triangulasi
data.
I. Teknik Analisis Data
Peneliti mendeskripsikan teknik analisis data yang
digunakan meliputi analisis data dengan statistika deskriptif
dan analisis data secara kualitatif. Analisis data dengan
statistika deskriptif disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan informasi yang digunakan sebagai data
selama pengumpulan data dan setelah data terkumpul.
Analisis selama pengumpulan data meliputi :
mengembangkan catatan lapangan

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pelaksanaan
Peneliti menyajikan uraian masing-masing siklus
dengan data lengkap, menyangkut berbagai aspek yang
terjadi akibat tindakan. Peneliti harus menunjukkan adanya
perbedaan tindakan dengan kegiatan yang biasa atau yang
selama ini dilakukan. Pada refleksi diakhir setiap siklus
berisi penjelasan tentang aspek yang mendukung
tercapainya standar yang terdapat pada indicator
keberhasilan dan faktor penyebab tindak tercapainya

178
standar yang terdapat pada indicator keberhasilan. Dalam
deskripsi ini peneliti juga menyajikan perubahan/
kemajuan/perbaikan yang terjadi pada objek penelitian.
Kemudia, peneliti menyajikan hasil dari keseluruhan siklus
ke dalam ringkasan untuk bahan/data dasar analisis dan
pembahasan. Bahan/data tersebut disajikan dalam bentuk
tabel atau bagan sehingga akan memperjelas adanya
perubahan yang terjadi dan diberi pembahasan secara
sistematik dan jelas.
B. Pembahasan
Peneliti membahas hasil penelitian secara
keseluruhan dengan menjelaskan keberhasilan intervensi
yang dilakukan pada siklus serta kelemahan yang ada
dengan adanya interverensi tersebut. Dalam pembahasan ini
peneliti mengacu pada konsep atau teori yang mendasari
model tindakan yang dibahas.

BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Peneliti memaparkan kesimpulan hasil penelitiam
sesuai engan permasalhan penelitian yang telah
disampaikan sebelumnya.
B. Implikasi
Peneliti mendeskripsikan implikasi mengenai
pemanfaatan hasil penelitian pada pembelajaran secara
operasional, serta contoh implementasi hasil penelitian
tersebut dalam pembelajaran yang relevan.

179
C. Saran
Peneliti menyampaikan saran berupa tindak lanjut
berdasarkan simpulan yang diperoleh, baik yang
menyangkut segi positif maupun negatifnya.

DAFTAR PUSTAKA
Peneliti menuliskan sejumlah nama pengarang
berikut judul buku yang telah dikutip pada isi tesis dan
disertai dengan menggunakan kaidah penulisan ilmiah.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Model Tindakan
Lampiran 2. Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran 3. Catatan Lapangan Kolaborator
Lampiran 4. Hasil Validasi Data
Lampiran 5. Hasil Tindakan
Lampiran 6. Dokumen dan Foto
Pelaksanaan Tindakan

180
BAGIAN KEENAM
TEHNIK PENULISAN SUMBER
LITERATUR ILMIAH

A. PENTINGNYA SUMBER LITERATUR DALAM


PENULISAN ILMIAH
Dalam sebuah karya ilmiah, sering kita temukan
istilah daftar pustaka atau sumber rujukan buku yang
digunakan dalam penelitian yang berlangsung. Seperti
bagian yang tak mungkin tak terpisahkan dari sebuah karya
ilmiah karena dalam menulis sebuah karya ilmiah,
diperlukan referensi atau sumber acuan dalam penulisan
ilmiah. Selain itu sering kita dengar juga, tentang kutipan
dan footnote pada sebuah karya ilmiah. Secara akademik
catatan kaki memiliki fungsi akademik dan etika moral.
Catatan kaki yang berupa referensi memiliki fungsi
akademik dan etika moral sebagai berikut:
1) Fungsi akademis:
a. Memberikan dukungan argumentasi atau pembuktian ,
b. Pembuktian (rujukan) kutipan naskah ,
c. Memperluas makna informasi bahasan dalam naskah ,
d. Penunjukan adanya bagian lain dalam naskah yang dapat
ditelusuri kebenaran faktanya ,
e. Menunjukkan objektivitas kualitas karangan ,
f. Memudahkan penilaian sumber data ,
g. Memudahkan pembedaan data pusaka dan
keterangantambahan.
h. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka ,
i. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi,
j. Memudahkan penyuntingan data pustaka , dan

181
k. Menunjukkan kualitas kecerdasan akademis penulisnya
2) Fungsi Etika (moral)
a. Pengakuan dan penghargaan kepada penulis sumber
informasi.
b. Menunjukkan kualitas ilmiah yang lebih tinggi.
c. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
d. Menunjukkan etika dan kejujuran intelektual, bukan
plagiat, dan
e. Menunjukkan kesantunan akademis penulisnya.
3). Catatan kaki berupa keterangan tambahan:
Memberikan penjelasan (keterangan) tambahan,
Memperjelas konsep, istilah, definisi, komentar, atau
uraian tambahan tanpamengganggu proses pemahaman
uraian, tidak mengganggu fokus analisis atau pembahasan,
meningkatkan kualitas karangan, mempertinggi nilai
estestika.

B. TEKNIS PENULISAN CATATAN KAKI


Catatan kaki adalah daftar keterangan khusus yang
ditulis di bagian bawah setiap lembaran atau akhir bab
karangan ilmiah. Catatan kaki biasa digunakan untuk
memberikan keterangan dan komentar, menjelaskan sumber
kutipan atau sebagai pedoman penyusunan daftar
bacaan/bibliografi. Besar font catakan kaki adalah lebih kecil
dari teks utama, yakni biasanya dengan besar font 10 dengan
asumsi ukuran teks utama 12.
Fungsi Catatan Kaki dicantumkan sebagai
pemenuhan kode etik yang berlaku, sebagai penghargaan
terhadap karya orang lain. Dalam konteks ini penggunaan
catatan kaki digunakan oleh seorang penulis sebagai cara
untuk menghindari plagiatisme, yang dalam dunia

182
akademik sangat dilarang. Di sini pemakaian catatan kaki
dipergunakan sebagai :
a. Pendukung keabsahan penemuan atau pernyataan
penulis yang tercantum di dalam reks atau sebagai petunjuk
sumber;
b. Tempat memperluas pembahasan yang
diperlukan tetapi tidak relevan jika dimasukkan di dalam
teks, penjelasan ini dapat berupa kutipan pula;
c. Referensi silang, yaitu petunjuk yang menyatakan
pada bagian mana/halaman berapa, hal yang sama dibahas
di dalam tulisan;
d. Tempat menyatakan penghargaan atas karya atau
data yang diterima dari orang lain.
Selanjutnya, penomoran catatan kaki dilakukan
dengan menggurakan angka Arab (1, 2 dan seterusnya) di
belakang bagian yang diberi catatan kaki, agak ke atas
sedikit tanpa memberikan tanda baca apapun. Nomor itu
dapat berurut untuk setiap halaman, setiap bab, atau seluruh
tulisan.Penempatan catatan kaki dapat ditempatkan
langsung di belakang bagian yang diberi keterangan(catatan
kaki langsung) dan diteruskan dengan teks.
a. Format penulisan Catatan Kaki Satu pengarang:
Format Penulisan: Nama Pengarang, Judul Buku
(Kota Penerbit: Nama Penerbit, TahunPenerbitan), hlm.
Nomer halaman.
Contoh:Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu-ilmu
Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia,
1992), hlm. 3.
b. Format penulisan Catatan Kaki Dua Pengarang

183
Format Penulisan: Nama Pengarang 1 dan Nama
Pengarang 2, Judul Buku (Kota Penerbit: Nama Penerbit,
Tahun, Penerbitan), hlm. Nomer halaman.
Contoh:Hugiono dan P.K Poerwantana, Pengantar
Ilmu Sejarah (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 56-58.
c. Format penulisan Catatan Kaki Buku Terjemahan
Format Penulisan:Nama Pengarang, Judul Buku,
Terj. Nama Penerjemah (Kota Penerbit: Nama Penerbit,
Tahun, Penerbitan), hlm. Nomer halaman.
Contoh:Ali Syari‘ati, Rasulullah saw Sejak Hijrah
hingga Wafat, Terj. Afif Muhammad, Sunt. Ahmad Hadi
(Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), hlm. 28.
d. Format penulisan Catatan Kaki dari Majalah
Format Penulisan: Nama Penulis, ―Judul Artikel‖
Nama majalah, Edisi, hlm. Nomor halaman.
Contoh: Mayadina Rahma, ―Kekerasan terhadap
Anaka dalam Perspekif Hukum Islam‖ Shima, Edisi XIV,
April 2015, hlm. 12.
e. Format penulisan Catatan Kaki dari Internet
FormatPenulisan: Nama Penulis, ―Judul Tulisan‖,
diakses dari Url / alamat web, pada tanggal (tanggal
mengakses) pukul (waktu mengakses).
Contoh: Richard Whittle, ―High Sea Piracy: Crisis in Aden‖,
Aviation Today, diakses dari
http://www.aviationtoday.com/rw/military/attack
/High-Sea-Piracy-Crisis-in-Aden_32500.html, pada tanggal
31 Mei 2013 pukul 10.47
f. Format penulisan Catatan Kaki dari Koran
Format Penulisan: Nama Koran, Tanggal Terbitan,
hlm. halaman.
Contoh: Suara Merdeka, 2 Juni 2014, hlm. 14.

184
C. PENGGUNAAN IBID, OP CIT, DAN LOC CIT
DALAM PENULISAN ILMIAH
Dalam penulisan footnote atau catatan kaki terdapat
beberapa singkatan yang peru dipahami oleh penulis, antara
lain yaitu:
1). Ibid, singkatan dari Ibidem. Maksudnya adalah di
tempat yang sama dan belum diselingi dengan kutipan lain.
Contoh:1Gorys Keraf, Diksi dan Gaya
Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 8.
2. Ibid., hlm. 15 (berarti dikutip dari buku yang sama
dengan buku di atas)
2). Op.Cit., singkatan dari opere citato, yang artinya
‘dalam karangan yang telah disebut dan diselingi dengan
sumber lain‘.
Contoh:
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm.8.
Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka
Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.
Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis
Paragraf,Remaja Rosda Karya, Bandung, hlm. 23.
Gorys Keraf, op. cit. hlm 8 (berarti diambil dari buku
yang telah disebutkan di atas)
3). loc.cit, kependekan dari loco citato, maksudnya ‗di
tempat yang telah disebut‘. loc. Cit digunakan jika kita
menunjuk ke halaman yang sama dari suatu sumber yang
telah disebut.
Contoh:
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm.8.

185
Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka
Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.
Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis
Paragraf,Remaja Rosda Karya, Bandung, hlm. 23.
Ismail Marahimin, loc. cit. (maksudnya buku yang
telah disebut di atas di halaman yang sama, yakni hlm. 46)
Soedjito dan Mansur Hasan, loc. cit. (menunjuk ke
halaman yang sama dengan yang disebut terakhir, yakni
hlm. 23)

D. TEHNIS PENULISAN DAFTAR PUSTAKA


Daftar Pustaka atau Bibliografi adalah sebuah daftar
yang berisi judul,buku-buku artikel-artikel dan bahan-
bahan penerbitan lainnya. Daftar pustaka memiliki arti
penting, karena dengan adanya daftar pustaka pembaca
dapat melihat kembali pada sumber asli yang membuat
tulisan tersebut.Dalam menulis daftar pustaka terdapat hal-
hal yang perlu diperhatikan yaitu:Daftar pustaka disusun
berdasarkan urutan alfabet, berturut-turut dari atas ke
bawah, tanpa menggunakan angka arab (1,2,3, dan
seterusnya).Cara penulisan daftar pustaka sebagai berikut:
a. Tulis nama pengarang (nama pengarang bagian
belakang ditulis terlebih dahulu, baru nama depan).
b. Tulislah tahun terbit buku. Setelah tahun terbit
diberi tanda titik (.).
c. Tulislah judul buku (dengan diberi garis bawah
atau cetak miring). Setelah judul buku diberi tanda titik (.).
d. Tulislah kota terbit dan nama penerbitnya.
Diantara kedua bagian itu diberi tanda titik dua (:). Setelah
nama penerbit diberi tanda titik.

186
e. Apabila digunakan dua sumber pustaka atau lebih
yang sama pengarangnya, maka sumber dirilis dari buku
yang lebih dahulu terbit, baru buku yang terbit kemudian.
Di antara kedua sumber pustaka itu dibutuhkan tanda garis
panjang.
Contoh dari Daftar Pustaka :
a. Seorang pengarang
Hockett. Charles F. A Course in Modern Linguistics.
New York: The Mac Millan Company. 1963.
b. Dua atau tiga pengarang
Oliver. Robert T.. and Rupert L. Cortright. New
Training for Effective Speech. New York: Henry Holt and
Company, Inc.,1958
c. Banyak pengarang
Morris, Alton C. et. al. College English, the First Year.
New York : Harcourt, Brace & World. Inc., 1964
d. Buku yang terdiri dari dua jilid atau lebih
Intensive Course in English. 5 vols. Washington:
English Language Service. inc.. 1964.

E. TEKNIS KUTIPAN DALAM PENULISAN ILMIAH


Kutipan adalah pengambilanalihan satukalimat atau
lebih dari karya tulisan lain untuk tujuan ilustrasi atau
memperkokoh argumen dalam tulisan itu sendiri.Kutipan
sering kita pakai dalam penulisan karya ilmiah.Bahan-bahan
yang dimasukkan dalam sebagai kutipan adalah bahan yang
tidak/belum menjadi pengetahuan umum,hasil-hasil
penelitian terbaru dan pendapat-pendapat seseorang yang
tidak/belum menjadi pendapat umum. Jadi,pendapat
pribadi tidak perlu dimasukkan sebagai kutipan.

187
Dalam mengutip kita harus menyebutkan
sumbernya.Hal itu dimaksudkan sebagai pernyataan
penghormatan kepadaorang yang pendapatnya dikutip,dan
sebagai pembuktian akan kebenaran kutipan tersebut.Cara
penyebutan kutipan ada 2 cara,yaitu sistem catatan kaki dan
sistem catatan langsung (catatan perut ).Kita harus memilih
salah satu dan harus konsisten.Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam mengutip:
a. Penulisan nama pengarang menggunakan nama
akhir disertai tahun.
b. Jika pengarangnya dua orang, ditulis nama akhir
kedua pengarang tersebut.
c. Jika pengarangnya lebih dari 2 orang, tuliskan
nama akhir pengarang pertama diikuti dkk.
d. Jika nama pengarangnya tidak ada, yang
dicantumkan adalah nama lembaga yang menerbitkan,
nama dokumen yang diterbitkan atau nama koran.
e. Untuk karya terjemahan, nama pengarang yang
dituliskan adalah nama pengarang asli.
f. Mengutip dari dua sumber atau lebih yang ditulis
oleh pengarang berbeda, dicantumkan dalam satu tanda
kurung dengan titik koma sebagai tanda pemisahnya.
Ada 2 macam kutipan yaitu kutipan langsung dan
kutipan tidak langsung.
– Kutipan langsung adalah mengutip sesuai dengan
sumber aslinya, artinya kalimat-kalimat tidak ada yang
diubah.
– Kutipan tidak langsung yaitu mengutip dengan
cara meringkas kalimat dari sumber aslinya, namun tidak
menghilangkan gagasan asli dari sumber tersebut.

188
Oleh karena itu, dalam pembuatan suatu karya
ilmiah, penulisan catatan kaki, kutipan, dan daftar pustaka
itu sangatlah penting karena ketiga hal tersebut juga
dimaksudkan untuk memberikan appresiasi atau
penghargaan terhadap karya ilmiah seseorang yang kita
gunakan untuk menjadi acuan saat penulisan karya ilmiah.
Penjelasan di atas pada dasarnya bertujuan untuk
mengantarkan pembaca untuk lebih mudah dalam
memahami Tehnis Pengutipan Langsung dan Pengutipan
Tidak Langsung dalam sebuah karya ilmiah baik skripsi,
tesih, maupun disertasi. Sebagaimana sudah disampaikan
sebelumnya bahwa sebuah karya tulis yang bersifat ilmiah,
seperti skripsi, thesis, laporan ilmiah dan karya tulis lainnya
harus didukung dengan data – data pendukung yang
relevan dan terpercaya. Hal ini dilakukan untuk membuat
tulisan Anda menjadi lebih bagus dan kuat karena didukung
oleh data – data yang valid. Data tersebut dapat berupa hasil
penelitian orang lain, teori – teori para ahli, fakta, dan lain –
lain.
Oleh karena itu, untuk memudahkan Anda dalam
menyelesaikan skripsi, thesis, atau tugas karya tulis ilmiah,
artikel kali ini akan membahas bagaimana cara menulis
kutipan, mengacu pada APA Style (American Psychological
Association). Gaya kutipan APA mengacu pada aturan yang
telah disetujui dalam konvensi American Psychological
Association untuk menulis sumber yang digunakan dalam
makalah penelitian . Gaya APA ini digunakan baik dalam
teks kutipan maupun dalam daftar referensi . Karena untuk
setiap kutipan dalam teks, harus ada di dalam daftar
referensi dan begitu juga sebaliknya. Di bawah ini adalah
cara - cara menulis kutipan dan contohnya.

189
1. Memasukkan nama penulis di dalam tanda kurung
Pisahkan nama penulis dan tahun publikasi dengan
tanda baca koma. Bisa juga ditambahkan halaman dengan
simbol p, atau pp, untuk memperjelas lokasi kutipan pada
buku, paraphrase, ringkasan, atau informasi yang kita kutip.
Contoh :
Fotosintesis adalah proses yang terjadi pada daun
untuk menghasilkan makanan hasil dari proses kimiawi
yang terjadi di dalamnya (Nugraha, 1995, p. 17).
2. Memasukkan nama penulis di dalam pembahasan
Ketika ingin memasukkan nama penulis di
pembahasan, tambahkan tahun di dalam tanda kurung
setelah nama penulis. Bisa juga menambahkan nomor
halaman di belakang kutipan.
Contoh :
Menurut Nugraha (1995), Fotosintesis adalah proses
kimiawi yang terjadi di dalam daun untuk menghasilkan
makanan (p. 17).
atau :
Menurut Ichwan (1989), Skimming
adalah teknik membaca cepat dengan hanya melihat
sekilas saja untuk mendapatkan informasi dalam waktu
yang cepat.
3. Kutipan dengan dua penulis berbeda
Jika nama pengarang dimasukkan di dalam kutipan,
Pisahkan ke duanya dengan menggunakan tanda
ampersand (&). Sebaliknya, jika memasukkan kedua nama
tersebut di dalam pembahasan, gunakan kata dan.

190
Contoh :
Fakta membuktikan bahwa pria yang sudah menikah
berpenghasilan lebih tinggi daripada pria yang belum
menikah (Chun & Lee, 2001).
Menurut Naskoteen dan Zimmer (2001), Penghasilan
seseorang mempengaruhi sesorang memilih calon suami
atau istrinya.
4. Kutipan dengan tiga hingga lima penulis
Tulis semua nama sesuai abjad dan pisahkan dengan
tanda koma.
Contoh :
Al baironi, Munandar, Nyoman, dan Susanto (1889)
berpendapat bahwa kesusksesan seseorang ditentukan oleh
kemauan kuat yang ada pada dirinya.
Bisa juga dengan menggunakan : et al yang berarti
dan lainnya.
Menurut Al baironi. et al. (1889), kesuksesan
bergantung pada kemauan yang ada pada diri pribadi.
5. Kutipan dengan 6 atau lebih penulis
Kata penulis yang dimaksud di sini adalah nama –
nama yang memiliki pendapat sama. Nama – nama tersebut
tidak boleh ditulis semua, tulis nama orang pertama dan
gunakan et al.
Contoh :
Gracia et al. (2003) berpendapat, ―Pendidikan
karakter di masa kanak – kanak akan mencetak remaja –
remaja yang memiliki karakter."
Atau
Pendidikan karakter yang diajarkan pada masa
kanak – kanak memungkinkan untuk menghasilkan remaja
– remaja yang berkarakter pula. (Gracia et al, 2003).

191
6. Kutipan tanpa adanya nama penulis
Ketika suatu sumber tidak ada nama penulisnya,
gunakan dua atau tiga kata pertama dari judul karya
tersebut. Jika judul itu merujuk pada sebuah artikel, bab
buku, atau halaman Web, gunakan huruf kapital. Namun,
jika judul mengacu pada buku, majalah, brosur, atau
laporan, gunakan huruf miring.
Contoh :
Penyakit banyak sekali tumbuh di masa pencaroba
ini (―Dampak Perubahan Musim,‖ 2015).
Pointilis teknik bisa digunakan untuk membuat
gambar di kertas gambar (Paduan Menggambar untuk,
2014).
7. Penulis dengan nama yang sama
Ketika mengutip pernyataan atau sumber dari
penulis yang memiliki nama yang sama. Tulis nama
belakang dengan inisial.

Contoh :
Menahan diri untuk tidak makan atau diet bisa
mencegah obesitas (A. Nugraha, 1997). Namun, faktanya
diet bisa menimbulkan penyakit lain seperti mag, dan mal
nutrisi (B. Nugraha, 2000).
8. Karya yang sama dikutip lebih dari sekali
Ketika menulis kembali kutipan pada sumber yang
sama, tidak perlu lagi menulis nama dan tanggal kutipan
tersebut.
Contoh :
Ekonomi mikro adalah penunjang pertumbuhan
ekonomi suatu Negara (Afriando, 2012, p.3). Namun,

192
Afriando mengatakan ―jumlah ekonomi mikro di Indonesia
masih sangat jauh dari cukup‖ (p. 4).
9. Dua atau lebih sumber di dalam kutipan
Ketika ingin menyimpulkan informasi dari berbagai
sumber, tulis semua nama penulis dan tanggal pisahkan
sumber – sumber informasi itu dengan tanda titik koma.
Urutkan sesuai abjad, dan untuk penulis yang sama urutkan
sesuai tanggal.
Contoh :
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa
kekuasaan dengan pekerjaan yang didapatkan berhubungan
dengan performa di tempat kerja (Faire 2002; Hall, 1996,
1999).
10. Dua atau lebih informasi yang dikutip dari
sumber dan tahun yang sama
Mengutip informasi dari sumber yang
dipublikasikan oleh penulis dan pada tahun yang sama.
Contoh :
Schmidt (1997a, p. 23) menyatakan, ―kesuksesan
dapat dicapai dengan usaha yang tekun.‖

11. Mengutip informasi dari sumber lain


Ketika mengutip informasi secara tidak langsung,
Tambahkan keterangan sumber Anda mengutip kutipan
tersebut dengan as cited in dalam tanda kurung.
Contoh :
Menurut Pablo (1976), Olahraga dapat menyegarkan
pikiran (as cited in Wayan, 2013).
Atau
Olahraga dapat menyegarkan pikiran (Pablo, 1976, as
cited in Wayan, 2013).

193
12. Kutipan yang diambil dari organisasi atau
kelompok
Sebutkan nama organisasi, kelompok peneliti,
perusahaan, atau agensi dalam kutipan pertama.
Tambahkan singkatan dari kelompok, atau organisasi dan
lainnya dalam tanda kurung. Kemudian pada kutipan
selanjutnya gunakan hanya singkatan dari kelompok, atau
organisasi tersebut.
Contoh :
Kutipan pertama :
Hewan – hewan yang dilindungi oleh pemerintah
masih terancam keberadaannya. Bahkan sebagian
telah punah (Kelompok Pemerhati Satwa [KPS], 2014).
Kutipan kedua :
Penyebab punahnya hewan – hewan itu tidak lain
dan tidak bukan adalah faktor pemburu dan perdagangan
gelap (KPS, 2014).
13. Kutipan yang berasal dari wawancara langsung,
e-mail, surat, atau memo
Tulislah kalimat Personal Communication, dan
tanggal. Karena pembaca tidak bisa mengakses sumber ini,
maka jangan tempatkan kutipan ini di daftar referensi.
Contoh :
Menurut Sudirman berpuasa bisa melatih diri dari
rasa marah (personal communication, 12 May 2015).
Atau
Sudirman berkata, ―Puasa bisa melatih diri melawan
amarah.‖ (Pembicaraan pribadi, 12 mei 2015).
Demikianlah cara menulis kutipan menurut APA
Sytle yang telah diakui secara internasional. Semoga artikel
ini bisa membantu Anda menyelesaikan karya tulis ilmiah.

