Anda di halaman 1dari 4

Rambut Aji Diri dan Rapi Gak Harus

Dua Senti

Illustrasi : Vivian Yoga Veronica Putri/Kontributor

Musim ajaran baru telah tiba. Ribuan mahasiswa baru (maba) berbondong-bondong berebut
kuota kursi di Universitas Negeri Malang (UM). Setidaknya terdapat 9 ribu lebih baru yang
diterima di kampus pendidikan ini. Sejak 17 Agustus lalu, mereka telah memulai langkah awal
dengan mengikuti pembukaan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru
(PKKMB).

Setiap pagi ribuan maba tersebut berbaris rapi lengkap dengan berbagai atribut yang telah
ditentukan. Penampilan pun juga seragam dengan atasan putih dan bawahan hitam. Tampilan
yang begitu polos mengingat keseragaman begitu diatur dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Terutama bagi maba putra, bahkan mereka diatur dengan panjang rambut maksimal yang sama
yakni 2 cm. Pandangan yang cukup menarik mengingat masih diberlakukannya peraturan yang
begitu seragam di lingkungan jenjang akademik mahasiswa.

Sore itu (20/8/23), selepas azan maghrib, saya bertemu dengan salah seorang maba
Departemen Geografi. Dengan berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak
mencantumkan nama asli narasumber. Sebut saja Kevin*, ia memilih nama itu untuk saya
cantumkan pada tulisan ini.

Ia mengatakan sudah sejak dulu menginginkan kuliah di kampus ini. Ia juga cukup senang telah
mengikuti rangkaian PKKMB di kampus impiannya.

Meski begitu, beberapa keluhan agak ia beratkan terkait jalannya PKKMB. Salah satunya
adalah keterlambatan informasi. Kevin tak terlalu menyinggung soal keterlambatan informasi
tersebut, karena mungkin ia sudah mendengar dari beberapa senior kalau kampusnya memang
terkenal serba mendadak. Satu hal lain yang membuatnya sedikit kaget adalah adanya
peraturan soal penampilan, yakni rambut yang harus dicukur pendek maksimal 2 cm.

Ia cukup heran, mengapa di dunia perkuliahan masih ada aturan seperti itu. Meskipun ia
menyadari bahwa peraturan itu mungkin hanya berlaku dalam masa ospek saja. Dunia
perkuliahan yang mungkin ia bayangkan sebagai dunia pendidikan dengan kebebasan
berekspresi tentu tak akan terganggu oleh panjangnya rambut seseorang.

"Menurutku ini mas kalau buat kerapian emang penting, ya. Cuma kalau emang kayak faktor
pengganggu ospek sih enggak ganggu soalnya. Meskipun gak 2 cm ini kan bisa dirapiin biasa
gitu kan bisa. Enggak harus 2 cm kan bisa,"

Menyoal kerapian, ia juga berpikir kalau rapi pun tak seharusnya rambut yang dikorbankan
sedemikian. Sebelumnya, ia telah memelihara panjang rambut hingga di bawah telinga. Jarak
antara lulus Sekolah Menengah Atas hingga diterima di kampus membuatnya bebas untuk
memanjangkan rambutnya. Baginya, rambut sudah seperti mahkota. Mungkin itu yang
membuatnya lebih percaya diri.

"Aslinya enggak terima. Kayak sebagai cowok rambut mahkota kan? Tapi berhubung peraturan
kayak gini kan– terus bisa kalau gak naati peraturan katanya nggak lulus PKKMB, ya udah
kayak pasrah. Mau nggak mau nurutin lah," katanya menyikapi peraturan tersebut.

Malam itu, sebelum ia memutuskan pergi ke Malang untuk menjalani rangkaian kegiatan ospek,
ia masih berpikir bahwa gaya rambutnya mungkin tak dipermasalahkan. Kemudian pikirannya
berubah ketika omongan keluar dari teman-temannya terkait konsekuensi yang harus didapat
ketika tak menaati peraturan ospek. Segera ia mengikhlaskan rambutnya itu untuk melewati
masa-masa ospek yang hanya beberapa hari saja.

"Kalau emang buat kerapian kan dari panitia harus nyontohin juga," ujarnya.

Kevin bukan satu-satunya mahasiswa baru dengan keberatan seperti ini. Ia juga menceritakan
soal peraturan ini begitu hangat diperbincangkan di tongkrongan kawan-kawan barunya. Meski
begitu, tak ada pilihan lain selain menaati peraturan tersebut. Tak ada satupun maba putra
berambut panjang.
Tak berbeda dengan Kevin, Reihan*, maba dari Departemen Hukum dan Kewarganegaraan,
juga merasakan keresahan yang sama. Ia tak menyangka jika masalah panjang rambut juga
dipermasalahkan di jenjang perkuliahan. Ia cukup kaget awalnya melihat ada peraturan
mengenai panjang rambut yang harus 2 cm.

Baginya, rambut adalah aji milik seseorang. Artinya rambut memiliki arti kehormatan tersendiri
bagi seseorang. Selain itu, Reihan yang memiliki tipikal rambut bergelombang dan tipis juga
merasa rambut seperti ini membuatnya tidak percaya diri. Dia sendiri sudah memelihara rambut
dari sejak lulus SMA. Sama halnya Kevin, ia pun harus merelakan rambutnya demi mengikuti
rangkaian kegiatan wajib bagi maba di kampusnya.

"Rambut itu berhubung dengan saya punya kerusakan pada rambut saya, saya ini memiliki
rambut yang bergelombang, tipis dan jarang-jarang. Jadi kalau rambut saya sedikit itu saya bisa
sakit jadi kedinginan– mungkin kurang pede iya," ucap Reihan.

Kini PKKMB telah selesai. Tak ayal dari segala perjuangannya untuk berebut kursi di kampus
ini, kini terbayar dengan serangkaian kegiatan ospek dengan segala aturan yang telah mereka
ikuti. Artinya, sekarang mereka telah resmi menjadi mahasiswa baru di kampus idamannya.

Peraturan soal berpenampilan rapi sebenarnya tercantum dalam Peraturan Rektor Universitas
Negeri Malang Nomor 49 Tahun 2023 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengenalan
Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2023/2024. Meskipun tidak secara
spesifik peraturan tersebut mengatur tentang panjang rambut maba putra.

Ketentuan panjang rambut sendiri sebenarnya berasal dari dalam Guide Book Pengenalan
Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru yang ditetapkan sebagai tata tertib oleh panitia.
Dalam kewajiban peserta poin (h) tertulis bahwa, "Panjang rambut mahasiswa putra maksimal
2cm dan harus rapi." Hal ini yang kemudian mengatur secara spesifik mengenai kerapian
rambut maba putra maksimal 2 cm.

Dhia Al Uyun yang merupakan ketua dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)
berpendapat bahwa aturan seperti ini justru melanggar kebebasan berekspresi di lingkungan
kampus.

Menurutnya, kebebasan berekspresi merupakan hak bagi setiap orang. Meskipun dalam suatu
instansi ada regulasi-regulasi tertentu yang diatur dalam rangka menjaga kondusivitas di
lingkungan.

"Untuk kemudian pengaturan terhadap misalnya tentang rambut apakah rambut itu berapa cm,
itu jauh dari kebebasan berekspresi," jelas Dhia menyoal peraturan PKKMB yang
mengharuskan maba putra berambut maksimal 2 cm.
"Karena orang ditekan untuk melakukan atau menggunakan cara-cara yang seragam yang
sebenarnya jauh dari keinginan mereka secara individual," tambah dosen Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya tersebut.

Dhia juga menyebut bahwa seharusnya peraturan di lingkungan akademik tidak seharusnya
membatasi hal-hal seperti itu. Ia menyatakan lingkungan akademik justru memberikan
kebebasan berekspresi kepada individualnya.

"Lingkungan akademik itu justru memberikan kebebasan berekspresi kepada individualnya.


Karena bukan lagi siswa tapi mahasiswa." tutupnya sore itu melalui panggilan Whatsapp.

Baik Kevin maupun Reihan keduanya memiliki keresahan yang sama. Bagi mereka, rambut
adalah suatu kehormatan milik seseorang. Jalannya kegiatan pun tentu seharusnya tak
terganggu dengan panjang rambut seseorang. Meskipun kerapian mahasiswa diharuskan,
tetapi tidak harus dengan panjang rambut 2cm.

"Kenapa harus dua senti mungkin untuk kerapian mungkin. Tapi yang saya heran itu gak
mengganggu jalannya PKKMB kenapa harus muncul peraturan itu," ucap Reihan sejalan
dengan Kevin. (dlt)

*nama bukan sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai