Anda di halaman 1dari 10

REFORMASI BIROKRASI KEPOLISIAN DALAM

BIDANG REKRUTMEN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Anti Korupsi
Dosen Pengampu:
Jemiran, S.H., M.H.

Disusun oleh:
Lia Yulianti
2321101013
1B

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MAJALENGKA
2023
1. Kerangka Pikiran
Reformasi birokrasi hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan menyangkut aspek mental aparatur, pengawasan, akuntabilitas,
kelembagaan (organisasi), tata laksana, sumber daya manusia aparatur,
peraturan perundang-undangan, dan pelayanan publik.

Berbagai permasalahan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan


pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik
harus ditata ulang atau diperbaharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam
rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk
membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu
dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi serta
perubahan lingkungan menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan
disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus
segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan
sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai
dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan
yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk
upaya dan tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Birokrasi pemerintah harus dikelola berdasarkan prinsip tata pemerintahan


yang baik dan profesional. Birokrasi harus sepenuhnya mengabdi pada
kepentingan rakyat dan bekerja untuk memberikan pelayanan prima,
transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN). Semangat inilah yang mendasari pelaksanaan reformasi birokrasi
pemerintah di Indonesia.
Pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah harus mampu mendorong
perbaikan dan peningkatan kinerja birokrasi pemerintah, baik pusat maupun
daerah. Kinerja akan meningkat apabila ada motivasi yang kuat secara
keseluruhan, baik di pusat maupun di daerah. Motivasi akan muncul jika
setiap program/kegiatan yang dilaksanakan menghasilkan keluaran (output),
nilai tambah (value added), hasil (outcome), dan manfaat (benefit) yang lebih
baik dari tahun ke tahun, disertai dengan sistem reward and punishment yang
dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Persoalan yang terjadi di institusi kepolisian sejatinya menjadi masalah global


yang juga terjadi di banyak negara, lebih khusus di negara-negara
berkembang. Kempe Ronald Hope, Sr (2016) membuat catatan menarik
mengenai korupsi polisi (police corruption). Secara gamblang, ia
mendefinisikan korupsi polisi merupakan kelalaian berupa penyalahgunaan
jabatan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Mengutip
sejumlah data, Kempe merinci tipe korupsi polisi yakni terjadinya praktik
korupsi otoritas, praktik kickback atau uang komisi, penggeledahan atau
pemerasan, perlindungan terhadap kegiatan ilegal, serta pencurian karena
adanya kesempatan (opportunistic theft). Tipe korupsi lainnya kurang lebih
sama juga diungkap Kempe dengan merujuk data USAID dalam Program
Brief Anticorruption and Police Integrity USAID (2007) yang mengklasifikasi
perilaku korupsi polisi dengan membagi tiga jenis yakni korupsi perorangan,
korupsi birokrasi, serta tindak pidana korupsi. Hubert Williams (2002) juga
memberi catatan mengenai budaya korupsi polisi ini. Dalam catatannya,
Williams menyebut penyebab munculnya budaya korupsi polisi disebabkan
empat bidang utama yakni pertama rekrutmen, pelatihan dan promosi, kedua
sumber daya (gaji dan peralatan), ketiga, sistem akuntabilitas di internal
lembaga, lembaga peradilan dan hukum, serta keempat tradisi budaya yang
menghambat pengembangan standar polisi. Sejumlah kajian ilmiah tentang
sengkarut polisi, lebih khusus mengenai korupsi polisi ini, penting dilihat
sebagai bagian dari pemetaan masalah. Hal itu untuk memastikan perbaikan
yang dilakukan oleh Kapolri memiliki daya ubah yang sistemik,
berkesinambungan dan berkelanjutan bagi institusi Polri.

2. Maksud dan Tujuan


Maksud:
 Untuk mengetahui standar rekrutmen kepolisian dalam memilih dan
menempatkan calon anggota polri yang berkualifikasi dan memiliki
kemampuan sesuai dengan kriteria.

Tujuan:
 Untuk mengevaluasi sejauh mana sistem rekrutmen polisi saat ini efektif
dalam mendapatkan kandidat berkualifikasi
 Untuk mengeksplorasi apakah ada kebijakan atau reformasi yang mungkin
perlu diterapkan untuk meningkatkan proses rekrutmen polisi

