PEMBELAJARAN ABAD 21
1
MATERI 4
PEMBELAJARAN ABAD 21
Capaian Pembelajaran
1. Tujuan
Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat
memahami konsep 4C (creativity, critical thinking,
collaborative and communication) dan mampu menerapkan
dalam pembelajaran, salain dari itu peserta juga di tuntut
untuk dapat memahami dan merumuskan implementasi
penguatan pengembangan karakter, literasi dalam
pembelajaran serta mampu Mengimplementasikan
moderasi beragama dalam pembelajaran PAI.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat:
a. Menjelaskan konsep 4 C, PPP, Literasi dan moderasi
beragama dalam pembelajaran PAI.
b. Menjelaskan mekanisme implementasi 4 C, Profil pelajar
pancasila, Literasi dan moderasi beragama dalam
pembelajaran PAI.
c. Menjelaskan urgensi model pembelajaran abad 21 dalam
PAI
d. Menganalisis sintaks pembelajaran yang berkaitan
dengan 4 C, PPP, Literasi dan moderasi beragama.
e. Mengimplementasikan pembelajaran abad 21, PPK,
Literasi dan moderasi beragama dalam pembelajaran.
2
Pokok-Pokok Materi
Uraian Materi
1. Kecapakan Abad 21
Pendidikan Abad 21 merupakan
pendidikan yang mengintegrasikan
antara kecakapan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, serta
penguasaan terhadap TIK. Kecakapan
tersebut dapat dikembangkan melalui
berbagai model pembelajaran
berbasis aktivitas yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan materi pembelajaran.
Kecakapan yang dibutuhkan di abad 21 juga merupakan
keterampilan berpikir lebih tinggi (Higher Order Thinking
Skills – HOTS) yang sangat diperlukan peserta didik dalam
menghadapi tantangan global.
3
a. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan masalah
(Critical Thinking and Problem Solving Skill)
Kecakapan abad 21 yang pertama akan dibahas adalah
kecakapan berpikir kritis dan pemacahan masalah.
Berpikir kritis bersifat mandiri, berdisiplin diri, dimonitor
diri, memperbaiki proses berpikir sendiri. Hal itu
dipandang sebagai asset penting terstandar dan cara
kerja dan cara berpikir dalam praktek, hal itu memerlikan
komunikasi efektif dan pemecahan masalah dan
komitmen untuk mengatasi sikap dan sosiosentris
bawaan (Paul and Elder, 2006).
4
simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar
membankitkan respon/makna dan pemikiran yang
serupa dengan yan dimaksudkan oleh komunikator”.
Kecakapan komunikasi dalam proses pembelajaran
antara lain sebagai berikut:
1) Memahamai, mengolah, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan
isi secara lisan, tulisan, dan multimedia (ICT Leteracy).
2) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-
idenya, baik itu pada saat berdiskusi, di dalam dan di
luar kelas, maupun tertuan pada tulisan.
3) Menggunakan bahasa lisan yang sesuai konten dan
konteks pembicaraan dengan lawan bicara atau yang
diajak berkomunikasi.
4) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga
sikap untuk dapat mendengarkan dan menghargai
pendapat orang lain, selain pengetahuan terkait
konten dan konteks pembicaraan.
5) Menggunakan alur pikir yang logis, terstruktur sesuai
dengan kaidah yang berlaku.
6) Dalam abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada
satu bahasa, tetapi kemungkinan dengan multi-
bahasa.
5
Beberapa kecakapan terkait kreatifitas yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran antara lain sebagai
berikut.
1) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan,
melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan
baru secara lisan atau tulisan
2) Bersikap terbuka dan responsive terhadap perspektif
baru dan berbeda.
3) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara
konseptual dan praktikal.
4) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannya
dalam situasi baru dan berbeda, baik dalam mata
pelajaran terkait, antar mata pelajaran, maupun
dalam persoalan kontekstual.
5) Menggunakan kegagalan sebagai wahana
pembelajaran.
6) Memiliki kemampuan dalam menciptakan
kebaharuan berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki.
7) Mampu beradaptasi dalam situasi baru dan
memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan.
d. Kolaborasi (Collaboration)
Kecakapan abad 21 yang keempat adalah kolaborasi.
Kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu
bentuk kerjasama dengan satu sama lain saling
membantu dan melengkapi untuk melakukan tugas-
tugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah
ditentukan.