194
BAGIAN KETUJUH
RELEVANSI PENELITIAN DAN
EVALUASI PROGRAM

A. PENGERTIAN EVALUASI PROGRAM


Untuk memahami evaluasi perlu mengenal definisi
evaluasi. Secara terminologis kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris, yaitu ―evaluation”. Terminologi tersebut
kemudian diserap kedalam istilah bahasa Indonesia dengan
tujuan mempertahankan kata aslinya yang disesuikan
dengan penyebutan Indonesia menjadi ―evaluasi‖. Dalam
kamus oxford advanced Learner‘s Dictionary Of Current
English menegaskan bahwa istilah evaluasi mengandung
arti to find out, decide the amount or value yang artinya
sama saja bertujuan untuk upaya menentukan nilai atau
jumlah. Oleh sebab itu kegiatan evaluasi harus dilakukan
secara hati-hati, bertanggung jawab, mengguanakan strategi
dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut Surachman
(sebagaimana dikutip Arikunto, 2008) mengatakan bahwa
evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah
dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk
mendukung tercapainya tujuan.
Untuk memperkuat definisi tentang evaluasi maka
sub bab ini akan memberikan berbagai pandangan ahli
dalam mengartikulasikan makna atau arti dari evaluasi.
Owen mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses
menyediakan informasi yang dirancang untuk membantu
dalam pengambilan keputusan tentang objek yang
dievaluasi (Owen, 1993). Pendapat tersebut senada dengan
Cronbach yang mendefinisikan evaluasi merupakan suatu

195
proses kegiatan pengumpulan informasi sebagai dasar
pembuatan keputusan tentang program yang dievaluasi
(Cronbach, 1993). Begitu pula Worthen dan Sanders
mengartikan evaluasi sebagai suatu proses identifikasi dan
pengumpulan informasi untuk membantu para pengambil
keputusan untuk memilih keputusan dari sejumlah alternatif
keputusan yang tesedia (Worthen Sanders, 1973).
Namun dalam pengertian lain, Djaali dan Mulyono
mengungkapkan bahwa evaluasi adalah proses menilai
sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah
ditetapkan, yang selanjutnya dengan pengambilan
keputusan atas objek yang dievaluasi (Djaali&Muljono,
2004). Dalam kontek ini secara Lebih spesifik Sukardi
berpendapat bahwa evaluasi juga merupakan proses
memahami, memberi arti, mendapatkan dan
mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan
pengambil keputusan (Sukardi, 2009).
Bertumpu pada beberapa definisi evaluasi yang
sudah terjelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
merupakan serangkaian metode penelitian sosial yang
meliputi proses pengumpulan informasi sebagai dasar untuk
menilai sebuah program berdasarkan kriteria atau tujuan
yang telah ditetapkan dengan maksud untuk membantu
keputusan mengenai objek yang dievaluasi. Berdasarkan
batasan definisi ini, dapat dipahami bahwa kegiatan evaluasi
mengandung beberapa unsur utama, yaitu 1) pengumpulan
informasi melalui metode penelitian, 2) pemberian nilai
berdasarkan kriteria dan 3) membantu pengambilan
keputusan.
Berikutnya untuk sampai pada pemahaman tentang
pengertian evaluasi program kiranya terlebih dahulu kita

196
sama-sama memahami makna program. Apa itu program?
Menurut Fink program adalah sebuah usaha yang sistematis
untuk mencapai sebuah tujuan yang direncanakan
sebelumnya (Fink, 1995). Sependapat dengan Fink, Roys dan
kawan-kawannya menyatakan bahwa program ialah
serangkaian kegiatan yang terorganisir yang sengaja
dirancang untuk maksud dan tujuan tertentu (David Royse,
dkk 2010). Hal tersebut senada dengan Rutman yang
mengemukakan bahwa program adalah seperangkat
kegiatan atau aktifitas yang dirancang untuk mencapai
sebuah tujuan (Rutman, 1984).
Berbeda dengan pendapat tentan arti program para
tokoh di atas, maka Arikunto menjelaskan bahwa program
merupakan sistem, dimana sistem adalah satu kesatuan dari
beberapa bagian atau komponen program yang saling kait-
mengkait dan bekerja sama satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam sistem
(Arikunto dan Abdul Jabbar, 2009). Berikutnya definisi lain
tentang terminologi program juga dijelaskan oleh Herman
sebagaimana dikutip Tayibnapis (2008) yang berpendapat
bahwa program ialah segala sesuatu yang dicoba lakukan
seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau
pengaruh.
Bersandar pada penjelasan tokoh-tokoh di atas
tentang definisi program maka dapat disimpulkan bahwa
meskipun program diartikan berbeda oleh masing-masing
ahli, tetapi program dapat dipahami sebagai serangkaian
kegiatan atau aktivitas sistematis yang direncanakan yang
dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam batasan
tersebut, program memiliki empat komponen utama yaitu:

197
a) kegiatan/aktivitas, b) sistematis, c) direncanakan, dan d)
untuk mencapai tujuan.
Bertumpu pada penjelasan di atas tampak jelas
bahwa untuk mengevaluasi sebuah program hendaknya
memahami bentuk dan makna evaluasi program. Bentuk
evaluasi program sangat bermacam-macam dan beragam
sehingga mempengaruhi jenis dan model evaluasi. Definisi
evaluasi program juga sering kali berubah sehingga makna
evaluasi program dari waktu ke waktu senantiasa
mengalami proses pemantapan.
Sebagaimana dikatakan Rutman (1984:10) yang
berpendapat bahwa evaluasi program adalah suatu kegiatan
yang membutuhkan metode ilmiah untuk mengukur
implementasi dan hasil program dengan tujuan untuk
membuat keputusan. Sependapat dengan Rutman, Langbein
dan Felbinger menyatakan ‖Program evaluation is the
application of emprical social science research methods to the
process of judging the effectiveness of public policies, programs, or
projects, as well as their management and implementation, for
decision-making purposes” (Langbein dan Felbinger, 2006).
Makna evaluasi dalam definisi tersebut merupakan bagian
dari metode penelitian sosial meliputi proses pengambilan
keputusan mengenai efektifitas pengelolaan dan
pelaksanaan program untuk kepentingan pengambilan
keputusan.
Berbeda dengan pendapat Langbein dan Felbinger di
atas, Chen (2005: 3) mengatakan bahwa evaluasi program
merupakan penerapan model, teknik dan pengetahuan
tentang evaluasi, untuk menilai dan memperbaiki
perencanaan, pelaksanaan dan efektivitas program secara
sistematis. Pendekatan Chen tersebut dalam perspektif ini

198
adalah pengertian evaluasi sebagai sebuah langkah yang
sistematis.
Berikutnya secara terperinci Owen menerangkan
bahwa evaluasi program ialah suatu proses menguraikan,
menjabarkan informasi dan mendesiminasikannya untuk
menjelaskan dan memahami suatu program atau
menjustifikasi, menetapkan keputusan berkaitan dengan
program tersebut (Owen, 1993). Senada dengan Owen,
Worthen dan Sanders mengemukakan bahwa evaluasi
program adalah proses deskripsi, pengumpulan data dan
penyampaian informasi kepada pengambil keputusan yang
akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu
diperbaiki, dihentikan atau diteruskan (Worthen dan
Sander, 1973).
Berdasarkan berbagai pengertian evaluasi program
yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa evaluasi
program adalah serangkaian kegiatan sistematis untuk
mengumpulkan data dan informasi sebagai masukan untuk
pengambilan keputusan terhadap program yang dievaluasi.
Dengan demikian, evaluasi program mengandung tiga
unsur penting, yaitu 1) kegiatan sistematis, 2) pengumpulan
data dan informasi, dan 3) masukan untuk pengambilan
keputusan terhadap program.
Kegiatan sistematis berarti bahwa evaluasi program
dilaksanakan melalui prosedur yang tertib berdasarkan
kaidah-kaidah ilmiah. Data dan informasi adalah yang
dikumpulkan sebagai bahan pertimbangan pembuat
keputusan. Pengambilan keputusan terhadap program
berarti bahwa data yang disajikan akan bernilai apabila
menjadi masukan untuk pengambilan keputusan yang akan
diambil terhadap program.

199
B. MANFAAT DAN TUJUAN EVALUASI PROGRAM
Sebagaimana sudah banyak dijelaskan pada sub bab
di atas bahwa evaluasi program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan program. Menurut Tyler (1950) yang
dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul
Jabar (2009), evaluasi program adalah proses untuk
mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan.
Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam
(1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar (2009), evaluasi program adalah
upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan.
Bertumpu pada beberapa pendapat di atas, dapat
dikatakan bahwa evaluasi program merupakan proses
pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang
hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
kebijakan. Argumentasi tersebut merupakan poin penting
dari tujuan evaluasi program. Sebagaimana dikatakan oleh
Endang Mulyatiningsih (2011), bahwa evaluasi program
dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menunjukkan sumbangan program terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting
untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain.
2. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan
sebuah program, apakah program perlu diteruskan,
diperbaiki atau dihentikan.
Dalam organisasi pendidikan, evaluasi program
dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi. Secara
singkat, supervisi diartikan sebagai upaya mengadakan

200
peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi
program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu
mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan
dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
Jika supervisi di lembaga pendidikan dilakukan
dengan objek buku-buku dan pekerjaan clerical work maka
evaluasi program dilakukan dengan objek lembaga
pendidikan secara keseluruhan. Kebijakan supervisi yang
berlangsung saat ini dapat dikatakan sama dengan evaluasi
program, tetapi sasarannya ditekankan pada kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan pengertian tadi, supervisi sekolah yang
diartikan sebagai evaluasi program, dapat disamaartikan
dengan validasi lembaga dan akreditasi. Evaluasi program
merupakan langkah awal dari proses akreditasi dan validasi
lembaga. Evaluasi program pendidikan tidak lain adalah
supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada
lembaga secara keseluruhan.
Kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan
keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena dari
masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil
keputusan akan menentukan tidak lanjut dari program yang
sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari basil evaluasi
adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil
keputusan (decision maker). Ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam
pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:
1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa
program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat
terlaksana sebagaimana diharapkan.

201
2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang
kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi
hanya sedikit).
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan
program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan
sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang
bermanfaat.
4. Menyebarluaskan program (melaksanakan
program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi
program di lain waktu), karena program tersebut berhasil
dengan balk maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di
tempat dan waktu yang lain.
Secara spesifik bertumpu dari penjelasan di atas
dapat diketahui bahwa kegiatan evaluasi program memiliki
manfaat positif bagi kemajuan tatakelola kelembagaan, baik
lembaga pemerintah (lembaga pendidikan, kementrian, dan
sejenisnya), maupun lembaga non kepemerintahan (Non
Government Organization [NGO]), perusahaan dan
sejenisnya. Pada konteks ini kegiatan evaluasi program
dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui sekaligus
mengevaluasi kemajuan dan kemundurannya. Sehingga
pihak pengelola lembaga dapat mengambil keputusan yang
tepat.