3. Pembahasan dan diskusi


Pembahasan
Reformasi birokrasi kepolisian dalam bidang rekrutmen bertujuan untuk
meningkatkan kualitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengadaan
anggota kepolisian. Beberapa langkah yang bisa diambil dalam reformasi ini
antara lain:
1. Menyediakan informasi yang jelas tentang proses rekrutmen, persyaratan,
dan kriteria penilaian.
 Proses rekrutmen:
 Pendaftaran:
Calon petugas mengajukan permohonan atau pendaftaran untuk
posisi dalam kepolisian sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
 Pemeriksaan Awal:
Pemeriksaan dokumen seperti latar belakang pendidikan,
pengalaman, dan riwayat kriminal calon petugas.
 Tes Seleksi Tulis:
Calon mungkin diuji dalam pengetahuan umum, hukum, aturan
lalu lintas, atau topik yang relevan.
 Tes Fisik:
Calon diharuskan melewati serangkaian tes fisik, termasuk tes lari,
sit-up, push-up, dan tes ketahanan fisik lainnya.
 Tes Psikologis:
Tes ini dirancang untuk menilai stabilitas emosional dan kesehatan
mental calon petugas.
 Wawancara:
Calon dapat menghadapi wawancara pribadi dengan panel perekrut
atau petugas senior untuk mengevaluasi keterampilan komunikasi
dan kepribadian.
 Pemeriksaan Latar Belakang:
Pemeriksaan menyeluruh terhadap riwayat kriminal, riwayat
pekerjaan, dan catatan latar belakang lainnya untuk memastikan
kepatuhan terhadap persyaratan dan etika yang diperlukan.
 Pemeriksaan Medis:
Pemeriksaan fisik menyeluruh untuk memastikan kesehatan calon
dan kemampuan untuk menjalani tugas-tugas polisi.
 Pelatihan Dasar:
Calon petugas yang diterima kemudian dapat menjalani pelatihan
dasar dalam akademi polisi yang mencakup pelatihan teoritis, fisik,
dan praktik.
 Penempatan:
Setelah menyelesaikan pelatihan, calon petugas ditempatkan di
divisi atau unit tertentu dalam kepolisian sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
 Pengawasan:
Calon yang berhasil diterima akan berada di bawah pengawasan
dan evaluasi berkelanjutan selama masa percobaan.
 Persyaratan untuk masuk kepolisian:
Berikut adalah beberapa persyaratan umum yang sering diterapkan:
 Kewarganegaraan: Biasanya, Anda harus menjadi warga negara
dari negara yang bersangkutan atau memiliki status hukum yang
sesuai untuk menjadi anggota kepolisian.
 Usia: Calon petugas polisi biasanya harus berusia minimal 18
tahun, tetapi batasan usia maksimal dapat berbeda-beda tergantung
pada yurisdiksi.
 Pendidikan: Sebagian besar kepolisian mengharuskan calon
memiliki setidaknya ijazah sekolah menengah atas atau setara.
Beberapa yurisdiksi mungkin meminta tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, seperti gelar sarjana.
 Kondisi Kesehatan Fisik: Anda harus memenuhi persyaratan
kesehatan fisik yang ditetapkan oleh kepolisian, dan biasanya Anda
akan menjalani pemeriksaan medis.
 Kondisi fisik: Tinggi badan minimal (dengan berat badan seimbang
menurut ketentuan yang berlaku):
Pria : 165 (seratus enam puluh lima) cm;
Wanita : 163 (seratus enam puluh tiga) cm.
 Latar Belakang Kriminal: Calon petugas biasanya akan menjalani
pemeriksaan latar belakang yang ketat. Kejahatan serius dalam
catatan kriminal dapat menghalangi penerimaan.
 Pengujian Narkoba: Anda mungkin diwajibkan untuk mengikuti
tes narkoba dan harus bebas dari penggunaan narkoba terlarang.
 Kewarganegaraan yang Baik: Kepolisian biasanya akan memeriksa
catatan keuangan Anda dan melarang anggota yang memiliki utang
besar atau masalah keuangan serius.
 Uji Psikologis: Anda mungkin diwajibkan menjalani uji psikologis
untuk menilai stabilitas emosional dan kesehatan mental.
 Lisensi Mengemudi: Beberapa yurisdiksi mungkin mengharuskan
Anda memiliki lisensi mengemudi yang valid.
 Wawancara: Anda harus mengikuti wawancara dengan personel
rekrutmen atau petugas polisi senior untuk menilai kemampuan
komunikasi dan kepribadian Anda.
 Keterampilan Bahasa: Kemampuan berkomunikasi dalam bahasa
yang ditentukan oleh kepolisian (biasanya bahasa negara yang
bersangkutan) bisa menjadi syarat.
 Pelatihan Polisi: Calon petugas biasanya harus lulus dari akademi
polisi dan menyelesaikan pelatihan dasar.
2. Kriteria Seleksi yang Ketat: Memastikan bahwa calon anggota kepolisian
harus melewati seleksi yang ketat berdasarkan kompetensi, integritas, dan
etika.
Integritas merupakan karakteristik moral seseorang yang mencerminkan
konsistensi dan kejujuran dalam berperilaku. Polisi sebagai aparat penegak
hukum harus memberikan cerminan yang baik sehingga dapat membangun
kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Seorang polisi yang
berintegritas berarti patuh terhadap hukum, memperlakukan semua
individu dengan adil tanpa adanya diskriminasi dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, mengikuti kode etik dan norma-norma kepolisian
dalam menjalankan tugasnya, tidak menggunakan jabatannya untuk
kepentingan atau keuntungan pribadi, tidak terlibat dalam korupsi,
penyuapan atau tindakan ilegal yang melawan hukum lainnya serta dapat
menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat seperti mendengar
kritik dan keluhan dari mereka yang bersuara.
3. Evaluasi Berkelanjutan: Memastikan bahwa calon polisi memiliki karakter
dan kualitas yang dapat mendukung mereka dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab mereka dalam jangka panjang, serta untuk mengurangi
risiko perilaku yang tidak etis atau tidak sesuai yang dapat muncul di masa
depan. Evaluasi ini juga membantu memastikan bahwa rekrutmen
kepolisian berkontribusi pada pembentukan polisi yang dapat memberikan
pelayanan dan perlindungan yang terbaik kepada masyarakat.
4. Pelatihan dan Pendidikan: Memberikan pelatihan dan pendidikan yang
memadai guna meningkatkan kemampuan anggota kepolisian dalam
penegakan hukum yang profesional.
5. Pengawasan Independen: Pengawasan independen dapat membantu
memastikan bahwa orang yang diterima menjadi anggota kepolisian
adalah individu yang dapat dipercaya, berkualitas, dan mampu
menjalankan tugas mereka dengan profesionalisme. Ini juga dapat
mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan atau perilaku tidak etis
dalam tubuh kepolisian.
6. Kebijakan Anti-Korupsi: Menerapkan kebijakan anti-korupsi yang ketat
dan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran etika. Kebijakan anti-
korupsi tersebut harus dipelajari dan diterapkan oleh seluruh calon anggota
kepolisian melalui proses pelatihan dan pendidikan.

