Anda di halaman 1dari 4

Pencak Silat merupakan warisan budaya Indonesia yang sudah tumbuh dan berkembang ke manca

negara. Salah satu perguruan tinggi yang cukup dikenal adalah Perguruan Silat Merpati Putih yang
berasal dari Yogyakarta.

Sedangkan perkembangan Pencak Silat di Kabupaten Kendal pun mulai menunjukkan peningkatan. Hal
ini terlihat dari banyaknya jumlah pesilat yang mengikuti ujian kenaikan tingkat di Gedung DPC PDI
Perjuangan, Kabupaten Kendal. Sebanyak 200 pesilat dari Perguruan Silat Bambu Kuning (Sibaku), pada
Selasa 25 Desember 2012 mengikuti ujian kenaikan tersebut.

Moh Arfani, Ketua Umum Sibaku pada saat pembukaan Ujian Kenaikan Tingkat menjelaskan Perguruan
Silat Bambu Kuning adalah seni beladiri silat asli dari Kabupaten Kendal. Pendirinya sejak jaman perang
kemerdekaan adalah para pendekar dari Kendal, sehingg ada kewajiban secara moral untuk melestarikan
kebudayaan tersebut.

"Kenaikan tingkat ini adalah wujud nyata pelestarian seni budaya sekaligus menjaring bibit atlet yang
akan dipersiapkan untuk Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) mendatang di Banyumas. Ujian yang digelar
selama dua hari tersebut meliputi materi tehnik jurus dan seni tarung yang dibedakan menurut sabuk
yang disandang, " ungkap Arfani yang juga menjabat sebagai Sekretaris KONI.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh pemerhati olahraga, yakni Chumaidi. Ia mengungkapkan kondisi
Pencak Silat di Kabupaten Kendal malah sedang mengalami penurunan dalam hal olahraga prestasi. Hal
ini menjadikan keprihatinan Pemerintah Kabupaten Kendal serta banyak pihak. Terutama Ikatan Pencak
Silat Indonesia (IPSI) Kendal yang merupakan induk organisasi pencak silat.

"Kita perlu kembalikan kejayaan Pencak Silat Kendal seperti tahun 90-an. Sedang secara internal, saya
yang ditugasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan pada organisasi Sibaku pada 2013 akan
mengadakan perombakan yang mendasar di Perguruan Silat Bambu Kuning ini. Baik materi latihan,
pemusatan latihan, pencarian bibit baru yang persiapkan untuk atlet, dan yang terpenting adalah
mengadakan pendidikan khusus yang mengarah pada kualitas pelatih yang diterjunkan.

Terkait peralatan latihan, Chumaidi mencoba mengupayakan bekerja sama dengan berbagai pihak
supaya tercukupi. "Saya sadar hal ini tidak mudah, maka kepada alumni Sibaku untuk segera merapatkan
barisan, agar rencana ini berjalan dengan baik," paparnya

Pada acara penutupan Ujian Kenaikan Tingkat, Chumaidi menyampaikan kepada peserta ujian untuk
meningkatkan kembali penguasaan materi di masing-masing sabuk dan tingkatan. Hal ini diperlukan agar
peserta ujian dapat mengembangkan pengetahuan tidak hanya yang diperoleh dari perguruan saja.
"Kepada sabuk merah yang merupakan level tertinggi di pencak silat untuk dapat membuka cabang
latihan dimanapun lokasinya, karena kalian sudah mendapatkan ijin untuk melatih," pesannya. (Aryo
Widiyanto)

Perguruan Pencak Silat Salam yang berpusat di Lapangan Kantor Dinas PU, Jalan Sakti Lubis, Medan,
menggelar ujian kenaikan sabuk di Pantai Birta, Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang,
Minggu (1/5) kemarin.

Ujian kenaikan sabuk ini diikuti oleh 49 pesilat dari sabuk putih hingga hitam dengan sesi dan tahapan
yang berbeda-beda.

"Konsep kenaikan sabuk kemarin berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ini pertama kalinya kita
melakukan kenaikan sabuk di luar Kota Medan," ujar Penasehat Perguruan Salam, Marwan, Selasa (3/5).

Ujian kenaikan sabuk Perguruan Salam diharapkan bisa meningkatkan semangat dan mutu para atlet
pelajar maupun dewasa, mengingat ujian fisik kali ini dikonsep berbaur dengan alam.

Untuk tingkat sabuk hijau ke atas, para atlet harus melewati ujian fisik berlari menaiki dan menuruni
ratusan anak tangga tanpa henti yang langsung dilanjutkan dengan push-up hingga 50 kali tanpa henti.
Selain itu, ujiannya juga terdiri dari berbagai pos, dimana para pesilat harus bisa melewati berbagai
tahapan.

Guru Utama Zulkifli Hasibuan memakaikan sabuk kepada pesilat yang lulus ujian

Guru Utama Zulkifli Hasibuan memakaikan sabuk kepada pesilat yang lulus ujian

"Kali ini Perguruan Salam yang notabene-nya merupakan perguruan silat lokal di Kota Medan, memiliki
berbagai konsep baru. Sebelumnya kita juga sudah melaksanakan berbagai agenda, salah satu agenda
besar yakni membuat acara talkshow inspiratif bersama aktor laga international. Kali ini kita juga
menjalani agenda bersejarah, yakni kenaikan sabuk dengan konsep nuansa alam dan juga istilah turun
tanah yang kedua kalinya setelah tahun 80-an," jelas Humas Perguruan Pencak Silat Salam, Fazrul
Haque.

Harapan Guru Utama Perguruan Salam, selain meningkatkan prestasi, juga dapat mendalami prakarsa
semboyan para pesilat untuk menghadapi berbagai rintangan dalam kehidupan sehari hari.
"Hal yang nyata itu ketika para pesilat bisa menghadapi rintangan dan tantangan di dunia luar," kata
Guru Utama PPS Salam, Zulkifli Hasibuan.

Pengalaman Pertama Ujian Kenaikan Tingkat Pagar Nusa


Layaknya sekolah, dalam bela diri pencak silat ada sistem kelas atau tingkatan. Tingkatan tersebut
ditandai dengan warna dan ukuran sabuk yang berbeda. Dalam pencak silat Pagar Nusa sendiri ada
beberapa tingkatan sabuk, yaitu :
1. Tingkat TK, belum berseragam dan belum bersabuk tetapi aturan terbaru memakai sabuk hijau yang
ukurannya kecil
2. Tingkat SD, hijau lebar
3. Tingkat SMP, kuning
4. Tingkat SMA, oranye
5. Tingkat warga, hijau lebar seperti selendang

Untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi atau mendapat sabuk yang lebih tinggi harus melalu ujian
kenaikan. Pengalaman pertamaku mengikuti kegiatan ujian kenaikan tingkat dari SD ke SMP cukup
berkesan. Menurut salah satu kakak warga, kenaikan pertama itu yang paling berat karena kita belum
tahu seperti apa sistemnya. Meskipun sebenarnya aku tidak mengikuti ujian kenaikan itu sampai selesai
karena berbagai hal yang sulit dijelaskan :v

Kegiatan yang diadakan pada Sabtu malam, 20 Agustus 2016 itu diikuti oleh 18 peserta yang terdiri dari 3
sabuk hijau termasuk aku sendiri dan sisanya sabuk kuning. Dengan persiapan sangat minim, kegiatan
dimulai dengan berkumpul di sebuah tempat penggilingan padi atau rice mill di desa W yang juga
merupakan tempat latihan alternatif saat lapangan desa tidak bisa digunakan. Kegiatan dimulai dengan
pembagian kelompok yang terdiri dari tiga orang. Kebetulan aku kelompok pertama yang berangkat
bersama 2 'anak SMP' sabuk kuning yang salah satunya saudaraku sendiri, W dan L. Aku tanya lari apa
jalan, kata mereka lari sama jalan. Rutenya menuju desa S di kecamatan B yang berarti kami harus
melewati sekitar 2 desa untuk sampai kesana. Beruntungnya suasana sangat mendukung, dengan bulan
purnama sebagai lampu alami dan juga adanya pesta peringatan 17 Agustus membuat jalanan tidak
terlalu mencekam. Belum jauh kami melangkah dan masih di kawasan desa sendiri, terlihat dua sosok
yang terlihat sedang duduk. Aku dan saudaraku menebak-nebak itu benar orang atau bukan, dan
ternyata memang 2 orang yang sedang duduk di aspal membelakangi kami. Setelah jaraknya cukup dekat
kami bertiga berdehem cukup keras (aku sendiri malah pura-pura batuk hahaha) dan bisa ditebak
mereka kaget. Sepertinya mereka memang sedang bermalam minggu ria di pinggir sawah, mungkin
mereka tidak punya cukup dana untuk ke tempat yang menyediakan fasilitas dinner. Ah sudahlah. Dalam
kekagetannya, sang pangeran dalam kegelapan(?) dengan sok akrabnya bertanya "latihan mas?" sambil
mengulurkan tangannya. Terpaksa kedua (calon) pendekar yang mengawalku menyambut uluran
tangannya dan mengiyakan. Cih, basa-basinya nggak banget dan juga sebenarnya kami nggak latihan tapi
lagi ujian. Kami melanjutkan perjalanan dengan membicarakan hal-hal yang bisa dibicarakan, dari
sekolah, teman-teman, sampai pengalaman ujian kenaikan yang lalu. Tetap dalam hati berdoa biar nggak
diganggu sama penghuni jalan, soalnya banyak pohon bambunya sepanjang jalan dan juga lewatin
jembatan bendungan.

Memasuki desa K yang cukup ramai dengan konser 17an yang belum selesai, kami melewati gang-gang
yang cukup sempit karena jalan utama ditutup. Sampailah kami di lingkungan persawahan setelah desa K
yang gelap dan melihat dua sosok berdiri di depan gerbang rice mill setempat. Kami memastikan bahwa
itu pos pertama kami setelah melihat sosok mas T dan mba N. Pertama kami laporan ke mba N dan
ditanya tentang Prasetya. Aku yang baru hafalan tadi alhamdulillah bisa menjawab semuanya, tetapi
yang kuning-kuning malah lupa dan akhirnya disuruh push up. Selanjutnya aku diperintahkan lari jongkok
dan yang kuning roll sampai ke mas T. Sesampainya di tempat mas T berada, kami kembali berbaris dan
ditugasi mempraktikan beberapa gerakan. Aku sendiri mendapat bagian pagar bangsa TK dan salam
Pagar Nusa. Pagar bangsa TK ngeblank maksimal efek ngantuk, dan hukumannya push up. Tapi salam
Pagar Nusa lancar jaya Alhamdulillah. Setelah bagianku selesai disuruh istirahat, giliran anak SMP
beraksi. Beberapa gerakan yang aku lupa namanya, cukup banyak. Setelah itu kami bertiga istirahat
bersama dan diberi sedikit pengarahan. Salah satunya yang paling diingat adalah bahwa kita jalan
malam-malam, kalau ada sosok hitam di jalan jangan langsung dihampiri. Berhentilah jika sosok itu
berkata "illaa billaah". Selain itu juga jangan pernah menolehkan kepala ke belakang. Lebih baik balik
badan, jangan hanya menolehkan kepalanya. Karna jika hanya menolehkan kepala jin bisa mengganggu
kita. Saat kami istirahat, lewatlah dua sejoli yang tadi di desa W kami ganggu. Malam mingguannya jauh
tapi nggak banget, yakali kencan di sawah. Hueks.

Selesai. Aku hanya sampai pos dua (atau mungkin satu?). Seperti diawal tulisan gaje ini, karena berbagai
hal akhirnya aku disuruh pulang duluan. Disuruh, iya. Naik motornya mas T bertiga, pulang. Cuma aku sih
yang pulang, mereka berdua nanti balik lagi dan nginep di desa S. Di jalan ketemu kelompok lain dadah-
dadah dan bikin mereka bingung. Sesuatu banget tengah malam ngebut di jalanan sepi persawahan.
Sampai di rumah sekitar 00.15. Alhamdulillah. Laa gholiba illaa billaah. PAGAR NUSA! JAYA!

Anda mungkin juga menyukai