6
Kecakapan terkait dengan kolaborasi dalam
pembelajaran, antara lain sebagai berikut.
1) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok.
2) Beradaptasi dalam berbagai peran dan
tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan
yang lain.
3) Memiliki empati dan menghormati perspektif
berbeda.
4) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain
dalam kelompok demi tercapainya tujuan yan telah
ditetapkan.
2. Pembelajaran HOTS
Pengertian Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Kemampuan berpikir
tingkat tinggi/ Higher Order Thinking
Skills (HOTS) adalah proses berpikir
yang mengharuskan peserta didik
untuk memanipulasi informasi dan
ide-ide dalam cara tertentu yang
memberi mereka pengertian dan
implikasi baru (Gunawan, 2012:171).
7
atau Higher order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara
berpikir yang tidak lagi hanya menghafal secara verbalistik
saja namun juga memaknai hakikat dari yang terkandung
diantaranya, untuk mampu memaknai makna dibutuhkan
cara berpikir yang integralistik dengan analisis, sintesis,
mengasosiasi hingga menarik kesimpulan menuju
penciptaan ide-ide kreatif dan produktif.
3. Taksonomi Berpikir
a. Taksonomi Bloom
Taksonomi belajar dalam domain kognitif yang paling
umum dilakukan adalah taksonomi Bloom. Benjamin S
Bloom membagi taksonomi hasil belajar dalam enam
kategori, yakni: a. Pengetahuan (knowledge), b.
pemahaman (comprehension), c. penerapan (application),
d. analisis, e. Sintesis, dan f. Evaluasi. Tingkat pemahaman
peserta didik dianggap berjenjang dengan tingkat paling
rendah (C1): pengetahuan atau mengingat, sampai
tingkat paling tinggi (C6): evaluasi (Sani, 2016: 103).
Taksonomi Bloom yang setelah digunakan cukup lama
untuk membuat rancangan instrusksional dalam dunia
8
pendidikan, Anderson dan Krathwohl (2000) menelaah
kembali Taksonomi Bloom dan melakukan revisi sebagai
berikut (Sani, 2016:103-104).
9
b. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan terdapat empat macam antara
lain: dimensi faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif.
1) Pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tampak lebih nyata dan
operasional, serta bersifat penjelasan singkat atau
bersifat kebendaan yang diobservasi dengan
mudah. Meliputi definisi pengetahuan, pengetahuan
umum dan bagian- bagiannya, atau bentuk dari
bagian-bagan sesuatu benda baik dalam bentuk
proses atau hasil pekerjaan atau alam.
2) Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang
lebih rumit dalam bentuk pengetahuan yang
tersusun secara sistematis. Meliputi pengetahuan
pengklasifikasian, prisip-prinsip, generalisasi, teori-
teori hukum, model-model dan struktur isi
materinya.
3) Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan
bagaimana melakukan sesuatu. Meliputi
pengetahuan keterampilan algoritma, teknik-teknik
metode-metode, dan penentuan kriteria
pengetahuan atau pembenaran ketika melakukan
dalam ranah dan mata pelajaran tertentu.
4) Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan
mengenai pengertian umum dan pengetahuan
tentang tugas-tugas termasuk pengetahuan
kontekstual dan kondisional, pengetahuan itu
sendiri, tentunya, beberapa aspek pengetahuan
10
metagoknitif adalah tidak sama dengan
pengetahuan yang digambarkan oleh para ahli.
(Kusnawa, 2012: 114)
2) Memahami (Comprehension)
Memahami artinya mendeskripsikan susunan dalam
artian pesan pembelajaran, mencakup oral, tulisan
dan komunikasi grafik (Kusnawa, 2012: 115).
Pertanyaan ini menyangkut kemampuan peserta
didik menyerap informasi, menginterpretasi arti, dan
melakukan eksplorasi atau memberikan saran (Sani,
2016: 111). Kata kerja operasional yang digunakan
pada level memahami yaitu: memperkirakan,
11
menjelaskan, mencirikan dan membandingkan.
3) Menerapkan (mengaplikasikan)
Menerapkan yaitu menggunakan prosedur dalam
situasi yang dihadapi (Kusnawa, 2012: 115).