Tujuan reformasi dalam perekrutan kepolisian:


1. Meningkatkan kualitas anggota kepolisian
Membuat anggota kepolisian menjadi profesional dalam melaksanakan
tugasnya, termasuk penegakan hukum, penyelidikan, dan pelayanan
kepada masyarakat.
2. Memberantas penyalahgunaan kewenangan oleh polisi
Permasalahan keamanan cenderung menjadi isu politik, sehingga politisi
dan “ahli” cenderung mencari solusi sederhana, pragmatis yang dapat
lebih “diterima” oleh masyarakat. Pragmatisme ini mungkin menyiratkan
perlunya polisi bekerja demi kepentingan masyarakat dan hukum, bukan
demi kepentingan pemerintah. Oleh karena itu, penting untuk memastikan
polisi bekerja secara obyektif dan tidak terpengaruh oleh kepentingan
politik. Ketidakpercayaan masyarakat merupakan salah satu kunci
reformasi kepolisian, termasuk penyalahgunaan kekuasaan (korupsi dan
pelanggaran HAM).
3. Menciptakan birokrasi kepolisian yang efektif, efisien dan produktif
Produktivitas tinggi dan bertanggung jawab yaitu hasil optimal yang
dicapai oleh aparatur polri dari serangkaian program kegiatan yang
inovatif, efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya yang ada serta
ditunjang oleh dedikasi dan etos kerja yang tinggi.
4. Menciptakan birokrasi kepolisian yang mampu melayani dan
memperdayakan
Kemampuan memberikan pelayanan yang prima yaitu kepuasan yang
dirasakan oleh publik sebagai dampak dari hasil kerja birokrasi yang
profesional, berdedikasi dan memiliki standar nilai moral yang tinggi
dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat
utamanya dalam memberikan pelayanan prima kepada publik dengan
sepenuh hati dan rasa tanggung jawab serta membangun birokrasi yang
efektif, efisien, transparan dan akuntabel dalam melayani dan
memperdayakan masyarakat.

4. Penutup
a. Kesimpulan
 Reformasi birokrasi adalah langkah strategis guna untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Reformasi disini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan
secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan
tindakan yag bersifat radikal dan revolusioner.
 Reformasi birokrasi kepolisian dalam bidang rekrutmen bertujuan
untuk meningkatkan kualitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam
pengadaan anggota kepolisian.
b. Pendapat
Seleksi penerimaan dalam rekrutmen personel polri merupakan tahap yang
sangat penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia, sistem
rekrutmen dan seleksi polri yang berlangsung selama ini, dirasakan masih
belum dapat menghasilkan anggota polri yang memiliki kualitas seperti
yang diharapkan. Pada kenyataannya masih terdapat kelemahan
kelemahan di dalam sistem rekrutmen dan seleksi yang bertujuan untuk
membentuk polri yang profesional dan berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai