Anda di halaman 1dari 4

KEBEBASAN DALAM BATASAN

“RAMBUT GONDRONG”
“Seorang Mahasiswa jika berambut panjang mempunyai keberanian yang tinggi, dari
memanjangkan rambut saja sudah mendapatkan rintangan yang bertubi-tubi.”

“Seorang Mahasiswa yang berambut panjang memiliki bakat seni, karena dari
memanjangkan rambut saja sudah menciptakan estetikanya tersendiri.”

“Seorang Mahasiswa yang berambut panjang dapat dikatakan memiliki wawasan yang luas
karena cara merawat rambut membutuhkan pengetahuan yang tinggi.”

“Seorang lelaki berambut panjang mempunyai rasa peduli dan sayang yang luar biasa
karena dari merawat sampai memanjangkan rambutnya saja sudah ada rasa sayangnya
tersendiri.”

Mengenai pernyataan –pernyataan diatas, mungkin saya bukanlah seseorang yang


mempunyai keberanian, kemampuan seni, wawasan yang luas dan lain-lain. Saya
memanjangkan rambut bukan karena ingin dipanggil unik, tapi hanya ingin menghempaskan
hasrat saya.

Sejak saya masih berstatus siswa, banyak siswa laki-laki yang ingin memanjangkan
rambut mereka, namun kemauan itu terbentur oleh aturan yang ada di sekolah. Saya
terkadang berfikir apa hubungan pendidikan dengan berberambut panjang. Jika maksudnya
rambut pendek adalah tolak ukur kerapihan di sekolah, sebenarnya berambut panjang juga
termasuk rapih. Apa mungkin karena kami berjenis kelamin laki-laki, hhhe. Apakah lelaki
yang berambut panjang merupakan sesuatu yang tidak wajar dan tidak dapat dikatakan orang
yang berpendidikan. Jadi bagaimana orang yang berambut pendek tapi tidak berpendidikan.?

Okelah saat itu saya masih siswa SMA, masa masa SMA masih perlu arahan dari pengganti
orang tua disekolah.

Masuk dunia perkuliahan seolah memberi kebebasan kepada pribadi masing-masing


untuk mencari gaya yang berhubungan dengan jati diri. Karena dunia perkuliahan memuat
nilai nilai yang sederhana namun bermakna tinggi. Seperti dalam berpenampilan yaitu “Asal
Sopan”. dengan “boleh gondrong asal berpenampilan sopan”. Akhirnya pandangan subjektif
tersebut menjadi landasan mahasiswa untuk berambut gondrong

Mahasiswa jurusan seni berambut gondrong sudah menjadi budaya mereka, dan tak ada
larangan bagi yang ingin berambut gondrong. Bahkan Jurusan Seni memiliki kebanggaan
tersendiri untuk memamerkan ciri khas kebudayaan jurusan mereka. Jurusan kuliah yang saya
ambil tak ada kaitannya dengan seni, namun tidak menghalangi niat saya untuk menggapai
hasrat saya, meskipun terdapat larangan atau aturan sumbang yang terdengar mengenai
persoalaan rambut gondrong. Pasalnya, ada saja terkadang kampus-kampus yang melarang
mahasiswanya untuk gondrong dengan cara mendiskriminasikan fasilitas kampus kepada
orang gondrong. Misalnya saja ada kampus yang memuat aturan “rambut gondrong dilarang
masuk ke perpustakaan” atau “rambut gondrong dilarang masuk ke ruang prodi kampus” dan
yang paling ironi mahasiswa berambut gondrong tidak diharapkan mengikuti proses
perkuliahan. Padahal kuliah sejatinya adalah sarana mendapatkan pendidikan bagi siapa saja.
Tidak pandang materi ataupun immaterial yang dapat memicu strata sosial didalam dunia
pendidikan seperti kampus. Apakah mahasiswa kaum gondrongisme selalu dipandang
sebelah mata atau orang gondrong tidak boleh pintar dan berhak cerdas ?. ataukah isu
yang selama ini bahwa faktor pembeda dari orang yang berpendidikan ialah berambut
panjang(laki-laki)/gondrong ingin dijadikan sebagai kenyataan. Bahwa mitos tersebut benar
adanya, makanya terkadang terdapat persoalan sepeleh yang dibuatkan sebuah aturan tentang
larangan berambut GONDRONG. dan ternyata larangan berambut gondrong tidak hanya
mendeskriminasi orang yang berambut gondrong, tapi juga mendeskriminasi orang yang
berambut pendek yang ingin memanjangkan rambutnya.

Sebaiknya aturan diciptakan berdasarkan masalah yang dapat berakibat tidak baik, dan
setiap aturan seharusnya mempunyai manfaat yang baik juga. Sehingga dapat memotifasi
seseorang seperti halnya didalam kampus. Bukankah aturan diciptakan untuk dijalankan dan
bukan untuk dilanggar. Jangan ajari kami sebagai rakyat indonesia menjadi orang yang tidak
taat aturan. Apakah Aturan dan kebijakan tidak untuk mensejahterahkan masyarakat. Apalah
guna negara kita berstatus Demokrasi. ???

Salahkah jika mahasiswa nyaman dengan jati diri gondrongnya ? Jika begini, nasib
seorang gondrongisme yang mempunyai potensi akademis akan tenggelam hanya karena
rambut gondrongnya. Jadi, alangkah baiknya kampus yang melakukan diskriminasi terhadap
gondrongisme agar berhenti melakukan diskriminasi tersebut. Bagaimanapun juga orang
berambut pendek bukan suatu jaminan bahwa dia akan lebih pintar dan beretika dari orang
berambut gondrong.