Pertanyaan ini meminta peserta didik menggunakan
abstraksi dan generalisasi secara bebas dari suatu
keadaan dimana generalisasi telah digambarkan
sebelumnya. Pertanyaan aplikasi sebenarnya erat
dengan pertanyaan pemahaman (Sani, 2016: 111).
Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada
level menerapkan yaitu: menugaskan, mengurutkan,
menentukan dan menerapkan.
4) Menganalisis
Menganalisis yaitu memecahkan materi menjadi
bagian-bagian pokok dan menggambarkan
bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan
satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur
keseluruhan atau tujuan (Kusnawa, 2012: 115).
8
Pertanyaan analisis meminta peserta didik
menyelesaikan permasalahan melalui pemeriksaan
sistematik tentang fakta atau informasi (Sani, 2016:
111). Contoh kata kerja operasional yang digunakan
pada level menganalisis yaitu: menganalisis,
memecahkan, menegaskan, menelaah dan
mengaitkan.
12
penilaian yang didasarkan pada kriteria dan atau
standar (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini
meminta peserta didik membuat penilaian tentang
suatu berdasarkan sebuah acuan atau standar (Sani,
2016: 111). Contoh kata kerja pada level
mengevaluasi yaitu: membandingkan,
menyimpulkan, menilai dan mengkritik.
6) Menciptakan (berkreasi)
Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama
ke dalam suatu ide, semuanya saling berhubungan
untuk membuat hasil yang baik (Kusnawa, 2012:
115). Pertayaan ini meminta peserta didik untuk
menemukan penyelesaian masalah melalui
pemikiran kreatif (Sani, 2016: 110-112). Contoh kata
kerja operasional yang digunakan pada level
menciptakan yaitu: mengatur, mengumpulkan,
mengkategorikan, memadukan dan menyusun.
13
1) Mengevaluasi
a) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan
dan metodologi dengan menggunakan kriteria
yang cocok atau standar yang ada untuk
memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan
pengujian.
c) Menerima atau menolak suatu pernyataan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
2) Mengkreasi
a) Membuat generalisasi suatu ide atau cara
pandang terhadap sesuatu.
b) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan
masalah.
c) Mengorganisasikan usur-unsur atau bagian-
bagian menjadi struktur baru yang belum pernah
ada sebelumnya.
14
beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia,
bergotong royong, dan berkebinekaan global.
Keenam ciri tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak
mulia.
Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan
YME, danberakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak
dalam hubungannyadengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia
memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta
menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya
sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman,
bertakwakepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a)
akhlak beragama; (b) akhlakpribadi; (c) akhlak kepada
manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak
bernegara.
b. Berkebinekaan global
Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur,
lokalitas danidentitasnya, dan tetap berpikiran terbuka
dalam berinteraksi denganbudaya lain, sehingga
menumbuhkan rasa saling menghargai dankemungkinan
terbentuknya budaya baru yang positif dan
tidakbertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen
kunci dariberkebinekaan global meliputi mengenal dan
menghargai budaya,kemampuan komunikasi
interkultural dalam berinteraksi dengan sesama,dan
refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman
kebinekaan.
15
c. Bergotong royong
Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-
royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan
secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan
yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan.
Elemen-elemen dari bergotong royong adalah
kolaborasi,kepedulian, dan berbagi.
d. Mandiri
Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu
pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil
belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari
kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta
regulasi diri.
e. Bernalar kritis
Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif
memproses informasibaik kualitatif maupun kuantitatif,
membangun keterkaitan antara berbagai informasi,
menganalisis informasi, mengevaluasi dan
menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis
adalah memperoleh dan memproses informasi dan
gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran,
merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan
mengambil keputusan.
f. Kreatif
Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan
menghasilkan sesuatu yangorisinal, bermakna,
bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif
16
terdiri dari menghasilkan gagasan yang orisinal serta
menghasilkankarya dan tindakan yang orisinal.
17
kesimpulan pribadi.
18
(software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk
mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet.
Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan
komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya
mencakup menghidupkan dan mematikan komputer,
menyimpan dan mengelola data, serta menjalankan
program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya
informasi karena perkembangan teknologi saat ini,
diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola
informasi yang dibutuhkan masyarakat.
19
kembali (narrative skills). Pemahaman literasi dini sangat
penting dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya
lembaga bimbingan belajar baca-tulis-hitung bagi batita
dan balita dengan cara yang kurang sesuai dengan
tahapan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu
diberi perhatian terhadap keberlangsungan pendidikan
literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar.Dalam
pendidikan formal, peran aktif para pemangku
kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru, tenaga
pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk
memfasilitasi pengem- bangan komponen literasi
peserta didik. Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara
belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas tertuju
kepada komponen-komponen literasi ini. Kesempatan
peserta didik terpajan dengan kelima komponen literasi
akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi
dengan literasi visual. Sebagai langkah awal, dapat
disimpulkan bahwa diperlukan perubahan paradigma
semua pemangku kepentingan untuk terciptanya
lingkunganliterasi ini.
20
pembelajaran (learning organization);
4) Mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan
(knowledge management).
5) Menjaga keberlanjutan budaya literasi
21
perlu dilakukan kapan pun kondisi kelas
memungkinkan. Untuk itu, perlu ditekankan bentuk
kegiatan yang bermakna dan kontekstual. Misalnya,
menulis surat untuk wali kota atau membaca untuk
ibu adalah contoh-contoh kegiatan yang bermakna
dan memberikan kesan kuat kepada peserta didik.
22
setiap sekolah harus memberikan dukungan penuh
terhadap pengembangan literasi. Di sekolah dengan
budaya literasi yang tinggi, peserta didik akan cenderung
lebih berhasil dan guru lebih bersemangat mengajar.
Perlu dipahami bahwa program membaca seperti
membaca dalam hati dan membaca nyaring hanyalah
bagian dari kerangka besar untuk membangun budaya
literasi sekolah.
23
terhadap pengembangan budaya literasi.
24
berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini
dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan
gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya
memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk
pembelajaran literasi. Salah satunya dengan
menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru
membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit
sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang
kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan
kesempatan untuk mengikuti program bimtek tenaga
kependidikan untuk peningkatan pemahaman
tentang program literasi, pelaksanaan, dan
keterlaksanaannya.
6. Moderasi Beragama
a. Konsep Moderasi Beragama (Wasathiyah)
Kajian terhadap konsep moderasi
beragama (wasathiyyah) telah menarik
perhatian banyak ilmuwan di berbagai
bidang seperti sosio- politik, bahasa,
pembangunan Islam, sosial-keagamaan,
dan pendidikan Islam. Terminologi ini merupakan
terminologi dari sekian terminologi yang sering
digunakan untuk menyebut label-label umat Islam
seperti islam modernis, progresif, dan reformis.
25
satupun dari istilah- istilah tersebut yang menggantikan
istilah moderat. Hal ini didasarkan pada legitimasi al-
Qur’an dan hadist Nabi bahwa umat islam diperintahkan
untuk menjadi orang moderat. Disinilah istilah moderat
menemukan akarnya di dalam tradisi Islam, apalagi
terminologi wasathiyyah ini merupakan identitas dan
watak dasar Islam.
26
Terlepas dari berbagai pemaknaan di atas, Hilmy
mengidentifikasi beberapa karakteristik penggunaan
konsep moderasi dalam konteks Islam Indonesia,
diantaranya; 1) ideologi tanpa kekerasan dalam
menyebarkan Islam; 2) mengadopsi cara hidup modern
dengan semua turunannya, termasuk sains dan
teknologi, demokrasi, hak asasi manusia dan sejenisnya;
3) penggunaan cara berfikir rasional; 4) pendekatan
kontekstual dalam memahami Islam, dan; 5) penggunaan
ijtihad (kerja intelektual untuk membuat opini hukum jika
tidak ada justifikasi eksplisit dari Al Qur'an dan Hadist).
Lima karakteristik bisa diperluas menjadi beberapa
karakteristik yang lain seperti toleransi, harmoni dan
kerjasama antar kelompok agama.
27
pengembangan pengetahuan, pembangunan manusia,
sistem ekonomi dan keuangan, sistem politik, sistem
pendidikan, kebangsaan, pertahanan, persatuan,
persamaan antar ras, dan lainnya. Tidak heran jika
ummah wasath (muslim moderat) menjadi model yang
akan dipersaksikan di hadapan umat-umat yang lain.
28
yang bercorak moderat. Ketiga, adanya kebutuhan untuk
melakukan reformasi pendidikan Islam di tengah
kompleksitas masalah global, yang diantaranya adalah
tidak adanya keseimbangan antara intelektualitas
dengan moralitas, modernitas dengan spiritualitas, dan
ketidakseimbangan lainnya dalam semua aspek
kehidupan.
a) Prinsip Universal
Salah satu prinsip mendasar moderasi beragama
adalah prinsip universal. Prinsip universal
kurikulum berangkat dari argumen bahwa Tuhan
mengutus utusan untuk semua bangsa dan umat,
dan oleh karena itu ajarannya mencerminkan
universalitas. Oleh karena itu, muatan kurikulum
harus mencakup semua aspek dan berlaku
29
menyeluruh, tanpa dibatasi oleh sekat kedaerahan
dan wilayah. Prinsip universalitas kurikulum juga
menghendaki adanya totalitas dalam
pengembangan potensi peserta didik, yang
tercakup dalam tujuan dan kandungan-
kandungan kurikulum. Pendidikan Islam di banyak
tempat masih diperlakukan sebagai doktrin
semata sehingga ia hanya berorientasi ke dalam.
Muatan, kajian, dan produk pendidikan Islam
hanya untuk umat Islam (internal) dan tidak
membuka peluang yang lebih longgar bagi
khalayak umum (ekternal) dengan berbagai latar
keagamaan yang lain, sehingga pembaca yang
notabene beragama non-muslim kurang bisa
menangkap pesan yang dihasilkan dari produk
pendidikan Islam.
b) Prinsip Keseimbangan
Prinsip moderasi beragama juga memuat prinsip
keseimbangan (tawâzun). Keseimbangan ini bisa
dilihat dari aspek keseimbangan antara prilaku,
sikap, nilai pengetahuan, dan keterampilan.
Prinsip keseimbangan juga merupakan sikap dan
orientasi hidup yang diajarkan Islam, sehingga
peserta didik tidak terjebak pada ekstrimisme
dalam hidupnya, tidak semata-mata mengejar
kehidupan ukhrawi dengan mengabaikan
kehidupan duniawi. Oleh karena itu, kurikulum
pendidikan Islam harus didesain dengan
menggunakan prinsip ini. Disini kurikulum
30
moderat dikonstruksi melalui keseimbangan
antara rasionalitas, moralitas, dan spiritualitas.
c) Prinsip Integrasi
Prinsip integrasi ini juga merupakan prinsip
moderasi kurikulum yang sangat penting. Dalam
pengembangan kurikulum, integrasi ini banyak
dibicarakan oleh para ilmuwan muslim seperti
Fazlur Rahman, Seyyed Hossein Nasr, Ismail Raji`
al-Faruqi, dan Syekh Muhammad Naquib al-Attas.
Di Indonesia upaya integrasi ilmu juga
dikembangkan oleh ilmuwan muslim seperti
Kuntowijoyo dengan konsep “Pengilmuan Islam,”
dengan menjadikan al-Qur’an sebagai paradigma
keilmuan, yang dalam hal ini bisa dilakukan
dengan dua cara, yaitu: (1) integralisasi yaitu
pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia
dengan wahyu; (2) objektifikasi yaitu menjadikan
pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua
orang. Imam Suprayogo menawarkan integrasi ini
dengan mengilustrasikan sebatang pohon yang
utuh, dimana kajian keagamaan harus ditopang
dengan landasan keilmuan yang lain agar studi-
studi keislaman bisa berdiri kokoh. Integrasi ini
dalam pandangan Amin Abdullah perlu
dipadukan dengan interkoneksi. Pendekatan
integratif-interkonektif adalah pendekatan yang
berusaha saling menghargai; keilmuan umum dan
agama sadar akan keterbatasan masing-masing
dalam memecahkan persoalan manusia, hal ini
31
akan melahirkan sebuah kerja sama setidaknya
saling memahami pendekatan (approach) dan
metode berpikir (process and procedure) antara
kedua kelimuan tersebut. Prinsip integarasi yang
ditawarkan para pemikir di atas setidaknya bisa
menjadi modal berharga dalam menancapkan
moderasi kurikulum pendidikan Islam.
d) Prinsip Keberagaman
Prinsip moderasi beragama sebenarnya juga
mengandung prinsip “Bhineka Tunggal Ika,” suatu
prinsip kesetaraan dan keadilan di tengah
perbedaan untuk mencapai persatuan. Prinsip ini
dimaksudkan sebagai pemeliharan terhadap
perbedaan-perbedaan peserta didik, baik berupa
perbedaan bakat, minat, kemampuan, kebutuhan,
agama, ras, etnik, dan perbedaan lainnya.
Pemeliharaan terhadap perbedaan ini menambah
kesesuaian antara kurikulum dengan kebutuhan-
kebutuhan peserta didik dalam konteks Negara
Indonesia yang multikultur.
2) Pendekatan Moderasi Kurikulum
Pendidikan Islam dengan karakter keislaman moderat
bisa menjadi kontribusi bagi perumusan pendidikan
Islam. Meminjam empat pendekatan integrasi konten
kurikulum dalam pendidikan multikultural yang
dikenalkan oleh Banks, konstruksi wasatiyyah dalam
kurikulum pendidikan Islam bisa dianalisis dengan
pendekatan kontributif (the contributions approach),
32
pendekatan aditif/penambahan (the additive
approach), pendekatan transformasi (transformation
approach), dan pendekatan aksi sosial (the social
action approach).
3) Pendekatan Kontributif
Karakteristik penting dari pendekatan kontribusi
adalah bahwa struktur dasar, sasaran, dan
karakteristik utama kurikulum tidak berubah,
melainkan hanya menyisipkan konten-konten
tertentu dalam mata pelajaran, yang turut
berkontribusi dalam melahirkan sikap moderat,
seperti tokoh-tokoh Islam nusantara, yang dianggap
secara nyata memiliki pemikiran dan sikap moderat.
Pendekatan kontribusi ini dapat memberi
pengalaman belajar peserta didik akan ketokohan
seseorang. Ketokohan ini disamping menjaga warisan
sejarah, juga menghidupkan figur kepahlawanan
seorang tokoh sebagai sumber teladan.
33
4) Pendekatan Aditif/Penambahan
Pendekatan penting lainnya dalam melakukan
konstruksi wasathiyyah ke dalam kurikulum adalah
penambahan konten, konsep, tema, dan perspektif ke
dalam kurikulum tanpa mengubah struktur dasar,
tujuan, dan karakteristik kurikulum. Pendekatan
penambahan bisa dilakukan dengan menambahkan
sumber belajar seperti buku, atau bimtek khusus
kedalam kurikulum tanpa mengubahnya secara
substansial. Pendekatan ini bisa menjadi tahap
pertama dalam upaya reformasi kurikulum yang
dirancang untuk merestrukturisasi kurikulum secara
keseluruhan dan menjadi kerangka acuan awal.
5) Pendekatan Tranformatif
Pendekatan tranformatif sangat berbeda dengan
pendekatan kontributif dan aditif. Dalam dua
pendekatan tersebut, konten ditambahkan ke
34
kurikulum inti tanpa mengubah asumsi dasar, sifat,
dan strukturnya. Sedangkan, dalam pendekatan
transformatif, tujuan mendasar, struktur, dan
perspektif kurikulum berubah. Pendekatan
transformasi ini memungkinkan peserta didik untuk
melihat konsep, isu, tema, dan masalah dari berbagai
sudut pandang. Perspektif arus utama adalah salah
satu dari beberapa perspektif dari mana masalah,
konsep, dan isu dilihat.
35
keilahian, sehingga tercermin karakter moderat yang
cukuo kuat. Ini mengingat moderasi beragama
merupakan pendekatan komprehensif, yang
memungkinkan dipersaksikannya (syuhadâ’a) mutu
pendidikan Islam di hadapan umat manusia.
36
Program-program pendidikan Islam yang mencoba
mendidik peserta didik untuk dapat melakukan kritik
sosial dan perubahan sosial terhadap masalah-
masalah yang di luar mainstream Islam moderat,
perlu dikembangkan. Barangkali tarnsformasi
kurikulum dengan menggunakan paradigma
integrasi ilmu bisa dilihat sebagai salah satu
karakteristik Islam moderat, yakni keseimbangan
antara material dan spiritual dan antara dunia dan
akhirat. Ini bisa ditemukan dalam pendidikan
madrasah dan pesantren.
Rangkuman
37
sekedar mengingat, menyatakan kembali, dan juga merujuk
tanpa melakukan pengolahan, akan tetapi kemampuan
berpikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif,
berkreasi dan mampu memecahkan masalah.
38
yang lain seperti toleransi, harmoni dan kerjasama antar
kelompok agama.
Tugas
39