PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas masalah yang ditemui selama melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Tn. Md. A dengan CKD Stage V + Hepatitis B Kronis dengan Hipervolemi
yang menjalani hemodialisis reguler di Sub Instalasi Hemodialisa RSUP Prof.DR.IGNG Ngoerah
Denpasar. Adapun yang dibahas berupa kesesuaian ataupun kesenjangan antara teori dan praktik
adalah sebagai berikut: Proses keperawatan yang dilakukan penulis pada asuhan keperawatan terdiri
dari proses pengkajian, analisa data, penegakan diagnosa keperawatan, penyusunan intervensi,
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian yang penulis lakukan Tn. Md. Aadalah salah satunya menggunakan pola fungsi
kesehatan menurut Gordon dan Doenges. Pada kajian teori dipaparkan bahwa pada pasien PGK
biasanya ditemukan tanda dan gejala sindrom uremia akibat menumpuknya toksin uremik hampir
pada semua sistem tubuh misalnya: pada sistem percernaan terdapat anoreksia, mual, muntah atau
yang lebih dikenal dengan istilah gastropaty uremikum, pada sistem neurologi ditemukan gejala
cepat lelah, sakit kepala, neuropati perifer bahkan kejang, pada sistem integumen ditemukan kulit
kering dan pruritus demikian pula pada sistem tubuh yang lain akan muncul berbagai tanda dan
gejala. Pada pengakijan kasus, tanda dan gejala tersebut tidak ditemukan. Hal ini diakibatkan karena
pasien telah dilakukan tindakan HD selama 12 tahun 2 kali seminggu selasa dan jumat pagi.
Pada pengkajian kasus hanya ditemukan tanda-tanda kelebihan volume cairan yaitu adanya
peningkatan BB, adanya asites pada perut ( 92 cm). Tanda ini muncul akibat pasien terlalu banyak
minum (sekitar 1 liter/hari), dan tidak ada produksi urine dalam sehari. Hal ini menyebabkan
penimbunan cairan pada intravaskular dan interstitial. Pada kompartemen intravascular akan
menambah beban jantung karena peningkatan cardiak output sedangkan pada interstitial akan
menyebabkan fiting edema. Bila kondisi berlanjut dapat terjadi sesak napas akibat edema paru.
Kondisi tersebut tidak akan muncul apabila pasien mampu membatasi minum dengan menghitung
kebutuhan minum yaitu jumlah urine dalam 24 jam ditambah jumlah insensible water loss (IWL).
Dari hasil pengkajian pasien didapatkan hasil sebagai berikut : (Jumlah urine dalam 24 jam) 0 ml +
(IWL) 588ml/24jam = -588ml/24jam.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus, ditemukan tiga diagnosa keperawatan, yaitu sebagai diagnose prioritasnya
adalah Hipervolemia. Dua diagnose yang didapat juga berupa diagnose keperawatan resiko yakni
resiko infeksi dan resiko jatuh, dimana akan dijadikan diagnose tambahan sesuai dengan data yang di
dapat dari hasil pengkajian
Diagnosa keperawatan yang telah ditemukan pada kasus, telah pula didukung data yang akurat.
hipervolomi berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai dengan Pasien mengatakan
banyak minum ± 1000 cc/hari,Pasien mengatakan badan terasa berat,pasien mengatakan tidak
kencing sudah dari 2017, Perut tampak membesar, Lingkar Perut 92 cm, TD pra HD :125/88 mmHg,
Nadi pra HD :93 x/mnt, Suhu pra HD :36,5°C, RR pra HD : 20 x/mnt, HCT : 36,5 %, CRT < 2 detik,
BBK : 57kg, BB pra HD : 58,8 kg, IDWG : 2,9%, Turgor kulit: <2 detik. Resiko infeksi ditandai
dengan penyakit kronis (CKD stage V) Pasien tampak terpasang akses AV Shunt sinistra,Kondisi AV
shunt pasien anurisma, TD pra HD :125/88 mmHg, Suhu pra HD :36,5°C, RR pra HD : 20 x/mnt,
WBC 6,65 103/μL, NLR 4,65, Ferritin: 377,51 mcg /L, SI : 39,70 ug/dL, ST: 22,8%, Albumin: 3,52
g/dL, BUN: 70,90 mg/dL, Creatinin: 19,16 mg/dL, HbsAg Non Reaktif, Anti HCV Reaktif. Resiko
jatuh ditandai dengan penggunaan alat bantu berjalan pasien juga mengatakan pernah jatuh kurang
lebih 1 tahun yang lalu pada tahun 2022, pasien mengatakan jatuhnya di rumah karena terpeleset
sehingga mengakibatkan sakit dibagian ekstremitas bawah dektra sinistra, pasien harus menggunakan
alat bantu untuk berjalan, TD pra HD :125/88 mmHg, Suhu pra HD :36,5°C, RR pra HD : 20 x/mnt,
pasien tampak menggunakan tongkat saat berjalan, pasien memakai gelang kuning, umur pasien: 52
tahun, didapatkan hasil pengkajian jatuh menggunakan morse fall scale (MFS) skore 60 dengan
interpretasi pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh resiko tinggi, pola aktivitas dan latihan dengan
status fungsional di dapatkan skor 15 interpretasi (ketergantungan Ringan), Kalsium: 9,3 mg/dL,
Fosfor: 89,5 mg/dL
3. Intervensi keperawatan
Penetapan rencana keperawatan tentu saja berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah
dirumuskan. Rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan pasien (Nursalam, 2017).
Rencana intervensi pada diagnosa keperawatan hipervolemia telah sesuai dengan kajian teori
yaitu dengan memantau intake dan output cairan secara rutin, memonitor tanda-tanda kelebihan
volume cairan seperti edema, sesak napas bila ada, melakukan program hemodialisis dengan
melakukan ultrafiltrasi. Program UF Goal yang cukup tinggi mengharuskan perawat lebih berhati-hati
terhadap kemungkinan komplikasi akut durante dan post HD misalnya terhadap penurunan tekanan
darah, adanya kram otot atau keluhan lain misalnya nyeri dada dan perasaan pusing dan mata
berkunang-kunang. Tindakan tersebut harus direncanakan secara matang dan ditulis dalam rencana
intervensi keperawatan.
Rencana lain yang akan dilakukan adalah pencegahan infeksi berupa Tindakan pemberian
Informasi tentang pencegahan infeksi dan demonstrasi cuci tangan.
Adapun rencana lain yakni mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko
jatuh (mis. lantai licin, penerangan kurang), didapatkan hasil risiko jatuh dengan menggunakan skor
dari morse fall scale yakni 60 dimana interpretasinya pencegahan resiko jatuh tinggi, adapun
intervensi yang dilakukan pasang gelang khusus (gelang berwarna kuning), pasang penanda pada bed
pasien, pasang pengaman pada sisi bed dan mengkunci roda bed pasien, dekatkan alat bantu dengan
pasien merupakan intervensi yang di terapkan pada pencegahan resiko jatuh.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan telah dilakukan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Tahap
evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan
menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan.(Nursalam, 2009).
Pada implementasi, dilakukan manajemen cairan untuk mengontrol input dan output pasien
supaya dapat menurunkan hipervolemia dalam tubuh pasien sehingga asites menurun, dan lingkar
perut dalam batas normal (>90cm), tekanan darah pasien kembali dalam batas normal, BB tidak
meningkat dalam waktu singkat, Hb normal, ureum normal, kreatnin normal, natrium membaik,
calcium membaik sehingga ada kesinkronan teori dan fakta.
Implementasi tambahan lain yang mendukung yaitu memberi edukasi dan demonstrasi
tentang cuci tangan yang intens kepada pasien dengan tujuan pencegahan infeksi serta tetap
melakukan mengidentifikasi resiko jatuh yang dilakukan sebelum Tindakan hemodialisis dilakukan.
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi keperawatan. Evaluasi keperawatan
didasarkan pada kriteria tujuan yang telah ditetapkan termasuk kriteria hasil dan waktu pelaksanaan
evaluasi. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan
pasien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan
dan pencapaian tujuan.(Nursalam, 2009) Kualitas keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses dan
dengan melihat hasilnya.
Pada diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan, penulis telah dapat melakukan evaluasi
sesuai kriteria waktu yang telah ditetapkan dan melakukan assessment atau penilaian terhadap masing-
masing masalah. Pada bagian planning atau perencanaan kembali saat evaluasi, penulis juga telah
mampu merumuskan rencana tindakan selanjutnya untuk mempertahankan kondisi pasien dan
mencegah kondisi pasien mengalami kemunduran. Secara umum evaluasi terhadap diagnosa tersebut
dapat dikatakan telah berhasil.
ITEM HD Ke 1 HD Ke 2 HD Ke 3 HD Ke 4
BB pra HD 58,8 kg 58,2 kg 58,8 kg 59,2 kg
BB post HD 57,0 kg 57,0 kg 57,0 kg 57,0 kg
UF 2,5 liter 1,9 liter 2,5 liter 2,9 liter
IDWG 2,9% 2.3% 2,9% 3,7%
IDWG merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan kenaikan berat
badan sebagai dasar untuk menentukan jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik.
(Arnold TL, 2007). Menurut Neumann, (2013) IDWG yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah tidak
lebih dari 3% dari berat kering.IDWG >4% meningkatkan rawat inap, dan IDWG melebihi 5,7% akan
meningkatkan mortalitas pasien (Wong et al., 2017). Dalam Guideline K/DOQI, (2006) disebutkan
bahwa kenaikan berat badan interdialitik sebaiknya tidak melebihi dari 4,8% dari berat badan kering.
Kozier, (2004) dalam Istanti, (2009) mengklasifikasikan penambahan berat badan menjadi 3 (tiga)
kelompok yaitu ringan (<4%), sedang (4-6%), dan berat (>6%).
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan data presentasi IDWG dari hemodialisa pertama
sampai ke – empat terjadi peningkatan IDWG melebihi 5%. Menurut Neuman (2013) IDWG yang
dapat ditoleransi oleh tubuh adalah berkisar antara 2.5 % - 3.5 % dari berat badan kering. Penambahan
berat badan diantara dua waktu dialysis (IDWG) erat kaitannya dengan masukan caairan pada pasien.
Pembatasan cairan merupakan salah satu terapi yang diberikan bagi pasien penyakit ginjal tahap
akhir. Pengaturan masuk cairan yang baik dapat mencegah IDWG yang berlebihan. Pembatasan
cairan pada pasien gagal ginjal kronik menunjukkan pembatasan cairan mayoritas kategori buruk.
Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dianjurkan membatasi cairan dalam sehari
(Marantika dan Devi, 2015). Karenanya, pasien disarankan mengkonsumsi cairan tidak lebih dari 500
ml.
Parameter untuk menentukan pasien dikategorikan sebagai pasien yang beresiko jatuh adalah dengan
penggunaan skala MORSE (ISI ANG NILAI SKALA MORSE).dann Nilai lab zat fosfor