Terjebak dalam kawanan manusia dengan semut didalam kepala mereka

Keramaian hingar bingar yang meredupkan cahaya jiwa

Terdiam dalam sandiwara yang memicu dahaga

Menjadi suara yang samar diantara suara-suara.


Dibalik suatu stereotipe yang positif, selalu ada saja hal negatif yang dilihatnya,
begitupun dengan rambut gondrong. Seperti pada masa orde baru atau rezim Soeharto,
rambut gondrong dianggap bertentangan dengan kepribadian nilai bangsa Indonesia.
Sehingga orang yang berambut gondrong akan langsung dicap penjahat, preman dan
dianggap acuh terhadap nilai bangsa Indonesia. Orang berambut gondrong diberantas dengan
cara razia-razia rambut gondrong oleh pemerintah saat itu, termasuk seniman yang berambut
gondrong terkena dampaknya. Orang berambut gondrong dianggap seperti seorang kriminal
sehingga mereka tidak diperkenankan mengurus SIM, KTP, atau surat bebas G 30 S dari
pihak kepolisian, kecuali mereka mencukur rambutnya terlebih dahulu.

Seperti didalam perkuliahan mahasiswa akan diberi izin setelah mencukur rambut, hhhe

Memasuki abad 21 ini, masa orde baru mungkin sudah berakhir, namun stereotipe negatif
tentang orang gondrong masih saja ada. Contohnya saja dalam lingkungan keluarga, teman
dan masyarakat lain karena menganggap saya mirip dengan penjahat atau preman dan
terkesan tak mau diatur.

Semoga generasi generasi orang Indonesia sekarang dan kedepannya bahwa berambut
gondrong identik dengan ketidak baikan harus dihilangkan, agar kedepannya tidak ada lagi
kalimat “orang yang tidak baik dan tidak ber’etka karena berambut gondrong !”

Tradisi & Agama

Dalam tradisi Indonesia, rambut gondrong merupakan tradisi terdahulu nenek moyang
kita. Hal itu diungkapkan oleh sejarawan Anthony Reid. Beliau mengatakan bahwa rambut
gondrong sangat melekat dalam tradisi masyarakat Asia Tenggara, termasuk nusantara saat
itu, sebagai perlambang atau simbol kekuatan dan kewibawaan seseorang.

Dalam pandangan agama, berdasarkan 6 agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu. Yang saya tau, tidak ada
satupun dari agama tersebut yang melarang manusia untuk berambut panjang.

Berhubung saya seorang muslim, maka saya akan membahas dari sudut pandang Islam
mengenai rambut gondrong ini. Simak hadits berikut ini :

‫ش ْع َرهُ َم ْن ِكبَ ْي ِه‬


َ ‫ب‬ َ ْ‫ِي ِل َّم ٍة أَح‬
ْ َ‫سنَ ِم ْنهُ َوفِ ْي ِر َوايَ ٍة كَانَ ي‬
ُ ‫ض ِر‬ ْ ‫ب َيقُ ْو ُل َما َرأَيْتُ ِم ْن ذ‬ ِ ‫ع َِن ا ْلبَ َّر‬
ٍ ‫اء ب ِْن ع َِاز‬

Dari Bara’ bin Azib, dia berkata, “Aku tidak pernah melihat rambut melampaui ujung telinga
seorang pun yang lebih bagus dari (rambut) Rasulullah.” Dalam suatu riwayat lain,
“Rambut Rasulullah sampai mengenai kedua bahunya.” (Hr. Muslim: 2337)

Berdasarkan hadits itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjangkan rambut


sampai bahu yang artinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang kita untuk
memanjangkan rambut..
Akhir Kata

Mau berambut pendek atau memanjangkan rambut (gondrong) terserah dari individu
masing masing. Setiap orang yang menyayangi sesuatu mempunyai cara yang berbeda,
termasuk rambut.

Rambut adalah bagian dari ideologi. Berubah sebelum dirubah, berjuang sebelum
diperjuangkan dan merdeka sebelum dimerdekakan. Namun rambut gondrong pun akan tiba
waktunya untuk dipangkas apabila merasa sudah tidak nyaman atau melebihi batas. Merawat
rambut adalah kewajiban, berambut panjang menunjukan hak dan kebebasan. Namun disetiap
kebebasan harus tetap memperhatikan batasan dan kewajaran.

Seperti halnya dalam manusia, pada hakikatnya manusia diberikan kebebasan berfikir,
bertindak dan berperilaku namun tetap berada didalam batas lingkaran yang sudah ditetapkan
oleh sang pencipta.

Rambut merupakan mahkota, jangan sampai mahkota yang kita jaga esensinya hilang begitu
saja.

Mahkota melambangkan hak dan kebebasan. Jadikan mahkotamu sebagai teman yang
membantu kita mencari jati diri. Sayangi rambutmu (mahkota), rambut merupakan bagian
dari diri kita. Semua yang ada didalam diri kita berhak untuk disayangi.

#PAKIS_UNM

 https://kauadalahkata.wordpress.com/2007/06/20/rambut-dan-sejarah-indonesia/
 https://konsultasisyariah.com/1926-rasulullah-memanjangkan-rambut-benarkah.html

Anda mungkin juga menyukai