C. RELEVANSI ANTARA PENELITIAN DAN


EVALUASI PROGRAM
Setelah kita mendapatkan pemahaman yang
memadai tentang konsep dasar evaluasi program, maka kita
akan mudah dalam memahami definisi dari evaluasi
program dan kaitannya dengan kegiatan penelitian. Dalam
konteks kekinian kegiatan evaluasi dan penelitian evaluasi

202
menjadi bagian penting dalam pengelolaan dan pelaksanaan
berbagai program. Secara konseptual, tidak setiap kegiatan
evaluasi didasarkan atas hasil riset, namun untuk
kepentingan analisis dan pembuatan kebijakan biasanya
evaluasi program didasarkan atas riset evaluasi.
Evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan
informasi yang umumnya diperoleh melalui pengukuran
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu
program pendidikan. Evaluasi dilaksanakan untuk menguji
obyek/ kegiatan dengan kriteria tertentu untuk keperluan
pembuatan keputusan (Depdiknas, 2002). Sedangkan
menurut Worthen dan Sanders, evaluasi adalah mencari
sesuatu yang berharga (worth) dimana sesuatu yang
berharga itu dapat berupa informasi tentang suatu program,
produksi serta alternatif prosedur tertentu (Khomsatun,
2012).
Berdasarkan pada penjelasan di atas maka dapat kita
ketahui bersama bahwa fungsi utama evaluasi dalam hal ini
adalah untuk menyediakan informasi-informasi yang
berguna bagi berbagai pihak decision maker untuk
menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan
evaluasi yang telah dilakukan. Dalam konteks yang lebih
luas, evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan riset
evaluasi, kegiatan ini pada hakikatnya merupakan suatu
investigasi ilmiah yang dilakukan untuk kepentingan
evaluasi. Dalam beberapa literatur, penelitian evaluasi
sering juga disebut dengan penelitian evaluatif.
Menurut McMillan dan Schumacher (2010), evaluasi
merupakan salah satu penerapan dari penelitian yang
digunakan untuk menentukan berhasil atau tidaknya atau

203
apakah ada manfaat atau nilai dari suatu program atau
kebijakan dalam pendidikan. Penelitian evaluatif
menjelaskan adanya kegiatan penelitian yang sifatnya
mengevaluasi terhadap sesuatu objek, yang biasanya
merupakan pelaksanaan dari suatu rencana. Jadi yang
dimaksud dengan penelitian evaluatif adalah penelitian
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang apa
yang terjadi yang merupakan kondisi nyata mengenai
keterlaksanaan rencana yang memerlukan evaluasi (Sejathi,
2011).
Seirama dengan definisi yang tersebut telah
dijelaskan di atas, Suchman (1967) juga mendefinisikan
penelitian evaluatif yaitu merupakan penentuan hasil yang
diperoleh dengan beberapa kegiatan yang dibuat untuk
memperoleh suatu tujuan tentang nilai atau performance.
Dalam desain penelitian evaluatif, peneliti harus membuat
desain pertanyaan yang nantinya dapat menjawab berbagai
aspek evaluasi. Penelitian evaluatif merupakan suatu desain
atau prosedur dalam mengumpulkan dan menganalisis data
secara sistematik untuk menentukan manfaat dari suatu
praktik pendidikan (Sukmadinata,2009).
Selanjutnya perlu diketehui bahwa penelitian
evaluatif pada umumnya dilakukan untuk mengetahui hasil
akhir dari sebuah program kebijakan, yaitu mengetahui hasil
akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan
rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan
akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan berikutnya.
Partini (1995) sebagaiamana dikutip dalam Traviari (2011)
mengungkapkan bahwa evaluatif berguna untuk
mengetahui seberapa jauh tujuan yang ditetapkan pada awal
program sudah tercapai. Misalnya, penelitian sosial untuk

204
mengetahui daya serap siswa SMA terhadap materi
pelajaran yang telah diajarkan.
Bertumpu pada berbagai penjelasan ahli di atas
dapat diketahui bahwa penelitian evaluatif bukan sekedar
melakukan evaluasi sebagaimana kegiatan evaluasi yang
biasa atau yang pada umumnya dilakukan untuk objek apa
saja. Tetapi, penelitian evaluatif merupakan kegiatan
evaluasi yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku bagi
sebuah penelitian ilmiah, yaitu persyaratan keilmiahan,
mengikuti sistematika dan metodologis secara benar dan
dapat dipertanggungjawabkan. Secara spesifik dan jelas Ali
(2011), menjelaskan bahwa sebagai suatu investigasi ilmah,
riset evaluasi mengaplikasikan prinsip-prinsip, metodologi
dan prosedur sebagaimana yang dilakukan dalam riset
ilmiah pada umumnya. Oleh sebab itu prosedur tentang
penelitian evaluatif pada dasarnya sama seperti teori atau
konsep dan metode penelitian pada umumnya.
Dalam konteks ini prosedur penelitian evaluasi
berjalan sesuai dengan prosedur penelitian pada umumnya,
dimana rangkaian kegiatannya yang bersifat sistematis,
yaitu suatu kegiatan yang mengikuti langkah-langkah atau
tahapan-tahapan yang teratur serta koheren atau saling
terkait satu dengan lainnya, dimulai mengidentifikasi dan
merumuskan masalah, menetapkan tujuan, merumuskan
kerangka befikir, menetapkan metode penelitian sampai
kepada penarikan kesimpulan, dan menghubungkan
kesimpulan tersebut ke dalam jajaran khasanah ilmu
pengetahuan.
Selanjutnya dalam prosedur penelitian evaluasi
terdapat macam dan jenis kepentingannya yang beragam.
Sebagaimana dijelaskan Ali (2011), yang mengatakan bahwa

205
riset evaluasi dapat dilakukan untuk beberapa kepentingan,
yaitu untuk kepentingan penilaian atau assement
kebutuhan, untuk kepentingan perbaikan, untuk
kepentingan penilaian akhir suatu program, dan untuk
merespon terhadap berbagai masalah kebijakan. Berikut ini
akan disampaikan jenis-jenis penelitian evaluasi.
a. Riset Evaluasi untuk Assesment Kebutuhan
Riset evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka
melakukan asesmen kebutuhan sangat sering dilakukan.
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai adanya perbedaan
antara kondisi yang sebenarnya ada dan kondisi yang
diharapkan. Riset ini dapat dijadikan pijakan dalam
mengembangkan suatu program baru, atau melakukan
perubahan pada program yang sudah ada.
b. Riset Evaluasi Formatif dan Sumatif
Riset ini dilaksanakan untuk kepentingan evaluasi
kinerja, seperti implementasi program, adakalanya
dilakukan untuk dijadikan dasar melakukan perbaikan atau
untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi
program. Evaluasi dan riset evaluasi kinerja ini disebut
dengan evaluasi formatif ( upaya mencari balikan dalam
rangka perbaikan program) dan evaluasi sumatif (untuk
mengetahui derajat keberhasilan program). Dua macam
evaluasi ini acuannya adalah tujuan. Artinya, dalam
melakukan riset, pelaku riset menjadikan tujuan program
sebagai acuan untuk melakukan evaluasi. Untuk ini setiap
tujuan dielaborasi kedalam berbagai indikator kinerja, dan
mengacu kepada indikator-indikator itu dikembangkan
instrumen untuk mengumpulkan data dan /atau mengukur
kinerja implementasi program.

206
Perbedaan evaluasi formatif dan sumatif terletak
pada kepentingannya. Evaluasi formatif dilakukan untuk
kepentingan pengumpulan data tentang program pada saat
program itu dalam proses pengembangan, atau data itu
digunakan untuk kepentingan perbaikan program. Biasanya
dilakukan oleh pihak internal organisasi. Teknik
pengumpulan data biasanya mengguunakan observasi dan
wawancara, oleh karenanya kesimpulan yang diperoleh
dapat di generalisasikan.
Adapun evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai diimplementasikan. Kepentingan evalusi ini adalah
untuk menentukan derajat manfaat dan keberhasilan
program dalam mencapai tujuan. Biasanya dilakukan oleh
pihak luar. Teknik pengumpulan data pada umumnya
dilakukan menggunakan instrumen yang telah diuji
validitasnya dan derajat reabilitasnya. Selain itu,
penyampelan terhadap subjek yang dijadikan sumber data
juga terkendali dengan baik, sehingga berpotensi untuk
melakukan generalisasi terhadap kesimpulan yang dibuat.
c. Riset Evaluasi Responsif
Kepentingan dilakukan riset ini adalah untuk
merespon berbagai isu dan permasalahan yang muncul saat
ini yang menjadi kepedulian para pemangku kepentingan.
Biasanya merupakan pesanan dari pemangku kepentingan
sebagai klien, dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk
pembuatan kebijakan, sehingga kebijakan yang dibuat nya
lebih tepat dan dapat menjawab berbagai permasalahan
yang dihadapi.
d. Teknik Delfi
Teknik Delfi pada umumnya dilakukan untuk
kepentingannya evaluasi, khususnya evalusi kebijakan, dan

207
untuk studi serta analisi kebijakan dengan cara meramalkan
atau memperkirakan berbagai kemungkinan pada masa
depan, yang kemudian dicari konsensus dari berbagai
pandangan yang berlawanan. Manfaat dari teknik ini adalah
dapat mengkalrifikasi berbagai isu, dan hasil akhirnya
adalah dapat merefleksikan pemikiran. Oleh sebab itu,
setiap responden diminta untuk menguji kembali posisinya,
sekurang-kuranya tiga kali, teknik ini cendrung dapat
membangun konsensus. Apabila ini dilakukan untuk
kepentingan mengidentifikasi kebutuhan, maka ini dapat
menjamin diperolehnya hasil yang lebih baik, dan hasil itu
lebih mudah diimplementasikan.

D. PROSEDUR DALAM PENELITIAN EVALUASI


PROGRAM
Proseder atau langkah-langkah dalam kegiatan
penelitian evaluasi program dijelaskan secara memadai oleh
David Strahan, Jewel Cooper dan Martha Wood (2001)
dalam Handika (2011) berdasarkan hasil penelitiannya pada
Sekolah Menengah yang pernah dilakukannya. Ia
menyarankan langkah-langkah penelitian evaluatif sebagai
berikut :
1. Klarifikasi alasan melakukan evaluasi ini
merupakan langkah pertama dalam penelitian evaluatif
dimana peneliti atau evaluator menjelaskan alasan-alasan
mengapa harus dilakukan evaluasi. Alasan bisa bersumber
dari peneliti itu sendiri melihat ada masalah terkait jalannya
program atau alasan berasal dari pihak luar karena adanya
tawaran dari pimpinan lembaga atau adanya keluhan dari
masyarakat pengguna.

208
2. Mimilih model evaluasi. Pemilihan model evaluasi
atau pendekatan penelitian didasarkan atas:(a) tujuan
evaluasi dan pertanyaan penelitian, (b) Metode
pengumpulan data, dan (c) hubungan antara evaluator dan
administrator, melihat evaluasi, individu-individu dalam
program dan organisasi yang akan dievaluasi.
3. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait. Pada
tahap tersebut harus ditentukan siapa yang akan dilibatkan
dalam perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data,
kemudian ditentukan juga siapa yang akan menjadi
narasumber, sumber data, partisipan, dan lainnya.
4. Penentuan komponen yang akan dievaluasi.
Dalam konteks ini ada beberapa komponen dalam program
yang bisa dijadikan objek dalam penelitian evaluatif
diantaranya tujuan program, sumber program, prosedur
pelaksanaan program, siapa pelaksana program dan
manajemen program. Namun sebelum memilih komponen
tersebut harus disesuaikan dengan tujuan penelitian
evaluasi.
5. Mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan evaluasi.
Beberapa pertanyaan penting yang bisa diajukan dalam
penelitian evaluatif adalah sebagai berikut: (a) tujuan atau
sasaran apa yang ingin dicapai oleh program pendidikan?;
(b) kegiatan-kegiatan utama apa yang dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut?; (c) strategi atau metode apa yang
digunakan dalam program tersebut?; (d) bagaimana kondisi
sumber daya pendidikan pendukung program tersebut?;
dan (e) Bagaimana manajemen pelaksanaan program dan
sumber daya pendukungnya?
6. Menyusun desain evaluasi dan jadwal kegiatan.
Desain evaluasi berisi langkah-langkah kegiatan yang akan

209
dilakukan, sasaran evaluasi, teknik pengumpulan data yang
digunakan serta para evaluator. Jadwal kegiatan evaluasi
harus disusun secara rinci dan kronologis.
7. Pengumpulan dan analisis data. Untuk
pengumpulan data dibutuhkan adanya instrumentasi
evaluasi. Instrumen ini dapat berupa tes atau non tes yang
sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data kuantitatif
didapatkan melalui instrumen yang sudah baku (tes dan
non tes) sedang data kualitatif diperoleh melalui
wawancara, observasi, dokumentasi, dan lainnya. Analisis
data dapat berupa analisis kuantitatif (statistika deskriptif
atau inferensial) maupun analisis data kualitatif berupa
analisis naratif kualitatif.
8. Pelaporan hasil evaluasi. Isi laporan penelitian
evaluatif harus memuat rancangan penelitian, metodologi,
temuan-temuan serta kesimpulan dan rekomendasi.
Kesimpulan berisi jawaban atas pertanyaan penelitian atau
pembuktian hipotesis sedangkan rekomendasi berisi
masukan-masukan dari temuan-temuan evaluasi untuk
penyempurnaan atau perbaikan program.
Selanjutnya juga dijelaskan oleh Ali (2011), langkah-
langkah dalam pelaksanaan penelitian evaluatif atau
evaluasi bila dikaitkan dengan pengambilan kebijakan
adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan fokus evaluasi. Fokus evaluasi
dirumuskan berdasarkan hasil kesepakatan, yaitu hasil
kesepakatan antara peneliti dan pelanggan, terutama terkait
kebijakan yang dibuat. Sebelum dibuat rumusan fokus
evaluasi, dikemukakan terlebih dahulu rasional
dilaksanakannya evaluasi, berupa butir-butir perntayaan
dan dikemukan juga tujuan dilakukannya evaluasi.

210
2. Mengembangkan model bingkai acuan.
Pengembangan model dibuat setelah terlebih dahulu
dilakukan review terhadap berbagai literatur atau bahan-
bahan pustaka terkait. Model dapat dibuat dalam bentuk
bagan yang menggambarkan keterkaitan satu variabel
dengan lainnya.
3. Rancangan studi evaluasi. Rancangan evaluasi
yang dibuat mencakup pendekatan yang digunakan, metode
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan
analisis data, dan rencana pelaksanaan.
4. Pengembangan instrumen evaluasi. Dalam
pengembangan instrumen ini dilakukan mulai dari
menyusun kisi-kisi, merumuskan butir-butir instrumen
pengumpul data, uji coba instrumen, pengujian validitas dan
reabilitas instrumen, dan pengujian parameter-parameter
lain seperti uji keterbacaan, dan semacamnya.
5. Pelaksanaan pengumpumpulan data dan analisis
data. Pengumpulan data dilakukan terhadap subjek yang
sudah direncanakan dengan menggunakan instrumen yang
sudah dikembangkan dan diuji berbagai parameternya. Data
yang terkumpul dianalisis dengan mengaitkannya dengan
fokus evaluasi.
6. Analisis kebijakan. Berdasarkan data yang telah
terkumpul dilakukan analisis kebijakan, baik kebijakan yang
dievaluasi dan hasil serta berbagai dampaknya, maupun
kebijakan yang diantisipasi akan diambil.
7. Perumusan kesimpulan dan rekomendasi.
Rekomendasi dibuat berdasarkan kesimpulan yang
didapatkan dari analisis data, dan kesimpulan harus terkait
dengan fokus evaluasi yang dilakukan.

211
E. MODEL-MODEL EVALUASI
Dalam mengevaluasi suatu program ada banyak
model yang di kemukakan oleh para ahli. Meskipun antara
satu dan yang lainnya berbeda, namun maksud dan
tujuannya sama. Model-model tersebut sebagai berikut:
1. Goal Oriented Evaluation
Dalam model ini, yang menjadi objek pengamatan
adalah tujuan dari program yang sudah di tetapkan jauh
sebelum program di mulai. Evaluasi ini di lakukan secara
berkesinambungan untuk mengetahui sejauh mana tujuan
tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaannya.
Model ini menggunakan tujuan program sebagai kriteria
untuk menentukan keberhasilan dari program. Evaluator
mencoba mengukur sampai di mana tujuan dari program
telah di capai.

2. Goal Free Evaluation Model


Menurut Schriven, dalam pelaksanaan evaluasi
program, Evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang
menjadi tujuan program, akan tetapi bagaimana bekerjanya
suatu program, dengan cara mengidentifikasi penampilan –
penampilan yang terjadi, baik hal – hal positif maupun yang
negatif. Alasannya karena ada kemungkinan evaluator
terlalu rinci mengamati tiap –tiap tujuan khusus. Jika tujuan
– tujuan khusus tercapai artinya terpenuhi dalam
penampilan.
Dalam model ini, evaluator sengaja menghindar
untuk mengetahui tujuan program, berfokus pada hasil yang
sebenarnya bukan hasil yang di rencanakan, hubungan
evaluator dan peserta di buat seminimal mungkin, dan

212
tujuan yang telah di rumuskan terlebih dahulu tidak
dibenarkan untuk menyempitkan fokus evaluasi.

3. CIPP Model
Konsep evaluasi model CIPP pertama kali di
tawarkan oleh Stufflebeam pada 1965 sebagai hasil dari
usahanya dalam mengevaluasi ESEA (The Elementary and
Secondary education Act)(Tama Indra, dalam
https://dinarpratama.wordpress.com/2010/11/20/model-
evaluasi-cipp-context-input-process-product).
Sufflebeam menawarkan konsep tersebut dengan
pandangan bahwa tujuan penting dari sebuah evaluasi
adalah bukan untuk membuktikan sesuatu, akan tetapi
adalah untuk memperbaikinya. Evaluasi model CIPP dapat
di terapkan dalam bidang pendidikan, manajemen,
perusahaan dan sebagainya, serta dalam berbagai jenjang,
baik proyek, program maupun institusi.
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh
Stufflebeam & Shinkfield adalah sebuah pendekatan
evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a
decision oriented evaluation approach structured) untuk
memberikan bantuan kepada administrator atau leader
pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa
hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan
masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi
CIPP ini terdiri dari 4 hurup yang diuraikan sebagai berikut:
1. Contex evaluation to serve planning decision.
Seorang evaluator harus cermat dan tajam
memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan
merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan
merumuskan tujuan program.

213
2. Input evaluation structuring decision.
Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input
evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata
keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan,
mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan,
menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang
akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam
mencapainya.
3. Process evaluation to serve implementing decision.
Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan
implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan
yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini.
Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan? Dalam proses pelaksanaan
program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian
proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau
bahkan diperbaiki.
4. Product evaluation to serve recycling decision.
Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan
keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa
manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan
program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan
dampak dengan adanya program tersebut? Evaluasi hasil
berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program
setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model
ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti
pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada
masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini yakni
penggambaran (delineating), perolehan atau temuan

214
(obtaining), dan penyediakan (providing) bagi para pembuat
keputusan.

4. Model UCLA
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Alkin pada
tahun 1969. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu
proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang
tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi.
Lima macam evaluasi yang dikemukakan Alvin:
1. System assessment, yang memberikan informasi
tentang keadaan atau posisi sistem.
2. Program Planning, membantu pemilihan program
tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan
program.
3. Program implementation, yang menyiapkan
informasi apakah program sudah di perkenalkan kepada
kelompok tertentu.
4. Program Improvement, yang memberikan informasi
tentang bagaimana program berfungsi dan bagaimana
program berjalan.
5. Program certification, yang memberikan informasi
tentang informasi atau guna program.

5. Model Formatif vs Sumatif


Model ini di kembangkan oleh Scriven pada
tahun1967. Menurut Scriven evaluasi terhadap program
dapat di bedakan menjadi dua:
1. Evaluasi Formatif
Adalah proses menyediakan dan menggunakan
informasi untuk di jadikan dasar pengambilan keputusan

215
dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau program
instruksional.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilaksanakan saat program telah
selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para
pengambilan keputusan.

6. Model Kesesuaian
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan
untuk melihat (congruence) antara tujuan dengan hasil yang
telah di capai.

7. Model Pengukuran
Pengukuran di gunakan untuk menentukan
kuantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang dimiliki oleh
objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran
tertentu.

8. Model Yang berorientasi pada tujuan


Model evaluasi ini menggunakantujuan
pembelajaran umum (TPU) dan tujuan pembelajaran khusus
(TPK) sebagai criteria untuk menentukan keberhasilan.
Tujuan model ini membantu merumuskan tujuan dan
menjelaskan hubungan antar tujuan dengan kegiatan.

9. Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy Model)


Model evaluasi kesenjangan dikembangkan Provus.
Discrepancy Model ini mampu melihat dua komponen
penting, yakni standar dan program performance. Untuk
mengungkap seberapa besar kesenjangan di antara

216
keduanya berkenaan dengan desain dan pelaksanaan
program. Skema model kesenjangan ini seperti gambar
berikut:

Gambar 7.1 Skema Model Kesenjangan


dimana,
Keterangan Gambar:
S = Standard
P = Program Performance
C = Comparison
D = Discrepancy
T = Terminate
A = Alteration

Dari diagram diatas terlihat bahwa setelah


membandingkan kinerja (performance) dengan standar,
pemantauan menghasilkan informasi kesenjangan
(discrepancy) yang menuntun kepada empat alternatif.
Program dapat dihentikan, dan apabila program tidak
berjalan sebagaimana tujuan, maka kinerja program dapat
disesuaikan atau standar dari program tersebut yang
disesuaikan.
Menurut Popham (1974: 40-41), terdapat lima tahap
pelaksanaan model evaluasi kesenjangan, yaitu: tahap
desain (design), instalasi (installation), proses (process), hasil

217
(product), dan tahap perbandingan program. Penjelasan dari
kelima tahap tersebut dideskripsikan sebagai berikut:
1) Desain. Kegiatan tahap ini difokuskan pada
penyediaan input program termasuk (a) tujuan program, (b)
siswa, staff, dan sumber-sumber lain yang seharusnya
disediakan sebelum tujuan program dapat direalisasikan,
dan (c) aktivitas pembelajaran untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut.
2) Instalasi. Tahap ini adalah pelibatan usaha untuk
melihat apakah sebuah program yang terinstal sesuai
dengan rencana instalasi. Desain program yang dibangun
pada tahap I mewakili standar-standar (S) dan kinerja
program (P) dibandingkan (C) untuk mendeteksi ada
tidaknya kesenjangan (D). Terdapat empat pilihan yang
dapat diambil bagi pengambil keputusan, yaitu:
menghentikan, melangsungkan proses, menyesuaikan
kinerja, atau menyesuaikan standar.
3) Proses. Pada tahap ini, evaluator mempelajari
pertanyaan ―apakah tujuan atau standar dapat dicapai‖.
Paradigma kesenjangan adalah menggunakan pelibatan
perbandingan antara standar dan kinerja dengan informasi
hasil kesenjangan yang menuntun pengambil keputusan.
4) Product. Tahap ini, difokuskan pada pertanyaan
apakah program itu telah mencapai tujuan akhir. Standar
(tujuan) ditujuan selama tahap I diperjelas dengan kinerja
program akhir untuk mendeteksi adanya kesenjangan.
Tahap ini melibatkan kegiatan-kegiatan yang dapat
diperbandingkan dengan tahap akhir dari model CIPP.
5) Perbandingan Program. Tahap terakhir ini
difokuskan pada analisis manfaat (cost-benefit analysis). Pada
tahap ini pengambil keputusan bertanggungjawab

218
memberikan informasi kepada audiens tentang manfaat dari
program.
Senada pendapat diatas, Provus menetapkan bahwa
sebuah program yang sedang dikembangkan perlu empat
langkah pengembangan dan satu langkah tambahan, yaitu
sebagai berikut:
1) Definition. Fokus utama dari langkah ini adalah
menentukan sasaran dan tujuan, proses atau kegiatan dan
menggambarkan sumber penting serta peserta untuk
melaksanakan aktifitas dalam mencapai sasaran. Standar-
standar atau tujuan adalah kriteria yang menjadi tolok ukur
keseluruhan kerja evaluasi selanjutnya. Tugas evaluator
adalah: (a) menemukan kriteria tertentu untuk menguatkan
teori dan struktural, dan (b) membuat sebuah perangkat
lengkap tentang spesifikasi desain.
2) Installation. Tahap ini adalah menggunakan desain
program atau definisi sebagai standar untuk menilai
pelaksanaan program. Tugas penting evaluator adalah
melakukan sekumpulan pengujian kongruensi untuk
mengidentifikasi ketidakcocokan antara yang diharapkan
dan pelaksanaan nyata program atau aktivitas. Maksud dari
kegiatan ini adalah untuk memastikan bahwa program telah
terpasang atau dilaksanakan sesuai desain. Metode yang
efektif digunakan adalah observasi langsung.
3) Process (Hasil Sementara). Tahap ini adalah tahap
pengumpulan data bagi penentuan kemajuan dan perilaku
peserta sebagaimana yang diharapkan. Tugas terpenting
dari evaluator pada tahap ini adalah mengukur tujuan
jangka pendek (enabling objective) atau hasil sementara jika
tujuan tersebut tidak dicapai, aktifitas-aktifitas yang
mendorong pada tujuan harus direvisi, pilihan lain adalah

219
menghentikan program jika kesenjangan yang muncul tidak
teratasi.
4) Product. Tahap ini berfokus pada: (a) menentukan
apakah tujuan akhir program telah tercapai, dan (b)
membuat kajian tindak lanjut berdasarkan pencapaian
tujuan paling akhir dari keseluruhan evaluasi program.
5) CostBenefit Analysis. Langkah ini merupakan
langkah tambahan dari model kesenjangan. Fokus dari
tahap ini adalah membandingkan hasil dengan manfaat
yang diraih dari program-program sejenis.

F. Pengolahan dan Analisis Data


Menurut para ahli terminologis dua istilah (yaitu
pengolahan dan analisis data) memiliki perbedaan makna.
Tetapi sebagian besar ahli mengatakan bahwa pengolahan
data dan analisis data adalah sama. Di sini mengolah data
dan menganalisis data adalah mengubah data mentah
menjadi data yang memiliki makna dan mengarah pada
kesimpulan yang koheren dengan tujuan dan permasalahan
dalam penelitian kita. Sebagaiamana dikatakan Arikunto
(2013) yang menjelaskan bahwa pengolahan data dan
analisis data itu memiliki makna yang berbeda. Menurut
Arikunto (2013) yang dimaksud dengan pengolahan data
adalah mengubah data mentah menjadi data yang lebih
bermakna. Sebagai contoh, data yang didapat dari angket
tidak akan bermakna jika tidak dilakukan analisis.
Tujuan evaluasi program adalah berupaya mencari
rekomendasi. Rekomendasi ini didapatkan dari hasil telaah
analisis data didapatkan dari lapangan. Dalam proses
analisis, kita melakukan beberapa perlakuan atas data yang
didapat, perlakuan ini disebut pengolahan. Mengolah data

220
adalah suatu proses mengubah wujud data yeng diperoleh,
biasanya masih termuat di dalam instrumen atau catatan-
catatan yang dibuat oleh peneliti (evaluator), menjadi
sebuah sajian data yang dapat disimpulkan dan dimaknai.
Analisi data kuantitatif dan kualitatif merupakan topik yang
bisa dilakukan dalam metode penelitian lanjut dan evaluasi.
Ada beberapa hal yang mendasari yang perlu
dipertimbangkan evaluator yang dapat membantu dalam
memaknai setumpuk data, yaitu sebagai berikut.
1. Awali dengan Tujuan Evaluasi
Mengetahui tujuan akan memudahkan dalam
menyusun data dan memfokuskan analisis.
2. Hal Mendasar dalam Menganalisis Data
Kuantitatif
a. Buat salinan data dan simpan master salinannya.
Gunakan salinan tersebut untukkemudian, pemotongan,
atau yang lainnya.
b. Tabuasi data,
c. Untuk sekala dan rangking, didasarkan untuk
menghitung rata-rata.
3. Hal Mendasar dalam Menganalisis Data
Kualitatif
a. Baca semua data secara saksama,
b. Susun semua komentar pada kategori yang
sejenis.misalnya, minat, perhatian, saran, kekuatan/
kelemahan, output, indikator, dampak, dan lain sebagainya,
c. Beri nama kategori tersebut. Misalnya, minat,
perhatian, saran, dan seeterunya,
d. Uahakan untuk mengenali pola, danhubungan
kausal dari pola tersebut.

221
Memproses data adalah mengolah data mentah
menjadi wujud sajian data yang siap ditafsirkan melalui
beberapa tahapan, yaitu:
a. Tabulasi data, dan
b. Pengolahan atau analisis data.

Tabulasi Data
Istilah tabulasi data diartikan menyususun menjadi
tabel. Pengertian laian tabulasi data adalah pengolahan atau
pemrosesan hingga menjadi tabel. Tabulasi merupakan
coding sheet yang memudahkan peneliti dalam mengolah dan
menganalisisnya baik secara manual maupun komputer.
Tabulasi ini berisikan variabel-variabel objek yang akan
diteliti dan angka-angka sebagai simbolisasi (label) dari
kategori berdasarkan variabel-variabel yang diteliti.
Mengapa memahami tabel cenderung lebih mudah
dibandingkan dengan uraian ? tabel memiliki dua dimensi
sajian, yaitu sajian dari kiri ke kanan dalam bentuk kolom,
dan sajian dari atas ke bawah dalam bentuk baris. Dengan
demikian, gambaran tentang dua demensi dapat cepat
terlihat.
Data mentah diperoleh dari lapangan akan
bervariasi, tergantung alat pengumpul data digunakan oleh
peneliti atau evaluator, yaitu sebgai berikut.
1. Data diperoleh dengan menggunakan angket,
maka datanya tanda chek lis (√) pada pilihan-pilihan,
lingkaran-lingkaran, pada angka atau huruf yang disediakan
oleh instrumen, atau kalimat-kalimat jawaban sifatnya
kualitatif.

222
2. Data diperoleh dengan wawancara, wujud data:
centangan, lingkaran, dan kaliamat jawaban diberikan
responden dan dicatat oelh petugas pengumpul data.
3. Data diperoleh denganobservasi, maka wujud
data yang diperoleh bentuk centangan, lingkaran, dan
kalimat-kalimat catatan petugas.
4. Data yang diperoleh dengan menggunakan
dokumentasi berupa angka-angka atau simbol-simbol yang
menunjuk peringkat kondisi objek yang ditelaah.
5. Data yang diperoleh dengan tes atau invantori
berupa angka-angka yang menunjukkan skor nilai.
Dari kelima bentuk data tersebut di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa jenis data bisa digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu.
a. niali jadi, berupa nilai angka yang dibuat dari
intepretasi kreteria dan tes,
b. kode atau simbol-simbol yang bisa berupa tanda
centang dan leinkaran, atau memberi tanda silang pada
pilihan-pilihan.
c. informasi dalam bentuk paparan kalimat yang
memuat data kuantitatif dan kualitatif.

Contoh
Instrumen yang ditunjukkan untuk mengetahui
efektivitas program pelatihan calon kepala sekolah SD/MI.
Nomor Responden [ ] (Diisi oleh peneliti)
Bapak/Ibu yang terhormat,
Kami mohon bantuannya untuk mengisi angket yang
disampaikan ini. Angket ini diajukan untuk mengetahui
sampai seberapa jauh kegiatan pelatihan yang telah
Bapak/Ibu ikuti berhasil mencapai tujuan, bukan untuk

223
menilai ribadi Bapak/Ibu. Untuk itu, mohon dengan hormat
angket ini diisi apa adanya sesuai dengan keadaan
Bapak/Ibu.
Petunjuk:
1. Beri tanda silang (x) pada pilihan yang disediakan
sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu.
2. untuk pertanyaan yang berupa isian, mohon diisi
pada ruangan ang kosong yan diberi tanda ‖......................‖.
3. Pertanyaan yang berisikan pilihan jawaban,
mohon diberi tanda chek list (√ ) pada gambar  yang telah
disediakan pada masing-masing pilihan.
Terima kasih atas bantuannya.

A. Identitas Peserta
Pelatihan

224
1
Golongan/Ruang [
a. II/d ]
b. II/e
c. III/a
d. III/b
e. III/c
f. III/d
g. IV/a
Jenis2Kelamin :  Laki- laki  Perempuan
Jenis3Sekolah :  Negeri  Swasta [
. Umur............tahun ]
4
Pendidikan Terakhir [
. a. Diploma II ]
5
b. Diploma III/Sarjana Muda [
. c. S-1 ]
d. S-2 [
]

6 Pengalaman mengikuti Kursus atau Pelatihan sejenis [


yang pernah diikuti. ]
a. belum pernah
b. pernah satu kali
c. pernah dua kali
d. peernah tiga ali
e. lebih dari tiga kali.

B Peserta tentang Penyelengaraan Program Pelatihan


Persepsi
Tentang Materi

225
1 Apakah semua materi bisa dipahami ? [
a. Tidak bisa dipahami sama sekali ]
b. Sebagain kecil bisa dipahami
c. Setengahnya bisa dipahami
d. Sebagaian besar bisa dipahami
e. Semuanya bisa dipahami.
2 Apakah materi yang diajarkan baru ?
a. Semuanya baaru [
b. Sebagaian besar baru ]
c. Setengahnya baru
d. Sebagian kecil baru
e. Semuanya tidak baru.
3 Apakah materi yang diajarkan terstruktur ?
a. Tidak
b. Kadang-kadang [
c. Ya ]

Tentang Pelatih
1
Apakah pelatih menguasai materi yang diajarkan ? [
a. Semuanya tidak menguasai ]
b. Sebagain kecil menguasai
c. Setengahnya menguasai
d. Sebagaian besar menguasai
e. Semuanya menguasai.
2
Apakah pelatih melatih dengan menggunakan metode [
mengajar yang menyenangkan ? ]
a. Tidak
b. Kadang-kadang
c. Ya

226
Tentang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pelatihan
1 evaluasi yang dilakukan penyelenggara berkaitan
Apakah [
dengan topik yang telah dilatihkan ? ]
a. Tidak
b. Sebagian ya
c. Ya
2
Apakah soal-soal yang dievaluasi mudah dipahami
maksudnya ? [
a. Tidak ]
b. Sebagaian kecil ya
c. Setengahnya ya
d. Sebagian besar ya
e. Ya

Selain diberi angket, para pesertapelatihan juga dites


hasil belajarnya. Adapaun nilai evaluasi yang didapat
adalah sebagi berikut
Tabel 6.1 Nilai hasil Evaluasi Relajar Peserta
Pelatihan Calon Kepala Sekolah SD/MI.
Nialai Evaluasi Hasil Nialai Evaluasi
Peserta Belajar Peserta Hasil Belajar
(Rentang 0-100) (Rentang 0-100)
1 95 16 93
2 90 17 94
3 89 18 97
4 85 19 95
5 86 20 98
6 97 21 95
7 92 22 95
8 87 23 97
9 89 24 91

227
Nialai Evaluasi Hasil Nialai Evaluasi
Peserta Belajar Peserta Hasil Belajar
(Rentang 0-100) (Rentang 0-100)
10 75 25 75
11 89 26 78
12 81 27 78
13 80 28 89
14 90 29 87
15 95 30 88

1. Data Narási Berpotensi Tabulasi


Contoh item pertanyaan berikut.
Pertanyaan:
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pentingnya
pelatihan calon Kepala Sekolah SD/MI di masa yang akan
datang
a. Harus dilakukan, karena ……………………………
b. Tidak perlu dilaksanakan, karena …………………
c. Harus dilakukan dengan perbaikan, yaitu ..............
d. ..........................................................................................

2. Data Narasi Nontabulasi


Data narasi non tabulasi adalah data yang berwujud
kalimat atau uraian yang sangat individual dan unik karena
pendapat responden secara perorangan. Walupun data
narasi nontabulasi tidak dapat diubah atau dimodifikasi,
tetapi masih dapat disiasati agar mudah diolah. Dapat
sisiasati agar mudah menghitung atau mengolahnya.
Misalnya:

228
Tabel 6.2 Pengelompokan Data
Pilahan Alasan Tallies Jumlah
a.Harus Untuk memimpin
IIIII II 7
dilakukan perlu bekal
Tidak semua calon
IIIII 3
mampu
Untuk mendapatkan
II 2
standar kemampuan
b. Tidak perlu Semua guru
dilaksanakan memiliki II 2
pengalaman
Materi yang
diajarkan tidak asing III 3
bagi para guru
c.Harus Untuk memipin
dilakukan perlu persiapan
dengan tetapi disesuaikan III 3
perbaikan dengan tugas-tugas
perserta
Pelatihan harus
disertai dengan
IIII 4
tindak lanjut yang
jelas.

Peringkasan instrumen yang telah disebar dapat


dilakukan dengan membuat format seperti berikut ini.
Variabel/Komponen
R Identitas Persepsi Perse Persepsi
e Responden Materi psi Tentang
s- Tenta Evaluasi

229
p ng
o Pelatih
n an
d
e
n
N 2 13 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
.

230
.
3
0

PENGOLAHAN DATA
Analisis Data Kuantitatif
Statistik Deskriptif
Sattistik deskriptif adalah suatu teknik
pengolahan data yang tujuannya untuk melukiakan dan
menganlisis kelompok data tanpa membuat atau menarik
kesimpulan atas populasi yang diamati.
1) Distribusi frekuensi
Sebaran frekuensi (distribusi frekuensi) mampu
menyigkatan datayang sangat banyak sehingga dapat
dicermati secara detail. Contoh terdapat 14 set data variabel
sebagai berikut.
Data Golongan/Ruang Peserta Pelatihan
Calon Kepala Sekolah SD/MI
2 4 2 4 5
3 5 2 3 7
2 5 7 6 5
2 6 2 5 6
2 4 7 6 7
3 2 5 4 5

Tabel 6.3. Distribusi Frekuensi Gol/Ruang Peserta


Palatihan

231
Calon Kepala Sekolah SD/MI
Golongan/Ruang (Kode) Frekuensi
(f)
II/e (2) 8
III/a (3) 3
III/b (4) 4
III/c (5) 7
III/d (6) 4
IV/a (7) 4
∑ 30

Tabel 6.4 Distribusi Frekuensi Gol/Ruang Perserta


Pelatihan Calon Kepala Sekolah SD/MI yang Dikelompokan

Gol/Ruang Frekuensi
(f)
II/e-III/a (2-3) 11
III/b-III/c (4-5) 11
III/d-IV/a (6-7) 8
∑ 30

2) Frekuensi Relatif dan Kumulatif


Frekuensi kategori variabel ada dua jenis, relatif dan
kumulatif.
Frekuensi Frekuensi
Frekuensi
Gol/Ruang Relatif Kumulatif
(f)
(Rf) (Cf)
II/e (2) 8 26,67 26,67
III/a (3) 3 10 36,67
III/b (4) 4 13,33 50

232
III/c (5) 7 23,33 73,33
III/d (6) 4 13,33 86.67
IV/a (7) 4 13,33 100
∑ 30

Tampilan Grafis Data


a. Diagram Batang (Bar Graph)
b. Diagram Histogram
c. Diagram Poligon Frekuensi

Mode atau Modus


Modus distribusi adalah nilai atau skor pada tabel
distribusi yang frekuensi kemunculannya tertinggi.
Perhatikan contoh di bawah ini.

Tabel 6.7 Distribusi Frekuensi Relatif dan Kumulatif


Peserta Pelatihan Calon Kepala Sekolah SD/MI Berdasarkan
Latar Belakang Pendidikan.

Latar Frekuensi f Relatif f


Belakang (f) % Kumulatif
Pendidikan %
SMA (1) 2 6,67 6,67
D-2 (2) 10 33,33 40
D-3 (3) 9 30 70
S-1 (4) 6 20 90
S-2 (5) 3 10 100
∑ 30 100 -

233
Median
Median merupakan indeks dari kecenderungan
terpusat (central tendency), jika sebuah angka menempati
posisi tengah dalam tiap distribusi yang telah diturutkan.
Dari data frekuensi latar belakang pendidikan peserta, kita
urutkan menjadi:

2 3 6 9
10
Titik tengah dari distribusi di atas adalah 6, maka
yang disebut median dari latar belakang peserta pelatihan
calon kepala sekolah adalah sarjana (S-!).

Mean (Rata-Rata)
Tabel 6.8 Distribusi Frekuensi Intensitas
Kursus/pelatihan Sejenis yang Pernah Diikuti oleh Peserta
Pelatihan Calon Kepala Sekolah SD/MI.
Mean (Rata-Rata)
Tabel 6.8 Distribusi Frekuensi Intensitas
Kursus/pelatihan Sejenis yang Pernah Diikuti oleh Peserta
Pelatihan Calon Kepala Sekolah SD/MI.

Intensitas (Kode) Frekuensi f (kode)


(f)
Belum pernah (1) 9 9
Pernah sekali (2) 7 14
Pernah dua kali (3) 3 9
Pernah tiga kali (4) 7 28
Pernah lebih dari tiga kali 4 20
(5)
∑ 30 80

234
Mean (rata-rata)

X 1  X 2  X 3  ..........  X N
X 
N

X 
 f (kode)  80  2,67
f 30

Standar Deviasai
Ada banyak rumus yang menjelaskan bagaimana
cara menghitung Standar Deviasi (SD) salah satunya, yaitu

s
 f (X  X ) 2

n ; untuk populasi (n> 30)


Jika dijelaskan
s = SD populasi
X = rata-rata dari populas
n = banyak data populasai
SD juga diterjemahkan dari akar varian. Diketahui
rumus varian adalah

S2 
(X  X )
n 1 ; untuk sampel (n ≤ 30)

S2 
X 2


( X ) 2
n 1 n(n  1)
Jadi, untuk melihat standar deviasi dari unsur
peserta pelatihan adalah
SD  S 2

235
Kita cobakan pada variabel umur peserta.akan
diketahui apakah ada penyimpangan rata-rata umur pada
peserta.
No Umur (X) XX X  X 
2
X2
Peserta
1 37 -7,17 51,4089 1369
2 39 -5,17 26,7289 1521
3 36 -8,17 66,7489 1296

30 47 2,83 8,0089 2209


Jumlah 1325 - 1282,17 59803

S
 f (X  X ) 2


1282,17
 44,21
n 1 30  1

Maka SD-nya adalah:


SD  S  44,21  6,65
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyimpangan umur
dari tiap-tiap peserta adalah sebesar 6,65 tahun.
Statistik Inferensial
Statistik inferensial mencakup metode-metode yang
berhubungan dengan analisis sebagain data dilakukan
untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data, dan
akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data
tersebut. Bagi yang datanya normal, statistik inferensi ini
disebut dengan statistik parametrik.
1) Statistik Parametrik
Tenik statistik parametrik meliputi: (1) t-test untuk
kelompok bebas, (2) t-test untuk pengukuran

236
berulang/sampel berhubungan, (3) analisis varians faktor
tunggal untuk kelompok bebas, (4) analisis varians faktor
tunggal untuk pengukuran berulang, (5) analisis varians dau
faktor untuk kelompok bebas, (6) korelasi product moment,
dan (7) korelasi regresi linie.

T-test untuk Kelompok Bebas


Misalnya, di bawah ini adalah skor perolehan hasil
belajar peserta pelatihan dengan pola tatap muka dan jarak
jauh.
Tabel 6.8 Skor Perolehan Hasil Belajar Peserta
Peltihan Calon kepala Sekolah SD/MI dengan Pola Tatap
Muka dan Jarak Jauh.

No Tatap Jarak Jauh X2 Y2


Muka (Y)
(X)
1 95 92 9025 8464
2 90 89 8100 7921
3 89 92 7821 8464
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

237
14
15 95 78 9025 6084
Jumlah 1320 1291 116662 111843
Rata-rata 88 86,0666 7744 7407,47111
Jumlah 15 15
n
Apkah perbedaan rata-rata di atas sudah sigifikan ?
untuk mengujinya digunakanrumus t-test seperti berikut.

Sx
2

X 2


( X ) 2
n 1 n(n  1)
116662 (1320) 2
X1  X 2
 
t 15  1 15(15  1)
S2 S2  8333  8297

n1 n2  35,86

Sy
2

 Y 2


( Y ) 2
n  1 n(n  1)
111843 (1291) 2
 
15  1 15(15  1)
7988,78  79336,58
 52,20

Setelah S2 masing-masing kelompok telah diketahui


maka penyelesaian rumus t-test di atas adalah:

X1  X 2 88  86,0666 1,94 1,94


t     0,80
2,391  3,48
2
Sx 2 S y 35,86 52,20

5,872

n1  1 n2 15  1 15

238
Setelah nilai hitungnya kiata ketahui yaitu 0,80,
selanjutnya periksa nilai signifikan cara melihat harga
keritis. Harga kritis ini biasanya terdapat buku-buku statisti.
Caranya, pertama angka tingkat kebebasannya (degree of
freedom = df ) yang sesuai, kedua, tentukan harga kritis t
berdasarkan tabel harga kritis, ketiga, nyatakan hasil
signifikannya. Untuk membuat df dari data di atas, gunakan
rumus (n1 + n2) – 2, yaitu (15 + 15) -2 = 28. harga kritisnya
pada tingkat kepercayaan adalah 2,048 (lihat tabel). Dari
thitung dan ttabel dapat disimpulkan thitung< ttabel . Ini berarti
bahwa hasilnya signifikan untuk menerima H0 , yaitu bahwa
pola penyelenggaraan pelatihan secara tatap muka sama saja
hasilnya dengan jarak jauh. Ini jelas berbeda dengan
perbandingan rata-rata, di mana pola tatap muka jauh lebih
baik dibandingkan dengan jarak jauh.

T-test untuk Pengukuran Berulang


Adapun rumusnya

t
D
n D 2  ( D ) 2
n 1

Di mana:
t = nilai mean kelompok berpasangan/sampel
berhubungan atau kelompok pengukuran berulang
D = perbedaaan skor antara objek yang saling
berpasangan, antara pengukuran ke-1 dan ke-2
D2 = kuadrat perbedaan skor

239
N = jumlah subjek pada kelompok pengukuran
berulang atau jumlah pasangan pada sampel
berhubungan/kelompok berpasangan.

Korelasi Product Moment


Korelasi produk moment merupakan teknik
pengukuran tingkt hubungan antara dua variabel yang
datanya berskala interval atau rasio. Angka korelasinya
disimbulkan dengan r. Rumusnya adalah.

r
 XY
( X )( Y
2 2
)

Korelasikan antara intensitas mengikuti kursus


sejenis dengan pemahaman materi.
Dari coding sheet didapatkan:
Intens Pemaha X  X  XY  Y  Y X 2 Y2 XY
itas man
(X) Materi
(Y)
4 5 1,33333 2,2666 1,777 5,137 3,022
6 77 77 22
3 1 0,33333 - 0,111 3,004 -
1,7333 11 44 0,577
3 78

240
XY=22,73
,67

Jumla 62,66 63,86 46,33


h 667 667 333

r
 XY
( X )( Y
2 2
)
=
46,33333 46,33
  0,73
(62,67)(63,87) 63,27

Dari angka di atas, dapat diketahui bahwa nilai


hitung r adlah + 0,73. Ini berari bahwa ada hubungan positif
yang tinggi antara seringnya mengikuti pelatihan dengan
pemahaman materi. Berdasarkan pada tabel kritis r, untuk
tingkat kepercayaan 0,05 dan df 28 (30-2) adalah 0,361
(untuk penolakan dua arah). Maka thitung> t tabel .Ini
menandakan bahwa kita bisa menolak H0, artinya terdapat
hubungan positif antara pemahaman materi dengan
intensitas mengikuti pelatiah serupa.

2) Statistik Nonparametrik
Untuk data yang sebarannya tidak normal,
digunakan statistik nonparametrik. Teknik ini meliputi: (1)
chi-squaqre untu data nominal, (2) tes binominal, (3) test
kendal Tau, (4) test Mann-Whitney U, dan (5) test Wilcoxon.
Contoh.
Ada lima orang peserta pelatihan yang dipilih secara
acak, diketahui selam 5 tahun telah mengikuti pelatihan
sejenis sebanyak berikut.

241
Tabel 6.12. Jumlah Peserta yang Telah Mengikuti
Pelatihan Sejenis.
Peserta Banyaknya Mengikuti Latihan
Sejenis
1 10
2 5
3 9
4 9
5 11
Jumlah 44
Rata-rata 8,8

Untuk mengetahui apakah ada perbedaaan frekuensi


mengikuti pelatihan dari kelima orang peserta tersebut
secara statistik maka digunakan rumus chi-square, yaitu:
2=

( X 1  X ) 2 (10  8,8) 2 (5  8,8) 2 (9  8,8) 2 (9  8,8) 2 (11  8,6) 2


      2,36
X 8,8 8,8 8,8 8,8 8,8

Dari daftara distribusi chi-saure dengan α =0,05


diambil dk 4 didapat 20,95 (4) = 9,94. jika dibandingkan
dengan thitung, maka ttabel >ttabel. Artinya H0 bisa diterima,
sehingga kelima peserta itu tidak memiliki perbedaan
frekuensi dalam mengikuti keggiatan pelatihan sejenis
dalam 5 tahun.

242
2. Analisis Data Kualitatif
Sanafiah (1999: 256) menggambarkan proses analisis
data kualitatif sebagaimana tampak pada gambar 7.2.

Pengumpula
n Data

Reduksi Display
Data Data

Penggambar
an
Kesimpulan

Gambar 7.2 Proses Analisis Data Kualitatif

Dari gambar 7.2 dapat dijelaskan bahwa proses


pengumpulan data kualitatif yang dilakukan perlu di-
dislpay. Display akan sangat membantubaik objek yang ditelti
itu sendiri maupun bagi orang lain, display merupakan
media penjelas objek yang diteliti. Selain itu, proses reduksi
data ditunjukkan untuk menyaring, memilih, dan memilah
data yang diperlukan, menyusunnya ke dalam suatu urutan
rasional dan logis, serta mengingaitkannya dengan aspek-
aspek terkait. Hasilnya adalah berupa kesimpulan tentang
objek yang diteliti.

243
Secara lengkap, kegiatan menganalisis data kualitatif
meliputi tahapan berikut.
1. Menyiangi Data (Mereduksi Data)
2. Display Data
3. Menafsirkan Data
4. Menyimpulkan dan Verifikasi
5. Meningkatkan Keabsahan Hasil
6. Narasi Hasil Analisis.

C. PENGOLAHAN DATA DENGAN KOMPUTER


Proses perhitungan data dapat dilakukan secara
manual dan komputer. Secara manual biasanya hanya
dengan menggunakan bantuan kakulator dan hanya efektif
dilakukan untuk data yang jumlahnya sedikit. Tetapi
bayangkan jika yang akan dievaluasi adalah Program Calon
Kepala Sekolah Se-Indonesia, yang jumlahnya mencapai
ribuan, atau bahkan puluhan ribu. Apalagi jika variable
yang diteliti banyak sekali atau kompleks. Tentu
komputerlah yang menjadi satu-satunya pilihan. Ada
banyak program aplikasi komputer yang biasa digunakan
untuk membantu dalam melakukan perhitungan data
evaluasi program. Misalnya menggunakan program
computer yang telah ada, yaitu SPSS (Statistical Package for
the Social Sciences).
Data yang diperoleh dari lapangan dapat berupa
data kualitatif dan kuantitatif, tergantung jenis data yang
digali. Untuk mengolahnya, memerlukan teknik yang
berbeda-beda. Mengolah data kuantitatif biasanya
menggunakan teknik statistika, sedangkan untuk data
kualitatif menggunakan teknik analisis nonstatistika.

244
Dalam pengolahan data kualitatif, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan tabulasi data. Cara
ini akan sangat membantu dalam mengolah data yang
didapat. Setelah data ditabulasi dalam coding sheet, barulah
dilakukan pengolahan data.
Teknik pengolahan dengan statistik, terbagi atas dua
jenis, yaitu statistik deskriptif dan ienferensial. Statistik
deskriptif adalah teknik pengolahan data yang tujuannya
melukiskan dan menganalisis kelompok dan tanpa
bermaksud membuat atau menarik kesimpulan atas
populasi yang diteliti. Selanjutnya statistik inferensial
berupanya menganalisis sebagaian data yang dilakukan
untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data
tersebut yang nantinya akan berlaku bagi keseluruhan
gugus atau induk dari data itu. Statistik inferensi ini terbagi
atas dua jenis, yaitu parametrtk dan nonparametrik. Statistik
parametrik berlaku bagi data yang sebarannya normal dan
berbentuk interval atau rasio. Sedangkan nonparametrik,
berlaku bagi data yang sebenarnya tidak normal dan
berbentuk ordinal atau nominal.
Pengolahan data akan lebih mudah dilakukan jika
menggunakan bantuan komputer. Dengan komputer, hanya
memuaskan coding sheet lalu memprosesnya maka hasilnya
akan diperoleh dengan cepat.

245
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2011. Pokoknya Kualitatif


(Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian
Kualitatif). Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Arikunto Suharsimi, Suhardjono, Supardi. Penelitian


Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.

_______. Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan


Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

______.2013.‖Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan


Praktik‖.Jakarta: Rineka Cipta.

Arlene Fink, Evaluation for Education and Psychology.


London: Sage Publication, 1995).

Ary, Donald; Lucy Cheser Jacob, Asghar Razavieh.


2010. Introduction to Researh in Education. 8th Edition, New
York: Cengage Learning.

Bagoes, Ida dan Kasto, ―Penentuan Sampel‖, dalam


Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. ed., Metode
Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1989.

Blain R. Worthen dan James R. Sanders, Educational


Evaluation: Theory and Practice. Worthington: Jones
Publishing Company, 1973.

246
Coghlan, David dan Teresa Brannick. Doing Action
Research in Your Own Organization, Second Edition. London:
Sage Publication Ltd, 2005.

Cohen, Louis, Lawrence Manion, Keith Morrison.


Research Methods in Education. London: Routledge.

Creswell, John W., 2012. Educational Research. Boston:


Pearson.

David Royse, Bruce Thyer, dan Deborah Padgett,


Program Evaluation: An Introduction. Belmont: Wadsworth
Cengage Learning, 2010.

Denzim, Norman K., and Lincoln, Yvonna S. 2009.


Handbook of qualitative research(terjemahan). Yogyakara:
Pustaka Pelajar.

Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang


Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ, 2004.

Djaali, H. dan Kadir, Metodologi Penelitian‖, Jakarta:


Universitas Negeri Jakarta, 2008.

Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan


Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Ferrance, Eileen. Action Research. Providence: Lab at


Brown University, 2000.

247
Fraenkel, Jack R. dan Norman E.Wallen. 1993. How to
Design and Evalute Researche in Education. Singapore: Mc
Graw-Hill Inc.

Gall, Meredith D, Joyce P. Gall and Walter R. Borg.


2003. Educational Research. United State: Pearson Education.

Gorman, Richard M. The Psychologi of Classroom


Learning: An Inductive Approach. Ohio: Charles E. Merril
Publishing, 1974.

Grundy dan Kemmis dalam Suwarsih Madya.


Penelitian Tindakan Action Research. Bandung: Alfabeta, 2011.

Hopkins dalam Rochiati Wiriaatmadja, Metode


Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010.

Huey-Tsyh Chen, Practical Program Evaluation:


Assessing and Improving Planning, Implementation and
Effectiveness. London: Sage Publications, 2005.

Indra, Tama.,
https://dinarpratama.wordpress.com/2010/11/20/model-
evaluasi-cipp-context-input-process-product/ (diakses pada
27 Juli 2016)

John M. Owen, Program Evaluation: Forms and


Approaches. New York: Allen&Unwin Press, 1993.

248
Kember, David. Action Learning and Action
Research:Improving The Quality of Teaching and Learning.
London: Kogan Page Limited, 2000.

Kholil, Syukur. Metodologi Penelitian: Komunikasi.


Bandung: Citapustaka. 2006.

Khomsatun S. 2012. Hakikat Evaluasi Pembelajaran.


Komunitas Blogger Universitas Sriwijaya (Internet). 10 April
2013.
file:///D:/AAA%20BAHAN%20KULIAH%20SEMESTER%
20GENAP/Bahan%20kuliah/Bahan%20physikologi%20Belaj
ar%20mengajar%20(senin)/evaluasi%20pbm/Evaluasi%20D
alam%20Kegiatan%20Belajar%20Mengajar%20-
%20BLOG%20GURU.htm

Kindon, Sara, Rachel Pain dan Mike Kesby.


Participatory Action Research Approaches and Method. New
York: Simultaneously Publication in The Taylorand Francis
e-library, 2007.

Koshy, Valsa. Action Research for Improving Practice: A


Practical Guide. London: Sage Publication Ltd, 2005.

Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. Mengenal


Penelitian Kelas Jakarta: Indeks, 2009.

Laura Langbein dan Claire L. Felbinger, Public


Program Evaluation: A Statical Guide. New York: M.B. Sharpe
Inc., 2006.

249
Lee J. Cronbach, Toward Reform of Program Evaluation.
San Francisco: Jossey-Bass Publisher, 1993.

Leonard Rutman, Evaluation Research Methods: A Basic


Guide. London: Sage Publication, 1984.

Leonard Rutman, Evaluation Research Methods: A Basic


Guide. London: Sage Publications, 1984.

Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:


Rineka cipta. 2007.

Marzuki. Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE UII,


1989.

McMillan JH dan Schumacer, S. 2010. Research In


Education : Evidence Based Inquiry. New Jersey : Pearson
Education Inc.

Mills E, Geoffrey. Action Research a Guide for the


Teacher Researcher. United State: Pearson Education, 2003.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang


Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode
Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

250
Program Pascasarjana UNJ. Buku Pedoman Penulisan
Tesis dan Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ.

R, Kountur. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi


dan Tesis Cet II. Jakarta: PPM, 2007.

Ritzer, George, dkk. 2003. Sociological Theory: Six


Edition. New York: McGraw Hill.

Sagor, Richard. Guiding School Improvement with


Action Research. USA: Association for Supervision and
Curriculum Development, 2000.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif


& Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sejathi, 2011. Penelitian Evaluatif. SVOONG Books


(Online). 12 April 2013.
file:///D:/AAA%20BAHAN%20KULIAH%20SEMESTER%
20GENAP/tugas%20MPP/BAHAN%20TUGAS%20PRESEN
TASI/Penelitian%20Evaluatif.htm.

Sugiono.2015.‖Metode Penelitian Pendidikan:


Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Kualitatif.


Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan


R&D. Bandung: Alfabeta, 2007.

251
_______. Metode Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif, dan R
& D Cet. III. Bandung: Alfabeta. 2007.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul
Jabbar, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoretis dan
Praktis untuk Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip & Operasionalnya.
Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Sukmadinata, N.S. 2009. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung (ID): PT. Remaja Rosda Karya.
Sumanto, 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan
Pendidikan: Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistika dalam
Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
Susilo. Penelitian Pendidikan. Jakarta: Poliyama Widya
Pustaka, 2009.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar.
Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Wibawa, Basuki. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Direktorat Tenaga Kependidikan, Depdiknas, 2003.
Widayat & Amirullah, 2002, Riset Bisnis, Graha Ilmu,
Yogyakarta. Dalam: http://ab-fisip-
upnyk.com/files/LANDASAN%20 TEORI.pdf. 14 Oktober
2009.
Yin, R. K. 2003. Case Study Research: Design and
Methods. 3 ed. Thousand Oaks, CA: Sage Publication.

252

Anda mungkin juga menyukai